Anda di halaman 1dari 25

KULTUR JARINGAN

Teknik Kultur Jaringan

Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefcel
cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok
sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai
sifat seperti induknya (Suryowinoto, 1991 dalam Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Manfaat perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk perbanyakan
vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi tetapi pasokannya rendah, karena laju
perbanyakan secara konvensional dianggap lambat. Di samping itu, perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman
introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu
diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2003,
hlm. 9).

Perbanyakan bibit secara cepat adalah salah satu dari penerapan teknik
kultur jaringan yang telah dilakukan terutama untuk beberapa jenis tanaman yang
diperbanyak secara klonal. Tujuan utamanya adalah memproduksi bibit secara
massal dalam waktu singkat. Hal ini terutama dilakukan pada tanaman-tanaman
yang persentase perkecambahan bijinya rendah. Tanaman hibrida yang berasal dari
tetua yang menunjukkan sifat male sterility, hibrida-hibrida yang unik, perbanyakan
pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah dan tanaman yang selalu
diperbanyak secara vegetatif seperti kentang, pisang dan strawberry juga
diperbanyak secara kultur jaringan (Gunawan, 1987 dalam Mattjik, 2005, hlm 17).

Tujuan lain dari kultur jaringan adalah untuk membiakkan bagian tanaman
dalam ukuran yang sekecil-kecilnya sehingga menjadi beratus-ratus ribu tanaman
kecil (klon), dan untuk menghasilkan kalus sebanyak-banyaknya agar dapat
menghasilkan metabolit sekunder, misalnya untuk keperluan obat-obatan.

Perbanyakan secara kultur jaringan dilakukan dengan cara mengisolasi


bagian tanaman seperti organ, jaringan, kumpulan sel, sel tunggal, protoplasma, dan
kemudian menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan aseptik yang
kaya nutrisi dan mengandung zat pengatur tumbuh. Proses ini berlangsung di dalam
wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian-bagain tersebut
memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap (Saptarini,
dkk, 2001, hlm. 23).

Prinsip

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan


secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,

1
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan
medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro.
Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut
dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari
kultur in vitro ini adalahTotipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian
tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil
ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.

Prasyarat
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung
kehidupan jaringan yang dibiakkan. Hal yang paling esensial adalah wadah
dan media tumbuh yangsteril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan
mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh
menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya.
Media Kultur Jaringan
Faktor penentu di dalam media tumbuh adalah komposisi garam anorganik, zat
pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Komposisi garam anorganik telah
dikembangkan oleh para ahli. Ada yang tinggi konsentrasi garamnya, ada yang
sedang dan ada yang rendah (Gunawan, 1995, hlm. 42). Pada media aseptik yang
mengandung unsur hara makro dan mikro, Fe, vitamin, dan zat pengatur tumbuh
yang diperlukan tanaman, sel atau jaringan tersebut akan membelah dan
membentuk kalus atau organ tanaman secara langsung (tunas atau akar).
Selanjutnya kalus ini akan distimulasi untuk membentuk tanaman sempurna
(Haryanto, 1991 dalam Marlina, 2004).

Unsur makro yang dimaksud adalah : C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg dan unsur-unsur


mikro adalah : Zn, Mn, Cn, Bo, Mo, Si, Al, Cl, Co dan Fe. Unsurunsur tersebut
diberikan bukan dalam bentuk unsur murni tetapi dalam bentuk garam. Sebelum
digunakan garam-garam tersebut harus dicampur dengan air suling (akuades)
(Widarto, 1996, hlm. 127).

Metode
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui
pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung
maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang
digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah
jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe
pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun,
ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalahjaringan
parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami
diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan

2
daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi
sebagai tempat cadangan makanan.

Manfaat Kultur Jaringan :

Melestarikan sifat tanaman induk


Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama
Menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat
Dapat menghasilkan tanaman yang bebas virus
Dapat dijadikan sarana untuk melestarikan plasma nutfah
Untuk menciptakan varietas baru melalui rekayasa genetika. Sel yang telah
direkayasa dikembangkan melalui kultur jaringan sehingga menjadi tanaman
baru secara lengkap
Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim.

Kelemahan Kultur Jaringan :

Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi


Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena memerlukan
keahlian khusus
Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa
dalam kondisi lembap dan aseptik.

Macam-Macam Kultur Jaringan :

Kultur meristem, menggunakan jaringan (akar, batang, daun) yang muda atau
meristematik
Kultur anter, menggunakan kepala sari sebagai eksplan
Kultur embrio, menggunakan embrio. Misalnya pada embrio kelapa kopyor
yang sulit dikembangbiakan secara alamiah
Kultur protoplas, menggunakan sel jaringan hidup sehingga eksplan tanpa
dinding
Kultur kloroplas, menggunakan kloroplas. Kultur ini biasanya untuk
memperbaiki atau membuat varietas baru
Kultur polen, menggunakan serbuk sari sebagai eksplannya.

Zat Pengatur Tumbuh


Di dalam tubuh tumbuhan, zat pengatur tumbuh mempunyai peranan dalam
pertumbuhan dan perkembangan demi kelangsungan hidupnya. Zat pengatur
tumbuh pada tanaman (plant regulator), adalah senyawa organik, yang dalam
jumlah sedikit dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1982).

