Anda di halaman 1dari 22

OBSERVASI SISTEM PEMUPUKAN TANAMAN

OLEH :

DEWI NOVITA RAHMA


NPM : 1625010053

GOLONGAN AB-1

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SURABAYA
2018
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman tomat dan cabai termasuk kedalam tanaman hortikultura yang
produknya digunakan oleh masyarakat dibidang kuliner, campuran bumbu masak,
bahan baku industri dan lain sebagainya. Permintaan pasar terhadap komiditas tomat
dan cabai dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sentra tanaman tomat dan tanaman
cabaipun bermunculan. Namun hingga saat ini masih banyak kendala yang dialami
para petani tomat dan cabai, mulai dari masalah penerapan teknik budidaya yang tepat,
masalah hama dan penyakit yang menyerang, hingga masalah pemasaran hasil panen.
Usaha dalam menunjang pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas
terhadap budidaya tanaman terlebih khusus pada tanaman tomat dan tanaman cabai,
tidak berbeda dengan tanaman pertanian yang lainnya, yaitu dengan melakukan
pemupukan. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organic maupun anorganik.
Dalam pemberian pupuk baik itu organic maupun anorganik perlu memperhatikan
seperti waktu pemberiannya, takaran/ jumlah (Dosis), cara pemberiannya, dan jenis
pupuk yang diberikan.
Unsur hara merupakan salah satu nutrisi yang diperukan dalam proses tumbuh
dan berkembangnya suatu tanaman. Unsur hara yang diibutuhkan secara alami dapat
bersumber dari tanah maupun dari pemberian pupuk oleh manusia.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan diadakannya praktium atau pengamatan ini yaitu agar:
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi ingkat kesuburan kimia tanah.
2. Mahasiswa mampu memahapi pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan
tanaman cabai dan tomat.
3. Mahasiswa mampu membuat dan menghitung pupuk yang dibutuhkan oleh
tanaman cabai dan tomat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Tomat
Tomat merupakan tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan sejak ratusan
tahun silam, tetapi belum diketahui dengan pasti kapan awal penyebarannya. Jika
ditinjau dari sejarahnya, tanaman tomat berasal dari Amerika, yaitu daerah Andean
yang merupakan bagian dari negara Bolivia, Cili, Kolombia, Ekuador, dan Peru.
Semula di negara asalnya, tanaman tomat hanya dikenal sebagai tanaman gulma.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu, tomat mulai ditanam, baik di lapangan
maupun di pekarangan rumah, sebagai tanaman yang dibudidayakan atau tanaman
yang dikonsumsi (Purwati dan Khairunisa, 2007).
Di negara tropis seperti Indonesia, tanaman tomat memiliki daerah penyebaran
yang cukup luas, yaitu di dataran tinggi (≥ 700 m dpl), dataran medium tinggi (450 -
699 m dpl), dataran medium rendah (200 - 499 m dpl), dan dataran rendah (≤ 199 m
dpl) (Purwati dan Khairunisa., 2007).
Klasifikasi Tomat (Lycopersicon esculentum) Menurut Simpson (2010)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Lycopersicon
Species : Lycopersicon esculentum
Syarat Tumbuh Tomat yaitu :
1. Keadaan iklim
Iklim yang cocok untuk tanaman tomat adalah pada musim kemarau dengan
pengairan yang cukup. Kekeringan menyebabkan banyak daun gugur, lebih-lebih bila
disertai dengan angin kencang. Sebaliknya, pada musim hujan pertumbuhannya kurang
baik karena kelembapan dan suhu yang tinggi akan menimbulkan banyak penyakit
(Pracaya, 1998).
Pertumbuhan tanaman tomat akan baik bila udara sejuk, suhu pada malam hari antara
100C – 200C dan pada siang hari antara 180C – 290C. Suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan banyak buah rusak terkena sengatan matahari. Suhu di atas 400C
menyebabkan pertumbuhan terhambat, sedangkan pada suhu 600C tanaman tomat
tidak dapat hidup/ mati (Pracaya, 1998).
2. Media Tanam
Media tanam yang dapat digunakan untuk tanaman tomat pada umumnya adalah
tanah. Tanaman tomat dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai tanah pasir (ukuran
partikel 0,05 - 2.0 mm) sampai tanah lempung (ukuran partikel kurang dari 0,002 mm).
Akan tetapi, tanah yang ideal adalah tanah lempung berpasir yang subur, gembur,
banyak mengandung bahan organik serta unsur hara, dan mudah merembaskan air
(Pracaya, 1998).
Untuk komoditas sayuran seperti tomat, pH tanah yang cocok adalah 5,5-7 atau
agak asam hingga netral. Bila pH tanah terlalu asam, (pH < 5), maka tanaman akan
kekurangan kalsium sehingga berpotensi terserang penyakit busuk ujung buah atau
blossom and root, dengan gejala bagian ujung buah membusuk (Tafajani, 2010).
Kandungan bahan organik dalam tanah juga mempengaruhi ketersediaan unsur
hara. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi memiliki kapasitas tukar kation
yang tinggi, hal ini mempengaruhi ketersediaan hara yang dapat diserap oleh tanaman.
Selain itu, kandungan bahan organik dalam tanah menimbulkan adanya aktivitas
mikroorganisme dalam tanah, bakteri pengurai, jamur, yang mengundang organisme
lainnya seperti cacing, sehingga terbentuk rongga dalam tanah yang dapat menjadi pori
udara dan pori air. Dengan demikian, ketersediaan air dan udara dalam tanah tercukupi
(Tafajani, 2010).

