Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM PROPAGASI TUMBUHAN

Makropropagasi: Stek, Grafting, Layering


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Propagasi Tumbuhan yang diampu oleh:
Dr. rer. nat. Adi Rahmat, M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 7
Pendidikan Biologi A 2020

Diva Kamilia Arofani (2007023)


Indri Nuraida (2007031)
Khansa Khairunnisa (2007141)
Sarah (2008675)
Zia Nazaliah Ainisyifa (2004148)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
A. Judul
Praktikum Makropropagasi Tumbuhan: Stek, Grafting, dan Layering.

B. Latar Belakang
Pada praktikum makropropagasi tumbuhan, dilakukan tiga praktikum pada
tanaman secara vegetatif yaitu stek, grafting (penyambungan), dan layering (cangkok)
sehingga memiliki karakter sama identik dengan tanaman induknya. Masing-masing
teknik memiliki ciri khas, cara perlakuan, tujuan, manfaat, dan faktor yang berbeda-beda.
Berikut merupakan penjelasan latar belakang pada masing-masing teknik makropropagasi
tumbuhan.
B.1 Stek
Salah satu alternatif metode yang sudah dikenal luas untuk memperbanyak
jenis ini dalam jumlah banyak dan terus-menerus adalah melalui teknik perbanyakan
tanaman secara vegetatif, misalnya stek. Cara stek lebih dipilih karena stek menghasilkan
tanaman yang memiliki persamaan dalam umur, tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan
menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah banyak. (Nilawati dalam Hafizah, 2014).
Stek seringkali mengalami kegagalan dengan tidak tumbuhnya akar. Keberhasilan
pertumbuhan stek dipengaruhi oleh faktor bahan tanaman, lingkungan dan zat
pengatur tumbuh (Hartmann et al., dalam Tustiani, 2017). Faktor bahan tanaman
meliputi karakter genetik, kandungan cadangan makanan, ketersediaan air, hormon
endogen, tingkat juvenilitas dan umur tanaman. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran,
kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan. Kondisi fisiologis tanaman
yang mempengaruhi penyetekan adalah umur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas
dan daun muda pada stek, persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh
(Panjaitan et al. dalam Sylviana, et al., 2019).
Tanaman yang seringkali di stek adalah tanaman hias karena semakin tingginya
permintaan konsumen terhadap tanaman hias maka jumlah produksi pun harus
ditingkatkan. Agar proses perbanyakan tanaman hias dapat berlangsung lebih cepat,
banyak, efisien, murah, dan singkat, maka dilakukan teknik vegetatif stek pada tanaman
hias. Stek terdiri dari stek batang, daun, dan pucuk. Masing-masing tanaman memiliki
karakteristiknya tersendiri apakah dapat di stek dari bagian batang, daun, atau pucuk.
Stek batang biasanya dilakukan pada batang tanaman mawar. Tanaman mawar
merupakan tanaman hias yang sering digunakan sebagai tanaman hias pot, bunga potong
serta dapat digunakan sebagai tanaman penghias taman, selain itu mawar juga digunakan
sebagai bunga tabur (rampai), bahan industri kosmetik dan bahan industri pewangi
(Suradinata & Wulansari dalam Sylviana, et al., 2019). Oleh karena itu, dilakukan stek
pada batang mawar agar dapat meningkatkan produksi yang lebih cepat dan efektif.
Stek pada daun biasanya dilakukan pada tanaman lidah mertua. Tanaman lidah
mertua (Sansevieria) merupakan jenis tanaman yang telah lama dikenal oleh banyak
orang dan dibudidayakan sebagai tanaman hias yang booming di Indonesia pada tahun
2000 dan 2004. Hingga saat ini minat masyarakat terhadap tanaman Sansevieria masih
tinggi. Hal ini disebabkan Sansevieria selain sebagai tanaman hias di dalam ruangan
(indoor) dan di pekarangan (outdoor) juga berfungsi sebagai tanaman penyerap polutan
termasuk polusi radiasi dan bau. Selain itu tanaman Sansevieria dapat berfungsi sebagai
obat diantaranya teruji secara klinis berefek positif terhadap diabetes dan ambeien, serta
seratnya digunakan dalam industri tekstil (Purwanto; Lingga; dalam Sulistiana, 2013).
Perbanyakan Sansevieria secara vegetatif dengan stek daun memiliki keuntungan
diantaranya menghemat bahan stek menggunakan potongan-potongan daun Sansivera
dari satu tanaman utuh serta dapat menghemat waktu karena menghasilkan stek dalam
jumlah banyak.
Stek pada pucuk dilakukan pada tanaman pucuk merah. Pucuk merah dengan
mudah didapatkan di penjual tanaman atau di persemaian dengan harga yang terjangkau
tergantung tinggi dan kondisi bibit. Dengan tingginya ketertarikan masyarakat dan harga
yang terjangkau akan tanaman hias pucuk merah, maka diperlukan ketersediaan tanaman
untuk memenuhi kebutuhan dengan jumlah banyak dan tepat waktu. Perbanyakan pucuk
merah dapat dilakukan dengan cara vegetatif, yaitu stek. Menurut Rukmana dalam
Mardiansyah et al. (Tanpa tahun), stek merupakan cara perbanyakan tanaman yang
sederhana, cepat dan tidak memerlukan teknik tertentu (khusus). Bagi penangkar tanaman
hias, perbanyakan dengan cara stek ini mempunyai arti penting, sebab dengan material
(bahan tanaman) yang sangat sedikit dapat dihasilkan jumlah bibit yang banyak.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dilakukan stek batang pada tanaman mawar, stek
daun pada tanaman lidah mertua, dan stek pucuk pada tanaman pucuk merah.
B.2 Grafting
Salah satu teknik pembiakan vegetatif adalah grafting, yaitu suatu seni
menyambung bagian dari satu tanaman (sepotong pucuk) ke bagian tanaman lain
(rootstock) sedemikian rupa sehingga tercapai persenyawaan dan kombinasi ini terus
tumbuh membentuk tanaman baru (Mahlstede & Haber; Hartman & Kester; dalam
Sukendro, et al., 2010). Pembiakan vegetatif dengan grafting memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan dengan pembiakan generatif. Salah satu keuntungan dari
grafting adalah banyak digunakan untuk produksi bibit yang akan ditanam di kebun benih
dan bermanfaat untuk penyelamatan kandungan genetik tanaman.
Teknik grafting digunakan untuk memperbanyak tanaman dan juga untuk
mengembangkan tanaman yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Selain
itu, teknik ini juga digunakan untuk menghasilkan tanaman yang memiliki kualitas yang
lebih baik dan menghasilkan buah atau sayuran yang lebih banyak (KKN, 2021). Dalam
perkembangannya, teknik grafting juga digunakan dalam penelitian dan pengembangan
tanaman untuk menghasilkan tanaman yang lebih kuat, lebih tahan terhadap penyakit,
dan lebih produktif. Saat ini, teknik grafting menjadi penting dalam pengembangan
hortikultura dan pertanian modern, terutama untuk menghasilkan tanaman yang tahan
terhadap iklim yang ekstrem, lingkungan yang buruk, dan penyakit yang menyerang
tanaman.
Tanaman tomat merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi
tetapi produktivitas tanaman tomat sering mengalami penurunan karena disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yaitu hama,
penyakit dan gulma. Penyakit tular tanah yang sering terjadi pada tanaman tomat adalah
layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan layu fusarium (Fusarium oxysporum). Maka
dilakukan penyambungan atau grafting antara tanaman tomat sebagai batang atas dengan
batang bawah (root stock) yang tahan terhadap penyakit layu seperti terong, karena
terong dan tomat berasal dari famili yang sama yaitu Solanaceae. Selain hal tersebut,
penyambungan menggunakan batang bawah terong lebih tahan terhadap genangan air
saat musim hujan (Sudiarta, et al., 2019). Pada penelitian ini digunakan tanaman tomat
sebagai scion dan tanaman terong sebagai stock dengan menggunakan dua tipe teknik
grafting atau penyambungan yaitu saddle graft dan splice graft.
B.3 Layering
Tanaman rambutan (Nephelium sp.) dan tanaman buah-buahan lainnya dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain cangkok, okulasi, setek, sambung pucuk, dan
penyusunan. Rambutan (Nephelium lappaceum L.) yang termasuk dalam familia
Sapindaceae. Hingga saat ini telah menyebar luas di daerah yang beriklim tropis, seperti
Filipina dan Negara-negara Amerika Latin dan ditemukan pula di dataran yang
mempunyai iklim subtropis (Listiani, 2015). Perbanyakan tanaman rambutan dapat
dilakukan dengan perbanyakan vegetatif dengan cara cangkok.
Pencangkokan (layerage) merupakan salah satu jenis pembiakan tanaman secara
vegetatif dengan menumbuhkan akar pada batang tanaman. Tujuan dari pencangkokan
adalah untuk mempercepat mendapatkan keturunan yang sama dengan induknya dan
mempercepat hasil yang dihasilkan. Cangkok merupakan salah satu cara untuk
memperbanyak bibit tumbuhan, dengan pencangkokan dihasilkan bibit tanaman yang
mempunyai sifat sama persis dengan induknya (Kinanti, 2022). Pada umumnya
mencangkok biasa dilakukan dengan cara melukai/menyayat hingga bersih dan
menghilangkan kambium pada cabang atau ranting sepanjang 5-10 cm pada tanaman
dikotil. Selain cara diatas, ada teknik lain mencangkok yaitu dengan tanpa melukai
batang (Pakpahan, 2015).
Tumbuhan tertentu yang memiliki kambium bisa dengan mudah dicangkok
sedangkan untuk tumbuhan bergetah sulit untuk dicangkok. Tanaman rambutan
merupakan tumbuhan dikotil yang mudah untuk dicangkok. Untuk menghasilkan bibit
tanaman yang sempurna, maka harus bisa memilih ukuran serta diameter cabang yang
sehat untuk melakukan pencangkokan. Lalu keberhasilan dalam melakukan
pencangkokan tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur dan ukuran
batang, sifat media tanam, suhu, kelembaban, wadah pembungkus (Khotimah, dkk.
2022).
Mencangkok biasanya dilakukan dengan berbagai macam media tanam,
masing-masing media tanam memiliki kelebihan dan kekurangan untuk memacu tingkat
keberhasilan cangkok (Yuniati & Samsu, 2023). Berbagai macam media yang digunakan
bisa mempengaruhi keberhasilan melakukan pencangkokan (Kinanti, 2022). Pada
penelitian ini, kami mencoba menggunakan berbagai media berbeda untuk mengetahui
pengaruh berbagai jenis media tanam terhadap keberhasilan dalam melakukan cangkok
pada tanaman rambutan. Media tanam yang kami gunakan untuk cangkok rambutan yaitu
tanah, cocopeat, pupuk kandang, dan sekam bakar.

