Anda di halaman 1dari 28

Protein sel tunggal adalah bahan makanan berkadar protein tinggi yang berasal dari

mikroba. Istilah protein sel tunggal (PST) digunakan untuk membedakan bahwa PST berasal
dari organisme bersel tunggal atau banyak. Pemanfaatan mikroorganisme sehingga
mengahasilkan makanan berprotein tinggi secara komersial dimulai sejak Perang Dunia I di
Jerman dengan memproduksi khamir torula. Operasi utama dalam produksi protein sel
tunggal adalah fermentasi yang bertujuan mengoptimalkan konversi substrat menjadi massa
microbial.

Kecemasan akan kekurangan pangan dan malnutrisi di dunia pada tahun 1970-an telah
meningkatkan perhatian pada sel tunggal. Sebagian besar dari bobot kering sel dari hampir
semua spesies memiliki kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu, bobot kering sel
tunggal memiliki nilai gizi yang tinggi.

Mikroorganisme yang dibiakkan untuk protein sel tunggal dan digunakan sebagai sumber
protein untuk hewan atau pangan harus mendapat perhatian secara khusus. Mikroorganisme
yang cocok antara lain memiliki sifat tidak menyebabkan penyakit terhadap tanaman, hewan,
dan manusia. Selain itu, nilai gizinya baik, dapat digunakan sebagai bahan pangan atau
pakan, tidak mengandung bahan beracun serta biaya produk yang dibutuhkan rendah.
Mikroorganisme yang umum digunakan sebagai protein sel tunggal, antara lain alga
Chlorella, Spirulina, dan Scenedesmus; dari khamir Candida utylis; dari kapang berfilamen
Fusarium gramineaum; maupun dari bakteri.

Protein sel tunggal yang berasal dari kapang berfilamen disebut mikroprotein. Di Amerika
Serikat, mikroprotein telah diproduksi secara komersial bernama quorn. Quorn dibuat dengan
cara menanam kapang ditempat peragian yang berukuran besar. Setelah membuang air dari
tempat peragian, makanan berharga yang tertinggal dicetak menjadi balok-balok yang mudah
dibawa.

Produk protein sel tunggal sangat bergantung pada perkembangbiakan skala besar dari
mikroorganisme tertentu yang diikuti dengan proses pendewasaan dan pengolahan menjadi
bahan pangan. Ada dua factor pendukug pengembangbiakan mikroorganisme untuk protein
sel tunggal, yaitu:

 laju pertumbuhan sangat cepat jika dibandingkan dengan sel tanaman atau sel hewan
dan waktu yang diperlukan untuk penggandaan relatif singkat;
 berbagai macam substrat yang digunakan bergantung pada jenis mikroorganisme yang
digunakan.

Langkah-langkah produk protein sel tunggal sebagai berikut:

1. Pemilihan dan penyiapan sumber karbon, beberapa perlakuan fisik dan kimiawi
terhadap bahan dasar yang diperlukan
2. Penyiapan media yang cocok dan mengandung sumber karbon, sumber nitrogen,
fosfor, dan unsur-unsur lain yang penting
3. Pencegahan kontaminasi media
4. Pembiakan mikroorganisme yang diperlukan
5. Pemisahan biomassa microbial dari cairan fermentasi
6. Penanganan lanjut biomassa
Kelebihan PST adalah sebagai berikut:

 laju pertumbuhan sangat cepat yaitu dalam ukuran jam dan masih bisa ditingkatkan
lagi
 dapat menggunakan bermacam-macam media atau substrat
 produksi PST tidak bergantung iklim dan musim
 memiliki kandungan protein lebih tinggi daripada hewan dan tumbuhan.

Pengertian Kultur jaringan

Kultur jaringan dikenal juga dengan sebutan tissue culture.


- Kultur = budidaya
- Jaringan = sekelompok sel yg mempunyai bentuk dan fungsi yang sama

Jadi, Kultur Jaringan adalah membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang
mempunyai sifat sama dengan induknya. Kultur Jaringan diartikan pula dengan memelihara
& menumbuhkan organ tanaman (embrio, tunas, bunga dsb) atau jaringan tanaman (sel,
kalus, protoplast) pada kondisi aseptik.

Tujuan Kultur Jaringan

Tujuan dilakukannya kultur jaringan adalah:

1. Memeroleh bibit tanaman baru yang lebih baik


2. Lebih cepat dabn lebih banyak, dalam waktu yang tidak terlalu lama dengan anakan
yang seragam
3. Memperbanyak tanaman dengan sfat seperti induknya
4. Perbanyakan tanaman denngan teknik ini membuat tanaman bebas dari penyakit
karena dilakukan secara aseptik
5. Penggunaan metode ini sangat ekonomis dan komersial

Kultur jaringan akan lebih besar keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem.
Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu
membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil.

Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem
keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur
pembelahan.
Kultur Jaringan

Teknik Kultur Jaringan 

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Teknik
kultur jaringan suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara
aseptic( in vitro) diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan
dalam keadaan steril. 

Dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi
dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedalam medium
diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut
planlet.

Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat
dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.

Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang
dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan
mempunyai kemampuan  totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja
sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan yang sesuai akan tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna.

Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan
terpenuhi.

Syarat-syarat :

- Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, syarat –syarat tumbuhan
eksplan:

1. Jaringan tersebut sedang aktif pertumbuhanya,diharapkan masih terdapat zat tumbuh


yang masih aktif sehingga membantu perkembangan jaringan selanjutnya
2. Eksplan yang diambil beerasal dari bagian daun, akar, mata tunas, kuncup, ujung
batang, dan umbi yang dijaga kelestatranya.
3. Eksplan yang diambil dari bagian yang masih muda (bila ditusuk pisau akan terasa
lunak sekali.

- Penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik
terutama untuk kultur cair.
- Pilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti:
daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio
bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio,
waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.

Keuntungan dan Kerugian Kultur Jaringan

Keuntungan kultur jaringan adalah sebagai berikut:

1. mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat,
yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya.
2. memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul
3. jumlah yang dihasilkan banyak, tidak terbatas
4. bibit terhindar dari hama penyakit
5. perbanyakan tumbuhan/kultur jaringan dapat dilakukan secara cepat dan hemat waktu
6. Pengadaan bibit tidak tergantung musim
7. Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak
8. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah

Kuntungan Kultur Jaringan dalam Budidaya Buah:

1. Ukuran buah yang di hasilkan ukuranya seragam


2. Rasanya seragam
3. warnanya menarik dan memiliki sifat menguntungkan lainya

Kerugian Kultur Jaringan dalam Budidaya Buah

1. Tidak dapat merubah tanaman atau buah yang dihasilkan


2. Dalam kultur sel hewan, tidak dapat menghasilkan individu baru kecuali kultur
embrio

Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap
bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringanjaringan hidup. Oleh karena itu , organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan
memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.
Media Kultur Jaringan

Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair.

 Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi
dicampurkan pada agar.
 Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau
dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. 

Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya.
Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.

Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara
makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Nutrien yang tersedia di media
berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam
jumlah sedikit untuk  regulasi.

Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan
pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media
(eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan
suatu kultur.

Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat
mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi
jaringan  adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya.
Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan
peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan.

Kultur jaringan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian
tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.[1]

Daftar isi
 1 Prinsip
 2 Prasyarat
o 2.1 Media
 3 Metode
 4 Lihat pula
 5 Referensi

Prinsip
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif.[1]
Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan
dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.[1]
Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin),
berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan
medium dan kondisi tertentu.[2] Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi.[3] Teori
ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian
tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.[3] Oleh karena itu, semua organisme baru yang
berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.[3]

Prasyarat
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan
yang dibiakkan.[2] Hal yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.[4]
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung
kehidupan jaringan.[2] Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan
untuk hidup dan memperbanyak dirinya.[2]
Media

Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. [2] Media padat pada
umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar.[2] Media
cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.[2] Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.[2] Komposisi media yang digunakan dalam
kultur jaringan dapat berbeda komposisinya.[4] Perbedaan komposisi media dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara
in vitro.[5] Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi
unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. [6]

Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media
dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi.[7][8] Pada media MS, tidak
terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen).
[7]
ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.[7]
Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur.[7][8]

Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat
mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan
adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya. [9] Proses
ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan
aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan.[9]

Beberapa jaringan yang lambat dalam pertumbuhan mereka. Bagi mereka akan ada dua
pilihan: (i) Optimalisasi media tumbuh, (ii) Membudidayakan sehat dan penuh semangat
tumbuh jaringan atau varietas.[10] Necrosis bisa merusak jaringan kultur. Umumnya, nekrosis
kultur jaringan bervariasi dalam varietas yang berbeda dari tanaman. Dengan demikian, dapat
dikelola oleh kultur sehat dan penuh semangat tumbuh varietas.[10]

Metode
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui
perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan
embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus.[2]
Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur
jaringan.[5] Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif
membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.[5] Jaringan
tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung
akar, maupun kambium batang.[11] Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu
jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan
fungsinya.[11] Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan
jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.[11]
Inseminasi buatan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

"IUI" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain, lihat IUI (disambiguasi).

Inseminasi buatan
Intervensi

Ilustrasi skematis inseminasi buatan

ICD-9-CM 69.92

MeSH D007315

[sunting di Wikidata]

Inseminasi buatan atau inseminasi artifisial (bahasa Inggris: artificial insemination, AI)
adalah pemasukan secara sengaja sel sperma ke dalam rahim atau serviks seorang wanita
dengan tujuan memperoleh kehamilan melalui inseminasi (fertilisasi in vivo) dengan cara
selain hubungan seksual. Metode ini merupakan salah satu cara penanganan fertilitas pada
manusia, dan merupakan suatu praktik umum dalam pemuliaan hewan seperti sapi perah dan
babi.