2.2. Taanaman Cabai


Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang
menpunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena selain sebagai penghasil
gizi, juga sebagai bahan campuran makanan dan obat-obatan. Di indonesia tanaman
cabai mempunyai nilai ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah kacang-
kacangan (Rompas, 2001).
Cabai merupakan tanaman holtikultura yang cukup penting dan banyak
dibudidayakan, terutama di pulau jawa. Cabai termasuk tanaman semusim (annual)
berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu, dan banyak memiliki cabang.
Tinggi tanaman dewasa antara 65‐120 cm. lebar mahkota tanaman 50‐90 cm (Setiadi,
2006).
Klasifikasi tanaman cabai menurut Tindall (1983) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Sympetalae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
Morfologi Tanaman cabai
a. Akar
Akar cabai merupakan akar tunggang yang kuat dan bercabang-cabang ke
samping membentuk akar serabut, akar serabut bisa menembus tanah sampai
kedalaman 50 cm dan menyamping selebar 45 cm (Setiadi, 2006).
b. Batang
Batang utama cabai tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 30‐37,5 cm, dan
diameter batang antara 1,5‐3 cm. Batang utama berkayu dan berwarna coklat
kehijauan. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi mulai umur 30 hari
setelah tanam (HST). Setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai pada
umur 10 hari setelah tanam namun tunas‐tunas ini akan dihilangkan sampai batang
utama menghasilkan bunga pertama tepat diantara batang primer, inilah yang terus
dipelihara dan tidak dihilangkan sehingga bentuk percabangan dari batang utama ke
cabang primer berbentuk huruf Y, demikian pula antara cabang primer dan cabang
sekunder (Prajnanta, 2007).
c. Daun
Daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap tergantung varietasnya.
Daun ditopang oleh tangkai daun. Tulang daun berbentuk menyirip. Secara
keseluruhan bentuk daun cabai adalah lonjong dengan ujung daun meruncing
(Prajnanta, 2007)
d. Bunga
Umumnya suku Solanaseae, bunga cabai berbentuk seperti terompet
(hypocrateriformis). Bunga cabai tergolong bunga yang lengkap karena terdiri dari
kelopak bunga (calyx), mahkota bunga (corolla), benang sari (stamen), dan putik
(pistilum). Alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik pada cabai
terletak dalam satu bunga sehiingga disebut berkelamin dua (hermaprodit. Bunga cabai
biasanya menggantung, terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwarna kehijauan dan 5
helai mahkota bunga berwarna putih. Bunga keluar dari ketiak daun (Prajnanta, 2007)
Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun tinggi.
Syarat agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur, dan
pH tanahnya antara 5-6. Cabai dikembangbiakkan dengan biji yang diambil dari buah
tua atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu
(Sunarjono,2006). Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhannya antara 16-23o C.
Temperatur malam di bawah 16oC dan temperatur siang di atas 23o C menghambat
pembungaan (Ashari, 2006).

