Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Produksi Benih Sumber (G0) Beberapa


Varietas Kentang dari Umbi Mikro

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Benih

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Carissa Besari N. Tilaar
Ully Ngesti Pratiwi
Diana Nafitri C.
Irwantha Sihombing
Ahmad Oktaviandi L.

150510150176
150510150177
150510150184
150510150187
150510150238

Kelas G

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

KATA PENGANTAR
0

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Produksi Benih Sumber (G 0) Beberapa
Varietas Kentang dari Umbi Mikro. Kami mengucapkan terima kasih
kepada bapak dosen mata kuliah Teknologi Benih yang telah memberikan
tugas kepada kami sehingga kami dapat lebih paham akan materi yang
diajarkan dan dibahas, dan telah kami selesaikan dengan sebaik-baiknya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna sebagai penambah
wawasan dan pemahaman tentang produksi benih umbi secara mikro.
Namun kami menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna di
dunia ini. Oleh karena itu sangatlah penting adanya kritik dan saran agar
kami dapat memperbaiki kesalahan pada makalah yang kami buat untuk
masa yang akan datang.
Semoga makalah yang kami buat dapat dengan mudah dipahami
oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada
kata-kata yang tidak berkenan, atau terdapat penulisan yang salah.

Jatinangor, 27 September 2016

Kelompok 4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL...........................................................................iii
BAB I..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2

Bahan dan Metode................................................................................. 2

BAB II.................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN...................................................................................................... 4
BAB III.................................................................................................................. 8
PENUTUP.............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 9

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar
1.1

....2
Gambar
1.2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan satu dari komoditas
sayuran yang mempunyai potensi ekonomis tinggi, dan memegang
peranan penting dalam diversifikasi pangan. Peningkatan produktivitas
kentang masih terkendala antara lain oleh benih yang tidak bersertifikat.
Dalam sistem perbenihan kentang, penggunaan teknologi in vitro
merupakan bagian yang penting dalam produksi benih bersertifikat
berbasis benih bebas patogen sebagai benih sumber (Ahloowalia 1994,
Zamora et al. 1994).
Area produksi kentang yang menyebar di berbagai kepulauan di
Indonesia menyebabkan distribusi benih sumber dalam bentuk planlet
menghadapi

beberapa

kendala,

antara

lain

memerlukan

proses

penanganan yang sangat hati-hati dan cepat, karena dapat merusak fisik
planlet. Hal ini dapat menyebabkan planlet tidak layak untuk ditanam.
Kendala lainnya ialah biaya pengiriman yang relatif tinggi, terutama untuk
pengiriman benih sumber dalam bentuk umbi

G . Dengan demikian,

umbi mikro merupakan alternatif terbaik sebagai benih sumber. Umbi


mikro merupakan umbi yang dihasilkan planlet in vitro. Umbi mikro lebih
mudah

ditangani

selama

proses

pengiriman,

distribusi,

serta

penyimpanan karena ukurannya yang relatif kecil (Perez-Alonso et al.


2010). Namun pemanfaatannya masih belum optimal, karena masih
terkendala oleh terbatasnya informasi potensi daya hasil umbi mikro
dalam menghasilkan benih umbi mini.
Menurut Donelly et al. (2003) beberapa penelitian menunjukkan
bahwa umbi mikro dapat dimanfaatkan dalam produksi benih berupa
generasi awal (Go) maupun generasi lanjut bergantung pada kondisi
lingkungan untuk memenuhi standar mutu benih yang diharapkan. Umbi
mikro merupakan miniatur dari umbi yang mempunyai karakteristik

