Anda di halaman 1dari 63

A.

PENGERTIAN KULTUR JARINGAN


Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanamanseperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisiaseptik, sehingga
bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman
lengkap kembali.[1]

Kultur jaringan bila diartikan ke dalam Bahasa Jerman disebut Gewebe Kultur,
dalam Bahasa Inggris disebut Tissue Culture, dalam Bahasa Belanda disebut
weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah
suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel,
jaringan atauorgan yang serba steril, dalam botolkultur yang sterildan dalam kondisi
yang aseptic, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.Usaha memperoleh suatu individu
baru dari satu sel atau jaringan dikenal sebagai kultur sel atau kultur
jaringan..Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut
tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang memiliki sifat
seperti induknya.

B. PRINSIP KULTUR JARINGAN


Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan
secara vegetatif.[1] Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan
medium dan kondisi tertentu.[1] Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro.
Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut
dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.[2] Teori dasar
dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian
tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil
ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.[3]

Menurut Thorpe (1981), ada 3 prinsip utama dalam kultur jaringan:


 Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh (organ, akar, daun dll)
 Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi
kultur yang tepat
 Pemeliharaan dalam kondisi aseptik

Prinsip
Prinsip utama dari kultur jaringan ini adalah perbanyakan tanaman dengan memakai
bagian vegetatif tanaman yang menggunakan media buatan dan dilakukan di tempat
yang steril. Berbeda dari teknik untuk memperbanyak tanaman secara konvensional,
teknik kultur jaringan merupakan teknik yang dilakukan dalam kondisi aseptik di
dalam sebuah botol kultur dengan medium serta pada kondisi tertentu. Oleh sebab
itu, teknik pengertian kultur jaringan dapat disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro
yang merupakan kata dari bahasa latin yang berarti ”didalam kaca”. Teori dasar dari
teknik kultur in vitro adalah Totipotensi. Totipotensi mempercayai bahwa setiap
bagian-bagian tanaman dapat berkembang biak, hal ini karena seluruh bagian
tanaman tersebut terdiri dari jaringan-jaringan hidup. Oleh sebab itu, semua
organisme-organisme baru yang berhasil tumbuh akan mempunyai sifat yang sama
persis dengan induknya tersebut. 

C. MEDIA KULTUR JARINGAN


Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. [2] Media padat
pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada
agar.[2] Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.[2] Media cair dapat bersifat
tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
[2]
 Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda
komposisinya.[4] Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan
pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.[5] Media
Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara
makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. [6]
Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media
dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi.[7][8] Pada media MS,
tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada
media (eksogen).[7] ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.[7] Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang
diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen
menentukan arah perkembangan suatu kultur.[7][8]
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim
dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang
menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang
tidak semestinya. [9] Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi.
Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel,
dan perkembangan jaringan.[9]

Beberapa jaringan yang lambat dalam pertumbuhan mereka. Bagi mereka akan ada


dua pilihan: (i) Optimalisasi media tumbuh, (ii) Membudidayakan sehat dan penuh
semangat tumbuh jaringan atau varietas.[10] Necrosis bisa merusak jaringan kultur.
Umumnya, nekrosis kultur jaringan bervariasi dalam varietas yang berbeda dari
tanaman. Dengan demikian, dapat dikelola oleh kultur sehat dan penuh semangat
tumbuh varietas.[10]

D. METODE KULTUR JARINGAN


Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
melalui perbanyakan tunas dari matatunas apikal, melalui pembentukan tunas
adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap
pembentukan kalus.[2] Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan
sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan.[5]Pertama adalah jaringan muda
yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik)
sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.[5] Jaringan tipe pertama ini
biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar,
maupun kambium batang.[11] Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima,
yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan
menjalankan fungsinya.[11] Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang
sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai
tempatcadangan makanan.[11]

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman,


khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.

Kultur jaringan termasuk jenis perkembangbiakan vegetatif yang prinsip dasarnya


sama dengan menyetek. Bagian tanaman yang akan dikultur (eksplan) dapat diambil
dari akar, pucuk, bunga, meristem, serbuk sari.

Metode Kultur Jaringan:


1. Dilihat dari Macam Media Tanam
Teknik kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
a. Metode Padat (Solid Method)
Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan
medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga
kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung
semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan
dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar
batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang
khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan.
Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit
untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan
menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya
eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi
kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh
medium.
Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan
protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah
dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang
sudah difusikan (digabungkan).
b. Metode Cair(Liquid Metho)
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat,
karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga
keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat
berhasil.
Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu
untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat
tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak p
erlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak
memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.
2. Dilihat dari Bahan atau Eksplan yang Dipakai
Bila dilihat dari macam bahan yang digunakan, maka metode kultur jaringan yang
telah dikenal sekarang antara lain adalah:
1) Kultur meristem.
2) Kultur antera
3) Kultur endosperma
4) Kultur suspensi sel
5) Kultur protoplas
6) Kultur embrio
7) Kultur spora
8) Dan lain-lain
3. Dilihat dari Cara Pemeliharaan
Eksplan yang telah ditanam, agar dapat tumbuh menjadi kalus dan kemudian
menjadi planlet, membutuhkan pemeliharaan yang rutin dan tepat. Artinya, eksplan
atau kalus yang sudah waktunya untuk dipindahkan ke dalam media tanam yang
baru harus segera dilaksanakan, tidak boleh sampai terlambat. Pemindahan yang
terlambat dapat menyebabkan pertumbuahn eksplan atau kalus dapat terhenti atau
dapat mengalami brownig atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.

E. TEORI DASAR KULTUR JARINGAN


a. Sel dari suatu organisme multiseluler dimanapun letaknya sebenarnya sama
dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (omne cellula ex cellula).

b. Teori Totipotensi Sel


Teori sel oleh Schwann dan Schleiden (1898) yang menyatakan bahwa sel memiliki
sifat totipotensi, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini mempercayai
bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembangbiak karena seluruh bagian
tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.

F. KAITAN TOTIPOTENSI DENGAN KULTUR JARINGAN

Teori totipotensi yang menyatakan bahwa setiap sel tanaman dapat berkembang
menjadi individu baru, digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan kultur jaringan.
Dalam kultur jaringan bagian tanaman yang terdiri atas sel-sel dan jaringan dibuat
sedemikian mungkin untuk ditanam di sebuah media yang steril dan lingkungan
yang terkendali. Seperti teori totipotensi tersebut, bagian tanaman yang ditanam di
media tersebut ternyata dapat bertumbuh dan berkembang menjadi individu baru
bila kondisinya sesuai.

G. TIPE-TIPE KULTUR JARINGAN

Tipe-tipe kultur, yakni:

1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau
seedling.

2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya


menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun,
bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.

3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan


(sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.

4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media
cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan
yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.

5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian
dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media
padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur
protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2
protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni:
kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen),
ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.

G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KULTUR JARINGAN

Kelebihan:
o Sifat identik dengan induknya;
o Perbanyakan dalam waktu singkat;
o Tidak perlu areal pembibitan yang luas;
o Tidak dipengaruhi oleh musim;
o Tanaman bebas jamur dan bakteri.

Sedangkan kekurangannya:
o Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar;
o Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit;
o Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium
khusus), peralatan dan perlengkapan;
o Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur
jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan;
o Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.

H. PERBEDAAN PERBANYAKAN ALAMI DENGAN KULTUR JARINGAN

Alami:
1. Nutrisi diperoleh secara alami dari dalam tanah
2. Tanaman dapat membuat makanannya sendiri (autotrof)
3. Sumber tanaman harus cukup umur
4. Fotosintesis dengan bantuan matahari
Ada musim hujan dan kemarau yang tidak terkendali
5. Kultur Jaringan
6. Media terbuat dari nutrisi kimia
7. Tanaman tidak membuat makanannya sendiri
8. Sumber tanaman sedikit
9. Fotosintesis dengan cahaya lampu
10. Tidak dipengaruhi musim
I. ALAT-ALAT KULTUR JARINGAN

Alat-alat yang dipakai dalam penanaman dalam kultur jaringan harus dalam keadaan
steril. Alat-alat logam dan gelas dapat disterilkan dalam autoklaf. Alat tanam seperti:
pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan
pemanasan dalam bacticinerator khusus untuk scapel, gagangnya dapat disterilkan
dengan pemanasan namun pisaunya dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam
temperatur tinggi. Oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan
pencelupan dalam alkohol atau larutan kaporit.
Alat-alat kultur jaringan yang perlu disterilisasi sebelum penanaman adalah; Pinset,
Gunting, – Gagang scapel, Kertas saring, Petridish, Botol-botol kosong, Jarum, Pipet

Peralatan kultur jaringan:


1. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), alat ini letaknya di ruang penabur, yaitu ruang
yang selalu harus dalam keadaan steril. alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan
penanaman.
2. Entkas, merupakan bentuk lama dari alat penabur (LAFC), maka fungsinya pun
sama seperti (LAFC)
3. Shaker (penggojok), merupakan alat penggojok yang putarannya dapat diatur
menurut kemauan kita. Penggojok ini dapat digunakan untuk keperluan
menumbuhkan kalus pada eksplan anggrek atau untuk membentuk protokormusatau
sering disebut plb (protocorm like bodies) dari kalus bermacam jaringan tanaman.
4. Autoklaf, merupakan alat sterilisasi untuk alat dan medium kultur jarinang
tanaman.
5. Timbangan Analitik, jenis alat ini bermacam-macam, tetapi yang penting adalah
timbanagn yaang dapat dipergunakan untuk menimbang sampai satuan yang sangat
keil. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk kultur jaringan.

6. Stirer, alat ini berfungsi untuk menggojok dengan pemanas. Dengan


menggunakan listrik, alat ini berfungsi sebagai kompor disamping sebagai
penggojok.
7. Erlenmeyer, alat ini digunakan dalama kultur jaringan tanaman sebagai sarana
mmenuangkan air suling maupun untuk tempat media dan penanaman eeksplan.
8. Gelas Ukur, digunakan untuk menakar air suling dan bahan kimia yang akan
digunakan.
9. Gelas Piala, digunakan untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan
air suling dalam pembuatan medium.
10. Petridish, merupakan semacam jenis gelas piala yang mutlak dibutuhkan dalam
kultur jaringan.
11. Pinset dan Scalpel, pinset digunakan untuk memegang atau mengambil irisan
eksplan atau untuk menanam eksplan
12. Lampu Spiritus, digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan pinset) di
dalam laminar air flow cabinet atau di dalam enkas pada kita mengerjakan
penanaman atau sub-culture.
13. Tabung Reaksi, digunakan pada saat mengerjakan isolasi protoplas dan isiolasi
khloroplas.