2.3. Pupuk dan pemupukan

Berdasarkan pembentukannya, pupuk terbagi menjadi (1) pupuk buatan dan (2)
pupuk alam. Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat secara industri dan mengandung
unsur hara tertentu yang umumnya berkadar tinggi, contohnya pupuk Urea, SP 36 dan
KCl. Pupuk alam dihasilkan dari alam seperti endapan batuan, contohnya fosfat alam
dari batuan fosfat, dan kalsit serta dolomit dari batuan kapur. Dibandingkan dengan
pupuk alam, pupuk buatan mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan pupuk
buatan: (a) lebih mudah menentukan jumlah pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman,
(b) hara yang diberikan dalam bentuk yang cepat tersedia, (c) dapat diberikan pada saat
yang lebih tepat dan (d) pemakaian dan pengangkutannya lebih murah karena kadar
haranya tinggi. Kelemahan pupuk buatan ialah: (a) merusak lingkungan jika
penggunaannya tidak dengan perhitungan yang akurat dan (b) pada umumnya hanya
mengandung sedikit unsur mikro (Swastika et al. 2017).
Berdasarkan unsur hara yang dikandung, pupuk terbagi menjadi (1) pupuk
tunggal dan (2) pupuk majemuk. Pupuk tunggal mengandung satu jenis hara tanaman,
contohnya Urea, SP 36 dan KCl. Pupuk majemuk mengandung lebih dari satu unsur
hara, contohnya NPK. Berdasarkan senyawa kimia pembentuknya, pupuk terbagi
menjadi (1) pupuk anorganik dan (2) pupuk organik. Pupuk anorganik dari senyawa
anorganik yang dihasilkan dari proses rekayasa kimia, contohnya Urea , SP, Kl, ZA,
ZK, Phonska. Pupuk organik terbentuk dari senyawa organik yang berasal dari
tumbuhan atau hewan, contohnya Super Kascing, Subur Ijo, kompos, dll (Swastika et
al. 2017).
Ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S) ataupun
hara mikro (Zn, Fe, Mn, Co, dan Mo) yang cukup dan seimbang dalam tanah
merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi dengan kualitas yang
baik. Setiap unsur hara mempunyai peran spesifik di dalam tanaman. Kekurangan atau
kelebihan unsur hara dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan hasil.
Dosis pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tiap jenis tanaman (Swastika et al. 2017)
Menurut Andayani (2008) pemupukan merupakan upaya untuk menyediakan
unsur hara yang cukup untuk mendorong peertumbuhan vegetatif tanaman dan
produksi tandan buah segar (TBS) secara maksimum dan ekonomis, serta untuk
ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pemberian pupuk yang tepat dapat
meningkatkan produksi untuk mencapai produtivitas standar yang sesuai dengan kelas
kesesuaian lahan. Jenis dan kegunaan unsur hara penting dalam kegiatan pemupukan
di perkebunan cabai. Pengetahuan ini bertujuan untuk meningkatkan ketepatan baik
jumlah, saat pemupukan, dan efektivitas pupuk terhadap produksi tanaman. Beberapa
unsur hara yang penting bagi cabai, antara lain:

1. Nitrogen (N), unsur hara ini diperlukan dalam jumlah banyak dan berguna
bagi pertumbuhan tanaman, pembentukan protein, sintesis klorofil.
Kekurangan unsur N mengakibatkan pertumbuhan tanaman menurun dan
produksi daun juga menurun. Gejala kekurangan N adalah pertumbuhan
terhambat dan daun tua berwarna hijau pucat kekuningan. Sumber pupuk
yang mengandung N adalah Urea atau ZA.
2. Phospor (P), merupakan unsur hara yang diperlukan dalam jumlah banyak,
berperan dalam proses transfer energi sebagai penyusun ADP/ATP maupun
4 penyusun kode genetik tanaman, memperkuat perakaran dan batang
tanaman, serta meningkatkan mutu buah. Kekurangan P menyebabkan
tanaman tumbuh kerdil dan daun berwarna keunguan. Sumber unsur hara P
antara lain pupuk SP-18, rock phosphat, SP-36.
3. Kalium (K), unsur ini juga diperlukan dalam jumlah banyak, penting untuk
penyusunan minyak, pengaktifan enzim, mengangkut hasil fotosintesis
dan mempengaruhi jumlah dan ukuran tandan. Kekurangan unsur K akan
terjadi pada daun tua karena K diangkut ke daun muda. Gejalanya akan
timbul bercak transparan, lalu megering. Sumber unsur hara K adalah
pupuk KCl.

Magnesium (Mg), diperlukan dalam jumlah cukup banyak, berfungsi dalam


proses fotosintesis, respirasi tanaman, dan pengaktifan enzim. Kekurangan unsur Mg
ditandai dengan gejala ujung daun tua nampak kekuningan jika terkena sinar matahari,
sedangkan daun yang terlindung tidak terjadi hal tersebut. Sumber hara Mg adalah
kapur dolomit.

2.4. Kebutuhan Pupuk Tanaman


2.4.1. Cabai
Menurut Novizan (2007), pupuk NPK Mutiara (16:16:16) adalah pupuk
majemuk yang memiliki komposisi unsur hara yang seimbang dan dapat larut secara
perlahan-lahan. Pupuk NPK Mutiara berbentuk padat, memiliki warna kebiru-biruan
dengan butiran mengkilap seperti mutiara. Pupuk NPK Mutiara memiliki beberapa
keunggulan antara lain sifatnya yang lambat larut sehingga dapat mengurangi
kehilangan unsur hara akibat pencucian, penguapan, dan penjerapan oleh koloid tanah.
Selain itu, pupuk NPK mutiara memiliki kandungan hara yang seimbang, lebih efisien
dalam pengaplikasian, dan sifatnya tidak terlalu higroskopis sehingga tahan simpan
dan tidak mudah menggumpal
. Menurut Pirngadi et al. (2005), salah satu cara untuk mengurangi biaya
produksi serta meningkatkan kualitas lahan dan hasil tanaman adalah dengan
pemberian pupuk majemuk seperti pupuk NPK Mutiara (16:16:16). Keuntungan
menggunakan pupuk majemuk adalah penggunaannya yang lebih efisien baik dari segi
pengangkutan maupun penyimpanan. Selain itu, pupuk majemuk seperti NPK dapat
menghemat waktu, ruangan dan biaya. Menurut Naibaho (2003), keuntungan lain dari
pupuk majemuk adalah bahwa unsur hara yang dikandung telah lengkap sehingga tidak
perlu menyediakan atau mencampurkan berbagai pupuk tunggal. Dengan demikian,
penggunaan pupuk NPK akan menghemat biaya pengangkutan dan tenaga kerja dalam
penggunaannya. Menurut Mujiyati et al. (2009), pemberian pupuk NPK mampu
meningkatkan nitrogen total 41%, kapasitas tukar kation 21,63%, dan karbon organik
2,43% di daerah perakaran pada pertanaman cabai. Selain itu, pupuk NPK juga turut
meningkatkan hasil cabai sebesar 37%. Berdasarkan hasil penelitian Ariani (2009),
jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman semakin meningkat seiring
dengan semakin tingginya dosis pupuk NPK (16:16:16) yang diberikan pada tanaman
cabai.
2.4.2. Tomat
Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif
pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada perlakuan pupuk kimia tunggal 150 kg Urea
ha-1 , 150 kg P2O5 ha-1 , 150 kg K2O ha-1 . Mulyati dkk. (2007) menyatakan bahwa
Pemberian pupuk 150 kg Urea ha-1 secara signifikan berpengaruh terhadap bobot
berangkasan kering tanaman tomat, peningkatan dosis pupuk Urea secara nyata dapat
meningkatkan serapan N pada tanaman tomat, hal ini menunjukan bahwa tanaman
tomat sangat responsif terhadap pemupukan urea. Tetapi penelitian Rismunandar
(1995) menunjukan bahwa pemberian urea yang berlebihan terhadap tanaman tomat
dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman tomat, tetapi menghambat
pembentukan bunga dan buah.
III. METODELOGI PRAKTIKUM
Praktikum Kesuburan Tanah dengan acara observasi esensial nutrisi tersedia
tanaman dilakukan pada hari Senin, 26 Oktober 2018, pada pukul 15.20 – 17. 00 WIB
di Laboratorium Sumber daya LAhan, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan selama pelaksanaan praktium ini antara lain ada: Ajir,
Sendok, Timbangan, Plastik, Gelas Ukur, Penggaris, meteran, cetok, Alat tulis, dan
Kamera. Bahan-bahan yanag digunakan antara lain ada: Tanah taman, Benih tomat
varietas Royal 58 dan cabe Gada MK, Air, Pupuk NPK 15-15-15 4S, 5Ca, 1Fe, 2Cu,
3Zn, 5B
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penyemaian Benih Cabe dan Tomat
1) Menyiapkan media semai dengan mencampur tanah tanam dengan
kompos rasio volume 2 : 1
2) Memasukkan ke dalam plastic diameter 5cm dengan panjang kurang
lebih 50 cm
3) Membasahi media dalam plastic kemudian memotongnya dengan
ukuran panjang 5cm
4) Sirami setiap hari pada pagi hari dan sore hari untuk menjaga
kelembapan sehingga tumbuh baik.
3.3.2 Pelaksanaan Perlakuan
1) Menyiapkan tanah dengan mongering anginkan kemudian menumbuk
hingga lolos ayak 2mm
2) Memasukkan tanah ke dalam polybag berukuran 8kg dan menambahkan
200gram kompos
3) Transplanting bibit cabe yang sudah siap tanam umur 21 hari setelah
semai (HSS)
4) Pemberian nutrisi perlakuan minus one test yang telah ditentukan pada
7HST
Table 3.1 perlakuan pada percobaan obserfasi pemupukan

Perlakuan
NO
Tomat Cabai

1 20 g 20 g

2 30 g 30 g

3 40 g 40 g

5) Perawatan setiap hari dengan menyiram tanaman pada sore hari


6) Pengamatan pada hari ke 21,28,35,42,49 setelah tanam antara lain :
 Panjang Tanaman
 Diamati dan di foto jika ada gejala defisiensi jika muncul gejala
7) Analisa destruktif pada hari ke 49 setelah tanam meliputi :
 Panjang akar dan total panjang tanaman
 Indeks biomassa
 Foto tanaman
8) Analisis data dan pembuatan laporan
IV. HASIL DAN PEMBAAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Pertumbuhan tinggi tanaman Tomat


Tinggi tanaman
Dosis
Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Minggu ke-5
20 26 27 30 37 60
30 25 27 29 44 60
40 40 45 49 51 68

Tabel 4.2 Pertumbuhan tinggi tanaman Cabai merah


Tinggi tanaman
Dosis
Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Minggu ke 5
20 51,7 62,5 66,5 70,7 74
30 63,3 75 79,5 87,5 93
40 50,4 59 66 71 76

Tabel 4.3 Jumlah buah pada Tanaman tomat


Jumlah buah
Dosis
Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Minggu ke 5
20 2 4 12 15 18
30 1 3 6 9 16
40 4 8 12 16 21

Tabel 4.4 Jumlah buah pada Tanaman Cabai merah


Jumlah buah
Dosis
Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Minggu ke 5
20 - 1 2 5 5
30 1 2 4 4 4
40 21 24 24 28 30

Tabel 4.5 Berat buah masak pada tanaman Tomat dan Cabe merah besar
Tanaman Dosis Berat buah masak (g)
20 250,1
Tomat 30 204,6
40 173,8
20 2,3
Cabai merah 30 3,2
40 13,2