genetik berbeda. Tiap varietas mempunyai kemampuan yang berbeda


dalam menghasilkan berat maupun jumlah umbi. Tujuan penelitian ialah
mendapatkan informasi tentang nisbah perbanyakan umbi mikro dari
varietas Amudra, Atlantik M, Cipanas, Granola L, Manohara, Merbabu, dan
Ping dalam menghasilkan umbi yang memenuhi kriteria sebagai benih
sumber.
Diharapkan kemampuan umbi mikro dalam menghasilkan benih
sumber yang memenuhi kriteria jumlah umbi dengan nisbah perbanyakan
yang optimum dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan dan penyediaan
benih sumber kentang. Dengan demikian, penyediaan benih sumber (G )
dari varietas yang diuji dapat dipercepat sesuai dengan waktu dan jumlah
yang diperlukan untuk distribusi, diseminasi, dan adopsi varietas.
1.2 Bahan dan Metode
1) Pemeliharaan Planlet
Planlet merupakan tanaman berukuran mini yang dihasilkan dari
regenerasi atau perbanyakan kultur jaringan. Planlet sudah memiliki
akar, batang, dan daun. Dalam penelitian ini, planlet diperbanyak dari
stek buku tunggal yang terdiri dari potongan batang dan satu tunas
daun ketiak yang bebas dari patogen. Stek tersebut dikulturkan masingmasing sebanyak 10 stek pada media kultur. Media kultur terdiri dari
campuran g/l gula, 8 g/l agar batang, Ph 5,8 yang
di autoclave selama 15 menit pada suhu 121 C,
tekanan 1,5 psi. Kultur disimpan dalam kondisi
terang dengan lama penyinaran 16 jam, suhu
24C 2C Penyinaran diberikan menggunakan
lampu Philips Tornado 24 watt yang setara
dengan

Gambar 1.1 planlet in


vitro

2.400 luks (Lutron Light Meter LY-

101A). Umumnya pada umur 4 minggu setelah kultur, 7-12 ruas telah
tumbuh dari planlet ini.
2) Induksi umbi mikro
Induksi adalah penanaman eksplan yang sudah melalui tahap
sterilisasi ke dalam media kultur jaringan. Umbi mikro yang berumur

empat minggu diinduksi ke dalam botol kultur planlet lalu ditambahkan


masing-masing 20 ml/botol kultur media cair MS steril ditambah dengan
150 g/l gula. Induksi dilakukan secara aseptis di laminar air flow.
Selanjutnya, kultur dipelihara dalam kondisi gelap (untuk merangsang
umbi). Umbi dapat dipanen empat minggu kemudian. Umbi yang dapat
diperoleh sebanyak 7-13 umbi/botol dengan ukuran 2-8 mm.

mikro

Gambar 1.2 (a) induksi mikro, (b) umbi mikro yang


dipanen

Umbi
yang

sudah dipanen disimpan dalam baki Styrofoam dalam keadaan tertutup


pada suhu ruangan. Umumnya, umbi mikro yang sudah dipanen
tersebut akan bertunas pada umur 6 minggu setelah panen. Umbi mikro
yang dipilih untuk ditanam dalam rumah kasa bebas serangga dalam
penelitian ini, yaitu umbi mikro yang tidak menciut.
Media yang digunakan untuk menanam umbi mikro tersebut
terdiri dari campuran pupuk kandang dan arang sekam dengan
perbandingan 1:1. sebelumnya, media tanam tersebut terlebih dahulu
disterilkan dengan pengukusan selama 4 jam (untuk meminimalisir
patogen tular tanah). Umbi mikro ditanam pada bak beroda berukuran
120 x 75 x 15 cm. Setiap varietas/perlakuan disediakan lahan sebanyak
dua baris untuk ditanami dengan jarak antar baris sebesar 10 cm.
Banyak umbi yang ditanam sebanyak 20 umbi dari setiap perlakuan
(varietas kentang). Umbi ditanam pada kedalaman 1 cm. Pupuk yang
diberikan adalah pupuk NPK 16:16:16. Dosis sebanyak 3 l/bak setiap
satu minggu sekali sampai tanaman berumur 10 MST. setelah itu, dosis
pupuk yang diberikan sebanyak 5 g/l. Penyiraman dan penyemprotan
pestisida dilakukan sesuai pada interval waktu dan dosis yang
diperlukan. Penambahan media tanam atau pembumbunan dapat
dilakukan pada 4 MST dan 8 MST. Panen dilakukan saat tanaman sudah
berumur 12 MST.
3) Pengamatan Analisa Data
Kompenen hasil yang

diamati

meliputi

bobot

melalui

penimbangan, jumlah umbi per tanaman saat panen, dan proporsi umbi
per tanaman. Analisi ragam dilakukan menggunakan program PKBT

Stat-1,0. apabila terdapat perbedaan nyata antar rerata perlakuan, akan


dilakukan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Tukey pada taraf 5%.

BAB II
PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan umbi mikro varietas Amudra, Atlantik


M, Cipanas, Granola L, Manohara, Merbabu, dan Ping dengan diameter 2-5
mm termasuk kelas D dengan diameter yang telah memenuhi kriteria
umbi mini, yaitu umbi dengan kisaran diameter 7-30 mm (Zamora et al.
1994). Umbi mini adalah umbi yang dihasilkan dari planlet maupun umbi
mikro di rumah kasa, biasanya berukuran diameter 5-25 mm (Ahloowalia
1994).
Analisis ragam bobot dan jumlah umbi per tanaman, serta jumlah
proporsi, dan persentase umbi berdasarkan diameter 0,7-1, 1,1-2, dan
2,1-3 cm pada

saat panen yang dilakukan pada umur 12 MST

menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) pada semua

Tabel 2.3 Rerata bobot, jumlah, dan presentase umbi berdasarkan diameter

varietas yang diuji.


Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan dalam Tabel 1 di
atas, diketahui bahwa bobot umbi per tanaman tertinggi ditunjukkan oleh
var. Amudra dan Merbabu yang berbanding terbalik dengan var. Atlantik M
dan var. Cipanas. Jumlah umbi/tanaman yang tertinggi ditunjukkan oleh
varietas Merbabu dan Granola L yang berbanding terbalik dengan var.
Cipanas dengan jumlah umbi terkecil. Persentase umbi dengan diameter

0,7-1, 1,1-2, dan 2,1-3 cm juga disajikan pada Tabel 1. Persentase


tertinggi umbi yang berdiameter 0,7-1 cm pada umumnya lebih tinggi
daripada

diameter

lainnya,

misalnya

var.

Cipanas

menunjukkan

persentase tertinggi dan berbanding terbalik dengan var. Atlantik M, var.


Ping,

dan

Persentase

var.

Amudra

tertinggi

yang

untuk

menunjukkan

umbi

dengan

persentase
diameter

terendah.

1,1-2,0

cm

diperlihatkan var. Amudra dan berbanding terbalik dengan var. Atlantik


M, Granola L, Manohara, Merbabu dan Ping yang juga berbanding terbalik
dengan persentase terendah pada var. Cipanas. Untuk umbi diameter 2,13 cm, var. Merbabu dan Ping menunjukkan persentase yang tinggi dan
berbanding terbalik dengan var. Manohara, Cipanas, dan Atlantik M.
Keragaman bentuk dan ukuran umbi sewaktu panen disajikan pada

gambar
berikut.

Gambar 2.1 Keragmaan umbi saat panen (a) var. Amudra, (b) Atlantik M, (c)
Cipanas, (d) Granola L., (e). Manohara, (f) Merbabu, dan (g) Ping

Perkiraan berat umbi mikro dengan diameter 2-5 mm untuk var.


Granola L, Ping, Merbabu, dan Cipanas yang diambil masing-masing dari
20 umbi contoh disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2.4 Rerata berat umbi mikro diameter 2-5 mm pada var Granola L., Ping,
Merbabu, dan Cipanas berdasarkan 20 umbi

Rerata berat umbi mikro diameter 2-5 mm pada var. Granola L, Ping,
Merbabu, dan Cipanas setara dengan berat umbi mikro yang dilaporkan
Ranalli et al. (1994), bahwa umbi mikro yang dihasilkan varietas dengan
diameter 4-7 mm dan panjang 10-12 mm mempunyai bobot bervariasi

dari 24-273 mg, terbanyak di antara 24-73 dan 74-123 mg.


