Anda di halaman 1dari 12

Nama : Alfandi Sianturi (D1A019036)

RESUME : TANAMAN BUAH

1. CABAI (Capsicum annum L. : Solanaceae)

Asal-usul

Cabai berasal dari Dunia Baru (Meksiko dan Amerika Tengah , serta wilayah Andes di Amerika
Selatan. Cabai dikenal dengan nama sebagai chili pepper atau pepper. Tanaman ini masuk ke Indonesia
diperkirakan pada abad ke-15 atau abad ke – 16 yang dibawa oleh Bangsa Spanyol dan Portugis
kemudian mengintroduksikan cabai ke wilayah jajahannya atau wilayah-wilayah yang dikunjungi untuk
melakukan kontak perdagangan rempah-rempah, seperti India, China, Korea, Jepang, Filipina, Malaka,
dan Indonesia.

Capsicum annum L (cabai keriting) adalah spesies yang paling banyak dibudidayakann di
Indonesia. Cabai dapat tumbuh baik di dataran rendah dan dataran tinggi dengan rata-rata produksi
selama kurun waktu 2003-2007 berfluktuasi antara 6,29 hingga 6,72 ton ha -1 (Dirjen Hortikultura
Departemen pertanian).

Provinsi Jambi salah satu provinsi sebagai Kawasan sentra produkis cabai besar yaitu di Kerinci,
Tanjung Jabung Timur, Merangin, Muaro Jambi dan Bungo.

Botani

Daerah tropis cabai merupakan tanaman tahunan sedangkan di daerah subtropis cabai tumbuh
sebagai tanaman semusim. Batangnya tumbuh tegak dan kokoh dengan tinggi 30 – 38 cm dan diameter
1,5 – 3 cm. Pada setiap ketiak daun pada batang utama akan tumbuh tunas yang dimulai pada umur
sekitar 10 hari setelah tanam. Tunas-tunas ini harus dipangkas (dirempel) sampai bunga pertama muncul
tepat di antara cabang-cabang primer. Cabang primer tidak dipangkas karena ini adalah cabang produktif
yang nantinya akan menumbuhkan tunas-tunas buah.

Buahnya merupakan buah beri berbentuk polong dengan rongga di antara plasenta dan dinding
buah. Tergantung pada varietasnya, panjang buah berkisar antara 9 hingga 15 cm dengan diameter 1 –
1,75 cm dan berat 7,5 – 15 g per buah. Buah menggantung pada tangkai buah berwarna hijau dengan
panjang 3,5 – 4,5 cm yang keluar dari ketiak daun.

Sunaryono (2004) mengemukakan bahwa ada dua tipe cabai yang paling banyak dikenal, yaitu
cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai kecil (Capsicum frutescens L.). Cabai merah merupakan
salah satu jenis cabai besar, memiliki buah berukuran panjang dengan ujung runcing dan posisinya
menggantung pada ketiak daun. Buah muda berwarna hijau yang berubah menjadi merah setelah matang.
Sementara itu yang termasuk ke dalam kelompok cabai kecil (Capsicum frutescens L.) adalah jenis cabai
rawit dan cabai cengek. Cabai ini tahan terhadap curah hujan tinggi dan penyakit layu, serta berbuah lebat
sepanjang tahun.

Yamaguchi (1983) mengemukakan beberapa tipe cabai yang lain, yaitu paprika yang memiliki
buah berujung tumpul dengan dinding buah yang tebal dan rasanya tidak/kurang pedas, pimiento dan bell.

Syarat tumbuh

Tanah

Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan kondisi drainase dan aerase yang
baik serta air tersedia dalam jumlah cukup selama masa pertumbuhan tanaman. Tanah bersifat gembur
dengan keasaman (pH) berkisar antara 6 hingga 7 (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan
Biofarmaka, 2007).

Iklim

Tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dan dataran tinggi yaitu hingga
mencapai 1.400 m dpl (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2007). Panjang hari
cabai termasuk kelompok tanaman hari netral sehingga fotoperiodesitas tidak begitu berpengaruh.
Tanaman ini cukup toleran terhadap cuaca yang panas namun sensitif terhadap cuaca dingin dan lembab.
Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman cabai yaitu 16-32 oC.

Tanaman cabai tidak tahan terhadap curah hujan yang tinggi, terutama waktu berbungan karena
dapat menyebabkan bunga gugur. Oleh karena itu waktu terbaik yaitu pada akhir musim penghujan atau
awal musim kemarau.

Kultur Teknik

Perbanyakan tanaman.

Cabai diperbanyak secara generatif menggunakan biji yang disemaikan terlebih dahulu di
pesemaian. Untuk lahan seluas 1 ha dibutuhkan kira-kira 500 g biji/benih cabai. Benih yang digunakan
hendaknya memiliki daya kecambah di atas 80%, memiliki vigor yang baik, murni, bersih dan sehat.

Persiapan lahan.

Persiapan lahan berupa pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman, rumput dan kotoran lain, lalu
tanah digemburkan dengan cara mencangkulnya sedalam 30 – 40 cm. Setelah gembur tanah dibiarkan
terkena sinar matahari selama 1 – 2 minggu untuk membiarkan terjadinya dekomposisi sisa-sisa tanaman
dan bahan organik lainnya. Selanjutnya tanah dibuat bedengan setinggi kurang lebih 30 cm dan lebar 1-
1,5 m dan jarak antar bedengan 50 cm.

Penanaman.

Bibit dapat dipindahkan ke lapang setelah tingginya mencapai 10 – 15 cm atau telah memiliki 4 –
6 helai daun (berumur kira-kira 1½ bulan di pembibitan). Jarak tanam yang dianjurkan adalah 50 – 60 cm
di dalam barisan dan 50 – 70 cm antar barisan.

Pemasangan Lanjaran (penegak batang cabai)

Lanjaran biasanya terbuat dari kayu atau bambu berukuran diameter 2 – 4 cm dan panjangnya
sekitar 100 cm. Pemasangan lanjaran dilakukan 7 – 14 hari setelah tanaman dipindah ke lapang dengan
jarak kira-kira 10 cm dari batang.

Pemupukan

Bersamaan dengan pengolahan tanah, pupuk kandang ruminansia diberikan dengan takaran 15
ton/ha. emupukan dengan pupuk buatan dengan takaran pupuk N lebih-kurang 170 – 220 kg ha-1 dan
pupuk P kira-kira 22 kg ha-1 , sedangkan pupuk K diberikan bila ketersediaannya rendah. Cara
pemberiannya yaitu dengan menempatkannya di dalam alur dengan kedalaman 5-7,5 cm di sekeliling
tanaman pada jarak sekitar 5 cm dari batang, lalu ditutup tanah.

Pemeliharaan.

Pertanaman perlu dijaga kebersihannya dengan membuang gulma yang tumbuh di sekitar
tanaman. Ketersediaan air yang cukup terutama sekali diperlukan pada periode-periode kritis, yakni pada
saat pertumbuhan vegetatif cepat, pembungaan dan pembentukan buah. Untuk mendapatkan bentuk tajuk
tanaman yang ideal sehingga diperoleh penetrasi cahaya matahari yang efektif untuk fotosintesis perlu
dilakukan perempelan, yaitu pemangkasan terhadap tunas, daun, bunga dan bagian-bagian lain yang rusak
akibat serangan hama dan pathogen.

Panen dan Pasca Panen.

Tergantung pada varietasnya, cabai untuk konsumsi dapat dipanen pada umur 60 – 90 hari setelah
dipindahkan ke lapang atau 120 – 135 hari setelah perkecambahan, dengan kriteria 60% bagian buahnya
sudah berwarna merah, untuk dijadikan benih, maka cabai dipanen Ketika semua berwarna merah.
Pemanenan dilakukan secara manual dan waktu yang tepat ialah pada saat cuaca cerah untuk menghindari
penurunan mutu buah.
Pengelolaan pasca panen cabai bisa dilakukan melalui berbagai cara. Apabila buah cabai ingin
dipasarkan dalam bentuk segar,dan bentuk olahan berupa cabai kering. Pemasaran buah cabai dalam
bentuk segar dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan keranjang bambu, kardus yang
diberi ventilasi udara, karung goni, atau wadah polystyrene.

Pada saat panen raya dan harga cenderung merosot, maka buah cabai dapat dipasarkan dalam
bentuk olahan berupa cabai kering. Buah cabai yang akan dijadikan cabai kering hendaknya telah
memasuki 60% fase matang, sehat (bebas dari serangan hama dan patogen) dan memiliki penampilan
yang mulus.

Hama dan Penyakit

Hama

Hama yang sering menyerang cabai adalah thrips (Thrips parvispinus Karny), tungau kuning
(Polyphagotarsonemus latus Banks.), lalat buah (Bactrocera sp.), kutu daun persik (Myzus persicae
Sulz.), ulat grayak (Spodoptera litura F.) dan kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Hama-hama ini tidak
saja menyerang bagian vegetatif tanaman, tetapi juga menyerang buah.

Penyakit

Beberapa macam penyakit yang sering dijumpai pada pertanaman cabai antara lain adalah layu
bakteri (Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuci et al.), layu fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht.),
busuk buah antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd.) E.J. Butler et Bisby), C. gloeosporioides Ipenz.)
Penz. et Sacc.) dan Gloeosporium piperatum Ellis et Everh.), bercak daun (Cercospora capsici Heald et
Wolf) dan sejumlah penyakit virus .

Nilai gizi dan manfaat.

Cabai adalah sumber vitamin dan mineral, dalam jumlah 100 g, buah cabai menyediakan viatmin
C 240%, Vitamin B-6 (piridoksin) 39%, vitamin A 32%, besi, 13%, tembaga 14% dan kalium 7%. Buah
cabai bahkan tidak mengandung kolesterol. Rasa pedas pada cabai disebabkan oleh capsaicin, yang hanya
dijumpai pada septae di dalam jaringan plasenta buah, namun tidak terdapat pada dinding buah. Bijinya
juga mengandung capsaicin tetapi dalam kadar yang rendah. Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, terutama sekali untuk sayur. Selain dimanfaatkan sebagai sayur, cabai yang memiliki
‘heat unit’ yang tinggi merupakan bahan baku pembuatan koyo dalam industri obat-obatan.
2. KACANG BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.: Fabaceae).

Asal Usul

Pusat asal-usul tanaman ini diperkirakan berada di Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan,
Guatemala, dan Honduras). Setelah ditemukannya benua Amerika oleh Columbus pada tahun 1492,
kacang buncis telah tersebar dan dibudidayakan di seluruh dunia, mulai dari kawasan tropis, sub tropis,
gurun bahkan di kawasan yang memiliki empat musim. Pada daerah dengan empat musim, budidaya
buncis umumnya dilakukan di rumah kaca, atau bila dilakukan di alam terbuka.

Secara umum dikenal dua tipe buncis, yaitu buncis polong (polongnya yang masih muda
dikonsumsi sebagai sayuran buah) dan buncis biji (yang dikonsumsi adalah bijinya yang sudah tua).
Buncis polong yang banyak diusahakan di Indonesia memiliki tipe pertumbuhan merambat dan bijinya
berwarna putih, sedangkan buncis biji yang banyak diusahakan adalah varietas dengan tipe pertumbuhan
tegak dan bijinya berwarna merah (dikenal sebagai kacang merah). Rata-rata produksi buncis Indonesia
selama 2003 – 2007 memperlihatkan kecenderungan yang stabil, dengan rata-rata hasil selama kurun
waktu tersebut sebesar 8,16 ton ha-1.

