Anda di halaman 1dari 17

PENGENDALIAN EFEKTIF MENGATASI HAMA PADA TANAMAN

CABAI (Capssicum annum L.)

MAKALAH

OLEH:
JULPAIDUK SITINJAK
170301240
HPT

MATA KULIAH HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN HORTIKULTURA


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat pada

waktunya.

Adapun judul dari laporan ini adalah “Pengendalian Efektif Mengatasi

Hama Pada Tanaman Cabai (Capssicum annum L.)” yang merupakan salah

satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian mata kuliah Hama dan

Penyakit Tanaman Hortikultura Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ameilia

Zuliyanti Siregar, S.Si., M.Sc., Ph.D selaku dosen mata kuliah Hama dan Penyakit

Tanaman Hortikultura serta kepada abang dan kakak asisten yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat

bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, sayuran termasuk dalam
komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Nilai jual sayuran khususnya cabai
(Capsicum annum L.) sangat dipengaruhi oleh kualitas hasil panennya, khususnya
penampilan visual produk. Di antara komoditas sayuran, cabai merupakan sayuran
yang memiliki potensi ekonomi tertinggi, dan areal pertanaman cabai termasuk
yang terluas di antara sayuran lainnya (Darmawan dan Pasandaran 2000).
Penurunan produktivitas cabai merah disebabkan oleh faktor berikut antara
lain anomali iklim, serangan hama dan penyakit, bencana alam di wilayah sentra
produksi cabai merah dan penurunan minat petani untuk menanam cabai.
Penurunan produksi cabai merah yang disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit merupakan faktor yang sebenarnya dapat dihindari apabila pengetahuan
mengenai penanggulangan serangan hama dan penyakit diketahui dengan baik.
Sebab, kerugian berupa kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh serangan hama
dan penyakit dapat mencapai nilai sebesar 80-100%, contoh serangan penyakit
antraknose dapat menyebabkan kerugian 20-50% (Girsang 2008).
Penelitian lain menemukan bahwa sebagian petani dalam upaya
mengendalikan OPT cabai agar berhasil, telah mencampurkan 3-7 jenis pestisida,
menyemprotkannya dengan interval 2-3 hari sekali, sehingga jumlah
penyemprotan dalam 1 musim tanam cabai dapat mencapai 15-30 kali. Dengan
cara pengendalian OPT seperti itu, dapat dipastikan telah terjadi multi dampak
penggunaan pestisida yang tidak memenuhi kaidah-kaidah sistem pengendalian
hama terpadu (PHT). Dampak negatif penggunaan pestisida sintetik telah banyak
dilaporkan, antara lain timbulnya resistensi, resurgensi, polusi lingkungan,
matinya serangga nontarget seperti musuh alami seperti parasitoid dan predator
serta serangga polinasi, menurunnya kesuburan tanah akibat terbunuhnya
mikroorganisme tanah yang bermanfaat termasuk organisme pengurai, dan
tercemarnya ekosistem tanah dan perairan (Bakhsh et al. 2009).
Menumpuknya pestisida kimia dalam jaringan tubuh organisme dapat
terjadi melalui rantai makanan contohnya adalah pencemaran DDT pada
Crassostrea Virginia. Masyarakat yang hidup di sekitar teluk yang terkontaminasi
DDT mempunyai resiko tinggi terhadap kesehatan apabila mengkonsumsi kerang
yang dapat mempengaruhi sistem saraf estrogenik karena DDT dapat terakumulasi
melalui rantai makanan maka cenderung lebih terkonsentrasi pada organisme yang
menenmpati piramida makanan yang lebih tinggi. Manusia adalah salah satu
contoh makhluk hidup yang menempati piramida makanan yang lebih tinggi
sehingga menyebabkan manusia rawan teracuni oleh pestisida (Sinulingga, 2006).
Salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menerapkan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian Hama
Terpadu merupakan konsepsi pengendalian hama yang akrab lingkungan, yang
berusaha mendorong berperannya musuh alami dan merupakan cara pengendalian
non kimia lainnya. Dalam implementasinya, pestisida hanya digunakan kalau
memang diperlukan dan penggunaannya dilakukan secara selektif. Oleh karena itu
mutu produksi sayuran dapat meningkat karena bebas dari residu pestisida
(Pasetriyani, 2010).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hama Thrips (Thrips parvispinus Karny)

Hama thrips menyebabkan pucuk dan daun muda mengeriting berubah


warna menjadi keperakan sebelum akhirnya mengering dan rontok. Hama yang
berwarna abu-abu atau coklat ini memiliki ukuran yang sangat kecil, hanya1-1,5
mm. Hama ini menyerang tanaman dengan menghisap cairan permukaan bawah
daun (terutama daun-daun muda). Serangan ditandai dengan adanya bercak
keperak - perakkan. Daun yang terserang berubah warna menjadi coklat tembaga,
mengeriting atau keriput dan akhirnya mati. Pada serangan berat menyebabkan
daun, tunas atau pucuk menggulung ke dalam dan muncul benjolan seperti tumor,
pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil bahkan pucuk tanaman menjadi mati
(Berke et al, 2005).
Hama ini merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Pada
musim kemarau perkembangan hama sangat cepat, sehingga populasi lebih tinggi
sedangkan pada musim penghujan populasinya akan berkurang karena banyak
thrips yang mati akibat tercuci oleh air hujan. Hama ini bersifat polifag dengan
tanaman inang utama cabai, bawang merah, bawang daun, jenis bawang lainnya
dan tomat, sedangkan tanaman inang lainnya tembakau, kopi, ubi jalar, waluh,
bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili Crusiferae, Crotalaria dan kacang-
kacangan.
Pada musim kemarau perkembangannya sangat cepat sehingga
populasinya lebih tinggi. Penyebarannya sangat terbantu oleh angin, karena
Thrips dewasa tidak bisa terbang dengan sempurna. Pada musim hujan
populasinya relatif rendah karena banyak Thrips yang mati tercuci oleh curah
hujan. Pada kondisi ekosistem yang masih seimbang, populasi hama Thrips di
alam dikendalikan oleh musuh alami.
- Cara Pengendalian Hama Thrips :
 Secara mekanik dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa
tanaman inang hama Thrips yang ada di sekitar areal pertanaman cabai.
 Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat mencegah hama Thrips
mencapai tanah untuk menjadi pupa sehingga daur hidup Thrips akan
terputus.
 Pemasangan mulsa jerami di musim kemarau akan meningkatkan populasi
predator di dalam tanah yang pada akhirnya akan memangsa hama Thrips
yang akan berpupa di dalam tanah.
 Secara biologis dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami. Musuh
alami hama Thrips yang potensial antara lain, kumbang Coccinellidae,
kepik Anthocoridae, kumbang Staphylinidae, dan larva Chrysopidae.
 Pengendalian secara kimia dapat dilakukan pada tingkat kerusakan
daun/tanaman contoh sekitar 15%, dengan insektisida yang berbahan aktif
fipronil atau diafenthiuron seperti Padan 50 SP, Dicarzol 25 SP, Decis 2,5
EC, Fenthrin 50 EC dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya.
Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore hari.

B. Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel)

Gejala serangan lalat buah pada buah cabai ditandai dengan ditemukannya
titik hitam pada pangkal buah. Jika buah dibelah, di dalamnya ditemukan larva
lalat buah. Serangga betina dewasa meletakkan telur di dalam buah cabai, yaitu
dengan cara menusukkan ovipositornya pada pangkal buah muda (masih hijau).
Selanjutnya telur akan menetas menjadi larva di dalam buah cabai sehingga buah
membusuk dan gugur.
Serangan berat terjadi pada musim hujan. Hal ini disebabkan oleh bekas
tusukan ovipositor terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah yang terserang
cepat membusuk dan gugur. Pada siang hari, serangga dewasa sering dijumpai
pada daun atau bunga cabai. Lalat buah bersifat polifag, selain menyerang buah
cabai juga menyerang buah lainnya seperti mangga, belimbing, pisang, apel, dan
jeruk. Larva yang panjang sekitar 6-8 mm, mampu melenting dengan lincah
menggunakan ujung tubuhnya yang lancip. Pada serangan lanjut, buah cabai akan
gugur. Selanjutnya larva keluar dari buah dan membentuk pupa di dalam tanah.
- Cara Pengendalian Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel)
 Secara mekanik dilakukan dengan mengumpulkan semua buah cabai yang
rontok kemudian dibakar, karena larva di dalam buah cabai akan berubah
jadi pupa yang akhirnya menjadi lalat buah baru. Dengan cara ini, siklus
hidup lalat buah akan terputus.
 Penggunaan atraktan yang berbahan aktif metyl eugenol, caranya
diteteskan pada kapas dan dimasukkan ke dalam botol bekas air mineral.
Penggunaan perangkap ini dimaksudkan untuk menekan serangan lalat
buah.
 Pemasangan perangkap ini dilakukan sebulan setelah tanaman cabai
ditanam. Jumlah perangkap yang diperlukan 40 buah/ha, dengan dosis 1
ml/perangkap. Dua minggu sekali, perlu ditambahkan lagi atraktan
tersebut. Pemasangan atraktan ini dilakukan sampai akhir panen.
 Pemanfaatan musuh alami antara lain parasitoid larva dan pupa (Biosteres
sp, Opius sp), predator semut, Arachnidae (laba – laba), Staphylinidae
(kumbang) dan Dermatera (Cecopet).
 Secara kultur teknis dapat dilakukan dengan melakukan rotasi tanaman
dengan tanaman jagung, tomat, dll.
 Pengendalian secara kimiawi dilakukan apabila cara – cara pengendalian
lainnya tidak dapat menekan populasi hama. Pestisida yang digunakan
harus efektif, terdaftar dan sesuai anjuran.
 Penggunaan insektisida secara berselang-seling. Insektisida yang dapat
dipilih antara lain yang berbahan aktif alfasipermetrin, betasiflutrin, dan
deltametrin. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari ketika sayap lalat
buah masih basah sehingga menyulitkan dirinya untuk terbang. Untuk
meningkatkan efikasi insektisida dapat ditambah dengan bahan perekat
perata.

C. Hama Tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks)

Tungau menyerang daun-daun muda dengan cara menghisap cairan


tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi
abnormal dan perubahan warna seperti daun menebal dan berubah warna menjadi
tembaga atau kecokelatan. Daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah,
menyusut dan keriting. Tunas dan bunga gugur. Serangan berat terjadi pada
musim kemarau, biasanya serangan bersamaan dengan serangan Thrips dan kutu
daun.
Gejala umum adalah tepi daun keriting menghadap ke bawah seperti
bentuk sendok terbalik dan terjadi penyempitan daun. Daun yang terserang
berwarna keperakan pada permukaan bawah daun. Daun menjadi menebal dan
kaku, pertumbuhan pucuk tanaman terhambat. Gejala ini tampak dalam waktu
yang relatif cepat, 8 - 10 hari setelah terinfeksi oleh beberapa ekor tungau, daun-
daun akan menjadi cokelat. Pada 4 - 5 hari kemudian pucuk-pucuk tanaman
seperti terbakar dan pada serangan yang berat pucuk tanaman akan mati, buah
cabai menjadi kaku, permukaan kasar dan bentuk terganggu. Serangan berat
terjadi pada musim kemarau (Firmansyah, 2013).
- Cara Pengendalian Hama Tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks)
 Secara mekanik dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa
tanaman inang hama tungau. Diusahakan pertanaman cabai tidak
berdekatan dengan pertanaman singkong yang merupakan inang potensial
hama tungau.
 Tanaman yang terserang berat dicabut atau pucuk-pucuknya dipotong
kemudian dikumpulkan dan dibakar.
 Secara biologis dengan pemanfaatan musuh alami yaitu predator
Ambhyseins cucumeris.
 Pengendalian secara kimia dapat dilakukan pada tingkat kerusakan
daun/tanaman contoh sekitar 15 %, dengan menggunakan akarisida, antara
lain; yang berbahan aktif amitraz, abamektin, dikofol, atau propargit.

D. Hama Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz.)

Kutu daun persik dapat menyebabkan kerugian secara langsung, yaitu


mengisap cairan tanaman. Tanaman yang terserang daunnya menjadi keriput dan
terpuntir, dan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (kerdil). Kerusakan pada
daun muda yang menyebabkan bentuk daun keriput menghadap ke bawah adalah
ciri spesifik gangguan kutu daun. Bagian daun bekas tempat isapan kutu daun
berwarna kekuningan. Populasi kutu daun yang tinggi dapat menyebabkan
klorosis dan daun gugur, juga ukuran buah menjadi lebih kecil (Piay, 2010).
Kutu daun menghasilkan cairan embun madu yang dapat menjadi tempat
untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada permukaan daun dan buah.
Selain itu, kutu daun persik dapat menyebabkan kerugian secara tidak langsung,
karena perannya sebagai vektor penyakit virus. Penyakit virus yang dapat
ditularkan oleh kutu daun persik pada tanaman cabai merah, antara lain penyakit
virus menggulung daun kentang (PLRV) dan penyakit virus kentang Y (PVY).
Pada kondisi ekosistem yang masih seimbang, beberapa musuh alami di lapangan
sangat potensial dalam mengurangi populasi kutu daun.
Tanaman inangnya lebih dari 400 jenis, dengan inang utama pada sayuran
adalah cabai, kentang dan tomat. Kutu ini dapat berperan sebagai vektor lebih dari
90 jenis virus penyakit pada sekitar 30 famili tanaman antara lain meliputi jenis
kacang-kacangan, bit-gula, tebu, kubis-kubisan, tomat, kentang, jeruk dan
tembakau. Populasi hama ini dapat meningkat pada musim kemarau, seballiknya
pada musim hujan populasi akan turun (Meilin, 2014).
- Cara Pengendalian Hama Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz.)
 Secara mekanik dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa
tanaman inang kutu daun yang ada di sekitar areal pertanaman cabai.
 Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat mengurangi masuknya kutu
daun dari luar pertanaman cabai.
 Secara kultur teknis dengan melakukan engaturan pola tanam, misalnya
tumpangsari dengan bawang daun, pola tumpang gilir dengan bawang
merah, tanaman bawang dapat bersifat sebagai pengusir hama kutu daun.
 Secara biologis dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami. Musuh alami
tersebut antara lain: parasitoid Aphidius sp., kumbang macan Menochillus
sp., dan larva Syrphidae, Ischiodon scutellaris.
 Pengendalian secara kimia dapat dilakukan pada tingkat kerusakan
daun/tanaman contoh sekitar 15%, dengan insektisida yang berbahan aktif
fipronil atau diafenthiuron. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore
hari.

E. Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci)


Kutu kebul adalah hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis
tanaman dan tersebar sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis atau
subtropis (Suharto, 2007). Gejala serangan pada daun berupa bercak nekrotik,
disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan
serangga dewasa. Pada saat populasi tinggi, serangan kutu kebul dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Embun muda yang dikeluarkan oleh kutu
kebul dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam, menyerang
berbagai stadia tanaman. Keberadaan embun jelaga menyebabkan terganggunya
proses fotosintesis pada daun.
Telur Bemisia tabaci berbentuk elips dengan panjang sekitar 0,2-0,3 mm.
Telur biasanya berada di permukaan bawah daun. Pada suhu dari 26-320C masa
inkubasi berlangsung selama 4-6 hari, sedangkan pada suhu 18-220C meningkat
menjadi 10-16 hari. Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi
virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun
yang sehat. Rata-rata banyaknya telur pada daun yang telah terserang virus adalah
77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir (Suharto, 2007).
Kisaran inang serangga ini cukup luas dan dapat mencapai populasi yang
besar dalam waktu yang cepat apabila kondisi lingkungan menguntungkan.
Beberapa tanaman pertanian yang menjadi inang kutu kebul adalah kentang,
timun, melon, labu, terong, cabai, lettuce dan brokoli. Selain kerusakan langsung
oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat bertindak
sebagai vektor virus. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang ditularkan oleh
kutu kebul antara lain Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus, Carlavirus,
Potyvirus, Rod-shape DNA Virus.
- Cara Pengendalian Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
 Secara mekanis melakukan sanitasi lingkungan sekitar tanaman cabai
 Secara biologis dengan pemanfaatan musuh alami, seperti predator,
parasitoid dan patogen serangga. Predator yang diketahui efektif terhadap
kutu kebul, antara lain Menochilus sexmaculatus (mampu memangsa larva
Bemisia tabaci sebanyak 200 – 400 larva/hari),Coccinella septempunctata,
Scymus syriacus, Chrysoperla carnea, Scrangium parcesetosum, Orius
albidipennis, dll. Parasitoid yang diketahui efektif menyerang B.tabaci
adalah Encarcia adrianae (15 spesies), E.Tricolor, Eretmocerus corni (4
spesies), sedangkan jenis patogen yang menyerang B. Tabaci , antara lain
Bacillus thuringiensis, Paecilomyces farinorus dan Eretmocerus.
 Secara kultur teknis melakukan tumpangsari antara cabai dengan Tagetes,
penanaman jagung disekitar tanaman cabai sebagai tanaman perangkap.
Atau dengan sistem pergiliran tanaman (rotasi) dengan tanaman bukan
inang, seperti tanaman kentang dan mentimun.
 Penggunaan pestisida selektif sebagai alternatif terakhir antara lain
Permethrin, Amitraz, Fenoxycarb, Imidacloprid, Bifenthrin, Deltamethrin,
Buprofezin, Endosulphan dan asefat.

F. Hama Kutu Daun (Aphis gossypii)

Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau. Bagian tanaman


yang diserang oleh nimfa dan imago biasanya pucuk tanaman dan daun muda.
Daun yang diserang akan mengkerut, mengeriting dan melingkar, menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat dan tanaman menjadi kerdil. Hama ini juga
mengeluarkan cairan manis seperti madu, yang biasanya disebut dengan embun
madu. Embun madu menarik datangnya semut dan cendawan jelaga. Adanya
cendawan pada buah dapat menurunkan kualitas buah (Meilin, 2014).
Aphid juga dapat berperan sebagai vektor virus (50 jenis virus) seperti,
Papaya Ringspot Virus, Watermelon Mosaic Virus, Cucumber Mosaic Virus
(CMV). Penyebaran hama ini sangat luas, meliputi daerah beriklim tropis dan
sedang kecuali Canada bagian utara dan Asia bagian utara. Kisaran inang dari
hama ini cukup luas, seperti tanaman dari family Fabaceaae (Legumes, Lucerne),
Solanaceae, Cucurbitaceae dan asteraceae. Kutu daun menyebabkan kerusakan
yang cukup serius pada beberapa tanaman sayuran, seperti asparagus, cabai,
terong dan okra. Selain tanaman sayuran, kutu daun juga menyebabkan kerusakan
yang cukup parah pada jeruk, kapas dan melon (Phanias, 2018).
Di daerah, seperti Indonesia kutu daun berkembang biak secara
pertenogenetik, yaitu embrio berkembang di dalam tubuh induknya tanpa perlu
adanya pembuahan dari serangga jantan, Nimfa yang dilahirkan dari induknya
akan menjadi dewasa dalam waktu satu minggu dan telah siap untuk melahirkan
generasi baru. Jika populasinya cukup tinggi, sebagian nimfa akan segera menjadi
imago yang bersayap sehingga akan mempercepat penyebaran populasi (Iskandar,
2002).
- Cara Pengendalian Hama Kutu Daun (Aphis gossypii)
 Pengendalian dapat dilakukan dengan menginfestasikan musuh alami
seperti, parasitoid Aphelinus gossypi (Timberlake), Lysiphlebus
testaceipes (Cresson), predator Coccinella transversalis atau cendawan
entomopatogen Neozygites fresenii .

G. Ulat Penggerek Buah (Helicoverpa armigera Hubner)


Buah cabai merah yang terserang ulat penggerek buah menunjukkan gejala
berlubang dan tidak laku di pasaran. Jika buah dibelah, di dalamnya terdapat ulat.
Hama ulat buah menyerang buah cabai dengan cara mengebor dinding buah cabai
sambil memakannya. Umumnya instar pertama ulat penggerek buah menyerang
buah yangmasih hijau. Pada musim hujan, serangan ulat penggerek buah ini akan
terkontaminasi oleh cendawan, sehingga buah yang terserang akan membusuk.
Hama ulat penggerek buah bersifat polifag, inang selain cabai yaitu tomat
dan kedelai. Hama ini tersebar luas di Indonesia dari dataran rendah sampai
dataran tinggi. Pada stadia ulat dewasa akan turun ke dalam tanah dan berubah
menjadi kepompong. Beberapa saat kemudian kepompong menjadi ngengat,
ngengat betina dapat bertelur sampai 1000 butir selama hidupnya.
-) Cara Pengendalian Ulat Penggerek Buah (Helicoverpa armigera Hubner)
 Secara mekanik dilakukan dengan membersihkan buah-buah cabai yang
terserang kemudian dibakar.
 Secara kultur teknik yaitu pengaturan pola tanam, dimana tidak menanam
cabai pada lahan bekas tanaman tomat dan kedelai.
 Secara biologis dengan penggunaan musuh alami yang menyerang hama
ulat buah, antara lain parasitoid telur Trichogramma nana, parasitoid larva
Diadegma argenteopilosa, dan cendawan Metharrhizium.
 Penggunaan insektisida kimia. Insektisida yang dapat dipilih antara lain
yang berbahan aktif emamektin benzoat 5% atau lamda sihalotrin 25 g/lt.
Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada m alam hari dengan ditambah
bahan perekat perata.
BAB III
KESIMPULAN
1. Secara umum pengendalian efektif hama pada tanaman cabai dilakukan
dengan cara mekanis, cara biologis (musuh alami), cara kultur teknis
(pergiliran tanaman/sistem tumpang sari), dan langkah terakhir yaitu
dengan kimiawi (pestisida) dengan anjuran dosis yang sesuai agar tidak
ada sisa residu pada tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhsh, A, Rao, AQ, Shahid, AA, Husnain, T & Riazuddin, S 2009, ‘Insect
resistance and risk assessment studies in advance lines of Bt cotton
harboring Cry1Ac and Cry2A genes’, American-Eurasian Journal of
Agricultural and Environmental Sciences, vol. 6, no. 1, pp. 1-11.

Berke T, Black L.L., Talekar N.S., Wang J.F., Gniffke P., Green S.K., Wang T.C.,
Morris R. 2005. Suggested Cultural Principles for Chili Pepper. Taiwan:
AVRDC – The World Vegetable Center.

Darmawan A. Delima, E. Pasandaran. 2000. Dynamics of Vegetable Production,


Distribution and Consumption in Indonesia. Asia Vegetable Research and
Development Center Publication. No. 00-489. 2000. Hlm. 139-173.

Firmansyah, E.Arief. 2013. Pembangunan Basis Pengetahuan Hama Dan Penyakit


Cabai Merah (Capsicum annum L.)Tropika. Departemen Teknik Mesin
dan Biosistem Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Girsang Erik Melpin. 2008. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai
(Capsicum annuum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknose dengan
Pemakaian Mulsa Plastik [Skripsi] Medan: Universitas Sumatera Utara.

Iskandar, H. 2002. Bertanam Cabai. Jakarta: PT.Balai Pustaka.

Meilin, A. 2014. Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta


Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.

Pasetriyani, 2010. Pengendalian Hama Tanaman Sayuran Dengan Cara Murah,


Mudah, Efektif Dan Ramah Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas
Bandung Raya. Bandung.

Phanias, E. D. 2018. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


Berbasis Ramah Lingkungan Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.).
Universitas Palangkaraya. Kalimantan.
Piay SS. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annum L.).
Ungaran: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Sinulingga, 2006. Telaah residu Organoklor pada Wortel (Daucus carota L.)
Dikawasan Sentra Kabupaten Karo Sumatera Utara. Jurnal Sistem Teknik
Industri 7(1):92-97.

Suharto. 2007. Pengenalan dan Pengendalian Hama Tanaman Pangan.


Yogyakarta: Penerbit Andi.

Surahmat, F. 2011. Pengelolaan Tanaman Cabai Keriting Hibrida Tm 999


(Capsicum annum) Secara Konvensional Dan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT). Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai