Anda di halaman 1dari 18

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA


DARUSSALAM-BANDA ACEH

BAHAN SEMINAR PROPOSAL


Judul : Pengaruh Perlakuan Benih Menggunakan Rizobakteri Terhadap
Kualitas Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Generasi
Lanjutan dari Benih Kadaluwarsa
Pemrasaran : Aisyah Fitriani/1805101050098
Pembimbing : 1. Dr. Ir. Syamsuddin, M.Si
2. Hasanuddin, SP., M. Si
Penguji : 1. Nanda Mayani, SP., MP
2. Dr. Siti Hafsah, S.P., M.Si
3. Halimursyadah, S.P., M.Si
Hari/Tanggal : Selasa/23 November 2021
Tempat : Zoom Meeting

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan golongan tanaman semusim atau
yang berumur pendek dan termasuk ke dalam famili Solanaceae. Tanaman cabai merah ini
berasal dari daerah Amerika tepatnya di daerah Peru dan kemudian menyebar ke negara-
negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Cabai juga merupakan
komoditas yang amat sangat prospektif dikarenakan cabai termasuk salah satu sayuran
yang bernilai ekonomis tinggi serta sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dalam
kehidupan. Cabai mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin C, kalsium (Ca),
vitamin B1, fosfor (P), besi (Fe) dan mengandung senyawa alkaloid seperti capsaicin,
flavonoid serta minyak esensial. Tanaman cabai juga dapat mempunyai kegunaan yang
sangat beragam diantaranya adalah sebagai bumbu dapur, bahan campuran minuman, zat
pewarna dan bahan baku industri makanan (Ilyas, 2012).
Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas holtikultura yang sangat bernilai
strategis. Produksi cabai selama tahun 1980 – 2014 cenderung meningkat. Produksi cabai
didominasi oleh provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 22,54%, disusul oleh Sumatera Utara
sebesar 18,15%, Jawa Tengah sebesar 14,71%, Jawa Timur sebesar 9,66%, Sumatera Barat
sebesar 5,62%, Aceh sebesar 4,42% dan Bengkulu sebesar 4,05%. Namun para petani
belum secara optimal untuk dapat melakukan inovasi teknologi dalam membudidayakan
tanaman cabai. Salah satu problem para petani dalam teknik membudidayakan tanaman
cabai ialah para petani masih menggunakan benih lokal yang berasal dari turunan pada saat
panen sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya permasalahan dalam teknis, sosial dan
modal yang akan digunakan (Harpenas, 2010).
Menurut (Badan Pusat Statistik, 2019), bahwa produksi cabai di Aceh pada tahun
2019 ini mengalami kemunduran yaitu pada tahun 2019 sebesar 63,595 ton dibandingkan
pada tahun 2018 yaitu 68,151 ton. Upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas pada
tanaman memerlukan dukungan suplai dari benih unggul yang salah satunya adalah pada
benih yang bermutu. Pada benih yang bermutu juga dapat mengalami penurunan kualitas
yang diakibatkan oleh penyimpanan yang kurang tepat atau dikarenakan benih telah
melampaui masa hidupnya. Sehingga akan dapat mengalami kemunduran yang salah satu
faktor yang mempengaruhi pada kemunduran benih tersebut ialah penyimpanan. Salah satu
contoh pada benih yang telah mengalami deteriorasi yaitu benih – benih yang telah
kadaluarsa.
Benih kadaluarsa merupakan benih yang telah melampaui masa anjuran untuk
penanaman yang telah ditentukan oleh produsen benih tersebut dan benih yang sudah
mengalami kemunduran akan sulit untuk berkecambah dikarenakan turunnya mutu benih,
sifat ataupun viabilitas benih yang dapat mengakibatkan rendahnya vigor benih sehingga
pertumbuhan dan hasil tanamannya juga menurun. Benih yang telah mengalami
kemunduran mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan tanam dengan cara
memberikan perlakuan tertentu pada benih sebelum digunakan untuk menjadi bahan
tanam. Benih yang sudah kadaluarsa dapat menurunkan viabilitas pada benih atau
kemampuan untuk berkecambahnya juga berkurang. Viabilitas benih dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain adalah tingkat kemasakan benih pada saat panen,
lingkungan sebelum panen, lingkungan selama penyimpanan benih serta viabilitas awal
benih. Upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai memerlukan
dukungan pada benih yang bermutu. Penurunan pada kualitas benih yang bermutu juga
dapat diakibatkan oleh penyimpanan yang kurang tepat atau benih kadaluarsa (Ernawati,
Rahardjo and Suroso, 2017).
Benih yang mengalami masa kadaluarsa ini membutuhkan penanganan tertentu.
Kualitas pada benih merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
produksinya (Kolo and Tefa, 2016). Benih yang berkualitas merupakan salah satu yang
ditentukan oleh vigor benih tersebut serta benih yang mengalami kemunduran performansi
atau deteriorasi yang disebabkan oleh penyimpanan yang terlalu lama dan tidak tepat.
Deteriorasi benih merupakan menurunnya sifat, mutu dan viabilitas pada benih yang dapat
mengakibatkan rendahnya vigor pada benih tersebut sehingga pertumbuhan dan hasil
tanamannya juga menurun. Jika mutu benihnya tidak baik maka akan menyebabkan
viabilitas dan vigor benihnya menjadi rendah (Pulungan, Haryati and Lahay, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian (Mardiah, Syamsuddin and Efendi, 2016) menyatakan bahwa
pengamatan pada fase pertumbuhan vegetatif, fase perkecambahan dan fase pertumbuhan
bibit yang diamati berdasarkan tinggi bibit, jumlah daun dan biomassa bibit ini
menunjukkan bahwa isolat rizobakteri yang diuji yaitu sangat berpotensi sebagai
rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman dan berdasarkan hasil karakteristik fisiologis
spesies rizobakteri tersebut juga menunjukkan bahwa kemampuannya dalam menghasilkan
zat pengatur tumbuh IAA dan kemampuan untuk melarutkan fosfat. Peningkatan
pertumbuhan vegetatif pada tanaman cabai merah yang mendapatkan perlakuan benih
pratanamnya dengan menggunakan rizobakteri ini diduga berhubungan erat dengan peran
rizobakteri tersebut sebagai plant Growth promoting rhyzobacteria (PGPR). Perlakuan
benih dengan rizobakteri PGPR ini berperan penting terutama sangat bermanfaat dalam
proses perkecambahan benih dibawah kondisi lingkungan stres (Kaymak et al., 2008).
Benih cabai yang mendapatkan perlakuan agen biokontrol dapat menghasilkan
pertumbuhan dan produksi tanaman dirumah kasa yang nyata lebih tinggi dan lebih
resisten terhadap patogen P. capsici (Syamsuddin and Ulim, 2013). Berdasarkan hasil
penelitian (Syamsuddin, Hasanuddin and Hafiz Juanda, 2020) menyimpulkan bahwa
varietas cabai berpengaruh nyata pada keserempakan tumbuh tetapi pada potensi tumbuh
maksimum, daya berkecambah dan pada indeks vigornya tidak berpengaruh nyata. Pada
rizobakteri berpenngaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh maksimum dan daya
berkecambah serta berpengaruh nyata terhadap keserempakan tumbuh, tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap indeks vigor. Perlakuan rizobakteri terbaik dapat dijumpai
pada rizobakteri jenis Bacillus polymixa karena terdapat interaksi yang berpengaruh sangat
nyata antara pemberian rizobakteri dan varietas cabai terhadap potensi tumbuh maksimum
serta berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap keserempakan tumbuh dan indeks vigor.
Rendahnya produktivitas pada tanaman terutama dapat disebabkan oleh rendahnya
mutu benih. Mutu patologis yaitu berhubungan dengan infeksi patogen terbawa oleh benih
baik yang di permukaan benih maupun di dalam benih tersebut. Ada beberapa cendawan
yang bersifat patogen terbawa benih antara lain adalah antraknosa (Colletotrichum
capsici), busuk phytophthora (Phytophthora capsici) dan damping off (Rizhoctonia
solani). Busuk phytophtora merupakan penyakit yang masih sulit untuk dikendalikan
karena belum tersedianya varietas yang resisten serta metode pengendaliannya mssih
terbatas. Phytophthora capsici ini bersifat patogenik terhadap 25 genotipe cabai, lima
genotipe dengan intensitas penyakit tertinggi diantaranya adalah Taro F1, Hot Pepper
Tornado, F1 Hybrid Chilli, Bintoro dan Marconi hot dengan persentase serangan 70% -
92% (Ayu et al., 2012). Perlakuan pada invigorasi priming yang dikombinasikan dengan
agens biokontrol (biopriming) ini mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta
dapat menurunkan infeksi patogen C. capsiciilya. Dari hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa penggunaan dari mikroorganisme melalui aplikasi pada benih
sebellum tanam secara nyata dapat meningkatkan produksi cabai. Strategi yang dapat
digunakan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai yaitu dengan
menggunakan PGPR (Plant growth Promoting Rhizobacteria). Berdasarkan hasil
penelitian (Madyasari et al., 2017) menunjukkan bahwa perlaakuan rizobakteri dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman pada saat persemaian dan setelah pindah tanam.
Rizobakteri berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif dan
generatif (Taufik, 2019). Mikroorganisme tanah juga mmemiliki peranan yang penting
dalam membantu penyerapan unsur hara oleh tanaman tersebut sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman. Ketahanan tanaman dalam menghadapi
patogen, kemampuan tanaman dalam menyerap air, ketersediaan unsur hara di dalam tanah
merupakan bukti dari keberadaan rizobakteri yang ada didalam tanah bekerja dengan baik.
Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT) merupakan jenis bakteri yang hidup
bergerombolan yang berada di sekitaran perakaran pada tanaman.
PGPR (Plant Growth Promothing Rhizobacteria) adalah bakteri tanah yang hidup
pada permukaan akar atau disekitar akar. Secara langsung maupun secara tidak langsung
dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman melalui produksi dan
sekresi dari berbagai bahan kimia sebagai pengatur di sekitar rhizosfer. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan PGPR atau bakteri pemacu pertumbuhan
tanaman. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman juga dapat
meningkatkan kemampuan pada tanaman cabai yang bertahan terhadap kekeringan.
Dengan pemberian PGPR ke dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah, menekan
fitopatogen serta mendorong pertumbuhan tanaman. Berbagai PGPR yang beredar
dipasaran ini mengandung mikroorganisme yang berbeda-beda sehingga efektivitas dari
setiap PGPR nya juga berbeda-beda tergantung dari mikroorganime yang dikandungnnya
serta juga tanamannya (Shailendra Singh, 2015). Salah satu upaya yang dapat
dikembangkan adalah dengan cara memanfaatkan sumber daya alam atau pengendalian
hayati pada rizobakteri indigenous pada rizosfer tanaman. Pada mikroorganisme seperti
rizobakteri yang bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman ini terbukti bahwa cukup
efektif dan efisien dalam mengurangi penyakit pada tanaman. Pengendalian hayati dengan
menggunakan rizobakteria sebagai agen biokontrol (pengendalian hayati) ini merupakan
alternatif pengganti fungisida kimia sintetik dalam pengendalian penyakit pada tanaman.
Pengendalian hayati adalah pengendalian yang menggunakan satu atau lebih organisme
selain manusia untuk dapat mengurangi jumlah inokulum atau aktifitas patogen penyebab
penyakit (Syamsuddin et al., 2021).
Peran PGPR untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada tanaman yang
berhubungan dengan kemampuannya dalam mensintesis hormon tumbuh, memfiksasikan
nitrogen (melarutkan fosfat). Peningkatan pada mutu fisiologi benih cabai dari hasil panen
disebabkan oleh adanya inkorporasi rizobakteri pada benih dan dengan hasil penelitian
sebelumnya juga dapat menunjukkan bahwa penggunaan rizobakteri ini sebagai perlakuan
benih yang mampu memperbaiki atau dapat meningkatkan perkecambahan benih tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dari (Moustaine et al., 2017), menunjukkan bahwa dari
berbagai strain bakteri PGPR yang diinokulasikan pada tanaman tomat mampu
meningkatkan diameter pada batang, meningkatkan pertumbuhan pada akar dan klorofil
total. Selain itu juga terdapat adanya peningkatan aktivitas fiksasi nitrogen, aktivitas enzim
anti mikroba (selulase, kitinase dan protease), serta adanya peningkatan produksi IAA
yang dapat mengakibatkan peningkatan pertumbuhan dan hasil pada tomat tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh
perlakuan benih pra tanam menggunakan rizobakteri terhadap kualitas benih cabai generasi
lanjutan dari benih kadaluarsa.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih pra
tanam menggunakan rizobakteri terhadap kualitas benih cabai generasi lanjutan dari benih
kadaluarsa.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat melihat viabilitas benih
sebagai perbandingan dengan benih yang masih produktif (sebelum kadaluarsa).

1.5 Hipotesis
Perlakuan benih pra tanam menggunakan rizobakteri berpengaruh nyata terhadap
kualitas benih cabai generasi lanjutan dari benih kadaluarsa.
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat danWaktu


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh.
Pelaksaan penelitian dimulai dari November 2021 sampai April 2022.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah petridish, tabung reaksi, erlenmeyer
1000 ml, laminar air flow (mascotte), jarum ose, lampu Bunsen, ayakan 8 mesh, pot,
cangkul, hand sprayer, kertas label, alat tulis, dan kamera digital, pot dan box (alat yang
digunakan oleh Syarifah Shahibul Fitri).
Cangkul, timbangan analitik, tali rafia, ajir, pot, alat tulis kertas sampel dan gembo r
(alat yang digunakan oleh Nifsu Syakban).
Spayer, pinset, petridish, oven, gunting, timbang analitik dan germinator (alat yang
digunakan oleh Aisyah Fitriani).
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabai yang telah kadaluarsa,
rizobakteri ASP 3/1, ASP 3/10, ASP 3/11, ASP 4/1, ASP 4/5, ASP 5/3, ASP 5/5, ASP 5/6,
ASP 5/7, ASP 5/8, ASP 6/1, ASP 7/1, ASP 7/2, ASP 7/3, ASP 7/4, ASP 7/5, ASP 7/6 dan
isolat ASP 8/2, medium Potato Dextrose Agar (PDA), aluminium foil, alkohol 96%, aquades,
tanah halus, spirtus, plastik tahan panas pollyetillene, sarung tangan, karet gelang, plastic
wrap, karet minyak, pupuk kandang, kertas merang.

3.3 Rancangan Percobaan


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan
faktor yang diteliti yaitu jenis rizobakteri sebanyak 18 isolat dan kontrol. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 2 kali dengan demikian terdapat 38 satuan percobaan. Masing-
masing unit perlakuan rizobakteri yang akan dicoba sajikan pada Table 1.
Tabel 1. Susunan Perlakuan Isolat Rizobakteri berdasarkan Tingkat Pengenceran dan
Pengambilan Rizobakteri
No. Perlakuan Keterangan
1. Kontrol Perlakuan benih tanpa rizobakteri
2. ASP 3/1 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tiga bakteri ke satu
3. ASP 3/10 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tiga bakteri ke sepuluh
4. ASP 3/11 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tiga bakteri ke sebelas
5. ASP 4/1 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke empat bakteri ke satu
6. ASP 4/5 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke empat bakteri ke lima
7. ASP 5/3 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke lima bakteri ke tiga
8. ASP 5/5 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke lima bakteri ke lima
9. ASP 5/6 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke lima bakteri ke enam
10. ASP 5/7 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke lima bakteri ke tujuh
11. ASP 5/8 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke lima bakteri ke delapan
12. ASP 6/1 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke enam bakteri ke satu
13. ASP 7/1 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tujuh bakteri ke satu
14. ASP 7/2 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tujuh bakteri ke dua
15. ASP 7/3 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tujuh bakteri ke tiga
16. ASP 7/4 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tujuh bakteri ke empat
17. ASP 7/5 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tujuh bakteri ke lima
18. ASP 7/6 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke tujuh bakteri ke enam
19 ASP 8/2 Perlakuan benih dengan rizobakteri Alue Sungai Pisang
pengenceran ke delapan bakteri ke dua
Keterangan: ASP : Alue Sungai Pisang
3.3.1 Analisis Data
Model matematika analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi+ Ɛij


Keterangan:
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan isolat rizobakteri dan ulangan ke (1, 2, 3)
µ : Nilai tengah umum
τi : Pengaruh perlakuan isolat rizobakteri (1, 2, 3,…,19)
εij : Galat percobaan pada perlakuan isolat rizobakteri dan ulangan ke (1, 2, 3)
Data hasil penelitian akan dianalisis menggunakan anova. Apabila hasil uji F
menunjukkan berpengaruh nyata (α = 5%), akan dilakukan uji lanjut dengan Uji Duncan
New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% dengan menggunakan tabel SSR.

DNMRT0,05 = R(p,v,α).
√ KT galat
r
Keterangan :
DNMRT0,05 = Duncan Multiple Range Test taraf 5%
R = Nilai jarak
p = Jumlah perlakuan
v = Derajat bebas galat
α = Taraf nyata
KT galat = Kuadrat tengah galat
r = Jumlah ulangan

3.4 Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium


3.4.1 Ekstraksi dan Persiapan Benih
Buah cabai yang telah dipanen sebelumnya dan telah memenuhi kriteria masak
fisiologis diektraksi dengan cara memotong buahnya menjadi tiga bagian. Bagian yang
tengah dari potongan tersebut dibelah dan bijinya dipisahkan dari struktur buah yang
menutupinya, diambil dan dikumpulkan bijinya yang akan digunakan sebagai calon benih
dengan menggunakan tangan. Jumlah benih yang digunakan secara keseluruhan adalah 760
benih dengan 2 ulangan. Selanjutnya benih yang dipilih seragam dan benih yang telah
dipisahkan dari buah tersebut dikering anginkan pada tempat yang memiliki suhu dan
kelembaban yang tidak terlalu tinggi. Hal ini dilakukan agar benih tidak mengalami
kemunduran. Kemudian benih yang sudah kering dimasukkan ke dalam botol kaca yang
kedap udara dan disimpan dalam ruangan ber AC.
3.4.2 Persiapan Media Uji Viabilitas dan Vigor Benih
Benih cabai yang sudah diekstraksi dari buah hasil panen yang telah diberi perlakuan
rizobakteri perlu juga dilakukan pengujian viabilitas dan vigor. Pada pengujian viabilitas dan
vigor kekuatan tumbuh benih dengan menggunakan metode Uji Diatas Kertas (UDK). Untuk
pengujian viabilitas dan vigor benih cabai dapat dilakukan dengan cara menanam benih
tersebut diatas kertas merang didalam petridish. Benih cabai yang digunakan pada masing-
masing perlakuan untuk uji viabilitas benih sebanyak 20 benih dengan 2 ulangan sehingga
secara keseluruhan benih yang digunakan sebanyak 760 benih. Agar kondisi perkecambahan
tetap optimum dilakukan pemeliharaan dengan menyemprotkan benih tersebut dan untuk
menjaganya benih yang sudah ditanam tersebut dapat ditempatkan dalam germinator.

3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap parameter viabilitas dan vigor kekuatan
tumbuh benih. Tolok ukur yang diamati meliputi potensi tumbuh maksimum, daya
kecambah, kecepatan tumbuh relatif, keserempakan tumbuh, indeks vigor, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai 50% perkecambahan total relatif. Tolok ukur yang diamati
meliputi:

3.6 Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)


Potensi tumbuh maksimum menggambarkan viabilitas total benih dapat diamati
dengan cara menghitung semua benih yang berkecambah pada hari terakhir pengamatan
yaitu 14 hari setelah tanam (HST). Benih yang dikatakan telah berkecambah apabila benih
telah muncul plumula menembus kulit benih atau munculnya akar. Rumus untuk
menghitung nilai potensi tumbuh maksimum adalah:

PTM (%) =
∑ Benih yang menunjukkan gejala tumbuh x 100%
∑ benih yang ditanam
3.6.1 Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah menggambarkan viabilitas potensial benih dapat dihitung
berdasarkan presentase kecambah normal (KN) hitungan pertama adalah 7 hari setelah
tanam (HST) dan hitungan kedua adalah 14 hari setelah tanam (HST). Benih dikatakan
telah berkecambah normal apa bilaakarnya telah tumbuh normal terutama akar primer dan
akar sekunder. Plumula berkembang dengan baik dan telah memiliki dua daun serta
terlepas dari kulit benih dan tidak mengalami kerusakan baik pada hipokotil maupun
plumula. Rumus untuk menghitung daya berkecambah adalah:

DB (%) =
∑ KN hitungan I + KN hitungan II x 100%
jumlah benih yang ditanam

3.6.2 Indeks Vigor (IV)


Indeks vigor menggambarkan vigor kekuatan tumbuh benih (Copeland dan
McDonald, 1995), dihitung berdasarkan presentase kecambah normal pada hitungan
pertama (7 HST), nilai indeks vigor dinyatakan dalam persen, dengan rumus:

IV (%) =
∑ KN hitungan pertama x 100%
∑ Benih yang ditanam
3.6.3 Keserampakan Tumbuh (Kst)
Keserampakan tumbuh menggambarkan vigor kekuatan tumbuh benih dapat
dihitung berdasarkan persentase kecambah normal kuat (KN) pada hari ke-10 setelah
tanam adalah hari antara pengamatan pengamatan pertama (I) dan pengamatan kedua (II).
Rumus untuk menghitung keserampakan tumbuh adalah:

Kst (%) =
∑ kecambah normal antara KN 1 dan KN 2 x 100%
∑ benih yang ditanam
3.6.4 Kecepatan Tumbuh Relatif (KCT-R)
Kecepatan tumbuh relatif menggambarkan vigor kekuatan tumbuh benih yang
merupakan perbandingan nilai KCT dengan KCT maksimum. KCT maksimum diperoleh dari
asumsi bahwa pada saat hitungan pertama berkecambah normal sudah mencapai 100%.
Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan total tambahan kecambah normal setiap hari.
Pengamatan dilakukan setap hari selama waktu perkecambahan 14 HST dengan rumus:

tn
N
KCT = ∑
0 t

Keterangan: t = waktu pengamatan


N = % KN setiap waktu pengamatan
tn = waktu akhir pengamatan
Perhitungan KCT-R untuk benih cabai merah adalah:

100 100
KCTMaks = =
∑ hari hitungan pertama 7 = 14,286%/etmal
KCT
KCT-R = x 100
14,286

3.6.5 Waktu Yang Dibutuhkan untuk Mencapai 50% Perkecambahan Total Relatif
(T50)
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% perkecambahan total relative
dihitung berdasarkan jumlah benih yang berkecambah setiap hari, hingga mencapai 50%
dari total perkecambahan relatif. Benih dikatakan telah bekecambah apabila plumula atau
radikula telah menembus kulit benih. Pengamatan dilakukan selama 14 HST. Waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai 50% perkecambah total relatif dihitung dengan rumus:

T50 (hari) = ti + ((n50 – ni)


(nj-ni) )(tj - ti)
Keterangan:
ti = Waktu (hari) batas bawah sebelum mencapai 50% perkecambahan
tj = Waktu antara setelah benih berkecambah 50%
n50% = Jumlah benih berkecambah (50% dari total benih yang berkecambah)
nj = Jumlah kecambah batas atas setelah mencapai 50% total perkecambahan
ni = Jumlah kecambah batas bawah sebelum mencapai 50% total perkecambahan.
3.6.6 Berat Basah Kecambah Normal
Pengukuran biomassa berat basah dilakukan pada hari terakhir pengamatan benih
yang sudah berkecambah terlebih dahulu dibersihkan. Biomassa berat basah dapat
ditentukan dengan menimbang berat kecambah yang sudah diersihkan dan dinyatakan
dalam satuan gram (g).
3.6.7 Berat Kering Kecambah Normal
Pengukuran biomassa berat kering dilakukan pada hari terakhir pengamatan benih
yang telah berkecambah terlebih dahulu dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam kertas
amplop dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60℃ selama 3x24 jam. Biomassa berat
kering juga dapat ditentukan dengan menimbang berat kecambah yang sudah dikeringkan
dan dapat dinyatakan dalam satuan gram (g).

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, G. et al., 2012. Perlakuan Benih dengan Rizobakteri Meningkatkan Mutu Benih dan
Hasil Cabai (Capsicum annuum L.) Seed Treatment using Rhizobacterium
Improved Seed Quality and Yield of Hot Pepper (Capsicum annuum L.). J.
Agron. Indonesia, 40(2), pp. 125–131.

Badan Pusat Statistik., 2019. Kementerian Pertanian: Data Lima Tahun Terakhir.,
Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian 2019. Produktivitas
Sayuran di Indonesia.

Bhattacharyya, P. N. and Jha, D. K., 2012. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria


(PGPR): Emergence in Agriculture. World Journal of Microbiology and
Biotechnology, 28(4), pp. 1327–1350.

Elango, R., Parthasarathi, R. and Megala, S., 2013. Field Level Studies on The
Associantion of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) in Gloriosa
Superba L. Rhizoosphere. Indian Streams Research Journal, 3(10), pp. 1–6.

Ernawati, E., Rahardjo, P., and Suroso, B., 2017. Respon Benih Cabai Merah (Capsicum
annuum L.) Kadaluarsa Pada Lama Perendaman Air Kelapa Muda Terhadap
Viabilitas, Vigor Dan Pertumbuhan Bibit. Agritrop, 15(1), pp. 71–83.

Harpenas, A. dan R. D., 2010. Budidaya Daya Cabai Ungu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ilyas, S., 2012. ‘Ilmu Dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. Bogor: IPB
Press.

Kaymak, H. C. et al., 2008. The effect of inoculation with plant growth rhizobacteria
(PGPR) on root formation of mint (Mentha piperita L.) cuttings. African Journal
of Biotechnology, 7(24), pp. 4479–4483.

Kolo, E. and Tefa, A., 2016. Pengaruh Kondisi Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor
Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Jurnal pertanian Konservasi
Lahan Kering, 1(3), pp. 112–115.

Madyasari, I. et al., 2017. Efektivitas Seed Coating dan Biopriming dengan Rizobakteri
dalam Mempertahankan Viabilitas Benih Cabai dan Rizobakteri selama
Penyimpanan. Jurnal Hortikultura Indonesia, 8(3), pp. 192–202.

Mardiah, Syamsuddin and Efendi., 2016. Perlakuan Benih Menggunakan Rizobakteri


Pemacu Pertumbuhan terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Hasil Tanaman Cabai
Merah (Capsicum annuum L.). Floratek, 11(1), pp. 25–35.

Moustaine M et al., 2017. Effect of plant growth promoting rhizobacterial (PGPR)


inoculation on growth in tomato (Solanum lycopersicum L.) and characterization
for direct PGP abilities in Morocco. International Journal of Environment,
Agriculture and Biotechnology (IJEAB), 2(2).

Pulungan, D. M. S., Haryati and Lahay, R. R., 2014. Pengaruh Periode Panen Terhadap
Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal Online
Agroekoteknologi, 2(2), pp. 878–883.

Ripangi., 2012. Budidaya Cabai. Yogyakarta: Javalitera.

Sadjad., 1994. ‘Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas Benih dan Pertumbuhan


Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.)’. Jakarta: PT Widia Sarana Indonesia.

Shailendra Singh, G. G., 2015. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR): Current
and Future Prospects for Development of Sustainable Agriculture. Journal of
Microbial & Biochemical Technology, 07(02), pp. 96–102.

Syamsuddin et al., 2021. Indigenous Rhizobacteria treatment in controlling diseases


Phytophthora palmivora and increasing the viability and growth of cocoa
seedling. Natural Journal, 21(2).

Syamsuddin, Hasanuddin and Hafiz Juanda., 2020. Efektivitas Invigorasi Benih Cabai
(Capsicum annuum L.) Kadaluarsa Menggunakan Rizobakteri Pemacu
Pertumbuhan Tanaman. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 5(2), pp. 183–194.

Syamsuddin and Ulim, M. A., 2013. Daya Hambat Rizobakteri Kandidat Agens Biokontrol
Terhadap Pertumbuhan Koloni Patogen Phytophthora Capsici Secara in Vitro.
Jurnal Floratek, 8(2), pp. 64–72.

Taufik, M., 2019. Uji Penggunaan PGPR (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria)


terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.).
Jurnal MIPA, 8(3), pp. 150–155.

Warisno and Kres Dahana., 2010. Peluang Usaha & Budidaya Cabai. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Yadegari, M. et al., 2010. Plant Growth Promoting Rhizobacteria Increase Growth, Yield
and Nitrogen Fixation In Phaseolus Vulgaris. Journal of Plant Nutrition, 33(12),
pp. 1733–1743.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian

Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan Media PDA (Potato Dextrose


Agar)

Pembuatan Suspensi Rizobakteri dan


Perhitungan Kerapatan Inokulum

Persiapan Media Tanam

Perlakuan Benih Menggunakan Rizobakteri

Penanaman

Pemindahan Bibit Cabai Merah ke Lahan

Pemeliharaan
Pemanenan

Pengamatan

Analisis data
Lampiran 2: Deskripsi Tanaman Cabai varietas PM 999 F1
Golongan : Hibrida
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 110 – 140 cm
Umur tanaman : Mulai berbunga 65 hari
Mulai panen : 90 Hari
Bentuk kanopi : Bulat
Warna batang : Hijau
Warna tangkai bunga : Hijau
Warna Kelopak bunga : Hijau
Warna mahkota bunga : Putih
Warna kepala putik : Putih
Warna kotak sari : Ungu
Jumlah helai mahkota :5-6
Jumlah helai daun :5–6
Bentuk buah : Ramping, ujung buah runcing
Kulit buah : Agak mengkilat
Tebal kulit buah : 1 mm
Warna buah muda : Hijau tua
Warna buah tua : Merah
Ukuran buah : Panjang 12,5 cm – 17 cm diaemeter 1,0 cm
Rasa buah : Pedas
Keterangan : Untuk dataran rendah
Ketahanan terhadap penyakit : Antraknosa
Pengusul/peneliti : HUNG NONG, KOREA
Sumber : Hung Nong, Korea

Anda mungkin juga menyukai