1.
JUN
14
1.1.Latar Belakang
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu sayuran penting
yang bernilai ekonomis tinggi dan digemari masyarakat. Selain berguna untuk
penyedap makanan, cabai merah juga mengandung zat gizi yang sangat berguna untuk
kesehatan seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe),
vitamin A dan C, dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid seperti capsicum,
flavonoid, dan minyak esensial. Banyak manfaat tanaman cabai, sehingga produksi
cabai yang tinggi dibutuhkan untuk menjaga suplainya. (taufik, et.al, 2013).
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia didalam
(Ralahalu et, al. 2013), kandungan gizi dalam 100 gram buah cabai adalah kadar air
83.0 %, lemak 0.3 %, protein 3.0 %, karbohidrat 6.6 %, serat 7.0 %, kalori 32.0 kkal,
kalsium 15.0 mg, fosfor 30.0 mg, zat besi 0.5 mg, vitamin A 15.000 IU, thiamin
(vitamin B1) 50,0 mg, riboflavin (B2) 40,0 mg, dan vitamin C 360 mg. Kandungan
gizi yang bervariasi ini memungkinkan tanaman cabai perlu dikembangkan sehingga
dapat juga memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dilihat dari kandungan gizi dan manfaat yang dimiliki cabai, maka cabai juga
penting dikomsumsi oleh manusia. Untuk itu pembudidayaan tanaman cabai harus
diperhatikan agar produksi tanaman cabai meningkat dari tahun ketahun. Dalam satu
periode tanam, cabai dapat dipanen beberapa kali bila musim dan perawatannya baik
dapat dipanen 15-17 kali, namun umumnya sebanyak 10-12 kali. Perawatan tanaman
cabai lebih rumit dibandingkan dengan perawatan tanaman hortikultura lainnya,
sehingga biaya perawatannya lebih mahal rendahnya produksi juga dapat membuat
harga cabai meningkat (Sunarjono, (2001) cit (Tuhumury dan Amanupunyo, 2013).
Berdasarkan Biro Pusat Statistik (2011), pada tahun 2010 luas panen cabai di
Indonesia adalah sebesar 237.520 ha dengan produksi 1.332.356 ton dan produktivitas
sebesar 5,61 ton/ha. Produktivitas ini masih jauh dari potensi produktivitas cabai yang
dihasilkan dalam berbagai penelitian. Selain itu Deptan (2009) menyatakan bahwa
produksi yang dihasilkan juga belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi yang
mencapai 2,77 kg/kapita/tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012) bahwa Indonesia mampu
memproduksi tanaman cabai sebesar 1.378.727 ton pada tahun 2009 dengan luas
lahan 233.904 ha atau sekitar 5,89 t ha-1, kemudian pada tahun 2010 sebesar
1.328.864 ton dengan luas lahan 237.105 ha atau menurun sekitar 3,26% dan pada
tahun 2011 produksi cabai mencapai 1.483.079 ton dengan luas lahan 239.770 ha atau
sekitar 6,19 t ha-1. Sementara produksi cabai Sulawesi Tenggara pada tahun 2010
sebesar 7.817 ton dengan luas lahan 1.959 ha atau mengalami peningkatan sebesar
3.054 ton atau sekitar 39,07% dibanding dengan produksi pada tahun 2009. Namun
sejak 2010 produksi cabai mulai menurun. Produksi tahun 2011 hanya sebesar 4.764
ton atau menurun sebesar 39% dibandingkan dengan tahun 2010.
Rendahnya produksi cabai salah satunya disebabkan oleh adanya serangan
hama dan penyakit karena dapat menyebabkan kerugian baik kualitas maupun
kuantitas cabai. Salah satu penyakit yang mempengaruhi produksi tanaman cabai di
Indonesia adalah penyakit virus yang menyerang cabai yaitu virus kuning dan virus
keriting. Virus dapat mempunyai bermacam-macam pengaruh terhadap tumbuhan,
karena virus mempunyai daya tular yang tinggi karena itu virus semakin diakui
sebagai kendala utama terhadap perkembangan tanaman cabai (Semangun, 2008).
Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman merupakan
salah faktor penyebab rendahnya produksi cabai merah. Salah satu OPT yang
menyerang tanaman cabai adalah kapang Collectricum sp yang menyebabkan
penyakit antrkanosa ( Yulianty Dan Tundjang, 2007). Penyakit antrknosa umumnya
dikendalikan dengan menggunakan pestisida berupa fungisida sintetik namun
fungisida sintetik dapat menimbulkan beberpa masalah diantaranya ialah
meningkatkan resistensi kapang Colletotrichum terhadap fungisida ( Sibarani, 2008).