Botani

Phaseolus vulgaris merupakan tanaman sayuran buah yang memiliki batang berbentuk sulur
dengan daun trifoliate berselang-seling. Buahnya yang berdaging dan di dalamnya Kacang buncis
(Phaseolus vulgaris L.: Fabaceae) 159 terdapat biji-biji muda dikonsumsi sebagai sayuran buah.

Berdasarkan sifat pertumbuhannya dikenal 2 tipe tanaman buncis, yaitu indeterminate dan
determinate. Kultivar dengan tipe pertumbuhan indeterminate tumbuh dengan ketinggian 2 – 3 m,
sedangkan pertumbuhan kultivar dengan tipe determinate dapat mencapai ketinggian 20 – 60 cm dengan
bunga terminal setelah daun keempat hingga kedelapan.

Kacang buncis yang memiliki pertumbuhan menyemak dikenal sebagai kacang jogo. Sunaryono
(2004) mengemukakan dua tipe kacang jogo yang dibudidayakan di Indonesia, yaitu jogo coklat (kacang
coklat) dan jogo merah (kacang merah).

Syarat Tumbuh

Tanah

Budidaya buncis sangat baik bila dilakukan pada tanah Andosol karena tanah jenis ini memiliki
drainase yang baik untuk mendukung pertumbuhan dan produksi buncis. Kemasaman (pH) tanah yang
dikehendaki untuk pertumbuhan yang baik adalah berkisar antara 5,5 hingga 6,5. Pada tanah dengan pH
kurang dari 5,5 pertumbuhan akan terhambat karena mengalami keracunan besi, aluminium dan mangan.

Suhu tanah yang optimum untuk perkecambahan biji adalah 30 oC. Pada suhu 10 oC biji tidak
berkecambah sama sekali, tetapi pada suhu 15 oC lebih dari 90% biji berkecambah, namun dibutuhkan
waktu 16 hari untuk perkecambahan tersebut.

Iklim

Kacang buncis adalah tanaman daerah beriklim sedang yang dapat hidup dengan baik pada
ketinggian 100 – 1.500 m di atas permukaan laut (dpl), di mana pertumbuhan optimum bagi buncis tipe
merambat adalah pada ketinggian 500 – 600 m dpl sedangkan buncis tipe tegak tumbuh optimum pada
ketinggian 200 – 300 m dpl. Curah hujan yang dikehendaki agar tanaman ini tumbuh dengan baik adalah
1.500 – 2.500 mm per tahun atau 300 – 400 mm per musim tanam. Sementara itu intensitas cahaya yang
optimum adalah 400 – 500 fc (footcandles), sehingga pengusahaan tanaman buncis hendaknya bebas dari
berbagai naungan. Kelembaban udara relatif (RH) yang ideal untuk pertumbuhan buncis adalah lebih-
kurang 55% dengan suhu optimum 20 – 25 oC.

Kultur Teknik

Perbanyakan tanaman dan penanaman.

Buncis diperbanyak secara generatif menggunakan biji yang ditanam langsung di lapang. Benih
yang digunakan harus benih bermutu dengan daya kecambah 80-85%, bentuknya utuh (tidak cacat),
bernas dan seragam, warnanya mengkilap, tidak ada bercak noda terutama pada bagian lembaganya,
bebas dari serangan patogen dan hama, tidak tercampur dengan benih dari varietas lain, dan bersih dari
kotoran.

Bila menanam buncis tipe merambat, maka jarak tanam di dalam barisan adalah 5 – 10 cm dan
jarak antar barisan adalah 60 – 90 cm, sedangkan bila menanam buncis tipe tegak (kacang jogo), maka
jarak tanam di dalam barisan adalah 40 cm. Sebelum ditanam hendaknya benih diberi perlakuan fungisida
untuk menghindari serangan patogen penyebab penyakit rebah kecambah (damping off).

Persiapan Lahan.

Persiapan lahan untuk budidaya buncis dimulai dari pembersihan arel tanam dari berbagai macam
gulma. Setelah lahan dibersihkan dari gulma, langkah berikutnya adalah pengolahan tanah. Pada
hakekatnya pengolahan tanah adalah semua upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
kondisi media tanam yang ideal untuk pertumbuhan dan produksi buncis. Tanah dibajak atau dicangkul
sedalam 20 – 30 cm atau sedalam lapisan top soil.

Untuk memudahkan pemeliharaan dan menghindari terjadinya genangan air di sekitar batang
tanaman, perlu dibuat bedengan dengan tinggi kira-kira 20 cm, lebar 100 – 125 cm dan panjang
disesuaikan dengan kebutuhan atau keadaan lahan. Langkah berikutnya adalah pemasangan mulsa plastik
hitam-perak. Manfaat mulsa plastik hitam-perak antara lain adalah dapat mempertahankan kelembaban
tanah.

Pemupukan

Pupuk kandang kotoran ruminansia atau kotoran unggas yang sudah matang diberikan pada tanan
dengan takaran 10 ton ha-1, lalu dicampur merata dengan tanah sebelum dibuat bedengan dengan lebar
100 – 150 cm. Pemberian pupuk buatan pada saat tanam dilakukan dengan memberikan Urea sebanyak
65 kg ha-1 . Pupuk tersebut ditempatkan pada kedalaman kira-kira 7½ cm dengan jarak kira-kira 7½ cm
dari barisan. Selain itu, pada saat yang bersamaan dengan pemupukan N juga dilakukan pemupukan TSP
sebanyak 40 kg ha-1 dan KCl sebanyak 15 kg ha-1.

Pemeliharaan

Dalam waktu 2 – 3 hari setelah tanam biji buncis mulai berkecambah, dan pada umur satu
minggu setelah tanam kecambah telah tumbuh menjadi tanamantanaman kecil. Biji-biji yang tidak
berkecambah atau perkecambahannya tidak menghasilkan tanaman normal harus segera diganti dengan
benih yang baru atau disulam. Penyulaman dapat pula dilakukan dengan memindahkan tanaman yang
tumbuh lebih dari satu pada lubang tanam yang lain

Kacang buncis dengan tipe pertumbuhan menjalar ke atas perlu diberi penopang atau lanjaran
sebagai tempat merambatnya. Batang buncis tumbuh melilit lanjaran dengan arah yang berlawanan
dengan arah jarum jam. Biasanya lanjaran terbuat dari bambu berukuran lebar 3 – 4 cm dan panjangnya 2
m. Setiap dua batang lanjaran yang berhadapan diikat menjadi satu pada ujung atasnya sehingga nampak
kokoh.

Hama dan Penyakit

Hama

Hama-hama yang acap kali menyerang pertanaman buncis adalah Kumbang daun epilachna
(Henosepilachna signatipennis Boisduval atau Epilachna signatipennis Boisduval), Penggerek daun
(Etiella zinckenella Treitschke), Lalat kacang (Agromyza phaseoli Coquillett), Kutu daun (Aphis gossypii
Glover), Ulat jengkal (Plusia signata Fabricius atau Phytometra signata Fabricius dan Plusia chalcites
Esper) dan Ulat gulung (Lamprosema indicata Fabricius dan Lamprosema diemenalis Guenée).

Penyakit

Beberapa penyakit yang sering kali menyerang pertanaman buncis adalah Antraknosa
(Colletotrichum lindemuthianum Sacc. et Magnus) Lams, Embun tepung (Erysiphe polygoni D.C.), Layu
fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht), Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum Smith), Daun
keriting yang disebabkan oleh virus mosaic, Rebah kecambah (Phytium spp.), Penyakit karat (Uromyces
appendiculatus (Pers. Unger) dan Busuk lunak (Erwinia carotovora (Jones) Dye).

Panen dan Pasca panen

Tergantung pada kultivar dan suhu udara, kacang buncis dapat dipanen dalam waktu 45 – 80 hari
setelah tanam, sedangkan untuk kacang jogo pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 90 –
105 hari, yaitu pada saat polongnya telah mengering (tua). Pemanenan umumnya dilakukan secara
manual, yakni polong dipetik dengan tangan dengan tujuan agar lebih selelktif.

Polong buncis dapat disortir ke dalam beberapa kelas (grade) berdasarkan kriteria (pedoman)
berikut: grade A (polong lurus), grade B-C (polong abnormal), grade D (polong terserang hama dan
penyakit). Penyimpanan polong buncis dianjurkan di dalam ruangan dengan ventilasi udara yang baik
dengan suhu 5 oC dan kelembaban 85 – 90%. Pada kondisi ini polong dapat disimpan selama 25 – 30 hari.
Penyimpanan pada suhu kamar (25 o C) hanya dapat mempertahankan mutu polong selama 4 -5 hari saja.

Nilai gizi dan Manfaat

Kacang buncis merupakan sumber protein nabati yang penting di samping kaya akan kandungan
vitamin A, B dan C, terutama pada bijinya. Hal ini sangat baik untuk membantu mengontrol tekanan
darah serta metabolisme gula dalam darah, sehingga sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita
diabetes dan/atau hipertensi. Selain itu polong kacang buncis memiliki kandungan serat yang tinggi
sehingga sangat membantu proses pencernaan makanan dan mengatasi kesulitan buang air besar.
3. TIMUN (Cucumis sativus L.: Cucurbitaceae)

Asal-usul

Timun diyakini berasal dari wilayah India dan sekitarnya yang dibuktikan dengan banyaknya
varietas timun yang dijumpai di daerah ini (Renner et al., 2007). Budidaya timun di Indonesia dijumpai
hampir di setiap daerah, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Oleh karenanya timun dikenal
dengan beberapa nama sesuai daerahnya seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon
(Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung) dan timon (Aceh) (Rukmana 1994).

Departemen Pertanian, rata-rata produksi timun Indonesia selama 2003 – 2007 memperlihatkan
kecenderungan yang meningkat meskipun pada tahun 2007 terjadi penurunan luas panen. Rata-rata hasil
selama kurun waktu tersebut adalah 10,05 ton ha-1 dari luas panen rata-rata 54.172 ha per tahun dan
produksi rata-rata 544.983 ton per tahun.

Botani

Sistematika botani, tanaman timun menduduki klasifikasi sebagai berikut: Divisi : Spermatofita
Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Dikotiledon, Ordo : Cucurbitales, Famili : Cucurbitaceae, Genus :
Cucumis, Spesies : Cucumis sativus L.

Secara garis besar terdapat tiga tipe timun, yaitu slicing, pickling, dan burpless. Timun tipe
slicing (dikonsumsi buah mudanya dalam bentuk segar sebagai lalapan). Sedangkan timun tipe pickling
adalah dimanfaatkan buahnya sebagai acar. Tipe berikutnya adalah timun burpless, yang memiliki kulit
tipis dan tidak berbiji (partenokarpi) serta rasanya manis. Tipe burpless tidak seperti tipe yang lainnya
yang dapat menyebabkan orang bersendawa (burp) akibat kandungan gasnya ( Dougles, 2012).

Syarat Tumbuh

Tanah

Tanaman timun tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan gembur yang memiliki
drainase yang baik seperti tanah-tanah aluvial, latosol, dan andosol. Kemasaman tanah yaitu 5,5 – 6,5
(Sumpena,2001) dengan suhu tanah 20oC atau lebih. Tanaman ini membutuhkan kelembapan tanah yang
memadai untuk dapat berproduksi dengan baik seperti pada musim kemarau dibutuhkan setidaknya 400
mm air.

Iklim

Timun baik pada daerah beriklim hangat dengan tinggi daratan 200-800 m dpl. Suhu udara yaitu
18-30 % dan kelembapan udara relative 50-85%. Fotoperiodesitas yang dikehendaki untuk pertumbuhan
dan produksi yang baik adalah 8-12 jam perhari (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka,
2008).

Kultur Teknik

Perbanyakan tanaman dan penanaman

Tanaman diperbanyak dengan cara generative melalui biji. Jarak tanam yang digunakan adalah
30-45 cm di dalam barisan dan 1,2 m antar barisan.

Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan meliputi pengolahan tanah, pemupukan dasar dan pemasangan mulsa
plastik. Sebelum tanah diolah, dilakukan pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman (tunggul). Setelah itu
dilakukan pencangkulan sampai kedalaman 30 – 40 cm, lalu lahan dibiarkan terkena sinar matahari
selama lebih-kurang 2 minggu agar terjadi dekomposisi bahan-bahan organik dan tercipta aerase yang
baik.

Pemupukan

Sebelum ditanam sebaiknya tanah diberikan pupuk kendang sapi 10-15 ton sebagai pelengkap
pupuk buatan. Pupuk buatan yang dianjurkan adalah nitrogen 70 kg ha-1 , fosfor 110 kg ha-1 dan
sebanyak 70 kg ha-1 . Pupuk tersebut diberikan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah di sekeliling
tanaman pada jarak 5 cm dari pangkal batang.

Pemeliharaan

1. Dilakukan penjarangan untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan air dan unsur hara
serta cahaya matahari.
2. Cabangcabang samping (bukan cabang utama) yang tumbuh pada ruas ke-1 hingga ke-5 perlu
dibuang, sedangkan cabang anakan yang tumbuh pada ruas ke-6 tetap dibiarkan tumbuh.
3. Tunas-tunas muda (wiwilan) yang tumbuh pada ketiak daun perlu dipangkas seawal mungkin
setiap 2 – 3 hari sekali. Pada saat tanaman berumur 1,5 bulan setelah tanam, daun-daun
pertama hingga keempat yang sudah mulai menguning hendaknya juga dipangkas.

Hama dan Penyakit

Hama

Beberapa hama yang seringkali menyerang tanaman timun adalah sebagai berikut: Kutu daun
(Aphis gossypii Clover, famili Aphididae), Trips (Thrips parvispinus Karny, famili Thripidae), Kutu kebul
(Trialeurodes vaporariorum Westwood, famili Aleyrodidae), Kumbang daun (Aulacophora similis Oliver,
famili Chrysomelidae).

Penyakit

Beberapa penyakit yang acapkali menyerang tanaman timun adalah sebagai berikut: Embun bulu
(Pseudoperonospora cubensis Berk. et Curt.) Rowtow, Layu fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht.
f.sp. melonis, Layu bakteri (Erwinia tracheiphila (E.F. Smith) Holland), Layu nematoda (Meloidogyne
spp.), Antraknosa (Colletotrichum lagenarium Pass.)

Panen dan Pasca Panen

Umur Panen dan cara Panen

Timun dapat dipanen pada umur 55-70 hari setelah tanam. Buah timun yang layak dipanen
dicirikan oleh warnanya yang cemerlang dan merata mulai dari pangkal sampai ujung buah dan
panjangnya 10 – 45 cm, atau buah dipanen lebih muda sesuai permintaan pasar dengan berpedoman pada
ukuran buah, misalnya panjang 20 cm dengan diameter 3 – 5 cm. Cara panen timun yaitu disarankan pada
sore hari. Selanjutnya dilakukan penyortiran untuk memisahkan buah berdasarkan ukuran, penampilaman
dan cacat atau terserang hama dan penyakit.

Penyimpanan

Suhu optimum untuk penyimpanan buah timun adalah 10 – 13 o C dengan kelembaban 85 – 95%.
Buah yang disimpan pada suhu di bawah 10 o C akan mengalami chilling injury, sedangkan pada suhu 15
o C akan terjadi penguningan pada kulit buah.

Nilai gizi dan manfaat


Buah timun banyak digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi dan kosmetika.
Kandungan gizi buah timun cukup baik dan merupakan sumber vitamin dan mineral yang potensial untuk
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai