Anda di halaman 1dari 12

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.

Kultur jaringan
merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata
tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan
adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media
buatan yang dilakukan di tempat steril.

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk
tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih
terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.

Menurut Gunawan (1988), arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi eksplan ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu: komposisi media serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, bagian tanaman yang digunakan
sebagai eksplan dan lingkungan tempat eksplan dikulturkan. Medium yang digunakan untuk membiakan potongan
jaringan tersebut mengandung makanan berupa unsur – unsur hara makro dan mikro.

Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media tanam
karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA). Menurut Hendaryono dan Wijayani
(1994) IAA dapat mengalami degradasi yang disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh
karena sifatnya yang labil IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada
jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh enzim yang
dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi.

Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan sel serta
mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Menurut Mariska et al., (1987) Benzyl Adenine
(BA) merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang daya rangsangnya lebih lama dan tidak mudah
dirombak oleh sistem enzim dalam tanaman. BA dapat merangsang pembentukan akar dan
pembentukan tunas.

Penambahan auksin dan sitokinin secara kombinasi telah berhasil dilakukan terhadap beberapa spesies
tanaman. Welander (1997) dalam Asmirda (1993) membuktikan bahwa rasio NAA dan BA yaitu 10 : 1
efektif untuk induksi tunas dan akar Begonia sp. Wijono dalam Prahardini dan Sudaryono (1992)
membuktikan bahwa penambahan 3 mg/l NAA dan 2 mg/l BA efektif untuk induksi kalus pepaya dan
jumlah kultur perkalus meningkat dengan peningkatan NAA dari 1 mg/l – 3mg/l.

Berdasarkan kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk pembentukan kalus, maka dalam media tanam
perlu ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi kedua zat ini mempengaruhi pertumbuhan,
morfogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan dan organ. Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh
ini sering mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan kalus atau
organogenesis. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui respon eksplan daun tanaman jeruk manis secara invitro akibat pemberian NAA dan BA.

Gunawan, I.W. 1995. Teknik In vitro Dalam Hortikultura. Penerbit Swadaya:

Jakarta

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuh. Grafindo Persada: Jakarta

Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur jaringan Perbanyakan

dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif. Kanisius: Yogyakarta

Kultur jaringan atau biakan jaringan merupakan teknik pemeliharaanjaringan atau bagian


dari individu secara buatan (artifisial). Yang dimaksud secara buatan adalah dilakukan di luar
individu yang bersangkutan. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro, sebagai
lawan dari in vivo. Dikatakan in vitro (bahasa Latin, berarti “di dalam kaca”) karena jaringan
dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan Petri dari kaca atau material tembus pandang
lainnya. Kultur jaringan secara teoretis dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik
dari tumbuhan maupun hewan (termasuk manusia) namun masing-masing jaringan memerlukan
komposisi media tertentu.
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan (in vitro) menawarkan peluang besar untuk
menghasilkan jumlah bibit tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat, sehingga lebih
ekonomis. Teknik perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung
musim. Selain itu, perbanyakan dengan teknik in vitro mampu mengatasi kebutuhan bibit dalam
jumlah besar, serentak dan bebas penyakit sehingga bibit yang dihasilkan lebih sehat serta
seragam. Oleh sebab itu, perbanyakan tanaman secara kultur jaringan merupakan teknik
alternatif yang tidak dapat dihindari bila penyediaan bibit tanaman harus dilakukan dalam skala
besar dan dalam waktu yang relatif singkat. (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Surabaya).
Kultur  jaringan atau  tissue culture berasal dari dua kata yaitu kultur atau  culture dan
jaringan atau  tissue. Kultur adalah budidaya, sedangkan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama (Nugroho dan Sugito, 2005). Sehingga kultur jaringan
berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat
sama seperti induknya. Kultur jaringan tanaman yang juga disebut  weefsel cultuss atau  gewebe
kultur merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau
organ dalam kondisi aseptik secara  in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang
aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat
pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat, hemat waktu, dan tanaman yang
diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat sama atau seragam dengan induknya.
Contoh tanaman yang sudah lazim diperbanyak secara kultur jaringan adalah tanaman anggrek.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur
jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan
induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,
kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan
dengan perbanyakan konvensional.