Inseminasi buatan dapat menggunakan teknik-teknik peternakan, donasi sperma, dan


teknologi reproduksi berbantuan. Teknik-teknik inseminasi buatan yang tersedia meliputi
inseminasi intraservikal (ICI) dan inseminasi intrauterin (IUI). Inseminasi buatan utamanya
diharapkan oleh para wanita yang ingin melahirkan anak mereka sendiri. Mereka mungkin
saja berada dalam hubungan heteroseksual namun pasangan prianya mengalami infertilitas,
dalam hubungan lesbian, atau adalah wanita lajang. ICI dianggap sebagai teknik inseminasi
yang paling mudah dan paling umum serta mungkin saja digunakan di rumah untuk
inseminasi diri sendiri tanpa bantuan praktisi medis.[1] Dibandingkan dengan inseminasi alami
(yaitu inseminasi dengan hubungan seksual), inseminasi buatan dipandang lebih mahal dan
lebih berbahaya, serta memerlukan bantuan profesional.

Terdapat hukum di sejumlah negara yang membatasi serta mengatur siapa saja yang dapat
menyumbangkan sperma dan siapa saja yang dapat menerima inseminasi buatan, juga
konsekuensi-konsekuensi dari inseminasi tersebut. Beberapa wanita yang tinggal dalam suatu
wilayah hukum yang tidak mengizinkan inseminasi buatan dikabarkan pergi ke wilayah
hukum lain yang mengizinkannya. (lih. wisata fertilitas)

Daftar isi
 1 Pada manusia
o 1.1 Ikhtisar
o 1.2 Tingkat kehamilan
o 1.3 Sampel per anak
o 1.4 Sejarah
o 1.5 Implikasi sosial
o 1.6 Moralitas dalam Kekristenan
 2 Pada ternak dan hewan peliharaan
 3 Lihat pula
 4 Referensi
 5 Bacaan lanjutan
 6 Pranala luar

Pada manusia
Ikhtisar

Dalam kasus pasangan heteroseksual di mana sang wanita merasa sulit untuk hamil, sebelum
inseminasi buatan dilakukan sebagai solusi untuk membuatnya hamil, dokter mensyaratkan
pemeriksaan sang wanita maupun pria yang terlibat untuk menghilangkan semua hambatan
fisik yang mungkin menghalangi mereka untuk memperoleh kehamilan. Pasangan tersebut
juga diberikan suatu tes fertilitas atau kesuburan untuk menentukan motilitas, jumlah, dan
viabilitas sperma sang pria serta keberhasilan ovulasi sang wanita. Dari pengujian itu,
dokternya mungkin atau mungkin juga tidak merekomendasikan suatu bentuk inseminasi
buatan.

Sperma yang digunakan dalam inseminasi buatan mungkin saja disediakan oleh suami sang
wanita (sperma pasangan) atau juga melalui donasi sperma seseorang yang dikenal ataupun
anonim (sperma donor). Sperma suami dapat digunakan jika keterbatasan fisiknya
menghalangi kemampuannya untuk membuat istrinya hamil melalui hubungan seksual,
ataupun sperma suami telah dibekukan dalam mengantisipasi sejumlah prosedur medis atau
apabila suaminya telah meninggal. Dalam kasus lain, sperma dari donor anonim atau yang
dikenal mungkin digunakan.

Meskipun mungkin terdapat berbagai pandangan berbeda dari sisi hukum, keagamaan, dan
budaya dalam hal ini serta karakterisasi lainnya, cara penggunaan sperma dalam AI dianggap
sama. Jika prosedur ini berhasil, sang wanita akan mengandung serta melahirkan bayi dengan
jangka waktu dan cara normal. Dikatakan bahwa kehamilan yang dihasilkan dari inseminasi
buatan tidak berbeda dengan kehamilan yang diperoleh melalui persetubuhan. Dalam semua
kasus, sang wanita akan menjadi ibu biologis dari anak produk AI, dan sang pria yang
spermanya digunakan akan menjadi ayah biologisnya.
Terdapat sejumlah metode yang digunakan untuk memperoleh cairan semen yang diperlukan
dalam AI. Beberapa metode hanya membutuhkan pria, sementara metode lainnya
membutuhkan gabungan seorang pria dan wanita. Metode yang hanya membutuhkan pria
untuk mendapatkan semen yaitu masturbasi, pemijatan pada rektum, pengotoran secara paksa
(pengumpulan emisi nokturnal), atau aspirasi sperma dengan cara menusuk testis dan
epididimis. Metode pengumpulan semen yang melibatkan gabungan seorang pria dan wanita
antara lain persetubuhan yang diinterupsi, persetubuhan dengan sebuah 'kondom
pengumpulan', atau aspirasi semen dari vagina pasca persetubuhan.

Terdapat sejumlah alasan mengapa seorang wanita ingin menggunakan inseminasi buatan
untuk mendapatkan kehamilan. Sebagai contoh, sistem kekebalan tubuh seorang wanita
mungkin menolak sperma pasangannya karena dianggap molekul yang menyerang.[2] Wanita
yang memiliki masalah dengan serviks atau leher rahim, seperti jaringan parut pada serviks,
penyumbatan serviks karena endometriosis, atau mukus tebal pada serviks, mungkin dapat
menggunakan AI karena sperma perlu melewati serviks untuk menghasilkan fertilisasi atau
pembuahan.

Dikatakan bahwa penggunaan sperma donor semakin meningkat pada wanita lajang tanpa
pasangan pria atau pada pasangan lesbian yang ingin memiliki anak biologis. Pasangan yang
salah seorang di antaranya adalah transgender dan tidak lagi memiliki kelenjar reproduksi
dimungkinkan juga untuk menggunakan sperma donor agar dapat hamil.

Tingkat kehamilan

Perkiraan tingkat kehamilan sebagai suatu fungsi dari jumlah total sperma (mungkin dua kali lebih
besar sebagaimana jumlah total sperma motil). Nilai-nilai tersebut adalah untuk inseminasi
intrauterin (IUI).[butuh rujukan]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tingkat kehamilan

Tingkat kehamilan atau keberhasilan inseminasi buatan adalah 10–15% per siklus menstruasi
dengan menggunakan metode ICI,[3] dan 15–20% per siklus dengan menggunakan metode
IUI.[3][apakah terpercaya?] Dalam IUI, dikabarkan bahwa sekitar 60–70% memperoleh kehamilan
setelah 6 siklus.[4]

Bagaimanapun, angka-angka tingkat kehamilan tersebut mungkin tidak akurat, karena banyak
faktor, seperti usia dan kesehatan sang penerima, yang perlu dimasukkan untuk memperoleh
hasil yang lebih berarti, misalnya definisi keberhasilan dan kalkulasi populasi total.[5] Bagi
pasangan dengan infertilitas yang tak dapat dijelaskan, IUI distimulasi tidak lebih efektif
daripada konsepsi atau pembuahan dengan cara alami.[6][7]
Tingkat kehamilan juga tergantung pada jumlah total sperma (TSC), atau, secara lebih
khusus, jumlah total sperma motil (TMSC), yang digunakan dalam suatu siklus. Tingkat
keberhasilan dapat meningkat seiring dengan peningkatan TMSC, tetapi hanya terbatas
sampai jumlah tertentu, sementara faktor-faktor lainnya menjadi penghalang keberhasilan.
Hasil penjumlahan tingkat kehamilan dari dua siklus yang menggunakan TMSC 5 juta
(mungkin TSC ~10 juta pada grafik) dalam setiap siklus secara substansial lebih tinggi
daripada satu siklus tunggal yang menggunakan TMSC 10 juta. Namun, walaupun lebih
hemat biaya, menggunakan TMSC yang lebih rendah juga meningkatkan rata-rata waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan kehamilan. Wanita yang usianya menjadi suatu faktor
utama dalam fertilitas mungkin tidak ingin meluangkan waktu ekstra tersebut.

Sampel per anak

Jumlah sampel yang diperlukan untuk menghasilkan seorang anak sangat bervariasi pada
setiap orang, serta pada setiap klinik. Namun, persamaan berikut ini menggeneralisasi faktor-
faktor utama yang terkait:

Untuk inseminasi intraservikal (ICI):

 N adalah berapa banyak anak yang dapat dihasilkan satu sampel tunggal.
 Vs adalah volume suatu sampel, biasanya antara 1,0 mL dan 6,5 mL[8]
 c adalah konsentrasi sperma motil dalam suatu sampel setelah pembekuan dan pencairan,
sekitar 5–20 juta per ml tetapi sangat bervariasi
 rs adalah tingkat kehamilan per siklus antara 10-35% [3][9]
 nr adalah jumlah total sperma motil yang direkomendasikan untuk inseminasi pada vagina
(VI) atau inseminasi intra-servikal (ICI), sekitar 20 juta per ml. [10]

Tingkat kehamilan akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah sperma motil yang
digunakan, tetapi hanya sampai tingkat tertentu karena faktor-faktor lainnya menjadi
penghalang.

Derivasi persamaan tersebut (klik di kanan untuk melihatnya)[tampilkan]

Perkiraan tingkat kelahiran hidup (rs) di antara pasangan infertil sebagai suatu fungsi dari jumlah
total sperma motil (nr). Nilai-nilai tersebut adalah untuk inseminasi intrauterin (IUI). [butuh rujukan]
Dengan angka-angka ini, satu sampel secara rata-rata dapat menghasilkan 0,1–0,6 anak,
yaitu, sebenarnya membutuhkan rata-rata 2–5 sampel untuk menghasilkan seorang anak.

Untuk inseminasi intrauterin (IUI), suatu fraksi sentrifugasi (fc) dapat ditambahkan ke dalam
persamaan tersebut:

fc adalah fraksi volume yang tersisa setelah sentrifugasi sampel, yang mungkin sekitar
setengah (0,5) hingga sepertiga (0,33).

Di sisi lain, mungkin hanya diperlukan 5 juta sperma motil per siklus dengan IUI (nr=5 juta).
[9]

Karenanya, mungkin hanya dibutuhkan 1–3 sampel untuk seorang anak jika digunakan untuk
IUI.

Sejarah

Kasus pertama yang dilaporkan dalam hal inseminasi buatan dengan donor terjadi pada tahun
1884: seorang profesor kedokteran dari Philadelphia mengambil sperma siswanya yang
"berpenampilan terbaik" untuk menginseminasi seorang wanita yang dibius. Wanita tersebut
tidak diberitahu mengenai prosedur itu, berbeda dengan suaminya yang infertil. Kasus
tersebut dilaporkan 25 tahun kemudian dalam suatu jurnal medis.[11] Bank sperma
dikembangkan di Iowa sejak tahun 1920-an dalam penelitian yang dilakukan oleh Jerome
Sherman dan Raymond Bunge, peneliti-peneliti dari sekolah kedokteran Universitas Iowa.[12]

Pada tahun 1980-an, inseminasi intraperitoneal langsung (DIPI) terkadang digunakan, di


mana dokter menyuntikkan sperma ke dalam abdomen bawah melalui suatu insisi atau lubang
bedah, dengan tujuan membiarkan mereka menemukan oosit pada ovarium atau setelah
memasuki saluran reproduksi melalui ostium tuba falopi.[13][14]

Implikasi sosial
Lihat pula: Teknologi reproduksi berbantuan § Etika

Salah satu masalah utama yang timbul dari maraknya ketergantungan pada teknologi
reproduksi berbantuan (ART) adalah tekanan pada pasangan untuk hamil, "di mana anak-
anak sangat dikehendaki, menjadi orang tua merupakan keharusan secara kultural, dan
keadaan tanpa anak tidak dapat diterima secara sosial".[15]

Medikalisasi infertilitas atau ketidaksuburan menciptakan suatu struktur di mana orang


didorong untuk berpikir mengenai infertilitas secara sangat negatif. Dalam banyak budaya,
khususnya yang dengan populasi Muslim besar, inseminasi donor dilarang secara keagamaan
dan kultural, biasanya berarti bahwa ketiadaan akses pada ART yang mahal dan
"berteknologi tinggi", seperti fertilisasi in vitro, adalah satu-satunya solusi.

Ketergantungan yang berlebihan pada teknologi-teknologi reproduksi dalam penanganan


infertilitas mencegah banyak orang—contohnya secara khusus di "sabuk infertilitas" Afrika
tengah dan selatan—untuk mendapatkan penanganan atas banyaknya penyebab utama
infertilitas yang seharusnya dapat ditangani tanpa inseminasi buatan; yaitu infeksi-infeksi
yang dapat dicegah, pengaruh gaya hidup dan pola makan.[15]

Moralitas dalam Kekristenan


Lihat pula: Tanggapan keagamaan terhadap teknologi reproduksi berbantuan

Seorang penulis Anglikan mengatakan bahwa, "Memperoleh persatuan tetapi tanpa anak-
anak dengan cara menggunakan kontrasepsi, dan memperoleh anak-anak tetapi tanpa
persatuan, keduanya sama-sama salah."[16] Persetubuhan heteroseksual dipandang oleh Gereja
Katolik sebagai suatu tindakan sakramental yang dimaksudkan untuk hanya dialami oleh para
pasangan yang telah menikah; persetubuhan dipandang sebagai suatu representasi fisik dari
persatuan spiritual dalam perkawinan antara seorang suami dan seorang istri. Menurut
Katekismus Gereja Katolik, inseminasi buatan "memisahkan tindakan seksual dari tindakan
prokreatif. Tindakan yang membawa anak ke dalam keberadaannya bukan lagi suatu tindakan
yang dilakukan oleh dua orang yang saling memberikan diri kepada yang lainnya. Tetapi
tindakan itu dilakukan oleh orang yang 'memercayakan kehidupan dan identitas sang embrio
ke dalam kuasa para dokter dan biolog serta menciptakan penguasaan teknologi atas asal
mula dan tujuan dari pribadi manusia. Suatu relasi dari penguasaan semacam itu, dengan
sendirinya, bertentangan dengan martabat dan kesetaraan yang perlu dimiliki bersama antara
orang tua dan anak-anak'".[17]

Pada ternak dan hewan peliharaan

Seorang pria melakukan inseminasi buatan pada seekor sapi.

Vivipar pertama yang dibuahi secara artifisial adalah seekor anjing. Eksperimen tersebut
dilakukan dengan sukses oleh seorang Italia bernama Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780.
Pelopor penting lainnya dalam inseminasi buatan adalah seorang Rusia bernama Ilya
Ivanovich Ivanov sejak tahun 1899. Pada tahun 1935, semen domba Suffolk yang dicairkan
dikirimkan dari Cambridge dengan pesawat menuju Krakoiv, Polandia, dan kepada gabungan
peneliti internasional (Prawochenki dari Polandia, Milovanoff dari Uni Soviet, Hammond
dari Cambridge, Walton dari Skotlandia, dan Thomasset dari Uruguay).

Inseminasi buatan digunakan pada banyak hewan, bukan manusia, seperti domba, kuda, sapi,
babi, anjing, hewan-hewan bersilsilah pada umumnya, hewan-hewan pada kebun binatang,
kalkun, dan bahkan lebah madu. AI dapat digunakan untuk berbagai alasan, misalnya untuk
memungkinkan seekor jantan menginseminasi betina dalam jumlah yang jauh lebih banyak,
untuk memungkinkan penggunaan materi genetik dari pejantan yang terpisah oleh jarak
ataupun waktu, untuk mengatasi kesulitan pemuliaan fisik, untuk mengatur garis keayahan
dari keturunan, untuk menyinkronkan kelahiran-kelahiran, untuk menghindari cedera yang
mungkin terjadi saat perkawinan alami, dan untuk menghindari perlunya memelihara seekor
pejantan sekalipun (seperti untuk sejumlah kecil betina atau pada spesies yang pejantan
fertilnya mungkin sulit dikelola).

Fertilisasi in vitro
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Fertilisasi in vitro
Intervensi

Ilustrasi skematik IVF dengan injeksi sperma


intrasitoplasmik.

ICD-10-PCS [1]

MeSH D005307

[sunting di Wikidata]

Fertilisasi in vitro atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation, IVF), atau
sering disebut bayi tabung, adalah suatu proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar
tubuh sang wanita: in vitro ("di dalam gelas kaca"). Proses ini melibatkan pemantauan dan
stimulasi proses ovulasi seorang wanita, mengambil suatu ovum atau sel-sel telur dari
ovarium (indung telur) wanita itu dan membiarkan sperma membuahi sel-sel tersebut di
dalam sebuah medium cair di laboratorium. Sel telur yang telah dibuahi (zigot) dikultur
selama 2–6 hari di dalam sebuah medium pertumbuhan dan kemudian dipindahkan ke rahim
wanita yang sama ataupun wanita yang lain, dengan tujuan menciptakan keberhasilan
kehamilan.

Teknik-teknik IVF dapat digunakan dalam berbagai jenis situasi, dan merupakan salah satu
teknik dalam teknologi reproduksi dengan bantuan untuk penanganan infertilitas. Teknik-
teknik IVF juga digunakan dalam surogasi kehamilan, yang dalam kasus ini sel telur yang
telah dibuahi ditanam di dalam rahim 'titipan' wanita lain sehingga anak yang dilahirkan
secara genetik tidak terkait dengan wanita tersebut. Dalam beberapa situasi, sel-sel sperma
atau sel-sel telur donasi dapat digunakan. Sejumlah negara melarang atau sebaliknya
melakukan regulasi ketersediaan pengerjaan IVF sehingga menimbulkan wisata fertilitas.
Pembatasan atas ketersediaan IVF misalnya karena biaya dan usia untuk menghasilkan suatu
kehamilan yang sehat dalam jangka waktu normal. Karena biaya prosedur ini, IVF umumnya
diupayakan hanya setelah pilihan lain yang lebih murah telah gagal.

Kelahiran seorang "bayi tabung" pertama yang berhasil, yaitu Louise Brown, terjadi pada
tahun 1978. Louise Brown dilahirkan sebagai hasil dari siklus alami IVF tanpa stimulasi.
Robert G. Edwards mendapat penghargaan Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada tahun
2010, fisiolog yang terlibat dalam pengembangan proses ini bersama dengan Patrick Steptoe;
Steptoe tidak memenuhi syarat untuk dipertimbangkan karena Penghargaan Nobel tidak
diberikan secara anumerta.[1] Dengan donasi sel telur dan IVF, wanita yang melewati masa
reproduktifnya atau telah mengalami menopause masih dapat hamil. Adriana Iliescu sempat
memegang rekor sebagai wanita tertua yang melahirkan dengan menggunakan IVF dan sel
telur dari donasi, ketika ia melahirkan pada tahun 2004 di usianya yang ke-66 tahun, sebelum
rekornya terlampaui pada tahun 2006. Setelah menggunakan IVF, dikatakan bahwa banyak
pasangan dapat hamil tanpa perawatan kesuburan.[2] Pada tahun 2012, diperkirakan bahwa
lima juta anak telah lahir di seluruh dunia menggunakan IVF dan teknik reproduksi berbantu
lainnya.[3]

Daftar isi
 1 Penggunaan medis
o 1.1 Tingkat keberhasilan
 2 Sejarah
 3 Etika
o 3.1 Kesalahan pencampuran
o 3.2 Skrining atau diagnosis genetik praimplantasi
o 3.3 Otonomi dan kepemilikan jaringan
o 3.4 Keuntungan yang diharapkan dari industri ini
o 3.5 Kehamilan pasca menopause
o 3.6 Pasangan sesama jenis, orang tua tunggal dan tidak menikah
o 3.7 Donor anonim
o 3.8 Embrio-embrio yang tidak diinginkan
o 3.9 Tanggapan keagamaan
o 3.10 Masyarakat dan budaya
 4 Kaum pria dan IVF
 5 Ketersediaan dan pemanfaatan
o 5.1 Indonesia
 6 Status hukum
 7 Lihat pula
 8 Referensi
 9 Bacaan lanjutan

Penggunaan medis
Penggunaan IVF dimungkinkan untuk menangani infertilitas wanita, yang disebabkan karena
masalah pada tuba fallopi sehingga mengalami kesulitan dalam fertilisasi in vivo. IVF juga
dimungkinkan untuk menangani infertilitas pria, yang dalam situasi ini dapat digunakan
injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI) dengan cara menginjeksi suatu sel sperma secara
langsung ke dalam sel telur. Metode tersebut digunakan ketika sperma memiliki kesulitan
untuk melakukan penetrasi pada sel telur, dan dalam kasus ini dapat digunakan sperma dari
pasangan ataupun donor. ICSI juga digunakan ketika jumlah sel sperma sangat sedikit. Ketika
terindikasi, ICSI digunakan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan IVF.

Menurut pedoman NICE Britania, penggunaan IVF adalah tepat dalam kasus infertilitas yang
tak dapat dijelaskan bagi wanita yang belum hamil setelah 2 tahun hubungan seksual reguler
tanpa kontrasepsi.[4] Aturan ini tidak berlaku di semua negara. (lih. infertilitas)

IVF juga dianggap cocok dalam kasus salah satu perluasannya menjadi kepentingan, yaitu,
suatu prosedur yang biasanya tidak diperlukan dalam prosedur IVF itu sendiri, tetapi
dianggap hampir tidak mungkin atau secara teknis sulit melaksanakannya tanpa secara
serentak melaksanakan metode IVF. Perluasan tersebut misalnya diagnosis genetik
praimplantasi (PGD) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan genetik, serta
donasi sel telur dan surogasi di mana wanita yang menyediakan sel telur tidak sama dengan
wanita yang akan menjalani kehamilan dalam jangka waktu normal.

Tingkat keberhasilan

Tingkat keberhasilan IVF adalah persentase dari semua prosedur IVF yang memberikan hasil
sesuai keinginan. Tergantung pada jenis kalkulasi yang digunakan, hasil tersebut mungkin
merepresentasikan jumlah kehamilan yang terkonfirmasi, disebut tingkat kehamilan, atau
jumlah kelahiran hidup, disebut tingkat kelahiran hidup. Tingkat keberhasilannya bergantung
pada berbagai faktor variabel seperti usia maternal, penyebab infertilitas, status embrio,
riwayat reproduksi, dan faktor-faktor gaya hidup.

Usia maternal (maternal age): kandidat IVF yang lebih muda lebih memungkinkan untuk
hamil. Wanita yang usianya lebih dari 41 tahun lebih mungkin hamil dengan suatu sel telur
donor.[5]

Riwayat reproduksi: wanita yang sebelumnya pernah hamil dalam banyak kasus lebih
mungkin berhasil menggunakan IVF daripada wanita yang belum pernah hamil.[5]

Tingkat kelahiran hidup

Tingkat atau angka kelahiran hidup adalah persentase semua siklus IVF yang menyebabkan
kelahiran hidup. Tingkat ini tidak termasuk keguguran atau kelahiran mati, dan kelahiran
kembar dihitung sebagai satu kehamilan. Sebuah ringkasan tahun 2012 disusun oleh Society
for Reproductive Medicine yang melaporkan rata-rata tingkat keberhasilan IVF di Amerika
Serikat untuk masing-masing kelompok umur yang menggunakan sel telur non-donor:[6]

<35 35-37 38-40 41-42 >45

Tingkat kehamilan 46,7 37,8 29,7 19,8 8,6

Tingkat kelahiran hidup 40,7 31,3 22,2 11,8 3,9


Pada tahun 2006, klinik-klinik di Kanada melaporkan tingkat kelahiran hidup 27%.[7] Tingkat
kelahiran pada pasien yang lebih muda sedikit lebih tinggi, dengan tingkat keberhasilan
35,3% bagi yang berumur 21 tahun dan yang lebih muda, kelompok umur termuda yang
dievaluasi. Tingkat keberhasilan pasien yang lebih tua juga lebih rendah dan menurun seiring
dengan usia, dengan tingkat keberhasilan 27,4% bagi yang berumur 37 tahun dan tidak ada
kelahiran hidup bagi yang usianya lebih dari 48 tahun, kelompok umur tertua yang
dievaluasi.[8] Beberapa klinik dikatakan melebihi angka-angka tersebut, tetapi tidak mungkin
memastikan apakah hal itu disebabkan oleh teknik yang lebih unggul atau pemilihan pasien
tertentu, karena mungkin saja meningkatkan tingkat keberhasilan dengan cara menolak untuk
menerima pasien tersulit atau dengan mengarahkan mereka ke siklus donasi oosit (yang
dikompilasi secara terpisah). Selain itu, tingkat kehamilan dapat saja ditingkatkan dengan
cara menempatkan beberapa embrio dengan risiko meningkatkan kemungkinan terjadinya
kelahiran kembar.

Tingkat kelahiran hidup menggunakan sel-sel telur donor juga diberikan oleh SART dan
mencakup semua kelompok umur yang menggunakan sel telur segar ataupun dicairkan.[9]

Embrio dari sel telur donor yang Embrio dari sel telur donor yang
segar dicairkan

Tingkat kelahiran
55,1 33,8
hidup

Karena tidak semua siklus IVF yang dimulai akan mengarah pada pengambilan oosit atau
transfer embrio, laporan tingkat kelahiran hidup perlu menyebutkan denominator, yaitu siklus
mulai IVF, pemulihan IVF, atau transfer embrio. Society for Assisted Reproductive
Technology (SART) merangkum tingkat keberhasilan tahun 2008-2009 pada klinik-klinik di
Amerika Serikat bagi siklus embrio segar yang tidak mencakup sel-sel telur donor dan
menyajikan tingkat kelahiran hidup berdasarkan usia calon ibu, dengan angka tertinggi 41,3%
per siklus mulai dan 47,3% per transfer embrio untuk pasien di bawah usia 35 tahun.

Upaya-upaya IVF dalam beberapa siklus menyebabkan peningkatan tingkat kelahiran hidup
kumulatif. Tergantung pada kelompok demografis, suatu penelitian melaporkan 45% sampai
53% untuk tiga upaya, dan 51% sampai 71-80% untuk enam upaya.[10]

Tingkat kehamilan

Tingkat kehamilan dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Di Amerika Serikat, tingkat
kehamilan yang digunakan oleh Society for Assisted Reproductive Technology dan Centers
for Disease Control (ditampilkan dalam tabel pada bagian Tingkat keberhasilan di atas)
didasarkan pada gerak jantung janin yang diamati dalam pemeriksaan USG.

Ringkasan tahun 2009 yang disusun oleh Society for Reproductive Medicine mencakup data
berikut ini untuk Amerika Serikat:[9]
<35 35-37 38-40 41-42

Tingkat kehamilan 47,6 38,9 30,1 20,5

Pada tahun 2006, klinik-klinik di Kanada melaporkan tingkat kehamilan rata-rata 35%.[7]
Suatu penelitian di Perancis memperkirakan bahwa 66% pasien yang memulai penggunaan
IVF berhasil memiliki anak (40% selama perawatan IVF dan 26% setelah penghentian IVF).
Keberhasilan memiliki anak setelah penghentian IVF terutama disebabkan oleh adopsi (46%)
atau kehamilan spontan (42%).[11]

Prediktor keberhasilan

Yang telah dikemukakan sebagai faktor-faktor potensial utama yang mempengaruhi tingkat
kehamilan (dan kelahiran hidup) dalam IVF yaitu usia maternal, durasi infertilitas atau
subfertilitas, bFSH, dan jumlah oosit, semuanya mencerminkan fungsi ovarium.[12] Usia
wanita yang optimal adalah 23–39 tahun pada saat penanganan IVF.[13]

Endometrium lapis-tiga dikaitkan dengan hasil IVF yang lebih baik. [14]

Biomarka yang mempengaruhi peluang kehamilan dengan IVF misalnya:

 Jumlah folikel antral, dengan jumlah yang lebih tinggi memberikan tingkat keberhasilan lebih
tinggi.[15]
 Kadar hormon anti-Müllerian, dengan kadar yang lebih tinggi mengindikasikan lebih
tingginya kemungkinan kehamilan,[15] serta kelahiran hidup setelah IVF, bahkan setelah
penyesuaian usia.[16]
 Faktor-faktor kualitas cairan semen bagi penyedia sel sperma.
 Tingkat fragmentasi DNA[17] sebagaimana diukur, misalnya, berdasarkan uji komet, usia
maternal lanjut, dan kualitas semen.
 Wanita dengan genotipe FMR1 spesifik-ovarium, seperti het-normal/rendah, secara
signifikan menurunkan peluang kehamilan dalam IVF. [18]
 Elevasi progesteron (PE) pada hari induksi maturasi akhir dikaitkan dengan tingkat kehamilan
yang lebih rendah dalam siklus IVF pada wanita yang menjalani stimulasi ovarium
meggunakan gonadotropin dan analog GnRH. [19] Pada saat tersebut, dibandingkan dengan
kadar progesteron di bawah 0,8 ng/ml, kadar antara 0,8 dan 1,1 ng/ml memberikan rasio
peluang kehamilan sekitar 0,8, dan kadar antara 1,2 dan 3,0 ng/ml memberikan rasio
peluang kehamilan antara 0,6 dan 0,7. [19] Di sisi lain, elevasi progesteron tampaknya tidak
memberikan penurunan kesempatan untuk hamil dalam siklus pembekuan–pencairan dan
siklus dengan donasi sel telur.[19]
 Karakteristik sel-sel dari cumulus oophorus dan membrana granulosa, yang dengan mudah
diaspirasi selama pengambilan oosit. Sel-sel tersebut terkait erat dengan oosit serta berbagi
lingkungan-mikro yang sama, dan tingkat ekspresi gen-gen tertentu dalam sel-sel tersebut
terkait dengan tingkat kehamilan yang lebih tinggi atau lebih rendah. [20]
 Ketebalan endometrium (EMT) kurang dari 7 mm menurunkan tingkat kehamilan dengan
rasio peluang sekitar 0,4 dibandingkan dengan EMT lebih dari 7 mm. Namun, ketebalan
serendah itu dikatakan jarang terjadi, dan setiap penggunaan rutin parameter ini dipandang
tidak dapat dibenarkan.[21]

Faktor risiko lainnya yang berpengaruh pada hasil IVF misalnya:

 Merokok tembakau menurunkan kemungkinan IVF menghasilkan kelahiran hidup sebesar


34% dan meningkatkan risiko kehamilan IVF berakhir dengan keguguran sebesar 30%. [22]
 Indeks massa tubuh (BMI) di atas 27 menyebabkan kecenderungan penurunan tingkat
kelahiran hidup sebesar 33% setelah siklus pertama IVF dibandingkan dengan BMI antara 20
dan 27.[22] Selain itu, wanita hamil yang mengalami obesitas juga memiliki tingkat lebih tinggi
dalam mengalami keguguran, diabetes gestasional, tekanan darah tinggi, tromboembolisme,
dan masalah-masalah selama persalinan, serta mengarah pada peningkatan risiko janin
mengalami kelainan bawaan.[22] Indeks massa tubuh yang ideal adalah 19–30. [13]
 Oklusi tubal laparoskopik atau salpingektomi sebelum pelaksanaan IVF meningkatkan
peluang bagi wanita dengan hidrosalping.[13][23]
 Keberhasilan memperoleh kelahiran hidup dan/atau kehamilan terdahulu meningkatkan
peluang.[13]
 Asupan kafein/alkohol yang rendah meningkatkan tingkat keberhasilan. [13]
 Jumlah embrio yang dipindahkan dalam siklus pelaksanaan. [24]
 Kualitas embrio
 Beberapa penelitian juga mengemukakan kalau penyakit autoimun turun memainkan peran
dalam menurunkan tingkat keberhasilan IVF karena mengganggu implantasi embrio secara
tepat setelah pemindahan.[18]

Aspirin terkadang diresepkan untuk wanita dengan tujuan meningkatkan kemungkinan


perkandungan melalui IVF, tetapi tidak ada cukup bukti yang memperlihatkan efektivitasnya.
[25][26]

Sebuah tinjauan dan meta-analisis tahun 2013 atas uji acak terkendali akupunktur sebagai
suatu terapi adjuvan dalam IVF tidak menemukan manfaatnya secara keseluruhan.
Disimpulkan perlunya studi lebih lanjut terhadap suatu manfaat nyata yang ditemukan dalam
sebuah bagian pengujian yang dipublikasikan di mana kelompok kontrol (yang tidak
menggunakan akupunktur) mengalami tingkat kehamilan lebih rendah dari rata-rata, karena
terdapat kemungkinan adanya bias publikasi dan faktor lainnya.[27]

Sebuah tinjauan Cochrane memperlihatkan bahwa luka endometrial yang dilakukan pada
bulan sebelum hiperstimulasi ovarium tampaknya meningkatkan angka kelahiran hidup
maupun angka kehamilan klinis dalam IVF jika dibandingkan dengan tanpa luka endometrial.
Namun, terdapat kekurangan data yang dilaporkan seputar angka-angka hasil yang merugikan
seperti keguguran, kehamilan kembar, rasa nyeri dan/atau pendarahan.[23][butuh pemutakhiran]

Bagi wanita, asupan antioksidan (seperti asetilsistein, melatonin, vitamin A, vitamin C,


vitamin E, asam folat, myo-inositol, seng atau selenium) belum dikaitkan dengan peningkatan
signifikan angka kelahiran hidup atau angka kehamilan klinis dalam IVF sebagaimana
dilaporkan dalam tinjauan Cochrane.[23] Di sisi lain, antioksidan oral yang diberikan kepada
pria seiring dengan faktor laki-laki atau subfertilitas yang tak dapat dijelaskan menghasilkan
angka kelahiran hidup yang lebih tinggi dalam IVF.[23]
Sebuah tinjauan Cochrane tahun 2013 memperlihatkan bahwa tidak ada bukti yang dapat
diidentifikasi mengenai dampak rekomendasi gaya hidup pra-konsepsi pada kemungkinan
hasil kelahiran hidup.[23]

Sejarah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah fertilisasi in vitro

Pada tahun 1977, Steptoe dan Edwards berhasil melakukan suatu fertilisasi rintisan yang
menyebabkan kelahiran bayi pertama yang dikandung menggunakan metode IVF, yaitu
Louise Brown pada tanggal 25 Juli 1978, di Rumah Sakit Oldham General, Greater
Manchester, Britania Raya.[28][29][30]

Kelahiran sukses bayi tabung yang kedua terjadi di India hanya berselang 67 hari setelah
Louise Brown lahir.[31] Bayi perempuan itu, bernama Durga, dikandung in vitro menggunakan
metode-metodenya Subhash Mukhopadhyay, seorang dokter dan peneliti dari Kolkata.

Etika
Kesalahan pencampuran

Dalam sejumlah kasus, terjadi kesalahan pencampuran (sel gamet yang salah diidentifikasi,
pemindahan embrio yang salah) di laboratorium, yang menyebabkan tindakan hukum
terhadap penyedia layanan IVF dan gugatan-gugatan terkait keayahan yang kompleks.
Contohnya adalah kasus seorang wanita di California yang menerima embrio pasangan lain
dan baru diberitahu tentang kesalahan ini setelah kelahiran putranya.[32] Hal ini menyebabkan
banyak otoritas dan klinik individual menerapkan prosedur-prosedur untuk meminimalkan
risiko semacam itu. Otoritas Embriologi dan Fertilisasi Manusia di Britania Raya misalnya,
mensyaratkan klinik-klinik untuk menggunakan sistem kesaksian ganda, identitas spesimen
diperiksa oleh dua orang di setiap titik pemindahan spesimen. Alternatifnya, solusi-solusi
teknologi lebih disukai, untuk mengurangi biaya manual tenaga kerja dalam sistem kesaksian
ganda, dan untuk mengurangi risiko dengan penggunaan tag RFID bernomor yang dapat
diidentifikasi oleh pembaca yang terhubung ke komputer. Komputer tersebut melacak
spesimen di seluruh proses dan memperingatkan embriolog jika spesimen yang tidak cocok
teridentifikasi. Meskipun penggunaan pelacakan RFID telah meluas di Amerika Serikat,[33]
hal ini masih belum diterapkan secara luas. Bagaimanapun, dalam kasus-kasus lain bukan
terjadi kesalahan pencampuran embrio atau sel gamet, tetapi penggunaan secara sengaja
embrio dari pasangan lain atau donor sel gamet, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya:
baik reseptor maupun donor. Beberapa kasus semacam ini dibawa ke proses hukum dan
peradilan.[butuh rujukan]

Skrining atau diagnosis genetik praimplantasi

Kekhawatiran lainnya yaitu bahwa orang akan menyaring sifat tertentu, menggunakan
diagnosis genetik praimplantasi (PGD) atau skrining genetik praimplantasi. Sebagai contoh,
satu pasangan tunarungu dari Britania, Tom dan Paula Lichy, mengajukan petisi untuk
menciptakan seorang bayi tuli menggunakan IVF.[34] Sejumlah etikawan medis sangat kritis
terhadap hal ini. Jacob M. Appel menulis bahwa, "dengan sengaja memusnahkan embrio
yang buta atau tuli mungkin mencegah cukup banyak penderitaan di masa depan, sementara
suatu kebijakan yang memungkinkan orang tua tuli ataupun buta untuk memilih sifat-sifat
yang sama secara sengaja akan jauh lebih merepotkan."[35]

Konsep yang dengan tegas mengubah gen ini telah menciptakan konsep Bayi Desainer. Saat
ini, PGD dapat mengubah beberapa atribut fisik dan kesehatan; proyeksi kekuatan masa
depan PGD dalam kemampuannya untuk menciptakan manusia yang ideal telah
menimbulkan banyak masalah etika. Proyeksi dampak-dampak sosial misalnya pengubahan
dunia atletik, penciptaan senjata manusia, dan pertukaran otonomi atas kehidupan seseorang
karena praseleksi.[36] Selain itu, dengan pandangan yang sangat terbatas akan masa depan,
sulit untuk mengubah suatu susunan genetik manusia tanpa mengetahui dampak sepenuhnya.
Sebagai contoh, melalui terapi gen, suatu laboratorium mampu membuat tikus mengalami
penurunan berat badan, tetapi efek jangka panjang manipulasi gen tersebut menyebabkan
gangguan produksi toksin dan terlalu banyak penurunan berat badan.[37]

Otonomi dan kepemilikan jaringan

Bagi mereka yang meyakini bahwa kehidupan manusia dimulai sejak saat pembuahan,
keyakinan ini juga mengungkapkan bahwa hak asasi manusia telah diberikan pada saat itu.
Apabila hak asasi manusia telah ada dalam tahap embrionik ini, maka terdapat tambahan isu
etika yang timbul dari proses manipulasi embrio di dalam ranah kepemilikan jaringan. Dalam
jangka panjang, jika ditanamkan atau diimplantasikan ke dalam seorang wanita dan lahir,
embrio tersebut menjadi seorang dewasa dan harus hidup dengan modifikasi genetik yang
dipilih baginya melalui proses IVF. Dalam keadaan selulernya, tidak mungkin ia memberikan
persetujuan kehendak untuk tindakan manipulasi gen. Hal ini menyebabkan pengambilan
keputusan dilakukan oleh orang tuanya. Kepemilikan orang tua, yang dianggap sah, atas
embrio hanya dalam jangka waktu singkat dan berarti bahwa mereka memegang kendali atas
masa depan biologis sang embrio. Persetujuan kehendak atas kepemilikan jaringan telah
menjadi isu selama puluhan tahun dan dapat berdampak hukum. Dalam kasus Henrietta
Lacks, para peneliti tidak memiliki persetujuan pasien untuk menggunakan jaringannya
dalam penelitian genetik, dan hal ini menyebabkan banyak masalah hukum seputar hak
keluarganya untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan sel-selnya.[38]

Keuntungan yang diharapkan dari industri ini

Banyak orang yang tidak menentang praktik IVF (yakni menciptakan kehamilan melalui cara
"buatan") tetapi sangat kritis terhadap keadaan sekarang industri ini. Mereka berpendapat
bahwa industri ini telah menjadi suatu industri yang bernilai miliaran dolar, tanpa regulasi
secara luas dan rawan terhadap pelanggaran-pelanggaran serius yang dilakukan para
praktisinya untuk memperoleh keuntungan. Sebagai contoh, pada tahun 2008, seorang dokter
California memindahkan 12 embrio ke seorang wanita yang kemudian melahirkan bayi
kembar delapan (lih. Bayi kembar delapan Suleman). Kasus ini menjadi berita internasional,
dan telah menyebabkan tuduhan bahwa banyak dokter yang rela untuk membahayakan
kesehatan dan bahkan kehidupan seorang wanita demi memperoleh uang. Robert Winston,
profesor studi fertilitasi di Imperial College London, menyebut industri ini "korup" dan
"serakah" dengan mengatakan kalau, "Salah satu masalah utama yang kita hadapi dalam
perawatan kesehatan adalah bahwa IVF telah menjadi suatu industri komersial yang besar,"
dan, "Apa yang telah terjadi, tentu saja, adalah bahwa uang mengorupsi seluruh teknologi
ini," dan menuduh pihak berwenang gagal melindungi pasangan-pasangan dari eksploitasi:
"Pihak otoritas telah melakukan suatu pekerjaan buruk secara konsisten. [Mereka] tidak
mencegah eksploitasi kaum wanita, [mereka] tidak memberikan informasi yang sangat baik
kepada pasangan-pasangan, [mereka] tidak membatasi jumlah perlakuan-perlakuan yang
tidak ilmiah yang dapat diakses orang-orang."[39] Industri IVF karenanya dapat dipandang
sebagai salah satu contoh dari apa yang dideskripsikan para ilmuwan sosial sebagai suatu tren
yang mengalami peningkatan menuju suatu pengembangan kesehatan, ilmu kedokteran, dan
tubuh manusia, yang digerakkan oleh pasar.[40]

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, industri ini semakin digerakkan oleh uang
karena para peneliti dan inovator masuk ke dalam perebutan hak-hak paten dan hak-hak
kekayaan intelektual. Klausul Hak Cipta dalam Konstitusi AS melindungi hak-hak inovator
atas hasil karya mereka masing-masing dalam upaya untuk mempromosikan kemajuan ilmu
pengetahuan. Pada dasarnya, perlindungan hukum ini memberikan insentif kepada para
inovator dengan menyediakan mereka suatu monopoli sementara atas hasil karya mereka
masing-masing. Dalam industri IVF, yang sudah sangat mahal bagi pasien, hak-hak paten
berisiko membuat harga-harga yang lebih tinggi bagi pasien untuk mendapatkan prosedur ini
karena mereka juga harus menanggung biaya-biaya dari hasil karya yang dilindungi. Sebagai
contoh, perusahaan 23andMe telah mematenkan suatu proses yang digunakan untuk
mengalkulasi probabilitas warisan gen.[41] Kendati inovasi ini mungkin membantu banyak
orang, perusahaan tersebut tetap memiliki hak tunggal untuk mengelolanya dan dengan
demikian tidak ada persaingan ekonomis. Tidak adanya kompetisi ekonomis mengakibatkan
harga produk yang lebih tinggi.

Industri ini dituduh membuat klaim-klaim yang tidak ilmiah, dan mendistorsi fakta-fakta
seputar infertilitas (ketidaksuburan, kemandulan), khususnya melalui banyak klaim
berlebihan mengenai seberapa umum kasus infertilitas di dalam masyarakat, dalam suatu
upaya untuk mendapatkan sebanyak mungkin pasangan yang dengan segera mencoba
menggunakan IVF (daripada mengupayakan untuk hamil secara alami dalam waktu yang
lebih lama). Hal ini berisiko menghapus infertilitas dari konteks sosialnya dan mereduksi
pengalaman atas suatu malfungsi biologis sederhana, yang sebenarnya dapat diobati melalui
prosedur-prosedur biomedis tetapi menjadi harus menggunakan perawatan dari mereka.[42][43]
Bagaimanapun, terdapat berbagai kekhawatiran serius mengenai banyaknya penggunaan IVF.
Dr Sami David, seorang spesialis fertilitas dan salah seorang pelopor masa awal
pengembangan IVF, menyatakan kekecewaan atas keadaan sekarang industri ini, dan
mengatakan bahwa banyak prosedur yang tidak diperlukan; ia mengatakan, "[IVF] telah
menjadi pilihan pertama perawatan, bukannya pilihan terakhir. Ketika pertama kali
diperkenalkan pada akhir tahun 1970-an, awal tahun 1980-an, [IVF] dimaksudkan sebagai
upaya terakhir. Sekarang ini menjadi suatu upaya pertama. Saya pikir itu adalah suatu
ketidakadilan bagi kaum wanita. Saya juga berpikir bahwa [IVF] dapat membahayakan para
wanita dalam jangka panjang."[44] Karenanya, IVF menimbulkan isu-isu etika sehubungan
dengan penyalahgunaan fakta-fakta biomedis untuk 'menjual' prosedur-prosedur korektif
seputar kondisi-kondisi berbeda dari suatu kondisi ideal tubuh 'sehat' atau 'normal' yang
tercipta dalam perspektif masyarakat, yaitu pria dan wanita subur dengan sistem-sistem
reproduksi yang mampu bekerja sama dalam menghasilkan keturunan.

Kehamilan pasca menopause

Meskipun menopause adalah suatu penghalang alami bagi konsepsi pada usia lanjut, IVF
telah memungkinkan kaum wanita untuk hamil pada usia 50-an dan 60-an tahun. Kaum
wanita yang rahimnya telah dipersiapkan menerima embrio-embrio yang berasal dari suatu
sel telur donor. Oleh karena itu, meski para wanita ini tidak memiliki hubungan genetik
dengan sang anak, mereka memiliki hubungan emosional melalui kehamilan dan persalinan.
Dalam banyak kasus, ayah genetik sang anak adalah pasangan wanita tersebut. Setelah
menopause, memang rahim masih mampu menanggung kehamilan.[45]

Memperbolehkan kaum wanita untuk hamil setelah masa alamiahnya dapat menjadikan
masalah overpopulasi. Melalui diagnosis genetik praimplantasi (PGD), anak-anak yang
terlahir melalui IVF diyakini memiliki tingkat harapan hidup yang lebih tinggi karena
eliminasi embrio-embrio dengan penyakit-penyakit tertentu. Sehingga IVF dapat
menimbulkan peningkatan jumlah wanita yang mampu melahirkan anak mengakibatkan
peningkatan laju pertumbuhan penduduk, sementara PGD dalam IVF mengurangi tingkat
kematian, mengakibatkan peningkatan populasi.

Pasangan sesama jenis, orang tua tunggal dan tidak menikah

Pada tahun 2009, ASRM menyatakan kalau mereka tidak menemukan bukti persuasif bahwa
anak-anak disakiti atau dirugikan hanya karena dibesarkan oleh orang tua tunggal, orang tua
yang tidak menikah, atau orang tua homoseksual. Mereka tidak mendukung pembatasan
akses pada teknologi reproduksi berbantuan atas dasar orientasi seksual atau status
perkawinan calon orang tua.[46]

Kekhawatiran dari aspek etika meliputi hak-hak reproduksi, kesejahteraan anak, perlakuan
non-diskriminatif terhadap individu-individu yang tidak menikah, homoseksual, dan otonomi
profesional.[46]

Suatu kontroversi baru-baru ini di California berfokus pada pertanyaan apakah para dokter
yang menentang hubungan sesama jenis diwajibkan untuk melakukan IVF bagi pasangan
lesbian. Guadalupe T. Benitez, seorang asisten medis lesbian dari San Diego, menggugat
dokter Christine Brody dan Douglas Fenton dari North Coast Women's Care Medical Group
setelah Brody mengatakan kepadanya bahwa ia memiliki "keberatan-keberatan berlandaskan
agama untuk menangani dia dan kaum homoseksual pada umumnya untuk membantu mereka
mengandung anak melalui inseminasi buatan," dan Fenton menolak untuk mengesahkan
pengulangan resepnya untuk obat kesuburan Clomid dengan alasan yang sama.[47][48] Asosiasi
Medis California awalnya memihak Brody dan Fenton, tetapi, pada tanggal 19 Agustus 2008,
kasus tersebut diputuskan dengan suara bulat dalam keberpihakan pada Benitez oleh
Mahkamah Agung Negara Bagian California.[49][50]

Nadya Suleman mengundang perhatian internasional setelah melakukan implantasi dua belas
embrio, delapan di antaranya bertahan hidup, menyebabkan ia melahirkan delapan bayi baru
sebagai tambahan pada keluarganya saat itu yang beranak enam. Dewan Medis California
berusaha untuk mencabut lisensi Michael Kamrava, dokter kesuburan yang menangani
Suleman. Para pejabat negara bagian menyatakan bahwa prosedur penanganan Suleman
adalah bukti adanya penilaian yang tidak beralasan, penanganan di bawah standar, dan
kurangnya kepeluan pada delapan anak yang akan ia kandung serta enam anak yang masih ia
perjuangkan untuk dibesarkan. Pada tanggal 1 Juni 2011, Dewan Medis tersebut
mengeluarkan putusan bahwa lisensi kedokteran Kamrava akan efektif dicabut pada tanggal 1
Juli 2011.[51][52][53]
Donor anonim

Sejumlah anak yang dikandung melalui IVF dengan menggunakan donor anonim atau tanpa
identitas dilaporkan menderita keresahan karena tidak mengetahui orang tua donor mereka
serta kerabat genetik dan sejarah keluarga mereka.[54][55]

Alana Stewart, yang dikandung menggunakan sperma donor, memulai suatu forum daring
bagi anak-anak donor dengan nama AnonymousUS pada tahun 2010. Forum tersebut
menyambut baik segala sudut pandang yang disampaikan setiap orang yang terlibat dalam
proses IVF.[56] Olivia Pratten, seorang Kanada yang dikandung menggunakan donor,
menggugat provinsi British Columbia pada tahun 2008 agar ia mendapat akses ke catatan
identitas ayah donornya.[57] "Saya bukan sebuah rawatan, saya seorang pribadi, dan catatan-
catatan itu milik saya," kata Pratten.[54] Pada bulan Mei 2012, pengadilan memenangkan
gugatan Pratten, setuju bahwa undang-undang pada saat itu mendiskriminasi anak-anak donor
serta menjadikan donasi sel telur dan sperma anonim di British Columbia ilegal.[57]

Di Britania Raya, Swedia, Norwegia, Jerman, Italia, Selandia Baru, dan beberapa negara
bagian Australia, para donor tidak dibayar dan tidak dapat anonim.

Pada tahun 2000, sebuah situs web bernama Donor Sibling Registry dibuat untuk membantu
anak-anak biologis dengan donor umum saling terhubung satu sama lain.[55][58]

Pada tahun 2012, sebuah dokumenter berjudul Hari Ayah Anonim dirilis dengan berfokus
pada anak-anak yang dikandung menggunakan sel donor.[59]

Embrio-embrio yang tidak diinginkan

Selama tahap pemilihan dan pemindahan, banyak embrio yang mungkin dibuang demi yang
lainnya. Pemilihan tersebut mungkin didasarkan pada kriteria seperti kelainan genetik atau
jenis kelamin.[60] Salah satu kasus paling awal seputar pemilihan gen khusus melalui IVF
adalah kasus keluarga Collins pada tahun 1990-an, yang memilih jenis kelamin anak mereka.
[61]
Isu-isu etika masih belum terselesaikan karena dianggap belum ada konsensus dalam ilmu
pengetahuan, agama, dan filsafat mengenai kapan embrio manusia harus diakui sebagai
seorang pribadi. Bagi yang meyakini bahwa hal ini bermula sejak saat konsepsi (pembuahan),
IVF menjadi suatu masalah moral ketika ada beberapa sel telur yang dibuahi, sehingga
memulai perkembangan mereka, dan hanya sedikit atau satu saja yang dipilih untuk
implantasi.

Apabila IVF melibatkan pembuahan satu sel telur saja, atau setidaknya hanya sejumlah yang
akan diimplantasikan, maka hal ini dianggap bukan suatu isu. Bagaimanapun, hal ini
mungkin mengakibatkan peningkatan biaya secara drastis karena hanya satu atau sedikit sel
telur yang diupayakan pada satu waktu. Akibatnya, pasangan tersebut perlu memutuskan apa
yang harus dilakukan dengan embrio-embrio tambahan yang dihasilkan. Tergantung pada
pandangan mereka tentang aspek kemanusiaan sang embrio atau apakah mereka kelak
menginginkan anak lagi, pasangan tersebut memiliki beberapa pilihan dalam memperlakukan
embrio-embrio ekstranya. Pasangan memiliki pilihan untuk membekukan mereka,
menyumbangkan mereka kepada pasangan infertil lainnya, melelehkan mereka, atau
menyumbangkan mereka untuk penelitian medis.[62] Membekukan mereka membutuhkan
biaya, menyumbangkan mereka tidak menjamin kalau mereka akan bertahan hidup,
mencairkan atau melelehkan mereka dengan segera membuat mereka tidak dapat bertahan
hidup, dan penelitian medis mengakibatkan pengakhiran kehidupan mereka. Dalam ranah
penelitian medis, pasangan belum tentu diberitahu untuk apa embrio-embrio tersebut
digunakan, dan sebagai hasilnya, beberapa dapat saja digunakan dalam penelitian sel punca
embrionik, suatu bidang yang juga dipandang memiliki isu-isu etika.

Tanggapan keagamaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tanggapan keagamaan terhadap teknologi reproduksi
berbantuan

Gereja Katolik menentang semua jenis teknologi reproduksi berbantuan dan kontrasepsi
buatan, menegaskan bahwa Gereja memisahkan tujuan prokreatif hubungan seksual dalam
perkawinan dengan tujuan penyatuan pasangan dalam perkawinan. Gereja Katolik
mengizinkan penggunaan sejumlah kecil teknologi reproduksi dan metode kontrasepsi seperti
keluarga berencana alami, yang mencakup pencatatan waktu ovulasi. Gereja
memperbolehkan bentuk-bentuk lain teknologi reproduksi yang memungkinkan pembuahan
terjadi melalui persetubuhan normatif, misalnya pelumas fertilitas. Paus Benediktus XVI
secara terbuka menekankan kembali penentangan Gereja Katolik terhadap fertilisasi in vitro
atau "bayi tabung", memandangnya menggantikan cinta antara pasangan suami-istri.[63]
Katekismus Gereja Katolik menyatakan kalau hukum alam mengajarkan bahwa reproduksi
memiliki suatu "hubungan yang tak terpisahkan" dengan hubungan seksual di antara kedua
pribadi pasangan menikah.[64] Selain itu, Gereja menentang IVF karena dapat menyebabkan
pembuangan embrio-embrio, mengeliminasi hak hidup mereka; dalam Katolisisme, embrio
dipandang sebagai seorang individu dengan jiwa yang harus diperlakukan layaknya seorang
pribadi manusia.[65] Gereja Katolik berpendapat bahwa infertilitas bukanlah suatu kemalangan
secara objektif, dan mendukung adopsi sebagai pilihan bagi pasangan-pasangan yang masih
ingin memiliki anak.[66]

Dikatakan bahwa umat Hindu menerima IVF sebagai anugerah bagi mereka yang tidak dapat
memiliki anak dan menyebut dokter-dokter terkait IVF melakukan punya karena terdapat
beberapa karakter yang mengaku dilahirkan tanpa hubungan seksual, terutama Karna dan
kelima Pandawa.[67]

Mengenai tanggapan atas IVF dari Islam, kesimpulan dari fatwa Gad El-Hak Ali Gad El-Hak
mengenai teknologi reproduksi berbantuan meliputi:[68]

 IVF satu sel telur sang istri dengan sel sperma dari suaminya dan pemindahan kembali sel
telur yang telah dibuahi ke rahim sang istri diperbolehkan, dengan syarat prosedur itu
diindikasikan untuk suatu alasan medis dan dilaksanakan oleh seorang dokter ahli.
 Karena pernikahan adalah suatu kontrak antara sang istri dan suami selama kurun waktu
pernikahan mereka, seharusnya tidak ada pihak ketiga yang mengganggu fungsi-fungsi
perkawinan dalam hubungan seksual dan penghasilan keturunan. Hal ini berarti bahwa
donor pihak ketiga tidak dapat diterima, apakah ia menyediakan sel sperma, sel telur,
embrio, atau rahim. Penggunaan pihak ketiga sama artinya dengan zina, atau
perselingkuhan.

Dalam komunitas Yahudi Ortodoks, konsep ini diperdebatkan karena hanya ada sedikit
preseden pada sumber-sumber tekstual hukum tradisional Yahudi. Mengenai hukum
seksualitas, yang menjadi keberatan misalnya masturbasi (yang dapat dipandang sebagai
"penyia-nyiaan benih"[65]), hukum-hukum terkait aktivitas seksual dan menstruasi (niddah)
serta hukum khusus mengenai persetubuhan. Satu masalah tambahan yang penting adalah
penetapan garis keturunan dan keayahan. Bagi seorang bayi yang dikandung secara alami,
identitas ayahnya ditentukan melalui suatu presumsi legitimasi hukum (khazakah): rov bi'ot
achar ha'baal - hubungan seksual seorang wanita diasumsikan dengan suaminya. Mengenai
seorang anak IVF, asumsi ini tidak ada dan karenanya Rabi Eliezer Waldenberg (antara lain)
mensyaratkan adanya seorang pengawas dari luar untuk secara positif mengidentikasi sang
ayah.[69] Yudaisme Reformasi umumnya menyetujui fertilisasi in vitro.[65]

Masyarakat dan budaya

Banyak orang Afrika Sub-Sahara memilih untuk memercayakan pengasuhan anak-anak


mereka pada kaum wanita infertil. IVF memungkinkan para wanita infertil itu untuk memiliki
anak-anak mereka sendiri, sehingga memaksakan standar ideal baru pada suatu budaya di
mana membesarkan anak-anak dianggap alami dan penting secara kultural. Banyak wanita
infertil yang mampu mendapatkan lebih banyak rasa hormat dalam masyarakat mereka
dengan cara merawat anak-anak yang bukan anak kandungnya, dan mereka mungkin akan
kehilangan rasa hormat tersebut jika memilih untuk menggunakan IVF. Karena IVF
dipandang tidak alamiah, IVF dapat mengganggu posisi sosial mereka serta tidak menjadikan
mereka setara dengan para wanita fertil. Juga dipandang lebih menguntungkan secara
ekonomis bagi kaum wanita infertil untuk membesarkan anak-anak asuh karena memberikan
anak-anak ini kemampuan lebih besar untuk mengakses sumber daya yang penting bagi
perkembangan mereka dan juga membantu perkembangan masyarakat pada umumnya. Jika
IVF menjadi lebih populer tanpa penurunan angka kelahiran, akan ada lebih banyak rumah
dengan keluarga besar yang memiliki sedikit pilihan untuk mengirim anak-anak mereka yang
lahir. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan jumlah anak yatim dan/atau penurunan
sumber daya bagi anak-anak dari keluarga besar. Pada akhirnya hal ini akan menahan
pertumbuhan masyarakat dan anak-anak tersebut.[70]

Kaum pria dan IVF


Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan kaum pria memandang diri mereka sebagai
kontributor 'pasif'[71] karena kurangnya 'keterlibatan fisik' mereka[72] dalam penggunaan IVF.
Meskipun demikian, banyak laki-laki merasa tertekan setelah melihat dampak negatif injeksi
hormonal dan intervensi fisik secara terus-menerus pada pasangan mereka.[73] Fertilitas
(kesuburan) dipandang sebagai salah satu faktor signifikan dalam persepsi seorang laki-laki
mengenai maskulinitasnya, menjadikan banyak laki-laki merahasiakan penggunaan IVF
mereka.[73] Dalam kasus-kasus di mana kaum pria tidak menceritakan bahwa ia dan
pasangannya sedang menjalani IVF, mereka dilaporkan mengalami olok-olok, terutama oleh
laki-laki lain, kendati ada beberapa yang menganggap hal ini sebagai suatu penegasan
dukungan dan persahabatan. Bagi yang lainnya, hal ini menyebabkan mereka merasa
terisolasi secara sosial.[74] Dibandingkan dengan kaum wanita, kaum pria kurang mengalami
penurunan kesehatan mental dalam masa setelah suatu kegagalan penanganan IVF.[75]
Bagaimanapun, banyak laki-laki merasa bersalah, kecewa, dan tidak mampu, seraya
menyatakan bahwa mereka sekadar mencoba untuk memberikan semacam peneguhan
emosional bagi pasangan mereka. [74]

Ketersediaan dan pemanfaatan


Indonesia
Bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa
dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Materi
yang tidak memiliki sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu oleh
Pengurus.
Tag ini diberikan tanggal 1 Desember 2016

Saat ini telah ada 26 klinik yang melayani pengobatan bayi tabung di Indonesia yang tersebar
di kota-kota di Jawa, Bali, dan Sumatera. Klinik bayi tabung yang ada di Indonesia ini di
bawah pengawasan perkumpulan dokter seminat (PERFITRI - Perhimpunan Fertilisasi In
Vitro Indonesia atau IA-IVF Indonesian Assoaciation In Vitro Fertilization) yang bekerja
sama dengan Departemen Kesehatan.

Status hukum
Instansi-instansi pemerintah di Tiongkok meloloskan larangan penggunaan IVF pada tahun
2003 bagi wanita yang tidak menikah dan pasangan dengan penyakit-penyakit menular
tertentu.[76]

Negara-negara Muslim Sunni umumnya memperbolehkan IVF di antara pasangan-pasangan


yang telah menikah selama dilakukan dengan sel sperma dan sel-sel telur mereka masing-
masing, tetapi tidak dengan sel-sel telur donor dari pasangan lain. Namun Iran, yang adalah
negara Muslim Syi'ah, memiliki suatu skema yang lebih kompleks. Iran melarang donasi sel
sperma tetapi mengizinkan donasi sel-sel telur yang telah dibuahi maupun belum dibuahi.
Sel-sel telur yang telah dibuahi merupakan donasi dari suatu pasangan menikah kepada
pasangan menikah lainnya, sedangkan sel-sel telur yang belum dibuahi merupakan
sumbangan dalam konteks nikah mutah atau pernikahan sementara kepada sang ayah.[77]

Kosta Rika melarang sepenuhnya teknologi IVF, Mahkamah Agung negara ini
menyatakannya tidak konstitusional karena IVF "melanggar kehidupan".[78] Kosta Rika
dikatakan sebagai satu-satunya negara di belahan bumi barat yang sepenuhnya melarang IVF.
Suatu proyek undang-undang yang dengan setengah hati dikirim oleh pemerintahan Presiden
Laura Chinchilla telah ditolak oleh parlemen. Presiden Chinchilla belum pernah secara
terbuka menyatakan posisinya mengenai isu IVF. Namun, mengingat pengaruh besar Gereja
Katolik dalam pemerintahannya, setiap perubahan dalam status quo tampaknya sangat tidak
mungkin terjadi.[79][80] Kendati kerasnya tentangan keagamaan dan peranan pemerintah Kosta
Rika, larangan atas IVF dibatalkan oleh Mahkamah Hak Asasi Manusia Inter-Amerika dalam
suatu keputusan pada tanggal 20 Desember 2012. Mahkamah tersebut mengatakan bahwa
jaminan perlindungan Kosta Rika sejak dahulu bagi setiap embrio melanggar kebebasan
reproduksi pasangan-pasangan infertil karena melarang mereka menggunakan IVF, yang
seringkali melibatkan pembuangan embrio-embrio yang tidak ditanamkan dalam rahim
pasien.[81] Pada tanggal 10 September 2015, Presiden Luis Guillermo Solís menandatangani
sebuah dekret legalisasi fertilisasi in-vitro. Dekret tersebut dimasukkan dalam surat kabar
resmi negara pada tanggal 11 September. Para penentang praktik ini sejak saat itu
mengajukan gugatan hukum di hadapan Mahkamah Konstitusi Kosta Rika.[82]

Semua pembatasan utama di Australia pada wanita lajang namun infertil untuk menggunakan
IVF dicabut pada tahun 2002 setelah pengajuan banding terakhir ke Pengadilan Tinggi
Australia ditolak dengan alasan prosedural dalam kasus Leesa Meldrum. Suatu pengadilan
federal Victoria telah memutuskan pada tahun 2000 bahwa larangan yang ada atas semua
wanita lajang dan lesbian untuk menggunakan IVF merupakan diskriminasi gender.[83]
Pemerintah Victoria mengumumkan perubahan dalam hukum IVF pada tahun 2007 dengan
menghilangkan pembatasan pada lesbian dan wanita lajang, sehingga menjadikan Australia
Selatan satu-satunya negara bagian yang masih mempertahankan batasan tersebut.[84]

Undang-undang federal di Amerika Serikat mencakup skrining kebutuhan dan pembatasan


dalam hal donasi, tetapi umumnya tidak berpengaruh pada pasangan intim secara seksual.[85]
Namun, dokter mungkin diperlukan untuk menyediakan perawatan karena undang-undang
non-diskriminasi, seperti misalnya di California.[50] Negara bagian Tennessee mengusulkan
suatu rancangan undang-undang pada tahun 2009 yang akan menetapkan donor IVF sebagai
'adopsi'.[86] Pada sesi yang sama diusulkan rancangan undang-undang lainnya yang membatasi
adopsi dari pasangan yang tidak menikah dan hidup bersama; kelompok-kelompok aktivis
menyatakan bahwa meloloskan rancangan undang-undang yang pertama akan secara efektif
menghentikan orang-orang yang tidak menikah untuk menggunakan IVF.[87][88] Tak satu pun
dari kedua rancangan undang-undang itu lolos.[89][90]

Anda mungkin juga menyukai