Umbi

mini

yang

dihasilkan

dari

benih

berupa

umbi

mikro

dipengaruhi oleh genotip, pengelolaan tanaman, dan ukuran umbi mikro


serta status fisiologisnya. Perez-Alonso et al. (2007) melaporkan bahwa
umbi mikro (diameter 4 mm) var. Atlantik yang ditanam di lapangan
memperlihatkan daya tumbuh yang lebih baik dan menghasilkan umbi
ukuran 20-55 mm lebih banyak dibandingkan dengan stek yang berasal
dari planlet in vitro. Genotip (varietas) memengaruhi ukuran dan berat
umbi yang dihasilkan, dan berkorelasi positif dengan jumlah buku dan
jumlah daun (Akhtar et al. 2010). Umbi mikro (80-450 mg, diameter 3-8
mm), menghasilkan jumlah umbi per m 2 lebih rendah dengan proporsi
lebih banyak umbi ukuran kecil dibandingkan dengan umbi mini yang juga
menghasilkan umbi lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang
menggunakan benih umbi normal. Namun kerapatan tanaman dapat
meningkatkan produksi umbi benih per ha pada umbi mikro dan umbi
mini.
Pada jarak dan baris yang sempit, total umbi yang dihasilkan
27,3t/ha, sedangkan pada jarak tanam lebar hasilnya mencapai 6,7 t/ha,
umbi mini 38,9 t/ha dan 24,4 t/ha (Ranalli et al. 1994). Jarak tanam yang
semakin lebar akan menyebabkan hasil umbi mini semakin menurun,
namun sebaliknya berat umbi/tanaman akan meningkat. Santos dan
Rodriguez (2008) juga melaporkan bahwa

umbi mikro yang ditanam

dengan jarak tanam dalam bedengan 20 dan 25 cm sudah cukup untuk


produksi umbi mini, dan jarak 25 cm memberikan nisbah pengembalian
marginal paling tinggi. Bila dibandingkan, umbi mikro tumbuh 8-9 hari

lebih lambat daripada umbi mini. Hali ini telah dibandingkan oleh Ranalli
et al. (1994).
Umbi mikro memberikan hasil umbi dengan proporsi 74% (<36
mm), 25% (35-55 mm), dan 1,5% (55-80 mm), serta proporsi umbi >45
mm lebih tinggi daripada umbi mini. Pada jarak antar baris yang sempit,
umbi mikro memberikan nilai tertinggi walaupun hasilnya lebih sedikit
daripada umbi mini. Pada penelitian ini diperoleh nisbah perbanyakan 6,78 pada var. Cipanas, Atlantik M, dan Amudra, dan >10 pada var.
Manohara, Ping, Granola L, dan Merbabu, dengan umbi yang memenuhi
kriteria sebagai umbi mini. Perbedaan jumlah umbi yang berbeda
menunjukan potensi gentetis dari varietas yang diuji pada kondisi yang
sama di rumah kaca bebas serangga.
Penyimpanan umbi mikro dapat dilakukan dalam lemari pendingin
untuk memperlambat dormansi. Piao et al. (2003) melaporkan sistem
produksi umbi mikro dalam bioreaktor yang memungkinkan produksi umbi
mikro dalam bioreaktor mencapai berat >1,1 g setara dengan umbi mini
yang dapat langsung ditanam di lapangan. Kualitas umbi mikro lebih baik
ketika Bioreaktor silinder dengan sistem perendaman temporer dan
perendaman terus menerus dengan penyangga kultur. Penggantian media
selama kultur memberikan hasil dan kualitas umbi mikro yang lebih baik.
Selain dapat dimanfaatkan dalam sistem produksi benih kentang, umbi
mikro memiliki keuntungan lain yaitu untuk karakteristik agronomi,
penyimpanan, dan pertukaran materi plasma nutfah, serta tampilan di
lapangan dibandingkan dengan umbi mini, dan produksi skala masal
(Donelly et al. 2003).
Kendala pemanfaatan umbi mikro di lapangan antara lain adalah
ukuran

dan

masa

denganberbagai

dormansinya.

teknik

industri

Namun

umbi

dan

hal

ini

produksi

dapat

diatasi

masal

dalam

bioreaktor. selain sebagai materi perbenihan dan konservasi, umbi mikro


dapat digunakan sebagai sarana penelitian dasar ketika dalam kondisi
cekaman abiotis. Produksi umbi mikro tidak bergantung pada musim dan
dapat dilakukan sepanjang tahun karena umbi mikro diproduksi di
laboratorium dengan kondisi yang dapat dikendalikan. Umbi mikro sangat

potensial dalam produksi benih sumber dan mempercepat perbanyakan


benih sepanjang tahun. Potensi lain dari umbi mikro sebagai tanaman
induk stek dalam menghasilkan umbi mini dan dalam meningkatkan
nisbah perbanyakan dan percepatan penyediaan benih sumber.

