Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefcel
cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok
sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai
sifat seperti induknya (Suryowinoto, 1991 dalam Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Manfaat perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk perbanyakan
vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi tetapi pasokannya rendah, karena laju
perbanyakan secara konvensional dianggap lambat. Di samping itu, perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman
introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu
diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2003,
hlm. 9).
Perbanyakan bibit secara cepat adalah salah satu dari penerapan teknik
kultur jaringan yang telah dilakukan terutama untuk beberapa jenis tanaman yang
diperbanyak secara klonal. Tujuan utamanya adalah memproduksi bibit secara
massal dalam waktu singkat. Hal ini terutama dilakukan pada tanaman-tanaman
yang persentase perkecambahan bijinya rendah. Tanaman hibrida yang berasal dari
tetua yang menunjukkan sifat male sterility, hibrida-hibrida yang unik, perbanyakan
pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah dan tanaman yang selalu
diperbanyak secara vegetatif seperti kentang, pisang dan strawberry juga
diperbanyak secara kultur jaringan (Gunawan, 1987 dalam Mattjik, 2005, hlm 17).
Tujuan lain dari kultur jaringan adalah untuk membiakkan bagian tanaman
dalam ukuran yang sekecil-kecilnya sehingga menjadi beratus-ratus ribu tanaman
kecil (klon), dan untuk menghasilkan kalus sebanyak-banyaknya agar dapat
menghasilkan metabolit sekunder, misalnya untuk keperluan obat-obatan.
Prinsip
1
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan
medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro.
Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut
dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari
kultur in vitro ini adalahTotipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian
tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil
ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.
Prasyarat
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung
kehidupan jaringan yang dibiakkan. Hal yang paling esensial adalah wadah
dan media tumbuh yangsteril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan
mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh
menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya.
Media Kultur Jaringan
Faktor penentu di dalam media tumbuh adalah komposisi garam anorganik, zat
pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Komposisi garam anorganik telah
dikembangkan oleh para ahli. Ada yang tinggi konsentrasi garamnya, ada yang
sedang dan ada yang rendah (Gunawan, 1995, hlm. 42). Pada media aseptik yang
mengandung unsur hara makro dan mikro, Fe, vitamin, dan zat pengatur tumbuh
yang diperlukan tanaman, sel atau jaringan tersebut akan membelah dan
membentuk kalus atau organ tanaman secara langsung (tunas atau akar).
Selanjutnya kalus ini akan distimulasi untuk membentuk tanaman sempurna
(Haryanto, 1991 dalam Marlina, 2004).
Metode
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui
pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung
maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang
digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah
jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe
pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun,
ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalahjaringan
parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami
diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan
2
daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi
sebagai tempat cadangan makanan.
Kultur meristem, menggunakan jaringan (akar, batang, daun) yang muda atau
meristematik
Kultur anter, menggunakan kepala sari sebagai eksplan
Kultur embrio, menggunakan embrio. Misalnya pada embrio kelapa kopyor
yang sulit dikembangbiakan secara alamiah
Kultur protoplas, menggunakan sel jaringan hidup sehingga eksplan tanpa
dinding
Kultur kloroplas, menggunakan kloroplas. Kultur ini biasanya untuk
memperbaiki atau membuat varietas baru
Kultur polen, menggunakan serbuk sari sebagai eksplannya.
3
mempengaruhi morfogenesisi kalus menjadi tanaman utuh atau organ-organ saja.
Keseimbangan hormon yang diperlukan merupakan hal penting untuk setiap spesies
dan sering sangat beragam antara kultivar satu dengan yang lain. Bila
keseimbangan auksin/sitokinin dalam medianya tepat, maka kelompok kalus akan
segera terbentuk (Nasir, 2002, hlm. 33). Berdasarkan struktur kimia ada dua
kelompok sitokinin yaitu turunan adenin (BAP, kinetin, zeatin) dan turunan fenilurea
(Thidiazuron/TDZ). BAP dan TDZ mempunyai respon fisiologis yang sama yaitu
berperan dalam regulasi pembelahan sel, deferensiasi pertumbuhan jaringan dan
organ serta biosintesa klorofil (Murthy et al. 1995). Pengaruh penggunaan TDZ
dalam perbanyakan in vitro di antaranya adalah meningkatkan biosintesis atau
akumulasi sitokinin dan auksin endogen, menginduksi embrio somatik tanpa
dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh lainnya, merangsang proliferasi tunas
dan regenerasi organ adventif (Huetteman dan Preece, 1993).
