I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kacang hijau termasuk suku polong-polongan fabaceae yang memiliki
manfaat sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau adalah salah
satu komuditas pangan yang menjadi sumber energi pengganti selain kacang kedelai. Kacang
hijau merupakan tanaman jenis yang tahan akan kekeringan, sehingga mempunyai potensi
besar untuk dikembangkan (Mustakim, 2015).
Kacang hijau merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang cukup penting di
indonesia. Kacang hijau merupakan sumber pangan yang memegang peranan penting dalam
menunjang program diversi pangan (Fitriani et al., 2014). Tanaman ini memiliki kandungan
berbagai nutrisi yang baik bagi tubuh, sehingga produksinya perlu terus ditingkatkan. Namun,
produksi tanaman sangat terbatas dan belum mampu memenuhi permintaan pasar. Hal ini
disebabkan karena tanaman ini masih belum mendapat perhatian lebih dari para petani.
(Naomi et al., 2018).
Kacang hijau adalah tanaman tropis yang menghendaki suasana panas selama
hidupnya. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah hingga tinggi 500m di atas pemukan
laut (dpl), tanaman kacang hijau dapat hidup didaerah curah hujan rendah dengan
memanfaatkan sisa-sisa kelembaban bekas tanaman yang diairi sepenuhnya, misalnya padi,
kacang hijau dapat tumbuh di segala macam tipe tanah, namun pertumbuhan terbaik pada
tanah lempung dengan bahan organik tinggi.
Cendawan terbawa benih memiliki arti penting karena dapat merugikan secara kualitas
dan kuantitas. Produksi kacang hijau yang dicapai petani masih terbilang rendah. Rendahnya
1
hasil produsi kacang hijau disebabkan oleh tehnik budidaya yang kurang baik, persediaan air
yang tidak mencukupi, serangan hama dan serangan penyakit. Serangan penyakit pada
kacang hijau dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan cendawan. Adanya serangan
cendawan ini menjadikan salah satu penyebab terjadinya penurunan produksi kacang hijau.
Sebagian besar biji kacang hijau disimpan didalam karung yang terikat dan disimpan di
dalam gudang. Kondisi suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan cendawan tumbuh dan
melekat pada biji kacang hijau (Manurung et al., 2015).
Salah satu penyakit penting pada kacang hijau adalah penyakit terbawa benih yang
harus mendapat perhatian dalam proses produksi pertanian karena dapat menimbulkan
berbagai kerugian. Kerugian tersebut diantaranya yaitu dapat meningkatkan kematian bibit
serta tanaman muda, meningkatkan perkembangan penyakit dilapangan dan inokulum
patogen terbawa benih dapat menurunkan daya kecambah benih. Benih menjadi pembawa
suatu cendawan baru ke suatu tempat sehingga penyakit akan menyebabkan ledakan penyakit
di tempat tersebut. Benih yang terinfeksi atau membawa cendawan akan terkontaminasi oleh
toksin yang dihasilkan oleh cendawan dan dapat merubah nilai nutrisi benih tersebut
(Soekarno, 2003). Hal ini akan mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas dari suatu
hasil produksi.
Cendawan terbawa benih dapat menempel pada benih, masuk dalam biji atau keping
biji, dan menembus dalam embrio. Menurut Rahayu (2016) cendawan terbawa benih dapat
tercampur dan menyebar melalui propagul, sklerotia dan spora yang hidup diantara individu
benih, hal ini biasayanya terjadi selama pengelolaan benih di lapangan. Patogen yang
menempel pada permukaan biji terjadi pada sel bakteri dan cendawan. Patogen menginfeksi
masuk ke dalam biji hidup menetap didalam benih, seperti virus dan bakteri. Masa aktif
cendawan penyebab penyakit benih terjadi pada saat benih tumbuh didalam tanah, terutama
pada lingkungan yang cukup lembab.
Geetanjali et al. (2014) menyatakan bahwa ditemukan lima spesies cendawan terbawa
benih kacang hijau, yaitu Aspergillus niger, Aspergillus flavus, Fusarium sp., Macrophomina
phaseolina, dan Rhizoctonia bataticola. Menurut Sari (2017) Fusarium sp. adalah salah satu
cendawan terbawa benih yang terdeteksi dan teridentifikasi menggunakan meteode blotter
test. Cendawan Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah yang dapat bertahan hidup relatif
lama dalam tanah dengan membentuk miselium atau spora tanpa inang. Berdasarkan
penelitian Rahayu (2016) ada beberapa patogen tular benih yang terdapat pada benih kacang
hijau yaitu Alternaria sp., Fusarium spp., Myrothecium roridum, Drechslera sp., Aspergillus
flavus, Aspergillus niger, Macrophomina phaseolina. Berdasarkan penelitian Bakr et al.
2
(1998), Alternaria sp., Fusarium oxysporum, Fusarium solani, Fusarium equiseti,
Myrothecium roridum, Drechslera sp., Aspergillus flavus, dan Aspergillus niger merupakan
kompleks patogen penyebab penyakit busuk kecambah atau seedling rot yang sangat
merugikan karena menurunkan populasi tanaman sehat.
Patologi benih merupakan salah satu bidang ilmu penyakit tanaman (fitofatologi),
penyakit terbawa benih memiliki arti penting karena merugikan secara kualitas dan kuantitas
terhadap produksi tanaman ataupun industri makanan berbahan baku biji. Gejala penyakit
benih nampak secara visual ketika benih dikecambahkan, umumnya berupa busuk biji (seed
rot), rebah bibit (damping-off), atau tanaman mati menyebabkan turunnya populasi tanaman
di lapangan (Malvick, 2002). Pengggunaan benih bermutu mampu meningkatkan produksi
pertanian dan mengurangi serangan hama dan penyakit dilapangan. Patogen terbawa benih
dapat menyebabkan penurunan viabilitas benih, peningkatan kematian bibit, penurunan hasil,
peningkatan perkembangan penyakit, perubahan komponen kimia benih, dan ledakan
penyakit pada suatu daerah (Agarwal et al., 1996).
Lembaga dunia International Seed Testing Association (ISTA) resmi menerapkan
standar mutu benih dan metode pengujian benih. Beberapa metode pengujian benih tersebut
yaitu, pemeriksaan biji kering (Dry Seed Method), pencucian benih (Grinding), platting of
seeds (Blotter Test), dan Seedling Symptom Test. Setiap metode pemeriksaan benih
mempunyai tujuan yang berbeda. Tidak ada satu metode yang dapat digunakan untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi langsung cendawan terbawa benih yang ada di permukaan
benih, dalam benih, dan gejala pada tanaman.
Menurut Budiarta (2017) metode pemeriksaan biji kering (Dry Seed Method)
digunakan untuk mendeteksi cendawan terbawa benih yang menyebabkan gejala seperti
perubahan warna, ukuran, dan bentuk benih, sehingga hanya dapat mendeteksi permukaan
benih secara fisik. Metode pencucian benih (Grinding) digunakan untuk mendeteksi patogen
yang membentuk struktur di permukaan benih, sehingga metode ini tidak dapat mendeteksi
patogen yang berada didalam jaringan benih. Metode blotter test digunakan untuk mendeteksi
patogen yang berada didalam jaringan benih, sehingga metode ini tidak dapat digunakan
untuk mendeteksi patogen yang berada dipermukaan benih. Metode Seedling Symptom Test
digunakan untuk mendeteksi patogen terbawa benih melalui gejala pada tanaman yang sudah
ditanam menggunakan media pasir selama satu bulan sehingga metode ini memerlukan waktu
yang lama dan hanya dapat dideteksi melalui gejala yang timbul pada tanaman.
Deteksi dan identifikasi cendawan terbawa benih perlu dilakukan karena inokulum
patogen berpeluang berkembang menjadi penyakit merugikan di lapangan sehingga
3
menurunkan nilai komersial benih, benih dari daerah lain dapat menjadi perantara penyebaran
penyakit di daerah baru. Karantina dan sertifikasi kesehatan benih sangat berguna untuk
mencegah penyebaran penyakit, skala nasional maupun internasional, pengujian kesehatan
benih bertujuan untuk menjelaskan factor penyebab rendahnya daya kecambah di lapangan,
sehingga akan menjadi pelengkap dalam proses uji daya kecambah, hasil pengujian kesehatan
benih dapat menunjukkan perlu tidaknya perlakuan atau treatment dalam suatu lot benih,
terkait dengan upaya pengendalian penyakit atau mengurangi risiko penyebaran penyakit
(Pamekas, 2013).
Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
produksi pertanian karena mampu meningkatkan produksi dan mengurangi adanya
permasalahan penyakit di lapang. Patogen terbawa benih dapat menyebabkan penurunan
viabilitas benih, peningkatan kematian bibit, penurunan hasil, peningkatan perkembangan
penyakit, perubahan komponen kimia benih, dan ledakan penyakit pada suatu daerah
(Harahap et al., 2015). Adanya tanaman inang yang rentan, inokulum yang agresif, dan
kondisi cuaca yang sesuai sangat mendukung perkembangan penyakit.
Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Kacang dan Umbi) merupakan produsen benih
yang bertanggung jawab untuk memproduksi benih kacang-kacangan di Indonesia yang
kemudian disebarkan keseluruh wilayah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan enam
varietas benih kacang hijau yang berasal dari Balitkabi, yaitu varietas Vima 1, Vima 2, Vima
3, Vima 4, Vima 5, dan Kutilang dari 24 varietas benih yang telah diterbitkan. Balitkabi telah
melakukan pengujian ketahanan terhadap penyakit embun tepung dan bercak daun, sehingga
didapatkan hasil bahwa varietas Vima 1 dan Kutilang tahan terhadap penyakit embun tepung,
Vima 4 dan Vima 5 agak tahan terhadap penyakit bercak daun dan embun tepung, serta Vima
2 dan Vima 3 agak rentan terhadap penyakit embun tepung.
Benih yang telah ditanam berulang kali untuk perbanyakan benih membuat kesehatan
benih tidak selalu stabil karena adanya patogen tular tanah yang terbawa oleh benih selama
masa tanam. Varietas Vima 1, Vima 2, Vima 3, Vima 4, Vima 5, dan Kutilang yang
digunakan untuk penelitian ini merupakan varietas yang telah diproduksi oleh Balitkabi
beberapa bulan terakhir dan baru dilakukan pengujian berdasarkan tingkat ketahanan
dilapangan saja, sehingga perlu dilakukan pengujian kesehatan benih untuk mendapatkan
benih yang sehat dan bebas patogen sebagai media tanam yang berkualitas, varietas yang
tahan penyakit, varietas yang memiliki daya produksi tinggi, dan daya adaptasi tanaman
dilahan menjadi bagus. Maka dari itu pemeriksaan kesehatan benih harus dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan pengujian kesehatan benih kacang hijau
dengan menggunakan beberapa metode untuk mendeteksi dan mengeidentifikasi cendawan
4
apa saja yang dapat berpotensi terbawa oleh benih, sehingga dapat diketahui tingkat kesehatan
pada masing-masing varietas benih kacang hijau yang diuji.
5
2.3.1 Metode Pemeriksaan Biji Kering (Dry Seed Method)
Metode pemeriksaan biji kering yang dilakukan oleh Pamekas (1987), yaitu
dengan cara mengambil 100 benih kacang hijau secara acak dan diletakkan diatas tissue.
Selanjutnya yaitu membuat label benih berdasarkan kategori benih normal, bercak,
keriput, dan bercak keriput pada empat cawan petri yang berbeda. Kemudian benih
diamati secara langsung untuk membedakan benih normal, bercak, keriput, dan bercak
keriput. Lalu letakkan benih tersebut kedalam cawan petri sesuai label yang telah dibuat.
Setelah diamati, hitung banyaknya benih kacang hijau yang normal, bercak, keriput, dan
bercak keriput. Kemudian catat dibuku pengamatan untuk menghitung persentase benih
kacang kacang hijau.
8
pemeriksaan biji kering (Dry Seed Method) dan pencucian benih (Grinding) dianalisis secara
deskriptif dan disertai gambar.
9
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, V.K., dan J.B. Sinclair. 1996. Principles of Seed Pathology. New York : Lewis
Publishers.
Andera, R. 2020. Pengujian Kesehatan Delapan Varietas Benih Padi Sawah (Oryza sativa L.)
Di Provinsi Bengkulu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Bakr, M.A. and M.L. Rahman. 1998. Current status of research on mungbean and blackgram
diseases and future needs. Proceeding of the workshop on diseases resistence breeding
in pulse. Bangladesh J. Agric. 11:64-78.
Budiarta, A. 2017. Pengujian Mutu Benih Tanaman. Modul Pendidikan Dan Pelatihan Guru
Paket Keahlian Agribisnis Perbenihan Dan Kultur Jaringan Tanaman, Kelompok
Kompetensi F. 154-160.
Fitriani, A., Y. Yenita., dan A. Ruyani. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Limbah
Organik Terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Geetanjali, K., G.K. Giri., and A.N. Patil. 2014. Detection of seed borne fungi in mungbean
from rain affected seed. Journal of Plant Disease Sciences. 9:91-93.
Harahap, A.S., T.S. Yuliani., dan Widodo. Deteksi dan Identifikasi Cendawan Terbawa Benih
Brassicaceae. Jurnal Fitopatologi. 11(3): 97-98.
Ikenganyia, E.E., M.A.N. Anikwe, T. E. Omeje, and J. O. Adinde. 2017. Pl ant ti s sue culture
regeneration and aseptic techniques. Asian Journal of Biotechnology and Bioresource
Technology. 1(3):1-6
Malvick, D. 2002. Soybean Seed Treatments and Control of Seed and Seedling Disease.
http://bulletin. Ipm.illions. edu/pastpest/articles/200202i.html. 23 Ags 2023.
Manurung, H., dan H. Setiawan. 2014. Identifikasi Jamur pada Umbi Bawang Merah (Allium
cepa L.) yang Terserang Penyakit dengan Metode Blotter On Test. Prosiding Seminar
Nasional Kimia. 3:178-181.
Mustakim, M. 2015. Budidaya Kacang Hijau Secara Intensif. Pustaka Baru Press.
Naomi, A., J. Pertiwi., P.A. Permatasari., S.N. Dini., dan A. Saefullah. 2018. Keefektifan
Spektrum Cahaya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata).
Jurnal Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4(2): 94-96.
Pamekas, T. 1987. Pengujian Kesehatan Benih Gandum. Jurusan Hama Dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
10
Rahayu, M. 2016. Patologi dan Teknis Pengujian Kesehatan Benih Tanaman Aneka Kacang.
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Malang. 2:78-88.
Soekarno, B.P.W. 2003. Cendawan Terbawa Benih dan Pengujian Kesehatan Benih dalam
Bahan Pelatihan Pengujian Kesehatan Benih: Deteksi Dan Identifikasi Patogen
Terbawa Benih. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
11
DENAH PERCOBAAN
Keterangan:
F1 = Varietas Vima 1
F2 = Varietas Vima 2
F3 = Varietas Vima 3
F4 = Varietas Vima 4
F5 = Varietas Vima 5
F6 = Varietas Kutilang
12