BAB III
PENUTUP

Umbi mikro var. Amudra, Atlantik M, Cipanas, Granola L, Manohara,


Merbabu, dan Ping dapat menghasilkan umbi mini diameter 7-30 mm
dengan nisbah perbanyakan 6,7-8 pada var. Cipanas, Atlantik M dan
Amudra, dan >10 pada var. Manohara, Ping, Granola L, dan Merbabu. Hal
ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan dalam percepatan dan
pengelolaan penyediaan benih sumber (G0).
Umbi mikro dapat diproduksi sepanjang tahun di laboratorium.
Dengan ukuran umbi yang relatif kecil, penyimpanan dan pendistribusian
akan lebih mudah. Dengan biaya pengiriman 1 kg dapat didistribusikan
sekitar 10.000 umbi mikro yang memerlukan rumah kasa seluas 100 m
(kerapatan 100 tanaman/m2 ) untuk menghasilkan umbi G 0 6.000- 13.000
umbi. Jumlah ini dapat mencukupi penyediaan benih bersertifikat untuk
luas pertanaman sekitar 1.000 ha dalam waktu 2 tahun.
Ditunjang dengan teknologi produksi umbi mikro secara masal,
teknologi produksi benih kentang generasi lanjut serta sistem produksi
benih yang terkelola menurut standar yang ditentukan, umbi mikro dapat
mendukung perbanyakan dan penyediaan benih sumber untuk tujuan
produksi

benih,

distribusi,

dan

adopsi

varietas

unggul

nasional.

Diharapkan industri benih domestik dapat berkembang, mendukung


industri penganekaragaman pangan dan meningkatkan nilai tambah bagi
petani, pedagang, dan pengguna.
Penyediaan benih sumber dari varietas unggul nasional diharapkan
dapat

memacu

produktivitas

kentang

domestik,

menekan

impor,

menurunkan biaya produksi dengan penggunaan benih bermutu pada


harga yang relatif terjangkau. Dengan demikian pertumbuhan industri
benih dan produk kentang dapat lebih berkembang dalam mendukung
penganekaragaman dan ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan
petani, membuka peluang kerja, dan mendorong kebijakan dalam
menghargai produk domestik

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, I. M. 2011. Produksi Benih Sumber (G 0) Beberapa Varietas


Kentang dari Umbi Mikro. J. Hortik. 21:197205.
Inawati, Mala. 1989. Produksi Umbi Mikro Kentang Melalui Manipulasi
Media. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Wattimena. 1986. Kultur jaringan tanaman kentang. Jurusan Budidaya Pertanian.
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Waluya, Angga. 2009. Aklimatisasi Planlet Hasil Perbanyakan Secara Kultur Jaringan.
http://waluya-sutaedih.blogspot.co.id/2011/07/aklimatisasi-planlet-hasil-perbanyakan.html. 1
Oktober 2016.

Pertanyaan
1. Apa yag dimaksud dengan Go pada kentang? dan ada berapa Go di
kentang?
2. Apa media yang digunakan untuk pemeliharaan? Apa kaitannya dengan
zpt?
3. Saat uji jarak tanam akan mempengaruhi ukuran benih, ada benih yang
besar dan kecil, semakin besar jarak tanam maka akan makin besar umbi
yang dihasilkan. Pertanyaannya, umbi yang bagus untuk dijadikan benih
itu yang besar apa yang kecil? (Andala M Nurdin )
4. Jelaskan tahapan penanaman di lapangan (aklimatisasi)!
Jawaban
1. Umbi bibit
Umbi bibit G1, G2, G3, G4 yang dihasilkan di lapang dapat berasal
dari bibit G0 stek mini atau umbi mini. Biasanya umbi bibit yang
digunakan untuk pembibitan sampai G3, sedangakn G4 digunakan untuk
konsumsi. Umbi G0 adalah benih sumber.

Persyaratan umbi G0 sampai G4


o

Persyaratan G0 sampai G4 bukan saja berdasarkan generasi umbi


atau turunan umbi, tetapi berdasarkan kepada persyaratan
kemurnian varietas dan evaluasi penyakit dan hama baik dilahan
maupun pada umbi kentang.

