UNTUK PENGENDALIAN
PENYAKIT REBAH KECAMBAH DAN BUSUK BATANG
(Sclerotium rolfsii) PADA TANAMAN CABAI
DOSEN PENGAMPU:
FADHLIANI, S.T.,M.Si
Disusun oleh:
ANDIKA RAYA NASUTION (200310189)
AET : 2 BIOTEKNOLOGI
Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah pengendalian terpadu
hama penyakit tanaman ini tepat waktu. Shalawat berangkaikan salam kita
haturkan kepada Baginda Rasulullah saw. Beserta keluarga dan sahabat beliau
yang telah membawa kita ke alam yang penuh ilmu pengetahuan sehingga kita
dapat memiliki kecerdasan dan kemampuan.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Bioteknologi Pertanian dengan judul laporan
“Konsorsium Bacillus spp. Untuk Pengendalian Penyakit Rebah Kecambah Dan
Busuk Batang (Sclerotium rolfsii) Pada Tanaman Cabai”. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pemanfaatan bakteri dalam
bioteknologi pertanian bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Fadhliani, S.T.,M.Si, Selaku
dosen Bioteknologi Pertanian yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah yang saya
tekuni.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tidak terganggu oleh proteksi silang, teknik pengaplikasiannya sederhana,
pengendalian bersifat permanen, tidak menimbulkan pencemaran dan bersifat
ramah lingkungan. (Kumar & Jagadeesh, 2016). Aplikasi konsorsium mikroba
efektif sebagai konsorsium bakteri endofit mampu berperan sebagai agen
biokontrol serta pemacu pertumbuhan tanaman (Munif et al., 2015). Konsorsium
bakteri dapat memberikan berbagai mekanisme pengendalian secara bersama
dalam mengendalikan patogen sehingga akan lebih efektif (James et al., 2003).
Konsorsium mikroba bersifat antagonistik, kompetisi, mikroparasit, menginduksi
ketahanan tanaman dan mensintesis fitohormon (Nurhayati, 2011) pengendali
berbagai penyakit tanaman hortikultura (Silaban et al., 2015).
1.2 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari makalah ini yakni untuk mendapatkan
konsorsium Bacillus spp. Terbaik dalam mengendalikan Sclerotium rolfsii
penyebab rebah kecambah dan busuk pangkal batang tanaman cabai.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
dilanjutkan dengan penggunaan teknologi pasca panen akan membuka lapangan
pekerjaan baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga kerja yang menguasai
Teknologi dalam usaha tani cabai yang berwawasan agribisnis dan agroindustry
(Pratama et al., 2017).
Cabai (Capsicum annum Linnaeus) merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika tropik seperti Meksiko, Bolivia, Peru, dan Guatemala (Pratama et al.,
2017).Negara - negara tersebut memiliki iklim yang tidak jauh berbeda dengan 3
Indonesia.Cabai sudah dimanfaatkan sejak 7000 SM oleh suku Indian sebagai
bumbu masakan.Bagi suku Indian, cabai merupakan jenis tumbuhan yang sangat
dihargai dan menempati urutan kedua setelah jagung dan ubi kayu. Selain itu,
cabai juga mempunyai peranan penting dalam upacara keagamaan dan kultur
budaya orangorang Indian. Akibat persebaran cabai yang begitu luas, maka tidak
bisa digambarkan pusat asalnya di Amerika tropik (Djarwaningsih, 2005)
Cabai diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal abad 15 oleh para pelaut
Portugis.Penyebaran cabai ke seluruh Nusantara dilakukan secara tidak langsung
oleh para pedagang dan pelaut Eropa yang mencari rempah-rempah ke pelosok
Nusantara.Hingga kini, cabai menjadi salah satu bumbu dan rempah khas
Indonesia yang selalu hadir di setiap masakan-masakan Indonesia yang memiliki
cita rasa pedas (Djarwaningsih, 2005).
4
Menurut Tjahjadi (2010) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya
bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman
perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-
buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm dengan diameter data 5-2 cm.
3. Daun
Daun cabai merupakan daun tunggal berwarna hijau sampai hijau tua
dengan helai daun yang bervariasi bentuknya antara lain deltoid, ovate atau 7
lanceolate (IPGRI, 1995). Daun muncul di tunas-tunas samping yang berurutan di
batang utama yang tersusun sepiral (Pratama et al., 2017)
4. Bunga
Bunga cabai merupakan bunga tunggal dan muncul di bagian ujung ruas
tunas, mahkota bunga berwarna putih, kuning muda, kuning, ungu dengan dasar
putih, putih dengan dasar ungu, atau ungu tergantung dari varietas.Bunga cabai
berbentuk seperti bintang dengan kelopak seperti lonceng.Alat kelamin jantan dan
betina terletak di satu bunga sehingga tergolong bunga sempurna.Posisi bunga
cabai ada yang menggantung, horizontal, dan tegak (Pratama et al., 2017).
5. Buah
Buah cabai memiliki plasenta sebagai tempat melekatnya biji.Plasenta ini
terdapat pada bagian dalam buah.Pada umumnya daging buah cabai renyah dan
ada pula yang lunak.Ukuran buah cabai beragam, mulai dari pendek sampai
panjang dengan ujung tumpul atau runcing (Pratama et al., 2017).
5
Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap
tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-28°C. Pada suhu
tertentu seperti 15°C dan lebih dari 32°C akan menghasilkan buah cabai yang
kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya
terlalu dingin. Tjahjadi (2010) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh
pada musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur.
6
BAB III
METODELOGI
3.2 Metode
Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), tujuh perlakuan yaitu konsorsium A (Bacillus toyonensis AGBE2.1 TL+
B. thuringiensis SLBE2.3 BB, konsorsium B (B. toyonensis AGBE2.1 TL + B.
cereus SLBE1.1 BB), konsorsium C (B. thuringiensis SLBE2.3 BB+ B. cereus
SLBE1.1 BB), konsorsium D (B. toyonensis AGBE2.1 TL + B. cereus SLBE1.1
BB + B. thuringiensis SLBE2.3 BB), kontrol positif (tidak diberi S. rolfsii, tidak
diberi konsorsium Bacillus spp.), kontrol negatif (inokulasikan S. rolfsii, tidak
diberi Bacillus spp.), kontrol pembanding (pemberian Mankozeb), masing-
masing diulang tiga kali, dengan jumlah tanaman satu batang cabai per unit
percobaan. Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Least
Significance Differene (LSD) taraf 5%.
7
endofit Bacillus spp. ke jaringan permukaan bawah daun Mirabilis jalapa
menggunakan spuit 1 ml, kemudian diinkubasi selama 2x24 jam (Schaad et al.,
2001).
3). Perbanyakan bakteri endofit Bacillus spp
Satu koloni biakan murni Bacillus spp. dimasukkan ke 24 ml medium NB,
diinkubasi pada rotary shaker selama 24 jam pada suhu ruang. Konsorsium bakteri
dibuat dengan cara menggabungkan 2 atau 3 Bacillus spp.. Masing-masing 1ml
suspensi bakteri (108 sel ml-1 ) digabungkan dalam kelapa steril serta diinkubasi
selama 48 jam kecepatan 150 rpm (Yanti et al., 2017). kerapatan suspensi
ditentukan melalui perbandingan dengan larutan McFarland (Vajri, 2022).
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. yang diintroduksi pada tanaman
cabai mampu memperpanjang masa inkubasi rebah kecambah pada bibit tanaman
cabai. Semua perlakuan konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. berbeda nyata
terhadap masa inkubasi penyakit rebah kecambah pada benih cabai dibandingkan
dengan kontrol dan Mancozeb. Konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. mampu
memperlambat masa inkubasi penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh S.
rolfsii dibandingkan dengan kontrol, kecuali konsorsium SLBE2.3 BB + SLB1.1
BB. Tiga konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. yaitu AGBE2.1 TL + SLBE2.3
BB, konsorsium AGBE2.1 TL + SLBE1.1 BB dan konsorsium AGBE2.1 TL +
SLBE2.3 BB + SLBE1.1 BB tidak bergejala hingga akhir pengamatan ratarata
masa inkubasi 0,00 dibanding dengan kontrol yaitu dengan rata-rata masa
inkubasi 14,44 hari setelah inkubasi (hsi) dan pemberian fungisida Mancozeb
yaitu 15,91 hsi.
Introduksi konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. terhadap bibit tanaman
cabai mampu menurunkan persentase serangan rebah kecambah pada bibit cabai
(pre emergence damping off). Semua konsorsium Bacillus spp. berbeda nyata
antar perlakuan terhadap persentase serangan rebah kecambah pada bibit
cabaidengan efektivitas 100%.
Konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB,
konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. cereus SLBE1.1 BB dan konsorsium
B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB+ B. cereus SLBE1.1
BB efektif dalam menekan penyakit rebah kecambah dan busuk pangkal batang
yang disebabkan Sclerotium rolfsiii pada tanaman cabai dengan tingkat efektivitas
sebesar 100%.
4.2 Pembahasan
Konsorsium Bacillus spp. yang diintroduksi pada cabai memperlihatkan
hasil berbeda nyata dengan kontrol dan Mancozeb, introduksi konsorsium
Bacillus spp. pada tanaman cabai terbukti dapat menekan S. rolfsii yang terlihat
9
pada masa inkubasi, kejadian penyakit serta tingkat keparahan penyakit pada
tanaman cabai.
Introduksi konsorsium Bacillus spp. pada tanaman cabai menunjukkan
adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap keparahan penyakit busuk batang
cabai. Konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. terbaik dalam menekan kejadian
penyakit busuk pangkal batang adalah konsorsium AGBE2.1 TL + SLBE2.3 BB,
konsorsium AGBE2.1 TL + SLBE1.1 BB, dan konsorsium AGBE2.1 TL +
SLBE2.3 BB + SLBE1.1 BB dengan efektivitas 100%. Perlakuan konsorsium
SLBE2.3 BB + SLBE1.1 BB memiliki efektivitas 66,66%. Sementara untuk
perlakuan fungisida Mancozeb hanya memiliki efektivitas sebesar 33,34%.
Introduksi konsorsium bakteri endofit Bacillus spp. pada tanaman cabai
dapat menekan serangan S. rolfsii pada fase pembibitan baik pada masa pre-
emergence maupun pada masa post-emergence. Konsorsium Bacillus spp. dapat
menekan keparahan serta kejadian penyakit busuk pangkal batang dibandingkan
kontrol negatif dan pembanding. Hal tersebut diduga konsorsium Bacillus spp.
mempunyai kemampuan untuk bekerja secara sinergis dalam mengendalikan
serangan patogen yang menyebabkan rebah kecambah dan busuk pangkal batang
pada tanaman cabai. Hal ini didukung (Bashan et al., 2014) yang menyatakan
bahwa konsorsium bakteri yang berinteraksi secara sinergis menghasilkan
pengendalian patogen tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan aplikasi
bakteri tunggal.
(Roekhan et al., 2020) juga menyatakan bahwa C. Hal tersbut merupakan
bukti bahwa bahwa terjadi interaksi saling mendukung antar mikroba antagonis
dalam menghambat perkembangan C. capsici. Selanjutnya Yanti et al. (2020) juga
melaporkan tanaman cabai yang diintroduksi dengan konsorsium B.
pseudomycoides SLBE3.1 AP, B. thuringiensis SLBE2.3 BB dan B. toyonensis
AGBE2.1 TL efektif memperlama masa inkubasi, kejadian penyakit dan
keparahan penyakit antraknosa pada tanaman cabai.
10
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB,
konsorsium B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. cereus SLBE1.1 BB dan konsorsium
B. toyonensis AGBE2.1 TL+ B. thuringiensis SLBE2.3 BB+ B. cereus SLBE1.1
BB efektif dalam menekan penyakit rebah kecambah dan busuk pangkal batang
yang disebabkan Sclerotium rolfsiii pada tanaman cabai dengan tingkat efektivitas
sebesar 100%.
5.2 Saran
Perlu dilakukan uji lebih lanjut bakteri lain dalam menekan penyakit rebah
kecambah dan busuk pangkal batang pada tanaman cabai.
11
DAFTAR PUSTAKA
Dilla, A., Ulfa, M., Fitri, W., & Advinda, L. (2022). Isolasi Jamur Sclerotium
rolfsii Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat. Prosiding
Seminar Nasional Biologi, 2(2), 581–588.
Harpenas, A., & Dermawan, R. (2010). Budi daya cabai unggul. PT Niaga
Swadaya.
Roekhan, A., Dayanti, A. I., Oktaviani, R., Dewi, F. S., & Anastasya, N. A.
(2020). Kemampuan Multifungsi Bakteri Kitinolitik Ub Forest pada
Budidaya Kedelai. Bakteri Kitinolitik.
12