Kultur jaringan bila diartikan ke dalam Bahasa Jerman disebut Gewebe Kultur,
dalam Bahasa Inggris disebut Tissue Culture, dalam Bahasa Belanda disebut
weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah
suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel,
jaringan atauorgan yang serba steril, dalam botolkultur yang sterildan dalam kondisi
yang aseptic, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.Usaha memperoleh suatu individu
baru dari satu sel atau jaringan dikenal sebagai kultur sel atau kultur
jaringan..Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut
tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang memiliki sifat
seperti induknya.
Prinsip
Prinsip utama dari kultur jaringan ini adalah perbanyakan tanaman dengan memakai
bagian vegetatif tanaman yang menggunakan media buatan dan dilakukan di tempat
yang steril. Berbeda dari teknik untuk memperbanyak tanaman secara konvensional,
teknik kultur jaringan merupakan teknik yang dilakukan dalam kondisi aseptik di
dalam sebuah botol kultur dengan medium serta pada kondisi tertentu. Oleh sebab
itu, teknik pengertian kultur jaringan dapat disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro
yang merupakan kata dari bahasa latin yang berarti ”didalam kaca”. Teori dasar dari
teknik kultur in vitro adalah Totipotensi. Totipotensi mempercayai bahwa setiap
bagian-bagian tanaman dapat berkembang biak, hal ini karena seluruh bagian
tanaman tersebut terdiri dari jaringan-jaringan hidup. Oleh sebab itu, semua
organisme-organisme baru yang berhasil tumbuh akan mempunyai sifat yang sama
persis dengan induknya tersebut.
Teori totipotensi yang menyatakan bahwa setiap sel tanaman dapat berkembang
menjadi individu baru, digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan kultur jaringan.
Dalam kultur jaringan bagian tanaman yang terdiri atas sel-sel dan jaringan dibuat
sedemikian mungkin untuk ditanam di sebuah media yang steril dan lingkungan
yang terkendali. Seperti teori totipotensi tersebut, bagian tanaman yang ditanam di
media tersebut ternyata dapat bertumbuh dan berkembang menjadi individu baru
bila kondisinya sesuai.
1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau
seedling.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media
cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan
yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian
dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media
padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur
protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2
protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni:
kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen),
ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
Kelebihan:
o Sifat identik dengan induknya;
o Perbanyakan dalam waktu singkat;
o Tidak perlu areal pembibitan yang luas;
o Tidak dipengaruhi oleh musim;
o Tanaman bebas jamur dan bakteri.
Sedangkan kekurangannya:
o Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar;
o Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit;
o Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium
khusus), peralatan dan perlengkapan;
o Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur
jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan;
o Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.
Alami:
1. Nutrisi diperoleh secara alami dari dalam tanah
2. Tanaman dapat membuat makanannya sendiri (autotrof)
3. Sumber tanaman harus cukup umur
4. Fotosintesis dengan bantuan matahari
Ada musim hujan dan kemarau yang tidak terkendali
5. Kultur Jaringan
6. Media terbuat dari nutrisi kimia
7. Tanaman tidak membuat makanannya sendiri
8. Sumber tanaman sedikit
9. Fotosintesis dengan cahaya lampu
10. Tidak dipengaruhi musim
I. ALAT-ALAT KULTUR JARINGAN
Alat-alat yang dipakai dalam penanaman dalam kultur jaringan harus dalam keadaan
steril. Alat-alat logam dan gelas dapat disterilkan dalam autoklaf. Alat tanam seperti:
pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan
pemanasan dalam bacticinerator khusus untuk scapel, gagangnya dapat disterilkan
dengan pemanasan namun pisaunya dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam
temperatur tinggi. Oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan
pencelupan dalam alkohol atau larutan kaporit.
Alat-alat kultur jaringan yang perlu disterilisasi sebelum penanaman adalah; Pinset,
Gunting, – Gagang scapel, Kertas saring, Petridish, Botol-botol kosong, Jarum, Pipet
a. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell,
1976). Ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas
dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang
tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan
akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan
atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol
yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses
isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik,
menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
b. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pembebasan dari mikroorganisme.
Tujuan sterilisasi yaitu untuk menciptakan kondisi kultur yang steril.
Tahapan Sterilisasi:
1. Sterilisasi peralatan gelas dan stainless dalam suhu 121o di dalam autoklaf.
2. Sterilisasi bahan tanaman
Tanaman induk – sterilisasi bahan tanam/eksplan menggunakan detergen, alcohol,
kloroks 0,5 % dll – direndam dalam bahan sterilant – sterilisasi dalam laminar –
tanaman dipro-kondisi
d. Penanaman eksplan
Melalui sub kultur atau transfer, tanaman ditanam pada media tanam di laminar air
flow menggunakan alat-alat yang steril.
o Multiplikasi tunas
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung yang telah ditanami eksplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
o Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Untuk pengakaran digunakan media MS + NAA. Pengamatan
dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta
untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Proses perakaran
pada umumnya berlangsung selama 1 bulan. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk
(disebabkan bakteri).
o Inkubasi
Pada tahap inkubasi, eksplan ditempatkan di
ruang/lingkungan yang terkendali (untuk duji keberhasilannya).
Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kultur adalah antara 24–28oC. Untuk
mengkondisikan ruang inkubasi pada suhu yang diinginkan, maka di dalam ruangan
tersebut dipasang Air Conditioner (AC).
o Aklitimasi
Aklitimasi merupakan proses adaptasi/pemindahan tanaman dari lingkungan dalam
ke lingkungan luar (dari lingkungan yang terkendali ke lingkungan yang tidak
terkendali).
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan
hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan
hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Pada saat aklimatisasi ini umumnya 2 minggu dengan sungkup dan 4 minggu tanpa
sungkup. Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20 – 25 cm.
Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag. Setelah itu tanaman perlu
ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50 – 60 cm kemudian dipindahkan
ke lapangan
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro: pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio
somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk
perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur
eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat
digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon,
hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
3. Media Tumbuh.
Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur
tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan,
antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop,
Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan
penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering
digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic
Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti
Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin
seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol,
TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi
temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran
wadah kultur.
Prinsip
Prinsip utama dari kultur jaringan ini adalah perbanyakan tanaman dengan memakai
bagian vegetatif tanaman yang menggunakan media buatan dan dilakukan di tempat
yang steril. Berbeda dari teknik untuk memperbanyak tanaman secara konvensional,
teknik kultur jaringan merupakan teknik yang dilakukan dalam kondisi aseptik di
dalam sebuah botol kultur dengan medium serta pada kondisi tertentu. Oleh sebab
itu, teknik pengertian kultur jaringan dapat disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro
yang merupakan kata dari bahasa latin yang berarti ”didalam kaca”. Teori dasar dari
teknik kultur in vitro adalah Totipotensi. Totipotensi mempercayai bahwa setiap
bagian-bagian tanaman dapat berkembang biak, hal ini karena seluruh bagian
tanaman tersebut terdiri dari jaringan-jaringan hidup. Oleh sebab itu, semua
organisme-organisme baru yang berhasil tumbuh akan mempunyai sifat yang sama
persis dengan induknya tersebut.
Syarat-syarat :
Setelah mengetahui tentang pengertian kultur jaringan, berikut ini sejarah kultur
jaringan tersebut. Perkembangan kultur jaringan dimulai sejak tahun 1838 ketika
Schleiden dan Schwann mengungkapkan mengenai teori totipotensi yang
menjelaskan sel-sel bersifat otonom, serta prinsipnya yang dapat beregenerasi
menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan tersebut menjadi dasar dari
spekulasi Haberlandt pada abad ke-20 awal yang menjelaskan jaringan tanaman
yang diisolasi dan dikultur dapat berkembang menjadi sebuah tanaman normal
dengan cara melakukan manipulasi terhadap nutrisi dan kondisi lingkungan.
Walaupun pada awalnya usaha yang dilakukan oleh Haberlandt pada tahun 1902
mengalami kegagalan, akan tetapi Carrel, Harrison, dan Burrows pada tahun 1907-
1909 berhasil untuk mengkulturkan jaringan hewan dan manusia dengan cara in
vitro.
1. Kultur Haploid
Kultur haploid adalah kultur yang menggunakan bagian reproduksi suatu tanaman
sebagai eksplannya, seperti : tepung sari, ovule, kepala sari, dan lain sebagainya
sehingga dapat menghasilkan tanaman haploid.
2. Kultur Protoplasma
Kultur protoplasma menggunakan sel yang telah dilepas dari bagian dinding selnya,
hal ini karena enzim tersebut sebagai eksplannya. Kultur protoplasma digunakan
pada umumnya untuk keperluan hibridisasi somatik ataupun fusi sel soma.
3. Kultur Suspensi
Kultur suspensi yang dijadikan eksplannya pada umumnya yaitu kalus atau jaringan
meristem yang dalam bentuk sel maupun agregat. Pada kultur suspensi pada
umumnya memakai media cair dengan pengocokan secara terus menerus dengan
menggunakan shaker.
4. Kultur Kalus
Kultur kalus yang dijadikan eksplannya adalah sekumpulan sel, seperti : jaringan
parenkim.
5. Kultur Organ
Kultur organ memakai bagian-bagian tertentu dari sebuah tanaman sebagai eksplan
seperti buku batang, akar, helaian daun, buah muda, tangkai daun, pucuk,bunga,
dan lain sebagainya.
6. Kultur Biji
Kultur biji dengan memanfaatkan biji atau seeding sebagai eksplan.
Metode Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan dapat dilakukan dengan metode-metode yang akan dijelaskan
dibawah ini. Macam –macam metode pada teknik kultur jaringan dapat ditinjau dari
macam media tanam, eksplan yang dipakai atau bahan, dan cara pemeliharaannya.
Berdasarkan dari macam media tanam yang dipakai, metode kultur dibedakan
sebagai berikut :
1. Pembuatan Media
Media adalah faktor yang sangat penting dalam kultur jaingan. Media tersebut dapat
berupa hormon, vitamin, atau garam mineral. Media yang digunakan harus steril
terlebih dahulu, sehingga sebelum proses kultur jaringan dilakukan, media yang
telah disiapkan tersebut ditempatkan di tabung reaksi dan kemudian dipanaskan
dengan autoklaf. Media yang diambil harus sudah dipersiapkan di greenhouse
supaya bebas kontaminan pada saat dikultur nanti.
2. Inisiasi
Inisiasi merupakan suatu proses pengambilan eksplan dari bagian pada tanaman
yang akan dikultur. Sumber eksplan yang harus memenuhi kriteria seperti jelas
jenisnya, varietas, bebas dari hama dan penyakit, spesies. Salah satu bagian
tanaman yang sering digunakan adalah tunas. Setelah eksplannya sudah
dipersiapkan, eksplan tersebut akan dikultur dengan harapan dapat menginisasi
pertumbuhan baru sehingga dapat memungkinkan pemilihan salah satu bagian
tanaman yang tumbuhnya paling kuat guna perbanyakan tanaman ke tahap yang
berikutnya.
3. Sterilisasi
Setiap proses harus dilakukan pada tempat yang steril, yaitu di laminar flow serta
memakai berbagai alat yang steril. Peralatan yang digunakan pada umumnya
disterilisasi terlebih dahulu dengan cara menyemprotkan etanol ke alat tersebut.
Selain itu, orang yang akan melakukan kultur tersebut juga harus dalam keadaan
yang steril pula.
4. Multiplikasi
Multiplikasi ialah kegiatan untuk memperbanyak calon tanaman baru dengan cara
menanam eksplan yang telah dipilih ke media. Guna mencegah gagal tumbuh
eksplan tersebut, proses multiplikasi lebih baik dilakukan pada laminar flow.
5. Pengakaran
Pengakaran adalah tahapan setelah multiplikasi dan merupakan fase dimana
eksplan akan membentuk pucuk serta akar tanaman baru yang kuat sehingga
mampu untuk bertahan hidup pada saat dipindahkan dari lingkungan hidup in vitro
ke lingkungan hidup luar. Peristiwa pengakaran mengindikasikan bahwa proses
kultur jaringan berjalan dengan lancar.
6. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah tahap untuk memindahkan eksplan dari awalanya di lingkungan
in vitro ke lingkungan luar. Aklimatisasi harus dilakukan secara hati-hati dan juga
bertahap, yaitu dengan cara memberikan sungkup. Sungkup tersebut kemudian
akan dilepaskan apabila tanaman baru yang sudah berhasil kultur sudah mampu
untuk berdaptasi dengan lingkungan luar tersebut. Supaya tanaman baru tersebut
tumbuh dengan baik, harus dilakukan pemeliharaan yang prinsip utamanya hampir
serupa dengan pemiliharaan pada tanaman generatif.
Meskipun teknik kultur jaringan mempunyai banyak manfaat kultur jaringan terhadap
reproduksi tanaman, namun teknik kultur jaringan ini juga mempunyai dampak
negatifnya. Teknik kultur jaringan memerlukan individu yang yang mempunyai
keahlian dalam bidang tersebut, hal ini karena tanpa adanya keahlian teknik tersebut
cenderung gagal. Modal awal untuk menggunakan teknik tersebut relatif mahal, dan
bibit yang dihasilkan juga harus diaklimatasi terlebih dahulu, hal ini karena
kondisinya yang cenderung aseptik dan lembab. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan
juga penggunaan teknik tersebut agar tidak menimbulkan kerugian.
Dari pengertian kultur jaringan yang telah dijelaskan diatas, kultur jaringan memiliki
teori dasar dari teknik kultur in vitro adalah Totipotensi. Teori tersebut menjelaskan
bahwa setiap bagian-bagian tanaman dapat untuk dikembangbiakkan, hal ini karena
seluruh bagian-bagian tanaman tersebut terdiri dari jaringan-jaringan hidup. Oleh
sebab itu, organisme baru yang berhasil untuk ditumbuhkan dapat mempunyai sifat
yang sama dengan induknya.
Anggrek cattleya
Jati mas
Kelapa sawit
Pisang abaka
Pisang lampung
nggrek yang baru sebab banyak ahli yang berusaha mempersilangkan antara
anggrek satu dengan anggrek yang lainnya sehingga dihasilkan tanaman anggrek
spesies jenis baru. Terdapat berbagai jenis tanaman anggrek dengan karakteristik-
karakteristik keunikan yang dapat memikat indera penglihatan kita. Tak heran jika
banyak orang menjadi penggemar anggrek.
Pembudidayaan tanaman anggrek cukup gampang-gampang susah. Teknik
pengembangbiakan anggrek menggunakan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan
adalah salah satu contoh perkembangbiakan vegetatif. Kultur jaringan merupakan
salah satu teknik pemanfaatan totipotensi. Totipotensi merupakan kemampuan
suatu sel pada setiap organ untuk berpotensi tumbuh dan berkembang menjadi
individu baru . Kultur jaringan ialah teknik perbanyakan tanaman melalui
pengisolasian sel bagian tanaman (daun, akar, batang, maupun mata tunas) untuk
ditumbuhkan disuatu media buatan yang telah diberi nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam suatu tempat (botol) tertutup yang tembus cahaya. Jadi, prinsip
utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan
bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat
steril.
Kultur jaringan pada anggrek biasanya dengan mengambil bagian daun atau akar
anggrek, yang kemudian di tanam pada botol tertutup yang berisi media tanam
berupa agar yang telah diberi berbagai nitrisi hormon pertumbuhan dan
perkembangan.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah Pembuatan media, Inisiasi (pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang
akan dikulturkan), Sterilisasi, Multiplikasi (kegiatan memperbanyak calon tanaman
dengan menanam eksplan pada media), Pengakaran, dan kemudian mengeluarkan
calon tanaman dari tempat sterilisasi tersebut. Pengeluaran ini harus dilakukan
dengan hati-hati dan harus segera di tempatkan ditempat yang aman sebab individu
baru ini (bibit) masih sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Setelah
dirasa bibit baru telah mampu untuk beradaptasi dengan lingkungannya, maka bibit
tersebut sudah dapat dipindahkan ke tempat luar atau bersinggungan langsung
dengan udara luar.
Rangkuman Biologi Bab Kultur Jaringan SMA Kelas XI IPA
OLEH NAUFALDI RAFIF SATRIYA
MONDAY, SEPTEMBER 17, 2012
Bagikan :
Tweet
Sel tumbuhan memiliki sifat dasar yang disebut totipotensi sel. Sifat
totipotensi sel ini merupakan sifat sel yang mampu menjadi individu baru
yang utuh jika berada pada lingkungan yang sesuai. Teori ini berdasarkan
teori sel yang dikemukakan pertama kali oleh Jakob Schleiden dan Theodor
Schwann (1838-1839). Berdasarkan teori tersebut, jika sebuah sel berada
dalam kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan, sel
tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru.
Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium
khusus), peralatan dan perlengkapan.
Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur
jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
Teknik Kultur Jaringan - Adakah hubungannya antara sel, jaringan, organ, dan
kultur jaringan pada tumbuhan? Tentu saja ada, contohnya ketika kita mempelajari
sifat-sifat yang terdapat pada suatu jaringan. Pengetahuan tentang sifat jaringan dan
sel pada tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam kultur jaringan.
Sel tumbuhan memiliki sifat dasar yang disebut totipotensi sel. Sifat totipotensi sel ini
merupakan sifat sel yang mampu menjadi individu baru yang utuh jika berada pada
lingkungan yang sesuai. Teori ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan pertama
kali oleh Jakob Schleiden dan Theodor Schwann (1838-1839). Berdasarkan teori
tersebut, jika sebuah sel berada dalam kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan, sel tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru.
Sel tumbuhan memiliki sifat totipotensi yang lebih besar dibandingkan sel hewan.
Hal ini dikarenakan pada tumbuhan masih terdapat sel atau jaringan yang belum
terdiferensiasi, yaitu jaringan yang bersifat meristematik atau jaringan meristem
serta jaringan dasar (jaringan parenkim) yang masih bersifat meristematik.
Berdasarkan teori totipotensi sel maka lahirlah suatu teknik reproduksi vegetatif baru
yang disebut teknik kultur jaringan. Perkembangan kultur jaringan tumbuhan lebih
maju dibandingkan pada hewan. Kultur jaringan di dunia maupun Indonesia saat ini
lebih berorientasi untuk produksi tanaman pangan dan industri.
Teknik kultur jaringan ini dalam pelaksanaannya merupakan suatu metode untuk
mengisolasi (mengambil) bagian tumbuhan, seperti protoplasma, sel, sekelompok
sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik (bebas
hama dan penyakit). Sifat tanaman hasil kultur jaringan akan sama seperti induknya.
Agar berhasil dengan baik ketika akan melakukan kultur jaringan, terdapat beberapa
syarat yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berkut.
c) Keadaan Kultur jaringan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik.
Semua tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan harus dilakukan secara
aseptik. Hal ini guna menghindari kontaminasi oleh jamur maupun bakteri. Oleh
karena itu, sterilisasi eksplan ke dalam medium dilakukan di dalam laminar air flow
cabinet (Gambar 2.15) untuk mencegah kontaminasi. Penyimpanan kultur juga
harus di dalam ruangan dengan suhu, pencahayaan, dan pengaturan udara yang
baik.
Salah satu tanaman yang dapat dikembangbiakkan dengan kultur jaringan adalah
anggrek. Sekarang, amati tahapan-tahapan proses yang dilakukan dalam teknik
kultur jaringan pada gambar gambar berikut ini :
Kultur jaringan memiliki manfaat yang besar bagi manusia sesuai fungsinya. Melalui
kultur jaringan ini, dapat dibudidayakan tanaman yang memiliki sifat sama dengan
induknya. Tentu saja sifat yang diinginkan ini sifat yang unggul, contohnya saja pada
wortel. Para petani menginginkan wortel yang berukuran besar dan berwarna
menarik. Melalui teknik kultur jaringan, dapat diperoleh tanaman seperti itu.
Syaratnya tentu saja mengambil eksplan dari induk yang memiliki sifat unggul
tersebut.
ur Jaringan
ASTALOG.COM – Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri
tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Dalam hal ini, teknik kultur jaringan
jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif.
Teori dasar dari kultur in vitro adalah totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa
setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman
terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang
berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.
Belajar Kultur
Jaringan yukk !
Jumat, 11 Mei 2012
Tanaman pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman lainnya.
Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga, dan buah. Pisang
termasuk keluarga musaceae, salah satu anggota ordo scitamineae.
Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan ini
sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan air (sukulenta)
sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Daun pisang Cavendish berwarna hijau
tua. Lembaran daun (lamina) pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar
sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu (gedebog). Batang pisang
sesungguhnya terdapat didalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga
bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Bunga pisang yang
disebut tongkol yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang terbentuk pada
bonggolnya, perkembangan primordia bunga memanjang keatas hingga menembus inti batang
semu dan keluar diujung batang semu tersebut. Panjang Tandan 60 - 100 cm dengan berat 15 -
30 kg. Setiap tandan terdiri dari 8 - 13 sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah
putih kekuningan, rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau
kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar jantung.
Salah satu tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial dengan teknik kultur
jaringan adalah pisang. Pisang biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan anakan
atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar menyulitkan transportasi bibit dari satu
tempat ke tempat penanamannya. Anakan yang diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan
umurnya beragam, sehingga sangat sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam
jumlah memadai untuk perkebunan pisang secara komersial.
Perbanyakan klonal pisang dengan teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala
tersebut. Metode dan tahapan perbanyakan yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini
serupa dengan metode perbanyakan lainnya. Teknik yang umum digunakan adalah kultur
meristem (meristem culture) atau kultur pucuk (shoot culture), selain itu telah dicoba juga untuk
mengkulturkan tangkai bunga inflorescence muda pisang. Pisang Cavendish di Indonesia lebih
dikenal dengan Pisang Ambon Putih. Perbanyakan tanaman pisang secara kultur jaringan
bertujuan untuk mendapatkan bibit bermutu dalam jumlah banyak dan cepat selama kurun waktu
tertentu. Ditinjau dari tujuan tersebut maka adanya bibit kultur jaringan akan mampu mendukung
pengembangan kebun agribisnis dalam skala luas. Bibit pisang kultur jaringan adalah bibit yang
dihasilkan melalui biakan jaringan (sel meristem) pada media buatan dalam laboratorium (in
vitro).
Untuk menghasilkan bibit kultur jaringan yang bermutu, perlu didukung oleh beberapa
komponen, yaitu prasarana, bahan kimia untuk pembuatan media, varietas unggul dan tenaga
ahli. Prasarana berupa laboratorium yang memenuhi syarat, rumah kaca atau plastik untuk
membesarkan bibit yang masih sangat kecil (plantlet), serta peralatan.
Menurut George dan Sherrington (1984) keberhasilan dalam kultur jaringan sangat ditentukan
oleh medium yang digunakan. Media yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini
umumnya adalah media MS. Untuk merangsang pertumbuhan tunas pada eksplan, zat pengatur
tumbuh umumnya ditambahkan ke dalam media kultur. Sitokinin BAP (Benzil Amino Purin)
umumnya digunakan pada kisaran konsentrasi 3 - 6 ppm tergantung varietas, dengan atau tanpa
kombinasi dengan auksin. Keasaman media umumnya adalah 5,5 sampai 6. Inisiasi merupakan
proses awal dalam kegiatan kultur jaringan sehingga akan menjadi penentu keberhasilan kultur.
Proses pertama dalam inisiasi adalah pengambilan eksplan atau bahan kultur dari lapangan,
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan sterilisasi eksplan (Anonim, 2002).
Prosedur kerja inisiasi pisang : Sterilisasi di luar Laminar Air Flow Cabinet 1. Cuci dan kupas
eksplan pisang di air mengalir sampai bersih 2. Rendam eksplan pisang dalam larutan fungisida
dan bakterisida 2 mg/ L selama 1-24 jam Sterilisasi di dalam Laminar Air Flow Cabinet 1.
Rendam dalam larutan clorox 30% selama 15 menit, bilas 2x dengan air steril dan kupas 1-2
pelepah 2. Rendam dalam larutan clorox 15% selama 10 menit, bilas 2x dengan air steril dan
kupas 1-2 pelepah 3. Kupas sampai sisa 3 daun pelepah ukuran 1,5x1,5 cm 4. Celup dalam
larutan clorox 1% dan tanam di media Lama waktu inisiasi dalam kondisi normal adalah 4
minggu (minimal telah 2x subkultur), selanjutnya masuk tahap multiplikasi.
Aklimatisasi dilakukan apabila tanaman telah di sub kultur sebanyak 4-5 kali. Akan tetapi, bisa
saja dilakukan sebelum 12 kali sub kultur hal ini dikarenakan adanya permintaan pasar yang
meningkat. Media aklimatisasi disterilisasi dengan cara pengukusan selama 6 jam, hal ini
dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang ada pada media aklimatisasi sehingga
pada saat planlet ditanam di media tersebut tidak akan terkena bakteri/ atau jamur. Selain itu
juga, media disemprot terlebih dahulu dengan larutan bakterisida sehari sebelum media
digunakan hal ini bertujuan untuk menghindari adanya bakteri-bakteri yang tumbuh dan
berkembang pada media selama media disimpan. Aklimatisasi dilakukan selama 4 minggu di
dalam sungkup untuk mendapatkan tanaman yang siap di pindah ke lapangan terbuka.
Pustaka Anonim, 2003. Berkebun Pisang Secara Intensif. Redaksi Trubus, Penebar Swadaya.
Jakarta. Gunawan. L. W, 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB
Bogor. Sutahu suyanti, B. Sc, 2004. Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Penenbar
Swadaya, Jakarta.
Diposkan oleh kultur jaringan di 20.16 Tidak ada komentar:
Bibit kentang merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk bisa menghasilkan
produksi yang tinggi disamping faktor-faktor yang lain. Apalagi bibit kentang dalam budidaya
kentang merupakan salah satu faktor biaya yang cukup tinggi. Mengingat Kabupaten
Wonosobo merupakan sentra Komoditas Kentang dan kebutuhan akan bibit kentang di
Kabupaten Wonosobo sangat tinggi, pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Negara
Riset dan Teknologi (KNRT) bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pembibitan kentang di Kecamatan
Kejajar.
Kegiatan ini terdiri dari beberapa kegiatan: penanaman kentang, pelatihan aplikasi pupuk
organik dilahan dan pelatihan teknik kultur jaringan. Kegiatan penanaman dilakukan di
Kelompok Tani Melati Putih, sedangkan pelatihan untuk teknik kultur jaringan dilaksanakan di
Pendopo Kecamatan kejajar pada tanggal 14 Juli 2009 yang dihadiri oleh Kepala Pusat
Bioteknologi LIPI Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, Kepala Bapeda Kabupaten Wonosobo Drs.
Lutfi Amin, MM, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo Ir.
Suharso, Camat Kecamatan Kejajar Drs. Sumekto, Ketua Lembaga Wonosobo Information
Center (WIC) Sidqi Ferin Diana sebagai pendamping Kelompok Tani Melati Putih dan
Gapoktan Kelurahan Kejajar.
Manfaat dari hasil bibit kultur jaringan ini untuk bisa mempertahankan kualitas bibit agar
bebas virus dan hama penyakit. Program LIPI ini memang merupakan program yang terpadu
antara upaya menghasilkan bibit yang berkualitas dengan dibarengi upaya-upaya
konservasi. Hal ini bisa dibuktikan bahwa dalam kegiatan penanaman menggunakan pupuk
organik, penggunaan mulsa untuk mengurangi erosi dan secara otomatis akan mengurangi
penggunaan pestisida dan insektisida. Dan kami juga akan berusaha membantu petani untuk
bisa memperoleh sertifikasi dari bibit yang dihasilkan petani secara mandiri” sambutan
Kapus-Biotech LIPI”. Setelah kegiatan pelatihan ini ada kegiatan magang di kantor pusat
penelitian LIPI teknik kultur jaringan bibit kentang. Kegiatan magang ini merupakan kegiatan
yang akan diwakili oleh perwakilan dari Kelompok Tani Melati Putih. Kegiatan magang ini
akan dipandu oleh Dr. Tri Muji Ermayanti sebagai salah satu ahli kultur jaringan.
Kami dari Lembaga Wonosobo Information Center (WIC) berusaha untuk bisa selalu
bekerjasama dengan pihak manapun dalam rangka menuju kearah lebih baik. Beberapa hal
dalam kaitannya dengan pelatihan kultur jaringan ini kami berharap ada transfer teknologi
dari LIPI kepada kelompok tani untuk bisa mengembangkan pertanian secara sustainable.
Kami sebisa mungkin akan membantu kelompok tani untuk bisa mendapatkan akses
informasi demikian juga kami akan membantu pemerintah dalam upaya pembinaan kepada
Kelompok Tani.
Harapan dari kelompok tani melati putih bahwa program ini bisa memberikan dampak yang
baik bagi pengembangan pertanian khususnya kentang. Realisasinya semoga kami kedepan
bisa bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam memanfaatkan lab.
Kultur jaringan, aplikasi penanaman menuju pertanian organik dengan mempertimbangkan
kaidah-kaidah konservasi, dukungan peralatan untuk mengetahui unsur hara dan serangan
hama penyakit. Dukungan alat ini sangat penting manfaatnya karena bisa mendukung
upaya-upaya konservasi, misalnya penggunaan pupuk, pestisida dan insektisida bisa
diaplikasikan dengan tepat sehingga tidak berlebihan yang akan merusak ekosistem. Selain
itu kami sebagai kelompok tani berharap bahwa program ini bisa berlanjut dengan
dihasilkannya bibit kentang yang berkualitas secara mandiri.
Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman
dalam kondisi aseptik sehingga dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi individu
baru yang utuh (Gunawan, 1992).
Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi sel yang artinya total genetic
potential atau setiap sel dari tubuh multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan
berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherrington, 1984).
Media yang digunakan dalam kultur jaringan anggrek tidak jauh berbeda dengan media lainnya.
Beberapa media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson ‘C’ (Knudson,
1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS
(Murashige and Skoog, 1962).
Media kultur yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang dikulturkan dalam
media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 – 10 %). Sebagai sumber karbon,
sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau kombinasi glukose (10%) dan sukrose (10%).
Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang
digunakan antara lain IAA, IBA, NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin
dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan
BAP pada konsentrsi 0.5 mg/L untuk merangsang pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan
Nikmatullah, 2006).
Script:
Widget-Animasi
« Leelou Blogs
CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »
TATIK WIDIYANA
Jumat, 26 April 2013
Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir
sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media
dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan Anthurium sendiri adalah media MS dan
modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et
al., 1992; Chen et al; Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch
dan modifikasinya (Geir, 1986, 1987, 1988).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam
jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat
pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan
mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung
pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan
dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin
adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid
(NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus
pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992),
golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin
yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP).
Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus.
Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur
hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus
tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara
mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi
media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti
(Gunawan, 1992).
adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro
tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium
(Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut
Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut:
1) Nitrogen (N)
3 Kalium (K)
4) Kalsium (Ca)
5) Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein,
seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan
bitil-bintil akar.
6) Magnesium (Mg)
7) Besi (Fe)
Adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini
merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses
fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah
thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan
vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat,
kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi
pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media
yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang
pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004).
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik.
Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena
sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang
sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media
dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik
(Yusnita, 2004).
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang
rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup
sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber
karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika
tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir.
Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai
sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
1. Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga dalam
kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite
TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan
bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan
selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan
sebagai berikut :
2) Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3g/l
Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-
agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh
kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl
menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel
(Gunawan, 1992; 57 ).
Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH)
dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan
untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal
(Yusnita, 2003).
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang
kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat
media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak
kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk
membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95%
komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan
oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka
sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata
(akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah
laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau
setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan
air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian
mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi
mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan
larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan
mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy,
1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari
sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga
harus mempertimbangkan faktor-faktor:
2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman
membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa
dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada
waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur
jaringan antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5),
Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media
MS, SH dan B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro.
1. Hara Makro
Unsur hara makro. terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium
(Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk
mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.
Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada
konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara
1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan jika terjadi
defisiensi dari hara yang lain.
2. Hara Mikro
Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan
tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan
molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam
bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi
sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan
biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige &
Skoog dengan men ”chelate” besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik
(EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang
jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga digunakan
pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu
dan Co yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn
5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100 µM.
Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa.
Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa,
dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan
fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa,
maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang
baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur
berkisar antara 2 dan 3%.
Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis
tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan
karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media
kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama
digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian
sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama
komponen media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies
tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan
media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan
menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.
4. Vitamin
Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin,
asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin, dan asam p-
aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas
pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan
tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila
konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi
sel-sel yang tumbuh masih rendah.
Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah
asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein
hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya
ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa
penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel.
Contoh penambahan asam amino dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel
adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10
mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang
fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.
Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan.
Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat
menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau, kedelai
dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan
pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat,
penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan
pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT.
NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.
IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif
dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat
senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur.
Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak
0.5-3%.
Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan
penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk
bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat
stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan
tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada
konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang
digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai
dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agaryang
terbentuk.
Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang
penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi
ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat
diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan
dengan cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol
dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan
tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25 oC. Methosel dan alginat juga
pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit
penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah
agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan
teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik
yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini
hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi
ada tidaknya kontaminan.
Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam
dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat
digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper
bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan
poliester. Apakah eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan
penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.
Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur
jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller
adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan
jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan
untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi
akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar.
2. Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan
legume lain.
5. Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6. Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7. Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8. Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lain-lain.
Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan
1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan
NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media
MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk
keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.
Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan
konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari
sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias
berperawakan perdu dan pohon-pohon.
4. Media Nitsch & Nitsch
5. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur
akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan
IAA (Dodds and Roberts, 1983)
6. Media White
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media
white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan
sekarang.
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di
kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari
Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5
mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm
8. Media B5(Gamborg)
Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya
mediaMurashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan
oleh Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali
dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih
rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi
seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit
untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan
menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan
yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena
tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat,
karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga
keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil. Oleh
karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk
menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh
menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak
perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat
pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.
Autoklaf yang dapat digunakan ada bermacam-macam mulai dari yang sederhana sampai yang Programable. Autoklaf
yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan kedalam autoklaf. Pemanasan air
dapat menggunakan kompor atau api bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini tekanan dan temperatur diatur dengan
jumlah panas dari api. Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas selama masa
sterilisasi dilakukan secara manual. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan: sederhana, harga relatif murah, tidak
tergantung dari aliran listrik yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta
lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.
Komponen-komponen autoklaf :
1. Tombol pengatur waktu mundur (timer)
2. Katup pengeluaran uap
3. pengukur tekanan
4. kelep pengaman
5. Tombol on-off
6. Termometer
7. Lempeng sumber panas
8. Aquades (dH2O)
9. Sekrup pengaman
10. batas penambahan air
Cara Penggunaan autoklaf yaitu :
1. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air
kurang dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.
Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
2. Masukkan peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol beretutup ulir, maka
tutup harus dikendorkan.
3. Tutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap
yang keluar dari bibir autoklaf. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.
4. Nyalakan autoklaf, diatur timer dengan waktu minimal 15 menit pada suhu
121oC.
5. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf
dan terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup
(dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15’ dimulai sejak
tekanan mencapai 2 atm.
6. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen
turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge
menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi
autoklaf dengan hati-hati.
Prinsip cara kerja autoklaf yaitu :
Mensterilkan alat dan bahan dengan menggunakan tekanan uap optimum untuk
sterilisasi pada tekanan 15 Psi dan suhu 121°C. Pada saat sumber panas dinyalakan,
air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak
udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap
air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat
tercapai tekanan dan suhu yang sesuai., maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai
menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan
dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh
dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan autoklaf, yaitu :
1. Semua udara yang masih terdapat di dalam autoklaf harus dikeluarkan terlebih
dahulu sebelum katup buangan ditutup agar di dapat tekanan 1 atm yang tepat.
2. Alat dan bahan yang akan disterilkan hendaknya jangan terlalu membebani
autoklaf secara berlebihan karena hal tersebut akan menimbulkan alat-alat dalam
dandang autoklaf tersebut bercampur dengan air sehingga tidak steril lagi.
3. Batas air pada autoklaf juga harus diperhatikan karena jika berlebihan akan
masuk merendam alat-alat yang akan disterilkan.
Bagian-Bagian Autoclave dan Fungsinya
08/06/2016 Elsa
Terdapat beberapa bagian autoclave beserta fungsinya yang perlu Anda ketahui.
Meskipun demikian, berbeda jenis autoclave memiliki bagian yang berbeda pula. Untuk
itu, ada baiknya Kita membahas tipe atau jenis-jenis autoclave terlebih dahulu. Sebelum
membaca lebih jauh tentang jenis-jenis autoclave, Anda bisa kembali mereview tentang
Alat Sterilisasi Autoclave agar pembahasan Kita dapat lebih komprehensif.
Contoh Autoclave
Baca Juga:
Ini Dia! Daftar Produk Bersertifikat Halal MUI Terbaru
Manfaat Minum Air Putih di Pagi Hari
Hubungan Virus Zika dan Microcephaly yang Harus Anda Cermati
============
Gravity Displacement Autoclave
Jenis autoclave yang satu ini merupakan standar dan paling umum dari
mesin autoclave. Jenis autoclave yang dapat bekerja pada cakupan suhu antara 121-
134 °C dan waktu 10-30 menit ini, melakukan pemindahan udara dalam
ruang autoclave didasarkan pada gravitasi. Prinsip dasarnya, jenis autoclave ini adalah
memanfaatkan perbedaan massa jenis antara uap dibandingkan dengan udara. Uap
mengandung H2O dalam bentuk gas, sedangkan udara terdiri dari berbagai kandungan
material semisal CO2, H2O dan sebagainya.
Cara kerja jenis autoclave ini dimulai dengan memasukan uap melalui bagian
atas autoclave. Proses ini menyebabkan udara tertekan ke dasar. Setelah uap semakin
banyak dan menekan udara makin ke dasar, kemudian udara akan keluar melalui suatu
saluran yang ada dibagian bawah autoclave. Proses ini menyebabkan peningkatan suhu
dan terjadilah proses sterilisasi.
Prevacuum atau High Vacuum Autoclave
Autoclave jenis ini dilengkapi dengan sebuah pompa yang berfungsi untuk
mengevakuasi sebagian besar udara dari dalamautoclave. Proses pengeluaran udara
yang dimaksudkan untuk menciptakan keadaan vakum ini berlangsung selama 8-10
menit. Setelah kondisi vakum didapatkan, maka uap mulai diinfiltrasi ke
dalam autoclave.
Kevakuman udara dan pengisian uap akan langsung bersentuhan dengan seluruh
permukaan benda yang ada dalam autoclaveyang akan menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu dan terjadinya proses sterilisasi. Berbeda dengan
jenis autoclavekebanyakan, pada Prevacuum atau High Vacuum Autoclave bekerja
pada suhu 132-135 °C dengan rentang waktu 3-4 menit.