Sitokinin/ BAP
Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktivitas
sitokinin. Didalam senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu ikatan
ganda dalam rantai tersebut, akan meningkatkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini
(Abidin, 1982, hlm.55). Secara umum, konsentrasi sitokinin yang digunakan berkisar
dari 0.1 10 mg/l. Dalam kasus tertentu, konsentrasi kinetin sampai 30 mg/l pernah
digunakan, tetapi jarang terjadi (Gunawan, 1995). Pengaruh sitokinin dalam kultur
jaringan tanaman antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel,
proliferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan akar dan induksi umbi.
Pembelahan mitosis tidak akan terjadi bila tidak ada sitokinin. Sitokinin terutama
berperan di dalam pembentukan benang gelendong pada metafase (Wattimena,
1992 dalam Nasution, 2003).
Menurut Santoso dan Nursandi (2004, hlm. 105), bahwa secara lebih luas peran
sitokinin dapat dijabarkan sebagai berikut:
4
5. Dalam kegiatan kultur jaringan sitokinin telah terbukti dapat menstimulasi
terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, mendorong
proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, mendorong
pembentukan klorofil pada kalus, golongan sitokinin yang sering ditambahkan
dalam medium antara lain adalah: kinetin, zeatin, dan Benzil Amino Purin
(BAP) (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Penggunaan BAP dengan
konsentrasi tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan
regeneran sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk yang
abnormal(Gunawan, 1995 hlm 45).
Auksin/NAA
Istilah auksin pertama kali digunakan untuk menyebut suatu senyawa yang
mungkin dapat menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya ( Salisbury
dan Ross,1992) Indolacetic Acid (IAA) adalah auksin endogen atau auksin yang
terdapat pada tanaman (Wattimena, 1988, hlm. 7). Adapun zat pengatur tumbuh
yang digolongkan sebagai auksin sintetis, yaitu: asam a-naftalenaasetat (NAA),
asam 2,4-diklorophenoksi asetat (2,4-D), asam 2- metil-4-klorophenoksi asetat
(MCPA), asam 2-naftalosiasetat (NoA), asam 4-klorophenoksi asetat (4-CPA), asam
p-klorophenoksi asetat (PCPA), asam 2,4,5-triklorophenoksi asetat (2,4,5-T), asam
3,6-dikloroanisik (dikamba), asam 4-amino-3,5,6-trikoloropikolinik (Santoso dan
Nursandi, 2004, hlm.98).
Pada konsentrasi yang rendah, auksin berpengaruh baik pada proses pemanjangan
sel (Abidin, 1982). Sebaliknya, dalam konsentrasi yang terlalu tinggi auksin justru
dapat menghambat perpanjangan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan auksin
harus sungguh-sungguh memperhatikan dosis yang dianjurkan ( Salisbury dan
Ross, 1992 dan Widarto, 1996).
Eksplan
Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dipisahkan dari
tanaman induk kemudian dikulturkan (Katuuk, 1989). Bagian tanaman yang dapat
dikultur adalah selsel muda (meristematis), dapat berupa sel, jaringan apapun,
organ, buah, biji, serbuk sari, ovum (telur), ovulum (bakal buah), dan lain-lain.
Bahkan sel tunggal yang berasal dari sel somatik dan protoplas juga dapat
dikulturkan (Muslim, 2003, hlm. 348). Dalam pemilihan bagian tanaman, perlu juga
dipertimbangkan tujuan dari kulturnya. Bagian-bagian tertentu akan memberikan
variasi dalam jumlah kromosom maupun variasi dalam beberapa gen. Endosperma
hanya digunakan untuk mendapatkan kultur yang triploid. Selain bagian tanaman,
genotip atau varietas yang digunakan juga ikut menentukan keberhasilan regenerasi
(Gunawan, 1995, hlm. 41). Dalam kultur jaringan, sumber eksplan harus berasal dari
pohon induk terpilih. Hal ini seringkali dapat menjadi kendala dalam proses produksi
bahan pangan melalui kultur jaringan (Priyono, 2000).
5
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik
kultur jaringan adalah:
b. Inisiasi Kultur
c. Sterilisasi
6
atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara
adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus
terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di
dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan
hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat
(Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang
pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin
seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk
tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai
saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar.
Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh
ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap
untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang
dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain
untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas
mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin.
Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau
berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup
panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas
dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara
bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan.
Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan
memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya
memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap
ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada
tahap sebelumnya.
f. Aklimatisasi
7
media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan
terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur
pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil
jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: anakan pisang Abaca,
jantung pisang barangan, anakan pisang barangan, agar sebagai pemadat, sukrosa,
8
NAA, Kinetin, IBA BAP, desinfektan (Sunclin, Dithane, Alkohol 70% dan 95%,
Betadine dan Aquadest steril), alkohol, 96%, HCl pekat, NaOH, aquades, deterjen,
clorox, dan air steril dan bahan lain yang mendukung penelitian ini. Media dasar
yang digunakan adalah media MS (Murashige and Skoog) ditambah dengan
beberapa rasio konsentrasi BAP, NAA dan Kinetin.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas (botol kultur,
gelas ukur, beaker glass, Erlenmeyer, dan petridish), timbangan analitik, pH meter,
autoclave, Laminar Air Flow (LAF), peralatan diseksi (pinset, gunting dan scalpel),
stirrer, lampu spiritus, rak kultur dengan lampu 40 watt dan alat lain yang
mendukung penelitian ini.
Metode Kerja :
Jurnal 1
Jurnal 2
Jurnal 3
Inokulasi eksplan
9
Sebelum penanaman, LAFC disterilkan dengan alkohol
96% dan dilakukan pentinaran lampu UV selama 10 menit.
Kemudian dipotong meristem pucuk dengan scalpel 1 cm,
dan langsung ditanam pada media. Setelah ditanam, botol
kultur ditutup rapat, ditempatkan keruang kultur.
11
rentang 0-1 ppm. Auksin dalam konsentrassi yang tepat sangat
berperan aktif dalam proses diferensiasi sel, namun pada taraf
yang melebihi konsentrasi optimum dapat bersifat racun
(Wareing dan Phillips, 1970 dalam Priyono, 1993).
Persentase hidup
Kontaminasi
12
dapat dihilangkan dengan sterilisasi permukaan
(Widiastoety,2001).
13
Pada percobaan ini tunas juga tidak terbentuk. Radian
(1992) menemukan bahwa sampai 2 minggu setelah subkultur
akar pisang kepok dan pisang candi tidak tumbuh. Menurut
Pierik (1987) saat tumbuhnya akar juga dipengaruhi
pertumbuhan tunas: tunas tumbuh dengan baik memacu
pertumbuhan akar, apabila pertumbuhan tunas terhambat
maka pertumbuhan akar pun terhambat. Terhambatnya
pertumbuhan akar juga disebabkan oleh tingginya konsentrasi
kinetin dalam media.
14
Eksplan dapat menghaslkan akar pada semua media yang
dicobakan. Ada kecenderungan perlakuan tanpa ZPT
memungkinkan persentasi tanaman berakar lebih tinggi dari
perlakuan lainnya. Kandungan hormon internal mungkin sudah
baik untuk menumbuhkan akar eksplan. Penambahan ZPT
justru mengurangi pembentukan akar, terutama penambahan
auksin sintetik NAA. Eksplan yang telah membentuk pucuk juga
akan disusul dengan pembentukan akar, hal ini karena auksin
internal akan diproduksi pada tunas tanaman.
15
MEKANISME KULTUR SEL
Kultur pada hewan yang dapat digunakan adalah dengan kultur sel, jaringan,
dan organ. Kultur sel adalah teknik pemeliharaan sel di dalam kondisi in-vitro.
Seperti halnya pada kultur organ, kultur bakal organ, maupun kultur jaringan, kultur
sel juga mempertahankan karakteristik sel seperti saat sel tersebut berada di dalam
kondisi in-vivo. Sel hewan diisolasi dari organ yang bersangkutan. Selanjutnya, sel
diupayakan untuk terpisah satu dari yang lainnya. Sel hewan dipisahkan secara
mekanis dan secara enzimatis. Sel-sel yang diperoleh sebagian dipelihara di dalam
kultur suspensi, dan sebagian dipelihara di dalam kultur yang melekat. Selanjutnya
kultur tersebut dipelihara di dalam medium yang dilengkapi dengan serum di dalam
suhu yang sesuai dengan asalnya. Untuk sel mamalia suhu pemeliharaan adalah
37C dan untuk sel aves suhu pemeliharaannya adalah 39C.
Ukuran keberhasilan yang dapat digunakan dalam pembuatan kultur ini adalah tidak
adanya kontaminasi pada kultur, kesehatan sel selama dipelihara di dalam kondisi
in-vitro, dan keberhasilan sel memperbanyak diri. Menurut Listyorini (2001), cara
pembuatan kultur sel hewan adalah sebagai berikut.
16
c. Penyiapan secara enzimatis dilakukan dengan memindahkan eksplan ke
dalam labu erlenmeyer dengan adanya larutan tripsin 5% di dalam medium
tanpa serum, mengaduk suspensi di atas magnetic stirrer dengan kecepatan
sedang, setelah didapkan suspensi sel, barulah menambahkan medium yang
mengandung serum kemudian melakukan sentrifuge dengan kecepatan 1500
rpm selama 5 menit. Kemudian membuang supernatan dan mengganti
dengan medium segar yang mengandung serum. Untuk kultur yang melekat
menanam sebagian sel ke dalam cawan atau botol kultur untuk kultur melekat
dan menambahkan medium yang mengandung serum 10% dan memelihara
kultur sel di dalam inkubator CO2 dengan suhu yang sesuai.
17
hewan lebih mahal serta faktor teknis dalam kultur jaringan
hewan lebih sulit.
Meskipun kultur jaringan hewan sangat sulit, namun perlu
dilakukan praktikum secara sederhana untuk lebih memahami
kultur jaringan hewan, yaitu dengan memanfaatkan alat dan
bahan yang tersedia di laboratorium biologi pada umumnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada praktikum kali ini
kami mencoba melakukan kultur jaringan hewan dengan
menggunakan eksplan berupa sel-sel fibroblas dari embrio
ayam (telur yang telah dibuahi) yang berumur 9 hari. Sel-sel
fibroblas dari embrio ayam adalah sel-sel yang bersifat aktif
membelah setiap saat.
Kultur jaringan hewan ini didasarkan atas sifat totipotensi
sel yaitu setiap sel mengandung seluruh informasi genetik dan
mempunyai kemampuan untuk dapat berkembang menjadi
individu yang sama dengan induknya. Saat ini, kultur jaringan
tumbuhan berkembang lebih pesat daripada kultur jaringan
hewan, mengingat kultur jaringan tumbuhan lebih mudah
dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan angka
keberhasilan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena sel-sel
tumbuhan memiliki daya totipotensi yang lebih tinggi daripada
sel hewan. Sel hewan memilki struktur yang lebih komplek
daripada sel tumbuhan baik secara morfologi maupun fisiologis
(aktivitas metabolisme lebih banyak). Peralatan yang
digunakan dalam kultur jaringan hewan lebih mahal serta
faktor teknis dalam kultur jaringan hewan lebih sulit.
Untuk menunjang keberhasilan kultur jaringan hewan,
maka dalam melaksanakan kultur jaringan hewan ini
memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan
jaringan yang dibiakkan. Prasyarat yang paling esensial adalah
wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat
bagi jaringan untuk tumbuh (membelah dan berkembangbiak)
dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan.
Media tumbuh harus mengandung berbagai bahan/ nutrisi yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya
seperti air, vitamin, mineral dan hormon.
18
Media Kultur Jaringan Hewan
19
3. Medium penumbuh (growth medium) yaitu, medium
yang diperkaya dengan nutrien-nutrien untuk
menumbuhkan kultur sel secara cepat, medium ini
ditambahkan serum cukup banyak (10 20 %).
Eksplan Dalam Kultur Jaringan Hewan
20
Berdasarkan tempat yang digunakan untuk kultur sel atau
jaringan hewan terdapat 3 teknik kultur jaringan yaitu :
1. Slide Cultur, yaitu menumbuhkan kultur sel pada gelas
obyek cekung.
2. Flask Cultur, yaitu menumbuhkan kultur sel pada cawan
kultur.
3. Test-tube Cultur, yaitu menumbuhkan kultur sel pada
tabung reaksi, botol terutama untuk jenis sel yang tidak
melekat.
Flask Culture
21
3. Dengan menggunakan spatula, memasukkan sejumlah
eksplan kedalam cawan dan mengatur posisinya.
4. Sesudah plasma mengeras maka eksplan akan terfiksasi
pada posisi masing-masing, kemudian menambahkan
medium ekstra. Untuk thick culture yang ditambahkan
adalah serum dengan konsentrasi dan volume yang sama.
5. Kemudian hasilnya disimpan dalam cawan dan disimpan
dalam inkubator yang mengandung gas CO2 5%.
22
Contoh Langkah Kerja Proses Pembuatan Kultur Jaringan
Hewan dengan Menggunakan Media Alami
23
aseptik
24
13. Menanam suspensi sel dalam cawan kultur, kemudian diinkubasikan di
dalam inkubator dengan suhu 37 C.
14. Mengamati perkembangan sel setiap hari (minimal 3 hari sekali)
dengan menggunakan mikroskop inverted.
25