J. FASILITAS RUANG KULTUR JARINGAN


Fasilitas laboratorium kultur jaringan di bagi dalam beberapa bagian yang fungsinya
satu sama lainnya berbeda-beda dan persyaratannya pun berbeda-beda pula.
Laboratorium kultur jaringan harus dirancang secara khusus. Karena ada bagian-
bagian atau ruangan-ruangan yang harus dalam suasana steril atau bebas mikroba.
Ruang-ruang dalam kultur jaringan di kelompokkan menurut macam kegiatan yang
ada di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
A.Ruang Tidak Steril
Ruang Tamu
Dalam laborsatorium kultur jaringan sebaiknya di lengkapi dengan ruang tamu,
karena biasanya laboratorium kultur jaringan selalu di datangi tamu baik tamu yang
ingin melihat sarana dan suasana laboratorium maupun tamu ingin membeli hasil
biakan kultur jaringan.
1. Ruang Administrasi
Segala surat-menyurat tentang pembelian alat-alatlboratorium, pembelian media
kultur jringan, penjualan bibit-bibit hasil biakan kultur jaringan, dan transaksi-
transaksi ataupun perjanjian-perjanjian kerja sama tentang penelitian dilaksanakan
di dalam ruangan administrasi.
2. Ruang Staf
Laboratorium kultur jaringan membutuhkan staf peneliti dalam jumlah banyak,
tujuannya adalah agar dapat di adakan pembagian kerja sesuai dengan
spesialisasinya masing-masing. Di dalam ruang staf ini dapat pula di lakasanakan
diskusi antar staf pada waktu berkumpul bersama.
3. Kamar Mandi dan WC
Ruang kultur jaringan harus dalam suasana bersih untuk menghindari kontaminasi
oleh mikroba. Bila pekerja akan memasuki ruangan penabur atau ruang inkubator,
tubuh dan pakaiannya harus bersih, tidak berkeringat dan tidak berdebu
4. Ruang Ganti Pakaian
Untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh mikroba, maka para karyawan di
dalam laboratorium kultur jaringan perlu memakai pakaian yang bersih, dalam arti
baru di cuci. Oleh karena itu dalam ruangan kultur jaringan perlu di adakan ruang
ganti pakaian.
5. Ruang Tempat Penyimpanan Bahan Kimia dan Alat-alat dari Gelas
Komponen bahan kimia penyusun media kultur jaringan sangat banyak macamna.
Oleh karena itu, penyimpanannya memerlukan pengaturn yang khusus supaya
mudah mecarinya. Penyimpanan yang tidak teratur akan mempelambat dalam
pekerjaan, misalnya dalam mencari salah sau komponen media saja membutuhkan
waktu yang lama. Bahan kimia yang mahal harganya seperti hormon tumbuh dan
enzim untuk isolasi protoplas harus disimpan dala ruangan yang sejuk. Alat-alat dari
gelas seperti erlenmeyer, gelas ukur dan alat gelas lainnya perlu disimpan dalam
almari tersendiri.
6. Ruang Preparasi
Di dalam ruangan ini disediakan peralatan dan tempat untuk mencuci alat-alat
laboratorium yang akan digunakan. Peralatan yang ada antara lain keranjang-
keranjang plastik untuk tempat peralatan yang baru dicuci.
7. Ruang Penimbangan dan Sterilisasi
Bermacam-macam media kultur jaringan dijual dalam bentuk kemasan dengan
harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, staf labolatorium lebih senang meramu
sendiri medum tanam yang dibutuhkannya.dengan demikian dibutuhkan lat untuk
menimbang semua komponen bahan kimia tersebut. Misalnya menimbang bahan
kimia makro dan mikro.
8. Rumah Kaca (Green House)
Rumah kaca adalah suatu bangunan yang atap dan sekeliling dinding bagian
atasnya terbuat dari kaca. Tujuan penyediaan rumah kaca adalah untuk tempat
meletakkan pot-pot bibit tanaman.
B. Ruang Tidak Mutlak Steril
1. Ruang Planlet
Ruangan ini menggunakan alat pendingi (AC), maka temperatur ruangan dapat
mencapai sekitar 25OC sehingga ideal bagi pertumbuhan planlet. Botol-botol yang
berisi planlet jumlahnya dapat mencapai ratusan. Oleh sebab itu, dalam ruangan ini
perlu disediakan rak-rak alumuniaum yang dasrnya berlobang-lobang untuk
meletakkan botol-botol tersebut secara teratur dan rapi.
2. Ruang Inkubator
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur jringan perlu dipantau
pertumbuhannya setiap hari. Untuk pemantauan ini perlu ruangan khusus yang
keadaannya lebih steril dari ruang planlet, yaitu ruang inkubator. Ruang inkubator
harus memiliki suhu kurang lebih 25OC dan harus dilengkapi dengan lampu-lampu
neon, karena eksplan yang ditumbuhkan dalam ruangan inkubasi membutuhkan
temperatru dan cahaya yang dapat diatur dan disesuaikan dengan jenis eksplannya.
3. Ruang Shaker dan Enkas.
Eksplan yang baru ditanam dan diinkubasikan dalam ruang inkubator akan
menghasilkan kalus. Bila kalus ini cukup umur, maka dapat diperlukan suspensi sel,
yaitu menumbuhkan suatu eksplan atau kalus dengan menggunakan media cair
(media yang tidak menggunakan zat pemadat atau agar), kemudian digojok di atas
shaker. Hasil pertumbuhan kalus ini adalah berupa protokormus atau dalam istilah
asing disebut plb (protocorm like bodies). Bentuk protocormus adalah bulat-bulat
padat dan berwarna hijau. Bila keadaan protocormus sudah keadaan demikian maka
sudah siap dipindahkan kedalam media padat untuk di tumbuhkan menjadi planlet.
Enkas juga sering di letakkan dalam satu ruang dengan shaker, kegunaan enkas ini
sama dengan Laminar Air Flow Cabinet, yaitu untuk menabur eksplan.

C. Ruang Mutlak Steril


1. Ruang Penabur
Ruang penabur biasanya di buat dengan ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu 2×3
m2. tujuannya adalah agar pelaksanaan sterilisasi ruangannya tidak membutuhkan
waktu yang lama dan tidak mengalami kesulitan.
Dinding ruang penabur dilengkapi dengan porselin, sehingga sterilisasi mudah
dilakukan. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol 96%
dengan hand-sprayer. Sedangkan sterilisasi lantai dengan menggunakan kain pel
yang dibasahi alkohol 96%. Sterilisasi ini mutlak harus dilakukan menjelang ruang
penabur akan digunakan.
Bila saat calon penabur akan memasuki ruangan, lampu ultra violet harus dimatkan
terlebih dahulu kemudian menyalakan lampu neon biasa dan calon penabur
diperbolehkan memasuki ruangan tersebut. Sebaiknya, pada saat akan keluar lampu
neon di matikan dan setelah keluar menutup daun pintu kembali lampu ultra violet
dinyalakan. Dengan demikian steril ruangan dapat dijamin.

K. TAHAPAN KULTUR JARINGAN


Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat pendukung kehidupan
jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh
yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi
yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan
yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua
penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada
umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media
cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan
tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.

Tahapan tersebut, yaitu:

a. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell,
1976). Ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas
dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang
tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan
akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan
atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol
yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses
isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik,
menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
b. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pembebasan dari mikroorganisme.
Tujuan sterilisasi yaitu untuk menciptakan kondisi kultur yang steril.
Tahapan Sterilisasi:
1. Sterilisasi peralatan gelas dan stainless dalam suhu 121o di dalam autoklaf.
2. Sterilisasi bahan tanaman
Tanaman induk – sterilisasi bahan tanam/eksplan menggunakan detergen, alcohol,
kloroks 0,5 % dll – direndam dalam bahan sterilant – sterilisasi dalam laminar –
tanaman dipro-kondisi

c. Pembuatan media kultur


Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,
dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-
lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoclave.
Tahapan pembuatan media kultur:
o Persiapan bahan
o Formulasi
o Pengukuran pH (5,7-5,8)
o Pemberian agar-agar dan pemanasan media
o Penuangan dan penutupan media -> sterilisasi

Kandungan nutrisi dalam agar-agar :


1. mineral :

 Makro nutrient (N, P, K, Ca, Mg)


 Mikro nutrient (Mn, Zn, Mo, Cu, Co)
2. karbohidrat (gula)
3. vitamin (B dan C)
4. protein
5. hormon

Komposisi media Murashige dan Skoog (MS)


Bahan Kimia Konsentrasi Kimia (mg/l)
1. NH4NO3 1650
2. KNO3 1900
3. CaCL2+2H20 440
4. MgSO4+7H20 370
5. KH2PO4 170
6. FeSO4+7H20 27
7. Na 37,3
8. MnSO4+4H20 22,3
9. ZnSO4.7H2O 8,6
10. H3BO3 6,2
11. KI 0,83
12. Na2MoO4+2H20 0,25
13. CuSO4+5H20 0,025
14. CoCl2+6H20 0.025
15. Myoinositol 100
16. Niasin 0,5
17. Piridoksin-HCL 0,5
18. Tiamin-HCL 0,1
19. Glisin 2
20. Sukrosa 30000

d. Penanaman eksplan
Melalui sub kultur atau transfer, tanaman ditanam pada media tanam di laminar air
flow menggunakan alat-alat yang steril.

Syarat eksplan yang baik:


 Berasal dari induk yang sehat dan subur
 Berasal dari induk yang diketahui jenisnya
 Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik
 Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya
 Tunas langsung diproses sesegera mungkin

Tahapan sub kultur:


o Induksi tunas
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan
bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus
dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar
eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari
sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.

o Multiplikasi tunas
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung yang telah ditanami eksplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

o Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Untuk pengakaran digunakan media MS + NAA. Pengamatan
dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta
untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Proses perakaran
pada umumnya berlangsung selama 1 bulan. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk
(disebabkan bakteri).

o Inkubasi
Pada tahap inkubasi, eksplan ditempatkan di
ruang/lingkungan yang terkendali (untuk duji keberhasilannya).
Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kultur adalah antara 24–28oC. Untuk
mengkondisikan ruang inkubasi pada suhu yang diinginkan, maka di dalam ruangan
tersebut dipasang Air Conditioner (AC).

o Aklitimasi
Aklitimasi merupakan proses adaptasi/pemindahan tanaman dari lingkungan dalam
ke lingkungan luar (dari lingkungan yang terkendali ke lingkungan yang tidak
terkendali).
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan
hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan
hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Pada saat aklimatisasi ini umumnya 2 minggu dengan sungkup dan 4 minggu tanpa
sungkup. Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20 – 25 cm.
Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag. Setelah itu tanaman perlu
ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50 – 60 cm kemudian dipindahkan
ke lapangan

L. FAKTOR YANG MEMENGARUHI REGENERASI

1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro: pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio
somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk
perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur
eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat
digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon,
hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
3. Media Tumbuh.
Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur
tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan,
antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop,
Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan
penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering
digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic
Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti
Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin
seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol,
TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi
temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran
wadah kultur.

M. KENDALA DAN MASALAH YANG DIHADAPI DALAM KULTUR JARINGAN


Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para
petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba
melaksanakannya, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan
keterampilan khusus dan harus dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar
tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan
demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di
samping itu, pelaksanaan teknik kultur jaringan mutlak memerlukan laboratorium
khusus, walaupun dapat di usahakan secara sederhana (dalam ruang yang
terbatas), namun tetap memerlukan peralatan yang memadai. Kemungkinan lain
petani akan merasa enggan bekerja secara aseptik..
Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan),
sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman
hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius,
karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri
dengan dasar pengetahuan tersendiri. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan
secara hati-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran yang tinggi. Biaya untuk
mewujudkan perbanyakan tanaman secara in vitro ini juga sangat mahal, kecuali kita
meramu medium sendiri. Bila kita terpaksa harus membeli medium yang sudah jadi
(dalam kemasan) jelas akan sangat mahal, sebab medium yang sudah jadi masih
harus di impor dari luar negeri. Apalagi kita harus membeli saran untuk perlakuan
isolasi dan fusi protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar. Enzim-enzim yang
digunakan dalam kultur jaringan juga masih dibeli dari luar negeri seperti Jepang.
Lepas semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus mengakui bahwa
teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama
untuk pengembangan bioteknologi.
Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan
Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul sebagai
pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur
yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat muncul dari bahan yang
ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari manusianya.
Permasalahan dalam kultur ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula
yang sulit diprediksi kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara
mengatasinya tidak dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu
muncul.
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
1) Kontaminasi
Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur
jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah
merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang
diperkaya.
Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).
Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:

 Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur


jaringan.
 Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.
 Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari
waktu yang longgar.
2) Pencoklatan/browning
Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering
membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa
pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering
terjadi.
Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan
dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.
3) Vitrifikasi
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:
Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.
Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.
Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter
Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.
Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade..
4) Variabilitas Genetik
Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam
dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka
variasi genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro
karena:
Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang yang
tidak terkontrol
Penggunaan teknik yang tidak sesuai.
Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur -suspensi sel,
hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin akibat
teknis kultur, media atau hormon.
Cara mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus
memperhatikan aspek yang dikulturkan.
5) Pertumbuhan dan Perkembangan
Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang
ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak
mati tetapi tidak tumbuh.
Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan
tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan
akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua yang
muda kembali.
Media juag dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari
kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses
pembelahan dan pembesaran dirinya.
Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan
pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari
sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.
6) Praperlakuan
Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja,
pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa
dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan
muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan
umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka
menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik,
biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari
pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif
pengelolaannya.
7) Lingkungan Mikro
Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering
menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi
pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.
Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda,
namunddemikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator
suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara satu
ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan
tidak bisa diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.

Prinsip
Prinsip utama dari kultur jaringan ini adalah perbanyakan tanaman dengan memakai
bagian vegetatif tanaman yang menggunakan media buatan dan dilakukan di tempat
yang steril. Berbeda dari teknik untuk memperbanyak tanaman secara konvensional,
teknik kultur jaringan merupakan teknik yang dilakukan dalam kondisi aseptik di
dalam sebuah botol kultur dengan medium serta pada kondisi tertentu. Oleh sebab
itu, teknik pengertian kultur jaringan dapat disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro
yang merupakan kata dari bahasa latin yang berarti ”didalam kaca”. Teori dasar dari
teknik kultur in vitro adalah Totipotensi. Totipotensi mempercayai bahwa setiap
bagian-bagian tanaman dapat berkembang biak, hal ini karena seluruh bagian
tanaman tersebut terdiri dari jaringan-jaringan hidup. Oleh sebab itu, semua
organisme-organisme baru yang berhasil tumbuh akan mempunyai sifat yang sama
persis dengan induknya tersebut. 

SYARAT KULTUR JARINGAN

Kultur jaringan membutuhkan beberapa prasyarat guna mendukung kehidupan


jaringan yang dikembangbiakkan tersebut. Salah satu hal yang penting adalah
sebuah wadah dan media tumbuh yang cukup steril. Media tersebut akan digunakan
sebagai tempat bagi jaringan tanaman untuk dapat tumbuh serta mengambil nutrisi
yang dapat mendukung kehidupan jaringan tersebut. Media tumbuh akan
menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan jaringan tanaman untuk hidup serta
memperbanyak diri. 

Syarat-syarat :

- Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar dalam pembentukkan kalus, terdapat


beberapa syarat tumbuhan eksplan :
1) Jaringan tersebut pada saat sedang aktif pertumbuhanya, diharapkan masih
terdapat zat-zat tumbuh yang masih aktif sehingga akan membantu perkembangan
jaringan-jaringan selanjutnya.
2) Eksplan yang diambil berasal dari bagian-bagian tumbuhan, seperti : akar,
kuncup, mata tunas, daun, umbi, dan ujung batang yang dijaga kelestatriannya.
3) Eksplan yang diambil berasal dari bagian-bagian yang masih muda (apabila
ditusuk dengan menggunakan pisau akan terasa lunak sekali).
- Pengaturan udara yang baik terlebih untuk kultur cair.
- Keadaan yang aseptik dan penggunaan medium yang cocok.
- Pilih bagian dari tanaman yang masih muda serta dapat dengan mudah untuk
tumbuh yaitu pada bagian meristem, seperti: ujung akar, daun muda, keping biji,
ujung batang, dan sebagainya. Jika memakai menggunakan embrio pada bagian bji-
biji yang lain sebagai eksplan, perlu diperhatikan juga adalah kemasakan embrio,
dormansi, temperatur, dan waktu imbibisi.

SEJARAH KULTUR JARINGAN

Setelah mengetahui tentang pengertian kultur jaringan, berikut ini sejarah kultur
jaringan tersebut. Perkembangan kultur jaringan dimulai sejak tahun 1838 ketika
Schleiden dan Schwann mengungkapkan mengenai teori totipotensi yang
menjelaskan sel-sel bersifat otonom, serta prinsipnya yang dapat beregenerasi
menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan tersebut menjadi dasar dari
spekulasi Haberlandt pada abad ke-20 awal yang menjelaskan jaringan tanaman
yang diisolasi dan dikultur dapat berkembang menjadi sebuah tanaman normal
dengan cara melakukan manipulasi terhadap nutrisi dan kondisi lingkungan.
Walaupun pada awalnya usaha yang dilakukan oleh Haberlandt pada tahun 1902
mengalami kegagalan, akan tetapi Carrel, Harrison, dan Burrows pada tahun 1907-
1909 berhasil untuk mengkulturkan jaringan hewan dan manusia dengan cara in
vitro. 

Keberhasilan dari teknik kultur jaringan sebagai sebuah sarana untuk


memperbanyak tanaman secara vegetatif pertama kali pada tahun 1934 dilaporkan
oleh White, yaitu dengan keberhasilannya untuk kultur akar tanaman tomat. Pada
tahun berikutnya yakni tahun 1939, White, Nobecourt, dan Gautheret berhasil untuk
menumbuhkan kalus tembakau dan wortel dengan cara in vitro. Setelah perang
dunia II, perkembangan kultur jaringan menjadi berkembang pesat dan
menghasilkan penelitian-penelitian yang mempunyai arti penting untuk dunia
pertanian, hortikultura, dan kehutanan.

Pada awalnya, teknik kultur jaringan tanaman yang


berada dibelakang kultur jaringan manusia.
Keterlambatan tersebut disebabkan karena hormon
tanaman. Kemudian ditemukan auksin IAA pada tahun 1934 oleh Haagen-Smith dan
Kogl yang membuka peluang besar untuk kemajuan dari teknik kultur jaringan
tanaman. Pada tahun 1955 ditemukan kinetin (suatu sitokinin) yang membuat
kemajuan teknik kultur jaringan menjadi semakin berkembang pesat.

Kemudian oleh Miller mempublikasikan tulisan “kunci” yang menjelaskan bahwa


interaksi kuantitatif yang terjadi antara auksin dan sitokinin memiliki pengaruh untuk
menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik yang ada di dalam
tanaman. Penelitian kedua yang dilakukan oleh ilmuwan tersebut terhadap tanaman
tembakau yang menyatakan bahwa rasio yang tinggi diantara auksin terhadap
sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, rasio yang rendah akan menginduksi
morfogenesis pucuk. Akan tetapi, pola yang demikian tidak berlaku untuk semua
spesies tanaman.

Ditemukannya prosedur perbanyakan dengan cara in vitro terhadap tanaman


anggrek Cymbidum pada tahun 1960 oleh Morel, dan diformulasikannya dengan
komposisi medium konsentrasi garam mineral tinggi oleh Skoog dan Murashige
pada tahun 1962, semakin mempercepat perkembangan teknik kultur jaringan pada
berbagai jenis tanaman yang lainnya.

Perkembangan pesat dimulai di negara Prancis dan Amerika, kemudian


dikembangkan dibanyak negara, salah satunya di Indonesia, dengan prioritas
penggunaan tanaman yang mempunyai arti penting bagi tiap-tiap negara. Dengan
berkembangnya penelitian dalam dua dekade terakhir telah memberikan banyak
sumbangan yang sangat besar. Jumlah penelitian serta penggunaan dari teknik
kultur jaringan akan terus meningkat pada masa mendatang. 

Tipe Kultur Jaringan Teknik kultur jaringan merupakan teknik perkembangbiakan


tanaman dengan cara vegetatif serta bersifat aseptik yang menggunakan
botol/wadah yang dapat tembus cahaya. Untuk menggunakan teknik kultur jaringan,
terdapat beberapa teknik kultur sebagai berikut : 

1. Kultur Haploid
Kultur haploid adalah kultur yang menggunakan bagian reproduksi suatu tanaman
sebagai eksplannya, seperti : tepung sari, ovule, kepala sari, dan lain sebagainya
sehingga dapat menghasilkan tanaman haploid.
2. Kultur Protoplasma
Kultur protoplasma menggunakan sel yang telah dilepas dari bagian dinding selnya,
hal ini karena enzim tersebut sebagai eksplannya. Kultur protoplasma digunakan
pada umumnya untuk keperluan hibridisasi somatik ataupun fusi sel soma.
3. Kultur Suspensi
Kultur suspensi yang dijadikan eksplannya pada umumnya yaitu kalus atau jaringan
meristem yang dalam bentuk sel maupun agregat. Pada kultur suspensi pada
umumnya memakai media cair dengan pengocokan secara terus menerus dengan
menggunakan shaker.
4. Kultur Kalus
Kultur kalus yang dijadikan eksplannya adalah sekumpulan sel, seperti : jaringan
parenkim.
5. Kultur Organ
Kultur organ memakai bagian-bagian tertentu dari sebuah tanaman sebagai eksplan
seperti buku batang, akar, helaian daun, buah muda, tangkai daun, pucuk,bunga,
dan lain sebagainya.
6. Kultur Biji
Kultur biji dengan memanfaatkan biji atau seeding sebagai eksplan.
Metode Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan dapat dilakukan dengan metode-metode yang akan dijelaskan
dibawah ini. Macam –macam metode pada teknik kultur jaringan dapat ditinjau dari
macam media tanam, eksplan yang dipakai atau bahan, dan cara pemeliharaannya.
Berdasarkan dari macam media tanam yang dipakai, metode kultur dibedakan
sebagai berikut : 

1. Metode Padat (Solid Method)


Metode padat atau solid method adalah teknik kultur jaringan dengan menggunakan
media padat. Media padat ialah media yang didalamnya terkandung semua
komponen-komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut yang kemudian
akan dipadatkan dengan menambahkan suatu zat pemadat. Zat pemadat dapat
berupa agar-agar batangan, bubuk, ataupun sebuah kemasan kaleng yang biasanya
dipakai untuk media padat pada teknik kultur jaringan. Metode padat atau solid
method ini banyak digunakan guna teknik kloning, untuk menumbuhkan protoplasma
setelah diisolasikan, dan kegunaan yang lainnya.
Perlu diketahui juga bahwa penggunaan media yang terlalu padat akibatnya
membuat akar sukar untuk tumbuh karena akar akan sulit menembus ke dalam
media sehingga membuat proses kultur cenderung gagal. 

2. Metode Cair (Liquid Method)


Metode cair atau liquid method adalah teknik kultur jaringan dengan menggunakan
media cair. Media cair dapat berupa larutan nutrien tanpa harus memerlukan zat
pemadat. Pembuatan media cair ini cenderung lebih cepat, namun kurang praktis
sebab apabila terlalu cair dapat menyulitkan pertumbuhan eksplan menjadi kalus
sehingga keberhasilannya yang sangat minim. Pertumbuhan tersebut tidak akan
terjadi sebab eksplannya tenggelanm. Oleh karena itu, teknik kultur jaringan dengan
menggunakan metode cair pada umumnya digunakan pada eksplan satu
diantaranya yaitu suspensi sel.
Cara Pemeliharaan
Supaya eksplan yang ditanam tersebut dapat tumbuh hingga menjadi kalus dan
kemudian dapat menjadi planlet, diperlukan pemeliharaan yang tepat dan rutin.
Ketika eksplan sudah waktunya untuk dipindahkan, maka segera dipindahkan
eksplan tersebut ke lingkungan hidup luar, jika tidak pertumbuhan eksplan tersebut
akan terhenti atau mengalami browing (tekontaminasi oleh bakteri atau jamur). 

Tahapan Kultur Jaringan

Untuk membantu proses replikasi tanaman dengan menggunakan teknik kultur


jaringan harus dengan melalui serangkaian proses-proses. Adapun tahapan-tahapan
kultur jaringan tersebut antara lain : 

1. Pembuatan Media
Media adalah faktor yang sangat penting dalam kultur jaingan. Media tersebut dapat
berupa hormon, vitamin, atau garam mineral. Media yang digunakan harus steril
terlebih dahulu, sehingga sebelum proses kultur jaringan dilakukan, media yang
telah disiapkan tersebut ditempatkan di tabung reaksi dan kemudian dipanaskan
dengan autoklaf. Media yang diambil harus sudah dipersiapkan di greenhouse
supaya bebas kontaminan pada saat dikultur nanti.
2. Inisiasi
Inisiasi merupakan suatu proses pengambilan eksplan dari bagian pada tanaman
yang akan dikultur. Sumber eksplan yang harus memenuhi kriteria seperti jelas
jenisnya, varietas, bebas dari hama dan penyakit, spesies. Salah satu bagian
tanaman yang sering digunakan adalah tunas. Setelah eksplannya sudah
dipersiapkan, eksplan tersebut akan dikultur dengan harapan dapat menginisasi
pertumbuhan baru sehingga dapat memungkinkan pemilihan salah satu bagian
tanaman yang tumbuhnya paling kuat guna perbanyakan tanaman ke tahap yang
berikutnya.
3. Sterilisasi
Setiap proses harus dilakukan pada tempat yang steril, yaitu di laminar flow serta
memakai berbagai alat yang steril. Peralatan yang digunakan pada umumnya
disterilisasi terlebih dahulu dengan cara menyemprotkan etanol ke alat tersebut.
Selain itu, orang yang akan melakukan kultur tersebut juga harus dalam keadaan
yang steril pula.
4. Multiplikasi
Multiplikasi ialah kegiatan untuk memperbanyak calon tanaman baru dengan cara
menanam eksplan yang telah dipilih ke media. Guna mencegah gagal tumbuh
eksplan tersebut, proses multiplikasi lebih baik dilakukan pada laminar flow.
5. Pengakaran
Pengakaran adalah tahapan setelah multiplikasi dan merupakan fase dimana
eksplan akan membentuk pucuk serta akar tanaman baru yang kuat sehingga
mampu untuk bertahan hidup pada saat dipindahkan dari lingkungan hidup in vitro
ke lingkungan hidup luar. Peristiwa pengakaran mengindikasikan bahwa proses
kultur jaringan berjalan dengan lancar.
6. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah tahap untuk memindahkan eksplan dari awalanya di lingkungan
in vitro ke lingkungan luar. Aklimatisasi harus dilakukan secara hati-hati dan juga
bertahap, yaitu dengan cara memberikan sungkup. Sungkup tersebut kemudian
akan dilepaskan apabila tanaman baru yang sudah berhasil kultur sudah mampu
untuk berdaptasi dengan lingkungan luar tersebut. Supaya tanaman baru tersebut
tumbuh dengan baik, harus dilakukan pemeliharaan yang prinsip utamanya hampir
serupa dengan pemiliharaan pada tanaman generatif.

Meskipun teknik kultur jaringan mempunyai banyak manfaat kultur jaringan terhadap
reproduksi tanaman, namun teknik kultur jaringan ini juga mempunyai dampak
negatifnya. Teknik kultur jaringan memerlukan individu yang yang mempunyai
keahlian dalam bidang tersebut, hal ini karena tanpa adanya keahlian teknik tersebut
cenderung gagal. Modal awal untuk menggunakan teknik tersebut relatif mahal, dan
bibit yang dihasilkan juga harus diaklimatasi terlebih dahulu, hal ini karena
kondisinya yang cenderung aseptik dan lembab. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan
juga penggunaan teknik tersebut agar tidak menimbulkan kerugian.

Dari pengertian kultur jaringan yang telah dijelaskan diatas, kultur jaringan memiliki
teori dasar dari teknik kultur in vitro adalah Totipotensi. Teori tersebut menjelaskan
bahwa setiap bagian-bagian tanaman dapat untuk dikembangbiakkan, hal ini karena
seluruh bagian-bagian tanaman tersebut terdiri dari jaringan-jaringan hidup. Oleh
sebab itu, organisme baru yang berhasil untuk ditumbuhkan dapat mempunyai sifat
yang sama dengan induknya. 

Contoh dari beberapa tanaman yang berhasil untuk dikembangbiakkan dengan


memakai teknik dari kultur jaringan antara lain : 

 Anggrek cattleya
 Jati mas
 Kelapa sawit
 Pisang abaka
 Pisang lampung
nggrek yang baru sebab banyak ahli yang berusaha mempersilangkan antara
anggrek satu dengan anggrek yang lainnya sehingga dihasilkan tanaman anggrek
spesies jenis baru. Terdapat berbagai jenis tanaman anggrek dengan karakteristik-
karakteristik keunikan yang dapat memikat indera penglihatan kita. Tak heran jika
banyak orang menjadi penggemar anggrek.

       
Pembudidayaan tanaman anggrek cukup gampang-gampang susah. Teknik
pengembangbiakan anggrek menggunakan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan
adalah salah satu contoh perkembangbiakan vegetatif. Kultur jaringan merupakan
salah satu teknik pemanfaatan totipotensi. Totipotensi merupakan kemampuan
suatu sel pada setiap organ untuk berpotensi tumbuh dan berkembang menjadi
individu baru . Kultur jaringan ialah teknik perbanyakan tanaman melalui
pengisolasian sel bagian tanaman (daun, akar, batang, maupun mata tunas) untuk
ditumbuhkan disuatu media buatan  yang telah diberi nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam suatu tempat (botol) tertutup yang tembus cahaya.  Jadi, prinsip
utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan
bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat
steril.
Kultur jaringan pada anggrek biasanya dengan mengambil bagian daun atau akar
anggrek, yang kemudian di tanam pada botol tertutup yang berisi media tanam
berupa agar yang telah diberi berbagai nitrisi hormon pertumbuhan dan
perkembangan.

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah Pembuatan media, Inisiasi (pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang
akan dikulturkan), Sterilisasi, Multiplikasi (kegiatan memperbanyak calon tanaman
dengan menanam eksplan pada media), Pengakaran, dan kemudian mengeluarkan
calon tanaman dari tempat sterilisasi tersebut.  Pengeluaran ini harus dilakukan
dengan hati-hati dan harus segera di tempatkan ditempat yang aman sebab individu
baru ini (bibit) masih sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Setelah
dirasa bibit baru telah mampu untuk beradaptasi dengan lingkungannya, maka bibit
tersebut sudah dapat dipindahkan ke tempat luar atau bersinggungan langsung
dengan udara luar.
Rangkuman Biologi Bab Kultur Jaringan SMA Kelas XI IPA
OLEH NAUFALDI RAFIF SATRIYA
MONDAY, SEPTEMBER 17, 2012

Bagikan :
Tweet

Kultur Jaringan Tumbuhan

Sel tumbuhan memiliki sifat dasar yang disebut totipotensi sel. Sifat
totipotensi sel ini merupakan sifat sel yang mampu menjadi individu baru
yang utuh jika berada pada lingkungan yang sesuai. Teori ini berdasarkan
teori sel yang dikemukakan pertama kali oleh Jakob Schleiden dan Theodor
Schwann (1838-1839). Berdasarkan teori tersebut, jika sebuah sel berada
dalam kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan, sel
tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru.

Sel tumbuhan memiliki sifat totipotensi yang lebih besar dibandingkan


sel hewan. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan masih terdapat sel atau
jaringan yang belum terdiferensiasi, yaitu jaringan yang bersifat meristematik atau
jaringan meristem serta jaringan dasar (jaringan parenkim) yang masih bersifat
meristematik.

Berdasarkan teori totipotensi sel maka lahirlah suatu teknik reproduksi


vegetatif baru yang disebut teknik kultur jaringan. Perkembangan kultur
jaringan tumbuhan lebih maju dibandingkan pada hewan. Kultur jaringan di dunia
maupun Indonesia saat ini lebih berorientasi untuk produksi tanaman pangan dan
industri. Teknik kultur jaringan ini dalam pelaksanaannya merupakan suatu metode
untuk mengisolasi (mengambil) bagian tumbuhan, seperti protoplasma,
sel,sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi
aseptik (bebas hama dan penyakit). Sifat tanaman hasil kultur jaringan akan
sama seperti induknya.

2. Syarat Kultur Jaringan

Agar berhasil dengan baik ketika akan melakukan kultur jaringan,


terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berkut.
a) Pemilihan eksplan
Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan dalam kulturisasi.
Eksplan ini menjadi bahan dasar bagi pembentukan kalus (bentuk awal
calon tunas yang kemudian mengalami proses pelengkapan bagian
tanaman, seperti daun, batang, dan akar). Sebagian eksplan sebaiknya
dipilih pucuk muda tanaman dewasa yang diketahui asal-usul dan
varietasnya, tidak terinfeksi penyakit, dan jenisnya unggul.

b) Penggunaan media yang cocok


Media yang cocok memengaruhi pertumbuhan eksplan yang telah
ditanam untuk menjadi plantlet (tanaman kecil). Media yang baik, harus
memenuhi syarat nutrisi yang diperlukan eksplan untuk tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, di dalam media kultur jaringan
ditambahkan berbagai macam mineral, vitamin, sumber karbohidrat,
dan zat pengatur tumbuh (hormon)
c) Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik.
Semua tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan harus dilakukan
secara aseptik. Hal ini guna menghindari kontaminasi oleh jamur maupun
bakteri. Oleh karena itu, sterilisasi eksplan ke dalam medium dilakukan
di dalam laminar air flow cabinet (Gambar 2.15) untuk mencegah
kontaminasi. Penyimpanan kultur juga harus di dalam ruangan dengan
suhu, pencahayaan, dan pengaturan udara yang baik.

 Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
 Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium
khusus), peralatan dan perlengkapan.
 Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur
jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
 Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh

Teknik Kultur Jaringan - Adakah hubungannya antara sel, jaringan, organ, dan
kultur jaringan pada tumbuhan? Tentu saja ada, contohnya ketika kita mempelajari
sifat-sifat yang terdapat pada suatu jaringan. Pengetahuan tentang sifat jaringan dan
sel pada tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam kultur jaringan.

Sel tumbuhan memiliki sifat dasar yang disebut totipotensi sel. Sifat totipotensi sel ini
merupakan sifat sel yang mampu menjadi individu baru yang utuh jika berada pada
lingkungan yang sesuai. Teori ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan pertama
kali oleh Jakob Schleiden dan Theodor Schwann (1838-1839). Berdasarkan teori
tersebut, jika sebuah sel berada dalam kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan, sel tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru.
Sel tumbuhan memiliki sifat totipotensi yang lebih besar dibandingkan sel hewan.
Hal ini dikarenakan pada tumbuhan masih terdapat sel atau jaringan yang belum
terdiferensiasi, yaitu jaringan yang bersifat meristematik atau jaringan meristem
serta jaringan dasar (jaringan parenkim) yang masih bersifat meristematik.

Berdasarkan teori totipotensi sel maka lahirlah suatu teknik reproduksi vegetatif baru
yang disebut teknik kultur jaringan. Perkembangan kultur jaringan tumbuhan lebih
maju dibandingkan pada hewan. Kultur jaringan di dunia maupun Indonesia saat ini
lebih berorientasi untuk produksi tanaman pangan dan industri.

Teknik kultur jaringan ini dalam pelaksanaannya merupakan suatu metode untuk
mengisolasi (mengambil) bagian tumbuhan, seperti protoplasma, sel, sekelompok
sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik (bebas
hama dan penyakit). Sifat tanaman hasil kultur jaringan akan sama seperti induknya.

2. Syarat Kultur Jaringan Tumbuhan

Agar berhasil dengan baik ketika akan melakukan kultur jaringan, terdapat beberapa
syarat yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berkut.

a) Pemilihan eksplan Kultur jaringan


Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan dalam kulturisasi. Eksplan ini
menjadi bahan dasar bagi pembentukan kalus (bentuk awal calon tunas yang
kemudian mengalami proses pelengkapan bagian tanaman, seperti daun, batang,
dan akar). Sebagian eksplan sebaiknya dipilih pucuk muda tanaman dewasa yang
diketahui asal-usul dan varietasnya, tidak terinfeksi penyakit, dan jenisnya unggul.

b) Penggunaan media Kultur jaringan yang cocok


Media yang cocok memengaruhi pertumbuhan eksplan yang telah ditanam untuk
menjadi plantlet (tanaman kecil). Media yang baik, harus memenuhi syarat nutrisi
yang diperlukan eksplan untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, di dalam
media kultur jaringan ditambahkan berbagai macam mineral, vitamin, sumber
karbohidrat, dan zat pengatur tumbuh (hormon)
Gambar 1. Laminar air flo cabinet. Alat ini dapat menghindarkan kontaminasi pada
alat dan bahan yang telah steril.

c) Keadaan Kultur jaringan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik.
Semua tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan harus dilakukan secara
aseptik. Hal ini guna menghindari kontaminasi oleh jamur maupun bakteri. Oleh
karena itu, sterilisasi eksplan ke dalam medium dilakukan di dalam laminar air flow
cabinet (Gambar 2.15) untuk mencegah kontaminasi. Penyimpanan kultur juga
harus di dalam ruangan dengan suhu, pencahayaan, dan pengaturan udara yang
baik.

3. Proses Kultur Jaringan Tumbuhan

Salah satu tanaman yang dapat dikembangbiakkan dengan kultur jaringan adalah
anggrek. Sekarang, amati tahapan-tahapan proses yang dilakukan dalam teknik
kultur jaringan pada gambar gambar berikut ini :

Gambar 2. Proses kultur jaringan 1


Eksplan kultur jaringan distrelilisasi kemudian dicuci dengan air steril.
Gambar 3. Proses kultur jaringan 2
Eksplan kultur jaringan ditanam pada media yang terbuat dari agar dilengkapi
dengan unsur makro dan mikro.

 Gambar 4. Proses kultur jaringan 3


Setelah ditanam, eksplan kultur jaringan diletakkan di ruangan yang terkontrol suhu
dan penyinarannya.

Gambar 5. Proses Kultur jaringan 4


Subkultur dilakukan beberapa kali sampai eksplan tumbuh menjadi seedling kultur
jaringan.

 Gambar 6. Proses Kultur jaringan 5


Seedling kultur jaringan dikeluarkan dari botol dan akar dibersihkan dari agar
dengan air bersih.
Gambar 7. Proses Kultur jaringan 6
 Seedling kultur jaringan ditanam ke dalam potpot kecil dan letakkan di tempat yang
tidak terkena sinar matahari langsung.

Gambar 8. Proses Kultur jaringan 7


Setelah seedling kultur jaringan tumbuh kuat, perlahan-lahan pindahkan ke tempat
yang langsung terkena matahari.

 4. Manfaat dari Kultur Jaringan Tumbuhan

Kultur jaringan memiliki manfaat yang besar bagi manusia sesuai fungsinya. Melalui
kultur jaringan ini, dapat dibudidayakan tanaman yang memiliki sifat sama dengan
induknya. Tentu saja sifat yang diinginkan ini sifat yang unggul, contohnya saja pada
wortel. Para petani menginginkan wortel yang berukuran besar dan berwarna
menarik. Melalui teknik kultur jaringan, dapat diperoleh tanaman seperti itu.
Syaratnya tentu saja mengambil eksplan dari induk yang memiliki sifat unggul
tersebut.

Kultur jaringan sangat membantu perkembangan pertanian di Indonesia. Kultur


jaringan dapat membantu menyediakan bibit pertanian dengan cepat. Petani
anggrek di Indonesia misalnya, sangat terbantu dengan adanya kultur jaringan. Kini,
untuk membiakkan anggrek petani tidak perlu lagi menunggu muncul tunas untuk
memperbanyak tanaman. Dengan pengetahuan tentang totipotensi tanaman yang
dimanfaatkan melalui kultur jaringan, dapat dilakukan perbanyakan tanaman
anggrek secara cepat. Bagaimana dengan tanaman pertanian dan industri lainnya?
Dapatkah Anda menyebutkan contoh manfaat kultur jaringan lainnya?

ur Jaringan
ASTALOG.COM – Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri
tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Dalam hal ini, teknik kultur jaringan
jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif.

Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur


jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan
kondisi tertentu. Karena itu, teknik ini sering kali disebut kultur ‘in vitro‘, yang berasal
dari dari bahasa latin, yang berarti ‘di dalam kaca‘, yang maksudnya adalah bahwa
jaringan tersebut dikembangbiakkan pada botol kultur dengan medium dan kondisi
tertentu.

Teori dasar dari kultur in vitro adalah totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa
setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman
terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang
berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.
Belajar Kultur
Jaringan yukk !
Jumat, 11 Mei 2012

kultur jaringan pada pisang


KULTUR JARINGAN PISANG Cavendish

Tanaman pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman lainnya.
Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga, dan buah. Pisang
termasuk keluarga musaceae, salah satu anggota ordo scitamineae.

Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan ini
sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan air (sukulenta)
sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Daun pisang Cavendish berwarna hijau
tua. Lembaran daun (lamina) pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar
sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu (gedebog). Batang pisang
sesungguhnya terdapat didalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga
bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Bunga pisang yang
disebut tongkol yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang terbentuk pada
bonggolnya, perkembangan primordia bunga memanjang keatas hingga menembus inti batang
semu dan keluar diujung batang semu tersebut. Panjang Tandan 60 - 100 cm dengan berat 15 -
30 kg. Setiap tandan terdiri dari 8 - 13 sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah
putih kekuningan, rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau
kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar jantung.

Salah satu tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial dengan teknik kultur
jaringan adalah pisang. Pisang biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan anakan
atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar menyulitkan transportasi bibit dari satu
tempat ke tempat penanamannya. Anakan yang diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan
umurnya beragam, sehingga sangat sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam
jumlah memadai untuk perkebunan pisang secara komersial.
Perbanyakan klonal pisang dengan teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala
tersebut. Metode dan tahapan perbanyakan yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini
serupa dengan metode perbanyakan lainnya. Teknik yang umum digunakan adalah kultur
meristem (meristem culture) atau kultur pucuk (shoot culture), selain itu telah dicoba juga untuk
mengkulturkan tangkai bunga inflorescence muda pisang. Pisang Cavendish di Indonesia lebih
dikenal dengan Pisang Ambon Putih. Perbanyakan tanaman pisang secara kultur jaringan
bertujuan untuk mendapatkan bibit bermutu dalam jumlah banyak dan cepat selama kurun waktu
tertentu. Ditinjau dari tujuan tersebut maka adanya bibit kultur jaringan akan mampu mendukung
pengembangan kebun agribisnis dalam skala luas. Bibit pisang kultur jaringan adalah bibit yang
dihasilkan melalui biakan jaringan (sel meristem) pada media buatan dalam laboratorium (in
vitro).

Untuk menghasilkan bibit kultur jaringan yang bermutu, perlu didukung oleh beberapa
komponen, yaitu prasarana, bahan kimia untuk pembuatan media, varietas unggul dan tenaga
ahli. Prasarana berupa laboratorium yang memenuhi syarat, rumah kaca atau plastik untuk
membesarkan bibit yang masih sangat kecil (plantlet), serta peralatan.

Menurut George dan Sherrington (1984) keberhasilan dalam kultur jaringan sangat ditentukan
oleh medium yang digunakan. Media yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini
umumnya adalah media MS. Untuk merangsang pertumbuhan tunas pada eksplan, zat pengatur
tumbuh umumnya ditambahkan ke dalam media kultur. Sitokinin BAP (Benzil Amino Purin)
umumnya digunakan pada kisaran konsentrasi 3 - 6 ppm tergantung varietas, dengan atau tanpa
kombinasi dengan auksin. Keasaman media umumnya adalah 5,5 sampai 6. Inisiasi merupakan
proses awal dalam kegiatan kultur jaringan sehingga akan menjadi penentu keberhasilan kultur.
Proses pertama dalam inisiasi adalah pengambilan eksplan atau bahan kultur dari lapangan,
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan sterilisasi eksplan (Anonim, 2002).

Prosedur kerja inisiasi pisang : Sterilisasi di luar Laminar Air Flow Cabinet 1. Cuci dan kupas
eksplan pisang di air mengalir sampai bersih 2. Rendam eksplan pisang dalam larutan fungisida
dan bakterisida 2 mg/ L selama 1-24 jam Sterilisasi di dalam Laminar Air Flow Cabinet 1.
Rendam dalam larutan clorox 30% selama 15 menit, bilas 2x dengan air steril dan kupas 1-2
pelepah 2. Rendam dalam larutan clorox 15% selama 10 menit, bilas 2x dengan air steril dan
kupas 1-2 pelepah 3. Kupas sampai sisa 3 daun pelepah ukuran 1,5x1,5 cm 4. Celup dalam
larutan clorox 1% dan tanam di media Lama waktu inisiasi dalam kondisi normal adalah 4
minggu (minimal telah 2x subkultur), selanjutnya masuk tahap multiplikasi.

Aklimatisasi dilakukan apabila tanaman telah di sub kultur sebanyak 4-5 kali. Akan tetapi, bisa
saja dilakukan sebelum 12 kali sub kultur hal ini dikarenakan adanya permintaan pasar yang
meningkat. Media aklimatisasi disterilisasi dengan cara pengukusan selama 6 jam, hal ini
dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang ada pada media aklimatisasi sehingga
pada saat planlet ditanam di media tersebut tidak akan terkena bakteri/ atau jamur. Selain itu
juga, media disemprot terlebih dahulu dengan larutan bakterisida sehari sebelum media
digunakan hal ini bertujuan untuk menghindari adanya bakteri-bakteri yang tumbuh dan
berkembang pada media selama media disimpan. Aklimatisasi dilakukan selama 4 minggu di
dalam sungkup untuk mendapatkan tanaman yang siap di pindah ke lapangan terbuka.

Pustaka Anonim, 2003. Berkebun Pisang Secara Intensif. Redaksi Trubus, Penebar Swadaya.
Jakarta. Gunawan. L. W, 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB
Bogor. Sutahu suyanti, B. Sc, 2004. Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Penenbar
Swadaya, Jakarta.
Diposkan oleh kultur jaringan di 20.16 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

kultur jaringan pada kentang


PELATIHAN PENGENALAN TEKNIK KULTUR JARINGAN
BIBIT KENTANG

Ditulis oleh Mus   

Rabu, 22 Juli 2009 10:03

Bibit kentang merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk bisa menghasilkan
produksi yang tinggi disamping faktor-faktor yang lain. Apalagi bibit kentang dalam budidaya
kentang merupakan salah satu faktor biaya yang cukup tinggi. Mengingat Kabupaten
Wonosobo merupakan sentra Komoditas Kentang dan kebutuhan akan bibit kentang di
Kabupaten Wonosobo sangat tinggi, pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Negara
Riset dan Teknologi (KNRT) bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pembibitan kentang di Kecamatan
Kejajar. 

Kegiatan ini terdiri dari beberapa kegiatan: penanaman kentang, pelatihan aplikasi pupuk
organik dilahan dan pelatihan teknik kultur jaringan. Kegiatan penanaman dilakukan di
Kelompok Tani Melati Putih, sedangkan pelatihan untuk teknik kultur jaringan dilaksanakan di
Pendopo Kecamatan kejajar pada tanggal 14 Juli 2009 yang dihadiri oleh Kepala Pusat
Bioteknologi LIPI Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, Kepala Bapeda Kabupaten Wonosobo Drs.
Lutfi Amin, MM, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo Ir.
Suharso, Camat Kecamatan Kejajar Drs. Sumekto, Ketua Lembaga Wonosobo Information
Center (WIC) Sidqi Ferin Diana sebagai pendamping Kelompok Tani Melati Putih dan
Gapoktan Kelurahan Kejajar.

Dalam sambutannya Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Wonosobo menyampaikan


bahwa kedepan diharapkan petani kentang di kabupaten wonosobo bisa menghasilkan  bibit
kentang secara mandiri, apalagi Kabupaten Wonosobo mempunyai Lab. Kultur Jaringan
yang cukup baik, ini bisa dimanfaatkan bagi pengembangan bibit kentang yang berkualitas. 
Kita sangat sulit untuk bisa mengganti kebiasaan petani kentang menanam tanaman yang
lain, karena menyangkut faktor sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu
penanaman kentang bisa tetap dilaksanakan, namun dengan memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi. Selain itu berdasarkan pengalaman bahwa dalam budidaya kentang yang paling
menguntungkan biasanya hanya sekali dalam setahun, maka manfaatkanlah satu kali musim
ini dengan sebaik-baiknya untuk budidaya kentang sedangkan musim yang lain digunakan
untuk aktifitas lainnya” kata Kepala Bapeda Kabupaten Wonosobo”. 

Manfaat dari hasil  bibit kultur jaringan ini untuk bisa mempertahankan kualitas bibit agar
bebas virus dan hama penyakit. Program LIPI ini memang merupakan program yang terpadu
antara upaya menghasilkan bibit yang berkualitas dengan dibarengi upaya-upaya
konservasi. Hal ini bisa dibuktikan bahwa dalam kegiatan penanaman menggunakan pupuk
organik, penggunaan mulsa untuk mengurangi erosi dan secara otomatis akan mengurangi
penggunaan pestisida dan insektisida. Dan kami juga akan berusaha membantu petani untuk
bisa memperoleh sertifikasi dari bibit yang dihasilkan petani secara mandiri” sambutan
Kapus-Biotech LIPI”. Setelah kegiatan pelatihan ini ada kegiatan magang di kantor pusat
penelitian LIPI teknik kultur jaringan bibit kentang. Kegiatan magang ini merupakan kegiatan
yang akan diwakili oleh perwakilan dari Kelompok Tani Melati Putih. Kegiatan magang ini
akan dipandu oleh Dr. Tri Muji Ermayanti sebagai salah satu ahli kultur jaringan.

Kami dari Lembaga Wonosobo Information Center (WIC) berusaha untuk bisa selalu
bekerjasama dengan pihak manapun dalam rangka menuju kearah lebih baik. Beberapa hal
dalam kaitannya dengan pelatihan kultur jaringan ini kami berharap ada transfer teknologi
dari LIPI kepada kelompok tani untuk bisa mengembangkan pertanian secara sustainable.
Kami sebisa mungkin akan membantu kelompok tani untuk bisa mendapatkan akses
informasi demikian juga kami akan membantu pemerintah dalam upaya pembinaan kepada
Kelompok Tani.

Harapan dari kelompok tani melati putih bahwa program ini bisa memberikan dampak yang
baik bagi pengembangan pertanian khususnya kentang. Realisasinya semoga kami kedepan
bisa bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam memanfaatkan lab.
Kultur jaringan, aplikasi penanaman menuju pertanian organik dengan mempertimbangkan
kaidah-kaidah konservasi, dukungan peralatan untuk mengetahui unsur hara dan serangan
hama penyakit. Dukungan alat ini sangat penting manfaatnya karena bisa mendukung
upaya-upaya konservasi, misalnya penggunaan pupuk, pestisida dan insektisida bisa
diaplikasikan dengan tepat sehingga tidak berlebihan yang akan merusak ekosistem. Selain
itu kami sebagai kelompok tani berharap bahwa program ini bisa berlanjut dengan
dihasilkannya bibit kentang yang berkualitas secara mandiri.

Diposkan oleh kultur jaringan di 20.10 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Kultur J aringan Pada Anggrek


Kultur Jaringan Anggrek
9 Votes
Perkembangan kultur jaringan anggrek di Indonesia sangat lambat dibandingkan negara-negara
lain, bahkan impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery
anggrek.
Keadaan tersebut disebabkan pengetahuan pembudidaya anggrek yang sangat sedikit
mengenai teknik ini. Selain itu kultur jaringan memerlukan investasi yang besar untuk
membangun laboratorium yang mungkin hanya cocok untuk perusahaan.

Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman
dalam kondisi aseptik sehingga dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi individu
baru yang utuh (Gunawan, 1992).
Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi sel yang artinya total genetic
potential atau setiap sel dari tubuh multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan
berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherrington, 1984).
Media yang digunakan dalam kultur jaringan anggrek tidak jauh berbeda dengan media lainnya.
Beberapa media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson ‘C’ (Knudson,
1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS
(Murashige and Skoog, 1962).

Media kultur yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang dikulturkan dalam
media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 – 10 %). Sebagai sumber karbon,
sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau kombinasi glukose (10%) dan sukrose (10%).
Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang
digunakan antara lain IAA, IBA, NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin
dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan
BAP pada konsentrsi 0.5 mg/L untuk merangsang pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan
Nikmatullah, 2006).

Diposkan oleh kultur jaringan di 20.06 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Script:

Widget-Animasi
« Leelou Blogs

CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

TATIK WIDIYANA
Jumat, 26 April 2013

MEDIA KULTUR JARINGAN

Media Kultur Jaringan 

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan


dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh
pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan
eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur
jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh
untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya.

Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir
sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media
dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan Anthurium sendiri adalah media MS dan
modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et
al., 1992; Chen et al; Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch
dan modifikasinya (Geir, 1986, 1987, 1988).

A.  Komposisi Media Tanam Kultur Jaringan


 Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon
(zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita
peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon,
bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata
(akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992).

Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam
jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat
pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan
mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung
pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan
dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.

Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin
adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid
(NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus
pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992),
golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin
yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP).
Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus.
Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.

Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian,


karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan
menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar
hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.

Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur
hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus
tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara
mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi
media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti
(Gunawan, 1992).

1.      Unsur Hara Makro

adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro
tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium
(Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut
Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut:

1) Nitrogen (N)

Diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,NH2SO4.Berfungsi untuk membentuk


protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan
tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan
pertumbuhan vegetatif.
2)  Fosfor (P)

 diberikan dalam bentuk KH2PO4.Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai


stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum,
pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam
amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.