C. Kajian Pustaka
Berikut merupakan penjelasan kajian pustaka pada masing-masing teknik
makropropagasi tumbuhan.
C.1 Stek
Perbanyakan tanaman secara vegetatif yang dipilih adalah stek. Stek merupakan
teknik pembiakan vegetatif dengan cara perlakuan pemotongan pada bagian vegetatif
untuk ditumbuhkan menjadi tanaman dewasa secara mandiri dan terlepas dari induknya.
Stek berasal dari kata stuk (bahasa Belanda) dan cottage (bahasa Inggris) yang artinya
potongan. Sesuai dengan namanya perbanyakan ini dilakukan dengan menanam potongan
pohon induk kedalam media agar tumbuh menjadi tanaman baru. Persyaratan
perbanyakan dengan stek yaitu cabang untuk bahan tanam harus memiliki kandungan
hormon pertumbuhan (auxin), nitrogen, dan karbohidrat tinggi sehingga akan cepat
menumbuhkan akar. Kelebihan dengan metode stek dapat menghasilkan tanaman yang
sempurna dengan akar, daun, dan batang dalam waktu relatif singkat, serta bersifat serupa
dengan induknya. Selain itu, tanaman yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif
lebih cepat berbunga dan berbuah.
Bagian tanaman yang dapat ditanam berupa akar, batang, daun, pucuk, atau tunas.
Stek pucuk adalah memotong bagian tunas tanaman untuk dijadikan individu baru
dengan cara disemaikan. Bahan yang digunakan berupa tunas tanaman yang diperoleh
dari tanaman yang sengaja dijadikan tanaman induk. Sementara stek batang merupakan
salah satu cara yang umum digunakan untuk memperbanyak tanaman secara vegetatif.
Teknik perbanyakan ini menggunakan bahan tanam berupa batang dari tanaman induk.
Stek batang dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan jenis batang tanaman,
yakni berkayu keras, semi berkayu lunak, dan herbaceous. Stek daun menggunakan
bagian daun pada tanaman yang ditanam pada media tanam dengan melukainya terlebih
dahulu.
Keberhasilan perbanyakan tanaman melalui stek dipengaruhi oleh genotip, umur
fisiologis, posisi, serta diameter batang (Islam et al., 2010; Kraiem et al., 2010; Hennig,
2003 dalam [Utami., dkk, 2020]). Kraiem, dalam (Utami., dkk, 2020), menyatakan bahwa
terbentuknya akar dari tanaman berkayu atau tanaman tahunan menurun seiring dengan
umur tanaman induknya. Untuk meningkatkan keberhasilannya maka perlu diketahui
umur fisiologis batang yang digunakan sebagai bahan stek.
Terbentuknya akar pada stek merupakan indikasi keberhasilan dari stek. Adapun
hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek adalah faktor lingkungan dan
faktor dari dalam tanaman (Huik, 2004). Faktor lingkungan tumbuh stek yang cocok
sangat berpengaruh pada terjadinya regenerasi akar dan pucuk. Lingkungan tumbuh atau
media pengakaran seharusnya kondusif untuk regenerasi akar yaitu cukup lembab,
evapotranspirasi rendah, drainase dan aerasi baik. Kelembaban di dalam media stek harus
tinggi dan dipertahankan mendekati 90%, agar tidak terjadi transpirasi yang besar pada
stek. Media tanam yang sesuai perlu diperhatikan untuk mendukung sistem perakaran
stek yaitu, mampu menjaga kelembaban di daerah perakaran, menyediakan udara, serta
kandungan hara dalam media yang dibutuhkan.
Tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong
pembentukan akar yang dinamakan Rhizokalin (Huik, 2004). Selain itu, jenis bahan stek
juga mempengaruhi pembentukkan akar sebaiknya menggunakan jaringan tanaman yang
masih muda karena lebih mudah diperbanyak dan lebih cepat terbentuk akar bila
dibandingkan dengan jaringan tanaman yang sudah tua. Semakin tua jaringan tanaman,
maka semakin menurun kemampuan untuk berakar pada banyak jenis tanaman.
Pertumbuhan akar pada stek dipengaruhi oleh adanya karbohidrat dalam stek, dimana
karbohidrat merupakan sumber energi dan sumber karbon (C) terbesar selama proses
perakaran. Lalu faktor dalam lain yang mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk adalah
fitohormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh.
Sansevieria adalah genus tanaman berbunga yang dikenal secara historis , asli
Afrika, terutama Madagaskar, dan Asia selatan, sekarang termasuk dalam genus
Dracaena berdasarkan studi filogenetik molekuler. Nama umum untuk 70 atau lebih
spesies yang sebelumnya ditempatkan dalam genus termasuk lidah mertua. Sansevieria
memiliki daun keras, sukulen, tegak, dengan ujung meruncing. Tumbuhan ini berdaun
tebal dan memiliki kandungan air sukulen, sehingga tahan kekeringan. Namun dalam
kondisi lembap atau basah, sansiviera bisa tumbuh subur. Warna daun Sansevieria
beragam, mulai hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak, dan warna kombinasi putih
kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang terdapat pada helai daun juga
bervariasi, ada yang mengikuti arah serat daun, tidak beraturan, dan ada juga yang
zig-zag.
Sansevieria atau lidah mertua merupakan salah satu tanaman istimewa lantaran
mempunyai kemampuan sebagai penyerap racun (polutan) di udara. Berbagai jenis racun
yang mampu diserap oleh Sansevieria antara lain karbon monoksida, nikotin, benzene,
formaldehyde, trichloroethylene, hingga dioksin. Berdasarkan penelitian Badan Antariksa
Amerika Serikat (NASA; National Aeronautics and Space Administration), sansevieria
atau lidah mertua mempunyai kemampuan menyerap hingga 107 jenis unsur berbahaya
(racun atau polutan). Selain dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan tanaman yang
berguna sebagai penyerap antioksidan dan zat racun, tanaman Sansevieria jenis
Cylindrica, Trifasciata. Serat daunnya, panjang, kuat, mengkilap, elastis dan tak rapuh
bila terkena air. Karena keunggulan sifat-sifat serat daunnya digunakan sebagai bahan
baku serat industri tekstil di beberapa negara seperti Cina dan Selandia baru (Syamsul
dalam Utama, et al., 2017). Daun dari lidah mertua ini dapat diperbanyak vegetatif
menggunakan teknik stek daun.
Pucuk merah (Syzygium oleana) adalah sejenis tanaman perdu. Tanaman yang
dikenal dengan nama pucuk merah merupakan tanaman yang berciri khas memiliki daun
berwarna merah dan hijau. Daun tumbuh rapat antara satu dengan daun lainnya. Tekstur
daun halus dengan panjang daun berkisar 5 cm dan permukaan daun yang mengkilap.
Saat daun masih pucuk dan muda, daun akan berwarna merah (Dwiputri dalam Adetiya et
al., 2021). Tanaman pucuk merah merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang saat ini
tengah populer di Indonesia. Jika dilihat sekilas, bentuk tajuk dan daun dari tanaman ini
memang mirip dengan tanaman cengkeh. Kerimbunan dan keunikan warna daun tanaman
pucuk merah menjadikannya dipilih sebagai tanaman penghias rumah dan taman, sebagai
border atau pembatas, jalur hijau, baik milik pribadi ataupun tempat umum seperti
perumahan, perkantoran, lapangan golf, lapangan olah raga, tempat rekreasi, vila,
bungalow, taman, taman hias, rumah sakit, kantor pemerintahan, dan kebun bunga. Pucuk
dari tanaman ini dapat diperbanyak vegetatif menggunakan teknik stek pucuk.
Mawar (Rosa) adalah tumbuhan perdu, pohonnya berduri, bunganya berbau
wangi dan berwarna indah, terdiri atas daun bunga yang bersusun, meliputi ratusan jenis,
tumbuh tegak atau memanjat, batangnya berduri, bunganya beraneka warna, seperti
merah, putih, merah jambu, merah tua, dan berbau harum. Mawar liar terdiri dari 100
spesies lebih, kebanyakan tumbuh di belahan bumi utara yang berudara sejuk. Spesies ini
umumnya merupakan tanaman semak yang berduri atau tanaman memanjat yang
tingginya bisa mencapai 2 sampai 5 meter. Walaupun jarang ditemui, tinggi tanaman
mawar yang merambat di tanaman lain bisa mencapai 20 meter.
Mawar dikenal sebagai tanaman hias yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan seperti sebagai tanaman hias di taman, di pot,dijadikan bunga tabur, parfum,
kosmetik dan obat-obatan.Mengingat kepentingan nilai ekonomi dan meningkatnya
permintaan bunga potong ataupun tanaman hias di dalam dan luar negeri, maka
pengembangan budidaya mawar perlu diarahkan untuk skala agribisnis yang sesuai
dengan permintaan pasar (Bangtani dalam Hafizah, 2014). Maka dari itu, digunakan
perbanyakan teknik stek vegetatif batang pada tanaman mawar.
C.2 Grafting
Grafting atau penyambungan adalah teknik pemangkasan dan penyatuan dua
bagian tanaman yang berbeda, yaitu batang dan akar, sehingga menjadi satu tanaman
yang baru. Teknik ini dilakukan dengan cara memotong batang dan akar tanaman induk,
kemudian menyambungkannya dengan bagian batang dan akar tanaman lain yang
memiliki karakteristik yang diinginkan. Teknik ini digunakan untuk mengkombinasikan
sifat-sifat yang diinginkan dari dua tanaman yang berbeda, sehingga menghasilkan
tanaman yang lebih baik dan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem atau
serangan penyakit (KKN, 2021).
Grafting dapat dilakukan pada berbagai jenis tanaman, seperti buah-buahan,
sayuran, tanaman hias, dan tanaman lainnya. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari
teknik grafting antara lain meningkatkan kualitas dan produksi tanaman, meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit, serta menghasilkan tanaman
yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem. Teknik grafting juga
membantu dalam menghemat waktu dan biaya, karena tanaman yang dihasilkan lebih
cepat tumbuh dan lebih produktif dibandingkan dengan tanaman yang dibiakkan secara
alami (Grégoire, 2023).
Tanaman terong (𝘚𝘰𝘭𝘢𝘯𝘶𝘮 𝘮𝘦𝘭𝘰𝘯𝘨𝘦𝘯𝘢) dan tanaman tomat (𝘚𝘰𝘭𝘢𝘯𝘶𝘮
𝘭𝘺𝘤𝘰𝘱𝘦𝘳𝘴𝘪𝘤𝘶𝘮) masuk dalam satu genus yaitu 𝘚𝘰𝘭𝘢𝘯𝘶𝘮. Tanaman tomat merupakan salah
satu komoditas hortikultura yang memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia.
Kandungan pada tomat sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh,
berupa vitamin dan mineral. Buah tomat berupa mengandung vitamin A, B, dan C,
sedangkan mineral yang terkandung berupa zat besi (Fe), kalsium (Ca) dan Fosfor (P).
Konsumsi buah tomat secara rutin dapat mencegah pembentukan batu disaluran kencing,
sakit kuning, sembelit dan kanker. Tanaman tomat sering terkena penyakit layu bakteri,
maka alternatif yang dapat digunakan dalam mengendalikan penyakit layu bakteri adalah
menggunakan penyambungan antara tanaman tomat yang memiliki hasil produksi buah
yang baik dengan tanaman tomat maupun terung yang memiliki ketahanan alami
terhadap serangan penyakit layu bakteri (Rivard et al. dalam Choiriyah & Nurcahyanti,
2019). Penyambungan batang bawah dengan terong dapat mengendalikan penyakit layu
bakteri (R. Solanacearum) mampu meningkatkan produksi tomat di Indonesia.
Grafting splice adalah salah satu teknik penyambungan pada tanaman yang umum
dilakukan dalam praktik pertanian dan hortikultura. Prosedur dalam membuat splice graft
dengan potongan irisan yang miring pada penyambungan. Idealnya, batang bawah
(rootstock) dan batang atas (scion) memiliki kaliber yang sama. Sangat penting apabila
lapisan kambium dicocokkan bertemu merekat satu sama lain. Grafting saddle adalah
teknik ini dilakukan dengan cara membuat celah kecil pada batang atau cabang tanaman
rootstock, kemudian memasukkan scion yang telah dipersiapkan ke dalam celah tersebut
dengan cara menempatkannya di atas batang atau cabang rootstock dan menempelkan
dengan bahan pengikat seperti pita atau kawat.
Pertautan antara batang atas dan batang bawah pada penyambungan terjadi karena
pada daerah potongan dari masing-masing tanaman akan tumbuh sel yang bersifat
meristematis yang selanjutnya akan terjadi pertautan di antara kedua batang tersebut.
Mekanisme hubungan antara batang bawah dan batang adalah saling timbal balik
meskipun mekanisme ini secara pasti belum diketahui dan diduga hubungan dalam hal
penyerapan dan penggunaan nutrisi, translokasi nutrisi dan air serta alterasi zat tumbuh
endogen (Sumeru dalam Nurcahyanti et al., 2013).
Sadhu dalam Rohman et al. (2018) menyatakan bahwa penggunaan dan pemilihan
tipe batang atas yang baik dan mengetahui kapan batang bawah berada dalam stadia
aktivitas vegetatif yang baik merupakan pertimbangan penting berhasilnya penyatuan
sambungan. Maka perlu diketahui umur batang bawah yang paling sesuai untuk
disambung pada masing masing varietas. Pada proses perbanyakan tanaman dengan
penyambungan atau grafting, peranan batang bawah dalam menentukan keberhasilan
sambungan dan pertumbuhan bibit hasil sambungan sangat besar. Pertumbuhan batang
bawah yang optimal akan dapat meningkatkan keberhasilan dari hasil penyambungan dan
pertumbuhan bibit hasil sambungan. Pertumbuhan bibit sebagai batang bawah sangat
dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya, yaitu media tanam, radiasi matahari, nutrisi,
dan zat pengatur tumbuh (Barus dalam Rohman et al., 2018). Perbedaan besarnya ukuran
diameter bahan rootstock berpengaruh terhadap persen keberhasilan grafting dan
ketahanan penyakit, perbedaan fase jenis scion akan memberikan pengaruh terhadap
tingkat keberhasilan grafting (Sukendro, et al., 2010)
C.3 Layering
Tanaman Rambutan (Nephelium sp.) merupakan tanaman buah hortikultura
berupa pohon yang tergolong ke dalam famili Sapindaceae, merupakan tanaman asli
Indonesia. Buah rambutan sebagai buah tropis dalam perdagangan internasional yang
dikelompokkan sebagai buah yang bersifat eksotik. Tanaman Rambutan juga salah satu
tanaman yang mempunyai prospek agribisnis yang cerah di masa yang mendatang.
Tanaman rambutan asal Indonesia sudah memasuki pasar internasional, seperti Inggris,
Belanda, Perancis, Belgia, Thailand, dan negara-negara di Asia Barat dan Asia Tenggara
(Duchlun et al. dalam Kurniawati, 2016). Rambutan merupakan tanaman buah yang
penting di Indonesia, buahnya bisa dikalengkan maupun dikonsumsi segar. Agar teknik
perbanyakan tanaman rambutan murah dan lebih menguntungkan dari segi waktu, maka.
tanaman rambutan dapat diperbanyak secara vegetatif melalui teknik cangkok.
Cangkok (layerage) merupakan salah satu jenis pembiakan tanaman secara
vegetatif yang bertujuan untuk memperbanyak bibit tumbuhan, dengan pencangkokan
dihasilkan bibit tanaman yang mempunyai sifat sama persis dengan induknya,
mencangkok dengan cara melukai bagian cabang pohon, dan memilih pohon dan cabang
yang sehat dan kuat untuk mencangkok (Kinanti, 2022). Pada perbanyakan teknik
cangkok, keberhasilan pencangkokan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan
eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah hereditas (gen) dan hormon. Secara
fisiologis, hormon tumbuhan sebagai penyampai pesan antarsel yang dibutuhkan untuk
mengontrol semua daur hidup tumbuhan, di antaranya perkecambahan, perakaran,
pertumbuhan, pembungaan, dan pembuahan. Hormon berperan dalam mengendalikan
aktivitas gen. Faktor eksternal adalah lingkungan. Pencangkokan dilakukan dalam satu
hamparan dengan kondisi lingkungan yang seragam sehingga faktor eksternal yang
diujikan adalah jenis media tanam yang digunakan, contohnya yaitu tanah, pupuk
kandang, sekam bakar, dan cocopeat.
Keunggulan perbanyakan vegetatif dari teknik mencangkok adalah dapat
dilakukan dengan mudah, murah, dan relatif efisien untuk menghasilkan bibit tanaman
unggul, karena dapat menghasilkan bibit true-to-type dan dapat memangkas fase juvenil
tanaman sehingga bibit yang dihasilkan lebih cepat berproduksi (Kurniawan et al., 2021).
Selain itu, keberhasilan lain mengenai pencangkokan tanaman dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain umur dan ukuran batang, sifat media tanam, suhu, kelembaban, air, dan
ZPT. Makin besar diameter batang, akar yang terbentuk juga lebih banyak, hal ini karena
permukaan bidang perakaran yang lebih luas. Umur batang sebaiknya tidak terlalu tua
(berwarna coklat/coklat muda) (Kuswandi dalam Prameswari et al., 2014).
Untuk mendapatkan akar yang baik tentu ditunjang oleh keberadaan media tanam
yang baik pula. Banyak media yang digunakan kurang efisien seperti mengandung nutrisi
yang kurang untuk pertumbuhan akar, sulit didapat,tingkat porositas yang rendah dan
sebagainya. Penggunaan media tanam yang tepat dapat menunjang perolehan hasil yang
baik pada bibit, baik secara fisik, kimia maupun biologis. Hal ini memungkinkan bibit
untuk bisa tumbuh baik dan menyesuaikan diri di luar (Winarni dalam Aftatia et al.,
2022). Tanaman yang kita tanam tidak akan mampu bertahan hidup jika tidak ditunjang
oleh keberadaan media tanam. Sebab, media tanam ini akan dijadikan oleh tanaman
untuk sumber nutrisi dan unsur hara. Untuk itu, media tanam harus dilengkapi dengan
drainase dan aerasi yang baik agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu (Rismunandar
dalam Aftatia et al., 2022)
Berbagai macam media tanam masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Media tanam arang sekam merupakan bahan organik yang mudah diperoleh
karena merupakan produk hasil sampingan padi dan kelapa. Kelebihan arang sekam
sebagai media tanam karena bersifat porus, ringan, tidak kotor, dan dapat menahan air.
Arang sekam juga memiliki pH yang cukup netral sehingga ramah terhadap lingkungan.
Media lain yang sering digunakan selama ini adalah cocopeat. Media ini sering
digunakan karena memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap air sehingga
kebutuhan air untuk tanaman yang akan dicangkok terpenuhi. Selain memiliki kelebihan,
cocopeat ini juga memiliki kekurangan dalam hal ketersediaan hara, sehingga sebagai
media kurang aman digunakan dalam jangka waktu berbulan - bulan (Aftafia et al.,
2022). Kelebihan serbuk sabut kelapa sebagai media tanam karena karakteristiknya yang
mampu mengikat dan menyimpan air dengan sangat kuat sehingga sesuai dan cocok
digunakan untuk daerah panas atau yang kesulitan air (Widyastuti, 2021). Sutater et al.
dalam Aftafia et al. (2022), menyatakan bahwa serbuk sabut kelapa memiliki kualitas
menahan air yang cukup tinggi yaitu mencapai 14,71 kali dari bobot keringnya. Selain
arang sekam dan cocopeat, media tanam tanah dapat memakan waktu yang lama bahkan
banyak cangkokan yang tidak berhasil karena media mengering. Sehingga pada media
tanah diperlukan juga penambahan pupuk kandang untuk mempercepat dan
memperbanyak tumbuhnya akar (Khotimah, 2022).

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum makropropagasi tumbuhan ini adalah sebagai
berikut:
D.1 Stek
Bagaimana pengaruh asal bagian stek terhadap keberhasilan pertumbuhan akar
dan daun dari stek pucuk merah (Syzygium oleana), stek daun lidah mertua (Sansevieria)
dan daun Zanzibar Gem (Zamioculca) serta stek batang bunga mawar (Rosa hybrida)?
D.2 Grafting
Bagaimana pengaruh perbedaan tipe grafting splice graft dan saddle graft pada
pertumbuhan tanaman tomat (Solanum lycopersicum) dan terong (Solanum melongena)?
D.3 Layering
Bagaimana pengaruh berbagai jenis media tanam (tanah, pupuk kandang, sekam
bakar, cocopeat) terhadap pertumbuhan akar pada cangkok tanaman rambutan
(Nephelium lappaceum)?

E. Tujuan
Tujuan pada praktikum makropropagasi tumbuhan ini adalah sebagai berikut:
E.1 Stek
Untuk menganalisis pengaruh asal bagian stek terhadap pertumbuhan akar dan
daun dari stek pucuk merah (Syzygium oleana), stek daun lidah mertua (Sansevieria) dan
daun Zanzibar Gem (Zamioculca) serta stek batang bunga mawar (Rosa hybrida).
E.2 Grafting
Untuk membandingkan pengaruh dari dua tipe grafting yaitu splice graft dan
saddle graft terhadap pertumbuhan tanaman tomat (Solanum lycopersicum) dan terong
(Solanum melongena).
E.3 Layering
Untuk menganalisis pengaruh berbagai jenis media tanam yaitu panah, Pupuk
kandang, sekam bakar, dan cocopeat terhadap pertumbuhan akar pada cangkok tanaman
rambutan (Nephelium lappaceum).