Perkembangan kalus dikendalikan oleh hormon yang ditambahkan ke dalam


media, khususnya auksin dan sitokinin. Perubahan kadar zat pengatur tumbuh dapat

3
mempengaruhi morfogenesisi kalus menjadi tanaman utuh atau organ-organ saja.
Keseimbangan hormon yang diperlukan merupakan hal penting untuk setiap spesies
dan sering sangat beragam antara kultivar satu dengan yang lain. Bila
keseimbangan auksin/sitokinin dalam medianya tepat, maka kelompok kalus akan
segera terbentuk (Nasir, 2002, hlm. 33). Berdasarkan struktur kimia ada dua
kelompok sitokinin yaitu turunan adenin (BAP, kinetin, zeatin) dan turunan fenilurea
(Thidiazuron/TDZ). BAP dan TDZ mempunyai respon fisiologis yang sama yaitu
berperan dalam regulasi pembelahan sel, deferensiasi pertumbuhan jaringan dan
organ serta biosintesa klorofil (Murthy et al. 1995). Pengaruh penggunaan TDZ
dalam perbanyakan in vitro di antaranya adalah meningkatkan biosintesis atau
akumulasi sitokinin dan auksin endogen, menginduksi embrio somatik tanpa
dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh lainnya, merangsang proliferasi tunas
dan regenerasi organ adventif (Huetteman dan Preece, 1993).

Sitokinin/ BAP
Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktivitas
sitokinin. Didalam senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu ikatan
ganda dalam rantai tersebut, akan meningkatkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini
(Abidin, 1982, hlm.55). Secara umum, konsentrasi sitokinin yang digunakan berkisar
dari 0.1 10 mg/l. Dalam kasus tertentu, konsentrasi kinetin sampai 30 mg/l pernah
digunakan, tetapi jarang terjadi (Gunawan, 1995). Pengaruh sitokinin dalam kultur
jaringan tanaman antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel,
proliferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan akar dan induksi umbi.
Pembelahan mitosis tidak akan terjadi bila tidak ada sitokinin. Sitokinin terutama
berperan di dalam pembentukan benang gelendong pada metafase (Wattimena,
1992 dalam Nasution, 2003).

Menurut Santoso dan Nursandi (2004, hlm. 105), bahwa secara lebih luas peran
sitokinin dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Sitokinin berperan dalam memacu pembentangan sel, pembesaran dan


pembelahan sel.
2. Sitokinin berperan dalam penundaan senesens (penuaan), caranya dengan
jalan sitokinin menghambat penguraian protein. Penuaan terjadi karena
penguraian protein menjadi asam amino oleh enzim-enzim protese, RNAse,
DNAse. Artinya di sini penghambatan atau penundaan penuaan terjadi karena
kinerja enzim-enzim di atas dihambat sitokinin sehingga umur protein lebih
panjang.
3. Sitokinin ini berperan mengarahkan transpor zat hara, yaitu memberi signal
ke arah mana zat hara akan dibawa atau ditransport.
4. Peran sitokinin yang lain adalah: mendorong proses morfogenesis,
pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang,
pemecahan dormansi, pembukaan stomata, dan pembungaan.

4
5. Dalam kegiatan kultur jaringan sitokinin telah terbukti dapat menstimulasi
terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, mendorong
proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, mendorong
pembentukan klorofil pada kalus, golongan sitokinin yang sering ditambahkan
dalam medium antara lain adalah: kinetin, zeatin, dan Benzil Amino Purin
(BAP) (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Penggunaan BAP dengan
konsentrasi tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan
regeneran sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk yang
abnormal(Gunawan, 1995 hlm 45).

Auksin/NAA
Istilah auksin pertama kali digunakan untuk menyebut suatu senyawa yang
mungkin dapat menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya ( Salisbury
dan Ross,1992) Indolacetic Acid (IAA) adalah auksin endogen atau auksin yang
terdapat pada tanaman (Wattimena, 1988, hlm. 7). Adapun zat pengatur tumbuh
yang digolongkan sebagai auksin sintetis, yaitu: asam a-naftalenaasetat (NAA),
asam 2,4-diklorophenoksi asetat (2,4-D), asam 2- metil-4-klorophenoksi asetat
(MCPA), asam 2-naftalosiasetat (NoA), asam 4-klorophenoksi asetat (4-CPA), asam
p-klorophenoksi asetat (PCPA), asam 2,4,5-triklorophenoksi asetat (2,4,5-T), asam
3,6-dikloroanisik (dikamba), asam 4-amino-3,5,6-trikoloropikolinik (Santoso dan
Nursandi, 2004, hlm.98).

Pada konsentrasi yang rendah, auksin berpengaruh baik pada proses pemanjangan
sel (Abidin, 1982). Sebaliknya, dalam konsentrasi yang terlalu tinggi auksin justru
dapat menghambat perpanjangan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan auksin
harus sungguh-sungguh memperhatikan dosis yang dianjurkan ( Salisbury dan
Ross, 1992 dan Widarto, 1996).

Eksplan
Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dipisahkan dari
tanaman induk kemudian dikulturkan (Katuuk, 1989). Bagian tanaman yang dapat
dikultur adalah selsel muda (meristematis), dapat berupa sel, jaringan apapun,
organ, buah, biji, serbuk sari, ovum (telur), ovulum (bakal buah), dan lain-lain.
Bahkan sel tunggal yang berasal dari sel somatik dan protoplas juga dapat
dikulturkan (Muslim, 2003, hlm. 348). Dalam pemilihan bagian tanaman, perlu juga
dipertimbangkan tujuan dari kulturnya. Bagian-bagian tertentu akan memberikan
variasi dalam jumlah kromosom maupun variasi dalam beberapa gen. Endosperma
hanya digunakan untuk mendapatkan kultur yang triploid. Selain bagian tanaman,
genotip atau varietas yang digunakan juga ikut menentukan keberhasilan regenerasi
(Gunawan, 1995, hlm. 41). Dalam kultur jaringan, sumber eksplan harus berasal dari
pohon induk terpilih. Hal ini seringkali dapat menjadi kendala dalam proses produksi
bahan pangan melalui kultur jaringan (Priyono, 2000).

