Anda di halaman 1dari 17

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L.)

Tanaman cabai tergolong dalam famili terung-terungan (Solanaceae) yang

tumbuh sebagai perdu atau semak. Cabai termasuk tanaman semusim atau

berumur pendek. Menurut Haryanto, (2018), dalam sistematika tumbuh-tumbuhan

cabai diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae (Solanales)

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L.

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang

memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya

daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia

termasuk negara Indonesia (Baharuddin, 2016). Tanaman cabai banyak ragam tipe

pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian

besar hidup di negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal

beberapa jenis jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan

paprika (Pratama, Swastika,

Hidayat, dan Boga, 2017).

4
5

Cabai merupakan tanaman yang berasal dari bagian tropis dan subtropis

Benua Amerika, khususnya Kolombia, Amerika Selatan. Tanaman cabai termasuk

famili Solanaceae, genus Capsicum. Capsicum annuum L. Merupakan salah satu

spesies dari 20-30 spesies dalam genus yang sama. Spesies ini paling banyak

dibudidayakan dan penting secara ekonomi. Berdasarkan karakter buahnya spesies

Capsicum Annuum.L digolongkan dalam empat tipe, yaitu cabai besar, cabai

kriting, cabai rawit (hijau), dan paprika. Klasifikasi cabai merah adalah sebagai

berikut: Famili ini terdiri lebih kurang 75 marga (genus) dan 2000 jenis (spesies),

ada yang berbentuk tanaman pendek, tanaman semak perdu atau pohon kecil. daun

lombok termasuk daun tunggal sederhana, tetapi ada juga yang berlekuk dangkal

sampai dalam, dan ada juga yang berlekuk majemuk. Letak daun bergantian dan

tidak mempunyai daun penumpu. Tanaman ini banyak terdapat di daerah tropis

sampai di daerah subtropik (Syukur, 2013).

Pada umumnya cabai merah dapat ditanam di dataran rendah sampai

pegunungan (dataran tinggi) + 2.000 meter dpl yang membutuhkan iklim tidak

terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Temperatur yang baik untuk tanaman cabai

keriting adalah 24 – 27oC, dan untuk pembentukan buah pada kisaran 16 – 30oC.

Hampir semua jenis tanah yang cocok untuk budidaya tanaman pertanian, cocok

pula bagi tanaman cabai keriting. Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil

yang tinggi, cabai keriting menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan

organik , tidak mudah becek (menggenang), bebas cacing (nematoda) dan penyakit

tular tanah. Kisaran pH tanah yang ideal adalah antara 5.5 – 6.8 (Humaerah, 2015).
6

2.2 Morfologi Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L.)

Bagian-bagian utama tanaman cabai meliputi bagian akar, batang, daun,

bunga dan buah. Penjelasan bagian-bagian tersebut sebagai berikut ;

1. Akar

Tanaman cabai mempunyai akar tunggang yang terdiri atas akar utama

(primer) dan akar lateral (sekunder). Akar lateral mengeluarkan serabut-serabut

akar yang disebut akar tersier. Akar tersier menembus kedalaman tanah sampai 50

cm dan melebar sampai 45 cm. Rata-rata panjang akar primer antara 35 cm

sampai

50 cm dan akar lateral sekitar 35 sampai 45 cm (Pratama et al., 2017).

2. Batang

Batang cabai umumnya berwarna hijau tua, berkayu, bercabang lebar

dengan jumlah cabang yang banyak. Panjang batang berkisar antara 30 cm sampai

37,5 cm dengan diameter 1,5 cm sampai 3 cm. Jumlah cabangnya berkisar antara

7 sampai 15 per tanaman. Panjang cabang sekitar 5 cm sampai 7 cm dengan

diameter 0,5 cm sampai 1 cm. Pada daerah percabangan terdapat tangkai daun.

Ukuran tangkai daun ini sangat pendek yakni hanya 2 cm sampai 5 cm (Pratama et

al., 2017).

3. Daun

Daun cabai merupakan daun tunggal berwarna hijau sampai hijau tua

dengan helai daun yang bervariasi bentuknya antara lain deltoid, ovate atau

lanceolate (IPGRI, 1995). Daun muncul di tunas-tunas samping yang berurutan di

batang utama yang tersusun sepiral (Pratama et al., 2017).


7

4. Bunga

Bunga cabai merupakan bunga tunggal dan muncul di bagian ujung ruas

tunas, mahkota bunga berwarna putih, kuning muda, kuning, ungu dengan dasar

putih, putih dengan dasar ungu, atau ungu tergantung dari varietas. Bunga cabai

berbentuk seperti bintang dengan kelopak seperti lonceng. Alat kelamin jantan

dan betina terletak di satu bunga sehingga tergolong bunga sempurna. Posisi

bunga cabai ada yang menggantung, horizontal, dan tegak (Pratama et al., 2017).

5. Buah

Buah cabai memiliki plasenta sebagai tempat melekatnya biji. Plasenta ini

terdapat pada bagian dalam buah. Pada umumnya daging buah cabai renyah dan

ada pula yang lunak. Ukuran buah cabai beragam, mulai dari pendek sampai

panjang dengan ujung tumpul atau runcing (Pratama et al., 2017).

2.3 Teknik budidaya Tanaman Cabe Merah (Capsicum annuum,L.)

Teknik budidaya tanaman cabai biasanya dimulai dari pemilihan lahan.

Pemilihan lahan dilakukan karena lokasi yang tepat secara teknis maupun

kelayakan ekonomis dapat menentukan keberhasilan budidaya tanaman cabai

tersebut. Secara umum, cabai biasanya tumbuh di dataran rendah maupun dataran

tinggi mencapai ketinggian 2.000 meter di atas permukaan air laut. Penanaman

cabai dapat dilakukan pada musim kemarau maupun musim hujan. Menurut salim

(2013). Meraup Untung Bertanam Cabe Hibrida Unggul di Lahan dan Polybag.

Lily Publisher. Yogyakarta, selain pemilihan lahan, terdapat beberapa hal lainnya

yang harus diterapkan pada teknik budidaya.


8

a. Pengolahan tanah

Tanah yang digunakan dalam budidaya cabai harus diolah terlebih dahulu.

Tujuan dari pengolahan tanah adalah menggemburkan tanah sehingga baik untuk

perkembangan akar, menstabilkan peredaran air, peredaran udara, dan suhu di

dalam tanah. Tahapan pengolahan tanah adalah sebagai berikut :

1. Pembersihan gulma

2. Pembajakan atau pencangkulan

3. Pengeplotan bedengan

4. Pemupukan dan pengapuran

5. Pengadukan

6. Pembuatan bedengan

b. Pemasangan mulsa

Penggunaan mulsa merupakan upaya perbaikan teknik budidaya secara

intensif supaya hasil panen menjadi lebih optimal. Biasanya mulsa yang

digunakan merupakan mulsa plastik hitam perak (MPHP) atau mulsa jerami.

Mulsa digunakan untuk mengendalikan penguapan air dan mempertahankan suhu,

kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mengurangi jumlah dan kecepatan

aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan mengendalikan pertumbuhan

gulma.

c. Pembuatan lubang tanam

Pembuatan lubang dilakukan dengan jarak kurang lebih 60 x 60 cm dengan

diameter kurang lebih 10 cm. Pembuatan lubang bisa menggunakan pipa besi atau

kaleng yang diisi dengan arang.


9

d. Penyemaian benih

Penyemaian dapat dilakukan menggunakan kotak semai, kantung plastik,

atau kantung dari daun. Sebelum disemai, benih direndam terlebih dahulu dalam

air hangat selama 30 menit, kemudian direndam dalam larutan perangsang akar

selama sehari semalam. Benih yang mengapung dalam air sebaiknya dibuang

karena akan memiliki pertumbuhan yang kurang maksimal. Media semai yang

digunakan adalah tanah gembur dengan campuran pupuk kandang dan pupuk

NPK. Kemudian masukkan ke dalam wadah seperti kotak semai, kantung plastik,

atau kantung daun dengan tinggi kurang lebih 5 cm, dan media tanam dibasahi

oleh larutan perangsang akar sehingga menjadi lembab.

Perawatan penyemaian terdiri dari penyiraman, pengaturan cahaya, dan

pemberantasan hama atau penyakit. Penyiraman dilakukan 1-2 kali/hari atau

tergantung pada cuaca. Kemudian penyemprotan pupuk daun dengan dosis rendah

0,5 gr/liter air saat tanaman berumur 10-15 hari, serta penyemprotan pestisida

dengan konsentrasi setengah dari yang dianjurkan. Jika bibit cabai sudah berumur

kurang lebih 17 hari atau sudah tumbuh akar dan daun kurang lebih 3-4 helai,

maka bibit sudah dapat dipindahkan ke lahan atau polybag.

e. Penanaman

Pemindahan bibit dari penyemaian dengan umur 17-21 hari sebaiknya

dilakukan pada pagi atau sore hari dengan jarak tanam sesuai dengan lubang yang

telah disiapkan. Bentuk penanaman sebaiknya dengan sistem segitiga atau zig zag.

Bbit cabai beserta polybag yang akan dipindahkan ke lahan disiram terlebih

dahulu dengan air. Kemudian direndam ke dalam larutan fungisida sistemik atau

bakterisida dengan dosis 0,5-1,0 gram/liter air selama 15-30 menit. Penanaman
1

dilakukan dengan cara sebagian tanah pada lubang dikeluarkan sesuai ukuran

polybag. Bibit yang sudah dikeluarkan dari polybag dimasukkan ke dalam tanah

dan ditutupi tanah hingga dekat pangkal batang, lalu lakukan penyimaran.

f. Pemasangan ajir/lanjaran

Ajir/lanjaran dipasang dengan tujuan untuk menopang pertumbuhan

tanaman agar kuat dan kokoh, tidak mudah rebah. Ajir/lanjaran sebaiknya

dipasang dimulai pada saat tanam atau maksimal satu bulan setelah tanam supaya

tidak merusak pertumbuhan akar. Ajir/lanjaran biasanya terbuat dari belahan

bambu dengan ukuran kurang lebih 135 cm, lebar 4 cm, dan tebal 2,5 cm.

g. Penyulaman

Penyulaman dilakukan dengan mengganti bibit atau tanaman muda yang

mati. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari.

h. Pemupukan susulan

Pemupukkan susulan kedua dan ketiga dilakukan setelah umur 30 dan 60

hari setelah tanam. Aplikasi ZPT masing-masing diberikan tiap 10 hari sekali

secara bersamaan.

i. Perempelan

Perempelan dilakukan pada tunas samping, yang keluar ketiak daun.

Dilakuakan saat tanaman berumur 10-20 hari. Tujuan dari perempelan adalah

untuk menunda pertumbuhan generatif sehingga pertumbuhan vegetatif

optimal.

j. Pengairan/penyiraman

Penyiraman paling banyak dilakukan pada pada fase vegetatif kurang dari

40 hari setelah tanam. Pengairan dapat menggunakan selang yang dimasukkan ke

dalam mulsa. Sistem pengairan pada lahan 17 sawah dapat dilakukan dengan
1

menggenangi saluran drainase antar bedeng dengan ketinggian ¾ tinggi bedengan

tersebut.

k. Penyiangan gulma

Penyiangan terhadap gulma sebaiknya dilakukan setiap seminggu sekali.

Gulma dapat menjadi pesaing tanaman cabai dalam memperoleh unsur hara

maupun sinar matahari, dan dapat menjadi sarang hama maupun penyakit.

l. Pemasangan tali penyangga

Fungsi dari pemasangan tali penyangga adalah supaya tanaman lebih

teratur dan mudah dalam proses pemanenan.

m. mengantisipasi gagal panen

Mengantisipasi gagal panen dapat dilakukan dengan penerapan beberapa

hal berikut :

1. Bertanam pada waktu yang tepat

2. Penggunaan varietas unggul

3. Pemilihan lokasi tanam yang tepat

4. Menggunakan teknik budidaya yang benar

5. Perawatan secara intensif

2.4 Mulsa

Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma,

memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan

kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik. (Damaiyanti dan Koesriharti.2013). Kajian Penggunaan

Macam Mulsa Organik Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Besar

(Capsicum annuum L.). Jurnal Hortikultura. 1 (2) : 25-32). Penggunaan mulsa


1

organik merupakan pilihan alternatif yang tepat karena mulsa organik terdiri dari

bahan organik sisa tanaman (seresah padi, serbuk gergaji, batang jagung),

pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman yang akan dapat

memperbaiki kesuburan, struktur dan secara tidak langsung akan mempertahankan

agregasi dan porositas tanah, yang berarti akan mempertahankan kapasitas tanah

menahan air, setelah terdekomposisi. Wiryanta, (2006) mengemukakan bahwa

penutupan tanah dengan bahan organik yang berwarna muda dapat memantulkan

sebagian besar dari radiasi matahari, menghambat kehilangan panas karena

radiasi, meningkatkan penyerapan air dan mengurangi penguapan air di

permukaan tanah. (Wiryanta,2006). Pengaruh Tanaman Penutup Tanah dan Mulsa

Organik terhadap Produksi Cabai dan Erosi Tanah. J. Hort. 16(3):197-201.)

Pemberian mulsa organik dapat menurunkan suhu tanah dan menjaga

kelembaban tanah yang cenderung tinggi dibandingkan tanpa perlakuan mulsa

organik. Menurut Widyasari, Sumarni dan Ariffin (2011) menyatakan pada lahan

yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan

kelembaban tanah yang cenderung meningkat. Pemulsaan berfungsi untuk

menekan fluktuasi temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah sehingga

dapat mengurangi jumlah pemberian air. Menurut Mulyatri (2003) dan Sutejo

(2002) bahwa mulsa dapat mengurangi kehilangan air dengan cara memelihara

temperatur dan kelembaban tanah. Ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan pada

lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan

kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring meningkatnya dosis

pemulsaan. Kelembaban tanah dan temperatur tanah yang optimal, akan

berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Kondisi

seperti ini sangat


1

menguntungkan bagi tanaman, yang berpengaruh pada fase pertumbuhan dan

pembentukan buah.

2.5 Bahan Organik sebagai bahan baku mulsa organik

2.5.1 Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah satu jenis tumbuhan

air terbesar yang mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan baru yang sangat

besar sehingga merupakan gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada

air yang dapat mengganggu saluran transportasi perairan. Pupuk kompos eceng

gondok adalah jenis pupuk organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan pupuk kompos eceng gondok

mengandung bahan organik sebesar 78,47 %, C organik 21,23 %, N total 0,28 %,

P total 0,001 %, dan K total 0,016 % sehingga dari hasil ini eceng gondok

berpotensi untuk di manfaatkan sebagai pupuk organik karena eceng gondok

memiliki unsur- unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman untuk

tumbuh. Eceng gondok dapat berkembang biak secara vegetatif dan generatif.

Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam

waktu 7-10 hari ( Firmansyah,

2010).

Eceng gondok dalam keadaan kering memiliki kandungan kimia yang

berupa selulosa 64,51%; pentosa 15,61%, lignin 7,69%, silika 5,56% dan abu 12%

(Kriswiyanti dan Endah 2009). Sedangkan hasil analisa kimia dari eceng gondok

dalam keadaan segar terdiri dari bahan organik sebesar 36,59%, C organik

21,23%, N total 0,28%, P total 0,0011% dan K total 0,016% (Ratri, Trisnowati,

dan Wibowo,

2007).
1

Table 1. Kandungan Bahan Organik Eceng Gondok Dalam Keadaan Segar


Kandungan Bahan Organik Nilai (%)
Bahan organik 36.59
C organik 21.23
N total 0.28
P total 0.0011
K total 0.016
Sumber : Ratri, Trisnowati, dan Wibowo, 2007
Penelitian yang dilakukan oleh Ekoyanto, Gunomo, dan Ni Putu Sutty

(2013) menunjukkan hasil bahwa kantong tanam organik yang terbuat dari eceng

gondok tahan terhadap tetesan air hujan pada ketinggian 30 cm dengan volume air

1449,99 cm3 dan memiliki kandungan C organik sebesar 23,5 %, N total 0,77 %

dengan C/N ratio 30,5 % pada pengujian kimia pada minggu pertama. Sedangkan

pada pengujian kimia pada minggu kelima nilai C organik sebesar 24,7 persen %,

N total 0,98 % dengan C/N ratio kantong organik sebesar 25,2 %. Kantong tanam

organik memiliki daya tahan tembus akar tanaman tembakau sampai 35 hari

(Ekoyanto Pudjiono, Gunomo Djojowasito, 2013)

Penelitian eceng gondok sebagai biofertilizer menyatakan penyatuan eceng

gondok ke media tanam meningkatkan performa hasil Brassica juncea. Sehingga

penambahan bahan kontrol ke dalam tanah mempengaruhi laju dekomposisi dan

mineralisasi (Lata dan Veenapani, 2011). Penelitian Lestari (2014) juga

menunjukkan komposisi mulsa kontrol kertas dengan kandungan eceng gondok

50% memberikan pengaruh terbaik pada parameter diameter umbi, jumlah umbi,

berat basah dan berat kering.

2.5.2 Kandungan Kimia Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Kandungan Eceng Gondok Eceng gondok memiliki karakteristik serat

salah satunya memiliki massa jenis sebesar 0,25 g/cm3, %. Kandungan kimia

serat
1

eceng gondok yaitu memiliki selulosa sebesar 60 % , lignin 17 %


danhemiselulosa

8%

Table 2. Kandungan Kimia Eceng Gondok


Kandungan kimia Nilai (%)
Selulosa 60
Hemiselulosa 8
Lignin 17
Sumber: Ahmad 2012
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan

dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan

selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi

secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan

polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama

dinding sel tumbuhan (Samsudin dan Husnussalam, 2017).

Selulosa dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis (baik

menyerap air), keras, dan rapuh. Jika selulosa mengandung banyak air maka akan

bersifat lunak. Lignin merupakan molekul kompleks yang tersusun dari unit

phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah

material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap

degradasi, baik secara biologi, enzimatis maupun kimia. Karena kandungan

karbon yang relatif tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin

memiliki kandungan energi yang tinggi (Ning, 2014). Hemiselulosa merupakan

polisakarida non selulosa yang pokok, terdapat dalam serat dengan berat molekul

4000 – 15.000 dan tergolong senyawa organik. Molekul hemiselulosa mudah

menyerap air, bersifat plastis dan mempunyai permukaan kontak antar molekul

yang lebih luas, sehingga


1

dapat memperbaiki ikatan antar serat pada pembuatan kertas (Kriswiyanti dan

Endah, 2009).

2.5.3 Sabut Kelapa (Cocos nucifera)

Sabut kelapa terdiri dari jaringan dengan sel serabut yang keras. Antara

selsel terdapat jaringan lunak dengan tebal 3–5 cm. Sabut kelapa (exocarp) terdiri

dari kulit luar yang tahan air (epicarp) dan bagian yang berserat (mesocarp).

Mesocarp terdiri dari untaian serat-serat vaskuler yang disebut dengan coir dan

melekat pada jaringan paranchymatis, bukan serat (gabus) yang dikenal dengan

inti (pith) serta debu-debu coir (dust). Untaian tersusun dari selulosa di mana

kekerasan dan kelapukan terjadi setelah buah kelapa mencapai matang penuh dan

kelapukan terjadi setelah berumur 4 bulan (Rosyidi, 2010).

Sabut kelapa merupakan salah satu limbah pertanian yang dapat

dimanfaatkan sebagai campuran bahan dalam pembuatan kantong tanam. Sabut

kelapa dalam pembuatan kantong tanam berfungsi sebagai serat tambahan untuk

memperkuat struktur fisik dari kantong tanam yang dihasilkan.Selain itu

dikarenakan sifat bahannya yang ulet dan kuat.Sabut kelapa mudah didapatkan

dan murah harganya, mempunyai daya menyimpan air yang baik, serta

mengandung unsur-unsur yang diperlukan tanaman (Rosyidi, 2010).

Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari pemakaian sabut kelapa adalah

kaya akan unsur N, P, K; dapat merangsang dan mempercepat tumbuhnya akar,

batang, dan daun, dapat menyuburkan tanah, dapat menyimpan air yang relatif

lama sehingga membantu tumbuhnya akar baru, mempertahankan kelembaban,

meningkatkan aerasi (sirkulasi udara dalam tanah) dan memperbaiki sifat fisik

tanah sehingga dapat menghindarkan kebusukan akar terutama pada tanaman baru
1

di pembibitan, dan kapasitas menyimpan air tinggi sehingga menghemat waktu

pemeliharaan yakni dalam penyiraman (Susanto, 2005).

2.5.4. Kandungan Bahan Organik Sabut Kelapa (Cocos nucifera)

Serbuk sabut kelapa merupakan hasil dari limbah pertanian, yang dapat

digunakan sebagai media tanam pengganti pakis dan moss yang merupakan hasil

hutan. Serbuk sabut kelapa memiliki kapasitas tukar kation dan porositas yang

baik, mempunyai C/N ratio rendah yang mempercepat N tersedia dan mereduksi

karbon

(Hasriani et al., 2013).

Table 3. Kandungan Kimia Serbuk Sabut Kelapa


Kandungan Kimia Total (ppm)
Total nitrogen 5238
Nitrogen dalam bentuk N-NH4 96
Nitrogen dalam bentuk N-NO2 45
Fosor (P) 330
Kalium (K) 9787
Kalsium (Ca) 2521
Magnesium (Mg) 2006
Serbuk sabut kelapa banyak digunakan untuk media tanam, karena

mempunyai kapasitas memegang air yang baik, dapat mempertahankan

kelembaban (80%), kaya akan unsur hara, akan tetapi mudah terdekomposisi jika

terus menerus terkena air (Trivana et al., 2017). Debu sabut merupakan limbah

dari penyeratan sabut kelapa. Debu sabut saat ini masih terbatas pemanfaatannya,

yaitu sebagai media tanam (Mulyawan et al., 2015).

Debu sabut mengandung unsur hara seperti N, P, K, Ca, Fe, Mg, Na, Mn,

Cu, Zn, dan Al. Unsur hara yang terdapat di debu sabut kelapa sesuai untuk

digunakan sebagai pupuk organik ( Lay dan Nur, 2014; Mulyawan et al., 2015).

K2O yang terkandung di dalam debu sabut kelapa sebesar 10,25%. Debu sabut
1

dapat ditambahkan ke dalam pupuk kandang karena kandungan kalium yang

tinggi sehingga meningkatkan kandungan unsur hara K pada pupuk kandang.

Secara umum, kandungan hara dalam kotoran hewan lebih rendah daripada pupuk

kimia (Trivana et al., 2017)

2.5.5. Pupuk Kandang Kambing

Pupuk kandang kambing adalah pupuk yang berasal dari kotoran dan

limbah ternak kambing. Tekstur dari kotoran kambing adalah khas, karena

berbentuk butiran butiran yang agak sukar dipecah secara fisik sehingga sangat

berpengaruh terhadap proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya. Nilai

rasio C/N pupuk kandang kambing umumnya masih di atas 30. Pupuk kandang

yang baik harus mempunyai rasio C/N20, sehingga pupuk kandang kambing akan

lebih baik penggunaannya bila dikomposkan terlebih dahulu. Kalaupun akan

digunakan secara langsung, pupuk kandang ini akan memberikan manfaat yang

lebih baik pada musim kedua pertanaman. Kadar air pukan kambing relatif lebih

rendah dari pukan sapi dan sedikit lebih tinggi dari pukan ayam(Hartatik dan

Widowati, 2006).

Pupuk kandang kambing sebelum dikomposkan mengandung unsur N

1.41%, C/N 32.98%, P 0.54%, K 0.75% dan setelah dikomposkan N 1.85%, C/N

11.3%, P 1.14% K 2.49% (Hartatik dan Widowati, 2006). Salah satu penelitian

yang dilakukan Tama (2017) memberikan hasil kombinasi penambahan pupuk

kandang kambing dan arang tempurung kelapa memberikan pengaruh terbaik bagi

pertumbuhan tanaman pada media tanah bekas tambang pasir, dengan kombinasi

50 g pupuk kandang kambing dan 20 g arang tempurung kelapa. Pada penelitan

Osiana(2016) pemberian pupuk kandang kambing dengan dosis pupuk 20 ton ha-1

cenderung meningkatkan pertumbuhan (panjang daun terpanjang, lebar daun


1

terpanjang, jumlah anakan, diameter batang, bobot tanaman umur 9 MST dan

kandungan fosfor daun) dan perkembangan tanaman tempuyung (jumlah biji per

bunga, jumlah total bunga per tanaman, dan waktu berbunga).


2

Anda mungkin juga menyukai