F. Metode
Metode penelitian meliputi waktu dan tempat pelaksanaan, variabel penelitian,
alat dan bahan yang digunakan, serta langkah kerja penelitian. Berikut merupakan
penjelasan masing-masing pada masing-masing teknik makropropagasi tumbuhan:
F.1 Stek
F.1.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Percobaan dilakukan dua kali, di dua tempat dan waktu yang berbeda, yaitu:
a. Percobaan 1
Waktu: 9 Maret - 23 Mei 2023
Tempat: Jalan Cijawura Girang V, Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buah Batu,
Kota Bandung
b. Percobaan 2
Waktu: 7 - 21 Mei 2023
Tempat: Jalan Cagak, Desa Maruyung, Kec. Pacet, Kab. Bandung
F.1.2 Variabel Penelitian
a. Variabel bebas : Usia bagian tanaman dan kelengkapan bagian tanaman
b. Variabel terikat : Jumlah akar dan tunas serta panjang akar dan tunas
c. Variabel kontrol : Jenis substrat, kelembaban, intensitas cahaya
F.1.3 Alat dan Bahan
F.1.3.1 Alat
Tabel F.1.3.1 Alat yang digunakan untuk Stek

Alat Jumlah

Pisau / golok 1 unit

Gunting 1 unit

Wadah (pot, gelas, dsb) Disesuaikan kebutuhan

F.1.3.2 Bahan
Tabel F.1.3.2 Bahan yang digunakan untuk Stek

Bahan Jumlah

Tanaman lidah mertua 1 unit

Tanaman Zanzibar Gem 1 unit

Tanaman mawar 1 unit

Tanaman pucuk merah 1 unit

Tanah / pasir malang 2 kg

Air Secukupnya

F.1.4 Langkah Kerja


Diagram F.1.4 Langkah Kerja Praktikum Stek

F.2 Grafting
F.2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian grafting dilakukan dalam tiga percobaan dengan waktu dan tempat
yang berbeda. Adapun rinciannya sebagai berikut:
₋ Percobaan 1
Waktu : 15 Maret 2023
Tempat : Kebun Botani UPI
₋ Percobaan 2
Waktu : 10 April 2023
Tempat : Lembang, Kab. Bandung Barat
₋ Percobaan 3
Waktu : 10 Mei 2023
Tempat : Jalan Cagak, Desa Maruyung, Kec. Pacet, Kab. Bandung
F.2.2 Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas : Metode grafting (splice dan saddle)
b. Variabel Terikat : Tinggi tanaman, jumlah daun
c. Variabel Kontrol : Suhu, kelembaban, intensitas cahaya
F.2.3 Alat dan Bahan
F.2.3.1 Alat
Tabel F.2.3.1 Alat yang digunakan untuk Grafting

Alat Jumlah

Pisau 1 unit

Gunting grafting 1 unit

Plastik wrap 1 unit

Polybag 4 unt

F.2.3.2 Bahan
Tabel F.2.3.2 Bahan yang digunakan untuk Grafting

Bahan Jumlah

Tanaman tomat 2 individu

Tanaman terong 2 individu

Alkohol 70% 50 ml

F.2.4 Langkah Kerja


F.2.4.1 Saddle Graft
Diagram F.2.4.1 Langkah Kerja Saddle Graft
F.2.4.2 Splice Graft

Diagram F.2.4.2 Langkah Kerja Splice Graft


F.3 Layering
F.3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian layering pada tanaman rambutan ini dilakukan selama kurang lebih 3
bulan. Berikut adalah waktu dan tempat pelaksanaan cangkok:
Waktu : 14 Maret - 21 Mei 2023
Tempat : Jalan Cagak, Desa Maruyung, Kec. Pacet, Kab. Bandung
F.3.2 Variabel Penelitian
a. Variabel bebas : Media tanam (terlampir pada tabel di bawah)
b. Variabel terikat : Jumlah akar dan panjang akar
c. Variabel Kontrol : Suhu, kelembapan, intensitas cahaya

Tabel F.2.3.1 Variabel Bebas

Media Tanam Layering Campuran (1:1)

M1 Tanah + pupuk kandang

M2 Pupuk kandang + sekam bakar +


cocopeat

M3 Tanah + sekam bakar

M4 Tanah + cocopeat
F.3.3 Alat dan Bahan
F.3.3.1 Alat
Tabel F.3.3.1 Alat yang digunakan pada Layering

Alat Jumlah

Pisau / golok 1 unit

Gunting 1 unit

Plastik Secukupnya

Tali rafia 3m

F.3.3.1 Bahan
Tabel F.3.3.2 Bahan yang digunakan pada Layering

Bahan Jumlah

Pohon rambutan 1 pohon

Tanah 3 kg

Pupuk kandang 2 kg

Cocopeat 2 kg

Sekam padi bakar 2 kg

Air Secukupnya

F.3.4 Langkah Kerja


Diagram F.4.3.1 Langkah Kerja Layering

G. Hasil dan Pembahasan


G.1 Stek
Berdasarkan hasil percobaan yang ditunjukkan pada Tabel G.1.1, stek daun lidah
mertua menghasilkan jumlah akar yang banyak dengan panjang akar berkisar antara 0.1 -
0.5 cm dibandingkan dengan stek daun pada ZZ plant. Didukung dengan data yang
ditunjukkan pada Tabel G.1.2, stek daun pada tanaman lidah mertua dipotong dan
ditanam berdasarkan asal bagiannya yaitu bagian atas, tengah, dan bawah. Stek daun
bagian tengah memiliki respons yang lebih baik yaitu muncul lebih banyak jumlah akar
daripada bagian atas dan bawah. Secara umum bahan stek bagian tengah menghasilkan
respon terbaik untuk variabel waktu muncul akar, jumlah akar, panjang akar, jumlah
tunas, dan bobot basah tunas, namun demikian bahan stek bagian tengah tidak
memberikan pengaruh pada waktu muncul tunas, sama halnya dengan stek bagian bawah.
Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardjanti yang menyatakan
bahwa stek adenium yang berasal dari bagian tengah menghasilkan pertumbuhan akar
lebih baik daripada stek yang berasal dari bagian atas/pucuk. Hal ini diduga karena stek
bagian tengah memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi daripada stek bagian
atas/pucuk. Pada awal penyetekan karbohidrat berperan penting dalam metabolisme
tanaman yang menghasilkan energi yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan akar
(Hardjanti dalam Utama et al., 2017). Dari hasil penelitian diketahui bahwa stek bagian
atas menghasilkan waktu muncul tunas dan jumlah tunas lebih baik dibandingkan dengan
stek bagian pangkal meskipun tidak berbeda nyata dengan stek bagian tengah Ini diduga
karena bahan stek bagian atas atau pucuk lebih meristematik, yang artinya sel-sel dalam
jaringan sangat aktif membelah sehingga tunas lebih cepat muncul dan tunas yang
dihasilkan lebih banyak (Sri Rahmayani dalam Utama et al., 2017).
Pada Tabel G.1.1, stek pucuk merah tidak berhasil tumbuh akar dan layu setelah 2
minggu penanaman (dapat dilihat pada gambar di bawah). Hal ini mungkin terjadi karena
faktor luar yaitu lingkungan serta tanaman stek pucuk yang masih terlalu muda. Salah
satu faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan stek adalah kelembaban.
Kelembaban harus selalu dijaga dan diatur. Terlalu lembabnya media tanam dapat
menyebabkan kebusukan pada tanaman yang sedang distek. Media tanam untuk stek juga
sebaiknya memiliki porositas yang tinggi dan tidak mengandung terlalu banyak nutrisi,
karena banyaknya nutrisi akan menghambat pertumbuhan akar. Jenis bahan stek
mempengaruhi pembentukkan akar sebaiknya menggunakan jaringan tanaman yang tidak
terlalu muda maupun tua. Untuk stek pada batang mawar dikatakan berhasil karena
muncul tunas daun setelah 2 minggu penanaman stek pada media (dapat dilihat gambar
pada Tabel G.1.3). Akan tetapi, untuk pembentukan akar pada stek batang mawar masih
belum terlihat sangat jelas serta belum signifikan.
Kemampuan stek membentuk akar dan tunas dipengaruhi oleh kandungan
karbohidrat dan keseimbangan hormon. Terbentuknya akar pada stek merupakan hal
penting, karena untuk kelangsungan hidup stek sangat tergantung pada banyaknya akar
yang terbentuk.Awal terbentuknya akar dimulai oleh adanya metabolisme cadangan
nutrisi berupa karbohidrat yang menghasilkan energi yang selanjutnya mendorong
pembelahan sel dan membentuk sel-sel baru dalam jaringan (Utama et al., 2017).
Tabel G.1.1 Hasil Penelitian Stek Batang, Daun, dan Pucuk

Jenis Stek Pengukuran Selama Waktu 2 Minggu

Jumlah Akar Panjang Akar (Cm) Jumlah Daun

Batang Mawar Sangat sedikit Belum bisa dihitung 5

Daun Lidah Mertua Banyak 0.1 - 0.5 cm 0


Daun ZZ plant Sangat sedikit 0.5 cm 1

Pucuk Merah Tidak tumbuh Tidak tumbuh 0

Tabel G.1.2 Hasil Penelitian Stek Daun Lidah Mertua

Stek Daun Lidah Mertua Pengukuran Selama Waktu 2 Minggu

Jumlah Akar Panjang Akar (Cm)

Bagian atas Banyak (serabut kecil) 0.1 cm

Bagian tengah 8 0.1 - 0.5 cm

Bagian bawah 0 0

Tabel G.1.3 Dokumentasi Hasil Penelitian Stek Batang, Daun, dan Pucuk

Stek Batang Bunga Mawar

Gambar 1. Akar pada Gambar 2. Tunas daun Gambar 3. Akar pada Gambar 4. Tunas daun
stek batang mawar pada stek batang mawar stek batang mawar pada stek batang mawar
setelah 1 minggu setelah 1 minggu setelah 2 minggu setelah 2 minggu
(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)

Stek Daun Lidah Mertua

Gambar 5. Akar stek


daun lidah mertua yang
ditanam di media air Gambar 6. Stek bagian
(Dok. Kel 7, 2023) Gambar 7. Stek bagian Gambar 8. Stek bagian
bawah daun lidah tengah daun lidah
mertua setelah 2 atas daun lidah mertua
mertua setelah 2 setelah 2 minggu
minggu minggu (Dok. Kel 7, 2023
(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)

Stek Daun ZZ Plant

Gambar 9. Stek daun Zanzibar Gem Gambar 10. Akar pada stek daun Zanzibar Gem
(Dok. Kel 7, 2023) setelah 2 minggu
(Dok. Kel 7, 2023)

Stek Pucuk Merah

Gambar 11. Stek pucuk merah setelah 1 minggu Gambar 12. Stek pucuk merah setelah 2 minggu
penanaman (masih segar) penanaman (sudah layu)
(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)

G.2 Grafting
Berdasarkan hasil pengamatan, percobaan pertama kurang lebih hanya bertahan
selama dua hari. Daun yang ada di bagian scion layu. Hal ini bisa disebabkan karena
daun yang tersisa masih banyak sehingga terjadi transpirasi berlebihan. Selain itu, nutrisi
scion juga kurang karena sudah tidak memiliki akar. Sambungan antara stock dan scion
yang kurang erat juga menjadi faktor tambahan. Pada percobaan kedua, tidak jauh
berbeda. Namun daun yang tersisa sudah dikurangi menjadi 2-3 helai saja. Hasil yang
diperoleh tetap tidak berhasil. Hal ini bisa disebabkan karena tanaman tidak ditutup
menggunakan plastik bening untuk menjaga kelembabannya. Sehingga menyebabkan
penguapan yang terjadi lebih cepat dan menjadi layu.
Pada percobaan ketiga yang ditunjukkan pada tabel G.2.1 dan G.2.2, grafting
bertahan lebih lama. Pada minggu pertama, grafting tidak menunjukkan tanda-tanda
kelayuan, hal ini bisa dipengaruhi oleh plastik bening yang melindungi grafting dari
kekeringan agar menjaga kelembaban. Namun sampai pada minggu kedua, terjadi
kegagalan karena sambungan antara stock dan scion tiba-tiba membusuk. Hal ini
mengakibatkan terputusnya saluran angkut yang menyebabkan kelayuan.
Penggunaan metode saddle graft dilakukan dengan cara membuat celah kecil pada
batang atau cabang tanaman rootstock, kemudian memasukkan scion yang telah
dipersiapkan ke dalam celah tersebut dengan cara menempatkannya di atas batang atau
cabang rootstock dan menempelkan dengan bahan pengikat seperti pita atau kawat.
Namun, pada percobaan ini digunakan plastik wrap untuk mengikatnya. Metode ini
cukup sederhana namun memerlukan ketepatan dalam eksekusinya. Antara stock dan
scion batangnya harus yang berukuran sama, dan potongannya pun juga harus pas satu
sama lain. Sehingga, ketika disatukan akan mudah untuk menyatu dan resiko gagalnya
pun minim.
Sedangkan, untuk metode splice graft, dilakukan potongan irisan yang miring
pada penyambungan. Idealnya, batang bawah (rootstock) dan batang atas (scion)
memiliki kaliber yang sama. Sangat penting apabila lapisan kambium dicocokkan
bertemu merekat satu sama lain. Metode ini juga terbilang sederhana, namun harus
dilakukan dengan teliti. Harus dipastikan baik stock maupun scion bisa menyatu dengan
baik, karena metode yang satu ini rentan untuk gagal. Hal ini disebabkan oleh
potongannya yang miring sehingga rawan longgar apabila tidak ditutup dengan rapat.
Pada dasarnya, kedua metode grafting tersebut memiliki prinsip yang sama, yakni
menggabungkan dua bagian tanaman (organ dan jaringannya) yang masih hidup sehingga
dapat bergabung menjadi satu tanaman yang utuh dan memiliki sifat kombinasi antara
dua organ atau jaringan yang digabungkan tadi. Dua bagian tanaman yang digabungkan
adalah batang bawah dan batang atas. Bagian batang bawah (stock) adalah tanaman
terong dan batang atas (scion) adalah tanaman tomat.
Jika grafting berhasil dilakukan, akan terjadi proses penyambungan pada kedua
tanaman tersebut yang diawali oleh terbentuknya lapisan nekrotik pada permukaan
sambungan yang membantu menyatukan jaringan sambungan terutama di dekat berkas
vaskuler (Hidayat, 2013). Selanjutnya, pemulihan luka dilakukan oleh sel-sel
meristematik yang terbentuk antara jaringan yang tidak terluka dengan lapisan nekrotik.
Lapisan nekrotik ini kemudian menghilang dan digantikan oleh kalus yang dihasilkan
oleh sel-sel parenkim sel-sel parenkim batang atas dan batang bawah masing-masing
mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim tertentu
mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari kambium batang
atas dan batang bawah yang lama. Pada akhirnya terbentuk jaringan/pembuluh dari
kambium yang baru sehingga proses translokasi hara dari batang bawah ke batang atas
dan sebaliknya dapat berlangsung kembali. Agar proses pertautan tersebut dapat
berlanjut, sel atau jaringan meristem antara daerah potongan harus terjadi kontak untuk
saling menjalin secara sempurna. Penyatuan dua jaringan tanaman ini hanya mungkin
jika kedua jenis tanaman cocok (kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan
sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan
jaringan (Hidayat, 2013).
Kegagalan pada grafting dapat terjadi karena hal-hal berikut yaitu:
1. Inkompatibilitas tanaman. Jika tanaman yang akan digabungkan memiliki
ketidaksesuaian secara fisiologis
2. Penyakit dan infeksi. Tanaman yang akan digabungkan harus bebas dari penyakit dan
infeksi.
3. Teknik grafting tidak tepat. Jika teknik grafting yang digunakan tidak benar,
misalnya pemilihan tempat potong yang salah atau tidak cocok, penempatan yang
tidak stabil, atau ikatan yang tidak kuat, maka grafting mungkin gagal.
4. Stres pasca-grafting. Setelah dilakukan grafting, tanaman akan mengalami stres
sebagai respons terhadap proses tersebut.
5. Reaksi penolakan. Sistem pertahanan tanaman dapat bereaksi terhadap proses grafting
sebagai respons terhadap kehadiran jaringan yang asing. Ini dapat menyebabkan
penolakan terhadap proses grafting, dimana tanaman yang ditransplantasikan tidak
berkembang dengan baik atau bahkan mati.
6. Faktor lingkungan lainnya yaitu seperti kelembaban, suhu, pH tanah, dan kondisi
pencahayaan.

Tabel G.2.1 Hasil Percobaan ke-3 Saddle Graft

Metode Minggu Setelah Grafting


saddle graft
1 2 3 4 5

Tinggi 50 cm 50 cm - - -
tanaman

Jumlah daun 0 2-3 - - -

Tabel G.2.2 Hasil Percobaan ke-3 Splice Graft

Metode Minggu Setelah Grafting


saddle graft
1 2 3 4 5

Tinggi 50 cm 50 cm - - -
tanaman

Jumlah daun 0 2-3 - - -

Tabel G.2.3 Dokumentasi Hasil Percobaan Grafting

Percobaan Ke-1

Gambar 2. Saddle graft


(Dok. Kel 7, 2023)
Gambar 3. Splice graft Gambar 4. Splice graft
(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)
Gambar 1. Saddle graft
(Dok. Kel 7, 2023)
Gambar 5. Setelah 2 hari grafting, semua tanaman grafting layu
(Dok. Kel 7, 2023)

Percobaan Ke-2

Gambar 6. Saddle graft Gambar 7. Splice graft


(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)
Gambar 8. Setelah 1 hari penanaman, semua tanaman grafting layu
(Dok. Kel 7, 2023)

Percobaan Ke-3

Gambar 9. Saddle graft Gambar 10. Splice Gambar 11. Tanaman hasil grafting ditutup
(Dok. Kel 7, 2023) graft plastik untuk menjaga kelembaban
(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)
Gambar 13. Bagian Gambar 15. Bagian
stock (terong) lebih stock (terong) lebih
subur, muncul tunas subur, muncul tunas
daun daun
(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)

Gambar 12. Saddle


graft setelah 1 minggu Gambar 14. Splice
(Dok. Kel 7, 2023) graft setelah 1 minggu
(Dok. Kel 7, 2023)

Gambar 16. Saddle graft setelah 2 minggu, Gambar 17. Splice graft setelah 2 minggu, bagian
tanaman layu dan daunnya menguning scion (tomat) membusuk dan sambungannya patah
(Dok. Kel 7, 2023) dari scion (terong)
(Dok. Kel 7, 2023)

G.3 Layering
Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel G.3.1 dan dokumentasi
pada Tabel G.3.2, didapatkan data rata-rata panjang akar tanaman rambutan sangat
bervariasi akibat adanya pengaruh media tanam cangkokan yang berbeda. Pada penelitian
ini, media tanam yang paling baik untuk mencangkok pada penelitian ini adalah M1
dengan kombinasi media tanam tanah dan pupuk karena menghasilkan akar yang panjang
dan banyak setelah dilakukan cangkok selama 3 bulan. Hal ini disebabkan karena
kemampuan pupuk organik untuk mengikat air dapat meningkatkan porositas tanah
sehingga memperbaiki respirasi dan meningkatkan pertumbuhan akar tanaman. Media
tanam tanah dapat memakan waktu yang lama bahkan banyak cangkokan yang tidak
berhasil karena media mengering. Sehingga pada media tanah diperlukan juga
penambahan pupuk kandang untuk mempercepat dan memperbanyak tumbuhnya akar
(Khotimah, 2022).
Setelah kombinasi media tanam M1, disusul oleh kombinasi M2 yaitu campuran
pupuk, cocopeat, dan arang sekam, lalu kombinasi M3 antara tanah dan sekam bakar, dan
terakhir yaitu kombinasi M4 tanah dan cocopeat. Masing-masing media tanam memiliki
kelebihannya masing-masing. Kelebihan arang sekam sebagai media tanam karena
bersifat porus, ringan, tidak kotor, dan dapat menahan air. Arang sekam juga memiliki pH
yang cukup netral sehingga ramah terhadap lingkungan. Cocopeat memiliki kemampuan
yang tinggi dalam menyerap air sehingga kebutuhan air untuk tanaman yang akan
dicangkok terpenuhi. Selain memiliki kelebihan, cocopeat ini juga memiliki kekurangan
dalam hal ketersediaan hara, sehingga sebagai media kurang aman digunakan dalam
jangka waktu berbulan - bulan (Aftafia et al., 2022). Dapat dibuktikan dari hasil
penelitian bahwa kombinasi M4 menghasilkan sedikit jumlah akar pada tanaman
cangkok.
Selain media tanam, faktor lain yang berpengaruh pada keberhasilan cangkok
adalah penggunaan pembungkus plastik bening dalam proses cangkok mampu menjaga
kandungan air dan aerasi pada media, sehingga media tetap lembab dan tidak mudah
mengering. Faktor eksternal yang berpengaruh yaitu cahaya matahari, suhu, kelembaban,
dan air. Tingkat keberhasilan dipengaruhi oleh media tanah, media pembungkus yang
mampu menjaga kelembaban tanah, dan juga cabang pohon yang akan dicangkok harus
sehat kuat (tidak terlalu tua maupun muda).
Tabel G.3.1 Hasil Penelitian Layering

Media Tanam Pengukuran


Layering
Jumlah Akar Panjang Akar (Cm)

M1 Banyak 20-40 cm
(tanah + pupuk) (akar panjang dan saling
merekat)

M2 Cukup banyak 3-5 cm


(pupuk + cocopeat + sekam (ada akar seperti bentuk bintil)
bakar)

M3 Cukup banyak 1-4 cm


(tanah + sekam bakar) (ada akar seperti bentuk bintil)

M4 Tidak terlalu banyak 1 cm


(tanah + cocopeat) (ada akar seperti bentuk bintil)

Tabel G.2.2 Dokumentasi Hasil Penelitian Layering

Media Tanam Dokumentasi


Layering
Kondisi setelah cangkok Kondisi setelah cangkok
1 bulan 2 minggu 3 bulan

M1
(tanah + pupuk)

Gambar 1. Sudah terlihat akar pada


Gambar 2. Akar yang banyak dan
hasil layering dengan kombinasi M1
panjang pada hasil layering dengan
(Dok. Kel 7, 2023)
kombinasi M1 setelah 3 bulan
cangkok
(Dok. Kel 7, 2023)

M2
(pupuk + cocopeat
+ sekam bakar)

Gambar 3. Belum terlihat akar pada Gambar 4. Kondisi akar pada hasil
hasil layering dengan kombinasi M2 layering dengan kombinasi M2 setelah
(Dok. Kel 7, 2023) 3 bulan cangkok
(Dok. Kel 7, 2023)
M3
(tanah + sekam
bakar)

Gambar 5. Akar terlihat sedikit ke Gambar 6. Kondisi akar pada hasil


luar pada hasil layering dengan layering dengan kombinasi M3 setelah
kombinasi M3 3 bulan
(Dok. Kel 7, 2023) (Dok. Kel 7, 2023)

M4
(tanah + cocopeat)

Gambar 7. Akar tidak terlihat pada Gambar 8. Kondisi akar pada hasil
hasil layering dengan kombinasi M3 layering dengan kombinasi M4 setelah
(Dok. Kel 7, 2023) 3 bulan
(Dok. Kel 7, 2023)

H. Kesimpulan
H.1 Stek
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian stek, stek daun lidah
mertua serta stek batang pada tanaman mawar berhasil dengan indikator munculnya akar
serta tunas daun, tetapi untuk stek pucuk merah tidak berhasil dikarenakan tanaman layu
serta tidak muncul akar. Kondisi media tanam yang ideal untuk stek adalah media tanam
dengan kelembaban yang cukup, memiliki porositas tinggi, dan memiliki kandungan
nutrisi yang rendah. Selain itu disarankan tanaman yang ideal untuk stek adalah
penanaman bagian tanaman yang tidak terlalu muda ataupun tua.
H.2 Grafting
Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian yang dilakukan terjadi kegagalan
pertumbuhan untuk kedua tipe grafting yaitu saddle dan splice pada tanaman terong serta
tomat. Kegagalan grafting dapat terjadi karena beberapa faktor, termasuk inkompatibilitas
tanaman, penyakit dan infeksi, teknik grafting yang tidak tepat, stres pasca-grafting,
reaksi penolakan, dan faktor lingkungan. Grafting juga membutuhkan pengalaman untuk
mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi. Oleh karena itu, penting bagi peneliti atau
penanam untuk memahami faktor-faktor tersebut dan menerapkan teknik grafting yang
tepat agar dapat menghindari kegagalan dalam proses grafting.
H.3 Layering
Dapat disimpulkan bahwa media tanam untuk cangkok tanaman rambutan yang
paling terbaik adalah kombinasi tanah dan pupuk (M1) dikarenakan jumlah akar sangat
banyak dan akar sangat panjang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi berhasilnya
layering, diantaranya adalah media yang digunakan, pembungkus cangkok, batang
tumbuhan, dan faktor eksternal seperti kelembaban, air, suhu, serta cahaya matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Adetiya, Y., Putri, D. H., Sadek, M., & Yuniarti, E. (2021). Teknik Perbanyakan Tanaman Pucuk
Merah (Syzygium Oleana) dengan Cara Stek. In Prosiding Seminar Nasional Biologi
(Vol. 1, No. 2).
Aftafia, R., Chatri, M., & Selaras, G. H. (2022). PENGARUH MEDIA TANAM LUMUT DAN
COCOPEAT TERHADAP KEBERHASILAN PENCANGKOKAN TANAMAN BUAH
AJAIB (Synsepalum dulcificum). Jurnal Serambi Biologi, 7(4), 392-396.
Choiriyah, A., & Nurcahyanti, S. D. (2019). PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI
(RALSTONIA SOLANACEARUM) PADA TANAMAN TOMAT DENGAN
PENYAMBUNGAN BATANG BAWAH TAHAN. JURNAL BIOINDUSTRI (JOURNAL
OF BIOINDUSTRY), 2(1), 295-306.
Cyber. (2019). MACAM MACAM TEKNIK PERBANYAKAN TANAMAN SECARA
VEGETATIF. Diakses pada
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/78357/MACAM-MACAM-TEKNIK-PERBA
NYAKAN-TANAMAN-SECARA-VEGETATIF/ (Online). 23 Mei 2023.
Grégoire Loupit and others, Grafting in plants: recent discoveries and new applications, Journal
of Experimental Botany, Volume 74, Issue 8, 18 April 2023, Pages 2433–2447,
https://doi.org/10.1093/jxb/erad061.
Hafizah, N. (2014). Pertumbuhan stek mawar (Rosa damascena Mill.) pada waktu perendaman
dalam larutan urine sapi. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 39(3), 129-135.
Hidayat, A. M. (2013). Perbanyakan Vegetatif dengan Grafting. Diakses pada Perbanyakan
Vegetatif dengan Grafting | anakagronomy[dot]com (Online). 13 Juni 2023.
Huik, E.M. (2004). Pengaruh Rootone-F dan Ukuran Diameter Stek terhadap Pertumbuhan dari
Stek Batang Jati. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon.
Khotimah, Khusnul. Sahputra, dkk. (2022). Pengaruh berbagai Pembungkus Media Cangkok
terhadap Keberhasilan Pencangkokan Tanaman Sawo (Manilkara zapota L.). Jurnal
Agrotek Lestari Vol. 8 No. 1, April 2022 PP: 27 - 33
Kinanti, Galuh Anggun. (2022). Pengaruh Berbagai Pembungkus Media Cangkok Terhadap
Keberhasilan Pencangkokan Pada Tanamanan Jambu Air (Syzygium Aqueum). ISSN:
2829-9086 Volume 2, Nomor 2, 2022
http://studentjournal.iaincurup.ac.id/index.php/skula
Kurniawan, Y., Septariani, D. N., Adi, R. K., & Poniman, P. Pembibitan Vegetatif Stek dan
Cangkok Jambu Biji (Psidium Guajava) untuk Metode Tanaman Buah dalam Pot
(Doctoral dissertation, Sebelas Maret University).
Kurniawati, I. (2016). Keanekaragaman Spesies Insekta pada Tanaman Rambutan di Perkebunan
Masyarakat Gampong Meunasah Bak ‘U Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi, 1(1).
KKN PPK UGM. (2021). Metode Sambung Pucuk dan Sambung Mata pada Tanaman. Diakses
pada https://rogodadi.kec-buayan.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/334
(Online). 23 Mei 2023.
Listiani, Puji. (2015). PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK PADA MEDIA
CANGKOK TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR TANAMAN RAMBUTAN
(Nephelium lappaceum L.).
Mardiansyah, S., & Suzanna, E. ANALISIS EFISIENSI PERBANYAKAN TANAMAN HIAS
PUCUK MERAH (SYZYGIUM MYRTIFOLIUM) SECARA VEGETATIF (STEK)
DENGAN PERLAKUAN ZAT PENGATUR TUMBUH.
Nurcahyanti, S. D., Arwiyanto, T., Indradewa, D., & Widada, J. (2013).  ISOLASI DAN
SELEKSI PSEUDOMONAS FLUORESCENS PADA RIZOSFER PENYAMBUNGAN
TOMAT. Berkala ilmiah pertanian, 1(1), 15-18.
Pakpahan Elizabeth Tience. (2015). KAJIAN TEKNIK MENCANGKOK PERBANYAKAN
JAMBU KRISTAL (Psidium guava). Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015:
27-30.
Prameswari, Z. K., Trisnowati, S., & Waluyo, S. (2014). Pengaruh macam media dan zat
pengatur tumbuh terhadap keberhasilan cangkok sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen)
pada musim penghujan. Vegetalika, 3(4), 107-118.
Putu Sudiarta, I., Ngurah Alit Susanta Wirya, G., Made Winantara, I., Sudirman Denpasar, J. P.,
& Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, D. (2019). E-Jurnal Agroekoteknologi
Tropika Metode Grafting Tanaman Tomat Menggunakan Batang Bawah Terong Untuk
Mengatasi Genangan dan Mengendalikan Penyakit Tular Tanah di Kebun Percobaan.
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. 8(1), 12. https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT.
Rohman, H. F., Soelistyono, R., & Suminarti, N. E. (2018). Pengaruh umur batang bawah dan
naungan terhadap keberhasilan grafting pada tanaman durian (Durio zibethinus Murr.)
lokal. Buana Sains, 18(1), 21-28.
SUDIARTA, I. P., WIRYA, G. N. A. S., & WINANTARA, I. M. (2019). Metode Grafting Tanaman Tomat
Menggunakan Batang Bawah Terong Untuk Mengatasi Genangan dan Mengendalikan Penyakit
Tular Tanah di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, 8(1), 12-19.
Sukendro, A., Mansur, I., & Trisnawati, R. (2010). Studi pembiakan vegetatif Intsia bijuga
(Colebr.) OK melalui grafting. Jurnal Silvikultur Tropika, 1(1), 6-10.
Sulistiana, S. (2013). Respon pertumbuhan stek daun lidah mertua (Sansevieria parva) pada
pemberian zat pengatur tumbuh sintetik (Rootone-F) dan asal bahan stek. Jurnal
Matematika Sains dan Teknologi, 14(2), 107-118.
Sylviana, R. D., Kristanto, B. A., & Purbajanti, E. D. (2019). Respon Umur Fisiologi Bahan Stek
Mawar (Rosa Sp.) pada Pemberian Konsentrasi indole-3-butyric acid (IBA) Yang
Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 4(2), 168-174.
Tustiani. (2017). Pengaruh Pemberian Berbagai Zat Pengatur Tumbuh Alami terhadap
Pertumbuhan Stek Kopi. Jurnal Pertanian, 8(1), 46 - 50.
Utama, M. H. R., Hasibuan, S., & Maimunah, M. (2017). Respon Penggunaan Zat Perangsang
Tumbuh Sintetik Dan Alami Pada Pertumbuhan Stek Tanaman Hias Lidah Mertua
(Sansevieria spp). Agrotekma: Jurnal Agroteknologi dan Ilmu Pertanian, 1(2), 81-91.
Utami., dkk. (2020). Keberhasilan Stek Tanaman Lantoro Varietas Tarramba (Leucaena
leucocephala cv. Tarramba) karena Pengaruh Umur Fisiologis dan Zat Pengatur Tumbuh.
Pastura, 10(1), 42 - 45.
Widyastuti, Betty. Prapto. Dkk. Pengaruh Media pada Karakter Biokimia dan Keberhasilan
Pencangkokan Tanaman Teh (Camellia sinensis L. (O.) Kuntze) pada Klon TRI 2025.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), January 2021 Vol. 26 (1): 113119.
Yuniati, S., & Samsu, S. (2023). Pengaruh Media Cangkok Terhadap Pertumbuhan Jeruk Siam
(Citrus nobilis L.). Jurnal Agriyan: Jurnal Agroteknologi Unidayan, 9(1), 24-3.

Anda mungkin juga menyukai