5
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik
kultur jaringan adalah:

a. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber


Eksplan

Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya


serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman
indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan
dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse
agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh
baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu
dikulturkan secara in-vitro.

b. Inisiasi Kultur

Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah


pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme
serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini
mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik
berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti
bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap
ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan
dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya
paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap
selanjutnya (Wetherell, 1976).

c. Sterilisasi

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan


harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan
menggunakan alat-alat yang juga sterail. Sterilisasi juga
dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan.
Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

d. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan


tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta
memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-
waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini,
perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang
terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler

6
atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara
adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus
terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di
dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan
hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat
(Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang
pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin
seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).

e. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk
tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai
saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar.
Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh
ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap
untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang
dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain
untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas
mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin.
Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau
berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup
panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas
dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara
bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan.
Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan
memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya
memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap
ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada
tahap sebelumnya.

f. Aklimatisasi

Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan,


tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis
yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara
masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke
lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik,
atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini
disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian
planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-
vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan

7
media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan
terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur
pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil
jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi.

Kultur Jaringan Pisang


Kultur jaringan adalah suatu usaha untuk menumbuhkan sel, jaringan, dan
organ tanaman pada medium buatan secara aseptik dalam lingkungan yang
terkendali. Pengadaan bibit dengan cara ini, sangat sesuai untuk usaha pisang
dalam skala besar (industri). Pada umumnya media yang digunakan dalam kultur
jaringan pisang ini adalah MS (Roedyarto, 1999 dan Gunawan, 1995).

Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan. Anakan yang berdaun pedang


lebih disenangi petani, sebab pohon pisang yang berasal dari anakan demikian akan
menghasilkan tandan yang lebih besar pada panen pertamanya (tanaman induk).
Bonggol atau potongan bonggol juga digunakan sebagai bahan perbanyakan. Tetapi
jantung pisang juga merupakan eksplan yang menguntungkan karena mudah
mendapatkannya dan resiko kontaminasi lebih kecil karena bukan berasal dari tanah
dan tertutup rapat oleh kelopak bunga .Kini telah dikembangkan kultur jaringan untuk
perbanyakan secara cepat, melalui ujung pucuk yang bebas-penyakit. Cara ini telah
dilaksanakan dalam skala komersial, tetapi adanya mutasi yang tidak dikehendaki
menimbulkan kekhawatiran. Dalam perbanyakan bibit pisang secara kultur jaringan,
ada empat tahap yang harus dilalui yaitu, pertama, tahap inisiasi. Pada tahap ini
eksplan membentuk kalus dan bertunas banyak. Kedua, tahap pelipatan tunas
(multiplikasi) yaitu tunas yang sudah terbentuk dipisahkan kemudian ditumbuhkan
dalam medium agar tumbuh tunas baru (perbanyakan sub kultur). Ketiga, tahap
perakaran tunas (regenerasi planlet) dan tahap terakhir yaitu tahap aklimatisasi
lingkungan (Sunarjono, 2002 dalam Wahyudi,2004, hlm. 7).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat :

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: anakan pisang Abaca,
jantung pisang barangan, anakan pisang barangan, agar sebagai pemadat, sukrosa,

8
NAA, Kinetin, IBA BAP, desinfektan (Sunclin, Dithane, Alkohol 70% dan 95%,
Betadine dan Aquadest steril), alkohol, 96%, HCl pekat, NaOH, aquades, deterjen,
clorox, dan air steril dan bahan lain yang mendukung penelitian ini. Media dasar
yang digunakan adalah media MS (Murashige and Skoog) ditambah dengan
beberapa rasio konsentrasi BAP, NAA dan Kinetin.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas (botol kultur,
gelas ukur, beaker glass, Erlenmeyer, dan petridish), timbangan analitik, pH meter,
autoclave, Laminar Air Flow (LAF), peralatan diseksi (pinset, gunting dan scalpel),
stirrer, lampu spiritus, rak kultur dengan lampu 40 watt dan alat lain yang
mendukung penelitian ini.

Metode Kerja :

Jurnal 1

Penelitian terdiri dari 2 tahap yaitu tahap induksi tunas


dan tahap pengakaran tunas mikro. Tahap induksi tunas
disusun secara acak lengkap dengan 5 ulangan dan 4
perlakuan konsentrasi BAP yaitu 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, dan 7
ppm. Secara pararel tahapan yang sama dilakukan dengan
perlakuan Kinetin. Tahap pengakaran tunas mikro disusun
hanya dengan 1 faktor dan 3 ulangan. Dengan menggunakan 4
taraf konsentrasi NAA yaitu 0 ppm, 1 ppm, 1,25 ppm dan 1
ppm. Eksplan yang digunakan berupa tunas abaka dari kultur
steril. Eksplan dikulturkan pada media MS yang diperkaya
dengan zat pengatur tumbuh sesuai perlakuan.

Jurnal 2

Penelitian ini disusun menurut rancangan acak lengkap


(RAL) factorial menggunakan 2 faktor, factor pertama adalah
zat pengatur tumbuh (a) yang terdiri dari 6 taraf konsentrasi.
Factor kedua adalah kultivar pisang (b) yang terdiri dari 3 taraf.

Jurnal 3

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan


acak lengkap(RAL) non faktorial dengan 9 perlakuan komposisi
zat pengatur tumbuh dalam media.

Inokulasi eksplan

9
Sebelum penanaman, LAFC disterilkan dengan alkohol
96% dan dilakukan pentinaran lampu UV selama 10 menit.
Kemudian dipotong meristem pucuk dengan scalpel 1 cm,
dan langsung ditanam pada media. Setelah ditanam, botol
kultur ditutup rapat, ditempatkan keruang kultur.

Pengamatan Variabel Kultur

Eksplan yang diamati adalah eksplan hidup, ekspla mati,


kontaminasi, pembentukan akar, pembentukan tunas dan akar,
dan perkembangan lainnya.

