Anda di halaman 1dari 11

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Bioteknologi
Dosen Pengampu: Atika Okta Melisa S.Si., M.Sc.

Disusun oleh:
Siti Lukluatul Jannah (1910810014)
Lutfita Aisyatul W. (1910810019)
Atina Mumtaza (1910810024)
Ananda Farihatun N. (1910810026)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2022
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

A. Pengertian Kultur Jaringan Tumbuhan


Kultur jaringan tumbuhan adalah suatu teknik untuk menumbuhkan sel,
jaringan ataupun irisan organ tumbuhan di laboratorium pada suatu media buatan
yang mengandung nutrisi yang aseptik (steril) untuk menjadi tumbuhan secara utuh.
Kondisi steril merupakan suatu syarat mutlak keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan,
sehingga kondisi ini harus tetap dijaga selama proses kultur berlangsung. Walaupun
hanya satu spora jamur atau hanya satu sel bakteri yang masuk ke media kultur, maka
pekerjaan kultur akan gagal dan tidak akan dihasilkan tumbuhan baru.
Kultur jaringan secara umum dapat dikatakan sebagai teknik menumbuhkan
bagian-bagian tumbuhan seperti protoplas, sel, jaringan ataupun organ dalam suatu
medium yang sesuai dibawah kondisi aseptis. Bagian-bagian tanaman tersebut
umumnya ditumbuhkan dalam suatu medium yang ditempatkan pada sebuah wadah
gelas, sehingga teknik kultur jaringan sering juga disebut teknik kultur in-vitro atau
kultur dalam tabung gelas. Bahan tanaman yang dikulkturkan tidak selalu jaringan,
namun karena istilah sudah populer sejak awalnya maka di dalam penulisan
selanjutnya digunakan istilah teknik kultur jaringan untuk semua kegiatan yang
memanfaatkan teknik tersebut.
Kultur jaringan tumbuhan didasari oleh teori totipotensi sel (cellular
totipotency) yang menyebutkan bahwa setiap sel tumbuhan memiliki kapasitas untuk
beregenerasi membentuk tumbuhan secara utuh. Tumbuhan baru yang diperoleh
dengan cara ini bersifat identik dengan induknya, dan disebut plantlet. Jumlah
tumbuhan baru yang dihasilkan tidak hanya satu, tapi bisa puluhan hingga ratusan
(dari satu bahan tanam atau eksplan) sehingga teknik kultur jaringan digunakan
sebagai metode perbanyakan tumbuhan.
Metode perbanyakan tumbuhan yang dilakukan dengan teknik kultur jaringan
tergolong perbanyakan vegetatif, artinya tidak melibatkan adanya fertilisasi antara sel
telur dan sel kelamin jantan seperti halnya pembentukan biji pada tumbuhan, itu
sebabnya plantlet yang dihasilkan identik dengan induknya. Perbanyakan tumbuhan
dengan teknik kultur jaringan disebut juga mikropropagasi atau perbanyakan mikro.
Kata ‘mikro’ mengacu pada bahan tanam awal yang digunakan yaitu eksplan yang
berukuran kecil (micro=kecil), bahkan dapat mencapai ≤ 1 mm pada kultur meristem.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan meliputi: teknik mengisolasi bagian-bagian
tanaman seperti protoplas, sel, serbuk sari, ovul, jaringan-jaringan ataupun organ yang
kemudian menumbuhkannya secara terpisah dalam medium yang cocok. Bagian -
bagian tanaman tersebut selanjutnya diinduksi untuk membentuk suatu struktur
sesuai tujuan, dan akhirnya diregenerasikan menjadi suatu tanaman yang lengkap siap
dipindahkan ke lapangan. Untuk keberhasilan teknik ini penanganan bahan tanaman
harus dalam kondisi aseptis dan dalam lingkungan yang terkendali. Lingkungan
terkendali disini dimaksudkan terutama untuk lingkungan cahaya, pH, kelembaban dan
suhu di dalam laboratorium.
Dibandingkan dengan perbanyakan vegetatif konvensional seperti dengan stek,
cangkok, ‘budding’, ‘layerage’, dan sebagainya, mikropropagasi memiliki kelebihan dan
kekurangan yaitu mikropropagasi memiliki keunggulan dari segi bahan tanam awal
yang sangat kecil namun menghasilkan anakan yang jauh lebih banyak. Dibandingkan
dengan perbanyakan vegetatif konvensional, perbanyakan dengan mikropropagasi
akan jauh menjadi lebih efisien untuk tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi,
karena biaya ‘establishment’ yang mahal akan tertutupi oleh harga jual tumbuhan yang
tinggi.
B. TUJUAN DAN PRINSIP KULTUR JARINGAN
Tujuan dari kultur jaringan adalah sebagai berikut :
1. Kultur jaringan dapat memperbanyak tanaman dengan sifat seperti induknya,
pembiakan ini termasuk pembiakan secara vegetatif, yaitu individu yang baru
terbentuk mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
2. Perbanyakan tanaman dengan teknik ini membuat tanaman bebas dari penyakit
karena dilakukan secara aseptik.
3. Penggunaan metode kultur jaringan ini sangat ekonomis dan komersil karena
bahan tanaman awal yang diperlukan hanya sedikit atau satu bagian kecil yang
menghasilkan turunan dalam jumlah besar, sehingga penyediaan bibit dalam
jumlah besar tidak memerlukan banyak tanaman induk (Lestari, 2019).
Kultur jaringan dimanfaatkan untuk beberapa tujuan, diantaranya :
1. Rekayasa genetika
Rekayasa genetika membutuhkan teknik kultur jaringan dalam kondisi transfer gen
yang dilakukan secara in vitro. Jadi, teknologi menghasilkan tanaman transgenik secara
in vitro mutlak membutuhkan kultur jaringan. Menumbuhkan target transformasi
berupa “kalus”, “protocorm like bodies” maupun “tunas in vitro” untuk menjadi
kandidat transgenik, membutuhkan keahlian kultur jaringan.
2. Memperbanyak GM (Genetically Modified) Plants atau yang dikenal sebagai
tanmaan transgenik
Tanaman transgenik memiliki karakteristik agronomi yang spesifik sesuai dengan
gene of interest yang disisipkan. Perbanyakan tanaman ini harus dilakukan secara
vegetatif agar anakan yang dihasilkan secara identik dengan induknya. Perbanyakan
tanman melalui kultur jaringan akan mempercepatproses perbanyakan untuk
dihasilkannya anakan yang seragam dan identik secara genetik dengan induknya.
3. Perbanyakan tanaman hibrid yang memiliki sifat-sifat unggul
Tanaman hibrid merupakan hasil persilangan antara dua tanaman yang masing-
masing membawa karakter spesifik, sehingga karakter yang dimilikinya merupakan
perpaduan atau kombinasi yang berasal dari dua tetua. Tanaman hibrid harus
diperbanyak secara vegetatif untuk mempertahankan sifat unggul yang dimilikinya.
Kultur jaringan merupakan metode perbanyakan vegetatif sehingga sangat cepat
digunakan untuk perbanyakan tanaman hibrid.
4. Memperbanyak tanaman yang tidak memiliki biji
Tanaman tanpa biji seperti pisang harus diperbanyak secara vegetatif. Secara
vegetatif konvensional pisang diperbanyak dengan cara menanam anakan atau mata
bonggolnya. Penanaman pisang dengan menggunakan kultur jaringan biasanya
dilakukan oleh pelaku agribisnis untuk komoditi pisang secara komersil. Penggunaan
kultur jaringan pada pisang, memberikan dampak positif seperti diperoleh bibit dalam
jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat serta bibit yang seragam dan sehat.
5. Mempermudah pengiriman tanman dalam container steril
Pengiriman tanman jarak jauh dapat dipermudah jika tanaman yang dikirim
tersebut berukuran relatif kecil serta bebas patogen. Bebas patogen diperlukan untuk
mengatasi masalah karantina yang biasanya diisyaratkanoleh negara tujuan. Ukuran
tanaman yang relatif kecil serta kondisi steril hanya dimungkinkan jika tanaman
tersebut dihasilkan melalui kultur jaringan.
6. Memperbanyak tanaman yang bijinya sulit berkecambah
Tanaman anggrek dan Nepenthes adalah jenis tanaman yang memiliki biji yang
sulit berkecambah pada kondisi normal pada media tanah sebagaimana umumnya
jenis tanman angiospermae (tumbuhan berbiji) lainnya. Jenis tanaman ini memiliki biji
sangat kecil, tanpa cadangan makanan (atau kalaupun ada, sangat sedikit), sehingga
biji tersebut membutuhkan cadangan makanan dari luar (eksternal) untuk
berkecambah. Pada penanaman secara in vitro di laboratorium, biji-biji jenis tanaman
ini ditanam pada media steril yang mengandung nutrisi dan sukrosa, yang digunakan
oleh embrio biji untuk tumbuh dan berkecambah. Selain tidak tersedianya cadangan
makanan eksternal, penanaman secara normal pada media tanah dapat menyebabkan
biji-biji anggrek yang sangat kecil tersebut dimakan serangga seperti semut atau
hanyut oleh siraman air.
7. Menghasilkan tanaman bebas virus dari kultur meristem
Meristem adalah bagian tanaman yang sel-selnya bersifat meristematik (aktif
membelah). Meristem terletak di ujung tunas (apikal maupun aksilar) dan ujung akar.
Jaringan pembuluh (xylem dan phloem) belum berkembang pada meristem dan virus
umumnya ada pada jaringan pembuluh, sehingga meristem menjadi bebas virus.
Kultur meristem yang menghasilkan tanaman bebas virus pertama diperkenalkan oleh
George Morrell pada tahun 1960 an. Morrell kala itu mendapatkan anakan yang bebas
virus dari kultur anggrek Cymbidium yang terserang virus. Hingga kini kultur meristem
banyak dipergunakan untuk perbanyakan tanaman secara komersial.
8. Fusi protoplas
Tujuan dari fusi protoplas adalah untuk menyilangkan (crossing) tanaman yang
dilakukan secara in vitro. Yang pertama dilakukan adalah membuat kultur sel (dari
organ dengan sel-sel somatik) dari 7 Kultur Jaringan Tanaman tanaman yang akan
disilangkan tersebut. Selanjutnya dilakukan isolasi protoplas yaitu dengan jalan
mendegradasi dinding sel dengan enzim selulase dan pektinase sehingga yang tersisa
hanya protoplasmanya (sel tanpa dinding sel). Kemudian dilakukan kultur protoplas
dan selanjutnya dilakukan fusi (peleburan) antara dua tipe protoplas tersebut secara in
vintro. Hasil peleburan tersebut kemudian ditumbuhkan untuk jadi tanaman. Tanaman
hasil perbanyakan melalui fusi protoplas ini akan membawa sifatsifat yang diturunkan
dari dua tanaman yang berbeda.
9. Embryo Rescue
Beberapa spesies tanaman embrionya tidak berkembang setelah terjadinya
fertilisasi. Untuk kasus seperti ini maka dilakukan kultur embrio. Penyelamatan embrio
melalui kultur embrio ini disebut embryo rescue. Misalnya para breeder (pemulia
tanaman) jeruk keprok di Balai Penelitian Hortikultura di Indonesia melakukan kultur
embrio setelah melakukan persilangan jeruk secara konvensional. Hal ini disebabkan
oleh gugurnya bunga setelah fertilisasi terjadi sehingga para pemulia jeruk melakukan
kultur embrio setelah melakukan persilangan buatan.
10. Menghasilkan tanaman double haploid melalui kultur mikrospora
Dihasilkannya tanaman double haploid yang homozigot melalui kultur mikrospora
atau kultur anther memiliki arti yang sangat penting bagi bidang pemuliaan tanaman
karena cara ini dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan pemulia tanaman secara
konvensional (Dwiyani, 2015).
Prinsip Kultur Jaringan :
Prinsip utama kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan
menggunkan bagian vegetatif tanaman menggunkan media buatan yang dilakukan di
tempat steril (Distan, 2015).
Prinsip kultur jaringan terdapat pada teori sel yang dikemukakan oleh dua orang
ahli Biologi dari Jerman, M.J. Schleiden dan T. Schwann. Secara implisit teori tersebut
menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat autonom dan mempunyai totipotensi. Sel
bersifat autonom artinya dapat mengatur rumah tangganya sendiri, disini yang
dimaksud adalah dapat melakukan metabolisme, tumbuh dan berkembang secara
independen, jika diisolasi dari jaringan induknya. Totipotensi diartikan sebagai
kemampuan total dari suatu sel untuk dapat meregenerasikan dirinya menjadi individu
atau tanaman utuh jika ditempatkan pada media dan kondisi yang tepat. Hal ini
dikarenakan sel tersebut memiliki materi atau substansi genetik (DNA). (Adinda,2017)
Kemampuan totipotensi ini belum sepenuhnya berlangsung sukses pada hewan
dan manusia. Sampai saat ini pada hewan keberhasilan baru pada tahhap ploripotensi,
walaupun kita ketahui bersama bahwa “Dolly and Dolly” hasil kloning berhasil sukses
diciptakan namun ada beberapa hal yang perlu dicatat dari eksperimen tersebut,
bahwa sel yang digunkan sebagai sumber eksplan untuk menciptakan Dolly adalah
bersumber dari sel-sel germinal. (Adinda, 2017)
C. TEKNIK KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
1. Kultur Meristem
Ujung tunas dari tunas apikal atau lateral seringkali disebut sebagai meristem.
Meristem adalah apikal dome dengan primordia daun terkecil, berdiameter kurang
dari 2mm. Meristem apikal tunas yaitu bagian distal primordial daun termuda,
berdiameter kurang lebih 100 μm dengan panjang 250 μm. Morel dan Martin
merupakan peneliti pertama yang mengisolasi meristem apikal dahlia yang terserang
virus secara in vitro dan berhasil mendapatkan tanaman bebas virus pada tahun 1952.

Gambar 1. Kultur Meristem


Menurut Retno (2017), beberapa hal yang menyebabkan meristem terbebas dari invasi
virus adalah:
a. Pada meristem tidak terdapatsistem vaskular yang merupakan lintasan penyebaran
virus ke bagian tanaman yang lain.
b. Ujung meristem yang selalu aktif tumbuh menghambat pergerakan virus dari sel ke
sel melalui plasmodesmata.
c. Aktivitas metabolik tinggi pada sel-sel meristem yang aktif membelah tidak
memungkinkan replikasi virus.
d. Jika di tubuh tanaman ada sistem yang menonaktifkan virus, maka meristem
memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada di bagian lain. Dengan demikian,
meristem terlindungi dari infeksi.
e. Auksin endigen yang tinggi di pucuk apeks mengakibatkan aktivitas pembelahan
yang tinggi pula sehingga dapat meghambat multiplikasi virus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi virus melalui kultur meristem,
diantaranya:
a) Medium Kultur
Mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan eksplan. Faktor
utama yang menentukan keberhasilan media kultur meristem yaitu terdapat
konsentrasi ion K+ dan NH4+ yang tinggi.
b) Kondisi Lingkungan Pemeliharaan
Pada umumnya, kultur meristem yang ditempatkan pada inkubasi dengan kondisi
terang lebih baik daripada di inkubasi pada kondise gelap. Biasanya, intensitas cahaya
berkisar dari 100-4000 lux. Kultur meristem umumnya diinkubasi pada suhu ruang
dengan kisaran 25-2°C.
c) Kondisi Fisiologis Eksplan
Pengambilan tunas untuk kultur meristem sebaiknya diperoleh dari tunas yang
tumbuh aktif, yaitu dari tunas terminal yang dari beberapa kasus terbukti lebih baik
daripada tunas lateral.
2. Kultur Kalus
Kultur kalus merupakan kultur yang diambil pada bagian eksplan yang sudah
membentuk kalus. Kalus merupakan jaringan amorf yang terdiri dari sekumpulan
massa sel parenkim berdinding tipis yang aktif membelah (Retno 2017). Berbagaii
organ tumbuhan yang dapat diinduksi dengan teknik kalus misalnya batang, petiol,
kotiledon, daun, akar, hipokotil dan lain-lain.
Gambar 2. Kultur Kalus
3. Kultur Suspensi Sel
Kultur suspensi sel adalah suatu sistem untuk mempelajari metabolisme sel,
pengaruh berbagai persenyawaan pada sel dan diferensiasi sel. Kalus yang fariabel dan
lunak ketika ditransfer dalam medium cair dan diinkubasi dengan penggojokan, setelah
2-3 minggu sel-sel akan terpisah dari kalus kemudian mulai membelah, terdispersi di
dalam medium cair membentuk suspensi sel yang aktif tumbuh. Komposisi medium
cair yang digunakan sama dengan medium untuk induksi kalus, hanya saja pada kultur
suspensi sel tidak menggunakan agar. Keuntungan dari medium cair yang diinkubasi
dengan penggojokan pada kultur suspensi sel diantaranya:
a. Tidak terjadi gradien terhadap nutrisi dan gas
b. Semua permukaan sel dapat kontak dengan medium
c. Aerasi yang lebih baik
d. Tidak terjadi akumulasi senyawa toksik
4. Kultur Protoplas
Salah satu karakteristik pada sel tumbuhan yaitu terdapat dinding sel yang tebal
dan kaku yang mengelilingi serta melindungi membran plasma dan bagian dalam sel.
Protoplasma merupakan sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya sebagaii
pembatas antara faktor lingkungan dengan bagian dalam sel. Kultur protoplsa
merupakan langkah lanjutan dari kultur suspensi sel, dimana dinding sel dari sel-sel
yang disuspensikan dihilangkan dengan enzim untuk mencerna selulosa sehingga
didapatkan protoplasma. Dengan penghilangan dinding sel, materi asing dapat
dimasukkan, termasuk materi genetik dasar DNA dan RNA (Hana,2019).
5. Kultur Anther dan Pollen
Kultur anther dan pollen berhasil dilakukan pada berbagai spesies pada produksi
kalus dan embrio. Anther diambil dari bungan yang masih kuncup. Pada produksi
embrio haploid, embrio hanya memiliki 1 set dari pasangan kromosom normal yang
dihasilkan dari jaringan gametofit pada anther. Dengan memberikan bahan kimia
seperti kolkisin, maka jumlah kromosom dapat digandakan kembali dan tanaman yang
dihasilkan akan memiliki pasangan kromosom identik, homozigot.
6. Kultur Endosperm
Kultur endosperm merupakan cara untuk mendapatkan tanaman triploid.
Berdasaekan teori pewarisan sifat bahwa jaringan endosperm bersifat triploid yaitu
gabungan antara satu sperma dengan dua inti polar (Sunyoto, dkk. 2010). Pada kultur
endosperm, yang pertama dilakukan yaitu menginduksi endosperm agar terbentuk
kalus, kemudian diusahakan agar terjadi diferensiasi yaitu memacu terjadinya tunas
dan akar.
7. Kultur Embrio
Menurut Rossa (2017), kultur embrio adalah isolasi steril dari embrio muda
(immature embryo) atau embrio dewasa (mature embryo) secara in vitro dengan
tujuan untuk memperoleh tanaman yang variabel. Salah satu manfaat dari kultur
embrio adalah penyelamatan embrio F1 hasil dari persilangan inter spesies yang
diharapkan dapat menghasilkan tanaman amphidiploid normal dan fertil. Tanaman
hasil dari persilangan ini dapat diseleksi dan diuji sesuai sifat yang dibutuhkan.
Manfaat lain dari kultur embrio yaitu untuk menguji viabilitas benih untuk mengatasi
hambatan dalam perkecambahan benih dan memperpendek siklus pemuliaan
tanaman dengan dormansi biji yang lama.

REFERENSI
Adinda, Asri Larasati 2017, Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian Universitas Hadanuddin,
press : Makassar Hal. 3-4
Basri, Arie Hapsani Hasan. 2016. Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan Dalam
Perbanyakan Tanaman Bebas Virus. Dalam jurnal Agrica Ekstensia. Vol. 10 No.
1 hlm: 64-73.
Dinas Pertanian (2015), Kultur Jaringan pada Tumbuhan, diakses di
https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/kultur-jaringan-pada-
tumbuhan-49#:~:text=Prinsip%20utama%20dari%20teknik%20kultur,yang
%20dilakukan%20di%20tempat%20steril. Pada tanggal 27 Maret 2022 pukul
10:45 WIB.
Dwiyani, Rindang (2015), Kultur Jaringan Tanaman, Pelawa Sari : Bali.
Henuhili, Victoria (2013), Kultur Jaringan Tanaman, diakses di
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/ir-victoria-henuhili-misi/
kultur-jaringan-tanaman.pdf pada tanggal 24 Maret 2022 pukul 13.22
WIBPrasetyorini. 2019. Kultur Jaringan. Bogor: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Pakuan.
Lestari, Hana (2019), Kultur Jaringan, Pustekkom Kemdikbud, diakses di
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Biologi%20Kultur
%20Jaringan-BB/Topik-1.html pada tanggal 27 Maret 2022 pukul 10:00 WIB.
Lestari, Hana (2019), Teknik Kultur Jaringan. Pustekkom Kemdikbud, diakses di
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FielUpload/Biologi%20Kultur
%20Jaringan-BB/Topik-3.html pada tanggal 27 Maret 2022 pukul 10.30 WIB.
Maryati, Dewi A (2020), Kultur Meristem dan Kultur Pucuk, diakses di
https://www.slideshare.net/DewiAyuMaryati/kultur-meristem-dan-kultur-
pucuk-kultur-jaringan-tumbuhan-226883119 pada tanggal 27 Maret 2022 pukul
10.00 WIB.
Mastuti, Retno (2017), Dasar-Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang: UB Press.
Sunyoto, dkk (2010), Formula Media Kultur Endosperm Jeruk Hasil Persilangan
Antarklon Siem dengan Keprok dan Jeruk Besar. J. Hort. Vol. 20 no. 4. Hal 332.
Yunita, Rossa dan Endang G.L (2017), Kultur Embrio Tanaman Kendelai Varietas Dering.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Hal 81.

Anda mungkin juga menyukai