Prosedur dan standar perbanyakan benih kentang


o

Produksi Mother Plant / Pre Basic Seed/ Benih Super


Perbanyakan benih kentang untuk pengembangan diawali dari
penyediaan mother plant atau pohon induk/ benih sumber. Mother
plant dikenal sebagai pre basic seed atau benih super, berupa stek
batang dengan atau tanpa akar dan atau umbi mini. Mother plant
dihasilkan dari penanaman mother stock yang berupa planlet dan
atau micro tuber di screen house pada wadah khusus dalam kondisi
terisolir dan dengan media tanah/ bukan tanah yang diberi
perlakuan khusus sebelumnya sehingga steril. Tingkat toleransi
mother plant terhadap serangan penyakit virus adalah 0% dan
terhadap serangan penyakit bakteri 0 (zero).

Benih Super/ Basic Seed (A)/ G0


Basic Seed/ Benih Super/ G0 dihasilkan dari perbanyakan mother
plant/ pre basic seed atau kelas diatasnya, yang ditanam di rumah
kasa, dengan media tanah yang telah diberi perlakuan panas pada
lingkungan yang terkontrol/ terisolasi dari hama penyakit, dan
dengan pengawasan dari tenaga ahli. Benih ini harus memenuhi

persyaratan mutu yang ditentukan untuk kelas benih super/ basic


seed (A)/G0. Tingkat toleransi kelas benih ini terhadap serangan
penyakit virus 0.01- 0.03% dan tingkat toleransi terhadap serangan
bakteri 0 (zero).
o

Benih super elit/ basic seed (B)/ G1


Benih ini berasal dari perbanyakan G0 (atau kelas yang lebih tinggi)
di rumah kasa, dengan media tanah yang sudah diberi perlakuan
panas dengan lingkungan yang terkontrol/ terisolasi dari hama
penyakit dan dengan pengawasan dari tenaga ahli. Tingkat
toleransi benih super terhadap penyakit virus 0.03% dan terhadap
serangan penyakit bakteri 0 (zero).

Benih Dasar/ foundation seed/ G2


adalah benih yang memenuhi standar mutu kelas benih dasar yang
dihasilkan dari penanaman G1 (atau kelas yang lebih tinggi) di
lapangan yang terisolasi, dengan pengawasan dan pemeriksaan
dari tenaga ahli dan atau petugas BPSB. Tingkat toleransi benih ini
terhadap penyakit virus adalah 0.1% dan terhadap penyakit bakteri
0.5%.

Benih Pokok/ Stock Seed/ G3


Benih pokok berasal dari turunan G2 (benih dasar) atau kelas yang
lebih tinggi lagi, yang memenuhi standar mutu kelas benih pokok.
Tingkat toleransi benih ini terhadap penyakit virus 0.5% dan
terhadap penyakit bakteri pada kondisi tertentu boleh 0.5%.

Benih sebar/ Extension Seed/ G4


Benih ini berasal dari turunan G3 (benih pokok) atau kelas yang
lebih tinggi yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar.
Diproduksi di bawah pengawasan BPSBTPH. Tingkat toleransi benih
sebar terhadap penyakit virus sebesar 2% dan terhadap penyakit
bakteri 1%.

2. Media yang digunakan untuk induksi umbi mikro kentang atau


pemeliharaan adalah media cair MS (Murashige dan Skoog). Penanaman
eksplan dilakukan dalam media MS dengan menambahkan ZPT akan
berpengaruh nyata terhadap fase vegetatif. Berdasarkan penelitian dari
jurnal Induksi Tunas Kentang (Solanum Tuberosum L.) Menggunakan Bap
(Benzil Amino Purine) dapat disimpulkan bahwa Zat pengatur tumbuh
BAP pada konsentrasi 0,5 ppm berpengaruh terhadap pembentukan tunas
tanaman kentang sehingga pada konsentrasi tersebut tunas dapat
bermultiplikasi dengan baik. Pada parameter jumlah daun, tinggi tunas,
jumlah akar dan panjang akar, berat plantlet yang tertinggi yaitu
konsentrasi BAP 1 ppm. Konsentrasi BAP melebihi 1 ppm dapat
menurunkan jumlah tunas pada tanaman kentang. Menurut Wang dan Hu

(1982) mengatakan bahwa zat pengatur


menginduksi pengumbian kentang in vitro.

