Anda di halaman 1dari 4

JENIS HAMA DAN PENYAKIT PENTING MENYERANG JERUK KOTO TINGGI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Syafril Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat P.O. Box 34, Padang PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk merupakan salah satu komoditas unggulan yang dibudidayakan masyarakat petani nagari Koto Tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai penunjang perekonomian rumah tangga mereka. Menurut laporan Dinas Pertanian Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2006, nagari Koto Tinggi memiliki kebun jeruk yang terluas mencapai 294 hektar atau lebih dari separoh luasan jeruk di Kabupaten ini yaitu 557,62 hektar (Distan Lima Puluh Kota, 2006). Kualitas jeruk daerah ini lebih baik dibandingkan dengan jeruk daerah lainnya di Sumatera Barat, hal ini terutama disebabkan oleh tempat tumbuhnya pada dataran tinggi yang mempunyai suhu udara yang dingin (terutama pada malam hari). Namun bila dilihat dari produktivitas, produksi yang didapatkan oleh petani masih rendah sekitar 18 ton/ha. Sedangkan bila dibudidayakan dengan baik dapat memberikan hasil 40-50 ton/ha/tahun dengan masa umur produktif cukup panjang mencapai 25-30 tahun. Rendahnya hasil tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bibit yang kurang baik dan gangguan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang mengganggu antara lain hama kutu daun hitam (Toxoptera aurantii), kutu daun hijau (Myzus persicae), Aphis gossypii), thrips (Scirtothrips citri), tungau karat (Phyllocoptura oleivera Ashmed), penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora spp, diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat), embun tepung (Oidium tingitanium), antraknose (Collectotrichum Gloesporioides Penz) dan embun jelaga (Capnodium citri Berk. & Desm). Di kebun jeruk yang dipelihara dengan baik masih terlihat serangan hama dan penyakit dengan kategori ringan sampai sedang, sedangkan pada kebun yang kurang terpelihara, tingkat serangan sudah menunjukkan kategori berat. Upaya pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani sampai saat ini adalah lebih dominan menggunakan pestisida kimia yang diaplikasikan berdasarkan ujicoba sendiri. Hal ini dapat berakibat matinya musuh alami dan mendorong terjadinya kerusakan lingkungan serta peledakkan populasi hama pada kurun waktu mendatang. HAMA UTAMA DAN PENGENDALIANNYA Jenis hama utama yang menyerang tanaman jeruk di nagari Koto Tinggi, antara lain : a. Hama Thrips (Scirtothrips citri), Populasi hama Thrips dijumpai cukup tinggi mencapai 40-50 ekor per batang tanaman (Tabel 1). Hal ini dapat membahayakan pertanaman jeruk, mulai dari daun sampai buahnya. Keberadaan dan serangan hama Thrips jarang diketahui secara baik oleh petani karena ukurannya relatif kecil dan bersembunyi dibalik helaian daun, kelopak bunga, putik dan buah. Hama thrips sangat cepat berkembang biak. Pada kondisi yang menguntungkan satu thrips betina mampu bertelur 200-250 butir. Telur berukuran sangat kecil, biasanya diletakkan pada jaringan daun muda, tangkai kuncup dan buah. Nimfa instar pertama berbentuk seperti kumparan, berwarna putih jernih dan mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna merah, aktif bergerak memakan jaringan tanaman, mendekati perubahan ke instar 2 warnanya berubah menjadi kuning kehijauan dengan ukuran 0,4 mm. Pada instar kedua thrips aktif bergerak mencari tempat yang terlindung dekat urat daun, lekukan-lekukan di permukaan bawah daun. Pada instar terakhir thrips biasanya mencari tempat di tanah atau serasah dibawah kanopi tanaman sampai membentuk pre pupa dan pupa. Ukuran thrips betina berkisar0,7-0,9 mm, sedangkan thrips jantan lebih pendek. Perkembangan dalam 1 tahun mencapai 8-12 generasi. Pada musim kemarau, perkembangan telur sampai dewasa berlangsung 13-15 hari dan lama hidup thrips dewasa berkisar 15-20 hari.

Fase kritis tanaman dan saat pemantauan populasi adalah pada saat tanaman berbunga sampai berbuah hingga umur buah 2-3 bulan. Disamping itu perlu juga dilakukan pemantauan pada tunas, daun muda dan tangkai daun. Gejala serangan terlihat penebalan pada daun yang terserang, kedua sisi daun agak menggulung (melengkung) ke atas dan pertumbuhannya tidak normal. Serangan pada buah terjadi pada fase bunga, pada putik terlihat bekas luka berwarna coklat keabu-abuan yang disertai dengan garis nekrotis di sekeliling luka, tampak di permukaan kulit buah di sekeliling tangkai atau melingkar pada sekeliling kulit buah. Dari hasil penelitian kerusakan hama ini dapat menurunkan kualitas hasil mencapai 30-60%. Tindakan pengendalian lebih diarahkan kepada penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu mengkombinasikan beberapa komponen teknologi yang sinergis, seperti pemanfaatan musuh alami Coccinellide dan melaksanakan pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS) secara berkelompok. Tindakan pengendalian dengan insektisida kimia dianjurkan kepada penggunaan insektisida selektif seperti Imidakloprid. Tabel 1. Populasi dan intensitas serangan hama jeruk di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Gunung Emas Kab. 50 Kota Pada Tahun 2006. Intensitas Populasi Jenis Hama e/btg Serangan (%) Thrips (Scirtothrips citri) 40-50 25,0 Kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) Tungau (Phyllocoptura oleivera Ashmed) Keterangan : +++ = populasi sangat tinggi. 50-100 20-30 e/btg = ekor/batang 30,0 15,75

Keterangan (Kategori) +++ +++ +++

b. Kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) Populasi kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) relatif tinggi mencapai 50-100 ekor per batang tanaman (Tabel 1). Keadaan ini dapat menyebabakan daun-daun muda dan kuncup daun maupun bunga menjadi kering akibat dihisapnya, sehingga pembentukan daun-daun baru terhalang dan akan mengganggu serta mengurangi foto sintesa. Daun yang terserang akan tertutup oleh embun jelaga dan berakibat buruk terhadap kelangsungan proses fotosintesa dan berpengaruh negatif terhadap mutu buah yang dihasilkan. Secara umum kutu daun hitam berukuran 1-6 mm, tubuh lunak seperti buah per, mobilitas rendah dan pada umumnya hidup berkoloni. Perkembangan optimum terjadi pada saat tanaman bertunas. Siklus hidup satu generasi berlangsung selama 6-8 hari pada suhu 25 0C dan 3 minggu pada suhu 15 0C. Bentuk kutu kadang-kadang bersayap, kadang-kadang tidak (sesuai dengan ketersediaan makanan, apabila makanan kurang tersedia maka sering bersayap untuk mempermudah mobilitasnya, perkembang biakan bisa secara seksual atau aseksual, menetap atau berpindah-pindah tempat. Pada daerah tropis yang perbedaan musimnya kurang tegas, kutu ini tinggal pada inangnya selama setahun sebagai betina-betina yang vivivar partenogenesis. Kutu dewasa biasanya berpindah tempat untuk menghasilkan keturunan baru dan membentuk koloni baru. Gejala serangan dijumpai adanya embun madu yang dihasilkan kutu melapisi permukaan daun dan dapat meransang peretumbuhan jamur (embun jelaga), disamping itu kutu juga mengeluarkan toksin melalui salivanya sehingga menimbulkan gejala kerdil, deformasi dan terbentuk puru pada helaian daun. Keberadaan kutu daun juga berpotensi sebagai vektor virus penyebab penyakit Virus. Tindakan utama yang harus dilakukan terhadap populasi hama kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) adalah monitoring pada tunas-tunas muda. Pengendalian dilakukan apabila populasi hama dinilai sudah menghambat atau merusak pertunasan tunas. Ambang kendali 25-30 ekor viruliverous. Secara alami kutu ini dikendalikan oleh predator-predator dari famili Syrphidae, Coccinellidae, Chrysopidae. Secara kimiawi, dengan menggunakan insektisida berbahan aktif Dimathoate, Alfametrin, Abamectin dan Sipermetrin secara penyemprotan terbatas pada tunas-tunas yang terserang atau dengan sistim saputan batang dengan insektisida Imidakloprid. c. Tungau Karat (Phyllocoptura oleivera Ashmed) Hama tungau yang dijumpai menyerang tanaman jeruk adalah tungau karat (Phyllocoptura oleivera Ashmed). Tungau karat merusak dengan cara memasukkan cheliceral stylet dalam sel tanaman dan mengisap cairan tanaman. Imago berwarna kuning sampai orange, ukuran panjang 0,2 mm. Telur diletakkan pada permukaan daun dan buah, lama siklus hidup dari telur sampai imago 7-10

hari pada musim panas atau 14 hari pada kondisi dingin. Imago betina hidup kurang dari 20 hari dan salama masa hidupnya mampu bertelur sebanyak 20 butir. Serangan terutama terjadi pada buah muda, mulai dari buah yang sebesar kacang dan kerusakan akan tampak setelah buah berukuran sebesar kelereng. Lapisan epidermis kulit buah ikut rusak dan seiring dengan membesarnya buah maka akan tampak gejala bekas tusukan pada buah, walaupun hama tungaunya sudah tidak ada. Pada tingkat serangan berat (parah) selain cabang, daun dan buah muda, buah yang masak bisa juga terserang. Serangan awal pada buah menimbulkan gejala warna buah keperakkan. Pada fase selanjutnya buah yang terserang warnanya berubah menjadi coklat sampai ungu kehitaman. Serangan berat dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter, bobot dan kandungan nutrisi buah serta mengakibatkan terjadinya keguguran buah lebih dini. Pada populasi hama yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan buah yang parah mencapai 90%, dan menurunkan harga jual hingga 50%. Khloropil daun yang dihisap oleh tungau menimbulkan bintik-bintik kelabu dan keperakan. Serangan lebih parah dapat terjadi pada musim kering dimana kelembaban dalam tanaman menurun. Pada kondisi tersebut kombinasi dari efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan daun serta dapat mengakibatkan ranting muda mati. Tindakan utama yang harus dilakukan terhadap populasi hama tungau adalah monitoring pada permukaan daun bagian tas dan bawah serta pada permukaan kulit buah. Secara alami populasi tungau dikendalikan oleh musuh alami seperti predator Amblyseius citri, agensia hayati seperti entomopatogen Hirsutella sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pengendalian penyakit pada tanaman jeruk dengan fungisida berbahan aktif sulfur seperti Maneb, Mankozeb, Zineb ataupun bubur California dapat mengendalikan populasi hama tungau. Jenis Musuh Alami Jenis musuh alami yang dijumpai adalah jenis predator laba-laba dan kumbang macan Coccinella sp dengan tingkat populasi relatif rendah. Sedangkan musuh alami lainnya seperti parasit, jamur patogen tidak dijumpai. Hal ini diduga terutama disebabkan oleh pemakaian pestisida yang tidak selektif oleh petani. Penyakit utama yang dijumpai menyerang tanaman jeruk di Koto Tinggi adalah: a. Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat), Intensitas serangan penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat) mencapai 20% dengan kategori serangan sedang (Tabel 2). Jenis diplodia yang dijumpai adalah diplodia kering dengan tanda-tanda serangan kulit batang atau cabang tanaman yang terserang tidak mengeluarkan blendok/gummosis, kulit yang terserang mudah terkelupas. Bila kondisi tidak menguntungkan, maka pathogen penyakit dapat membentuk struktur tahan. Pada kondisi kelembaban, nutrisi, dan suhu tinggi, pathogen akan segera berkecambah dan melakukan penetrasi kedalam jaringan tanaman. Perbedaan kondisi suhu lingkungan yang sangat tinggi antara siang dan malam terutama pada musim kemarau akan memperlemah tanaman sehingga mudah terserang penyakit Diplodia. Beberapa teknologi pengendalian yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan kebun, memangkas bagian tanaman yang sakit, menjaga kebersihan alat-alat pertanian dengan alkohol 70% atau Sodium hipoklorit 10%, pelaburan batang dan dahan tanaman jeruk dengan residu bubur California. b. Penyakit Busuk pangkal batang (Phytophthora spp), Serangan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora spp tergolong kategori serangan rendah, dengan intensitas serangan berkisar 5-10% (Tabel 2). Penyakit busuk pangkal batang dapat dikenali dengan adanya gejala busuk akar dan gummosis encer pada permukaan kulit pangkal batang. Pembusukan dimulai dari pangkal batang dekat permukaan tanah sampai setinggi 40 cm. Jaringan yang terserang akan berubah warna, lama-lama kulit tersebut terkelupas dan akan jatuh sehingga menyebabkan luka lebar. Pada keadaan serangan yang parah, luka terjadi disekeliling pangkal batang, akhirnya tanaman akan mati. Menurut Mutia et al. 2004, jamur Phytophthora spp bersifat polyfag dan dapat bertahan di dalam tanah dalam bentuk sporangium dan spora kembara (Klamidiospora). Jamur dipecahkan oleh terpaan air hujan dan menginfeksi melalui luka alami, luka karena alat pertanian ataupun luka karena serangga. Perkembangan penyakit lebih cepat pada temperatur tanah yang tinggi, pH tanah yang agak masam (6,0-6,5), tanah yang lembab dan pada curah hujan yang tinggi.

Pengendalian secara terpadu lebih diutamakan guna memperoleh hasil yang maksimal seperti: !) Memakai batang bawah yang tahan, misalnya Cleopatra mandarin; 2) menjaga sanitasi kebun; 3) pemantauan dini, bila ada gejala serangan kulit terinfeksi dikelupaskan dengan pisau dan dioles dengan Mankozeb; 4) memperbaiki drainase kebun; dan 5) pelaburan bubur California c. Penyakit Embun tepung (Oidium tingitanium), Penyakit embun tepung memperlihatkan intensitas serangan yang cukup tinggi mencapai 40,0% (Tabel 2). Jamur yang berbentuk tepung berwarna putih menyerang permukaan daun yang dapat menyebabkan daun mongering. Fase keritis serangan penyakit adalah pada fase pertunasan dan daun muda yang sedang tumbuh. Buah muda yang terserang mudah gugur. Penyebaran dan perkembangan penyakit terutama terjadi pada hari dan cuaca yang cukup lembab yang diikuti oleh sinaran matahari selama beberapa jam pada musim penghujan. Tabel 2. Itensitas serangan penyakit jeruk di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Gunung Emas Kab. 50 Kota Pada Tahun 2006. Jenis Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat), Busuk pangkal batang (Phytophthora spp) Embun tepung (Oidium tingitanium), Embun jelaga (Capnodium citri Berk. & Desm) Antraknose (Collectotrichum gloesporioides Penz) Keterangan : S = sedang R = ringan Intensitas Serangan (%) 20,0 10,0 40,0 25,0 20,0 Keterangan (Kategori) S R S S S

Upaya pengendalian yang disarankan adalah: 1) melakukan pemangkasan tunas yang terserang; 2) melakukan penyemprotan menjelang bertunas dan diulang pada saat daun muda dengan fungisida seperti Siprokonozal, Propineb, dan Benomil. d. Penyakit Embun jelaga (Capnodium citri Berk. & Desm), Serangan penyakit embun jelaga mencapai intensitas 25,0 % dengan kategori serangan sedang (Tabel 2). Penyakit ini dapat menyerang daun, ranting dan buah sehingga bagian tanaman yang terserang kelihatan dilapisi oleh kumpulan jamur berwarna hitam. Pada musim kering kumpulan jamur mudah terkelupas dan diterbangkan oleh angin kepada tanaman yang sehat. Buah yang terserang ditutupi oleh lapisan jamur, biasanya ukurannya lebih kecil dan terlambat matang. Jamur Capnodium citri lebih cepat berkembangnya dengan adanya sekresi embun madu yang dihasilkan oleh hama kutu daun sebagai medium pertumbuhannya. Tindakan pengendalian penyakit jamur Capnodium citri dapat dilakukan dengan cara mengendalikan populasi hama kutu-kutu daun (aphis) dan penyemprotan detergen 5% sebanyak dua kali sebulan. Penyakit Antraknose (Collectotrichum gloesporioides Penz). Penyakit Antraknose disebabkan oleh jamur Collectotrichum gloesporioides lebih dominant menyerang daun, ranting tanaman, dan buah. Gejala serangan terlihat adanya bercak berwarna coklat sampai hitam dan merata sehingga ujung tunas menjadi coklat. Bagian nekrotik hitam berkembang ke pangkal yang menyebabkan mati pucuk (die back). Serangan pada tanaman dewasa menyebabkan ranting mati, dan serangan pada buah menyebabkan bercak coklat kemerahan yang pada akhirnya bagian buah yang terserang menjadi cekung. Penyebaran penyakit dapat melalui air hujan, air pengairan dan udara (angin). Hasil pengamatan menunjukkan tingkat serngan penyakit Antraknose men-capai 20,0 % atau dengan kategori sedang (Tabel 2). Hal ini menandakan perlunya tindakan pengendalian yang tepat guna mencegah dan mengurangi serangan kepada tanaman yang sehat. Tindakan pengendalian penyakit Antraknose dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti: 1) membuang dan membakar bagian tanaman yang terinfeksi; 2) menyemprot tanaman dengan fungisida berbahan aktif Benomyl; 3) mencuci buah yang tercemar pada saat panen untuk mencegah penetrasi pada kulit buah. e.

Anda mungkin juga menyukai