Contoh Kultur Jaringan pada pisang yang telah dilakukan oleh


beberapa ahli:

Kultur Jaringan Pisang Abaca dengan Bantuan Zat


Pengatur Tumbuh BAP, Kinetin dan NAA Pada Media
Propagasi

Seluruh konsentrasi BAP dan Kinetin yang diperlakukan


terhadap eksplan mampu memicu induksi tunas adventif dari
eksplan yang dikulturkan. Eksplan berupa tunas steril Abaca
menunjukkan respon perubahan setelah diinkubasi pada media
kultur in vitro. Pada permulaannya, pangkal eksplan tampak
membesar dan waarna hijau menjadi lebih kuat. Tunas tercepat
muncul pada 8,2 hari setelah kultur. Berdasarkan data
penelitian, konsentrasi BAP 6 ppm cenderung member
pengaruh lebih baik pada tahap induksi tunas. Sedangkan
kinetin 7 ppm memberikan hasil jumlah tunas terbanyak.

Pada tahap pengakaran tunas abaka, eksplan yang


dipergunakan adalah tunas mikro dengan jumlah daun 3 dan
tinggi 3 cm yang berasal dari tahap induksi tunas. Semua
perlakuan yang diberikan mampu memicu pertumbuhan akar
dan seluruh eksplan yang dikulturkan pada tahap ini mampu
membentuk akar. Akar pertama tumbuh pada hari ke-3 setelah
kultur. Rata-rata akar terbentuk pada hari ke-11 setelah kultur.
Eksplan yang dikultur pada media tanpa penambahan NAA
10
paling mudah membentuk akar. Pada kondisi ini akar yang
dihasilkan paling panjang tetapi jumlah akar lebih sedikit.
Perlakuan NAA 1 ppm menghasilkan jumlah akar lebih banyak
tetapi panjang akar lebih pendek dibandingkan dengan
perlakuan 0 ppm. Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan yang
cenderung member hasil lebih baik pada tahap pengakaran
tunas abaka adalah pengkulturan pada media tanpa
penambahan NAA.

Tunas mikro yang dikulturkan pada media yang


diperkaya dengan NAA juga membentuk akar liar. Semakin
tinggi konsentrasi NAA, jumlah akar liar yang terbentuk
semakin banyak karena auksin memacu perkembangan akar
liar (Salisbury dan Ross, 1995).

Dari hasil pengamatan tersebut tampak bahwa penambahan


auksin ke dalam media perakaran, eksplan tunas abaka mampu
menginduksi akar lebih cepat dan menghasilkan akar paling
panjang walaupun jumlah yang dihasilkan lebih sedikit di
banding seluruh perlakuan yang lain. Hal ini diduga karena
eksplan telah mengandung auksin endogen yang mampu
memacu induksi akar. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan,
sel umumnya mengandung auksin cukup atau hamper cukup
untuk memanjang secara normal.

Peningkatan konsentrasi NAA di atas 1 ppm secara


nyata menghambat pertumbuhan akar. Akar terbentuk lebih
lama dengan jumlah cenderung berkurang dan lebih pendek.
Hal ini disebabkan konsentrasi auksin yang tinggi menghambat
pertumbuhan akar (Priyono,2001). NAA 1 ppm menghasilkan
akar dalam jumlah lebih banyak tetapi panjang akar lebih
pendek dibandingkan pada perlakuan tanpa pemberian NAA.
Menurut Delvin (1975) dalam Abidin (1985) pemberian
konsentrasi auksin yang relative tinggi menyebabkan
terhambatnya perpanjangan akar tetapi meningkatkan jumlah
akar.

Berdasarkan data-data yang ada, diduga konsentrasi


optimum NAA untuk pertumbuhan akar abaka terdapat antara

11
rentang 0-1 ppm. Auksin dalam konsentrassi yang tepat sangat
berperan aktif dalam proses diferensiasi sel, namun pada taraf
yang melebihi konsentrasi optimum dapat bersifat racun
(Wareing dan Phillips, 1970 dalam Priyono, 1993).

Kultur Jaringan beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa


paradisiaca l.) dengan Pemberian Campuran NAA dan
Kinetin

Persentase hidup

Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat dilihat


bahwa, persentase hidup eksplan sangat bervariasi dan
perlakuan NAA dan kinetin, kultivar pisang, dan interaksi
keduanya tidak berpengaruh nyata. Beberapa eksplan yang
mati rata-rata disebabkan oleh pencoklatan dan infeksi
mikroba. Pencoklatan salah satunya disebabkan oleh sintesi
metabolit sekunder.

Fitriani (2003) mendapatkan bahwa warna coklat kalus


menandakan sintesis senyawa fenolik. Sintesi senyawa fenolik
dipacu oleh cekaman atau gangguan pada sel tanaman
(Vickery dan Vickery, 1980). Pencoklatan juga disebabkan oleh
adanya gen B. Menurut Purwanto(1991) keberadaan sejumlah
genom B mempengaruhi tingkat kandungan fenol dan aktivitas
polyphenoloksidase, semakin tinggi pula aktivitas enzim
polyphenoloksidase. Hal ini ditunjukan dengan tingginya
produksi phenol pada pisang kepok yang memiliki genom BBB
dan pisang raja yang memiliki genom AAB, sedangkan pada
pisang mauli pencoklatan lebih kecil.

Kontaminasi

Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat


terjadi karena adanya infeksi secara eksternal maupun internal.
Usaha pencegahan kontaminasi eksternal dilakukan dengan
sterilisasi permukaan bahan tanaman. Inferksi internal tidak

12
dapat dihilangkan dengan sterilisasi permukaan
(Widiastoety,2001).