Kultur jaringan mengandung dua prinsip dasar yang jelas, yaitu : Bahan tanam yang
totipotensi Konsep dasar ini mutlak ada dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan karena
hanya dengan adanya sifat totipotensi ini sel jaringan organ yang digunakan akan mampu
tumbuh dan berkembang sesuai arah dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Namun, sifat
totipotensi lebih besar dimilki oleh bagian yang masih muda dan banyak dijumpai pada daerah
meristem.

 Bahan tanam yang sementara ini digunakan dalam kegiatan kultur jaringan dan sering
terbukti dapat tumbuh dan berkembang adalah: Sel, sel biasanya ditanam dalam bentuk suspensi
dengan kepadatan yang telah ditentukan, Protoplast, biasanya juga ditanam dalam bentuk yang
telah ditentukan, Jaringan meristem, jaringan yang ditanam biasanya dalam bentuk potongan
organ yang terdapat pada derah-daerah pertumbuhan, Kalus, kalus ditanam dalam bentuk massa
sel yang belum terdeferensiasi dan biasanya ditanam daam media induksi untuk pertumbuhan
kalus, Organ, bahan yang paling umum dalam kegiatan kultur jaringan. Budidaya yang
terkendali, Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup untuk kesuksesan kegiatan kultur
jaringan. Prinsip dasar budidaya yang terkendali ini meliputi : Keadaan media tempat tumbuh,
Lingkungan yang mempengaruhi Keharusan sterilisasi.

Andaliman (Zanthoxylum achanthopodium DC) merupakan sejenis rempah yang sering digunakan
sebagai bumbu masakan khas Sumatera Utara khususnya masyarakat Tapanuli.

I.

PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Langkah ke tiga setelah sterilisasi dan pembuatan media dalam kegiatan kultur jaringan adalah
menanam. Menanam merupakan kegiatan terakhir dalam kultur jaringan yang nantinya akan dilakukan
pengamatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditanam. Kegiatan penanaman
kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut

eksplan
secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan
steril. Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi
dan membentuk

kalus

. Apabila

kalus

yang terbentuk dipindahkan kedalam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman
kecil yang lengkap dan disebut

planlet

. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan
kalus yang dapat menjadi

planlet

dalam jumlah yang besa

I.

PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Langkah ke tiga setelah sterilisasi dan pembuatan media dalam kegiatan kultur jaringan adalah
menanam. Menanam merupakan kegiatan terakhir dalam kultur jaringan yang nantinya akan dilakukan
pengamatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditanam. Kegiatan penanaman
kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut

eksplan

secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan
steril. Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi
dan membentuk

kalus

. Apabila
kalus

yang terbentuk dipindahkan kedalam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman
kecil yang lengkap dan disebut

planlet

. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan
kalus yang dapat menjadi

planlet

dalam jumlah yang besar Kegiatan menanam ini dilakukan di dalam

Laminair Air Flow Cabinet

dengan kondisi aseptik. Prinsip kerja

Laminair Air Flow

ini ialah dengan mengalirkan arus udara yang laminair ke dalam almari penabur melalui saluran
saringan. Bakteri dan jamur ditahan oleh saringan ini, sehingga udara yang masuk ke dalam

laminair air flow

sudah steril dan membuat ruangan menjadi steril juga karena berhasil tidaknya kegiatan kultur jaringan
sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan penanaman.