4.2. Pembahasan
Observasi sistem pemupukan tanaman merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengentahui pengaruh dosis pupuk NPK 15:15:15 + S 2% + Ca 5%
+ Mg 5% + Fe 1% + Cu 1% + Zn 3% + B 5%. bagi tanaman. Metode yang dilakukan
dengan memberikan dosis pupuk yang berbeda yaitu dosis pupuk 20 gr, 30 gr dan 40
gr dengan kandungan dan formulasi yang sama pada tanaman cabai merah dan tanaman
tomat, sehingga didapatkan perlakuan yang memberikan perbedaan hasil antara
perlakuan satu dengan yang lainnya. Dari beberapa perlakuan yang telah diamati akan
adanya hasil yang menunjukkan hasil terendah sampai hasil tertinggi, dari hasil
tersebut dapat menunjukkan besar regresi yang terjadi pada perlakuan yang telah
diberikan. Pengamatan dilakukan selama 5 minggu dengan mengamati beberapa
parameter pengamatan dan didapatkan hasil sebagai berikut.
Parameter tanaman yang diamati antara lain :
1. Tinggi tanaman
Hasil pengamatan yang diperoleh dari pengukuran tinggi tanaman tomat dapat
dilihat pada gambar grafik 4.1 yang menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk yang
berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman tomat 100%. Dari hasil
tersebut diperoleh hasil tertinggi ditunjukkan pada pemberian dosis pupuk 40gr pada
tanaman dengan rerata tertinggi yaitu 50,6.
80
y = 10.5x2 - 32.5x + 52
70 y = 9x2 - 27x + 45 R² = 1
R² = 1
Minggku ke-1
60
y= 8x2- 25x + 43
Tinggi Tanaman
Minggu ke-2
50 R² = 1
Minggu ke-3
40
Minggu ke-4
30
Minggu ke-5
20
Poly. (Minggku ke-1)
10 Poly. (Minggu ke-2)
0 Poly. (Minggu ke-3)
20 g 30 g 40 g
Perlakuan

Grafik 4.1 Grafik Tinggi Tanaman Tomat


Hasil yang diperoleh dari pengamatan pengukuran tinggi tanaman cabai merah
besar dapat dilihat pada gambar grafik 4.2 yang menunjukkan bahwa pemberian dosis
pupuk yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai 100%.
Dari hasil tersebut diperoleh hasil tertinggi ditunjukkan pada pemberian dosis pupuk
30gr pada tanaman dengan rerata tertinggi yaitu 64,48%

100 y = -12.25x2 + 48.35x + 15.6


y = -14.25x2 + 55.25x + 21.5
90 R² = 1 R² = 1
80 Minggu ke-1
Tinggi tanamna CMB

70 Minggu ke-2
60 Minggu ke-3
50
Minggu ke-4
40
y = -13.25x2 + 52.75x + 27 Minggu ke-5
30
R² = 1 Poly. (Minggu ke-1)
20
10 Poly. (Minggu ke-2)
0 Linear (Minggu ke-2)
20 g 30 g 40 g
Poly. (Minggu ke-3)
Perlakuan
Linear (Minggu ke-3)

Grafik 4.2 Grafik Tinggi Tanaman Cabai Merah Besar


Hasil pengamatan dari pemberian dosis pupuk yang berbeda yaitu 20gr, 30gr dan
40gr pada tanaman tomat menghailkan data tertinggi pada permberian dosis pupuk
40gr. Hal tersebut dikarenakan pemberian pupuk berlebih dapat semuanya terserap
oleh tanaman sehingga pertumbuhannya dapat berkembang dengan cepat. Sedangkan
pada pemberian dosis rendah atau 20gr terbilang lambat dikarenakan unsur yang
diterima tanaman masih kurang, sehingga pertumbuhannya rendah. Subhan dkk.
(2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat
tertinggi terlihat pada perlakuan pupuk kimia tunggal 150 kg Urea ha-1, 150 kg P2O5
ha-1, 150 kg K2O ha-1. Mulyati dkk. (2007) menyatakan bahwa Pemberian pupuk 150
kg Urea ha-1 secara signifikan berpengaruh terhadap bobot berangkasan kering
tanaman tomat, peningkatan dosis pupuk Urea secara nyata dapat meningkatkan
serapan N pada tanaman tomat, hal ini menunjukan bahwa tanaman tomat sangat
responsif terhadap pemupukan urea. Tetapi penelitian Rismunandar (1995)
menunjukan bahwa pemberian urea yang berlebihan terhadap tanaman tomat dapat
meningkatkan pertumbuhan vegetative tanaman tomat, tetapi menghambat
pembentukan bunga dan buah.
Sedangkan pada tanaman cabai merah besar hasil pengamatan menunjukkan
pemberian dosis 30gr menghasilkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi. Hal tersebut
dikarenakan pupuk yang diaplikasikan mudah terserap oleh tanaman karena beberapa
faktor. Menurut Golcz et al. (2012) dibandingkan tanaman hortikultura lain, cabai
memiliki kebutuhan terbesar untuk Kalium (40%) dan Nitrogen (31%) dalam kaitannya
dengan jumlah total nutrisi yang diserap. Penelitian pada tanaman sayuran termasuk
cabai, hasil respon terhadap kalium sangat penting bagi kualitas tanaman. Sebagian
besar petani menggunakan terlalu banyak atau terlalu sedikit pupuk K yang
mengakibatkan turunnya kualitas dan kuantitas tanaman (Ortas 2013). Pemberian
pupuk kalium dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Al Karaki 2000; Gupta dan
Sengar 2000). Kalium juga diketahui sebagai unsur yang memiliki pengaruh penting
terhadap faktor kualitas hasil panen (Imas dan Bansal 1999; Lester et al. 2006).
Penelitian Zhen et al. (1996) telah membuktikan bahwa K memainkan peran utama
dalam proses fisiologis dan biokimia seperti aktivasi enzim, metabolisme karbohidrat
dan senyawa protein. Marschner (1995) serta Mengel dan Kirkby (1980) juga
menambahkan dalam penelitiannya bahwa K dapat meningkatkan ukuran buah dan
merangsang pertumbuhan akar. Johnson dan Decoteau (1996) menunjukkan bahwa
biomassa, jumlah buah, dan bobot buah per tanaman meningkat secara linear dengan
meningkatkan tingkat K. Unsur K juga mempengaruhi kualitas fisik produk cabai.
Menurut Subhani et al. (1992) Kalium dapat memperbaiki warna, kilau (glossiness)
dan akumulasi bahan kering dalam buah-buahan.
Dari kedua tanamn tersebut pemberian dosis pupuk NPK terhadap tinggi
tanaman tomat dan cabai merah besar menunjukkan hasil yang beda nyata pada tinggi
tanaman pengamatan di minggu pertama, kedua, dan ketiga, dan pada pengamatan
tinggi tanaman tomat juga memberikan pengaruh nyata. Dosis pupuk yang berbeda
tiap tanamannya dapat mempengaruhi pertumbuhan fase vegetative tanaman yang
berbeda pula. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hulopi (2006) dalam Setiawan
(2014) menyatakan bahwa pupuk NPK dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
terutama tinggi tanaman, diduga karena peranan dari masing-masing pupuk N, P, dan
K yang merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman.
2. Jumlah buah dan Berat Buah
Hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat pada grafik 4.3 grafik jumlah
buah, grafik 4.4 grafik berat buah tomat dan cabai. Dari masing-masig tanaman terlihat
bahwa hasil tertinggi terletak pada perlakuan dosis 40gr dan dari data tersebut
menunjukkan beda nyata 100% terhadap pengaruh pemberian dosis yang berbeda.
Jumlah buah tomat terbanyak pada dosis 40gr yaitu rata-rata 12,2 dengan berat rata-
rata 209,5 sedangkan jumlah buah cabai besar terbanyak padda dosis 40gr dengan rata-
rata 25,4 dan berat rata-rata 6,23
25 y = 2x2 - 7x + 7
y= 6x2- 24x + 30 R² = 1
R² = 1 Minggu ke-1
20 y = 3x2 - 10x + 11
R² = 1
Jmlah Buah Tomat
Minggu ke-2
15
Minggu ke-3

10 Minggu ke-4

Minggu ke-5
5
Poly. (Minggu
ke-1)
0 Poly. (Minggu
ke-2)
20 g 30 g 40 g Poly. (Minggu
Perlakuan ke-3)

35
y = 10.5x2 - 30.5x + 21
y = 9.5x2 - 27.5x + 18 R² = 1
30 R² = 1
y = 9x2 - 25x + 18
25 R² = 1 Minggu ke-1
Minggu ke-2
Jumlah Buah CMB

20
Minggu ke-3
15 Minggu ke-4
Minggu ke-5
10
Poly. (Minggu ke-1)
Poly. (Minggu ke-2)
5
Poly. (Minggu ke-3)
0
20 g 30 g 40 g
-5
Perlakuan

Grafik 4.3 grafik jumlah buah tomat dan cabai


300

250

Berat Buah Masak


200
y = 7.35x2 - 67.55x + 310.3
R² = 1 Tomat
150
Cabai merah

100 Poly. (Tomat)


Poly. (Cabai merah)
50
y = 4.55x2 - 12.75x + 10.5
R² = 1
0
20 g 30 g 40 g
Perlakuan

Grafik 4.4 Grafik berat Buah Tomat dan cabai


Hasil pengamatan pada berat buah tomat menunjukkan bahwa nilai tertinggi
terdapat pada pemberian dosis pupuk 20gr sedangkan pada tanaman cabai terdapat
pada dosis pupuk 40gr Hal ini menunjukkan bahwa tanman untuk menghasilkan
produksi yang tinggi membutuhkan ukuran dosis yang lumayan besar. Sedangkan
untuk berat buah pada tanaman cabai yang terberat yaitu pada dosis 40gr. Setiap
penambahan dosis, berat buah semakin tinggi hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
Ariani (2009), yang menyatakan bahwa jumlah buah per tanaman dan bobot buah per
tanaman semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk NPK
(16:16:16) yang diberikan pada tanaman cabai. Sedangkan pada tanaman tomat terberat
yaitu pada dosis 30gr. Perbedaan hasil terbaik pada buah tomat ini kemungkinan
dikarenakan pada saat panen buah yang diambil belum masak sempurna akibatnya
berat buah rendah. Hal ini juga membuktikan bahawa pada perlkauan dosis 40gr
mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada masa generatif. Sedangkan pada dosisi 20
dan 30 lebih berpengaruh terhadap fase vegetatif.
V. KESIMPULAN
1. Pemberian pupuk dengan dosis yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil produksi tanaman.
2. Pada tanaman tomat, tinggi tanaman terdapat pada dosis pupuk 40gr yaitu 50,6
% dengan jumlah buah tertinggi pada dosis 40 dan berat basah buah terdapat
pada dosis 20gr.
3. Pada tanaman cabai, tinggi tanaman terdapat pada dosis pupuk 30gr yaitu 64,48
dengan jumlah buah tertinggi dan berat buah basah pada dosis 40gr.
4. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sehingga mempengaruhi proses respirasi, fotosintesis,
dan reproduksi yaitu suhu atau temperature, curah hujan, kelembaban udara,
pH tanah,
DAFTAR PUSTAKA

Alviana dan Susila. 2009. “Optimasi Dosis Pemupukan pada Budidaya Cabai
(Capsicum annuum L.) Menggunakan Irigasi Tetes dan Mulsa Polyethylene”.
Jurnal Agron Indonesia. Vol. 37. No. 1. Hal: 28–33.

Andayani, R., Maimunah, & Lisawati, Y., 2008. Penentuan Aktivitas Antioksidan,
Kadar Fenolat dan Likopen pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.). Jurnal
Sains dan Teknologi Farmasi, 13, 31-37.

Ariani, E. 2009. Uji Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 dan Berbagi Jenis Mulsa Terhadap
Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L). Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. Jurnal SAGU. 8 (1) : 5-9.

Darmosarkoro, W. 2003. Lahan dan Pemupukan Kelapa sawit. Edisi I. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Medan.

Hasibuan, Malayu S. P. 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi :


Jakarta. Bumi Aksara

Imran, A. 2005. Budidaya Tanaman Semangka (Citrus vulgaris Schard). Informasi


Penyuluhan Pertanian. Kabupaten Labuhan Batu.

Mujiyati dan Supriyadi. 2009. Pengaruh Pupuk Kandang Dan NPK Terhadap Populasi
Bakteri Azotobacter Dan Azospirillum Dalam Tanah Pada Budidaya Cabai
(Capsicum annuum). Jurnal Bioteknologi. 6 (2) : 63-69.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia, Jakarta

Pirngadi, K. dan S. Abdulrachman. 2005. Pengaruh pupuk majemuk NPK (15-15- 15)
terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Balai Penelitian Tanaman Padi
Subang. Jawa Barat. Jurnal Agrivigor. 4 (3) : 188-197.

Purwati, E. dan Khairunisa. 2007. Budidaya Tomat Dataran Rendah dengan Varietas
Unggul serta Tahan Hama dan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm.
Rismunandar. 1995. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo. Bandung. 65 hlm.
Sabiham, S., G. Supardi, dan S. Djokodudardjo. 1989. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Sarief, S. 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 154 hal.

Setiadi. 2000. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai