Anda di halaman 1dari 20

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanamana

hortikultura, buah cabai rawit mempunyai banyak manfaatnya yaitu bumbu

pelengkap masakan dan bahan campuran industri makanan. Cabai rawit termasuk

komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena

mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Ciri - ciri dari jenis sayuran ini adalah

rasa pedas dan aromanya yang khas sehingga orang - orang tertentu dapat

membangkitkan selera makan (Sri Mulyani, 2020).

Cabai rawit mengandung zat capsaicin yang menimbulkan rasa pedas dan

panas. Capsaicin merupakan komponen utama alkaloid lipofilik yang memberikan

rasa pedas pada cabai. Ukuran pedas pada cabai tergantung pada kandungan

capsaicin dan senyawa kapsaisinoid yang terdapat dalam cabai. Buah cabai rawit

varietas Bhaskara F1 memiliki kandungan capsaicin sebesar 397.500 scoville unit

(Yola dan Refilda, 2013).

Cabai rawit memiliki nilai kandungan gizi diantaranya lemak, protein,

karbohidrat, kalium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan

vitamin C. Manfaat dari kandungan tersebut seperti vitamin A memiliki zat

antioksidan yang membantu melindungi tubuh dari efek radikal bebas yang

merugikan, yang dapat dihasilkan karena stres dan kondisi penyakit lainnya.

Kalium yaitu komponen penting dari sel dan cairan tubuh yang membantu

mengontrol detak jantung dan tekanan darah (Alif S.M, 2017).

1
Kelor (Moringa oleifera) salah satu spesies dari family Moringaceae,

tanaman kelor ini sering disebut “Si Pohon Ajaib”. Sistem perakarannya

tunggang, daunnya berwarna hijau dan berbentuk bulat telur (oval), bunga kelor

merupakan bunga biseksual (memiliki benang sari dan putik), bentuk buahnya

segitiga memanjang yang disebut klentang dengan panjang buah sekitar 20 - 60

cm (Aminah, 2015).

Moringa oleifera salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk

mempercepat pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan daun kelor mengandung

senyawa zeatin dengan konsentrasi antara 5 - 200 mcg/g daun, asam askorbat,

fenol 3,4%, mineral seperti Ca, K, Fe yang dapat memicu pertumbuhan tanaman

(Krisnadi, 2015).

Pemupukan adalah pemberian pupuk untuk menambah persediaan unsur

hara yang dibutuhkan tanaman dalam meningkatkan produksi dan mutu hasil

tanaman. Teknologi pemupukan termasuk salah satu penentu dalam upaya

meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian, penggunaan pupuk yang

sesuai diharapkan dapat mencapai tingkat produksi yang secara ekonomis

menguntungkan. Pupuk dibagi menjadi beberapa jenis salah satunya yaitu

berdasarkan asalnya yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Selama ini petani

cenderung menggunakan pupuk anorganik secara terus menerus. Pemakaian

pupuk anorganik yang relatif tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan

dampak negatif terhadap lingkungan tanah, sehingga menurunkan produktivitas

lahan pertanian (Derwanto dkk, 2013).

2
Pupuk organik berasal dari berbagai macam sumber seperti limbah atau

sisa tanaman, hewan dan manusia. Hal ini membuat pupuk organik banyak

digunakan dalam menambah nutrisi tanaman. Keuntungan dalam pemanfaatan

pupuk organik yaitu dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan daya

serap tanah terhadap air. Pupuk organik dapat berupa cair ataupun padat yang

memiliki manfaat meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang membuat

pengolahan tanah semakin mudah karena kondisi tanah yang semakin baik

(Hadisuwito, 2007).

Pupuk organik cair dapat diartikan sebagai pupuk yang dibuat secara alami

melalui proses fermentasi sehingga menghasilkan larutan hasil pembusukan dari

sisa makanan, kotoran hewan atau manusia. Pupuk organik cair lebih mudah

terserap oleh tanaman karena unsur - unsur didalamnya sudah terurai. Kelebihan

dari pupuk cair adalah kandungan hara nya bervariasi yaitu mengandung hara

makro dan mikro, dan lebih mudah diserap tanaman. Pupuk organik cair dapat

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, membantu meningkatkan

produksi tanaman dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai

alternatif pengganti pupuk kandang (Parman, 2007).

Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair

adalah daun kelor (Moringa oleifera). Daun kelor mengandung senyawa seperti

nitrogen 4,02%, fosfor 1,17%, kalium 1,8%, kalsium 12,3%, magnesium 0,10%,

natrium 1,16%, C organik 11,1% dan C/N 2,8% sehingga dapat dimanfaatkan

untuk pembuatan pupuk organik cair (Adiaha, 2017).

3
1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dan kegunaan penelitian ini sebagai berikut :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk

organik cair ekstrak daun kelor terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai

rawit (Capsicum frutescens L.). Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan sebagai bahan informasi dan bahan pembanding atau rujukan bagi

penelitian selanjutnya.

4
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman cabai rawit

Tanaman cabai rawit merupakan tanaman yang tergolong dalam suku

terong - terongan yang tumbuh sebagai perdu atau semsak. Tanaman cabai berasal

dari Amerika Selatan yang kemudian menyebar ke seluruh Eropa yang dibawa

oleh rombongan Christopher Columbus pada waktu penemuan benua Amerika.

Tanaman cabai memiliki beberapa nama daerah antara lain di daerha Jawa dengan

nama lombok japlak, cengis, ceplik atau cempling, sedangkan di Jawa Barat

terutama suku Sunda nama lain untuk cabai rawit yaitu cengek. Secara

internasional cabai rawit dikenal dengan nama thai papper (Tjandra, 2011).

Menurut Simpson, (2010), berdasarkan taknosominya cabai rawit

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kindom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionita

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

5
Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L.

Terdapat beberapa jenis cabai rawit, yaitu jenis lokal dan jenis hibrida.

Untuk benih lokal dipilih dari buah cabai yang sehat dan sudah matang sempurna.

Buah cabai yang baik adalah buah dari hasil panen ke -4 hingga ke -6. Sementara

cabai jenis hibrida memiliki kualitas terbaik dan memiliki nilai ekonomi yang

cukup tinggi. Telah banyak cabai rawit hibrida unggul diproduksi, salah satunya

adalah cabai rawit Bhaskara F1. Ada banyak keunggulan, diantaranya mampu

beradaptasi baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan hasil yang

memuaskan, dan perawatannya mudah dan toleran terhadap berbagai virus dan

penyakit seperti layu bakteri, mites, thrips dan antraknosa (Keputusan

Kementerian Pertanian, 2009).

Secara morfologi, bagian - bagian atau organ penting tanaman cabai rawit

antara lain sebagai berikut :

2.1.1 Akar

Akar tanaman cabai rawit memiliki akar serabut. Pada tanaman cabai

banyak terdapat bintil - bintil kecil yang berfungsi sumber makanan dengan

menyerap unsur hara. Sedangkan pada bagian ujung akar terdapat akar semu yang

berfungsi untuk menyerap nutrisi dari dalam tanah. Akar tanaman cabai rawit

terdiri atas akar utama (primer) dan lateral (sekunder). Akar tersier berupa serabut

6
- serabut akar yang keluar dari akar lateral. Panjang akar primer sekitar 35 - 50 cm

dan akar lateral sekitar 35 - 45 cm (Prajnanta, 2007).

2.1.2 Batang

Batang cabai rawit utama memiliki batang tegak lurus dan kokoh, tinggi

sekitar 30 - 37,5 cm dan diameter batang antara 1,5 - 3 cm. Batang utama berkayu

dan berwarna coklat kehijauan. Pembentukan kayu pada batang utama mulai

terjadi umur 30 HST. Setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai

pada umur 10 HST tetapi tunas - tunas ini akan dihilangkan sampai batang utama

menghasilkan bunga pertama tepat diantara batang primer, inilah yang terus

dipelihara dan tidak dihilangkan sehingga bentuk percabangan dari batang utama

ke cabang primer berbentuk huruf Y, demikian pula antara cabang primer dan

sekunder (Prajnanta, 2007).

Pertambahan panjang cabang diakibatkan oleh pertumbuhan kuncup ketiak

daun secara terus - menerus. Pertumbuhan semacam ini disebut pertumbuhan

simpodial. Cabang sekunder akan membentuk percabangan tersier dan seterusnya.

Pada akhirnya terdapat kira - kira 7 - 15 cabang pertanaman (tergantung varietas)

jika dihitung dari awal percabangan untuk tahap pembungaan 1, apabila tanaman

masih sehat dan dipelihara sampai pembentukan bunga pada tahap 2 percabangan

bisa mencapai 21 - 23 cabang (Prajnanta, 2007).

2.1.3 Daun

Pada tanaman cabai, varietas warna daun sangat tergantung pada iklim

serta lingkungan pertanian. Daun tanaman cabai rawit termasuk kedalam kategori

7
daun tunggal dengan memiliki bentuk bulat agak lebar dengan ujung daun

menyirip, pangkal menyempit, tepi rata serta bentuk pertulangannya merata.

Bagian permukaan daun berwarna hijau muda. Panjang daun berkisar 3 - 4 cm

dengan lebar 1 - 2 cm (Alif S.M, 2017).

2.1.4 Bunga

Bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai

berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna

karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga,

alat kelamin jantan dan betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau

hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Bunga

cabai biasanya menggantung terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwarna

kehijauan dan 5 helai mahkota bunga berwarna putih. Bunga keluar dari ketiak

daun. Tangkai putih berwarna putih dengan kepala putik berwarna kuning

kehijauan. Dalam 1 bunga memiliki 1 putik dan 6 benang sari, tangkai sari

berwarna putih dengan kepala sari berwarna biru keunguan. Kemudian setelah

terjadi penyerbukan maka akan terjadi pembuahan. Saat pembentukan buah,

mahkota bunga akan rontok tetapi kelopak bunga tetap menempel pada buah

(Prajnanta, 2007).

2.1.5 Buah

Buah cabai memiliki rongga dengan jumlah yang berbeda sesuai

varietasnya. Didalam buah cabai terdapat plasenta sebagai tempat biji melekat.

Daging buah cabai memiliki tekstur yang renyah dan lunak juga ukurannya sangat

8
beragam mulai dari pendek hingga panjang dengan ujung runcing maupun

tumpul. Bentuk buah cabai rawit tegak atau kadang - kadang merunduk berbentuk

bulat telur, lurus bengkok dengan ujung meruncing panjangnya sekitar 1 - 5 cm.

Buah cabai mempunyai rasa pedas, buah yang muda berwarna hijau tua, putih

kehijauan atau putih. Sedangkan buah yang telah masak berwarna merah (Alif

S.M, 2017).

2.1.6 Biji

Biji cabai rawit berbentuk bulat pipih berdiameter 2 - 2,5 cm. Biji cabai

rawit terdapat didalam buah serta menempel di sepanjang plasenta. Keberagaman

pada warna biji cabai rawit mulai dari putih hingga kuning jerami. Untuk bagian

terluarnya mempunyai lapisan keras sehingga biji inilah yang selanjutnya

menghasilkan bibit tanaman baru (Alif S.M, 2017).

2.2 Kelor

Daun kelor mengandung senyawa kimia seperti kalsium, magnesium,

fosfor, zat besi dan sulfur sehingga daun kelor dapat dimanfaatkan untuk

pembuatan pupuk organik cair. Manfaat pupuk daun kelor dapat digunakan

dengan cara disemprotkan pada daun untuk mempercepat pertumbuhan tanaman.

Tanaman kelor ternyata juga mempunyai manfaat yaitu dapat digunakan

sebagai pupuk cair. Fuglie, (2000) menemukan bahwa ekstrak daun kelor yang

disemprotkan ke daun bawang, paprika, kacang kedelai, sorgum, kopi, teh, cabai,

melon dan jagung dapat meningkatkan hasil tanaman.

9
Daun kelor mengandung hormon sitokinin, zeatin, askorbat, fenolik 3,4

dan mineral seperti Ca, K dan Fe yang dapat memicu pertumbuhan tanaman.

Sitokinin adalah hormon tanaman yang menginduksi pembelahan sel,

pertumbuhan dan mendorong pertumbuhan sel baru (Pusat Informasi Dan

Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia, 2010). Pemanfaatan daun kelor

menjadi pupuk organik cair perlu ditambahkan EM4 sebagai bioktivator sehingga

dapat menghasilkan pupuk dengan kualitas baik dalam proses fermentasi.

Efektifmikroorganisme (EM4) merupakan larutan yang mengandung

mikroorganisme baik atau menguntungkan yang berperan dalam mempercepat

proses dekomposisi (Hadisuwito, 2012). Pupuk organik cair daun kelor memiliki

kandungan P dan K yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan bobot,

panjang, dan diameter buah cabai (Hala, 2017).

Daun kelor mengandung komposisi nutrisi antara lain Nitrogen 4,02%,

Fosfor 1,17%, Kalium 1,8%, Kalsium 12,3%, Magnesium 0,10%, Natrium 1,16%,

C organik 11,1%, dan C : N 2,8%. Akan tetapi komposisi hara tersebut tergantung

pada lingkungan tumbuhnya (Adiaha, 2017).

Daun kelor merupakan tanaman yang mudah didapatkan, murah dan aman

dikonsumsi. Daun kelor juga memiliki potensi dari segi ekonomi - bisnis yang

dapat dimanfaatkan, ekspor daun kelor mencapai hingga 12 ton (Badan Karantina

Pertanian 2019).

Klasifikasi tanaman kelor (Moringa oleifera L.) antara lain sebagai berikut

Kingdom : Plantae

10
Sub Kingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnolipsida

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesis : Moringa oleifera L.

Pemanfaatan daun kelor sebagai bahan pupuk telah banyak dilakukan.

Menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh Cahyono (2016) membuktikan

bahwa terdapat pengaruh kombinasi pupuk organik cair daun kelor dan bonggol

pisang terhadap pertumbuhan tanaman bayam yang memberikan penambahan

tinggi batang, jumlah daun serta berat basah.

2.3 Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan

atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa

cair. Salah satu jenis pupuk yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N,

P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn dan bahan organik). Pupuk organik cair dapat

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, juga dapat membantu

meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman,

11
mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk

kandungan (Parman, 2007).

Penggunaan pupuk organik cair memiliki keuntungan (Rizqiani dkk.,

2007) diantaranya sebagai berikut :

1. Pengaplikasiannya lebih mudah.

2. Unsur hara yang terdapat didalam pupuk organik cair mudah diserap

tanaman.

3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik

padat.

4. Pencampuran pupuk organik cair dengan pupuk organik padat

mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat.

Manfaat dari pupuk organik cair (Rizqiani dkk., 2007) adalah sebagai

berikut :

1. Mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan

pembentukan bintil akar.

2. Meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat,

meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca

dan serangan pathogen penyebab penyakit.

3. Merangsang pertumbuhan cabang produksi.

4. Meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah.

5. Mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah.

12
2.4 Hipotesis

Berdasarkan kajian dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan,

dapat disusun hipotesis bahwa :

1. Pemberian pupuk organik cair ekstrak daun kelor berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.)

13
3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari - April 2024. Tempat

penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kabonena, Kec. Palu Barat, Kab Kota Palu.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekop, linggis, ember,

parang, kamera, mistar dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah tanah, benih cabai, ekstrak daun kelor dan papan label.

3.3 Metode

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu

faktor. Pengelompokkan berdasarkan tinggi tanaman bibit cabai. Adapun

perlakuan yang dicobakan yaitu berbagai konsentrasi ekstrak daun kelor (EK)

terdiri dari 4 level perlakuan yaitu :

EK0 = Kontrol

EK1 = 40ml/1 air

EK2 = 60ml/1 air

EK3 = 80ml/1 air

Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan, maka terdapat 48 unit

percobaan. Untuk melihat pengaruh perlakuan yang dicobakan dilakukan uji

14
keragaman dan bila berhasil uji menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan dengan

uji beda nyata terkecil (BNT) α = 0,05. (Gomes % Gomes, 2007)

3.4 Pelaksanaan

3.4.1 Benih

Benih cabai rawit yang digunakan adalah benih cap panah merah varietas

dewata 43 F1. Sebelum melakukan persemaian benih direndam selama 24 jam

dengan tujuan untuk mempercepat perkecembahan. Benih yang baik ditandai

dengan benih yang tenggelam.

3.4.2 Penyamaian

Media semai yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang. Kemudian

dibuat bedengan itu dilubang, setiap lubang tanam dimasukkan benih cabai rawit

lalu lubang tanam ditutup dengan tanah yang luas secara tipis. Selama persemaian

dilakukan penyiraman agar kondisi tanahnya lembab. Setelah berumur 21 hari

atau tanaman sudah berdaun 4 - 5 helai dilakukan seleksi bibit dengan

pertumbuhan yang seragam. Setelah itu bibit dipindahkan ke lahan (Bedengan).

3.4.3 Penanaman

Sebelum bibit dipindahkan, terlebih dahulu dibuatkan bedengan dengan

ukuran 1m x 2m, kemudian setelah 1 minggu pemberian pupuk organik cair

ekstrak daun kelor, bibit dipindahkan di bedengan dengan jarak 70cm x 50cm

dilakukan pada sore hari agar bibit memiliki waktu untuk beradaptasi pada malam

hari.

15
3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan adalah hal yang penting, sehingga akan sangat berpengaruh

terhadap hasil yang akan didapat. Pertama yang perlu diperhatikan adalah

penyiraman. Penyiraman tergantung pada musim, bila musim penghujan berlebih

maka kita perlu melakukan pengurangan air yang ada, tetapi sebaliknya bila

musim kemarau kita harus menambah air. Bila tidak terlalu panas penyiraman

dilakukan sehari cukup sekali sore atau pagi hari.

Selanjutnya tahap pergantian tanaman atau penyulaman, yaitu penggantian

tanaman yang mati dengan tanaman baru. Caranya tiap perlakuan disiapkan 3

cadangan sehingga nantinya terdapat tanaman yang mati langsung melakukan

pergantian tanaman tanpa harus mempengaruhi tanaman yang ada. Penyulaman

dilakukan pada saat umur 1 – 5 hari setelah tanam.

3.4.5 Aplikasi Perlakuan Pupuk Organik Cair Ekstrak Daun Kelor

Aplikasi perlakuan ekstrak daun kelor dilakukan dengan menyemprotkan

pupuk ke seluruh tanaman dan pada tanah sesuai dengan perlakuan pada setiap

minggu.

3.4.6 Pemanenan

Panen dilakukan pada umur 35 HST, dengan mencabut tanaman sampai

akar secara hati - hati agar bagian - bagian tanaman tidak rusak. Saat panen cabai

adalah pada sore hari, karena tanaman ini mudah layu terkena udara panas.

16
3.4.7 Pembuatan Ekstrak Daun Kelor

Ekstrak daun kelor diperoleh dengan memblender 1 kg daun kering angina

ditambahkan 5 liter air. Ekstrak dipisahkan dengan cara disaring (Hala, 2017).

Pembuatan larutan dengan mengambil hasil ekstrasi sebanyak 40 ml, 60 ml, dan

80 ml. kemudian ditambahkan air aquadest sebanyak 980 ml, 960 ml, dan 920 ml,

sehingga diperoleh larutan ekstrak daun kelor 4%, 6% dan 8%.

3.5 Pengamatan

Pengamatan tersebut dilakukan sebagai berikut :

1. Tinggi tanaman (cm), pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada umur 21

HST, 28 HST dan 35 HST dengan cara mengukur dari pangkal tanaman

sampai ujung daun tertinggi.

2. Jumlah daun (Helai), dihitung pada saat tanaman umur 21 HST, 28 HST

dan 35 HST dengan cara menghitung jumlah daun yang terbentuk secara

sempurna.

3. Umur bunga dilakukan pada umur 51 HST dengan cara melihat bunga

yang muncul mencapai 50%.

4. Panjang buah (cm), pengukuran dilakukan pada saat panen.

5. Jumlah buah pertanaman, dihitung dari buah yang dihasilkan tanaman

sampel kemudian dirata - ratakan. Perhitungan dilakukan setiap kali

panen. Jumlah buah tersebut diakumulasikan sehingga didapat total jumlah

buah.

17
6. Berat segar tanaman (gram), sebelum ditimbang tanaman dibersihkan

dengan air dan dikeringkan. Selanjutnya penimbangan dilakukan

pertanaman tanpa dipisahkan antara daun, batang dan akar.

3.6 Analisis Data

Data analisis dilakukan analisis sidik ragam menggunakan pada taraf α =

5% menggunakan microsoft exel 2010. Apabila terhadap perbedaan nyata antar

perlakuan, maka dianalasis lanjut dengan uji beda nyata terkecil ( BNT ).

18
DAFTAR PUSTAKA

Adiaha, M. S. 2017. Moringa Oleifera as Nutrient-agen for biofertilizer


production. World Scientific News of Natural Sciencies. 10 : 101-104

Alif, S. M. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Rawit. Kanisius. Yogyakarta.

Aminah, S. dkk. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor
(Moringa oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan Volume 5 Nomor 2 : 35-
44.

Anton, Apriyantono. 2009. Deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara. No


2081/Kpts/SR.120/5/2009. Lampiran Keputusan Kementrian Pertanian.

Cahyono, R. N. 2016. Pemanfaatan Daun Kelor dan Bonggol Pisang Sebagai


Pupuk Organik Cair Untuk Pertumbuhan Tanaman Bayam. Skripsi.
Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Muhammadiyyah
Surakarta. Surakarta.

Derwanto, F. G., Londok, J. J.M.R., Tuturoong, R. A, V & Kaunang, W.B (2013).


Pengaruh pemupukan anorganik dan organik terhadap produksi
tanaman jagung sebagai sumber pakan. Jurnal Zootek, 32 (5). 1-8.

Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Organik Cair. PT. Agromedia Pustaka


Jakarta.

Hala, H. Abou El-Nour and Nabila, A. Ewai s. 2017. Effect of Moringa oleifera
Leaf Extract (MLE) on pepper Seed Germination, Seedlings Improvement,
Growth, Fruit Yield and its Quality. Middle East Journal of Agriculture
Research. 6 (2) : 448-463.

Krisnadi, A Dudi. 2015. Kelor Super Nutrisi. Blora : Pusat Informasi Dan
Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia.

Mulyani, Sri. 2020. Praktis dan Mudah Menanam Cabai di Rumah. Bhuana Ilmu
Populer. Jakarta.

Parman. 2007. Pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap


pertumbuhan dan produksi kentang (Solanum tuberosum L.). Buletin
Anatomi dan Fisiologi. 15 (2) : 21-31.

Prajnanta. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.

19
Pusat Informasi dan Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia. 2010. Kelor Super
Nutrisi. Lembaga Swadaya Masyarakat. Media peduli Lingkungan (LSM-
MEPELING). Blora.

Rizqiani, N.F., E. Ambarwati, N.W. Yowon. 2007. Pengaruh dosis dan


frekuensi pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan
hasil buncis (Phaseolus vulgaris L.) dataran rendah. Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan 7(1) : 43-53.

Simpson, M.G. 2010. Plant Systematics, Elsevier, Burlington, USA. Inc


Publisher, Sunderland, Massachusetts, U.S.A.

Tjandra, E. 2011. Panen Cabai Rawit di Polybag. Cahaya Atma Pustaka.


Yogyakarta.

Yola, R., Zulfarman, dan Refilda. 2013. Penentuan kandungan capsaicin pada
berbagai buah cabai (capsicum) dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT). Kimia Unand. 2(2) : 115-119.

20

Anda mungkin juga menyukai