Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN

STERILISASI ALAT DAN PEMBUATAN MEDIA

OLEH
SARTIKA
NIM : 1503111258
KELOMPOK : 4
NAMA ASISTEN : GUSTIA ANGGRAINI

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU 2018
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman tumbuh –


tumbuhan tertinggi di dunia. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kebutuhan akan tanaman pangan dan tanaman hias jauh lebih besar
dibandingkan dengan laju peningkatan produksinya sehingga negara kita harus
mengimpor hingga puluhan ribu ton setiap tahunnya. Penyebab utama rendahnya
produksi tanaman pangan dan tanaman hias di Indonesia adalah rendahnya
produktivitas yang disebabkan beberapa faktor, antara lain teknik budidaya, serangan
hama dan penyakit, mutu benih rendah dan penggunaan varietas lokal yang berdaya
tumbuh rendah (Handayani et.al 2013).
Perbanyakan tanaman secara generatif pada umumnya memerlukan waktu yang
tidak singkat dan terkadang beberapa tanaman sulit untuk dikembangbiakan secara
generatif. Upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan atau tanaman
hias adalah dengan penyediaan dan pengunaan bibit yang bermutu baik yang
diperbanyak melalui kultur jaringan dapat menyediakan bibit dalam waktu relatif
singkat dengan jumlah yang memadai dan tidak tergantung musim, serta tanaman
yang dihasilkan lebih seragam dan bebas patogen (Surya et.al 2017).
Kultur jaringan merupakan teknik atau salah satu metode pembiakan vegetatif
yang cepat dan secara genetik sifat-sifat tanaman anak yang dihasilkan akan sama
atau identik dengan induknya. Hal lain dalam teknik kultur jaringan yang perlu
mendapat perhatian adalah komposisi media kultur dan zat pengatur tumbuh yang
tepat serta sumber eksplan yang digunakan untuk menghasilkan plantlet sangat erat
hubungannya selain faktor lainnya yaitu cahaya, suhu dan kelembaban pada
lingkungan sekeliling media (Siregar et.al 2013).
Syarat utama dalam kegiatan kultur jaringan adalah kondisi yang aseptis atau
steril untuk semua komponen dalam kultur jaringan. Kegiatan kultur diawali dengan
sterilisasi alat dan bahan. Sterilisasi alat dan bahan adalah perlakuan untuk
menjadikan suatu alat atau bahan yang bebas dari mikroorganisme yang tidak
diingikan seperti jamur dan bakteri. Alat-alat yang di sterilisasi yaitu peralatan yang
berupa glass ware dan dissecting kit. glass ware dan dissecting kit ini di sterilisasi
dengan menggunakan autoclave pada suhu 120˚ C dengan tekanan 17,5 psi selama 30
menit karena pada tekanan ini bakteri dan jamur yang terdapat dalam peralatan akan
mati (Suratman et.al 2013).
Selain sterilisasi peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu factor
utama dalam keberhasilan kultur. Dari sekian banyak jenis media dasar yang sering
digunakan dalam teknik kultur jaringan, yaitu media MS (Murashige dan Skoog)
mengandung jumlah hara organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak
jenis sel tanaman dalam kultur. Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur
tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin (Sriyanti et.al 2012).
Aspek penting yang harus diperhatikan pada sterilisasi alat, media, komposisi
suatu media yaitu kebutuhan terhadap zat pengatur tumbuh, khususnya kombinasi dan
konsentrasi dari zat pengatur tumbuh yang digunakan. Namun hingga saat ini,
kemampuan multiplikasi tanaman melalui teknik kultur jaringan (in vitro culture)
belum banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu sangatlah
penting bagi praktikan sebagai generasi penerus bangsa untuk mengetahui teknik
kultur jaringan untuk memperbanyak produksi tanaman pangan dan tanaman hias
yang sangat dibutuhkan demi memajukan bangsa ini di masa yang akan datang.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kultur jaringan ini adalah :
1. Mengetahui cara sterilisasi alat menggunakan autoclave.
2. Mengetahui cara pembuatan media MS yang baik dan benar.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah memberikan informasi kepada
khalayak umum mengenai cara sterilisasi alat menggunakan autoclave dan cara
pembuatan media MS yang baik dan benar.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Kultur jaringan merupakan cara pembiakan  vegetatif yang cepat dan secara
genetik sifat-sifat tanaman anak yang dihasilkan akan sama atau identik dengan
induknya. Dalam teknik kultur jaringan yang perlu mendapat perhatian adalah
komposisi media kultur dan zat pengatur tumbuh yang tepat serta sumber eksplan
yang digunakan untuk menghasilkan plantlet di samping faktor lainnya yaitu cahaya,
suhu dan kelembaban. Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak
tanaman tertentu yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional
(Yuwono et.al 2008).
Keberhasilan kultur in vitro ditentukan oleh bergantung pada keadaan aseptis
atau sterilnya komponen-komponen kultur jaringan yang meliputi eksplan (bagian
tanaman yang akan dikultur), peralatan yang digunakan, pekerja yang melakukan
kultur maupun ruangan yang digunakan untuk kultur jaringan, media dan macam
tanaman. Sterilisasi alat dan bahan adalah perlakuan untuk menjadikan suatu alat atau
bahan yang bebas dari mikroorganisme yang tidak diingikan seperti jamur dan
bakteri. Sterilisasi peralatan yang terbuat dari gelas seperti erlenmeyer, test tube,
petridish disterilkan dengan autoclave. Autoclave merupakan alat yang mensterilkan
bermacam – macam alat dan bahan yang digunakan dalam lingkup mikrobiologi
yakni menggunakan uap air yang bertekanan panas (Triningsih et.al 2013).
Sterilisasi alat harus dilakukan dalam percobaan kultur jaringan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi yang dapat merusak kelangsungan percobaan yang
dilakukan dilaboratorium. Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
cara tersebut meliputi sterilisasi secara mekanik, kimia, maupun sterilisasi secara
fisik. Sebelum digunakan peralatan dicuci dan disikat dengan detergen kemudian
dibilas air tawar, tunggu kering, setelah itu ditutup rapat dengan alumunium foil dan
plastik Setelah itu diatur rapi dalam autoclave, autoclave ditutup rapat dan
dioperasikan pada suhu 121˚C dengan tekanan 1 atm, selama 30 menit (Suratman
et.al 2013).

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur


jaringan. Media mempunyai 2   fungsi utama, yaitu untuk menyuplai nutrisi dan
untuk mengarahkan pertumbuhan melalui zat pengatur tumbuh. Komposisi media
yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media
yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf
(Siregar et.al 2013).
Adanya variasi media untuk tanaman menimbulkan beberapa macam media
yang digunakan yaitu Murashige dan Skoog (MS), Gamborg (B5), Linsmaier, Nitsch
dan Woody Plant Medium (WPM). Selain media, zat pengatur tumbuuh juga
memegang peranan penting dalam melakukan teknik kultur. Zat pengatur tumbuh
adalah kelompok hormon, baik hormon tumbuhan alamiah maupun sintetis. Media
biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin
memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari
6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak
dapat memadat (Barahima et.al 2011).
Media Murashige dan Skoog (MS) adalah media yang biasa digunakan untuk
hampir semua jenis tanaman, terutama tanaman herbasius. Sebelum membuat media,
terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan stok. Larutan stok dibuat dengan tujuan
untuk memudahkan pengambilan bahan-bahan kimia khususnya yang dibutuhkan
dalam jumlah kecil, tak perlu sering menimbang karena hal ini kurang praktis.
Larutan stok disimpan di dalam lemari pendingin agar tidak mudah rusak dan
mencegah terdegradasinya bahan – bahan kimia oleh mikroba penyebab kontaminasi.
Pembuatan   larutan   stok   harus dilakukan dengan cennat, sebab larutan stok yang
terlalu pekat akan mengalami pengendapan di lemari es dan larutan stok yang
terkontaminasi tidak boleh digunakan lagi (Pamungkas et.al 2015).

III. METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
3.1.1.1 Sterilisasi Alat
Alat yang digunakan untuk sterilisasi adalah botol, plastik bening, autoklaf,
kompor gas.
3.1.1.2 Pembuatan media
Alat yang digunakan untuk pembuatan media adalah botol kultur, gelas beker,
autoklaf, spatula, timbangan analitik, aluminium foil, pipet, botol semprot, kertas
lakmus, hot plate, stirer, pipet volume, kertas label, panci dan gelas ukur.
3.1.2 Bahan
3.1.1 Sterilisasi Alat
Bahan yang digunakan untuk sterilisasi alat adalah air.
3.1.2 Pembuatan Media
Bahan yang digunakan untuk pembuatan media adalah gula 30 gr, MS 4,43
gr, agar 7 gr, air 500 ml, ZPT(BAP dan GA dengan konsentrasi 1 BAP + 1 mg/L
GA, 3 BAP + 3 mg/L GA, 4,5 BAP + 3 mg/L GA).
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Sterilisasi Alat
1. Botol kultur di autoklaf pada suhu 121˚C tekanan 15 psi kurang lebih selama 1
jam.
2. Botol kultur direndam dengan menggunakan detergen dan bayclean selama satu
malam.
3. Botol selanjutnya dicuci bersih menggunakan sunlight.
4. Botol kultur yang telah bersih dimasukkan kedalam plastik bening dan diikat
dengan karet.
5. Botol kultur diautoklaf kembali pada suhu 121˚C tekanan 15 psi kurang lebih
selama 1 jam.
6. Botol kultur disusun rapi diruang penyimpanan dan apabila ingin digunakan
diautoklaf kembali.
3.2.2 Pembuatan Media
1. Alat yang digunakan untuk pembuatan media dibersihkan dan disterilisasi
menggunakan alkohol sebelum digunakan.
2. Tempat pembuatan media disemprot alkohol dan dilap bersih menggunakan
kain.
3. Gula, bubuk MS, dan agar ditimbang dengan timbangan analitik dengan berat
masing-masing gula sebanyak 30 gr, MS sebanyak 4,43 gr dan agar sebanyak 7
gr.
4. Setelah ditimbang, masing – masing bahan ditutup dengan aluminium foil.
5. Air diukur sebanyak 500 ml.
6. Gula dilarutkan kedalam gelas beker yang berisi air.
7. Selanjutnya dimasukkan MS dan dilarutkan.
8. Setelah itu ditambahkan agar yang telah ditimbang sebanyak 7 gr.
9. Setelah semua bahan larut, dilakukan pengecekkan pH apabila pHnya asam
diberi NaOH dan apabila basa diberi HCL. Kemudian larutan tersebut
dimasukkan kedalam panci yang sebelumnya panci tersebut disterilisasi terlebih
dahulu dan dipanaskan menggunakan hot plate sampai mendidih.
10. Setelah mendidih larutan media tersebut dibagi kedalam 4 botol media,
dengan masing – masing botol diberi perlakuan yang berbeda – beda yaitu, botol
1 sebagai control, botol 2 diberi perlakuan dengan konsentrasi 1 BAP + 1 mg/L
GA, botol 3 diberi perlakuan dengan konsentrasi 3 BAP + 3 mg/L GA, dan botol
4 diberi perlakuan dengan konsentrasi 5 BAP + 3 mg/L GA.
11. Selanjutnya masing – masing media di dalam botol dipanaskan sampai
mendidih dan setiap botol media yang telah diberi perlakuan yang berbeda dan
telah dipanaskan dibagi kedalam 6 botol media lagi dengan volume yang sama.
12. Masing – masing botol yang telah diisi rata ditutup dengan menggunakan
aluminium foil dan selanjutnya dilapisi dengan plastik bening dan diikat
menggunakan karet dengan kuat.
13. Semua botol yang telah berisi media disterilisasi dengan autoklaf dan setelah
selesai disterilisasi botol yang berisi media disimpan diruangan inkubasi yang
ruangannya dingin dan steril.
14. Media diamati setiap hari.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Sterilisasi Alat

NO Hasil Keterangan
.
Botol kultur yang
1. sudah di sterilisasi
diletakkan di ruang
penyimpanan.

2.
Botol kultur yang
telah di sterilisasi

3. Bayclin untuk
sterilisasi
4. Ember untuk tempat
perendaman botol
kultur sebelum
dicuci.

5. Detergen untuk
merendam botol
kultur ketika
pencucian botol.

6. Cairan pencuci
piring yang
digunakan untuk
mencuci botol
setelah direndam
dengan detergen dan
bayclin

7. Spons untuk
mencuci botol
8. Plastik bening
sebagai tempat botol
kultur saat sterilisasi

9. Rak botol untuk


meniriskan botol
ketika baru dicuci
dan memudahkan
pemindahan botol
keruang
penyimpanan botol.

10. Autoclaf untuk


sterilisasi

4.1.2 Pembuatan Media

4.1.2 Pembuatan Media


Gambar 4.1. Agar Gambar 4.2. Air

Gambar 4.3. Murashige Skoog Gambar 4.4. 500 ppm BAP

Gambar 4.5. 500 ppm GA Gambar 4.6. Gula Pasir

Gambar 4.7. HCL Gambar 4.8. NaOH

Gambar 4.9. Batang Pengaduk Gambar 4.10. Gelas Ukur Plastik


Gambar 4.11. Aluminium Foil Gambar 4.12. Gelas Beaker

Gambar 4.13. Pipet Volume Gambar 4.14. Panci

Gambar 4.15. Hot Plate Gambar 4.16. Pipet Tetes

Gambar 4.17. Kertas Lakmus Gambar 4.18. Botol Kultur


4.2 Pembahasan
Pada praktikum kultur jaringan mengenai sterilisasi dan pembuatan media
bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mensterilisasi alat – alat sebelum
digunakan dan cara membuat media yang baik dan benar. Keberhasilan kultur in vitro
ditentukan oleh bergantung pada keadaan aseptis atau sterilnya komponen-komponen
kultur jaringan yang meliputi eksplan (bagian tanaman yang akan dikultur), peralatan
yang digunakan, pekerja yang melakukan kultur maupun ruangan yang digunakan
untuk kultur jaringan, media dan macam tanaman.
Sebelum melakukan kegiatan perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan,
hal penting yang harus dilakukan adalah melalukan sterilisasi terhadap alat-alat yang
akan kita gunakan dalam kultur jaringan, hal ini dilakukan untuk menghindari dan
meminimalkan kontaminasi. Menurut Suratman et.al (2013) kontaminasi dapat
berasal dari sterilisasi alat dan media yang kurang sempurna, lingkungan kerja yang
kurang steril, pelaksanaan/cara kerja saat penanaman kurang hati-hati, eksplan kurang
steril, molekul-molekul atau bendabenda asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk
ke dalam botol kultur setelah penanaman dan ketika diletakkan di ruang kultur.
Biasakan membersihkan berbagai peralatan dalam kegiatan kultur (pipet, botol-botol
kultur, pisau kultur, petridish, pinset dan alat kultur lainnya) dengan melakukan
sterilisasi berulang menggunakan desinfektan atau sterilisasi dengan Autoklaf. Botol
kultur merupakan tempat untuk mengkulturkan atau menanam eksplan.
Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121˚C dan
tekanan uap 15 psi. Hal ini dikarenakan mikrobia akan mati pada suhu dan tekanan
itu sehingga alat yang akan digunakan tidak terkontaminasi. Pada prinsipnya
peralatan yang digunakan pada teknik kultur jaringan harus steril. Peralatan yang
tidak steril kemungkinan akan menjadi sumber kontaminan sehingga dapat
menggagalkan proses kultur jaringan. Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan alat
dan media kultur jaringan. Kenaikan tekanan uap ini akan menyebabkan air mendidih
di atas 100%. Tekanan pada autoklaf hingga 15 psi dengan suhu 121˚C sehingga
mikroba akan mati.
Alat yang digunakan dalam pembuatan media yaitu, beaker glass 1 liter sebagai
tempat larutan baku MS, autoklaf sebagai alat sterilisasi, stirer untuk mengaduk agar
semua larutan dapat tercampur menjadi homogen, timbangan analitik untuk
menimbang agar dan gula pasir, botol kultur untuk memasukkan media yang agarnya
sudah melarut, pipet tetes untuk menambahkan Naoh atau HCL, pipet volume untuk
memindahkan larutan baku ms dalam beaker glass, kertas lakmus untuk mengukur
ph, botol semprot yang berisi alkohol agar ruangan, kertas aluminium foil untuk
menutupi botol kultur jaringan yang telah berisi media, kertas label untuk menandai
pada botol kultur, spatula untuk mengambil gula pasir dan agar. Alat-alat tulis untuk
menulis pada kertas label, pemanas (kompor) untuk melarutkan agar dan juga
pengaduk untuk mengaduk media pada saat dipanaskan.
Bahan – bahan yang digunakan untuk pembuatan media yaitu gula, agar,
BAP, GA, dan air. Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur karena
umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotroph dan laju
fotosintesisnya rendah. Oleh karena itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidrat yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Siregar et.al (2013)gula
pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur dan berfungsi
sebagai tekanan osmotik media. Agar merupakan bahan pemadat yang merupakan
campuran beberapa polisakharida. Kandungan dalam agar meliputi unsur Ca, Mg, K
dan Na dalam jumlah yang sedikit. Agar dapat membeku pada 45oC dan mencair pada
suhu 100oC. Hal ini merupakan kelebihan dari agar yang tidak dapat dicerna oleh
enzim yang dihasilkan suatu kultur apabila masa penkulturan. Air distilata (akuades)
atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.
Dalam praktikum kultur jaringan ini menggunakan 2 zat pengatur tumbuh
yaitu sitokinin (BAP) 500 ppm dan giberilin (GA) 500 ppm. Menurut Triningsih et.al
(2013) BAP berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tunas, pembelahan sel,
merangsang sel dan mendorong inisiasi tunas lateral. Sedangkan GA berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan biji, tunas dan merangsang tinggi tanaman.

Pembuatan media dilakukan dengan mencampur semua larutan stok sesuai


konsentrasi yang telah dihitung dengan rumus pengenceran untuk satu liter media,
sesuai dengan urutan dari label stok. Menurut Handayani et.al (2013) menyatakan
bahwa hal ini untuk menghindari terjadinya reaksi dan pengendapan dini terhadap
media kultur, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan objek nantinya. Botol–
botol berisi media dapat disterilkan didalam autoclave selama 30 menit temperatur
121°c tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1
atm. Lama proses sterilisasi dilihat dari volume dan jenis. Alat dan air disterilkan
membutuhkan waktu selama 1 jam, tetapi untuk proses sterilisasi media kultur
jaringan antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Dalam
hal sterilisasi ruangan umumnya menggunakan alkohol 70% karena fungsi dari
alkohol 70% dalam menyeterilkan bahan tanam atau media tanam lebih aman.
Setelah proses sterilisasi berhasil praktikan harus menyimpan media pada ruangan
dengan suhu ± 21oC sambil menguji kesterilannya selama 6 x 24 jam, media steril
yang tidak ada kontaminannya dapat digunakan dalam proses penanaman.
Keasaman pH adalah nilai derajat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam
air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai
toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,6 – 5,8. Bila eksplan
mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan tanaman umumnya akan naik
apabila nutrein habis terpakai. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan
kertas lakmus. Bila ternyata pH medium masih kurang normal, maka dapat ditambah
KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dinetralkan dengan
penambahan HCL.
Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8.
Menurut Sriyanti et.al (2012) jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi
terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat. Pengaturan pH
selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor yaitu kelarutan dari garam-garam penyusun media,
pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain dan efisiensi
pembekuan agar-agar.

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam praktikum kultur jaringan ini adalah :
1. Sterilisasi alat dilakukan menggunakan autoklaf pada suhu 121˚C dan tekanan
uap 15 psi ± selama 1 jam.
2. Media yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah media Murashige dan
Skoog (MS).
3. Sterilisasi media dilakukan menggunakan autoklaf pada suhu 121˚C dan
tekanan uap 15 psi ± selama 30 menit.
4. Pembuatan media harus memerhatikan pH yang terkandung dalam media,
karena pH berpengaruh kepada sifat media.

DAFTAR PUSTAKA

Barahima, Abbas. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Bandung: Alfabeta.


Eka, Sakka S, Zainuddin B. 2013. Pertumbuhan Eksplan Buah Naga (Hylocereus
undatus) pada Posisi Tanam dan Komposisi Media Berbeda Secara In Vitro.
Jurnal Agrotekbis 1(1) : 1-7.
Handayani E, Sakka S, Zainuddin B. 2013. Pertumbuhan Eksplan Buah Naga
(Hylocereus undatus) pada Posisi Tanam dan Komposisi Media Berbeda Secara
In Vitro. Jurnal Agrotekbis 1(1) : 1-7.
Pamungkas S S T. 2015. Pengaruh Konsentrasi NAA dan BAP Terhadap
Pertumbuhan Tunas Eksplan Tanaman Pisang Cavendish (Musa paradisiaca)
Melalui Kultur In Vitro. Jurnal sains agroteknologi 2(1).
Siregar L H, Luthfi A M S, Lollie A P P. 2013. Pengaruh α – Benzil Amino Purina
dan α Asam Asetat Naftalena Terhadap Pertumbuhan Akar Boesembergia flava
Secara In Vitro . Jurnal Online Agroteknologi 1(3).
Sriyanti Hendaryono, Ir. Daisy. 2012. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Kanisius.
Surya M I, Neneng I K, Luluk S. 2017. Perbanyakan Castanopsis argentea
Secara In vintro. Jurnal Biodiv Indon 3 (1) : 10-15.
Suratman, Ari P, Sri M. 2013. Keefektifan Penggunaan Bahan Sterilisasi Dalam
Pengendalian Kontaminasi Eksplan pada Perbanyakan Tanaman Sirsak
(Annona muricata L) Secara In Vitro. Jurnal Teknik Pertanian 1(2).
Surya M I, Neneng I K, Luluk S. 2017. Perbanyakan Castanopsis argentea Secara In
vintro. Jurnal Biodiv Indon 3 (1) : 10-15.
Triningsih, Luthfi A M S, Lollie A P P. 2013. Pertumbuhan Eksplan Puar Tenangau
(Elettariopsis sp.) Secara In Vitro. Jurnal Online Agroteknologi 1(2).
Yuliarti, Nurheti. 2010. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Yogyakarta : ANDI.
Yuwono, Triwibowo. 2008.  Bioteknologi Pertanian. .Yogyakarta:  Gadjah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai