Anda di halaman 1dari 27

Laporan Praktikum

Nutrisi Tanaman

PENGARUH PERAKARAN TERHADAP KEMAMPUAN TANAMAN


MENYERAP NUTRISI, SIFAT FISIOLOGIS DAN PERTUMBUHAN
TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frustescens L.)

NAMA : SRI YULIAH MAHARANI ISHAK

NIM : G011201043

KELAS : NUTRISI TANAMAN A

KELOMPOK : 5

ASISTEN : MOH. NUR FAIZ

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanaman
hortikultura dari famili Solanaceae yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Secara
umum buah cabai rawit mengandung zat gizi antara lain lemak, protein, karbohidrat,
kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, B2, C dan senyawa alkaloid seperti capsaicin,
oleoresin, flavonoid dan minyak esensial. Cabai rawit berasal dari Meksiko, Peru
dan Bolivia, tetapi sudah tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia (Putri, 2019).
Salah satu tanaman holtikultura yang paling banyak ditanam adalah cabai.
Perkembangan ketersediaan cabainasional yang bersumber dari produksi dalam
negeri cenderung tetap. Dalam kurun waktu 2015-2019 produksi cabai merah besar
tidak mencapai 1% per tahun. Kenaikan produksi cabai pada tahun 2015-2016
sebesar 401 ton. Kenaikan paling tinggi terjadi antara tahun 2016-2017 sebesar
160.664 ton kemudian terjadi penurunan antara tahun 2017-2018 menjadi 485 ton.
Pada tahun 2018-2019 naik kembali sebesar 7.669 ton atau setara dengan kenaikan
1%. Dalam kurun 5 tahun terakhir produksi cabai mengalami fluktuasi, namun
diproyeksikan masih surplus (Padapi et al., 2022).
Dari data tersebut, terlihat bahwa adanya faktor yang menjadi penghambat
peningkatan produksi cabai rawit di Indonesia yaitu rendahnya ketersediaan unsur
hara dalam tanah. Tanaman menyerap makanan dari dalam tanah untuk proses
pertumbuhannya. Sehingga kesuburan tanaman tergantung pada kandungan unsur
hara dalam tanah. Unsur hara dapat diserap oleh tanaman dari dalam tanah adalah
unsur hara yang dalam bentuk tersedia. Ketersediaan unsur hara di dalam tanah
sangat mempengaruhi kondisi pertumbuhan dan perkembangan tanaman di atasnya.
Unsur N P K merupakan unsur hara esensial yang utama bagi tanaman. Kekurangan
unsur hara esensial akan menyebabkan tanaman tumbuh lambat dan kerdil karena
pembelahan sel terganggu (Purba et al., 2021).
Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi tanaman cabai rawit adalah
penggunaan pupuk anorganik yaitu urea, SP36, dan KCl. Pupuk urea merupakan
pupuk nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman untuk merangsang pertumbuhan

23
khususnya batang, cabang, dan daun. Urea ialah pupuk tunggal yang mengandung
N tinggi yaitu sekitar 45-46%. Pupuk SP-36 mengandung 36% fosfor (P) dalam
bentuk P2O5. Aplikasi pupuk SP-36 mampu meningkatkan pH tanah, serapan
P tanaman, tinggi tanaman, berat kering akar tanaman, berat kering tajuk
tanaman. Pupuk KCl adalah unsur hara penting yang dibutuhkan tanaman berperan
sebagai pengatur tekanan turgor sel dalam proses membuka dan menutupnya
stomata. Pupuk KCl diperlukan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur
hara Kalium (K). Pupuk KCl diperlukan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara Kalium (K) (Setiawan et al., 2019).
Penggunaan urea 200kg/ha, SP36, 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha pada
tanaman cabai berpengaruh terhadap fisiologi tanaman cabai. Hasil penelitian Alfian
dan Purnawati (2019) menyatakan bahwa perlakuan dosis pupuk 100 kg ha-1 pada 2,
3, 4, 6, 7 MST memberikan hasil produksi tertinggi, sedangkan pada 5 MST dosis
100 kg ha-1 memberikan hasil lebih tinggi dari dosis 25 kg.ha-1 dan dosis 50 kg ha-1
, tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 75 kg ha-1.
Tanaman secara umum akan menunjukkan gejala jika mengalami masalah
unsur hara yang merupakan respon tanaman akibat gangguan proses fisiologis.
Umumnya gejala yang timbul berupa perubahan morfologi yang tidak normal seperti
pertumbuhan yang melambat, perubahan bentuk dan warna daun. Oleh karena itu,
gejala kelainan nutrisi bisa menjadi panduan untuk mengidentifikasi defisiensi
ataupun toksisitas unsur hara pada tanaman karena gejala yang terlihat pada tanaman
ketika mengalami masalah nutrisi erat kaitannya dengan peranan unsur hara tersebut
bagi tanaman (Armita et al., 2022).
Dilihat dari konsep keseimbangan fungsional, akar berperan menyerap unsur
hara untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Tanaman akan aktif
mempertahankan keseimbangan tajuk/akar setelah mengalami gangguan, sehingga
akar yang dipotong akan segera beregenerasi. Pemotongan akar mampu
meningkatkan luas permukaan, diameter dan bobot segar akar tanaman cabai. Hal
ini menggambarkan bahwa perlakuan pemotongan akar dapat memperluas daerah
penyerapan akar, baik secara horizontal maupun vertikal sehingga menyebabkan
bobot segar akar tanaman meningkat (Amir, 2016).

24
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilaksanakan praktikum mengenai
pengaruh perakaran terhadap kemampuan tanaman menyerap nutrisi, sifat fisiologis
dan pertumbuhan tanaman cabai rawit (Capsicum frustescens L.) untuk mengetahui
sifat tanaman dengan akar berbeda kaitannya dengan kemampuan tanaman dalam
menyerap nutrisi.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum pengaruh perakaran terhadap kemampuan tanaman
menyerap nutrisi, sifat fisiologi dan pertumbuhan tanaman cabai rawit yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh pemotongan akar terhadap pertumbuhan
tanaman tanaman cabai
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis berbeda terhadap pertumbuhan
tanaman cabai
Kegunaan dilaksanakannya praktikum pengaruh perakaran terhadap
kemampuan tanaman menyerap nutrisi, sifat fisiologi dan pertumbuhan tanaman
cabai rawit adalah sebagai bahan informasi mengenai bagaimana pengaruh
pemotongan akar terhadap pertumbuhan tanaman cabai dan pengaruh pemberian
dosis berbeda terhadap pertumbuhan tanaman cabai

25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Cabai Rawit Varietas Dewata
Cabai rawit merupakan tanaman dari famili Solanaceae yang memiliki nama
ilmiah Capsicum frutescens. Cabai rawit berasal dari Meksiko, Peru dan Bolivia,
tetapi sudah tersebar di seluruh dunia termasuk Ineonesia. Cabai rawit umumnya
ditanam di daerah tegalan alias daerah tadah hujan atau daerah yang belum/ tidak
mendapatkan pengairan teknis. Daerah tumbuh cabai rawit yang paling cocok, yaitu
dataran dengan ketinggian antara 0 – 500 m di atas permukaan laut dengan curah
hujan yang cukup antara 100 – 200 mm/ bulan dan temperatur antara 180 C – 270
C. Cabai rawit memiliki varietas unggul, diantaranya Bara, Pelita F1, Taruna,
Dewata F1, dan Juwita F1. Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata
merupakan cabai rawit hibrida yang dapat dibudidayakan di dataran rendah hingga
dataran tinggi mulai dari ketinggian 10 hingga 1.300 m dpl (Nusi et al., 2018).
Dewata F1 merupakan varietas cabai rawit hibrida yang tergolong jenis
Capsicum annuum. Varietas ini cocok ditanam didataran rendah. Buahnya tegak
bermunculan dari permukaan tajuk sehingga memudahkan pemanenan.
Keunggulan varietas cabai ini yaitu sangat genjah, terutama jika dibandingkan
dengan Capsicum frutescens, produksi tinggi, tahan layu bakteri, bisa digunakan
sebagai tanaman hias (ornamental potted plant), dan daya simpan buahnya selama
5 – 6 hari. Buah cabai rawit mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap, yakni
protein, lemak, karbohidrat, mineral (kalsium, fosfor dan besi), vitamin A, B1, B2
dan C. Cabai rawit mengandung zat oleoresin dan zat aktif capsaicin yang dapat
digunakan untuk mengobati penyakit rematik, obat batuk berdahak, sakit gigi,
masuk angin, asma serta mencegah infeksisistem pencernaan (Pahriani et al., 2022).
Cabai rawit varietas Dewata merupakan cabai rawit untuk dataran rendah
dengan umur panen 65 – 75 hari setelah tanam. Tinggi tanaman varietas cabai
ini ialah 60 cm. Buah tegak bermunculan dari permukaan tajuk sehingga
memudahkan pemanenan. Warna buah hijau agak keputihan dan warna merah
mengkilap jika sudah matang. Bobot per Buah 2 – 4 g dan potensi hasil 10 – 12
ton/ha (Angreani, 2018).

26
2.2 Pengaruh Perakaran terhadap Penyerapan Nutrisi
Akar merupakan organ vegetatif utama untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Dilihat dari konsep keseimbangan fungsional, akar berperan
menyerap unsur hara untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Tanaman
akan aktif mempertahankan keseimbangan tajuk atau akar setelah mengalami
gangguan, sehingga akar yang dipotong akan segera beregenerasi (Amir, 2016).
Hara yang diserap oleh akar akan diangkut sampai ke bagian daun melalui
serangkaian tahapan (penyerapan pasif, penyerapan aktif dan alih tempat). Gerakan
pasif merupakan proses difusi dan pertukaran ion pada daerah perakaran. Gerakan
aktif merupakan penyerapan hara oleh akar dengan menembus membran sel. Dalam
penyerapan ini membutuhkan energi untuk melewati membran sel, konsentrasi
dalam sel harus lebih besar dibanding di luar sel. Penyerapan hara secara aktif dapat
menyerap hara dengan selektif (Sagala et al., 2022).
Suhu perakaran menjadi penting karena mampu mempengaruhi aktivitas
perakaran. Suhu perakaran yang melebihi 300C akan menurunkan serapan nutrisi
akar. Pendinginan suhu perakaran mampu meningkatkan produktivitas. Umumnya,
perakaran tanaman akan berkembang dan terus tumbuh masuk ke dalam tanah
mencari kandungan air lebih banyak. Tanaman yang memiliki perakaran
panjang mampu mengabsorpsi air dengan lebih baik dibandingkan dengan
tanaman yang memiliki perakaran pendek. Hal ini memberikan efek volume air
tanah yang diambil akar lebih banyak dengan kedalaman atau densitas akar yang
meningkat (Purba et al., 2021).
2.3 Pengaruh Pemotongan Akar terhadap Distribusi Asimilat Tanaman
Perlakuan pemotongan akar bertujuan untuk memperluas distribusi
penyerapan akar, karena adanya gangguan fisik terhadap akar berupa pelukaan atau
penghilangan ujung akar akan menghilangkan dominasi ujung dan menggiatkan
pertumbuhan akar lateral. Terbentuknya akar-akar lateral ini akan meningkatkan
jumlah akar sehingga sebaran akar baik secara horizontal maupun vertical akan
lebih luas dan serapan hara akan lebih optimal (Amir, 2016).
Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami
cekaman kekeringan, antara lain dengan mengubah distribusi asimilat untuk