Alat dan eksplan yang akan digunakan juga harus dalam keadaan steril, karena jika tidak kemungkinan
terkontaminasi sangat besar dibandingkan dengan yang disterilkan terlebih dahulu. Bakteri dan jamur
yang ada diudara bebas akan dengan mudah menempel di alat-alat atau eksplan yang akan dipakai.
Mengetahui dan mempraktikan cara menanam eksplan dan sub kultur serta mengamati
pertumbuhannya.

kultur 2 berwarna kuning agak pekat dan terkontaminasi jamur dengan persentase 69 %. Eksplan pada
botol kultur 3 belum tumbuh tunas maupun kalus, tetapi terkontaminasi oleh jamur yang ditandakan
dengan adanya spora berwarna putih pada eksplannya dengan persentase kontaminasi 70 %. Medianya
berwarna putih pekat, dan terkontaminasi oleh jamur dengan kontaminasi persentase 70 %. Pada
pengamatan keenam, eksplan pada botol kultur 1 belum tumbuh kalus ataupun tunas, tetapi telah
terkontaminasi browning, dan medianya berwarna kuning bening dan berlendir yang menandakan
terkontaminasi oleh bakteri. Eksplan pada botol kultur 2 dan botol kultur 3 tidak diamati. Dilihat dari
persentase kontaminasi yang sudah melebihi 75 %, mengindikasikan bahwa eksplan atau botol kultur
tersebut harus dieliminasi dan dikeluarkan dari ruang inkubasi kultur, karena akan berpengaruh
terhadap eksplan lainnya yang belum terkontaminasi oleh jamur ataupun bakteri. Pada pengamatan
ketujuh atau terakhir, eksplan pada botol kultur 1 masih belum tumbuh kalus ataupun tunas. Wiendi

et all

(1991), menyatakan bahwa pada beberapa tanaman membutuhkan waktu yang lama untuk
beregenerasi. tetapi telah terkontaminasi browning, dan medianya berwarna kuning bening dan
berlendir yang menandakan terkontaminasi oleh bakteri. Dari ketiga eksplan yang ditanam semuanya
mengalami

browning

. Menurut George dan Sherrington (1984), menyatakan bahwa beberapa macam tanaman khususnya
tanaman tropika mempunyai kandungan senyawa fenol yang tinggi yang teroksidasi ketika sel dilukai
atau terjadi senesens. Akibatnya jaringan

yang diisolasi menjadi coklat atau kehitaman dan gagal tumbuh. Menurut Lerch (1981), pencoklatan
jaringan terjadi karena aktivitas enzim oksidase yang mengandung tembaga seperti polifenol oksidase
dan tirosinase yang dilepaskan atau disintesis dan tersedia pada kondisi oksidatif ketika jaringan dilukai.
Tabiyeh

et all

. (2006) mengemukakan bahwa pencoklatan dalam kultur jaringan disebabkan karena meningkatnya
produksi senyawa fenolat yang diikuti oksidasi oleh aktivitas enzim oksidase (PPO) dan polimerasinya.
Fenilalanin amonia liase (PAL) adalah salah satu enzim dalam fenilpropanoid yang sangat berpengaruh
terhadap terjadinya pencoklatan. Salah satu penyebab utama pencoklatan dalam kultur in vitro adalah
luka karena pemotongan pada jaringan. Luka tersebut memacu stres dan menyebabkan peningkatan
aktivitas PAL yang diikuti oleh produksi fenilpropanoid dan menyebabkan pencoklatan.

Berdasarkan hasil praktikum kultur pucuk tanaman Jati Kebon yang telah dilaksanakan menunjukkan
adanya kontaminasi jamur dan bakteri yang terjadi pada kultur Jati Kebon. Kemungkinan kontaminasi
dapat terjadi karena proses sterilisasi alat dan media yang kurang baik, kondisi ruangan yang kurang
aseptik, para pekerja yang kebersihan badannya kurang terjaga, kondisi ruang inkubasi yang tidak
memadai, seperti kotor dan banyak dilalui orang lain, plastik penutup botol kultur yang terbuka
sehingga mikroba dapat masuk ke dalam botol kultur dan faktor-faktor pendukung lainnya. Salah satu
faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi pada setiap
kegiatan kultur eksplan. Menurut Unram (2009), menyatakan bahwa kontaminasi dapat berasal dari
beberapa hal, diantaranya: (1) eksplan, baik eksternal maupun

internal; (2) organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut; (3) botol kultur atau alat-alat
tanam yang kurang steril; (4) lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara); dan (5)
kecerobohan dalam pelaksanaan. IV.