Eksplan yang mengandung atau terinfeksi virus, bakteri


atau jamur akan menyebebkan kontaminasi pada tahap
pertumbuhan. Selain itu, factor sterilitas ruangan juga sangat
menentukan terhadap kontaminasi. Pengambilan meristem
sebagai eksplan harus dilakukan dalam ruang steril agar tidak
terkontaminasi (Sunarjono, 2002).

Kontaminasi disebabkan oleh jamur, bakteri dan


cendawan. Kontaminasi oleh jamur terlihat jelas pada media
yang berwarna putih, sedangkan kontaminasi oleh bakteri,
pada eksplan terlihat lender berwarna kuning sebagian lagi
melekat pada media membentuk gumpalan yang basah. Jamur
yang mengkontaminasi media san eksplan adalah jamur-jamur
seperti Aspergillus sp, Monera sp dan Penicillium sp (Setiyoko,
1995). Bakteri berupa bekteri gram positif dan yang
semispesifik untuk pisang yaitu Pseudomonas solanacearum.

Saat pembentukan kalus

Percobaan menunjukan bahwa campuran NAA dan kinetin,


kultivar pisang dan intraksi keduanya tidak berpengaruh nyata
terhadap saat pembentukan kalus. Hal ini terjadi kemungkinan
karena pembentukan kalus pada bakal buah pisang hanya
dipengaruhi oleh kandungan auksin endogen saja.

Saat tumbuh tunas mikro dan jumlah tunas

Dalam penelitian ini tunas tidak terbentuk. Saat tumbuh


tunas dipengaruhi oleh tiga factor yaitu factor eksplan, media,
dan lingkungan (Mante dan Tepper,1983). Factor lain yang
menyebabkan tidak terbentuknya tunas pada percobaan ini
adalah kombinasi NAA dan kinetin yang kurang tepat, dengan
konsentrasi NAA terlalu rendak disbanding kinetin.

Saat pembentukan akar dan jumlah akar per tunas


mikro

13
Pada percobaan ini tunas juga tidak terbentuk. Radian
(1992) menemukan bahwa sampai 2 minggu setelah subkultur
akar pisang kepok dan pisang candi tidak tumbuh. Menurut
Pierik (1987) saat tumbuhnya akar juga dipengaruhi
pertumbuhan tunas: tunas tumbuh dengan baik memacu
pertumbuhan akar, apabila pertumbuhan tunas terhambat
maka pertumbuhan akar pun terhambat. Terhambatnya
pertumbuhan akar juga disebabkan oleh tingginya konsentrasi
kinetin dalam media.

4.3 Kultur Meristem Pisang Barangan (Musa paradisiaca L.)


Pada Media MS dengan Beberapa Komposisi Zat Pengatur
Tumbuh NAA, IBA, BAP, dan Kinetin

Ekssplan hidup, mati dan kontaminasi

Eksplan yang hidup berkembang membentuk akar,


membentuk tunas, pembesaran bonggol, dan sebagian kecil
statis. Komposisi zat pengatur tumbuh yang dicobakan dalam
media MS IBA, NAA, atau kinetin masih pada batas konsentrasi
yang sesuai untuk kehidupan eksplan dan tidak mematikan
eksplan.

Eksplan yang mati diduga disebabkan oleh teknik memotong


kurang baik, eksplan memar, sterilisasi terlalu keras,
kontaminasi dan lingkungan kurang sesuai. Kontaminasi
dijumpai pada media M4 dan M5 masing-masing 40% dan pada
M3, M6, M8 sebesar 20%. Jenis kontaminan jamurdan bakteri
tersebar dipermukaan media. Kontaminan jamur sudah tampak
1 minggu setelah tanam, diperkirakan kontaminan berasal dari
lingkungan. Karena jamur tumbuh dipermukaan media
kemudian membentuk hifa dan menutupi permukaan media
dan eksplan, sehingga mengakibatkan eksplan tertekan dan
mati.

Pembentukan akar dan tunas

Eksplan yang hidup berkembang membentuk akar dan


tunas, dan perkembangan lainnya. Pembentukan akar terlihat
pada minggu ke 2 hingga minggu ke 11, dari 4% hingga 49%.

14
Eksplan dapat menghaslkan akar pada semua media yang
dicobakan. Ada kecenderungan perlakuan tanpa ZPT
memungkinkan persentasi tanaman berakar lebih tinggi dari
perlakuan lainnya. Kandungan hormon internal mungkin sudah
baik untuk menumbuhkan akar eksplan. Penambahan ZPT
justru mengurangi pembentukan akar, terutama penambahan
auksin sintetik NAA. Eksplan yang telah membentuk pucuk juga
akan disusul dengan pembentukan akar, hal ini karena auksin
internal akan diproduksi pada tunas tanaman.

Eksplan bertunas pada semua media yang dicobakan.


Pembentukan tunas dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh
sitokinin. Penambahan ZPT eksogen diperkirakan malah
mengganggunkeseimbangan hormon dalam eksplan,namun
masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi eksplan.

Dengan hormon endogen eksplan mampu membentuk


tunas dan akar. ZPT eksogen yang diharapkan dapat
meningkatkan pembentukan akar dan tunas pada pisang
barangan, sebaliknya terlihat memperlambat, namun masih
dapat ditoleransi eksplan.

Bila pemotongan akar atau batang secara in vitro dengan


pemberian sitokinin eksogen, pemanjangannya sering
terhambat tetapi potongan potongan tersebut menjadi lebih
gemuk, karena terjadinya pembesaran sel-selnya secara radial.
Eksplan dapat dikatakan mengalami pembesaran sel, sehingga
bonggol tampak bertambah besar.

Pembentukan kalus, browning dan pertumbuhan stagnasi


tidak terlihat secara jelas dalam jurnal penelitian ini, hal ini
disebabkan eksplan berasal dari tanaman yang sudah
beradaptasi dirumah kaca, tanaman telah beretiolasi dan tidak
membentuk fenolat yang nyata.