27
mendukung pertumbuhan akar dengan mengorbankan tajuk, sehingga
dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat perluasan
daun untuk mengurangi transpirasi. Pada ketersediaan air rendah, akar
relatif menggunakan lebih banyak sumber daya tersebut dan hanya sedikit yang
digunakan untuk tunas ataupun daun. Akibatnya pertumbuhan akar lebih tinggi
daripada tunas (Khakim et al., 2019).
Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan biasanya mendistribusikan
lebih banyak asimilat ke bagian akar. Pada kondisi cekaman kekeringan sebagian
besar asimilat didistribusikan ke bagian akar. Penurunan pertumbuhan
tajuk terhadap akarnya merupakan respon umum ketika tanaman mengalami
cekaman kekeringan. Pemotongan akar menyebabkan hilangnya dominansi
apikal sehingga pertumbuhan akar lebih baik. Pada kondisi cekaman
kekeringan potensial air di bagian akar lebih tinggi dibandingkan dengan bagian
tajuk, sehingga proses pertumbuhan lebih besar di bagian akar daripada bagian
tajuk (Suryanti et al., 2017).
2.4 Mekanisme Penyerapan Nutrisi Melalui Akar Tanaman
Unsur unsur hara ensesial akan diserap tanaman melalui akar. Agar dapat
diserap oleh tanaman unsur - unsur hara tersebut harus berada atau kontak dengan
permukaan akar tanaman. Oleh karena itu, unsur - unsur hara yang berada di dalam
suatu bongkah tanah harus bergerak ke permukaan akar. secara garis besar,
mekanisme gerakan unsur hara kepermukaan akar dikelompokan menjadi tiga yaitu
intersepsi akar, aliran massa, dan difusi (Munawar, 2018).
Aliran massa merupakan suatu mekanisme pergerakan dalam fase larutan
maupun gas. Hujan dan air irigasi bergerak dalam tanah dengan membawa ion-ion
yang terlarut. Evapotranspirasi tanaman memengaruhi gerakan air bersama partikel
yang terlarut. Hara yang bergerak karena adanya gradien potensial air. Jumlah hara
yang bergerak dengan aliran massa sebanding dengan jumlah air yang diserap
tanaman dan konsentrasi hara di dalam air tersebut (Sagala et al., 2022).
Mekanisme perpindahan hara secara difusi adalah perpindahan ion akibat
perbedaan konsentrasi. Ion akan berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah. Perubahan konsentrasi di permukaan akar disebabkan hara mengalir ke

28
akar, sehingga konsentrasi menjadi rendah. Pada kondisi konsentrasi yang rendah,
ion akan disuplai dari larutan tanah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi. Difusi
terjadi karena konsentrasi unsur hara pada permukaan akar tanaman lebih rendah
dibandingkan dengan konsentrasi hara pada larutan tanah, pada permukaan koloid
liat serta pada permukaan koloid organik. Kondisi ini terjadi karena sebagian besar
unsur hara tersebut telah diserap oleh akar tanaman. Tingginya konsentrasi unsur
hara pada ketiga posisi tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa difusi dari unsur
hara berkonsentrasi tinggi ke posisi permukaan akar tanaman (Nurhayati, 2020).
Intersepsi akar terjadi akibat dari pertumbuhan akar dari pendek menjadi lebih
panjang, dari tidak bercabang menjadi bercabang. Sebagai akibat dari pertumbuhan
ini akar yang terbentuk menjangkau bagian-bagian media tanam yang tadinya
belum terjangkau. Bertambahnya jangkauan tentu saja bertambah pula unsur hara
yang bisa kontak dengan permukaan bulu-bulu akar dan selanjutnya dapat diserap
oleh akar tanaman. Setelah sampai di permukaan akar, maka hara akan masuk ke
dalam akar melalui berbagai proses (Sagala et al., 2022).
2.5 Mekanisme Ketersediaan Nitrogen, Kalium, dan Fosfor bagi Tanaman
Nitrogen adalah unsur hara yang memiliki penyebaran paling luas.
Kandungan N di atmosfer mencapai 3,8 x 1015. Pada tanaman, unsur N dijumpai
dalam bentuk anorganik maupun organik dan menyerapnya dalam bentuk nitrat
(NO3-) dan amonium (NH4+), senyawa-senyawa amino dan protein (bahan organik).
Unsur amonium (NH4+) adalah unsur yang paling banyak diserap tanaman sehingga
N total berkorelasi lebih erat dengan ammonium (NH4+) dibandingkan yang
lainnya. Adapun peran dari unsur hara N bagi tanaman yaitu berperan dalam semua
reaksi enzimatis dalam tanaman karena semua enzim tumbuhan berasal dari protein.
Nitrogen merupakan salah satu unsur penyusun klorofil yang menjadi agen utama
dari kloroplas (Purba et al., 2021).
Kalium (K+) merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman. Kalium
diserap oleh tanaman melalui sel epidermis dan korteks dan sekali di stele,
selanjutnya didistribusikan ke tunas dan daun. Kalium di dalam tanah terdapat
dalam empat bentuk dimana satu sama lain memiliki keseimbangan yang dinamis.
Berdasarkan pada tingkat ketersediaan K terhadap tanaman, dinamika K di dalam

29
tanah dikelompokkan menjadi empat bentuk yaitu K-larut, K-dapat ditukar (K-dd),
K-tidak dapat ditukar atau Kterfiksasi, dan K-struktural (Nurhayati, 2020).
Ketersediaan fosfor di dalam tanah sangatlah terbatas, padahal unsur tersebut
sangat dibutuhkan oleh tanaman agar dapat memberikan hasil yang baik. Tanaman
memerlukan unsur hara P untuk proses pertumbuhannya. Rendahnya ketersediaan
hara P di tanah dapat mengakibatkan proses metabolisme dalam sel tanaman tidak
dapat berlangsung dengan baik, sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat.
Fosfor umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer (H₂PO4-) dan
ion ortofosfat sekunder (HPO42-) sedangkan PO43- lebih sulit diserap oleh tanaman.
Bentuk yang paling dominan dalam tanah bergantung pada pH tanah. Pada pH yang
lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, sedangkan
pada pH yang lebih tinggi tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat sekunder.
P yang tersedia dalam tanah yaitu 0,1-1,0%, sedangkan selebihnya teradsorbsi dan
terimmobilisasi. Bentuk ion H2PO4- tersedia pada tanah asam, sedangkan HPO42 -
tersedia pada tanah netral (pH sekitar 7) (Khotimah, 2016).

30
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pengaruh perakaran terhadap kemampuan tanaman menyerap
nutrisi, sifat fisiologi dan pertumbuhan tanaman cabai rawit dilaksanakan di
Plantation Nursery, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar,
Sulawesi Selatan. Praktikum ini dilaksanakan mulai dari bulan September hingga
bulan November 2022 setiap hari Minggu.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu papan penanda, pH meter,
CCM (Content Chlorophyl Meter) 200+, cangkul, gunting/cutter, timbangan
analitik, oven, penggaris, dan traysemai.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu benih cabai varietas
Dewata, urea, SP36, KCl, dan polybag (ukuran 30 x 40), aplikasi petiole, plastic
cetik, amplop.
3.3 Metode Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah
(RPT), dimana perlakuan pemotongan akar sebagai petak utama dan dosis pupuk
(urea 200 kg/ha, SP36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha) sebagai anak petak.
Petak utama adalah perlakuan pemotongan akar yang terdiri dari dua taraf
yaitu:
P0 : Tanpa pemotongan akar (kontrol)
P 1 : Pemotongan ½ panjang akar
Anak petak adalah perlakuan dosis pupuk yang terdiri dari dua taraf yaitu
A1 : Dosis 100% dari dosis rekomendasi
A2 : Dosis 50% dari dosis rekomendasi
Dengan demikian, terdapat 4 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 6
kali sehingga terdapat 24 tanaman.
3.4 Pelaksanaan Percobaan
3.4.1 Pengisian polybag dan persemaian benih
1. Mengisi 2/3 polybag dengan tanah

31
2. Melakukan perendaman benih cabai selama 24 jam
3. Melakukan penyemaian benih pada trysemai
3.4.2 Penanaman dan aplikasi perlakuan pemotongan akar
1. Melakukan pindah tanam dari traysemai ke polybag dengan mengisi kompos
pada lubang tanam
2. Melakukan pemotongan ½ akar pada sebagian tanaman cabai
3.4.3 Pengaplikasian perlakuan dosis pupuk
1. Melakukan pengaplikasian 1/3 perlakuan dosis pupuk pada saat pindah tanam
2. Melakukan pengaplikasian 2/3 perlakuan dosis pupuk setelah 2 minggu
pindah tanam
3.4.4 Pemeliharaan
1. Melakukan pemeliharaan tanaman dengan melakukan penyiraman 2 kali
sehari yaitu pagi dan sore hari.
3.5 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang digunakan pada percobaan penelitian yaitu:
1. Tinggi tanaman
Pengamatan ini dilakukan dengan mengukur permukaan tanah sampai titik
tumbuh. Parameter ini dilakukan setiap minggu dengan menggunakan mistar.
2. LMA daun
LMA daun (menghitung massa daun per luas) dengan rumus:
Berat kering daun
LMA = Luas daun

Parameter ini dilakukan di akhir percobaan.


3. Kadar klorofil daun
Pengamatan ini menggunakan Content Chlorophyl Meter (CCM 200+) pada
daun muda. Pengamatan dilakukan terhadap kandungan klorofil a (µmol.m-
2
), klorofil b (µmol.m-2) dan total klorofil daun (µmol.m-2), dengan
menggunakan rumus: kandungan klorofil daun = a + b (CCI)C, dimana a, b
dan c adalah konstanta dan CCI adalah indeks klorofil daun yang terbaca pada
CCM 200+ dimana:
Tabel 1. Nilai Konstanta a, b, dan c

32
y = a + b (CCI)C
Parameter
a b c
Chl a -421.35 375.02 0.1863
Chl b 38.23 4.03 0.88
Chl tot -283.2 269.96 0.277
Sumber: Goncalves 2008
Parameter ini dilakukan diakhir percobaan.
4. Luas daun
Pengamatan ini menggunakan aplikasi Petiole pada setiap daun. Paremeter
ini dilakukan di akhir percobaan.
5. Berat kering daun
Pengamatan ini dilakukan dengan pengeringan daun menggunakan oven
dengan suhu 70oC selama 2 hari. Parameter ini dilakukan di akhir percobaan.
3.6 Analisis Data
Data dikumpulkan kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel. Data yang sudah
ditabulasi kemudian diolah dan dianalisis dengan Sidik Ragam (ANOVA). Apabila
berpengaruh nyata, maka akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) dengan taraf kepercayaan 95%.

33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tinggi Tanaman
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar dan
dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap rata rata tinggi tanaman. Hasil
pengamatan rata-rata tinggi tanaman dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
lampiran 1a dan 1b.
Perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis pupuk 50 % (P1A1)
menghasilkan rata rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 5,4 cm sedangkan rata-rata
terendah terdapat pada perlakuan pemotongan akar dengan dosis pupuk 50 %
(P2A1) yaitu 4,7 cm pada gambar 1.

Tinggi Tanaman (cm)


5.6 5.4
5.4 5.2 5.2
5.2
5.0
4.8 4.7
4.6
4.4
4.2
A0 (Dosis 100%) A1 (Dosis 50%)
Dosis Pupuk

P1 (Tanpa Perlakuan) P2 (Pemotongan Akar)

Gambar 2. Rata-rata tinggi tanaman.


4.1.2 LMA Daun
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar dan
dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap rata rata LMA daun. Hasil
pengamatan rata-rata LMA daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel lampiran
2b dan 2c.
Perlakuan pemotongan akar dengan dosis pupuk 100 % (P2A0) menghasilkan
rata rata LMA daun tertinggi yaitu 0,011 sedangkan rata-rata terendah terdapat pada
perlakuan pemotongan akar dengan dosis pupuk 50 % (P2A1) yaitu 0,006 pada
gambar 2.

34
LMA Daun
0.012 0.011
0.010
0.007 0.008
0.008 0.006
0.006
0.004
0.002
0.000
A0 (Dosis 100%) A1 (Dosis 50%)
Dosis Pupuk

P1 (Tanpa Perlakuan) P2 (Pemotongan Akar)

Gambar 3. Rata-rata LMA daun.


4.1.3 Klorofil a
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar dan
dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata rata klorofil a daun. Hasil
pengamatan rata-rata Klorofi a daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
lampiran 3a dan 3b.
Perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis pupuk 100 % (P1A0)
menghasilkan rata rata klorofil a daun tertinggi yaitu 346,7 µ mol.m-2 sedangkan
rata-rata terendah terdapat pada perlakuan pemotongan akar dengan dosis pupuk 50
% (P2A1) yaitu 237,0 µ mol.m-2 pada gambar 3.

Rata-rata Klorofil a (µ mol.m-2)


400.0 346.7
350.0
300.0 254.7 260.4
237.0
250.0
200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
A0 (Dosis 100%) A1 (Dosis 50%)
Dosis Pupuk

P1 (Tanpa Perlakuan) P2 (Pemotongan Akar)

Gambar 4. Rata-rata klorofil a.

35
4.1.4 Klorofil b
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar dan
dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap rata rata nilai klorofil b daun. Hasil
pengamatan rata-rata Klorofi a daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
lampiran 4a dan 4b.
Perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis pupuk 100 % (P1A0)
menghasilkan rata rata klorofil a daun tertinggi yaitu 74,8 µ mol.m-2 sedangkan rata-
rata terendah terdapat pada perlakuan pemotongan akar dengan dosis pupuk 50 %
(P2A1) yaitu 71,2 µ mol.m-2 pada gambar 4.

Rata-rata Klorofil b (µ mol.m-2)


76
74.8132987
75
73.82012614
74
73 72.30963653
72
71.22555603
71
70
69
A0 (Dosis 100%) A1 (Dosis 50%)
Dosis Pupuk

P1 (Tanpa Perlakuan) P2 (Pemotongan Akar)

Gambar 5. Rata-rata klorofil b.


4.1.5 Klorofil Total
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar dan
dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap rata rata nilai klorofil total daun.
Hasil pengamatan rata-rata Klorofi a daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel
lampiran 5a dan 5b.
Perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis pupuk 100 % (P1A0)
menghasilkan rata rata klorofil a daun tertinggi yaitu 257,3 µ mol.m-2 sedangkan
rata-rata terendah terdapat pada perlakuan pemotongan akar dengan dosis pupuk 50
% (P2A1) yaitu 238,8 µ mol.m-2 pada gambar 5.

36
Rata-rata Klorofil a (µ mol.m-2)
260 257.2626751
255 252.5384278

250
243.8921619
245
238.7995845
240
235
230
225
A0 (Dosis 100%) A1 (Dosis 50%)
Dosis Pupuk

P1 (Tanpa Perlakuan) P2 (Pemotongan Akar)

Gambar 6. Rata-rata klorofil total.


4.2 Pembahasan
Berdasarkan gambar 2, yaitu rata-rata tinggi tanaman menunjukkan bahwa
perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis pupuk 50 % (P1A1) menghasilkan
rata rata tinggi tanaman tertinggi. Hal ini karena tidak semua perlakuan pemotongan
akar dapat beregenerasi. Sehingga, perlakuan tanpa pemotongan akar masih cukup
mampu dalam menyerap unsur hara dengan baik karena akarnya akan terus
memanjang untuk mencari sumber air. Hal ini sesuai dengan pendapat Asyiah
(2018), bahwa energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan oksigen yang cukup di
dalam larutan akan digunakan oleh akar untuk respirasi dan menghasilkan energi
untuk menyerap air dan hara dari dalam larutan, sehingga proses respirasi dapat
berjalan lancar dan banyak hara yang dapat diserap tanaman, dengan makin
meningkatnya asupan hara maka pertumbuhan tanaman juga semakin meningkat.
Pemberian unsur hara dalam jumlah yang tepat mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman.
Berdasarkan gambar 3, yaitu rata-rata LMA daun menunjukkan bahwa
perlakuan pemotongan akar dengan dosis pupuk 100 % (P2A0) menghasilkan rata
rata LMA daun tertinggi. Hal ini karena perlakuan pemotongan akar akan
memperluas daerah penyerapan unsur hara didalam tanah khusunya unsur NPK,
dimana akan terbentuk akar-akar baru untuk memeperluas daerah penyerapan

37
nutrisi menjadi lebih optimal yang akan disalurkan diseluruh bagian organ tanaman
termasuk dapat meningkatkan LMA daun atau luas daun spesifik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Febrianto (2021), bahwa akar yang berkembang baik dan
memiliki permukaan akar yang lebih luas dalam penyerapan unsur hara dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Unsur hara dan air yang cukup dapat
mengoptimalkan proses pembentukan organ tanaman dan proses perombakan
bahan organik didalam tubuh tanaman yang akan mempengaruhi berat kering
tanaman.
Berdasarkan gambar 4, 5, dan 6, yaitu rata-rata klorofil a, b, dan total
menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis pupuk 100 %
(P1A0) menghasilkan rata rata klorofil a, b, dan total daun tertinggi. Hal ini karena
adanya pemberian dosis pupuk 100% dapat memaksimalkan pembentukan klorofil
pada daun serta adanya pengaruh sinar matahari yang cukup dapat membantu
peningkatan jumlah klorofil pada daun tanaman cabai. Hal ini sesuai dengan
pendapat Purnamasari et al., (2020) bahwa semakin banyak unsur hara N yang
diserap tanaman, daun semakin hijau karena jumlah klorofil meningkat. Kalium
bertindak sebagai aktivator berbagai enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan
metabolisme karbohidrat. Fosfor berperan aktif dalam transfer energi pada sel
tumbuhan, dan magnesium sebagai komponen klorofil membantu transfer fosfor
pada tumbuhan. Kemampuan tumbuhan untuk berfotosintesis sangat ditentukan
oleh proses dimana daun cabai rawit mampu menyerap energi matahari. Selanjutnya
dengan meningkatnya klorofil, fotosintat yang tebentuk akan semakin besar dan
mendorong pembelahan sel dan diferensiasi sel yang erat hubungannya dengan
pertambahan jumlah dan ukuran organ tanaman.

38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
1. Pemotongan akar mampu meningkatkan luas permukaan, diameter dan
bobot segar akar tanaman cabai. Hal ini menggambarkan bahwa perlakuan
pemotongan akar dapat memperluas daerah penyerapan akar, baik secara
horizontal maupun vertikal sehingga menyebabkan bobot segar akar
tanaman meningkat
2. Perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis pupuk 50 % (P1A1)
menghasilkan rata rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 5,4 cm. Perlakuan
pemotongan akar dengan dosis pupuk 100 % (P2A0) menghasilkan rata rata
LMA daun tertinggi yaitu 0,011. Perlakuan tanpa pemotongan akar dengan
dosis pupuk 100 % (P1A0) menghasilkan rata rata klorofil a daun tertinggi
yaitu 346,7 µ mol.m-2. Perlakuan tanpa pemotongan akar dengan dosis
pupuk 100 % (P1A0) menghasilkan rata rata klorofil a, b, dan total daun
tertinggi.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam praktikum ini adalah supaya lebih
berhati-hati dan teliti dalam melakukan percobaan, agar tidak terjadi kesalahan.

39
DAFTAR PUSKATA
Alfian, M. S., dan Purnamawati, H. 2019. Dosis dan waktu aplikasi pupuk kalium
pada pertumbuhan dan produksi jagung manis di BBPP Batangkaluku
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Buletin Agrohorti, 7(1), 8-15.
Angreani, Y. 2018. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Populasi Kutu
Kebul Bemisia tabaci Genn Pada Tanaman Cabai Rawit Capsicum
frutescens Linn. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Amir, B. 2016. Pengaruh Perakaran terhadap Penyerapan Nutrisi dan Sifat
Fisiologis pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum). Perbal:
Jurnal Pertanian Berkelanjutan, 4(1).
Armita, D., Wahdaniyah, H., dan Al Amanah, H. 2022. Diagnosis Visual Masalah
Unsur Hara Esensial pada Berbagai Jenis Tanaman. Media Informasi Sains
dan Teknologi. 16(1): 139-150.
Asyiah, S. 2018. Kajian Penggunaan Macam Air dan Nutrisi pada Hidroponik
Sistem DFT (Deep Flow Technique) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Baby
Kailan (Brassica oleraceae var. alboglabra). Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret.
Febrianto, A. D. 2021. Perbedaan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tebu
(Saccharum officinarum L.) terhadap Pemberian Berbagai Macam Pupuk
Organik pada KLON ROC 01. Skripsi. Fakultas pertanian, Universitas
Muhammadiyah Gresik.
Khakim, M., Pratiwi, S. H., dan Basuki, N. 2019. Analisis Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada Pola Tanam Sri (System of Rice
Intensification) dengan Perbedaan Umur Bibit dan Jarak Tanam. Jurnal
Agroteknologi Merdeka Pasuruan, 3(1).
Khotimah, K. 2016. Peningkatan Ketersediaan Fosfor dalam Tanah Akibat
Penambahan Abu Sekam Padi dan Analisisnya secara Potensiometri.
Skripsi. Jurusan Kimia. Universitas Jember.
Munawar, A. 2018. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. PT Penerbit IPB
Press.
Nurhayati, D. R. 2020. Kualitas Tanaman Wijen: Berbasis Bahan Organik di
Lahan Pasir Pantai. Surabaya: Scopindo Media Pustaka.
Nusi, K., Rauf, A., dan Saleh, Y. 2018. Persepsi Petani terhadap Pengelolaan
Gapoktan Serumpun dan Pendapatan Padi Sawah. Agrinesia: Jurnal Ilmiah
Agribisnis, 2(3), 198-209.
Padapi, A., Mursalat, A., dan Hasbi, A. R. 2022. Disparitas Cabai Rawit Merah di
Indonesia. Jurnal Agriovet, 5(1), 133-148.

40
Pahriani, N. Y., Jaya, I. K. D., dan Sudika, I. W. 2022. Pengaruh Varietas dan
Konsentrasi Pupuk Daun Silikat X-Zo terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Cabai Rawit yang ditanam di Luar Musim. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Agrokomplek, 1(2), 76-84.
Purba, T., Ningsih, H., Purwaningsih, P., Junaedi, A. S., Gunawan, B., Junairiah,
J., dan Arsi, A. 2021. Tanah dan Nutrisi Tanaman. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Purnamasari, R. T., Pratiwi, S. H., dan Isnaini, I. N. 2020. Dampak Pemanfaatan
Ganggang Hijau (Hydrilla Verticillata) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Bawang Merah (Allium ascolanicum L.). Jurnal Agroteknologi
Merdeka Pasuruan, 4(1).
Putri, I. 2019. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens
L.) yang Diberi Trichokompos Jerami Padi (Doctoral Dissertation,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Sagala, D., Ningsih, H., Sudarmi, N., Purba, T., Rezki, R., Panggabean, N. H., dan
Trisnawaty, A. R. 2022. Pengantar Nutrisi Tanaman. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Setiawan, A., Umar, H., dan Hamzari, H. 2019. Pengaruh Pemberian Pupuk Urea
terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis L) pada Lahan Bekas
Tambang Poboya. Jurnal Warta Rimba, 7(1).
Suryanti, S., Indradewa, D., dan Widada, J. 2017. Inokulasi Mikoriza dan Distribusi
Asimilat pada Tanaman Kedelai. Agroista: Journal Agrotechnology, 1(2).
Soils, M. K. E. I. 2019. Efek Aplikasi Kompos Sampah dan Kotoran Kambing
terhadap Serapan Unsur Hara Kalium dan Hasil Tanaman Bawang Merah
pada Tanah Terdampak Erupsi Gunung Kelud. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan Vol, 6(1), 1093-1104.

41
LAMPIRAN
Lampiran Tabel
Tabel Lampiran 1a. Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai
PU AP ULANGAN TOTAL RATA-
1 2 3 RATA
P1 A0 6.5 7.8 1.3 15.6 5.2
A1 9.3 6.6 0.4 16.3 5.4
SUB TOTAL 15.8 14.4 1.7 31.9 5.3
P2 A0 8.6 7.0 0.0666667 15.6 5.2
A1 7.2 6.5 0.3333333 14.1 4.7
SUB TOTAL 15.8 13.5 0.4 29.7 4.9

Tabel 1b. Sidik Ragam Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai


F TABEL
SK DB JK KT F.HIT NOTASI
0.05 0.01
Kelompok 2 128.9168 64.4584 558.3724 19 99 **
PU 1 0.409468 0.409468 3.547022 18.51282 98.50251 tn
Galat (a) 2 0 0.11544
AP 1 0.060208 0.060208 0.043678 7.708647 21.19769 tn
PU x AP 1 0.434468 0.434468 0.315186 7.708647 21.19769 tn
Galat (b) 4 5.513796 1.3784491
Total 11 135.565625 12.324148

Keterangan: tn : tidak berpengaruh nyata


* : berpengaruh nyata
** : berpengaruh sangat nyata

42
Tabel Lampiran 2a. Hasil Pengamatan Berat Kering Daun, Luas Daun, dan LMA
Daun
Perlakuan BK Luas Daun LMA
U1P1A0 0.24 29.82 0.0080483
U4P1A0 0.22 25.25 0.0087129
U5P1A0 0.14 30.328571 0.0046161
U1P1A1 0.43 34.922222 0.0123131
U2P1A1 0.17 37.8125 0.0044959
U6P1A1 0.25 39.3875 0.0063472
U1P2A0 0.27 37.75 0.0071523
U2P2A0 0.28 16.1 0.0173913
U4P2A0 0.29 33.888889 0.0085574
U1P2A1 0.1 21 0.0047619
U5P2A1 0.18 26.175 0.0068768
U6P2A1 0.26 34.311111 0.0075777

Tabel Lampiran 2b. Rata-rata LMA daun


PU AP ULANGAN TOTAL RATA-
1 2 3 RATA
P1 A0 0.008 0.009 0.005 0.021 0.007
A1 0.012 0.004 0.006 0.023 0.008
SUB TOTAL 0.020 0.013 0.011 0.045 0.007
P2 A0 0.007 0.017 0.009 0.033 0.011
A1 0.005 0.007 0.008 0.019 0.006
SUB TOTAL 0.012 0.024 0.016 0.052 0.009
TOTAL 0.097

Tabel Lampiran 2c. Sidik Ragam Rata-rata LMA daun


F TABEL
SK DB JK KT F.HIT NOTASI
0.05 0.01
Kelompok 2 1.3464E-05 6.7320E-06 0.26899232 19 99 tn
PU 1 5.0492E-06 5.0492E-06 0.2017533 18.51282 98.502513 tn
Galat (a) 2 5.0054E-05 2.5027E-05
AP 1 1.2212E-05 1.2212E-05 1.07501307 7.708647 21.19769 tn
PU x AP 1 2.0445E-05 2.0445E-05 1.79973033 7.708647 21.19769 tn
Galat (b) 4 4.5441E-05 1.1360E-05
Total 11 1.4667E-04 1.3333E-05

Keterangan: tn : tidak berpengaruh nyata


* : berpengaruh nyata
** : berpengaruh sangat nyata

43
Tabel Lampiran 3a. Rata-rata Klorofi a Daun
PU AP ULANGAN TOTAL RATA-
RATA
1 2 3
P1 A0 266.01382 267.50129 506.51867 1040.0 346.7
A1 255.86343 259.31463 266.02274 781.2 260.4
SUB TOTAL 521.9 526.8 772.5 1821.2 303.5
P2 A0 255.58146 254.20963 254.44866 764.2 254.7
A1 225.42825 262.56476 223.02485 711.0 237.0
SUB TOTAL 481.0 516.8 477.5 1475.3 245.9

Tabel Lampiran 3b. Sidik Ragam Rata-rata Klorofil a Daun


F TABEL
SK DB JK KT F.HIT NOTASI
0.05 0.01
Kelompok 2 8778.343224 4389.172 0.717536 19 99 tn
PU 1 9975.005006 9975.005 1.630701 18.51282 98.50251 tn
Galat (a) 2 12234 6117.004
AP 1 8114.853329 8114.853 1.768947 7.708647 21.19769 tn
PU x AP 1 3522.993368 3522.993 0.767973 7.708647 21.19769 tn
Galat (b) 4 18349.565524 4587.391
Total 11 60974.768813 5543.161

Keterangan: tn : tidak berpengaruh nyata


* : berpengaruh nyata
** : berpengaruh sangat nyata

44
Tabel 4a. Rata-rata Klorofil b
PU AP ULANGAN TOTAL RATA-
1 2 3 RATA
P1 A0 75.43014 75.03985 73.96991 224.4 74.8
A1 73.79593 73.39469 74.26976 221.5 73.8
SUB TOTAL 149.2 148.4 148.2 445.9 74.3
P2 A0 72.92053 73.31146 70.69692 216.9 72.3
A1 68.89985 75.35222 69.4246 213.7 71.2
SUB TOTAL 141.8 148.7 140.1 430.6 71.8

Tabel Lampiran 4b. Sidik Ragam Rata-rata Klorofil b Daun


F TABEL
SK DB JK KT F.HIT NOTASI
0.05 0.01
Kelompok 2 10.0141392 5.0070696 0.935352 19 99 tn
PU 1 19.4939793 19.4939793 3.641596 18.5128 98.5025 tn
Galat (a) 2 11 5.35314214
AP 1 3.23623522 3.23623522 1.236875 7.70865 21.1977 tn
PU x AP 1 0.00619819 0.00619819 0.002369 7.70865 21.1977 tn
Galat (b) 4 10.465844 2.61646091
Total 11 53.922680 4.9020618

Keterangan: tn : tidak berpengaruh nyata


* : berpengaruh nyata
** : berpengaruh sangat nyata

45
Tabel Lampiran 5a. Rata-rata Klorofil Total Daun
PU AP ULANGAN TOTAL RATA-
1 2 3 RATA
P1 A0 260.132 258.3968 253.2593 771.8 257.3
A1 252.3696 250.6389 254.6067 757.6 252.5
SUB TOTAL 512.5 509.0 507.9 1529.4 254.9
P2 A0 248.3953 250.1436 233.1375 731.7 243.9
A1 227.6002 259.4849 229.3136 716.4 238.8
SUB TOTAL 476.0 509.6 462.5 1448.1 241.3

Tabel Lampiran 5b. Sidik Ragam Klorofil Total Daun


F TABEL
SK DB JK KT F.HIT NOTASI
0.05 0.01
Kelompok 2 298.166959 149.083 1.00157 19 99 tn
PU 1 551.1879052 551.188 3.703 18.5128 98.5025 tn
Galat (a) 2 298 148.849
AP 1 72.27753489 72.2775 1.12975 7.70865 21.1977 tn
PU x AP 1 0.101750344 0.10175 0.00159 7.70865 21.1977 tn
Galat (b) 4 255.905716 63.9764
Total 11 1475.338209 134.122

Keterangan: tn : tidak berpengaruh nyata


* : berpengaruh nyata
** : berpengaruh sangat nyata

46
Denah Pengacakan
U1A0P1 U2A0P0 U3A1P0 U4A1P1 U5A0P0 U6A0P1 U
\ V V
U1A0P0 U2A0P1 U3A1P1 U4A1P0 U5A0P1 U6A0P0
V V V
U1A1P0 U2A1P0 U3A0P0 U4A0P1 U5A1P1 U6A1P0
V V V V
U1A1P1 U2A1P1 U3A0P1 U4A0P0 U5A1P0 U6A1P1
V V

47
LAMPIRAN
Dokumentasi

Gambar 1. Melakukan Gambar 2. Mengisi Gambar 3. Melakukan


Penyemaian polybag dengan Tanah Penugalan
Hinga 2/3 Penuh

Gambar 4. Memotong Gambar 5. Melakukan Gambar 6. Memupuk


½ Akar Tanaman Cabai Penanaman Cabai pada Tanaman Cabai Sesuai
Sebelum Dipindahkan ke Polybag Dosis yang Telah
Polybag Ditentukan

Gambar 7. Melakukan
Pengamatan

48

Anda mungkin juga menyukai