Dari uraian diatas untuk meningkatkan hasil produksi cabai merah yang tinggi
maka penulis mengambil judul “TEKNIK BUDIDAYA CABAI MERAH DI PUSAT
ALIH TEKNOLOGI DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS (PATPKP UNAND).” Bertujuan untuk mengetahui
bagaiamana teknik budidaya cabai merah yang dilakukan di PATPKP UNAND
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Taksonomi Tanaman Cabai Merah
Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai Menurut klasifikasi dalam tata
nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai termasuk kedalam, Kingdom: Plantae
(tumbuh-tumbuhan); Divisi: Spermatophyta (Tumbuham berbiji);
Subdivisi: Angiospermae (Berbiji tertutup); Kelas: Dicotyledoneae (Biji berkeping
dua); Ordo: Solanales; Famili: Solanaceae; Genus: Capsicum; Spesies: Capsicum
annum L (Hanum, 2008).
2.3. Morfologi tanaman cabai merah
2.3.1. Akar
Menurut (Harpenas dan Dermawan, 2010) cabai adalah tanaman semusim
yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman
cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain
menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang
tanaman. Akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah, berfungsi sebagai
penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat. Dari akar
tunggang tumbuh akar-akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah,
dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil- kecil dan membentuk
masa yang rapat
2.3.2. Batang
Menurut (Hewindati, 2006) Batang utama cabai adalah tegak dan pangkalnya
berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan
berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan
mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya
cabang beraturan secara berkesinambungan. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi
50-150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas
yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm dengan diameter
data 5-2 cm.
2.3.3. Daun
Menurut (Dermawan, 2010) daun cabai berbentuk hati, lonjong, atau agak
bulat telur dengan posisi berselang-seling. Sedangkan menurut (Hewindati, 2006),
daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan
dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun.
Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan
bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan
lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan Daun tunggal, bertangkai
(panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai
elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-
12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.
2.3.4. Bunga
Menurut (Hendiwati, 2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil,
umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai
berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut berbunga
sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota
bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga
berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu
bunga. (Tjahjadi, 2010) menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna
mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1-1,5 cm, lebar 0,5
cm, warna kepala putik kuning.
2.4. Syarat Tumbuh
2.4.1. Ketinggian tempat
Tanaman cabai mampu di tanam di semua tempat, baik dilahan sawah, tegalan
(kering) atau pegunungan (dataran tinggi). Tanaman tersebut dapat tumbuh sampai
ketinggian 1300 m dpl. Didaerah dataran tinggi tanaman tersebut dapat tumbuh tetapi
mampu berproduksi secara maksimal. Sebaiknya untuk dataran tinggi menggunakan
varietas Wibawa, Provost dan Sultan. Tanaman cabe umumnya tumbuh optimum
didataran rendah hingga menengah pada ketinggian 1300 m dpl. Dan pada ketinggian
diatas 1300 m dpl tanaman ini tumbuh sangat lambat dan pembentukan buahnya juga
terhambat ( Harpenas dan Dermawan. 2010). Sedangkan menurut Kusandriani
(1996), cit. Intara et,al. (2011) menyatakan bahwa tanaman cabai memiliki daya
adaptasi yang luas. Tanaman cabai dapat diusahakan baik didataran rendah ataupun
dataran tinggi. Tanaman cabai dapat tumbuh optimal sampai pada ketinggian 2000 m
dpl.
2.4.2. Keadaan tanah
Tanaman cabai merah dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada
berbagai jenis tanah, mulai dari berpasir hingga tanah liat. Untuk lahan bergambut
perlu dilakukan perlakuan khusus sebelum dilakukan penanaman. Umumnya tanah
yang baik untuk pertanaman cabai merah adalah tanah lempung berpasir atau tanah
ringan yang banyak mengandung bahan organik dan unsur hara.cabai merah dapat
juga diusahakan di lahan pasang surut atau lahan bergambut (Harpenas dan
Dermawan, 2010).
Tanaman cabai merah dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dengan syarat
drainase dan aerase tanah yang cukup baik dengan pH tanah 5,5-7,0. Jika
menginginkan panen dengan waktu yang cepat, cabai merah sebaiknya di tanam pada
tanah lempung berpasir dan jika diharapkan panen yang lebih lambat maka cabai
merah lebih cocok ditanam pada tanah yang berat atau tanah liat (Intara et al, 2011).
2.4.3. Iklim
Tanaman cabai merah menghendaki suhu 16º-32º C. Dengan curah hujan
1500-2500 mm pertahun dengan distribusi yang merata. Pada saat pembungaan
sampai dengan pemasakan buah, cabai merah membutuhkan sinar matahari yang
cukup yaitu berkisar antara 10-12 jam dengan kelembaban udara 80% (Hanum, 2008).
Pengaruh temperatur terhadap perkecambahan benih cabai dapat dilihat pada gambar
2.1
10 1 -
15 70 25,0
20 96 12,6
25 98 8,5
30 95 7,6
35 70 8,8
40 0 -
Menurut (Hanum, 2008) menyatakan bahwa iklim yang paling cocok adalah
daerah dengan suhu 25-30º C dengan persentase 98%, dan waktu yang di butuhkan
untuk berkecambah lebih kurang 8,5 hari.
2.5.3. Penanaman
Pemilihan waktu tanam yang tepat sangat penting, terutama berhubungan
dengan ketersediaan air, curah hujan, temperatur, dan gangguan hama/penyakit.
Sebaiknya cabai ditanam pada bulan agak kering, tetapi air tanah masih cukup
tersedia. Waktu tanam yang baik juga tergantung jenis lahan, pada lahan kering pada
awal musim hujan, pada lahan sawah pada akhir musim hujan sedangkan pada lahan
beririgasi teknis akhir musim hujan (Maret-April) dan awal musim kemarau (Mei-
Juni) Sebelum tanam, garitan-garitan yang telah disiapkan diberi pupuk kandang atau
kompos, dengan cara dihamparkan pada garitan. Di atas pupuk kandang atau kompos
diletakkan sebagian pupuk buatan, kemudian diaduk dengan tanah. Jarak tanam yang
digunakan adalah 50 x 60 cm untuk dataran rendah dan 60 x 75 cm untuk dataran
tinggi ( Hanum, 2008). Sedangkan menurut (Hewindati, 2006) Cabai ditanam dengan
pola segitiga, jarak tanamnya adalah 50-60 cm dari lubang satu ke lubang lainnya.
Jarak antar barisan 60-70 cm dibudidaya secara monokultur tidak dicampur dengan
tanaman lain. Lubang dibuat dengan kedalaman 8-10 cm, dilakukan dengan cara
menggali tanah dibagian mulsa yang telah dilubangi. Ukuran diameter lubang sesuai
dengan diameter media polibag semai. Ukuran lubang mulsa lebih lebar sedikit dari
pada lubang tanam.
2.5.4. Pemeliharaan
Menurut (Hewindati, 2006) tanaman cabai yang telah ditanam harus selalu
dipelihara dengan teknik sebagai berikut:
· Bibit atau tanaman yang mati harus disulam atau diganti dengan sisa bibit yang ada.
Penyulaman dilakukan pagi atau sore hari, sebaiknya minggu pertama dan minggu
kedua setelah tanam.
· Semua jenis tumbuhan pengganggu (gulma) disingkirkan dari lahan bedengan tanah
yang tidak tertutup mulsa. Tanah yang terkikis air atau longsor dari bedeng dinaikkan
kembali, dilakukan pembubunan (penimbunan kembali).
· Pemangkasan atau pemotongan tunas-tunas yang tidak diperlukan dapat dilakukan
sekitar 17-21 HST di dataran rendah atau sedang, 25-30 HST di dataran tinggi. Tunas
tersebut adalah tumbuh diketiak daun, tunas bunga pertama atau bunga kedua (pada
dataran tinggi sampai bunga ketiga) dan daun-daun yang telah tua kira-kira 75 HST.
· Pemupukan diberikan 10-14 hari sekali. Pupuk daun yang sesuai misalnya Complesal
special tonic. Untuk bunga dan buah dapat diberikan pupuk kemiral red pada umur 35
HST. Pemupukan dapat juga melalui akar. Campuran 24, urea, TSP, KCL dengan
perbandingan 1:1:1:1 dengan dosis 10 gr/tanaman. Pemupukan dilakukan dengan cara
ditugal atau dicukil tanah diantara dua tanaman dalam satu baris. Pemupukan cara ini
dilaksanakan pada umur 50-65 HST dan pada umur 90-115 HST.
· Kegiatan pengairan atau penyiraman dilakukan pada saat musim kering. Penyiraman
dengan kocoran diterapakn jika tanaman sudah kuat. Sistem terbaik dengan
melakukan penggenangan dua minggu sekali sehingga air dapat meresap ke
perakaran. Penyemprotan tanaman cabai sebaiknya dikerjakan dalam satu hari yakni
pada pagi hari jika belum selesai dilanjutkan pada sore hari.
· Pertumbuhan tanaman cabai perlu ditopang dengan ajir. Ajir dipasang 4 cm dibatas
terluar tajuk tanaman. Ajir dipasang pada saat tanaman mulai berdaun atau maksimal
1 bulan setelah penanaman. Ajir bambu biasanya dipasang tegak atau miring.
III. METODE PELAKSANAAN
3.3. Metodologi
Tahapan kegiatan budidaya cabai merah yang dilakukan di Pusat Alih
Teknologi dan Pengembangan Kawasan Pertanian Universitas Andalas (PATPKP
UNAND) adalah sebagai berikut:
3.3.1. Sosialisasi
Sebelum pelaksanaan praktek kerja lapang, pihak Pusat Alih Teknologi dan
Pengembangan Kawasan Pertanian Universitas Andalas (PATPKP UNAND)
memberikan penjelasan dan arahan tentang kegiatan yang akan dilakukan selama
praktek kerja lapang.
3.3.2. Observasi
Melakukan pengamatan dan ikut secara langsung dalam kegiatan yang
dilakukan di Pusat Alih Teknologi dan Pengembangan Kawasan Pertanian Universitas
Andalas (PATPKP UNAND).
3.3.3. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mencari data sumber referensi terkait dengan
kegiatan praktek kerja lapang dalam penyusunan laporan praktek kerja lapang.
3.4. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati secara langsung bagaimana
teknik budidaya yang dilakukan petani dilapangan dan ikut aktif dalam kegiatan
petani dilapangan agar mengetahui bagaimana teknik budidaya cabai merah yang
baik. Diantara penagamatan yang dilakukan adalah mengamati tanaman cabai yang
terserang OPT, baik itu yang diserang oleh penyakit ataupun yang terserang oleh
hama. Dan penyakit yang menyerang tanaman cabai yang ada di PATPKP UNAND
adalah penyakit Antraknose, penyakit busuk Phythopthora, dan Layu fusarium
sedangkan hama yang menyerang adalah hama kutu daun persik, hama Thrips, dan
Ulat Penggerek Buah.
4.1.3. Kerja Sama
Dalam pelaksanaan kegiatannya, PATPKP UNAND juga menjalin kerjasama
dengan berbagai stakeholders. Pengembangan pellet ikan, pejantanan ikan (sex
reversal), bioremidiasi lahan pertanian, pembuatan jerami fermentasi untuk pakan
sapi, budidaya sorgum, dan penangkaran benih padi bekerjasama dengan Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN). Kegiatan Pembibitan tanaman kehutanan,
Budidaya Jamur Tiram, dan Pembuatan Embung bekerjasama dengan Dinas
Kehutanan Propinsi Sumatera Barat. Kegiatan Budidaya Sapi Potong bekerjasama
dengan Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Barat. Pengembangan Tanaman
Makadamia bekerjasama dengan PT. Mitra Kerinci. Saat ini PATPKP UNAND
sedang dalam upaya bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pertanian
Nasional agar PATPKP UNAND dapat dijadikan sebagai Tempat Uji Kompetensi
(TUK) bagi para siswa atau mahasiswa yang membutuhkan Sertifikat Kompetensi
Keahlian Bidang Pertanian. Kedepan tentunya, PATPKP UNAND akan terus
berupaya menjalin kerjasama dan mencari dukungan dari berbagai pihak agar
PATPKP UNAND dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat
luas.
Direktur / ketua
Pengurus
Dosen-dosen UNAND
Karyawan tetap
Triana
Pekerja lepas
B. Misi :
1. Menjadikan anggota kelompok tani agrobisnis rimbo tinggi yang mandiri dan berdaya
saing tinggi
2. Meninkatka kesejahteraan anggota kelompok
3. Manjadikan kelompok yang berilmu dan daya kretivitas tinggi
4. Meningkatkan pendapatan kelompok dan kesejahteraan mayarakat petani jorong
gelagah
5. Menjadi pusat percontohan usaha tani terpadu di sumatera barat
6. Menjadikan kelompok sebagai pusat alih teknologi pertanian
7. Menjadikan pusat kegiatan studi banding agrobisnis di sumetera barat.
Fasilitas yang ada dari segi peralatan di PATPKP UNAND berupa peralatan
untuk budidaya gandum hingga panen gandum diantaranya mesin pemanenan
gandum, mesin penggilingan tepung gandum, mesin pemisah bulir gandum dengan
batangnya. Selain itu ada juga mesin pembuat pelet ikan, mesin pencacah, mesin
pembuatan media jamur, mesin bajak untuk pembajakan lahan. Sedangkan fasilitas
lain berupa Aula, sebagai tempat pertemuan,rapat, dan kegiatan pelatihan. Mess,
untuk penginapan pengunjung yang mengunjungi PATPKP UNAND. Musholla,
sebagai tempat beribadah para pengunjung. Fasilitas di PATPKP UNAND dapat
dilihat pada gambar 4.3.
4.2. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang Budidaya Cabai Merah
4.2.1. Penyiapan Lahan
Tahap awal dari kegiatan persiapan lahan adalah perencanaan yang meliputi
penentuan arah bedengan,terutama pada lahan yang berbukit, pembuatan selokan,
pemeliharaan tanaman dan pemupukan. Tahap berikutnya adalah pengolahan tanah.
Pengolahan tanah untuk budidaya tanaman cabai di PATPKP UNAND dilakukan dengan
sistem modern seperti menggunakan traktor untuk membajak lahan sedalam kurang
lebih 30-40 cm hingga gembur, namun ada juga dilakukan dengan cara konvensional.
Setelah tanah diolah sempurna. dibuat bedengan dengan ukuran lebar 100 - 120 cm,
tinggi bedengan 40 - 60 cm, jarak antar bedengan 40 cm, panjang bedengan
diesusuaikan dengan kondisi lahan dilapangan, Mengingat sifat tanaman cabai yang
tidak bisa tergenang air, maka dalam pengaturan/ploting bedengan dan pembuatan parit
harus ada saluran drainase yang baik. Perbedaan bedengan tanpa mulsa dengan
memakai mulsa dapat dilihat pada gambar 4.4
Gambar 4.4. Bedengan Tanpa Mulsa Dan Bedengan Dengan Memakai Mulsa
4.2.2. Persiapan Bibit
Pada budidaya cabai di PATPKP UNAND persiapan bibit diperlukan
pemeliharaan terhadap pembibitan cabai merah sebelum ditanam dilapangan.
Pembibitan dilakukan didalam wadah yang telah disiapkan dengan panjang wadah lebih
kuranng 2 x 1 meter, atau bisa juga dibuat bedengan kecil dan bibit cabai merah disemai
diatasnya. Untuk persiapan bibit, di PATPKP ini umumnya menggunakan bibit lokal
(turun-temurun). Kelebihan dari bibit lokal yang ada PATPKP UNAND dipilih karena
kadar airnya yang rendah, umurnya yang panjang dan rasanya pedas. Penyemaian
benih cabai merah dapat dilihat pada gambar 4.5.
4.2.3. Penanaman
Waktu tanam yang sesuai sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman.
Waktu tanam yang paling baik untuk dataran tinggi adalah pada konidsi cerah.
Sebelum penanaman , lahan yang telah dipersiapkan berupa garitan-garitan atau
lubang-lubang tanaman diberi pupuk kandang atau kompos dengan dosis sesuai
dengan anjuran. Dalam pemberian pupuk kandang atau kompos ini terdapat dua cara
yang dapat dilakukan, yaitu diberikan secara dihamparkan dalam garitan-garitan atau
diberikan secara setempat pada lubang-lubang tanaman. Kegiatan penanaman bibit
cabai merah kelapangan dapat dilihat pada gambar 4.6.
Setalah itu bibit cabai merah yang sehat dan telah berumur 3-4 minggu yang
ada dalam media semai diangkut ke lapangan. Selanjutnya bibit ditanam pada lubang
yang telah disiapkan, satu bibit per lubang tanaman. Jarak tanam cabai merah yang
dipakai di PATPKP ini berkisar antara 40 x 70 cm. sedangkan menurut ( Piay et, al.
2010) Jarak tanam yang digunakan adalah 50 x 60 cm untuk dataran rendah dan 60 x
75 cm untuk dataran tinggi dan penanaman diharapkan selesai dalam satu hari untuk
menyeragamkan pertumbuhan dan setelah bibit cabai ditanam maka disiram agar bibit
cabai yang ditanam tidak layu.
4.2.4. Pengairan
Pengairan pada budidaya cabai merah Dialahan panjang ini khususnya di
PATPKP UNAND jarang dilakukan petani mengingat lahan yang ada di alahan
panjang ini berbentuk bukit dan tidak efisien juga di buat pengairan. Selain itu tanah
dialahan panjang ini sangat sejuk dan lembab oleh karena itu jika tidak dibuatkan
pengairan hal tersebut bukan masalah yang fatal dalam budidaya cabai merah di
alahan panjang ini. Walaupun fungsi air itu sangat tinggi dalam pertumbuhan tanaman
cabai karena Kekurangan air pada tanaman cabai akan menyebabkan tanaman kerdil,
buah cabai menjadi kecil dan mudah gugur.
Menurut (Piay et, al. 2010) Ada empat cara pengairan yang dapat dilakukan
pada tanaman cabai yaitu : 1) pemberian air permukaan tanah meliputi penggenangan
(flooding), biasanya dipersawahan dan pemberian air melalui saluran-saluran dan
dalam barisan tanaman; 2) Pemberian air di bawah permukaan tanah dilakukan
dengan menggunakan pipa yang dibenamkan di dalam tanah; 3) Pemberian air dengan
cara penyiraman sangat efisien, misalnya pada tanah bertekstur kasar, efisiensi dengan
menyiram dua kali lebih tinggi dari pemberian air permukaan; 4) Pemberian air
dengan irigasi tetes, air diberikan dalam kecepatan rendah di sekitar tanaman
dengan menggunakan emitter. Pada pemberian air dengan menyiramdan irigasi tetes
dapat ditambahkan pertisida atau pupuk.
4.2.5. Pemasangan Ajir
Pada budidaya cabai yang dilakukan di alahan panjang khususnya yang ada di
PATPKP UNAND, pemasangan ajir dilakukan agar tanaman tidak roboh dan agar
bunga tidak rontok saat diterjang angin kencang. Pemasangan ajir dilakukan pada
tanaman umur 1 bulan setelah tanam, ajir dibuat dari bambu dengan tinggi 1 - 1,5 m.
Apabila ajir terlambat dipasang akan menyebabkan kerusakan pada akar yang sedang
berkembang.
Gambar 4.7. Kegiatan Pemasangan Ajir
Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan mulai umur 3 minggu sampai dengan
1 bulan yaitu mengikatkan batang yang berada di bawah cabang utama dengan tali
plastik pada ajir. Pada saat tanaman berumur 30 - 40 hst, ikat tanaman di atas cabang
utama dan ikat juga pada saat pembesaran buah yaitu pada umur 50 - 60 hst, agar
tanaman tidak rebah dan buah tidak jatuh (Piay et, al. 2010). Kegiatan pemasangan
ajir dapat dilihat pada gambar 4.7.
4.2.6. Pewiwilan/Perempelan
Tujuan perempelan adalah untuk menghilangkan tunas ketiak yang ada pada
tanaman cabai agar pertumbuhannya optimal. Tunas yang tumbuh di ketiak daun
perlu dihilangkan dengan menggunakan tangan yang bersih. Perempelan dilakukan
sampai terbentuk cabang utama yang di tandai dengan munculnya bunga pertama.
Pembuangan tunas ketiak secara visual mempengaruhi postur tanaman.
Tanaman tanpa tunas ketiak memperlihatkan postur yang jangkung. Tanaman
mengompensasi pemangkasan tunas ketiak kepada pertumbuhan cabang ke atas,
sehingga tanaman menjadi sangat tinggi. Sebaliknya, tanaman dengan tunas ketiak
memiliki postur yang lebih pendek ( Hatta, 2012).
4.2.7. Pemupukan
Pemeliharaan tanaman cabai biasanya memerlukan pupuk tambahan/ susulan.
Pada budidaya cabai merah di PATPKP UNAND pemupukan susulan dilakukan pada
saat tanaman berumur 1 bulan atau pada saat mulai terbentuk bunga maka diberikan
pupuk berupa NPK (16-16-16) dengan dosis 10 gr/tanaman dan POS_N_KA dengan
dosis 10-15 gr/tanaman diberikan dua kali dalam satu bulan setelah panen pertama.
gambar 4.8. Pupuk yang digunakan di PATPKP UNAND
Setelah pemberian pupuk susulan tersebut, maka satu minggu sekali setelah itu
diberikan perlakuan pupuk berupa KNO3 + kotoran sapi dengan ukuran kurang lebih
100 ml/ tanaman. Jenis pupuk yang digunakan pada budidaya cabai merah di
PATPKP UNAND dapat dilihat pada gambar 4.8.
Menurut (Purnomo, 2011) bahwa neraca hara di dalam tanah dapat
memberikan pendekatan untuk menentukan jenis dan takaran pupuk yang
diaplikasikan sesuai dengan kemampuan tanah menyediakan unsur hara dan
kebutuhan tanaman untuk memproduksi hasil yang memadai. Perlakuan pemupukan
berdasarkan kebutuhan tanaman-status hara tanah (15.000 pukan + 150 N + 150 P2O5
kg ha-1) dibandingkan perlakuan petani (20.000 pukan + 90 N + 160 P2O5 + 90 K2O
kg ha-1) dan kontrol dapat meningkatkan produksi cabai sebesar 23,6 - 70,9%. Rata-
rata produksi masing-masing perlakuan pemupukan antara 7,2 – 8,9 t/ ha
4.2.8. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan tujuan menghilangkan tanaman pengganggu
atau gulma yang ada pada tanaman cabai agar pertumbuhan tanaman cabai tidak
tergaggu dan gulma dapat juga sebagai tempat berkembangnya hama dan penyakit
tanaman, selain itu gulma juga bisa sebagai pesaing tanaman cabai dalam
pengambilan unsur hara maka penyiangan harus dilakukan sebaik mungkin agar
pertumbuhan dan produksi tanaman cabai dapat meningkat. Penyiangan dapat
dilakukan dengan garu atau mencabutnya dengan hati-hati.
Pada prinsipnya Gulma merupakan masalah penting dalam budidaya cabai
merah. Tumbuhan pengganggu ini berkompetisi memperebutkan ruang, cahaya, air
dan unsur hara, serta dapat menjadi inang hama dan penyakit. Periode kritis tanaman
cabai merah karena adanya persaingan dengan gulma terjadi pada umur 30-60 hari
setelah tanam. Gulma yang mengganggu selama periode tersebut dapat menurunkan
bobot kering tanaman. Penyiangan yang dilakukan pada umur 30-60 hari dapat
meningkatkan hasil cabai merah. Hasil cabai merah yang paling tinggi terdapat pada
tanaman yang bebas gulma selama 60 dan 90 hari setelah tanam (HST). Selain dengan
penyiangan, gulma juga dapat dikendalikan dengan penggunaan mulsa dan
penyemprotan herbisida ( Harpenas dan Dermwan, 2010)
2. Thrips (Thrips parvispinus Karny).
Hama Thrips menyukai daun muda. Mula-mula daun yang terserang
memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari
cara makan hama tersebut. Setelah beberapa waktu, noda keperakan tersebut berubah
menjadi kecoklatan terutama pada bagian tepi tulang daun. Daun-daun mengeriting ke
arah atas. Pada musim kemarau perkembangannya sangat cepat sehingga populasinya
lebih tinggi. Penyebarannya sangat terbantu oleh angin, karena Thrips dewasa tidak
bisa terbang dengan sempurna. Pada musim hujan populasinya relatif rendah karena
banyak Thrips yang mati tercuci oleh curah hujan. Pada kondisi ekosistem yang masih
seimbang, populasi hama Thrips di alam dikendalikan oleh musuh alami. Musuh
alami hama Thrips yang potensial antara lain, kumbang Coccinellidae,
kepik Anthocoridae, kumbang Staphylinidae, dan larva Chrysopidae (Meilin, 2014).
Gejala serangan hama Thrips dapat dilihat pada gambar 4.11.
B. PENYAKIT
1. Antraknose
Penyebab (patogen) dan gajala penyakit Penyakit antraknose disebabkan oleh
dua jenis jamur yaitu Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides.
Gejala pada biji berupa kegagalan berkecambah dan pada kecambah menyebabkan
layu semai. Pada tanaman yang sudah dewasa menyebabkan mati pucuk, pada daun
dan batang yang terserang menyebabkan busuk kering. Buah yang terserang C.
capsici menjadi busuk dengan warna seperti terekspos sinar matahari (terbakar) yang
diikuti busuk basah berwarna hitam, karena penuh dengan rambut hitam (setae),
jamur ini pada umumnya menyerang buah cabai menjelang masak (buah berwarna
kemerahan). Jamur C. Gloeosporioides memiliki dua strain yaitu strain R dan G.
Strain R hanya menyerang buah cabai masak yang berwarna merah, sedangkan strain
G dapat menyerang semua bagian tanaman, termasuk buah cabai yang masih
berwarna hijau maupun buah yang berwarna merah.Populasi C. Gloeosporioides di
alam jauh lebih banyak daripada C. capsici. Kedua jenis patogen tersebut dapat
bertahan di biji dalam waktu yang cukup lama dengan membentuk acervulus,
sehingga merupakan penyakit tular biji ( Laksono et, al. 2010) Gejala penyakit
Antraknose dapat dilihat pada gambar 4.13.
2. Busuk Phytophthora
Penyebab (patogen) dan gajala penyakit Penyakit tersebut disebabkan oleh
jamur Phytophthora capsici. Patogen dapat menyerang pada seluruh bagian tanaman.
Serangan pada tanaman yang masih di persemaian dapat menimbulkan gejala layu
semai. Infeksi pada batang dimulai dari pangkal batang, yang menunjukkan
gejala busuk basah, berwarna coklat kehitaman. Infeksi pada tanaman yang muda
menyebabkan kematian tanaman. Infeksi pada tanaman yang telah dewasa
menyebabkan batang tanaman mengeras dan akhirnya layu. Infeksi pada daun
menyebabkan daun tampak seperti disiram air panas dan akhirnya daun mengering
dan gugur. Infeksi pada buah menyebabkan buah berwarna hijau gelap dan busuk
basah. Jamur dapat bertahan di dalam tanah maupun biji, mampu bertahan dari
kondisi yang tidak menguntungkan dengan membentuk oospora (Piay et, al.
2010). Gejala busuk phytopthora dapat dilihat pada gambar 4.14.
3. Layu Fusarium
Penyebab (patogen) dan gajala penyakit Penyebab penyakit layu Fusarium
adalah jamur Fusarium oxysporum var. vasinfectum. Infeksi pertama umumnya
terjadi pada pangkal batang yang langsung berhubungan dengan tanah. Pangkal
batang tersebut menjadi busuk dan berwarna coklat tua. Infeksi lanjut menjalar ke
daerah perakaran dan menyebabkan kerusakan pada akar (busuk basah).
Apabila kelembaban lingkungan cukup tinggi, bagian pangkal batang tersebut
berubah warna menjadi keputih-putihan karena banyak terbentuk spora. Infeksi yang
parah menyebabkan seluruh bagian tanaman menjadi layu karena transport air dan
nutrisi ke bagian atas tanaman terganggu (Sutarini et, al. 2015). Gejala layu fusarium
dapat dilihat pada gambar 4.15.
Gambar 4.15. Gejala layu fusarium
5.1. Kesimpulan
1. Dalam budidaya cabai merah yang dilakukan masyarakat kenagarian alahan panjang
khususnya di PATPKP UNAND sudah memadai dengan tahapan yang sangat teratur
mulai penyiapan media semai, pemeraman benih, persemaian, persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, pemeliharaan buah dan
panen.
2. Penggunaan bibit lokal lebih besar penggunaannya dari bibit hibrida di karenakan
bibit cabai merah lokal tersebut lebih mudah beradptasi dan memiliki kelebihan
seperti rasanya pedas, kadar airnya rendah dan umurnya panjang.
5.2. Saran
1. Dalam budidaya cabai merah yang ada di PATPKP UNAND petani masih bergantung
pada pestisida kimia, penulis menyarankan agar kedepannya dikembangkan
penggunaan pestisida alami agar kesuburan dari tanah itu masih tetap terjaga dengan
baik.
2. Untuk menunjang kegiatan PKL berikutnya, penulis menyarankan kepada pihak
PATPKP UNAND untuk meningkatkan fasilitas yang ada. Sehingga kegiatan PKL
dapat berjalan dengan lancar.
3. Laporan praktek kerja lapang ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. 2011. Luas Panen, Produksi dan
Produktivitas Cabai, 2009-2010. Jakarta.
Hanum, Chairani. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2 Untuk SMK. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Piay, S. S., A. Tyasdjaja, Y. Ermawati dan F. Rudi Prasetyo Hantoro. 2010. Budidaya dan
Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annuum L). Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa tengah.
LAMPIRAN
1 Selasa/ 26 · Berangakat dari kampus UIN SUSKA RIAU menuju lokasi PKL
januari 2016
Menggiling titonia
Menanam kopi
Nama : Nama Mahasiswa
NIM : 12324234
Hari / Tanggal : Senin, 01 Februari 2016
No. Kegiatan
1. Lembar ini diisi setiap hari dengan tulis tangan dan ditandatangani oleh
pembimbing lapangan
Nama Lengkap PL
bibit cabai merah dalam penyemaian bahan yang digunakan dalam budidaya
cabai
1.
Super.
Ujinkan di copas
Balas
2.
Dengan minimal deposit 10.000 dan minimal betting 100 perak bebas invest tanpa
batasan line!!!
ayo daftar kan sekarang juga d https://165.22.110.99/
Di setiap PASARAN SYDNEY POOLS Kami sudah berkerja sama dengan pakar ahli
dalam merumus tabel PREDIKSI SYDNEY ,untuk mempermudah anda dalam
memasang / betting di PASARAN SYDNEY POOLS
MADAM TOGEL juga mengikut sertakan PREDIKSI SINGAPORE & PREDIKSI
HONGKONGPOOLS . Dengan WIN rate yang TINGGI !!
Masih belum cukup ??? Selain 3 pasaran TOGEL SYDNEY , SINGAPORE DAN
HONGKONG .. MADAM TOGEL JUGA MENYEDIAKAN PREDIKSI DI 14 PASARAN
INTERNASIONAL PREDIKSI MADAM TOGEL yang telah di rancang langsung oleh
pakar ahli nya lo ,,,,
Jadi.... tunggu apa lagi , jangan ragu untuk daftar di MADAM TOGEL
https://165.22.110.99/
jadilah member MADAM TOGEL untuk mudah meraih kemenangan dalam bermain
TOGEL bersama kami ...
Balas
Memuat