Oleh:
Alex Febrianto Pratama S.
201201089
BDH 7
Jabon merah adalah salah satu jenis pohon bersifat pioner, memiliki
pertumbuhan cepat dengan berbagai manfaat dan keunggulan. Jenis ini merupakan
andalan untuk industri perkayuan karena kayunya mudah dikerjakan, lunak dan
ringan, memiliki kelas kuat III sampai IV dan kelas awet IV sampai V. Tanaman
jabon merah memiliki kemampuan beradaptasi yang baik pada berbagai tempat
tumbuh, bebas hama dan penyakit serius, dan perlakuan silvikultur relatif mudah.
Budidaya jabon merah dutujukan untuk hutan tanaman maupun sebagai tanaman
pionir rehabilitasi lahan (Dephut, 2005).
Pengembangan tanaman jabon memerlukan penyediaan bibit unggul karena
salah satu aspek yang sangat penting dalam keberhasilan penanaman. Upaya
penyediaan bibit yang berkualitas dapat dilakukan melalui pembiakan in vitro
(kultur jaringan). Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman dan menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan cara tradisonal, karena
selain menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat,
teknik ini juga tidak tergantung pada musim. Penambahan zat pengatur tumbuh
sangat menentukan keberhasilan kultur jaringan. Kinetin (6-furfurylaminopurine)
merupakan zat pengatur tumbuh golongan sitokinin yang telah banyak digunakan
dalam kultur jaringan. Konsentrasi kinetin 7 ppm merupakan konsentrasi terbaik
dalam menginduksi pertumbuhan daun dan akar pada pembiakan in vitro terhadap
bibit jabon merah dan eksplan bagian pucuk merupakan tipe eksplan terbaik yang
digunakan pada pembiakan in vitro bibit jabon merah (Putriana et al., 2019).
Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu jenis unggulan sebagai sumber
bahan baku kayu pertukangan. Kualitas kayunya yang bagus dan mempunyai nilai
ekonomi tinggi, maka banyak negara telah mengembangkan jenis ini secara
komersial. Jati tumbuh asli di India, Thailand, Myanmar, Laos, dan Kamboja
dengan tinggi tempat sampai dengan 1.000-1.300 m dpl, sedangkan di Indonesia
biasa tumbuh di dataran rendah sampai berbukit dengan ketinggian 700 m dpl. Di
Indonesia jati telah dikenal sebagai jenis andalan untuk HTI di Jawa yang dikelola
oleh Perum Perhutani dan oleh masyarakat dalam bentuk hutan rakyat (smallholder
forest) baik di Jawa maupun luar Jawa yang dibudidayakan secara murni maupun
campuran dengan tanaman perkebunan atau tanaman pertanian. Sampai sekarang
produksi kayu jati dari Perhutani setiap tahun belum mencukupi kebutuhan pasar
yang disebabkan karena produktvitas hutan tanaman jati secara umum masih relatif
rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman jati
maupun hutan rakyat, sangat perlu dilakukan seleksi materi tanaman yang
berkualitas. Penerapan teknik perbanyakan secara vegetatif merupakan salah satu
cara untuk mendapatkan bahan tanaman yang berkualitas. Untuk memperoleh
kualitas tegakan yang baik pada hutan rakyat harus diawali dengan penggunaan
bibit unggul selanjutnya melakukan pemeliharaan tegakan dengan baik yang
meliputi pemangkasan cabang (pruning), penjarangan (thinning) dan pemupukan
tanaman.
Penerapan teknik kultur jaringan telah banyak dikembangkan oleh berbagai
kalangan baik instusi penelitian dan pengembangan milik pemerintah, perguruan
tinggi maupun swasta. Tingkat keberhasilan perbanyakan jati dengan kultur
jaringan sangat baik dengan rata-rata mencapai 70 % (Suhartati dan Nursamsi,
2007), sehingga banyak pihak yang mengembangkannya. Di pasaran telah banyak
dijual produk jati hasil kultur jaringan dengan berbagi nama dagang seperti jati
unggul, jati super, jati emas, jati genjah, jati Solomon dan lain-lain yang
menyatakan berbagai keunggulan dan keuntungan yang bisa diraih. Pada metode
perbanyakan untuk tanaman jati genjah, umumnya tidak dilakukan tahap
multiplikasi tunas dan perakaran tetapi diganti menjadi tahap induksi tunas dan
elongasi, sedangkan tahap perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi. Metode ini
cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan dengan stek secara
konvensional. Oleh karena itu, metode perbanyakan jati dengan metode tersebut
sering disebut secara stek mikro (micro cuttings) (Adinugraha dan Madfudz, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Nurhanis SE, Wulandari RS, Suryantini R. 2019. Korelasi Konsentrasi Iaa Dan Bap
Terhadap Pertumbuhan Kultur Jaringan Sengon (Paraserianthes
falcataria). Jurnal Hutan Lestari, 7(2) : 857 – 867.
Putriana, Gusmiaty, Restu M, Musriati, Aida N. 2019. Respon Kinetin Dan Tipe
Eksplan Jabon Merah (Antocephalus macrophyllus) Secara In Vitro. Jurnal
Biologi Makassar, 4(1): 48-57.