PENUTUP A.

Kesimpulan

Pada saat penanaman kondisi lingkungan kerja atau ruang dan alat-alat penabur harus dalam keadaan
steril karena untuk menunjang keberhasilan dari suatu kegiatan kultur jaringan. Hasil pengamatan
didapat eksplan embrio cukup cepat berkembang diabanding eksplan lain. Itu terlihat pada saat
pengamatan ke-2. Saat pengamatan ke-4 eksplan biji terlihat ada perbedaan pada medianya. Dugaan
awal seperti terkontaminasi tetapi belum jelas penyebabnya karena belum terlihat jelas. Eksplan
endosperm tidak mengalami pertumbuhan

AFTAR PUSTAKA

George, E.F. and P.D. Sherrington 1984.

Plant Propagation by Tissue Culture

. Hand Book and Directory of Comercial Laboratories. Eastern Press, Reading, Berks. England. Hal.: 9.
Gunawan, L. W. 1995.

Teknik Kultur In vitro dalam Holtikultura.

Penebar Swadaya, Jakarta. Gunawan, L.W. 1988.

Teknik Kultur Jaringan

. Bogor : Laboratorium Kultur Jaringan, PAU Bioteknologi, IPB. Hendaryono, Daisy P. Sriyanti dan Ari
Wijayani. 1994.

Teknik Kultur Jaringan

. Kanisius, Yogyakarta. Lerch K. 1981.


Tyrosinase Kinetics: A Semi-Quantitative Model of The Mechanism of Oxidation of Monohydric and
Dihydric Phenolic Substrates

. In Sigel, H. (Ed.). Metal Ions in Biology System. 13 Marcel Dekker Inc., New York, Basel. Hal.: 143.
Unram. 2009.

Penggunaan Laminar Air Flow Cabinet

. (On line). http://e-learning.unram.ac.id. Diakses tanggal 20 Mei 2009. Rahardja, P. C. 1995.

Kultur Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern

. Penebar Swadaya, Jakarta.

Susilowati, Ari dan L. Shanti. 2001.

Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In Vitro di Sub-Lab.

Biologi MIPA Pusat UNS. Vol. 2 No. 1 : 110

114. Tabiyeh, D.T., F. Bernard, and H. Shacker. 2006.

Investigation of Glutathione, Salicylic Acid and GA3 Effects on Browning in Pistacia vera Shoot Tips
Culture

. ISHS Acta Horticulture. Hal.: 726. Wiendi NMA, GA Wattimena, LW Gunawan. 1991.

Bioteknologi Tanaman

. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB. Kultur jaringan adalah salah satu cara
perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan
tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman
dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan
bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Metode
kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk
tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya,
dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang
luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan
dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan
perbanyakan konvensional. Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan
teknik kultur jaringan adalah:
a) Pembuatan Media 
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media
yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang
digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga
bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari
kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau
botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf.

b) Inisiasi 
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
c) Sterilisasi 
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang
steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan
terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
d) Multiplikasi 
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada
media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
e) Pengakaran 
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik.
Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta
untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi
akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk
(disebabkan bakteri).
f) Aklimatisasi 
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik ke bedeng.
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena
bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup
dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan
bibit generatif (Eshaflora, 2010). Latar Belakang

Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman, seperti jaringan,
organ, ataupun embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian-bagian
tanaman tersebut mampu beregenerasi dan berdiferensisi menjadi tanaman  lengkap. Jaringan
yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan tanaman  adalah kalus, sel, dan protoplas;
sedangkan organ tanamannya meliputi pucuk, bunga, daun dan akar.
Teknik kultur jaringan tanaman memiliki prospek yang lebih baik daripada metode
perbanyakan tanaman secara vegetative konvebsional dikarenakan keuntungan-keutungan
berikut ini. Pertama, jutaan klon dapat dihasilkan dalam waktu setahun hanya dari sejumlah kecil
material awal. Dengan metode vegetative konvensional diutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
menghasilkan tanaman dalam jumlah yang sama dan jumlah bahan awal yang diperlukan pun
lebih besar. Kedua, teknik kultur jaringan menawarkan suatu alternative bagi spesies-spesies
yang resisten terhadap sistem perbanyakan vegetative konvensional dengan melakukan
manipulasi terhadap factor-faktor lingkungan , termasuk penggunaan zat pengatur tumbuh.
Ketiga, kemungkinan untuk mempercepat pertukaran bahan tanaman di tingkat internasional.
Apabila ditangani secara hati-hati, status aseptik dari bahan tanaman mengurangi kemungkinan
bagi introduksi ataupun penyebaran penyakit tanaman. Keempat, teknik kultur jaringan tidak
tergantung pada musim.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu diadakan praktikum kultur jaringan mulai dari
sterilisasi alat sampai dengan penanaman. Hal ini dimaksudkan agar segala hal yang diketahui
tentang kultur jaringan bukan hanya sekedar mengetahui tentang adanya kultur jaringan, tetapi
dapat membuat bibit tanaman melalui kultur jaringan. Agar semua yang diketahui tentang kultur
jaringan bukan sekedar teori, tetapi dapat diaplikasikan dalam praktikum untuk dijadikan
pengabdian kepada masyarakat.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum ini agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan media itu
sendiri dan cara mengkultur tanaman dengan baik agar menghasilkan tanaman mini yang
sempurna.
Kegunaan dari praktikum pembuatan media kultur jaringan yaitu mengetahui tata cara
penyediaan bahan  tanaman untuk kultur jaringan serta mengetahui tata cara sterilisasi, serta
pembuatan media yang benar.
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan
adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies,
dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber
eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau
greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari
sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro (Andini,2001).
            Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan yaitu
sebagai berikut yang dimulai dari Pembuatan media, Inisiasi,
Sterilisasi,Multiplikasi,Pengakaran,Aklimatisasi. Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu
tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan
diperbanyak (Harianto,2009).
            Keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan antara lain ditentukan oleh pengunaan
komposisi media yang sesuai. Sejumlah laporan telah menunjukkan bahwa setiap genotip
(varietas) membutuhkan komposisi media tertentu guna mendukung pertumbuhan eksplan yang
optimal (Takumi dan Shimada, 1997; Iser et al., 1999; Basri, 2003). Selanjutnya, yang perlu
diperhatikan adalah komposisi media yaitu kebutuhan zat pengatur tumbuh khususnya kombinasi
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Terdapat dua kelompok zat pengatur
tumbuh yang sering digunakan yaitu kelompok auksin seperti Indoleacetic acid (IAA) dan
naphthaleneacetic acid (NAA) sedangkan kelompok sitokinin misalnya kinetin dan benzylamino
purine (BAP). Penggunaan auksin (IAA dan NAA) dan sitokinin (BAP dan kinetin) pada
konsentrasi yang tepat dapat memacu pertumbuhan eksplan, terutama pembentukan daun, tunas
dan ruas (Gunawan, 1988; Wardiyati, 1998; Cameiroet al., 1999).

Surachman , dedi, 2011, Tehnik Pemanfaatan Air kelapa untuk perbanyakan Nilam secara In
vitro , Buletin tehnik Pertanian , vol 16 No 1
Indrianto,Yuni.2002.Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta: Gramedia

1.1.Latar Belakang              
Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya
dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan
berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti
induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem. Jaringan meristemadalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu
membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan
jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti
daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang
kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik
kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih
terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam baha asing disebut sebagai tissue culture.
Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang
sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu
membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan
jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman
yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang
cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan
mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium
diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan
teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang
dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan
oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan
totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila
diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi.
Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus,
penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk
kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian
tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar,
ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai
eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.

Anda mungkin juga menyukai