PROPOSAL
Diajukan Oleh
Robertus Kletus Maxi
042190028
PROGRAM STUDI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas yang banyak
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dan volume kebutuhannya terus
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Cabai
adalah tanaman anggota genus Capsicum. Buahnya dapat dimanfaatkan sebagai
sayuran, obat-obatan maupun bumbu dapur bergantung pada tujuan
penggunaannya. Dalam industri makanan, ekstrak bubuk cabai digunakan sebagai
pengganti lada untuk membangkitkan selera makan dan penyedap masakan,
digunakan juga dalam pembuatan ramuan obat-obatan (industri farmasi), industri
pewarna makanan, bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan
dan minuman serta penghasil minyak atsiri.
Produksi cabai yang bersifat musiman, dimana harga turun pada musim
panen dan harga naik di luar musim panen, maka perlu stabilitas pasokan dan
harga cabai dengan perbaikan teknologi dan manajemen produksi. Selain fluktuasi
harga, fluktuasi pasokan juga sangat berpengaruh karena distribusi produksi antar
wilayah sebagian besar di pulau Jawa dan Bali (55%), Sumatera (34%) dan hanya
11% dari produksi total terdistribusi di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku
dan Papua (BPS 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh A’yun
(2013) bahwa aplikasi PGPR dengan kombinasi P. fluorescens dan B. subtilis
dapat meningkatkan produksi pada tanaman cabai rawit dengan konsentrasi 10
ml/l air, dengan rerata jumlah cabai rawit 2,73 buah per tanaman dan rerata bobot
buah 2,17 gram per tanaman. Sedangkan menurut Wuryandari (2013) bahwa hasil
jumlah buah, berat basah buah, dan berat kering buah pada bibit cabai yang
diperlakukan dengan rhizobakteria pseudomonad fluorescens menunjukkan bahwa
perlakuan dengan Pf122 dengan konsentrasi 10 ml menunjukkan hasil terbaik.
Rata-rata jumlah buah, berat basah dan berat kering buah per tanaman yang
terbanyak adalah perlakuan
1.1 Rumusan Masalah
Bersumber pada latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka
rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3 Hipotesis
Berdasarkan tujuan yang telah di paparkan sebelumnya, maka hipotesis
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Diduga terjadi interaksi antara jenis dan konsentrasi PGPR terhadap
pertumbuhan serta hasil pada tanaman cabai rawit (Capsicum annum L.)
2. Diduga ada pengaruh jenis PGPR terhadap pertumbuhan serta hasil pada
tanaman cabai rawit (Capsicum annum L.)
3. Diduga ada pengaruh konsentrasi PGPR terhadap pertumbuhan serta hasil
pada tanaman cabai rawit (Capsicum annum L.)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Cabai
Tanaman cabai (Capsicum annum L) berasal dari dunia tropika dan
subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus
menyebar ke Amerika Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam
tapak galian sejarah Peru dan sisa-sisa biji yang telah berumur lebih dari 5000
tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko. Penyebaran cabai ke seluruh dunia
termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang
Spanyol dan Portugis (Dermawan, 2010).
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L
1. Akar
Menurut Harpenas (2010) cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk
perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak
menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap
air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang
tanaman. Sedangkan menurut Tjahjadi (2010) akar tanaman cabai tumbuh tegak
lurus ke dalam tanah,berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman
±200 cm serta berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar- akar cabang,
akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar
serabut yang berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa yang rapat.
2. Batang
Batang utama cabai menurut Hewindati (2006) tegak dan pangkalnya
berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang
percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang
percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat menggarpu, tumbuhnya
cabang beraturan secara berkesinambungan. Sedangkan menurut Anonim (2009)
batang cabai memiliki batang berkayu, berbuku-buku, percabangan lebar,
penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna hijau. Menurut
Tjahjadi (2010) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya bulat. Tanaman
cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna
batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang
tiap ruas 5-10 cm dengan diameter data 5-2 cm.
3. Daun
Daun cabai menurut Harpenas, Asep & Dermawan (2010) berbentuk hati,
lonjong atau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling. Sedangkan menurut
Hewindati (2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung
meruncing, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian
permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan
bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm
dengan lebar 3,5-5 cm, selain itu daun cabai merupakan daun tunggal, bertangkai
(panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur
sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip,
panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.
4. Bunga
Menurut Hewindati (2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet
kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu.
Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan.
Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga,
kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina.
Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin
jantan dan betina dalam satu bunga. Sedangkan menurut Anonim (2007) bunga
cabai merupakan bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari
ketiak daun. Tjahjadi (2010) menyebutkan bahwa posisi bunga cabai
menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai,
panjangnya 1-1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna kepala putik kuning.
2.3.1 Tanah
Cabai rawit dapat tumbuh dengan baik ditanah yang memiliki permukan
lempung, lempung pasir, dan lempung berdebu. Namun cabai ini juga masih bisa
tumbuh pada tanah yang permukaannya agak ekstrim, seperti lempung berliat.
Ada beberapa varietas cabai rawit lokalan yang dapat tumbuh dengan baik pada
tekstur tanah yang lebih berat seperti tekstur liat yang berpasir atau liat yang
berdebu.
Menurut Tjandra (2011), Tekstur permukaan tanah yang tidak cocok untuk
penanaman cabai rawit adalah tanah yang permukanya padat dan tidak merongga,
Tanah seperti ini biasanya akan sulit ditembus air pada saat penyiraman sehingga
air akan tergenang. Selain itu, struktur tanah seperti ini tidak akan memberikan
keleluasaan bagi akar tanaman untuk bergerak, karena sulit ditembusi akar
tanaman. Mengakibatkan, tanaman sulit menyerap air dan zat hara pada tanah.
Jenis tanah yang tidka baik untuk pertumbuhan cabai rawit antara lain tanah liat,
tanah berbatu, dan tanah berpasir.
2.5 PGPR
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) adalah bakteri yang
mengkoloni perakaran tanaman dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman.
Bakteri ini hidup dan berkembang dengan memanfaatkan eskudat yang
dikeluarkan oleh perakaran tanaman. Jika di lahan sedang tidak ada tanaman,
bakteri ini mampu memanfaatkan bahan-bahan organik yang berada di dalam
tanah untuk bertahan hidup (Soenandar, 2010:49). Kehadiran PGPR
menguntungkan pada pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme,
menghasilkan fitormon dan melarutkan fosfat.
Bakteri PGPR dapat membantu pertumbuhan tanaman secara langsung
atau tidak langsung. Secara langsung bakteri PGPR menghasilkan senyawa volatil
dan fitohormon, menurunkan kandungan etilen tanaman dan memperbaiki status
nutrisi tanaman (melarutkan fosfat dan mikonutrien dari jerapan liat atau bahan
organik, fiksasi nitrogen non simbiotik) dan memacu mekanisme tanaman untuk
tahan terhadap serangan patogen. Secara tidak langsung PGPR berperan sebagai
agen biokontrol untuk mengendalikan patogen, ketika mereka menstimulasi
simbiosis menguntungkan lainnya, atau ketika mereka melindungi tanaman
dengan membantu merombak senyawa-senyawa xenobiotic atau bahan berbahaya
lainnya pada tumbuhan yang tumbuh ditanah-tanah terkontaminasi (Antoun,
2005:58).
F1 : PGPR Formula 1
F2 : PGPR Formula 2
K1 : 100 ml/tan
K2 : 200 ml/tan
K3 : 300 ml/tan
U1 U1
U2 U2
100 100
U3 U3
U4
U4
U1
U1
U2 U2
U3 U3
P1 200 P2 200
U4 U4
U1 U1
U2 U2
300 300
U3 U3
U4 U4
Kombinasi kedelapan tersebut diulang sebanyak 4 kali,sehingga diperoleh
32 kombinasi perlakuan. 32 kombinasi perlakuan nantinya pada masing-masing
tanaman memiliki 5 sampel,sehingga diperoleh sampel 32 x 5 =160 tanaman.
Dalam membuat isolat ini bahan-bahan pokoknya yaitu akar dari perakaran
bambu selain itu bisa juga menggunakan akar putri malu, Sebenarnya akar
tanaman lain juga bisa digunakan yang penting tanaman tersebut harus tahan akan
cuaca kemerau.
Bahan kedua adalah molase, molase bisa dari tetes tebu atau dari gula
merah bisa digunakan, kemudian pastikan ketika mencampur harus dalam keadan
dingin. Bahan ketiga yaitu air cucian beras atau dalam bahasa jawa yaitu air leri
digunakan dengan ukuran 5 liter, cara mendapatkan air leri yang baik yaitu pada
cucian beras yang pertama kemudian air tersebut dimasukan kedalam jerigen dan
perhatikan penyimpanannya harus benar yaitu dengan cara ditutup serapat
mungkin, jika penyimpanan betul maka kita tidak akan menemukan air leri ini
membusuk justru kalau dicium akan beraroma tape. Jadi penyimpanan yang baik
dan benar menentukan keselamatan atau bisa digunakan atau tidak air leri ini. Jadi
harus dipastikan tertutup rapat dan jauhkan dari lalat, Biasanya lalat yang
menempel pada tutup atau bahan bahan baku itu yang dapat menyebabkan
pembusukan itu terjadi.
Berikutnya semua perakaran yang disiapkan tersebut kemudian dimasukan
kedalam jerigen fermentasi, perlu diketahui sebelum melakuan fermentasi agar
tidak terkontaminasi dengan bakteri-bakteri lain maka pastikan semua alat yang
digunakan disterilkan terlebih dahulu menggunkan alkohol atau aquades.
Selanjutnya ambil baskom atau bak lalu dibersihkan terlebih dahulu kemudian
masukan molasenya untuk pembuatan PGPR sebanyak 5 liter cukup
menggunakan 50 ml molase, Kalau menggunakan gula merah yaitu sekitar 250
gram. Kemudian molase ini dicampurkan dengan air leri sekitar 4,5 liter air leri,
Selanjutnya diaduk agar merata atau sampai menyatu, Jika sudah merata tinggal
dicampurkan kedalam jerigen yang berisi akar tadi.
Bahan-bahan yang dijelaskan diatas tadi setelah sudah dicampurkan semua
dalam satu jerigen. Kemudian ketika sudah mencampurkan secara menyeluruh,
maka pastikan sistem air rasinya ditutup dengan rapat sehinnga tidak ada udara
yang bisa masuk kedalam, Proses fermentasi dilakukan minimal selama 14 hari
lebih lama akan lebih baik. Indikasi fermentasi yang baik hasilnya adalah nanti
ketika dibuka tutupnya maka akan tercium aroma tape.
3.4.5. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang sedalam 4 cm setiap lubang
diisi 1 tanaman.Penanaman dilakukan didalam polybag dengan jarak per polybag
35x35 cm
3.5. Pemeliharaan
3.5.1.Penyulaman
Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang sakit, rusak atau mati
penyulaman dilakukan paling lambat 1 minggu setelah masa tanam.
3.5.5. Penyiraman
Pada awal pertumbuhan tanaman cabai masih melakukan penyesuaian
dengan lingkungan sehingga pada tahap ini penyiraman dilakukan setiap hari pada
pagi hari dan sore hari, selanjutnya proses penyiraman dilakukan pada sore hari
atau pagi hari pada kondisi matahari terik untuk mengganti penguapan air oleh
tanaman cabai. Apabila terjadi hujan maka tanaman cabai tidak memerlukan
penyiraman lagi.
3.5.6. Penyiangan
Penyiangan ini dilakukan tergantung pada tingkat mulai tumbuhnya gulma
dilahan yang nantinya akan menimbulkan persaingan tempat maupun nutrisi
dengan tanaman cabai. Penyiangan pada tanaman cabai dilakukan sejak tanaman
berumur 14 hst. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut rumput yang
tumbuh dilahan baik secara manual atau mengunakan alat.
3.5.7. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan jika tanaman terlalu rimbun. Pemangkasan ini
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman cabai. Perempelan dilkukan
degan cara membuang beberapa tunas paling bawa agar pertumbuhan dapat
optimal, proses pemangkasan ini juga dilakukan pada daun-daun yang tua dan
berpenyakit
3.5.8. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan prinsip, pengendalian hama secara
terpadu dengan terlebih dahulu melakukan pengamatan kepada tanaman dan
selanjutnya melakukan pengendalian sesuai dengan hama dan penyakit apa yang
menyerang cabai tersebut.
3.6.Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari
masing-masing perlakuan yang diberikan kepada tanaman cabai, Pengamatan
hanya dilakukan terhadap tanaman yang menjadi sampel saja. Adapun parameter
yang diamati terbagi menjadi tiga yaitu: Parameter pertumbuhan (vase vegetatif),
parameter produksi (fase generatif), dan parameter panen.
2. Tinggi Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara diukur mulai dari
permukaan tanah sampai pucuk tanaman tertinggi dan untuk
mengantisipasi adanya penurunan tanah diberikan ajir dan diberi tanda
dibagian pangkal ajir untuk dasar pengukura. Pengamatan dilakukan pada
saat tanaman berumur 7 hst dan dilakukan setiap 7 hari sekali.
3.7. Pemanenan
Jika tanaman dirawat dengan baik biasanya sudah dapat dipanen pada usia
4 bulan , pemanenan dapat dilakukan sebanyak 2 kali seminggu. kriteria buah yang
sudah siap panen adalah buah yang bener bener tua. biasanya ditandai dengan biji
yang padat, berisi dan apabila ditekan buahnya keras, buahnya berwarna hijau tua
atau merah terang. Proses memanenanya dilakukan dengan cara memetik tangkai
buah secara hati hati agar percabangan dan calon bunga tidak patah atau rusak