MAKALAH
OLEH:
JULPAIDUK SITINJAK
170301240
HPT
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Hama Pada Tanaman Cabai (Capssicum annum L.)” yang merupakan salah
satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian mata kuliah Hama dan
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ameilia
Zuliyanti Siregar, S.Si., M.Sc., Ph.D selaku dosen mata kuliah Hama dan Penyakit
Tanaman Hortikultura serta kepada abang dan kakak asisten yang telah membantu
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, sayuran termasuk dalam
komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Nilai jual sayuran khususnya cabai
(Capsicum annum L.) sangat dipengaruhi oleh kualitas hasil panennya, khususnya
penampilan visual produk. Di antara komoditas sayuran, cabai merupakan sayuran
yang memiliki potensi ekonomi tertinggi, dan areal pertanaman cabai termasuk
yang terluas di antara sayuran lainnya (Darmawan dan Pasandaran 2000).
Penurunan produktivitas cabai merah disebabkan oleh faktor berikut antara
lain anomali iklim, serangan hama dan penyakit, bencana alam di wilayah sentra
produksi cabai merah dan penurunan minat petani untuk menanam cabai.
Penurunan produksi cabai merah yang disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit merupakan faktor yang sebenarnya dapat dihindari apabila pengetahuan
mengenai penanggulangan serangan hama dan penyakit diketahui dengan baik.
Sebab, kerugian berupa kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh serangan hama
dan penyakit dapat mencapai nilai sebesar 80-100%, contoh serangan penyakit
antraknose dapat menyebabkan kerugian 20-50% (Girsang 2008).
Penelitian lain menemukan bahwa sebagian petani dalam upaya
mengendalikan OPT cabai agar berhasil, telah mencampurkan 3-7 jenis pestisida,
menyemprotkannya dengan interval 2-3 hari sekali, sehingga jumlah
penyemprotan dalam 1 musim tanam cabai dapat mencapai 15-30 kali. Dengan
cara pengendalian OPT seperti itu, dapat dipastikan telah terjadi multi dampak
penggunaan pestisida yang tidak memenuhi kaidah-kaidah sistem pengendalian
hama terpadu (PHT). Dampak negatif penggunaan pestisida sintetik telah banyak
dilaporkan, antara lain timbulnya resistensi, resurgensi, polusi lingkungan,
matinya serangga nontarget seperti musuh alami seperti parasitoid dan predator
serta serangga polinasi, menurunnya kesuburan tanah akibat terbunuhnya
mikroorganisme tanah yang bermanfaat termasuk organisme pengurai, dan
tercemarnya ekosistem tanah dan perairan (Bakhsh et al. 2009).
Menumpuknya pestisida kimia dalam jaringan tubuh organisme dapat
terjadi melalui rantai makanan contohnya adalah pencemaran DDT pada
Crassostrea Virginia. Masyarakat yang hidup di sekitar teluk yang terkontaminasi
DDT mempunyai resiko tinggi terhadap kesehatan apabila mengkonsumsi kerang
yang dapat mempengaruhi sistem saraf estrogenik karena DDT dapat terakumulasi
melalui rantai makanan maka cenderung lebih terkonsentrasi pada organisme yang
menenmpati piramida makanan yang lebih tinggi. Manusia adalah salah satu
contoh makhluk hidup yang menempati piramida makanan yang lebih tinggi
sehingga menyebabkan manusia rawan teracuni oleh pestisida (Sinulingga, 2006).
Salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menerapkan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian Hama
Terpadu merupakan konsepsi pengendalian hama yang akrab lingkungan, yang
berusaha mendorong berperannya musuh alami dan merupakan cara pengendalian
non kimia lainnya. Dalam implementasinya, pestisida hanya digunakan kalau
memang diperlukan dan penggunaannya dilakukan secara selektif. Oleh karena itu
mutu produksi sayuran dapat meningkat karena bebas dari residu pestisida
(Pasetriyani, 2010).
BAB II
PEMBAHASAN
Gejala serangan lalat buah pada buah cabai ditandai dengan ditemukannya
titik hitam pada pangkal buah. Jika buah dibelah, di dalamnya ditemukan larva
lalat buah. Serangga betina dewasa meletakkan telur di dalam buah cabai, yaitu
dengan cara menusukkan ovipositornya pada pangkal buah muda (masih hijau).
Selanjutnya telur akan menetas menjadi larva di dalam buah cabai sehingga buah
membusuk dan gugur.
Serangan berat terjadi pada musim hujan. Hal ini disebabkan oleh bekas
tusukan ovipositor terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah yang terserang
cepat membusuk dan gugur. Pada siang hari, serangga dewasa sering dijumpai
pada daun atau bunga cabai. Lalat buah bersifat polifag, selain menyerang buah
cabai juga menyerang buah lainnya seperti mangga, belimbing, pisang, apel, dan
jeruk. Larva yang panjang sekitar 6-8 mm, mampu melenting dengan lincah
menggunakan ujung tubuhnya yang lancip. Pada serangan lanjut, buah cabai akan
gugur. Selanjutnya larva keluar dari buah dan membentuk pupa di dalam tanah.
- Cara Pengendalian Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel)
Secara mekanik dilakukan dengan mengumpulkan semua buah cabai yang
rontok kemudian dibakar, karena larva di dalam buah cabai akan berubah
jadi pupa yang akhirnya menjadi lalat buah baru. Dengan cara ini, siklus
hidup lalat buah akan terputus.
Penggunaan atraktan yang berbahan aktif metyl eugenol, caranya
diteteskan pada kapas dan dimasukkan ke dalam botol bekas air mineral.
Penggunaan perangkap ini dimaksudkan untuk menekan serangan lalat
buah.
Pemasangan perangkap ini dilakukan sebulan setelah tanaman cabai
ditanam. Jumlah perangkap yang diperlukan 40 buah/ha, dengan dosis 1
ml/perangkap. Dua minggu sekali, perlu ditambahkan lagi atraktan
tersebut. Pemasangan atraktan ini dilakukan sampai akhir panen.
Pemanfaatan musuh alami antara lain parasitoid larva dan pupa (Biosteres
sp, Opius sp), predator semut, Arachnidae (laba – laba), Staphylinidae
(kumbang) dan Dermatera (Cecopet).
Secara kultur teknis dapat dilakukan dengan melakukan rotasi tanaman
dengan tanaman jagung, tomat, dll.
Pengendalian secara kimiawi dilakukan apabila cara – cara pengendalian
lainnya tidak dapat menekan populasi hama. Pestisida yang digunakan
harus efektif, terdaftar dan sesuai anjuran.
Penggunaan insektisida secara berselang-seling. Insektisida yang dapat
dipilih antara lain yang berbahan aktif alfasipermetrin, betasiflutrin, dan
deltametrin. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari ketika sayap lalat
buah masih basah sehingga menyulitkan dirinya untuk terbang. Untuk
meningkatkan efikasi insektisida dapat ditambah dengan bahan perekat
perata.
Bakhsh, A, Rao, AQ, Shahid, AA, Husnain, T & Riazuddin, S 2009, ‘Insect
resistance and risk assessment studies in advance lines of Bt cotton
harboring Cry1Ac and Cry2A genes’, American-Eurasian Journal of
Agricultural and Environmental Sciences, vol. 6, no. 1, pp. 1-11.
Berke T, Black L.L., Talekar N.S., Wang J.F., Gniffke P., Green S.K., Wang T.C.,
Morris R. 2005. Suggested Cultural Principles for Chili Pepper. Taiwan:
AVRDC – The World Vegetable Center.
Girsang Erik Melpin. 2008. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai
(Capsicum annuum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknose dengan
Pemakaian Mulsa Plastik [Skripsi] Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sinulingga, 2006. Telaah residu Organoklor pada Wortel (Daucus carota L.)
Dikawasan Sentra Kabupaten Karo Sumatera Utara. Jurnal Sistem Teknik
Industri 7(1):92-97.