Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Alat Pengendalian OPT pada Palawija


Untuk memenuhi mata kuliah Alat dan Mesin Pertanian

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.

Disusun Oleh:
Imma Rafiana
H0717070

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola pengendalian hama di tingkat petani secara evolusi dalam hubungannya dengan
budidaya tanaman pada umumnya melalui beberapa tahapan (Untung 2006). Tahapan
permulaan, sebagian besar petani mengusahakan lahan pertaniannya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Pada tahapan ini petani tidak menggunakan masukan produksi seperti
pupuk dan pestisida kimia, sehingga produktivitasnya masih rendah. Cara pengendalian
hama yang biasa dilakukan pada saat itu dengan cara mekanik, fisik atau bercocok tanam.
Pada tanaman kedelai tahapan ini berlaku hingga akhir tahun 1960 an.
Tahap berikutnya adalah “budidaya secara intensif”, pada tahap ini usaha tani telah
berkembang, lahan menjadi luas dengan tujuan memperoleh tingkat produktivitas tinggi.
Hasil pertanian dipasarkan di dalam atau luar negeri. Perubahan tujuan dari tahapan
permulaan ke tahapan intensif mengakibatkan penggunaan teknologi modern semakin
intensif termasuk penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Pada tahapan ini petani
memperoleh peningkatan produksi yang nyata. Kenyataan ini semakin mendorong
peningkatan penggunaan pestisida dan masukan produksi lainnya.
Tahapan kritis, setelah beberapa waktu petani berada pada tahap eksploitasi, semakin
dirasakan bahwa untuk memperoleh hasil pengendalian yang sama diperlukan penggunaan
pestisida kimia yang semakin sering dengan dosis yang terus meningkat. Biaya pengendalian
hama semakin meningkat dan keuntungan yang diperoleh semakin menurun. Kondisi ini
disebut tahap kritis.
Tahapan kritis yang berkelanjutan akan memasuki tahap yang tidak diinginkan yaitu
tahapan bencana. Pada tahapan ini pengendalian hama dengan pestisida sudah tidak lagi
mendatangkan keuntungan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian hama untuk
membeli pestisida semakin meningkat, tetapi serangan hama tidak semakin berkurang
bahkan terus meningkat. Petani berusaha meningkatkan frekuensi dan dosis penyemprotan.
Pada daerah yang petaninya mempunyai kemampuan modal yang cukup, hampir 90% petani
menggunakan insektisida kimia sebagai alat utama untuk mengendalikan hama. Di beberapa
daerah ada yang sangat intensif menggunakan insektisida dengan dosis dan frekuensi tinggi
dan ada pula yang kurang atau di bawah dosis yang dianjurkan. Kedua cara tersebut
berdampak negatif, selanjutnya hama tidak dapat terkendali dengan baik karena timbulnya
masalah resistensi pada hama sasaran dan resurgensi (Marwoto 2009).
Tindakan yang dapat dibenarkan dalam usaha pengelolaan hama terpadu adalah
tindakan pengendalian hama dengan pestisida kimia berdasarkan ada tidaknya hama atau
berdasarkan ambang kendali. Tindakan pencegahan akan memboroskan penggunaan
pestisida kimia yang harganya mahal, sedangkan tindakan pengendalian berdasarkan gejala
kerusakan yang terjadi sering terlambat sehingga populasi hama sukar dikendalikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah OPT pada tanaman palawija?
2. Bagaimana cara pengendalian OPT pada tanaman palawija?
C. Tujuan
1. Mengetahui OPT pada tanaman palawija
2. Mengetahui cara pengendalian OPT pada tanaman palawija
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis OPT pada Tanaman Palawija


1. Kelompok Hama Tanaman
Kelompok hama tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang
penyebabnya dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : ulat, tungau, belalang, dll.
Hama tanaman yang sering menimbulkan kerugian pada budidaya palawija , antara lain:
a. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Serangga dewasa berupa ngengat yang aktif terbang pada malam hari. Tubuh
serangga dewasa keabu-abuan dengan sayap berwarna kelabu dengan tanda hitam
coklat. Ulat berwarna hitam keabu-abuan, aktif merusak tanaman pada malam hari
dan kadang-kadang bersifat kanibal. Gejala serangannya ditandai dengan adanya
tanaman muda yang patah atau tangkai daunnya terpotong.
b. Uret (Holotrichia sp.)
Serangga dewasa berupa kumbang berwarna coklat dengan panjang tubuh ± 2,5 cm.
Kepala larva berwarna putih kemerahan dan ciri khas larva uret perutnya dalam
posisi membengkok. Gejala serangan ditandai dengan adanya tanaman muda yang
roboh karena dipotong pangkal batangnya. Pada ubi kentang terdapat lubang-lubang
yang tidak beraturan.
c. Orong-orong (Gryllotalpa sp.)
Serangga berwarna coklat kehitaman menyerupai cengkerik dengan sepasang kaki
depan yang kuat. Sifatnya sangat polifag, memakan akar, umbi, ubi dan tanaman
muda. Gejala serangan ditandai dengan tanaman atau tangkai daun rebah, karena
pangkalnya dipotong. Pada ubi kentang terdapat lubang-lubang.
d. Penggerek Ubi  Kentang/Penggulung Daun  Kentang  (Phthorimaea operculella)
Serangga dewasa berupa ngengat kecil yang berukuran 1-1,5 cm berwarna coklat
kelabu dan aktif pada malam hari. Larva berwarna putih kelabu. Gejala serangan
pada daun ditandai adanya daun menggulung dan berwarna coklat atau merah tua.
Serangan pada ubi ditandai dengan adanya kotoran di sekitar mata tunas. Bila ubi
yang terserang dibelah, maka akan terlihat lorong-lorong (liang korokan) larva.
e. Lalat Pengorok Daun (Liriomyza sp.)
Serangga dewasa lalat pengorok daun berupa lalat kecil yang berukuran ±2 mm.
Larva aktif mengorok dan membuat lubang pada jaringan daun. Gejala serangan
ditandai adanya bintik-bintik putih dan alur korokan yang berwarna putih pada
permukaan daun.
f. Oteng-oteng (Epilachna sparsa)
Serangga dewasa oteng-oteng berupa kumbang kecil yang panjangnya ± 1 cm,
berwarna merah dengan bintik-bintik hitam. Stadia larva pada punggungnya terdapat
duri-duri seperti landak. Pada stadia larva ini yang paling merusak. Larva dan
serangga dewasa memakan permukaan daun bagian atas dan bawah sedangkan
lapisan epidermis dan tulang daun ditinggalkan.
g. Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Serangga dewasa berupa ngengat berwarna coklat. Larva/ulat mempunyai warna
yang bervariasi, tetapi mempunyai ciri khas yaitu noktah hitam pada segmen
abdomen keempat dan kesepuluh yang menyerupai kalung. Hama ini bersifat polifag.
Gejala serangan oleh larva instar muda ditandai daun-daun berlubang dan epidermis
bagian atas ditinggalkan, sedangkan ulat yang sudah dewasa memakan seluruh
bagian daun termasuk tulang daun dan buah dimakan. Hampir semua tanaman
diserang oleh hama ini.
h. Wereng Kapas (Empoasca sp.)
Wereng kapas berukuran sangat kecil, gerakannya sangat gesit terutama jika
terganggu. Hama ini mengisap cairan tanaman yang menyebabkan tanaman menjadi
lemah. Gejala serangannya berupa bintik-bintik pada daun terutama pada permukaan
daun bagian atas.
i. Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
Serangga dewasa kutu kebul berwarna putih dengan sayap jernih, dengan ukuran
tubuh berkisar antara 1-1,5 mm. Serangga dewasa biasanya berkelompok dalam
jumlah banyak di bawah permukaan daun. Bila tanaman tersentuh serangga akan
berterbangan seperti kabut atau kebul putih. Ada dua spesies kutu kebul yang umum
menyerang tanaman sayuran, yaitu Bemisia tabaci yang berukuran tubuh lebih kecil
dan Trialeurodes vaporariorum yang ukuran tubuhnya lebih besar. Kutu kebul
mengisap cairan daun dan eksresinya menghasilkan embun madu yang menjadi
media tumbuhnya penyakit embun jelaga. Kutu kebul  merupakan vektor penyakit
virus kuning (virus gemini) yang menyerang tanaman cabai dan kacang-kacangan.
j. Kutu Ddaun   Persik   (Myzus    persicae)   dan   Kutu Daun   Kapas   (Aphis
gossypii)
Ada dua spesies kutu daun yang umum menyerang tanaman kentang, yaitu : (a) kutu
daun persik (Myzus persicae) dan (b) kutu daun kapas (Aphis gossypii). Secara
langsung gejala serangan kutu daun menyebabkan daun yang terserang berkeriput,
kekuningan, terpuntir, pertumbuhan tanaman terhambat, layu lalu mati. Secara tidak
langsung kutu daun adalah sebagai vektor beberapa jenis penyakit virus.
k. Trips (Thrips palmi)
Spesies trips yang umum menyerang tanaman cabai dan mentimun ialah Thrips
palmi. Panjang tubuh serangga dewasa ± 8-9 mm. Nimfa trips tidak bersayap,
sedangkan serangga dewasanya bersayap seperti jumbai (sisir bersisi dua). Gejala
serangan ditandai dengan adanya warna keperak-perakan pada bagian bawah daun,
daun mengeriting atau keriput.
l. Tungau (Polyphagotarsonemus latusdan Tetranychus sp.)
Ada dua jenis tungau yang umum menyerang tanaman kentang, yaitu tungau teh
kuning (Polyphagotarsonemus latus) dan tungau merah (Tetranychus sp).
Tungau merah berwarna kemerah-merahan, sedangkan tungau teh kuning berwarna
kuning transparan, dengan ukuran tubuh ± 0,25 mm. Gejala serangan ditandai dengan
adanya warna tembaga di bawah permukaan bawah daun, tepi daun mengeriting,
daun melengkung ke bawah seperti sendok terbalik, tunas daun dan bunga gugur..
m. Siput (Achatina sp.)
Siput aktif sepanjang hari. Umumnya hama ini menyerang tanaman muda di
persemaian. Gejala serangan ditandai adanya daun berlubang-lubang kecil.
n. Ulat Buah (Helicoverpa armigera)
Serangga dewasa berupa ngengat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan bintik-
bintik dan garis yang berwarna hitam. Ada dua spesies ulat buah yang menyerang
tanaman sayuran dan palawija, yaitu ulat buah tomat (Helicoverpa armigera) dan
ulat buah jagung (Helicoverpa zea). Stadia yang paling merugikan ialah stadia
ulat/larva. Tubuh ulat berbentuk silindris dan terdapat variasi warna dan corak,
tergantung pada sumber makanannya. Gejala serangan ditandai adanya lubang pada
buah. Larva/ulat akan ditemukan di dalam buah.
o. Lalat Buah (Bactrocera sp.)
Serangga dewasa lalat buah mirip lalat rumah dengan panjang tubuh ± 6-8 mm.
Belatung berwarna putih susu berada di dalam buah. Gejala serangan ditandai dengan
adanya titik hitam pada pangkal buah tempat serangga dewasa meletakkan telurnya.
Belatung memakan daging buah dan menyebabkan terjadinya infeksi oleh jasad renik
sekunder misalnya bakteri Erwinia carotovora sehingga buah membusuk.
2. Kelompok Penyakit Tanaman
Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang
penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri, dan
virus. Penyakit tanaman yang sering menimbulkan kerugian pada budidaya palawija,
antara lain:
a. Penyakit Bercak Daun Serkospora
Penyakit bercak daun serkospora atau mata katak disebabkan oleh cendawan
Cercospora capsici. Patogen penyakit disebarkan melalui udara. Serangan pada daun
berupa bercak kecil berbentuk bulat dan kering dengan diameter ± 0,5 cm. Pusat
bercak berwarna pucat sampai putih dengan warna tepi lebih tua. Daun menguning
dan akhirnya gugur. Selain daun penyakit ini menyerang juga batang dan tangkai
buah.
b. Penyakit Bercak Daun Alternaria
Penyakit bercak daun alternaria atau penyakit bercak kering disebabkan oleh
cendawan Alternaria sp. Patogen ditularkan melalui udara. Gejala awal timbulnya
bercak kecil di daun-daun bagian bawah, kemudian berkembang dengan diameter
mencapai ± 15 mm. Warna bercak coklat dengan lingkaran-lingkaran sepusat. Masa
konidia yang berwarna kelabu sampai hitam terlihat di atas bercak. Suhu optimum
untuk perkembangan penyakit ini berkisar antara 28-30oC dengan kelembaban
tinggi.
c. Penyakit Busuk Buah Antraknos
Penyakit busuk buah antraknos disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. dan
Gloeosporium spp. Patogen ditularkan melalui udara dan biji. Gejala serangan
dimulai dengan timbulnya bercak coklat kehitaman pada permukan buah, kemudian
bercak menjadi lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik hitam yang
merupakan kelompok spora. Pada serangan berat menyebabkan seluruh permukaan
buah keriput dan mengering dan warna kulit buah seperti jerami padi. Pada saat
cuaca panas dan lembab penyakit ini akan cepat berkembang.

B. Alat Pengendalian OPT pada Palawija


Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan pendekatan Pengendalian
Terpadu, yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian,
sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran
yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertanian yang berkelanjutan diperlukan cara
pengendalian yang tepat. Dalam menangani OPT (organisme pengganggu tanaman) petani
dewasa ini sering menggunakan pestisida. Pestisida merupakan zat yang mampu membasmi
OPT.
Peran alat aplikasi pestisida juga sangat penting mengingat pestisida merupakan zat
kimia berbahaya juga untuk memudahkan penggunaan pestisida tersebut. Alat-alat aplikasi
pestisida memiliki berbagai macam jenis dengan fungsi yang berbeda-berbeda tergantung
sasaran yang akan dikendalikan. Pengetahuan tentang bagian-bagian alat aplikasi pestisida
beserta mekanisme kerjanya penting untuk diketahui agar saat aplikasinya nanti dapat lebih
efisien dan efektif. Untuk itu diperlukan pengenalan terlebih dahulu mengenai alat-alat
tersebut baik dari bagian-bagiannya hingga mekanisme kerja alat tersebut. Adapun alat-alat
aplikasi pestisida beserta mekanisme kerjanya, antara lain:
a. Semi Automatic Sprayer
Alat semprot semi otomatis memiliki bagian- bagian antara lain tuas penyemprot,
nozzel, batang semprot, mulut tangki, memiliki satu tabung untuk menampung cairan
pestisida sekaligus menampung tekanan udara serta tali untuk menggendong alat.
Kapasitas atau daya tampung alat dapat mencapai 17 liter dan terbuat dari logam besi.
Prinsip kerja alat semprot semi otomatisiniadalah memecah cairan menjadi butiran
partikel halus yang menyerupai kabut. Untuk memperoleh butiran halus, biasanya
dilakukan dengan menggunakan proses pembentukan partikel dengan menggunakan
tekanan (hydraulic atomization), yakni tekanan dalam tabung khusus dipompa sehingga
mempunyai tekanan yang tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke
alat pengabut bersama dengan cairan. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir
melalui celah yang sempit dari alat pengabut, sehingga cairan akan pecah menjadi
partikel-partikel yang sangat halus.Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka
pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk
tanaman.
b. Automatic Sprayer
Sprayer otomatis dan sprayer semi otomatis adalah alat aplikasi pestisida dengan prinsip
kerja yang sama hanya saja berbeda dalam hal komponennya. Pada alat sprayer otomatis
tidak ada tabung khusus yang digunakan sebagai tempat cadangan tekanan karena seluruh
tekanan memenuhi tangki sprayer. Oleh karena itu tangki sprayer otomatis harus terbuat
dari bahan yang kuat dengan tekanan. Dengan perbedaan tersebut maka cara aplikasinya
pun sedikit berbeda. Jika sprayer otomatis harus dipompa hingga penuh sebelum aplikasi,
sprayer semi otomatis harus dipompa selama aplikasi hingga volume pestisida habis.
c. Mist Duster Sprayer
Mist Duster Sprayer mempunyai 1 tabung dimana pestisida dicampur dengan air hingga
terbentuk larutan. Kemudian larutan pestisida tersebut dimasukkan dalam tabung.
Kemudian disemprotkan ke tanaman dimana pestisida yang keluar berupa uap atau
embun.
Alat ini hanyadigunakan pengaplikasianpestisida padat atau serbuk dimana pestisida
dalam bentuk debu terdiri dari bahan yang kering dan halus, yang mengandung bahan
aktif 1 -10 persen, ukuran partikelnya berkisar lebih kecil dari 75 mikron. Aplikasinya
tanpa dicampur dengan bahan lain dan dimanfaatkan untuk mengatasi pertanaman yang
berdaun rimbun/lebat, karena partikel debu dapat masuk keseluruh bagian pohon.
d. Swing Fog
Swing Fog bekerja berdasarkan prinsip semburan berpulsa. Campuran bahan bakar
bensin dan udara secara berseri dibakar dalam ruang pembakaran yang berbentuk khusus
pada getaran sekitar 90 pulsa per detik.Gas hasil pembakaran keluar melalui pipa yang
lebih kecil dari ruang pembakaran. Larutan bahan kimia diujung resonator, lewat arus
pulsa gas, kemudian pecah menjadi jutaan partikel kecil, dihembuskan ke udara dalam
bentuk kabut tebal. Temperatur diujung resonator, tempat cairan bahan kimia mengalir
berkisar antara 40 sampai 60oC tanpa mengurai komposisi bahan aktif.
e. Soil Injector
Prinsip kerja soil injector ini yaitu mula-mula cairan pestisida dimasukkan ke dalam
tangki. Kemudian kepala penusuk tanah dimasukkan ke dalam tanah sampai lubang
pengatur dalamnya injeksi. Selanjutnya kenop injeksi ditekan ke bawah, sehingga cairan
keluar dari lubang nozzel. Alat ini digunakan untuk fumigasi tanah, atau memberikan
nematisida yang berbentuk cair dan bersifat fumigan pada perkebunan yang tidak luas
dan biasanya digunakan secara manual.
f. Micron Ulva
Komponen atau bagian utama alat ini adalah cakram yang berputar. Cairan semprot
dialirkan ke nozzel pada cakram tersebut. Selanjutnya cakram yang berputar itu akan
memecah cairan menjadi droplet oleh gaya sentrifugal. Pola semprotan berupa lingkaran,
ukuran dropletnya bervariasi tergantung pada kecepatan putaran cakram. Ukuran droplet
untuk mikron ulva sangat halus dan seragam. Enzimnya menggunakan baterai 1,5 volt
memenuhi sepanjang pipa (± 6 buah). Setelah saklar dihidupkan maka dinamo akan
berputar sehingga kincir juga berputar dan cairan keluar. Bahan untuk aplikasinya adalah
ULV yaitu bahan aktif langsung, tanpa air tetapi bentuknya sudah berupa cairan.
g. Emposan
Emposan sederhananya adalah alat penghembus asap yang diproses dari pembakaran
bahan bakar jerami kering atau kelapa kering yang divampur belerang. Komponen utama
dari alat ini terdiri dari unit hembus (rumah kipas, daun kipas, proses kipas, roda pemutar,
sabuk pemutar dan engkol), tabung bakar ramuan dan tutup penyulut bahan bakar.
Setelah jerami dibakar, penyulut ditutup, engkol diputar hingga keluar asap dan asap
diarahkan ke lubang tikus.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat beberapa jenis OPT pada tanaman palawija yang terbagi menjadi kelompok
hama dan kelompok penyakit.
2. Beberapa jenis OPT dikendalikan dengan penggunaan pestisida.
3. Untuk mengaplikasian pestisida ada beberapa teknik, seperti Semi Automatic
Sprayer, Automatic Sprayer, Mist Duster Sprayer, Emposan, Swing Fog, Soil
Injector, dan Micron Ulva

Anda mungkin juga menyukai