tumbuh

sitokinin

dapat

3. Tujuan penggunaan umbi mikro ini dilatar belakangi oleh area produksi
kentang yang menyebar di berbagai kepulauan di Indonesia menyebabkan
distribusi benih sumber dalam bentuk planlet menghadapi beberapa
kendala, antara lain memerlukan proses penanganan yang sangat hatihati dan cepat, karena dapat merusak fisik planlet. Hal ini dapat
menyebabkan planlet tidak layak untuk ditanam. Kendala lainnya ialah
biaya pengiriman yang relatif tinggi, terutama untuk pengiriman benih
sumber dalam bentuk umbi G0. Menurut Perez-Alonso (2010) mentakana
bahwa umbi mikro lebih mudah ditangani selama proses pengiriman,
distribusi, serta penyimpanan karena ukurannya yang relatif kecil. Kriteria
umbi mikro berkualitas baik adalah umbi dengan bobot basah lebih dari
100 mg per umbi dan atau berdiameter 5-10 mm serta mempunyai bahan
kering lebih dari 14%. Dengan demikian, umbi mikro yang diharapkan dan
lebih baik adalah berukuran kecil yang merupakan alternatif terbaik
sebagai benih sumber.
4. Aklimatisasi merupakan kegiatan untuk mengadaptasikan planlet dari
kondisi terkendali ke lingkungan lapang yang kondisinya tidak terkendali.
Namun untuk tanaman kentang tahap aklimatisasi ini tidak terlalu sulit,
karena untuk kondisi terkendali di ruang laboratorium yang suhunya
rendah berbeda tipis dengan kondisi suhu lapang pada dataran tinggi.
Tahapan aklimatisasi planlet kentang meliputi: sterilisasi media tanam,
kegiatan aklimatisasi, dan perbanyakan planet.
Tahapan aklimatisasi kentang yaitu sebagai berikut: 1) Menyiapkan
wadah sebagai tempat penyimpanan planlet dengan disemprotkan
menggunakan alkohol 96% dan dilap menggunakan tissu atau kapas. 2)
Membuka tutup botol, lalu mengeluarkan planlet menggunakan pinset
secara hati-hati. 3) Membersihkan planlet dari media agar dengan
mencuci menggunakan air bersih, sehingga tidak ada agar yang tertinggal
pada planlet. 4) Meletakkan planlet yang telah dicuci pada wadah, jika
akar planlet yang terlalu panjang dapat dipotong menggunakan gunting
dengan menyisakan akar 3-5 cm. 5) Menanam pada seed bed berbahan
aluminium berukuran 2 x 1 m dengan media pupuk kandang, tanah, dan
kompos jamur dengan perbandingan 1:1:1. sebelum itu media tanam yang
digunakan harus sterilkan.
Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan
yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak
terkendali. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil
kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan
tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan
adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Wetherell
(1982)
menuliskan
aklimatisasi
bertujuan
untuk

mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap lingkungan baru sebelum


kemudian ditanam di lahan yang sesungguhnya.
Hal yang pertama kali dilakukan adalah mengeluarkan planlet dari
botol dengan hati-hati agar tidak putus dan pastikan bibit tersebut telah
berakar, dengan pertimbangan bahwa planlet yang dinilai telah memiliki
akar yang cukup akan memudahkan dalam proses penyerapan hara dari
media tanam. Kemudian planlet dicuci bersih dengan air yang sudah
dimasak secara perlahan sampai semua agar-agar sudah tidak ada pada
akar planlet, setelah itu planlet di rendam pada larutan Dithane/benlate 1
g/L + Agrept 1 g/L selama 10 menit, larutan tersebut berfungsi sebagai
bakterisida dan fungisida. Media yang digunakan yaitu arang sekam yang
sudah disterilkan kemudian dibasahi sampai jenuh dengan air steril. Lalu
planlet ditanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat agar bibit tidak
membusuk. Wadah tanam (pot) yang digunakan yaitu gelas transparan
bekas air mineral. Wadah yang telah ditanami planlet tersebut selanjutnya
ditutup dengan gelas transparan lainnya, hal ini dilakukan untuk menjaga
kelembaban dilingkungan tumbuh planlet lalu disimpan di ruang kultur.
Penyiraman dilakukan hanya jika media dinilai kekurangan air, selain itu
penyiraman juga dilakukan untuk menjaga kelembaban.

Anda mungkin juga menyukai