Steam-Flush Pressure-Pulse Autoclave
Pada prinsipnya, jenis autoclave ini menggunakan uap dan dorongan tekanan di atas
tekanan atmosfer dengan rangkaian yang berulang. Waktu yang dibutuhkan dalam
proses sterilisasi dengan autoclave ini bergantung pada jenis benda yang akan
disterilkan.
Bagian-Bagian Autoclave dan Fungsinya
Pada dasarnya, bagian-bagian autoclave berbeda-beda berdasarkan jenis atau tipe
autoclavenya. Kita akan membahas bagian-bagian autoclave dan fungsinya secara
umum.
Jenis Autoclave
Bagan Autoclave
5. Tombol on/off
Jika Anda menggunakan autoclave yang menggunakan sumber energi listrik, maka
keberadaan tombol ini sangat berandil besar. Karena tombol ini berfungsi untuk
menghidupkan atau mematikan mesin autoclave.
6. Termometer
Biasanya, pada proses sterilisasi membutuhkan suhu yang berbeda bergantung pada
bahan atau alat yang Anda sterilkan.Termometer merupakan komponen yang berfungsi
untuk mengetahui dan mengamati suhu yang dibutuhkan. Apakah sudah sesuai dengan
suhu yang Anda butuhkan atau belum.
Laminar air flow cabinet adalah suatu alat yang digunakan dalam pekerjaan : persiapan
bahan tanaman, penanaman, dan pemindahan tanaman dari sutu botol ke botol yang lain
dalam kultur in vitro. Alat ini diberi nama Laminar Air Flow Cabinet, karena meniupkan udara
steril secara kontinue melewati tempat kerja sehingga tempat kerja bebas dari, debu dan
spora-spora yang mungkin jatuh kedalam media, waktu pelaksanaan penanaman. Aliran
udara berasal dari udara ruangan yang ditarik ke dalam alat melalui filter pertama (pre-filter),
yang kemudian ditiupkan keluar melalui filter yang sangat halus yang disebut HEPA (High
efficiency Particulate Air FilterI), dengan menggunakan blower.
Pada Laminar Air Flow Cabinet, terdapat 2 macam filter:
1. Pre-filter, yang menggunakan saringan pertama terhadap debu-debu dan benda-benda
yang kasar. Pori-porinya kira-kira 5 mm sehingga efisiensinya dapat mencapai 95 mm untuk
objek-objek yang ≥ 5 mm.
2. HEPA filter dengan pori-pori 0.3 (m dan terdapat pada bidang keluar udara kearah
permukaan tempat kerja.
Pre-filter harus sering dibersihkan dengan cacum cleaner dan sebaiknya diganti 1 tahun
sekali. Namun HEPA filter diganti setelah melalui pemeriksaan dengan particulate count
atau dengan alat yang disebut magnehelic gauge.
Laminar air flow cabinet ada yang dilengkapi dengan lampu U.V., ada juga yang tanpa.
Pada laminar air flow cabinet yang tidak dilengkapi dengan lampu U.V., blower harus
dijalankan terus menerus walaupun laminar air flow cabinet tersebut sedang tidak
dipergunakan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kebersihan ruang kerja didalam laminar air
flow tersebut. Pada laminar air flow yang dilengkapi dengan lampu U.V., dianjurkan agar
menyalakan lampu U.V. minimum 30 menit sebelum laminar air flow digunakan. Ketika
laminar air flow sedang digunakan, lampu U.V. harus dimatikan, sedangkan blower
dijalankan. Blower pada laminar air flow cabinet yang dilengkapi dengan lampu U.V., hanya
dijalankan pada saat laminar air flow sedang digunakan.
Alat-alat yang dimasukkan ke dalam Laminar Air Flow Cabinet:
1. Lampu alkohol/Bacti cinerator.
2. Wadah alkohol: botol/gelas piala ≥ 250 ml.
3. Pinset, skalpel, gunting, dan jarum.
4. Petri-dish steril.
5. Disceting Microscope, bila sedang isolasi meristim.
6. Kertas tissue/kapas.
7. Sprayer berisi alkohol 70% (tidak harus dalam cabinet).
CARA MENGGUNAKAN
1. Nyalakan lampu U.V., minimum selama 30 menit, sebelum laminar air flow digunakan.
Hindarkan sinarnya dari badan dan mata.
2. Siapkan semua alat-alat steril yang akan dipergunakan. Alat-alat yang dimasukkan ke
dalam Laminar Air Flow Cabinet, disemprot terlebih dahulu dengan alcohol 70% atau
spiritus.
3. Meja dan dinding dalam LAF disemprot dengan alkohol 70% atau spiritus untuk
mensterilkan LAF.
4. Blower pada LAF dihidupkan untuk menjalankan air flow.
5. Nyalakan lampu dalam LAF.
6. LAF sudah siap untuk digunakan.
1. Jangan meletakkan lampu bunsen terlalu dekat dengan filter dan alkohol untuk merendam
peralatan kultur.
2. Jangan menumpuk alat-alat, botol-botol media, dan lain-lain benda di depan tempat
bekerja sehingga menghalangi aliran udara.
3. Jangan mencelupkan alat tanam dengan nyala api ke dalam alkohol (nyala api alkohol
yang terdapat pada alat tanam, tidak terlihat dengan jelas di tempat
yang terang HATI-HATI !!!).
4. Jangan mendekati lampu bunsen, dengan tangan yang baru disemprot alkohol atau
spiritus.
5. Bersihkan Laminar Air Flow Cabinet, setelah selesai bekerja. Jangan meninggalkan botol
bekas, kapas bekas, dan sebagainya di dalam LAF