Anda di halaman 1dari 12

UJI EFEKTIVITAS ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

JAMUR Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAYU DAUN PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum
annum L.)

Oleh
Saskia Ade Hutami Fery Andini
226090101111007

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman cabai (Capsicum sp) merupakan komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai potensi
produksi tinggi dan mempunyai nilai ekonomi strategis. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan
baku cabai (Syukur, 2007) Permintaan cabai merah meningkat pada bulan Maret,April, Mei dan Juni
masing-masing sebesar 93.645 ton, 93.743 ton, 97. 741 ton dan 96.931 ton (Direktur Sayuran dan
Tanaman Obat Kementan, 2017). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut berbagai upaya dilakukan agar
produktivitas tanaman cabai dapat meningkat. Salah satunya adalah pengendalian organisme penganggu
tumbuhan (OPT) yang seringkali menjadi faktor pembatas dalam produksi. Penyakit pada tanaman cabai
yang dapat menimbulkan kerugian cukup tinggi adalah antraknosa atau sering disebut penyakit Menurut
Syukur et al., (2016) penyakit antaknosa ini disebabkan oleh sejenis jamur yang disebut Jamur ini
menyerang semua bagian tanaman teruatama buah. Serangannya pada tanaman dewasa dapat
menimbulkan mati pucuk, lalu infeksi berlanjut ke bagian bawah yait daun dan batang yang menimbulkan
busuk kering cokelat kehitaman. Penyakit ini menyebabkan busuk buah berwarna seperti terkena sengatan
matahari dan diikuti oleh busuk basah yang berwarna hitam karena penuh dengan (rambut hitam) yang
berbentuk konsentris. Jamur ini biasanya menyerang cabai saat menjelang merah. Dalam mengendalikan
penyakit ini biasanya petani menggunakan pestisida kimia sintetik untuk mengendalikannya.
Penggunaan pestisida kimia sintetik lebih disukai petani dengan alasan mudah didapat, prakis dalam
aplikasi, petani tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumah banyak dan hasil relatif cepat
terlihat (Kardinan, 2004). Pestisida kimia sintetik dalam penerapannya telah terbukti dapat menekan
kerugian/kerusakan hasil pertanian akibat serangan OPT, sehingga sampai saat ini peran pestisida tidak
dapat dilepaskan dalam pencapaian target produksi. Namun disisi lain, pestisida kimia sintetik berdampak
negatif. Akan tetapi, aplikasi pestisida kimia sintetik ternyata telah menimbulkan dampak negatif
diantaranya menimbulkan resistensi, resurgensi, kerusakan ekosistem, dan menganggu kesehatan
manusia (Marwoto & Suharsono, 2008). Mengingat efek samping yang ditimbulkan maka perlu
dikembangkan pestisida alternatif yang bersifat aman, mudah terdegradasi secara alami, tetapi tetap
bersifat toksik terhadap organisme pengganggu tumbuhan, tidak mencemari lingkungan dan aman bagi
manusia (Koul, Dhaliwal, & Cuperus, 2004). Salah satu alternatif pestisida untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan menggunakan asap cair ( liquid smoke).
Menurut Girard (1992) asap cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis bahan yang
mengandung senyawa penyusun utama asam, fenol, dan karbonil hasil degradasi termal komponen
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair memiliki kontribusi
dalam karakteristik aroma, warna dan flavor. Senyawa fenol ini memiliki sifat antimikroba yang kuat dan
salah satu kegunaan yang paling awal adalah sebagai antiseptik. Dalam penelitian sebelumnya bahwa
dengan asap cair pada konsentrasi 7% dapat menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum
gloesporoides dan Fusarium oxysporum sebesar 100% (Aisyah et al., 2013). Peneliti lebih memfokuskan
penelitian dengan menggunakan satu jenis asap cair sedangkan penelitian terhadap Colletotrichum capsici
dengan menggunakan asap cair yang beragam bahan baku masih terbatas.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini :
 Bagaimana pengaruh pemberian beberapa konsentrasi asap cair dalam menghambat
pertumbuhan jamur patogen xxxxxxxxxxxxxxxxxxx pada tanaman cabai ( Capsicum annum L)
?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini :
 Untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa konsentrasi asap cair dalam menghambat
pertumbuhan jamur patogen xxxxxxxxxxxxxxxxxxx pada tanaman cabai ( Capsicum annum L)
?
1.4 Manfaat Penelitian
 Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang pemanfaatan asap cair
dalam mengendalikan jamur patogen xxxxxxxxxxxxxxxxx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cabai Merah (Capsicum annum L.)
Cabai merah merupakan tanaman perdu dari famili Solanaceae yang memiliki nama ilmiah
Capsicum annuum L. Dalam Harpenas dan Dermawan (2010) cabai merah diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klasis : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae/ Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura sayur–sayuran buah
semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap
masakan dan penghangat badan. Kebutuhan terhadap mata dagangan ini semakin meningkat sejalan
dengan makin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan produk ini. Selain itu, cabai
merah sebagai rempah-rempah merupakan salah satu mata dagangan yang dapat mendatangkan
keuntungan bagi petani dan pengusaha. Karena selain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri juga termasuk mata dagangan yang mempunyai peluang pemasaran ekspor non migas yang sangat
baik.
Tanaman cabai merah di Indonesia, banyak ditemukan dari Sabang sampai Merauke. Sebagai
salah satu negara tropis yang besar, hampir di seluruh pelosok negeri Indonesia terdapat tanaman cabai.
Menurut data BPS tahun 2008 (Harpenas dan Dermawan, 2010) bahwa sentra penanaman cabai terbesar
berada di Jawa Tengah (17.079 ha), Jawa Barat (12.823 ha), Sumatra Utara (12.047 ha), dan Jawa Timur
(9.497 ha). Di setiap daerah di Indonesia juga terdapat penanaman cabai, meskipun tidak seluas
penanaman di daerah tersebut. Konsumsi rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa adalah 5,937
gram/kapita/hari (2,20kg/kapita/tahun). Pemakaian di perkotaan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
pedesaan (5,696 gram/kapita/hari untuk pedesaan dan 5,900 gram/kapita/hari untuk perkotaan).
Permintaan cabai rata- rata untuk keperluan industri (sedang dan besar) adalah sebesar 2.221 ton pada
tahun 1990. Permintaan ini meningkat menjadi 3.419 ton pada tahun 1993. Permintaan tersebut diduga
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan yang datang dari industri olah lanjut.
Sedangkan konsumsi rumah tangga pada tahun 1990 di Jawa mencapai 233.600 ton. Sedangkan pada
tahun 1998 konsumsi cabai rumah tangga di Jawa diperkirakan mencapai 258.100 ton dan pada tahun
2000 diproyeksikan mencapai 264.100 ton (Harpenas dan Dermawan, 2010).
Penanaman famili Solanaceae secara umum tumbuh dan produksinya sangat dibatasi oleh
berbagai macam hama dan penyakit. Terutama di Indonesia yang memiliki iklim ideal bagi beragam hama
dan penyakit tanaman serta sistem cocok tanamnya di lahan terbuka. Beragam hama dan penyakit itulah
yang menyebabkan tingginya proses produksi ( pengendalian hama penyakit ) dan bahkan produksi
tanaman bisa menurun (Firdaus, 2008).
2.2 Fusarium sp
Fusarium oxysporum (Fo) memiliki lebih dari 120 forma spesialis (f. sp.) (Agrios, 1997). Fo. capsici
(FOC) merupakan strain yang menyebabkan penyakit layu fusarium pada cabai merah. Forma spesialis
merupakan strainstrain fisiologi yang tidak dapat dibedakan dari strain saprofit pada spesies yang sama
tetapi menunjukkan ciri-ciri fisiologi yang berbeda dari segi kemampuannya untuk memparasit inang yang
khusus (Booth, 1985).
Genus Fusarium sp adalah patogen tular tanah yang termasuk Hyphomycetes (sub divisio
Deuteromycotina). Jamur ini menghasilkan makrokonidia, mikrokonidia, dan klamidiospora (Akhsan, 1996).
Sebagian besar dari genus ini merupakan jamur saprofit yang umumnya terdapat di dalam tanah, tetapi
ada juga yang bersifat parasit. Fusarium sp yang menyebabkan penyakit pembuluh dikelompokkan ke
dalam spesies F. oxysporum. Jenis ini dibagi lagi menjadi forma-forma spesialis (f.s.p) yang menyesuaikan
diri pada tumbuhan inang tertentu yang diinfeksi sehingga jamur F. oxysporum yang menyerang tanaman
cabai disebut F. oxysporum f. sp. capsici (Semangun, 2001).
Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) dalam Kristiana (2004), bahwa jamur penyebab layu
fusarium ini termasuk dalam forma-ordo Moniliales forma-famili Tuberculariaceae. Klasifikasinya sebagai
berikut:
Kingdom : Mycetaceae
Divisi : Amastigomycota
Subdivisi : Deuteromycotina
Forma-kelas : Deuteromycetes
Forma-subkelas : Hypomycetidae
Forma-famili : Moniales
Forma-subfamili : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium oxysporum f. sp. capsici
2.3. Asap Cair
Asap cair merupakan hasil destilasi yang mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain. Bahan
baku yang banyak digunakan ialah tempurung kelapa. Asap cair diperoleh dengan teknis pirolisis, dimana
senyawa-senyawa yang menguap secara simultan akan ditarik dari zona panas dan akan berkondensasi
pada system pendingin (Simon dkk., 2005). Senyawa-senyawa yang menguap secara simultan dari reaktor
panas melalui teknik pirolisis dan terkondensasi pada system pendingin dan akan membentuk asap cair
(Oktarina dkk., 2017). Asap cair diperoleh dari hasil kondensasi fraksi uap atau gas yang terbentuk selama
proses destilasi kering kayu atau bahan berserat berlignin selulosa lain. Asap cair hasil destilasi kering
kayu, atau bahan berlignin selulosa lainnya diperkirakan memiliki kemampuan alelopati, sehingga bisa
menjadi salah satu bahan alternatif biopestisida di masa mendatang (Aisyah dkk., 2012). Asap cair
berwarna kuning cemerlang dan akan berubah menjadi gelap jika asap cair itu disimpan. Senyawa hasil
pirolisis adalah kelompok fenol, karbonil dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat
antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pembentukan spora 7 dan
pertumbuhan bakteri, jamur serta menghambat kehidupan bakteri, jamur dan virus. (Pranata, 2007).
2.2.2. Potensi Asap Cair sebagai Biopeptisida
Asap cair memiliki banyak kegunaan salah satunya dalam bidang pertanian, asap cair dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas tanah dan menetralisir asam tanah, membunuh hama tanaman dan
mengontrol pertumbuhan tanaman, mengusir serangga, mempercepat pertumbuhan pada akar, batang,
umbi, daun, bunga, dan buah. Selain itu, asap cair memiliki kegunaan yaitu sebagai pengawet makanan,
koagulan karet dan pengawet kayu. Asap cair mengandung komponen- komponen seperti fenol, asam
organik dan karbonil yang berfungsi sebagai antibakteri, antijamur dan koagulan (Jayanudin dkk., 2012).
Asap cair juga dapat dimanfaatkan sebagai insektisida dan herbisida organik. Hal ini berarti pemakaian
asap cair sebagai insektisida lebih aman. (Iskandar, 2005).
Asap cair telah teruji kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan
penyakit pada tanaman. Menurut Darmadi (1996) melaporkan bahwa asap cair yang dibuat dari tempurung
kelapa memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni bakteri tertinggi dibandingkan asap cair yang
dibuat dari bahan-bahan lainnya. Pangestu dkk, (2014) melaporkan asap cair tempurung kelapa dengan
konsentrasi 0,11% dilaporkan dapat menghambat 9 pertumbuhan jamur Phytophthora sp. sebesar 50%
secara in vitro Zuanif dan Despita (2019) melaporkan bahwa aplikasi asap cair tempurung kelapa pada
konsentrasi 3, 5 dan 7% yang berasal dari tempurung kelapa dan sekam dapat menghambat pertumbuhan
Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabe merah. Agustina (2020)
melaporkan bahwa perlakuan asap cair dengan konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan
Ganoderma boninense sebesar 100%.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2022 di Laboratoroium Mikrobiologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah cawan petri, jarum oase, erlenmeyer 500 ml, erlenmeyer 250 ml,
mikroskop, laminar air flow, hotplate, timbangan analitik, alat bor, cutter, cork borer, kaca preparat, kaca
penutup, bunsen, pipet tetes, plastik wrap, batang pengaduk, beaker glass, gelas ukur, pinset, kertas, dan
alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah asap cair tempurung kelapa grade 3, daun cabai yang terinfeksi jamur,
media potato dextrose agar (PDA), aquades steril, alkohol 70%, spiritus, tisu, dan kertas label.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) , yang
terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Konsentrasi asap cair
yang digunakan adalah: 0%, 1%, 2% dan 3%. Adapun perlakuan:
K0 = Tanpa asap cair tempurung kelapa (0%)
A1 = 0,1 ml asap cair tempurung kelapa (1%)
A2 = 0,2 ml asap cair tempurung kelapa (2%)
A3 = 0,3 ml asap cair tempurung kelapa (3%)

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Sterilisasi Alat
Semua alat yang akan digunakan untuk penelitian dibungkus menggunakan kertas kemudian
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 ˚C selama 90 menit.

3.4.2 Pembuatan Media PDA


Pembuatan media PDA untuk isolasi patogen dibuat dari 7,5 gram PDA instan dengan dilarutkan
dalam 200 ml aquades di dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot plate.
Setelah homogen media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 ˚C selama 20 menit. Setelah sterilisasi,
media didinginkan dan ditambahkan antibiotik berupa streptomycin sebanyak 0,01 gram. Setelah agak
dingin, media dituangkan ke dalam cawan petri dan ditutup dengan plastik wrap. Media dibiarkan sampai
mengeras.

Pembuatan media PDA untuk perlakuan percobaan dibuat dari 7,5 gram PDA instan dengan
dilarutkan dalam 200 ml aquades di dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan
hot plate. Setelah homogen media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 ˚C selama 20 menit. Setelah
sterilisasi, media didinginkan. Setelah agak dingin, media ditambahkan asap cair tempurung kelapa sesuai
konsentrasi perlakuan dan dituangkan ke dalam 12 cawan petri.

A0 = 10 ml PDA tanpa asap cair


A1%= 9,9 ml PDA + 0,1 ml asap cair
A2%= 9,8 ml PDA + 0,2 ml asap cair
A3%= 9,7 ml PDA + 0,3 ml asap cair

3.4.3 Isolasi Patogen


Isolasi jamur patogen dari sampel daun cabai yang bergejala dilakukan di Laboratoroium Mikrobiologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya. Sampel daun terinfeksi dicuci
bersih kemudian dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm, bagian yang dipotong adalah bagian yang
setengah sehat dan setengah sakit. Setelah dipotong bagian tersebut dicuci dengan air steril, kemudian
dicelupkan pada alkohol 70% dan terakhir dibilas dengan aquades kemudian dikeringkan lalu diletakkan
dalam media PDA menggunakan pinset sebanyak tiga potongan sampel. Cawan petri ditutup dan disegel
pada sisi-sisinya menggunakan plastik warp lalu diinkubasi di dalam inkubator sampai jamur patogen
tumbuh. Setelah kurang lebih 4 hari jamur sudah tumbuh, jamur yang sudah tumbuh dimurnikan pada
media PDA yang baru kemudian diinkubasi kembali sampai jamur siap digunakan untuk penelitian.

3.4.4 Pengujian Asap Cair

Pengujian asap cair tempurung kelapa dilakukan secara in vitro dengan teknik peracunan makanan.
Teknik ini dilakukan dengan cara menuangkan agar dan asap cair sesuai dengan perlakuan yang telah
ditetapkan, selanjutnya dihomogenkan dan dibiarkan hingga padat. Setelah media yang bercampur asap
cair tempurung kelapa padat, selanjutnya biakan murni A. porri yang telah dipotong dengan cork borrer
(diameter 0,6 cm) diletakkan di bagian tengah cawan petri menggunakan spatula steril, dan diinkubasi
pada suhu ruang ± 30 ℃ (Oramahi dkk., 2011). Kemudian pengamatan dilakukan dengan mengukur
diameter koloni pada hari ke 1, 2, dan 3 setelah inokulasi (Saputra., 2022).

3.5 Parameter Pengamatan


3.5.1 Diameter Koloni A. porri

Pengamatan diameter koloni A. porri dilakukan dengan cara mengukur diameter pertumbuhan
horizontal dan diameter vertikal dengan menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan setiap hari hingga
hari ke 3. Perhitungan diameter koloni A. porri dilakukan dengan menggunakan rumus (Zuanif dan Despita,
2019).

d 1+d 2
D=
2

Keterangan
D = Diameter xxxxxxxxxxxxxxxx (cm)

d1 = Diameter vertikal koloni xxxxxxxxxxx (cm)

d2 = Diameter horizontal koloni xxxxxxxxxxx (cm)

3.5.3 Laju Pertumbuhan Koloni Jamur

Pengamatan laju pertumbuhan koloni dari Curvularia sp. dilakukan setiap hari pada Cawan Petri yang
tidak diberi perlakuan hingga miselium dari Curvularia sp. memenuhi Cawan Petri dan diukur
menggunakan kaliper dengan rumus yang merujuk pada Crueger dan Crueger (1984), sebagai berikut:

X
μ=
T

Keterangan:

µ = Laju Pertumbuhan (cm/hari)

X = Pertambahan Diameter (cm)

T = Waktu Pengamatan (hari)

3.5.4 Efektivitas Daya Hambat


Pengamatan daya hambat dari Curvularia sp. dilakukan dengan cara mengukur diameter
pertumbuhan koloni dari Curvularia sp. dengan menggunakan kaliper. Pengukuran dilakukan jika
pertumbuhan pada kontrol telah menutupi seluruh permukaan media PDA atau berhenti pertumbuhannya.
Perhitungan efektivitas daya hambat dilakukan dengan menggunakan rumus Rakesh et al. (2013):

DC−DP
EDH ( % )= ×100 %
DC

Keterangan:

EDH = Efektivitas Daya Hambat

DC = Diameter Kontrol (cm)

DP = Diameter Perlakuan (cm)

3.6 Analisis Data


Data karakteristik makroskopis dianalisis secara deskriptif, sedangkan data laju pertumbuhan,
efektivitas daya hambat dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam. Setelah analisis dilakukan, jika
perlakuan berpengaruh nyata, maka data dianalisis lebih lanjut dengan Uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)
pada taraf 5%. Analisis sidik ragam dan uji DMRT dilakukan dengan menggunakan program SPSS Versi 23
(Saputra., 2022).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Asap Cair Terhadap Diameter Jamur

Tabel 1. Rata-rata diameter koloni (cm) Fusarium sp. pada media PDA dengan perlakuan asap cair pada
konsentrasi yang berbeda.

Diameter Daya Hambat (cm)


Perlakuan
A0 A1 A2 A3
1 HSI 4,07 3,37 1,48 0,60
2 HSI 9 7,95 4,80 0,60
3 HSI 9,05 9 5,15 0,6

Laju Pertumbuhan Koloni Jamur

Efektivitas Daya Hambat

Perlakuan Persentase Daya Hambat (%)


1 HSI 2 HSI 3 HSI
A0 0,00% 0,00% 0,00%
A1 17,21% 63,52% 85,25%
A2 11,67% 46,67% 93,33%
A3 0,55% 43,09% 93,37%

Anda mungkin juga menyukai