Anda di halaman 1dari 15

KONSORSIUM Bacillus spp.

UNTUK PENGENDALIAN
PENYAKIT REBAH KECAMBAH DAN BUSUK BATANG
(Sclerotium rolfsii) PADA TANAMAN CABAI

DOSEN PENGAMPU:

FADHLIANI, S.T.,M.Si

Disusun oleh:
ANDIKA RAYA NASUTION (200310189)
AET : 2 BIOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah pengendalian terpadu
hama penyakit tanaman ini tepat waktu. Shalawat berangkaikan salam kita
haturkan kepada Baginda Rasulullah saw. Beserta keluarga dan sahabat beliau
yang telah membawa kita ke alam yang penuh ilmu pengetahuan sehingga kita
dapat memiliki kecerdasan dan kemampuan.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Bioteknologi Pertanian dengan judul laporan
“Konsorsium Bacillus spp. Untuk Pengendalian Penyakit Rebah Kecambah Dan
Busuk Batang (Sclerotium rolfsii) Pada Tanaman Cabai”. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pemanfaatan bakteri dalam
bioteknologi pertanian bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Fadhliani, S.T.,M.Si, Selaku
dosen Bioteknologi Pertanian yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah yang saya
tekuni.

Aceh Utara, 30 Juni 2023

Andika Raya Nst

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................... ii

BAB I.PENDAHULUAN ................................................................... 1


1.1Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II.INJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3


2.1 Tanaman Cabai Rawit ........................................................................................3
2.2 Morfologi Tanaman Cabai Rawit ......................................................................4
2.3 Syarat Tumbuh Cabai Rawit ..............................................................................5
2.4 Bacillus megaterium ..........................................................................................6

BAB III. METODELOGI .................................................................. 7


3.1 Kultur Bacillus megaterium ...............................................................................7
3.2 Metode ...............................................................................................................7
3.3 Pengaplikasian Bacillus megaterium Pada Tanaman Cabai Rawit ....................7

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 9


4.1 Hasil ...................................................................................................................9
4.2 Pembahasan ........................................................................................................9

BAB V.PENUTUP ............................................................................. 11


5.1 Kesimpulan ......................................................................................................11
5.2 Saran.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura
dengan nilai ekonomis tinggi dan banyak digunakan sebagai bumbu dapur, bahan
baku industri pangan dan farmasi (Aziziy et al., 2020). Produktivitas cabai di
Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2017-2019 yaitu 8,46; 8,77 dan 9,10
t ha-1 berturut-turut (Badan Pusat Statistik, 2020). Namun produktivitas tersebut
belum optimal karena belum sebanding dengan produktivitas optimal cabai yang
dapat mencapai 22 t ha-1 (Sa’diyah et al., 2020). Rendahnya produktivitas cabai
disebabkan oleh serangan patogen Sclerotium rolfsii penyebab rebah kecambah
dan busuk pangkal batang (Kusandriani & Muharam, 2005).
S. rolfsii penyebab rebah kecambah atau damping-off dan busuk pangkal
batang merupakan patogen yang menular melalui tanah. Jamur S. rolfsii akan
membentuk miselium berwarna putih seperti kapas pada pangkal batang dan
permukaan tanah dalam kondisi yang lembab yang dapat menyebabkan biji cabai
membusuk, bibit mati sebelum muncul ke permukaan tanah, pangkal batang bibit
muda menjadi basah dan mengerut sehingga bibit rebah dan mati (Dilla et al.,
2022).
Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup saprofit berasosiasi di dalam
jaringan tanaman namun tidak menimbulkan gejala penyakit tanaman (Putri et al.,
2016). Bakteri endofit menghasilkan senyawa antifungi, antikanker, antivirus dan
antibiotik (Kusumawati et al., 2014). Bakteri genus Bacillus dan Pseudomonas
merupakan salah satu agens hayati (Jatinika et al., 2013) yang menghasilkan
senyawa antifungal dan menghambat pertumbuhan jamur S. rolfsii secara in vitro
(Abidin et al., 2015). Beberapa kelompok bakteri Bacillus yang merupakan agens
biokontrol yaitu Bacillus thuringiensis, Bacillus mycoides, Bacillus
pseudomycoides, Bacillus bingmayongensis dan Bacillus cereus (Flori et al.,
2020). Bacillus spp. menekan pertumbuhan F. oxysporum (Diarta et al., 2016)
Keuntungan konsorsium sebagai agens hayati yaitu spesifik terhadap inang,
mampu berkembangbiak pada sel target, tidak menimbulkan racun dari residu,

1
tidak terganggu oleh proteksi silang, teknik pengaplikasiannya sederhana,
pengendalian bersifat permanen, tidak menimbulkan pencemaran dan bersifat
ramah lingkungan. (Kumar & Jagadeesh, 2016). Aplikasi konsorsium mikroba
efektif sebagai konsorsium bakteri endofit mampu berperan sebagai agen
biokontrol serta pemacu pertumbuhan tanaman (Munif et al., 2015). Konsorsium
bakteri dapat memberikan berbagai mekanisme pengendalian secara bersama
dalam mengendalikan patogen sehingga akan lebih efektif (James et al., 2003).
Konsorsium mikroba bersifat antagonistik, kompetisi, mikroparasit, menginduksi
ketahanan tanaman dan mensintesis fitohormon (Nurhayati, 2011) pengendali
berbagai penyakit tanaman hortikultura (Silaban et al., 2015).

1.2 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari makalah ini yakni untuk mendapatkan
konsorsium Bacillus spp. Terbaik dalam mengendalikan Sclerotium rolfsii
penyebab rebah kecambah dan busuk pangkal batang tanaman cabai.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L)


Tanaman cabai tergolong dalam famili terung-terungan (Solanaceae) yang
tumbuh sebagai perdu atau semak.Cabai termasuk tanaman semusim atau berumur
pendek. Menurut Haryanto, (2018), dalam sistematika tumbuh-tumbuhan cabai
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi :Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae (Solanales)
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L.

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang


memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya
daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia
termasuk negara Indonesia (Baharuddin, 2016). Tanaman cabai banyak ragam tipe
pertumbuhan dan bentuk buahnya.Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian
besar hidup di negara asalnya.Masyarakat pada umumnya hanya mengenal
beberapa jenis jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika
(Harpenas & Dermawan, 2010)
Cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori,
Protein, Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain
digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabe juga dapat digunakan untuk
keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industri makanan dan
industri obat-obatan atau jamu. Cabai termasuk komoditas sayuran yang hemat
lahan karena untuk peningkatan produksinya lebih mengutamakan perbaikan
teknologi budidaya. Penanaman dan pemeliharaan cabai yang intensif dan

3
dilanjutkan dengan penggunaan teknologi pasca panen akan membuka lapangan
pekerjaan baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga kerja yang menguasai
Teknologi dalam usaha tani cabai yang berwawasan agribisnis dan agroindustry
(Pratama et al., 2017).
Cabai (Capsicum annum Linnaeus) merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika tropik seperti Meksiko, Bolivia, Peru, dan Guatemala (Pratama et al.,
2017).Negara - negara tersebut memiliki iklim yang tidak jauh berbeda dengan 3
Indonesia.Cabai sudah dimanfaatkan sejak 7000 SM oleh suku Indian sebagai
bumbu masakan.Bagi suku Indian, cabai merupakan jenis tumbuhan yang sangat
dihargai dan menempati urutan kedua setelah jagung dan ubi kayu. Selain itu,
cabai juga mempunyai peranan penting dalam upacara keagamaan dan kultur
budaya orangorang Indian. Akibat persebaran cabai yang begitu luas, maka tidak
bisa digambarkan pusat asalnya di Amerika tropik (Djarwaningsih, 2005)
Cabai diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal abad 15 oleh para pelaut
Portugis.Penyebaran cabai ke seluruh Nusantara dilakukan secara tidak langsung
oleh para pedagang dan pelaut Eropa yang mencari rempah-rempah ke pelosok
Nusantara.Hingga kini, cabai menjadi salah satu bumbu dan rempah khas
Indonesia yang selalu hadir di setiap masakan-masakan Indonesia yang memiliki
cita rasa pedas (Djarwaningsih, 2005).

2.2 Morfologi Cabai Merah ( Capsicum annum L)


1. Akar
Menurut Harpenas (2010) cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk
perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak
menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap
air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang
tanaman. Sedangkan menurut Tjahjadi (2010) akar tanaman cabai tumbuh tegak
lurus ke dalam tanah,berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman
±200 cm serta berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar-akar cabang,
akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar
serabut yang berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa yang rapat.
2. Batang

4
Menurut Tjahjadi (2010) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya
bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman
perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-
buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm dengan diameter data 5-2 cm.
3. Daun
Daun cabai merupakan daun tunggal berwarna hijau sampai hijau tua
dengan helai daun yang bervariasi bentuknya antara lain deltoid, ovate atau 7
lanceolate (IPGRI, 1995). Daun muncul di tunas-tunas samping yang berurutan di
batang utama yang tersusun sepiral (Pratama et al., 2017)
4. Bunga
Bunga cabai merupakan bunga tunggal dan muncul di bagian ujung ruas
tunas, mahkota bunga berwarna putih, kuning muda, kuning, ungu dengan dasar
putih, putih dengan dasar ungu, atau ungu tergantung dari varietas.Bunga cabai
berbentuk seperti bintang dengan kelopak seperti lonceng.Alat kelamin jantan dan
betina terletak di satu bunga sehingga tergolong bunga sempurna.Posisi bunga
cabai ada yang menggantung, horizontal, dan tegak (Pratama et al., 2017).
5. Buah
Buah cabai memiliki plasenta sebagai tempat melekatnya biji.Plasenta ini
terdapat pada bagian dalam buah.Pada umumnya daging buah cabai renyah dan
ada pula yang lunak.Ukuran buah cabai beragam, mulai dari pendek sampai
panjang dengan ujung tumpul atau runcing (Pratama et al., 2017).

2.3 Syarat Tumbuh Cabai Merah (Capsicum annum L)


1) Tanah
Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga ditanam
pada lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan tanah untuk cabai
adalah antara 0-100.Tanaman cabai juga dapat tumbuhdan beradaptasi dengan
baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Ali,
2017). Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan
pH 6-7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan
organik) sangat disukai, (Sunaryono dan Rismunandar, 2007)
2). Iklim

5
Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap
tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-28°C. Pada suhu
tertentu seperti 15°C dan lebih dari 32°C akan menghasilkan buah cabai yang
kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya
terlalu dingin. Tjahjadi (2010) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh
pada musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur.

3). Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah dibawah 1400 m dpl.


Berarti tanaman cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi
(1400 m dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak
mampu berproduksi secara maksimal.

2.4 Bacillus spp.


Bacillus sp. merupakan bakteri berbentuk batang, dengan ukuran 0,3 – 2,2
µm x 127 – 7,0 µm. Sebagian besar Bacillus sp. bersifat motil, bergerak dengan
flagelum lateral yang khas. Dalam keadaan lingkungan yang tidak mendukung
biasanya bakteri ini membentuk endospora. Bakteri ini merupakan bakteri gram
positif, dengan sifat kemoheterotrof. Kemoheterotrof adalah organisme yang
memperoleh sumber energinya dari senyawa kimia, sedangkan sumber nutrisi
untuk metabolismenya berasal dari bahan organik. Jalur metabolisme Bacillus sp.
adalah melalui respirasi aerob, dimana proses perombakan bahan organik menjadi
ATP 7 dibantu oleh adanya oksigen.

6
BAB III
METODELOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan bulan Januari - April 2022 di Laboratorium
Mikrobiologi dan Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, dan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Andalas,
Padang.

3.2 Metode
Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), tujuh perlakuan yaitu konsorsium A (Bacillus toyonensis AGBE2.1 TL+
B. thuringiensis SLBE2.3 BB, konsorsium B (B. toyonensis AGBE2.1 TL + B.
cereus SLBE1.1 BB), konsorsium C (B. thuringiensis SLBE2.3 BB+ B. cereus
SLBE1.1 BB), konsorsium D (B. toyonensis AGBE2.1 TL + B. cereus SLBE1.1
BB + B. thuringiensis SLBE2.3 BB), kontrol positif (tidak diberi S. rolfsii, tidak
diberi konsorsium Bacillus spp.), kontrol negatif (inokulasikan S. rolfsii, tidak
diberi Bacillus spp.), kontrol pembanding (pemberian Mankozeb), masing-
masing diulang tiga kali, dengan jumlah tanaman satu batang cabai per unit
percobaan. Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Least
Significance Differene (LSD) taraf 5%.

1) Persiapan bakteri endofit Bacillus spp.


Isolat murni bakteri endofit Bacilus spp. masing-masing galur (Koleksi Dr.
Yulmira Yanti, SSi, MP.) diremajakan dari microtube dengan cara penggoresan di
medium Jurnal AGRO 9(2), 2022 211 Tryptic Soy Agar (TSA), kemudian
diinkubasi selama 48 jam.

2). Konfirmasi bakteri endofit Bacillis spp.


Dilakukan uji gram dan uji reaksi hipersensitif untuk mengkonfirmasi
Bacillus spp. Larutan KOH diteteskan pada kaca objek dan dicampurkan dengan
satu koloni murni Bacillus spp. (2x24 jam) (Schaad et al., 2001). Uji
Hypersensitive Reaction (HR) lakukan dengan menginfiltrasikan suspensi bakteri

7
endofit Bacillus spp. ke jaringan permukaan bawah daun Mirabilis jalapa
menggunakan spuit 1 ml, kemudian diinkubasi selama 2x24 jam (Schaad et al.,
2001).
3). Perbanyakan bakteri endofit Bacillus spp
Satu koloni biakan murni Bacillus spp. dimasukkan ke 24 ml medium NB,
diinkubasi pada rotary shaker selama 24 jam pada suhu ruang. Konsorsium bakteri
dibuat dengan cara menggabungkan 2 atau 3 Bacillus spp.. Masing-masing 1ml
suspensi bakteri (108 sel ml-1 ) digabungkan dalam kelapa steril serta diinkubasi
selama 48 jam kecepatan 150 rpm (Yanti et al., 2017). kerapatan suspensi
ditentukan melalui perbandingan dengan larutan McFarland (Vajri, 2022).

4). Introduksi konsorsium bakteri endofit Bacillus spp.


Konsorsium bakteri endofit Bacillus sp. diintroduksikan pada saat
penyemaian dan penanaman dengan cara melakukan perendaman benih dan
perendaman bibit pada suspensi konsorsium bakteri endofit (kepadatan populasi
108 sel ml-1 ) selama 15 menit.

5). Inokulasi S. rolfsii pada tanaman cabai


Inokulasi S. roflsii yang diperbanyak pada media CMS sebanyak 50
g/polibag ditaburkan di sekitar lubang tanam, kemudian ditutup dengan selapis
tipis tanah.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. yang diintroduksi pada tanaman
cabai mampu memperpanjang masa inkubasi rebah kecambah pada bibit tanaman
cabai. Semua perlakuan konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. berbeda nyata
terhadap masa inkubasi penyakit rebah kecambah pada benih cabai dibandingkan
dengan kontrol dan Mancozeb. Konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. mampu
memperlambat masa inkubasi penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh S.
rolfsii dibandingkan dengan kontrol, kecuali konsorsium SLBE2.3 BB + SLB1.1
BB. Tiga konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. yaitu AGBE2.1 TL + SLBE2.3
BB, konsorsium AGBE2.1 TL + SLBE1.1 BB dan konsorsium AGBE2.1 TL +
SLBE2.3 BB + SLBE1.1 BB tidak bergejala hingga akhir pengamatan ratarata
masa inkubasi 0,00 dibanding dengan kontrol yaitu dengan rata-rata masa
inkubasi 14,44 hari setelah inkubasi (hsi) dan pemberian fungisida Mancozeb
yaitu 15,91 hsi.
Introduksi konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. terhadap bibit tanaman
cabai mampu menurunkan persentase serangan rebah kecambah pada bibit cabai
(pre emergence damping off). Semua konsorsium Bacillus spp. berbeda nyata
antar perlakuan terhadap persentase serangan rebah kecambah pada bibit
cabaidengan efektivitas 100%.
Konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB,
konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. cereus SLBE1.1 BB dan konsorsium
B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB+ B. cereus SLBE1.1
BB efektif dalam menekan penyakit rebah kecambah dan busuk pangkal batang
yang disebabkan Sclerotium rolfsiii pada tanaman cabai dengan tingkat efektivitas
sebesar 100%.

4.2 Pembahasan
Konsorsium Bacillus spp. yang diintroduksi pada cabai memperlihatkan
hasil berbeda nyata dengan kontrol dan Mancozeb, introduksi konsorsium
Bacillus spp. pada tanaman cabai terbukti dapat menekan S. rolfsii yang terlihat

9
pada masa inkubasi, kejadian penyakit serta tingkat keparahan penyakit pada
tanaman cabai.
Introduksi konsorsium Bacillus spp. pada tanaman cabai menunjukkan
adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap keparahan penyakit busuk batang
cabai. Konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. terbaik dalam menekan kejadian
penyakit busuk pangkal batang adalah konsorsium AGBE2.1 TL + SLBE2.3 BB,
konsorsium AGBE2.1 TL + SLBE1.1 BB, dan konsorsium AGBE2.1 TL +
SLBE2.3 BB + SLBE1.1 BB dengan efektivitas 100%. Perlakuan konsorsium
SLBE2.3 BB + SLBE1.1 BB memiliki efektivitas 66,66%. Sementara untuk
perlakuan fungisida Mancozeb hanya memiliki efektivitas sebesar 33,34%.
Introduksi konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. pada tanaman cabai
dapat menekan serangan S. rolfsii pada fase pembibitan baik pada masa pre-
emergence maupun pada masa post-emergence. Konsorsium Bacillus spp. dapat
menekan keparahan serta kejadian penyakit busuk pangkal batang dibandingkan
kontrol negatif dan pembanding. Hal tersebut diduga konsorsium Bacillus spp.
mempunyai kemampuan untuk bekerja secara sinergis dalam mengendalikan
serangan patogen yang menyebabkan rebah kecambah dan busuk pangkal batang
pada tanaman cabai. Hal ini didukung (Bashan et al., 2014) yang menyatakan
bahwa konsorsium bakteri yang berinteraksi secara sinergis menghasilkan
pengendalian patogen tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan aplikasi
bakteri tunggal.
(Roekhan et al., 2020) juga menyatakan bahwa C. Hal tersbut merupakan
bukti bahwa bahwa terjadi interaksi saling mendukung antar mikroba antagonis
dalam menghambat perkembangan C. capsici. Selanjutnya Yanti et al. (2020) juga
melaporkan tanaman cabai yang diintroduksi dengan konsorsium B.
pseudomycoides SLBE3.1 AP, B. thuringiensis SLBE2.3 BB dan B. toyonensis
AGBE2.1 TL efektif memperlama masa inkubasi, kejadian penyakit dan
keparahan penyakit antraknosa pada tanaman cabai.

10
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB,
konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. cereus SLBE1.1 BB dan konsorsium
B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB+ B. cereus SLBE1.1
BB efektif dalam menekan penyakit rebah kecambah dan busuk pangkal batang
yang disebabkan Sclerotium rolfsiii pada tanaman cabai dengan tingkat efektivitas
sebesar 100%.

5.2 Saran
Perlu dilakukan uji lebih lanjut bakteri lain dalam menekan penyakit rebah
kecambah dan busuk pangkal batang pada tanaman cabai.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2017). Budidaya Tanaman Cabai Rawit.

Dilla, A., Ulfa, M., Fitri, W., & Advinda, L. (2022). Isolasi Jamur Sclerotium
rolfsii Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat. Prosiding
Seminar Nasional Biologi, 2(2), 581–588.

Djarwaningsih, T. (2005). Capsicum spp.(Cabai): Asal. Persebaran dan Nilai


Ekonomi. Biodiversitas, 6(4), 292–296.

Harpenas, A., & Dermawan, R. (2010). Budi daya cabai unggul. PT Niaga
Swadaya.

Kusandriani, Y., & Muharam, A. (2005). Produksi benih cabai.

Roekhan, A., Dayanti, A. I., Oktaviani, R., Dewi, F. S., & Anastasya, N. A.
(2020). Kemampuan Multifungsi Bakteri Kitinolitik Ub Forest pada
Budidaya Kedelai. Bakteri Kitinolitik.

Vajri, I. Y. (2022). Efektivitas Beberapa Bakteri Rizosfer Penghasil Kristal


Protein Dari Beberapa Jenis Tanaman Terhadap Hama Spodoptera Litura
F.(Lepidoptera: Noctuidae). Jurnal SOMASI (Sosial Humaniora
Komunikasi), 3(2), 47–62.

12

Anda mungkin juga menyukai