15
MEKANISME KULTUR SEL

Kultur pada hewan yang dapat digunakan adalah dengan kultur sel, jaringan,
dan organ. Kultur sel adalah teknik pemeliharaan sel di dalam kondisi in-vitro.
Seperti halnya pada kultur organ, kultur bakal organ, maupun kultur jaringan, kultur
sel juga mempertahankan karakteristik sel seperti saat sel tersebut berada di dalam
kondisi in-vivo. Sel hewan diisolasi dari organ yang bersangkutan. Selanjutnya, sel
diupayakan untuk terpisah satu dari yang lainnya. Sel hewan dipisahkan secara
mekanis dan secara enzimatis. Sel-sel yang diperoleh sebagian dipelihara di dalam
kultur suspensi, dan sebagian dipelihara di dalam kultur yang melekat. Selanjutnya
kultur tersebut dipelihara di dalam medium yang dilengkapi dengan serum di dalam
suhu yang sesuai dengan asalnya. Untuk sel mamalia suhu pemeliharaan adalah
37C dan untuk sel aves suhu pemeliharaannya adalah 39C.
Ukuran keberhasilan yang dapat digunakan dalam pembuatan kultur ini adalah tidak
adanya kontaminasi pada kultur, kesehatan sel selama dipelihara di dalam kondisi
in-vitro, dan keberhasilan sel memperbanyak diri. Menurut Listyorini (2001), cara
pembuatan kultur sel hewan adalah sebagai berikut.

a. Menyiapkan peralatan kultur yang dipakai, mematikan hewan coba secara


mekanis kemudian mengambil organ atau jaringan yang dikehendaki untuk
dibuat kultur selnya, mencuci organ atau jaringan di dalam larutan garam
seimbang kemudian memindahkan ke dalam wadah lain yang berisi larutan
garam seimbang segar, Memindahan bahan yang akan dikultur ke dalam
sterile bench, kemudian melakukan penyiapan sel untuk dikultur.

b. Penyiapan secara mekanis dilakukan dengan memotong organ atau jaringan,


mencuci potongan tersebut menggunakan larutan garam seimbang,
memindahkan potongan (ekplan) ke dalam wadah yang berisi larutan garam
seimbang segar, menanam eksplan ke dalam cawan atau botol kultur dan
menambahkan medium kultur yang telah ditambahkan dengan serum dan
memelihara kultur di dalam inkubator CO2 dengan suhu yang sesuai. Fungsi
larutan garam seimbang adalah untuk memberikan lingkungan fisiologis dan
fisik yang baik bagi sel selama sel, jaringan atau organ dipersiapkan.

16
c. Penyiapan secara enzimatis dilakukan dengan memindahkan eksplan ke
dalam labu erlenmeyer dengan adanya larutan tripsin 5% di dalam medium
tanpa serum, mengaduk suspensi di atas magnetic stirrer dengan kecepatan
sedang, setelah didapkan suspensi sel, barulah menambahkan medium yang
mengandung serum kemudian melakukan sentrifuge dengan kecepatan 1500
rpm selama 5 menit. Kemudian membuang supernatan dan mengganti
dengan medium segar yang mengandung serum. Untuk kultur yang melekat
menanam sebagian sel ke dalam cawan atau botol kultur untuk kultur melekat
dan menambahkan medium yang mengandung serum 10% dan memelihara
kultur sel di dalam inkubator CO2 dengan suhu yang sesuai.

Contoh kultur jaringan embrio ayam :

Kultur Jaringan Embrio Ayam


Bioteknologi

Saat ini kultur jaringan tumbuhan berkembang lebih pesat


daripada kultur jaringan hewan, mengingat kultur jaringan
tumbuhan lebih mudah dilakukan dengan biaya yang relatif
murah dan angka keberhasilan yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena sel-sel tumbuhan memiliki daya totipotensi
yang lebih tinggi daripada sel hewan. Sel hewan memilki
struktur yang lebih komplek daripada sel tumbuhan baik secara
morfologi maupun fisiologis (aktivitas metabolisme lebih
banyak). Peralatan yang digunakan dalam kultur jaringan

17
hewan lebih mahal serta faktor teknis dalam kultur jaringan
hewan lebih sulit.
Meskipun kultur jaringan hewan sangat sulit, namun perlu
dilakukan praktikum secara sederhana untuk lebih memahami
kultur jaringan hewan, yaitu dengan memanfaatkan alat dan
bahan yang tersedia di laboratorium biologi pada umumnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada praktikum kali ini
kami mencoba melakukan kultur jaringan hewan dengan
menggunakan eksplan berupa sel-sel fibroblas dari embrio
ayam (telur yang telah dibuahi) yang berumur 9 hari. Sel-sel
fibroblas dari embrio ayam adalah sel-sel yang bersifat aktif
membelah setiap saat.
Kultur jaringan hewan ini didasarkan atas sifat totipotensi
sel yaitu setiap sel mengandung seluruh informasi genetik dan
mempunyai kemampuan untuk dapat berkembang menjadi
individu yang sama dengan induknya. Saat ini, kultur jaringan
tumbuhan berkembang lebih pesat daripada kultur jaringan
hewan, mengingat kultur jaringan tumbuhan lebih mudah
dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan angka
keberhasilan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena sel-sel
tumbuhan memiliki daya totipotensi yang lebih tinggi daripada
sel hewan. Sel hewan memilki struktur yang lebih komplek
daripada sel tumbuhan baik secara morfologi maupun fisiologis
(aktivitas metabolisme lebih banyak). Peralatan yang
digunakan dalam kultur jaringan hewan lebih mahal serta
faktor teknis dalam kultur jaringan hewan lebih sulit.
Untuk menunjang keberhasilan kultur jaringan hewan,
maka dalam melaksanakan kultur jaringan hewan ini
memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan
jaringan yang dibiakkan. Prasyarat yang paling esensial adalah
wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat
bagi jaringan untuk tumbuh (membelah dan berkembangbiak)
dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan.
Media tumbuh harus mengandung berbagai bahan/ nutrisi yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya
seperti air, vitamin, mineral dan hormon.

18
Media Kultur Jaringan Hewan

Di dalam media kultur jaringan hewan harus terdapat kondisi


fisik yang optimal meliputi pH, tekanan, sumber energi dan
sumber karbon, asam amino, vitamin, mineral dan air.
Berdasarkan asalnya, media dibagi menjadi 2, yaitu:

A. Media alami, yaitu media yang berasal dari cairan jaringan


embrio dan medium plasma darah. Plasma darah
merupakan komponen terbesar dalam darah, karena lebih
dari separuh darah mengandung plasma darah. Hampir
90% bagian dari plasma darah adalah air. Plasma darah
berfungsi untuk mengangkut sari makanan ke sel-sel serta
membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat
pembuangan .Bahan alami yang digunakan untuk
menumbuhkan sel dari jaringan dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori, yaitu: Koagulat, misalnya koagula
plasma darah dan kolagen. Cairan bologis, misalnya
serum. Ekstrak jaringan, misalnya ekstrak embrio.

B. Media sintetik, yaitu media yang dibuat secara kimia,


misalnya: DMEM, RPMI.

Berdasarkan kebutuhannya media buatan dibagi


menjadi 3, yaitu:

1. Minimum essential medium (MEM), yaitu medium


dasar yang tersusun atas BSS, asam amino esensial
dan vitamin.
2. Medium pemelihara (maintenance medium/mm)
yaitu, medium yang digunakan untuk memelihara
kehidupan sel dalam metabolisme rendah dan jangka
waktu agak lama. Medium ini terdiri dari mem dan
serum konsentrasi rendah (2 5 %).

19
3. Medium penumbuh (growth medium) yaitu, medium
yang diperkaya dengan nutrien-nutrien untuk
menumbuhkan kultur sel secara cepat, medium ini
ditambahkan serum cukup banyak (10 20 %).
Eksplan Dalam Kultur Jaringan Hewan

Eksplan untuk kultur jaringan hewan biasanya didapatkan dari


sumber yang berbeda, yaitu dari embrio dan jaringan hewan
dewasa. Kultur embrio bermanfaat untuk memperpendek siklus
perkembangbiakan dan menghindari keguguran embrio.
Jaringan embrionik yang digunakan pada kultur jaringan hewan
pada dasarnya sudah steril. Jika pada saat pengambilan
eksplan diterapkan teknik aseptik, maka jaringan embrio
tersebut sudah siap digunakan. Jaringan embrionik dapat
tumbuh dengan cepat, tidak tergregasi dan bermigrasi dengan
cepat. Mitosis pada jaringan embrionik segera terjadi setelah
dikultur. Sedangkan jaringan yang diambil dari hewan dewasa
yang dapat tumbuh cepat biasanya adalah sel-sel epitel dan
jaringan tumor.
Jaringan embrionik telur ayam yang digunakan pada ini
tersusun oleh sel-sel fibroblas. Sel fibroblas adalah sel
penyusun jaringan ikat longgar yang berbentuk serat dan
mensekerikan protein ke matriks.
Teknik Dalam Kultur Jaringan Hewan

Kultur jaringan hewan harus dilakukan pada suatu ukuran kecil


(area yang relatif kecil) untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya kontaminasi. Keadaan lingkungan baik didalam
kultur (media) maupun diluar kultur (udara, praktikan/ manusia
yang melakukan kultur, kondisi laboratorium) harus
dioptimalkan. Selama kultur, faktor fisik seperti unsur hara dan
hormon harus diperhatikan. Semua sumber kontaminasi
(ruangan laboratorium, laminer dan alat-alat bedah untuk
kultur) harus ditiadakan dengan cara sterilisasi.

20
Berdasarkan tempat yang digunakan untuk kultur sel atau
jaringan hewan terdapat 3 teknik kultur jaringan yaitu :
1. Slide Cultur, yaitu menumbuhkan kultur sel pada gelas
obyek cekung.
2. Flask Cultur, yaitu menumbuhkan kultur sel pada cawan
kultur.
3. Test-tube Cultur, yaitu menumbuhkan kultur sel pada
tabung reaksi, botol terutama untuk jenis sel yang tidak
melekat.

Flask Culture

Flask Culture memberikan keuntungan lebih jika


dibandingkan dengan slide culture. Dengan Flask Culture
jaringan dapat dikultur sampai berbulan-bulan, bahkan
bertaun-tahun. Sejumlah besar kultur dapat dipersiapkan
secara komperatif. Kultur dapat berkembang lebih pesat.
Medium dapat dapat diambil untuk keperluan pengujian, fase
gas dapat dikontrol dengan mudah dan jumlah medium dapat
dapat diukur secara tepat. Wadah yang baik untuk flask culture
adalah Carrel flask.
Terdapat dua tipe Flask Culture, yaitu Thick Clot Culture dan
Thin Clot Culture. Thick Clot Culture sangat baik untuk
mendukung pertumbuhan yang cepat dari suatu kultur
jaringan. Lapisan medium dari Thick Culture dapt diambil
beserta eksplanya untuk keperluan pewarnaan. Sedangkan
Thin Culture sangat baik sebagai uji pengaruh makanan pada
medium terhadap kultur.

Prosedur pelaksanaan Flask Culture sebagai berikut:

1. Mengambil beberapa carrel flask yang berdiameter 3,5 cm


dan membakar bagian mulut cawan/tepi tesebut.
2. Meneteskan satu tetes plasma ke dasar cawan dan
menebarkan plasma tersebut denga spatula.

21
3. Dengan menggunakan spatula, memasukkan sejumlah
eksplan kedalam cawan dan mengatur posisinya.
4. Sesudah plasma mengeras maka eksplan akan terfiksasi
pada posisi masing-masing, kemudian menambahkan
medium ekstra. Untuk thick culture yang ditambahkan
adalah serum dengan konsentrasi dan volume yang sama.
5. Kemudian hasilnya disimpan dalam cawan dan disimpan
dalam inkubator yang mengandung gas CO2 5%.

Penggantian medium pada Flask Culture dapat ditempuh


dengan cara sebagai berikut:

1. Medium yang lama disedot dengan menggunakan


pipet untuk dibuang.
2. Menambahkan medium baru dengan volume 1,2 ml.
3. Cawan dimasukkan kedalam inkubator yang
mengandung CO2 seperti semula.
Pada thick clot culture penggatian medium dapat dtempuh
dengan jalan cawan dibalik dan plasma dialirkan selama
bebepara jam. Selanjutnya diberikan medium baru. Dalam
kasus tertentu penambahan lapisan plsma dapat
ditempuh dengan jalan meneteskan plasma segar supaya
membentuk lapisan.

Flask Culture juga memungkinkan untuk dilakukan


pemindahan eksplan. Eksplan yang telah tumbuh dapat
diambil dengan mudah dan dipotong-potong menjadi
beberapa potongan dan masing-masing potongan dapat
diperlakukan sebagai eksplan.

22
Contoh Langkah Kerja Proses Pembuatan Kultur Jaringan
Hewan dengan Menggunakan Media Alami

Pembuatan Media Alami

1. Mensterilkan Laminar Air Flow (LAF) dan ruangan


dengan sinar UV selama 2 jam.
2. Menyiapkan alat-alat yang telah disterilkan antara
lain: spet 1 ml; membran milipore; botol kaca dengan
diameter mulut 3 cm; aluminium foil; pembakar
spiritus.
3. Menyiapkan bahan-bahan antara lain: darah ayam
yang segar yang telah diberi amonium oksalat
sebagai antikoagulan; alkohol 70%; spirtus.
4. Mensentrifuge darah selama 30 x 2 menit, sehingga
terbentuk lapisan plasma darah (bagian atas) dan
lapisan sel-sel darah (bagian bawah).
5. Menyiapkan spet yang diambil bagian jarumnya.
6. Membuka kemasan membran milipore,
menggabungkan ujung spet dengan salah satu
bagian pada permukaan atas membran milipore.
7. Menempelkan membran milipore pada mulut botol
dengan bantuan spet secara aseptik. Bagian tepi
dipegang agar membran tidak bergeser.
8. Melepaskan spet dari membran milipore, kemudian
mengambil lapisan plasma darah dengan spet.
9. Menyaring plasma darah ke dalam botol melalui
membran milipore.
10. Setelah semua plasma darah tersaring ke dalam
botol, lalu mengambil membran milipore dan
menutup botol dengan penutupnya. Kemudian
ditutup lagi dengan aluminium foil.

Keterangan : langkah kerja no. 5 10 dilakukan di Laminar Air Flow (LAF}


dan secara

23
aseptik

Langkah Kerja Preparasi Sel-sel Fibroblas &


Penginokulasian

1. Mensterilkan Laminar Air Flow (LAF) dan ruangan dengan sinar UV


selama jam.
2. Menyiapkan alat-alat antara lain: spet 1 ml (6 buah); gunting bedah;
pinset; cawan petri; cawan kultur; botol vial; stirel; aluminium foil;. yang
telah disterilisasi dengan menggunakan oven pada suhu 160 0C
selama 2 jam. Selain itu juga menyiapkan pembakar spiritus dan
inverted microscope untuk mengamati pertumbuhan sel-sel fibroblast
dalam cawan kultur.
3. Menyiapkan telur ayam umur 9 hari.
4. Menyemprot telur dengan alcohol 70% kemudian memecah telur pada
bagian ujung yang tumpul, mengambil embrio, meletakkan pada cawan
petri steril yang telah diberi larutan PBS.
5. Memotong bagian leher embrio dalam larutan PBS dengan gunting,
kemudian memotong bagian sayap dan kaki.
6. Memotong embrio sekecil mungkin.
7. Menyiapkan tabung sentrifuge yang telah diisi PBS kemudian
memasukkan potongan embrio ke dalam tabung tersebut.
8. Mengurangi PBS di dalam tabung sentrifuge yang berisi potongan
embrio sampai volumenya 5 ml, kemudian menambahkan tripsin
dengan perbandingan 1 : 1.
9. Memanasi tabung yang berisi potongan embrio tersebut ke dalam air
mendidih dengan suhu 370 400C selama 5 menit kemudian
digoyang-goyang selama 5 menit, dan diulangi sampai 3 kali.
10. Mengamati dengan menggunakan mikroskop inferted, jika tripsinasi
belum berhasil maka perlu diulang lagi.
11. Mensentrifuge potongan embrio dengan kecepatan 2000 rpm selama 5
menit, sehingga sel terkumpul di dasar tabung.
12. Menyedot PBS dengan menggunakan syringe, kemudian endapan sel
diberi medium plasma darah ayam.Suspensi sel dalam medium
disaring dengan menggunakan kain nilon T 100 steril berlapis 3 4.

24
13. Menanam suspensi sel dalam cawan kultur, kemudian diinkubasikan di
dalam inkubator dengan suhu 37 C.
14. Mengamati perkembangan sel setiap hari (minimal 3 hari sekali)
dengan menggunakan mikroskop inverted.

Kelebihan dan kekurangan kultur jaringan tumbuhan dan hewan

Perbedaan dan persamaan kultur jaringan tumbuhan dan hewan

Sumber: ....diakses pada tanggal...

25

Anda mungkin juga menyukai