3 Kalium (K)

  diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman,


memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion
kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan
osmotik di antara se

4)  Kalsium (Ca)

 diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar,


penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan
membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang,
memproduksi cadangan makanan.

5)  Sulfur (S)

Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein,
seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan
bitil-bintil akar.

6) Magnesium (Mg)

diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.Berfungsi untuk meningkatkan kandungan


fosfat, pembentukan protein.

7)  Besi (Fe)

diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O.Berfungsi sebagai penyangga


(chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama
digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk
pernapasan dan pembentukan hijau daun.

2.      Unsur Hara Mikro

Adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini
merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses
fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :

a.       Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.

b.      Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.

c.       Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.

d.     Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.


e.      Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.

f.       Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.

g.      Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.

3.      Usur Tambahan Lainya

Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah
thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan
vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat,
kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi
pencoklatan atau penghitaman eksplan.

Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media
yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang
pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004).

Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik.
Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena
sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang
sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media
dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik
(Yusnita, 2004).

Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang
rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup
sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber
karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika
tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir.
Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai
sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.

Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan


medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-
agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam
analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan
Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :

1.      Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga dalam
kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.

2.      Tidak dicerna oleh enzim tanaman.

3.      Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.

Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite
TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan
bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan
selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan
sebagai berikut :

1)      Gelnya lebih jernih.

2)      Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3g/l

3)       Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.

Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-
agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh
kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl
menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel
(Gunawan, 1992; 57 ).

Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH)
dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan
untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal
(Yusnita, 2003).

Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang
kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat
media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak
kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk
membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95%
komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan
oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka
sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata
(akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah
laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau
setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan
air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian
mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi
mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).

Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan
larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan
mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy,
1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari
sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga
harus mempertimbangkan faktor-faktor:

1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.

2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.

3) Efisiensi pembekuan agar-agar.

Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman
membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa
dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada
waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur
jaringan antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5),
Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media
MS, SH dan B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro.

Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :

1.      Hara Makro

Unsur hara makro.  terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium
(Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk
mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.

Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk


pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari
nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung
nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi
amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies tanaman
konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh
dalam media kultur yang hanya mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu
atau lebih terdapat asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau
malat) juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan
amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion amonium
akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.

Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada
konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara
1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan jika terjadi
defisiensi dari hara yang lain.

2.      Hara Mikro

Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan
tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan
molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam
bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi
sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan
biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige &
Skoog dengan men ”chelate” besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik
(EDTA).

Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang
jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga digunakan
pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu
dan Co yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn
5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100 µM.

3.      Karbon dan Sumber Energi

Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa.
Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa,
dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan
fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa,
maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang
baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur
berkisar antara 2 dan 3%.

Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis
tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan
karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media
kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama
digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian
sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama
komponen media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies
tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan
media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan
menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.

4.      Vitamin

Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin,
asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin, dan asam p-
aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas
pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan
tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila
konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi
sel-sel yang tumbuh masih rendah.

5.      Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya

Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah
asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein
hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya
ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa
penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel.
Contoh penambahan asam amino dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel
adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10
mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang
fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.

6.      Bahan Organik Komplek

Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan.
Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat
menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau, kedelai
dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan
pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat,
penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan
pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT.
NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.

IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif
dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat
senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur.
Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak
0.5-3%.

7.      Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan

Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan
penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk
bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat
stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan
tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada
konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang
digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai
dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agaryang
terbentuk.

Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang
penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi
ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat
diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan
dengan cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol
dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.

Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan
tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25 oC. Methosel dan alginat juga
pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit
penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah
agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan
teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik
yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini
hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi
ada tidaknya kontaminan.

Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam
dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat
digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper
bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan
poliester. Apakah eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan
penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.

8.      Zat Pengatur Tumbuh

Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur
jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller
adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan
jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan
untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi
akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar.

Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk


menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas
aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara
pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas
mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA).Sitokinin juga menunjukkan
dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein danenzim pada jaringan
tertentu.

B.   Nama- Nama Media Dasar Kultur Jaringan


Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang pada umumnya diberi
nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:

1.      Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam


tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang
tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.

2.      Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan
legume lain.

3.      Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar


dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.

4.      Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.

5.      Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.

6.      Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7.      Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.

8.      Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lain-lain.

C.   Perbandingan Komposisi Media Kultur Jaringan


Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu
diantaranya:

1.      Media Murashige & Skoog (media MS)

Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur, merupakan perbaikan


komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk
kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur
jaringan jenis tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM
N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat
pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih
tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM.
Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-tahun sesudah
penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut,
antara lain media : 1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi
unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM,
sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa
makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam
Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur
anther.

Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan
1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan
NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media
MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk
keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.

2.      Media Schenk & Hildebrant (media SH)


Merupakan media yang juga cukup terkenal,
untukkultur kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion
dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan
perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant
mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan
mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19%
baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat
tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas
penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

3.      Media WPM (Woody Plant Medium)

Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan
konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari
sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias
berperawakan perdu dan pohon-pohon.
4.      Media Nitsch & Nitsch

Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup


tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan
ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus
tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan 1988).

5.      Media Knop

Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur
akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan
IAA (Dodds and Roberts, 1983)

6.      Media White

Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga


matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari
pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk
tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian.

Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media
white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan
sekarang.

7.      Media Knudson dan media Vacin and Went

Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di
kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari
Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5
mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm

8.      Media B5(Gamborg)

Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya
mediaMurashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan
oleh Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali
dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih
rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi
seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.

Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+


yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel
kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM
berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus tembakau Konsentrasi
fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara
0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan media MS.

Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau


diutamakan sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi
perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara
anorganik yang dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari pada
media dasar MS. Hal tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk
selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik
sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman

D.    TEKNIK KULTUR JARINGAN

      Teknik kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:

  Metode Padat (Solid Method)

Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan


mediumdiferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas
sehingga kalus dapat tumbuh menjadiplanlet. Media padat adalah media yang mengandung
semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan
menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-
agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk
media padat untuk kultur jaringan.

Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit
untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan
menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan
yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena
tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.

Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk


menumbuhkan protoplas stelahdiisolasikan, untuk
menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk
menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).

  Metode Cair(Liquid Method)

Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat,
karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga
keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil. Oleh
karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk
menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh
menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.

Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak

perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat
pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.

komponen media kultur yang lengkap adalah sebagai berikut :


1.       Air destilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solvent
2.       Hara-hara makro dan mikro
3.       Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi
4.       Vitamin, asam amino dan bahan organic lain
5.       Zat pengatur tumbuh
6.       Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan
7.       Agar-agar atau Gelrite sebagai pemadat media (Yusnita, 2003).
Adapun alat – alat yang digunakan untuk membuat media kulturjaringan :
       Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
Alat ini letaknya diruang penabur, yaitu ruang yang selalu harus dalam
keadaan steril. alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman.
       Entkas
Merupakan bentuk lama dari alat penabur (LAFC), maka fungsinya pun sama
seperti (LAFC)
       Shaker (penggojok)
Merupakan alat penggojok yang putarannya dapat diatur menurut kemauan
kita. Penggojok ini dapat digunakan untuk keperluan menumbuhkan kalus pada
eksplan anggrek atau untuk membentuk protokormusatau sering disebut plb
(protocorm like bodies) dari kalus bermacam jaringan tanaman.
       Autoklaf
Autoklaf adalah alat sterilisasi untuk alat dan medium kultur jarinang
tanaman.
       Timbangan Analitik
Jenis alat ini bermacam-macam, tetapi yang penting adalah timbanagn yaang
dapat dipergunakan untuk menimbang sampai satuan yang sangat keil. Alat ini
berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
kultur jaringan.
       Stirer
Alat ini berfungsi untuk menggojok dengan pemanas. Dengan menggunakan
listrik, alat ini berfungsi sebagai kompor disamping sebagai penggojok.
       Erlenmeyer
Alat ini digunakan dalama kultur jaringan tanaman sebagai sarana
mmenuangkan air suling maupun untuk tempat media dan penanaman eeksplan.
       Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk menakar air suling dan bahan kimia yang akan
digunakan.
       Gelas Piala
Alat ini digunakan untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan
air suling dalam pembuatan medium.
       Petridish
Alat ini merupakan semacam jenis gelas piala yang mutlak dibutuhkan dalam
kultur jaringan.
       Pinset dan Scalpel
Pinset digunakan untuk memegang atau mengambil irisan eksplan atau
untuk menanam eksplan
       Lampu Spiritus
Digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan pinset) di dalam
laminar air flow cabinet atau di dalam enkas pada kita mengerjakan penanaman
atau sub-culture.
       Tabung Reaksi
Alat ini digunakan pada saat mengerjakan isolasi protoplas dan isiolasi
khloropla

Autoklaf yang dapat digunakan ada bermacam-macam mulai dari yang sederhana sampai yang Programable. Autoklaf
yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan kedalam autoklaf. Pemanasan air
dapat menggunakan kompor atau api bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini tekanan dan temperatur diatur dengan
jumlah panas dari api. Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas selama masa
sterilisasi dilakukan secara manual. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan: sederhana, harga relatif murah, tidak
tergantung dari aliran listrik yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta
lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.

Komponen-komponen autoklaf :
1. Tombol pengatur waktu mundur (timer)
2.  Katup pengeluaran uap
3.  pengukur tekanan
4. kelep pengaman
5. Tombol on-off
6. Termometer
7. Lempeng sumber panas
8. Aquades (dH2O)
9. Sekrup pengaman
10. batas penambahan air
Cara Penggunaan autoklaf yaitu :
1. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air
kurang dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.
Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
2. Masukkan peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol beretutup ulir, maka
tutup harus dikendorkan.
3. Tutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap
yang keluar dari bibir autoklaf. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.
4.  Nyalakan autoklaf, diatur timer dengan waktu minimal 15 menit pada suhu
121oC.
5. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf
dan terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup
(dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15’ dimulai sejak
tekanan mencapai 2 atm.
6.  Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen
turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge
menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi
autoklaf dengan hati-hati.
Prinsip cara kerja autoklaf yaitu :
Mensterilkan alat dan bahan dengan menggunakan tekanan uap optimum untuk
sterilisasi pada tekanan 15 Psi dan suhu 121°C. Pada saat sumber panas dinyalakan,
air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak
udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap
air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat
tercapai tekanan dan suhu yang sesuai., maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai
menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan
dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh
dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan autoklaf, yaitu :
1. Semua udara yang masih terdapat di dalam autoklaf harus dikeluarkan terlebih
dahulu sebelum katup buangan ditutup agar di dapat tekanan 1 atm yang tepat.
2. Alat dan bahan yang akan disterilkan hendaknya jangan terlalu membebani
autoklaf secara berlebihan karena hal tersebut akan menimbulkan alat-alat dalam
dandang autoklaf tersebut bercampur dengan air sehingga tidak steril lagi.
3. Batas air pada autoklaf juga harus diperhatikan karena jika berlebihan akan
masuk merendam alat-alat yang akan disterilkan.
Bagian-Bagian Autoclave dan Fungsinya
 08/06/2016 Elsa

Terdapat beberapa bagian autoclave beserta fungsinya yang perlu Anda ketahui.
Meskipun demikian, berbeda jenis autoclave memiliki bagian yang berbeda pula. Untuk
itu, ada baiknya Kita membahas tipe atau jenis-jenis autoclave terlebih dahulu. Sebelum
membaca lebih jauh tentang jenis-jenis autoclave, Anda bisa kembali mereview tentang
Alat Sterilisasi Autoclave agar pembahasan Kita dapat lebih komprehensif.

Contoh Autoclave

Setidaknya, ada tiga jenis autoclave yang diklasifikasikan berdasarkan pada


perbedaan dalam proses menghilangkan udara dalamautoclave selama proses
sterilisasi.
============

Baca Juga:
Ini Dia! Daftar Produk Bersertifikat Halal MUI Terbaru
Manfaat Minum Air Putih di Pagi Hari
Hubungan Virus Zika dan Microcephaly yang Harus Anda Cermati
============

Gravity Displacement Autoclave
Jenis autoclave yang satu ini merupakan standar dan paling umum dari
mesin autoclave. Jenis autoclave yang dapat bekerja pada cakupan suhu antara 121-
134 °C dan waktu 10-30 menit ini, melakukan pemindahan udara dalam
ruang autoclave didasarkan pada gravitasi. Prinsip dasarnya, jenis autoclave ini adalah
memanfaatkan perbedaan massa jenis antara uap dibandingkan dengan udara. Uap
mengandung H2O dalam bentuk gas, sedangkan udara terdiri dari berbagai kandungan
material semisal CO2, H2O dan sebagainya.
Cara kerja jenis autoclave ini dimulai dengan memasukan uap melalui bagian
atas autoclave. Proses ini menyebabkan udara tertekan ke dasar. Setelah uap semakin
banyak dan menekan udara makin ke dasar, kemudian udara akan keluar melalui suatu
saluran yang ada dibagian bawah autoclave. Proses ini menyebabkan peningkatan suhu
dan terjadilah proses sterilisasi.
Prevacuum atau High Vacuum Autoclave
Autoclave jenis ini dilengkapi dengan sebuah pompa yang berfungsi untuk
mengevakuasi sebagian besar udara dari dalamautoclave. Proses pengeluaran udara
yang dimaksudkan untuk menciptakan keadaan vakum ini berlangsung selama 8-10
menit. Setelah kondisi vakum didapatkan, maka uap mulai diinfiltrasi ke
dalam autoclave.
Kevakuman udara dan pengisian uap akan langsung bersentuhan dengan seluruh
permukaan benda yang ada dalam autoclaveyang akan menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu dan terjadinya proses sterilisasi. Berbeda dengan
jenis autoclavekebanyakan, pada Prevacuum atau High Vacuum Autoclave bekerja
pada suhu 132-135 °C dengan rentang waktu 3-4 menit.

Steam-Flush Pressure-Pulse Autoclave
Pada prinsipnya, jenis autoclave ini menggunakan uap dan dorongan tekanan di atas
tekanan atmosfer dengan rangkaian yang berulang. Waktu yang dibutuhkan dalam
proses sterilisasi dengan autoclave ini bergantung pada jenis benda yang akan
disterilkan.

Bagian-Bagian Autoclave dan Fungsinya
Pada dasarnya, bagian-bagian autoclave berbeda-beda berdasarkan jenis atau tipe
autoclavenya. Kita akan membahas bagian-bagian autoclave dan fungsinya secara
umum.

Jenis Autoclave

1. Tombol pengatur waktu (timer)


Autoclave tertentu dilengkapi dengan timer yang berfungsi untuk mengatur waktu lama
atau sebentarnya proses sterilisasi, sesuai dengan kebutuhan/penggunaan yang
dibutuhkan. Berbeda dengan autoclave sederhana yang masih menggunakan bantuan
pemanasan air dengan kompor bukan listrik. Autoclave sederhana tersebut tidak
dilengkapi dengan timer.

2.    Katup uap


Meskipun termasuk bagian kecil dari keseluruhan bagian autoclave, namun katup uap
merupakan salah satu komponen yang penting dan berfungsi sebagai tempat keluarnya
uap air.
3.     Pengukur tekanan
Jika ingin mengetahui nilai tekanan uap yang berada dalam autoclave, Anda dapat
melihat pada bagian ini. Pengukur tekanan berfungsi untuk mengetahui besar tekanan
uap yang ada dalam autoclave saat proses sterilisasi tengah berlangsung.

4.     Katup pengamanan


Katup pengaman berfungsi sebagai penahan atau pengunci penutup autoclave.

Bagan Autoclave

5.     Tombol on/off
Jika Anda menggunakan autoclave yang menggunakan sumber energi listrik, maka
keberadaan tombol ini sangat berandil besar. Karena tombol ini berfungsi untuk
menghidupkan atau mematikan mesin autoclave.

6.     Termometer
Biasanya, pada proses sterilisasi membutuhkan suhu yang berbeda bergantung pada
bahan atau alat yang Anda sterilkan.Termometer merupakan komponen yang berfungsi
untuk mengetahui dan mengamati suhu yang dibutuhkan. Apakah sudah sesuai dengan
suhu yang Anda butuhkan atau belum.

7.     Lempeng sumber panas


Lempeng sumber panas adalah komponen yang akan membantu perubahan energi
listrik menjadi energi kalor. Lempeng sumber panas atau heater ini terbuat dari
kumparan/lilitan kawat tembaga yang jika dialiri arus listrik akan menghasilkan energi
panas.

8.      Skrup pengamanan


Skrup pengaman sangat dibutuhkan untuk menjaga besaran dan tekanan uap yang ada
dalam autoclave. Pastikan skrup pengaman ini terpasang dengan baik dan rapat.
9.   Angsa
Pada autoclave yang menggunakan energi listrik, Anda akan menemukan angsa yang
berfungsi sebagai batas penambahan air. Sedangkan pada autoclave yang
menggunakan energi panas dari kompor atau pemanas konvensional lainnya, Anda
akan menemukan almunium container yang berfungsi untuk meletakan berbagai bahan
atau alat yang hendak Anda sterilisasikan.
Selain keterangan komponen di atas, autoclave juga memiliki komponen lain seperti
pompa vacum yang berfungsi untuk menghisap udara atau uap campuran dari ruang
sterilisasi (chamber) autoclave.

Laminar air flow cabinet adalah suatu alat yang digunakan dalam pekerjaan : persiapan
bahan tanaman, penanaman, dan pemindahan tanaman dari sutu botol ke botol yang lain
dalam kultur in vitro. Alat ini diberi nama Laminar Air Flow Cabinet, karena meniupkan udara
steril secara kontinue melewati tempat kerja sehingga tempat kerja bebas dari, debu dan
spora-spora yang mungkin jatuh kedalam media, waktu pelaksanaan penanaman. Aliran
udara berasal dari udara ruangan yang ditarik ke dalam alat melalui filter pertama (pre-filter),
yang kemudian ditiupkan keluar melalui filter yang sangat halus yang disebut HEPA (High
efficiency Particulate Air FilterI), dengan menggunakan blower.
Pada Laminar Air Flow Cabinet, terdapat 2 macam filter:
1. Pre-filter, yang menggunakan saringan pertama terhadap debu-debu dan benda-benda
yang kasar. Pori-porinya kira-kira 5 mm sehingga efisiensinya dapat mencapai 95 mm untuk
objek-objek yang ≥ 5 mm.
2. HEPA filter dengan pori-pori 0.3 (m dan terdapat pada bidang keluar udara kearah
permukaan tempat kerja.
Pre-filter harus sering dibersihkan dengan cacum cleaner dan sebaiknya diganti 1 tahun
sekali. Namun HEPA filter diganti setelah melalui pemeriksaan dengan particulate count
atau dengan alat yang disebut magnehelic gauge.
Laminar air flow cabinet ada yang dilengkapi dengan lampu U.V., ada juga yang tanpa.
Pada laminar air flow cabinet yang tidak dilengkapi dengan lampu U.V., blower harus
dijalankan terus menerus walaupun laminar air flow cabinet tersebut sedang tidak
dipergunakan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kebersihan ruang kerja didalam laminar air
flow tersebut. Pada laminar air flow yang dilengkapi dengan lampu U.V., dianjurkan agar
menyalakan lampu U.V. minimum 30 menit sebelum laminar air flow digunakan. Ketika
laminar air flow sedang digunakan, lampu U.V. harus dimatikan, sedangkan blower
dijalankan. Blower pada laminar air flow cabinet yang dilengkapi dengan lampu U.V., hanya
dijalankan pada saat laminar air flow sedang digunakan.
Alat-alat yang dimasukkan ke dalam Laminar Air Flow Cabinet:
1. Lampu alkohol/Bacti cinerator.
2. Wadah alkohol: botol/gelas piala ≥ 250 ml.
3. Pinset, skalpel, gunting, dan jarum.
4. Petri-dish steril.
5. Disceting Microscope, bila sedang isolasi meristim.
6. Kertas tissue/kapas.
7. Sprayer berisi alkohol 70% (tidak harus dalam cabinet).

CARA MENGGUNAKAN

1. Nyalakan lampu U.V., minimum selama 30 menit, sebelum laminar air flow digunakan.
Hindarkan sinarnya dari badan dan mata.
2. Siapkan semua alat-alat steril yang akan dipergunakan. Alat-alat yang dimasukkan ke
dalam Laminar Air Flow Cabinet, disemprot terlebih dahulu dengan alcohol 70% atau
spiritus.
3. Meja dan dinding dalam LAF disemprot dengan alkohol 70% atau spiritus untuk
mensterilkan LAF.
4. Blower pada LAF dihidupkan untuk menjalankan air flow.
5. Nyalakan lampu dalam LAF.
6. LAF sudah siap untuk digunakan.

Hal yang perlu diperhatikan :

1. Jangan meletakkan lampu bunsen terlalu dekat dengan filter dan alkohol untuk merendam
peralatan kultur.
2. Jangan menumpuk alat-alat, botol-botol media, dan lain-lain benda di depan tempat
bekerja sehingga menghalangi aliran udara.
3. Jangan mencelupkan alat tanam dengan nyala api ke dalam alkohol (nyala api alkohol
yang terdapat pada alat tanam, tidak terlihat dengan jelas di tempat
yang terang HATI-HATI !!!).
4. Jangan mendekati lampu bunsen, dengan tangan yang baru disemprot alkohol atau
spiritus.
5. Bersihkan Laminar Air Flow Cabinet, setelah selesai bekerja. Jangan meninggalkan botol
bekas, kapas bekas, dan sebagainya di dalam LAF

Anda mungkin juga menyukai