Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum

Ilmu Gulma dan Pengelolaannya

ALELOPATI

Nama : Sri Yuliah Maharani Ishak


Nim : G011201043
Kelas : Ilmu Gulma dan Pengelolaannya B
Kelompok :5
Asisten : Resvi Meilisa

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis rendah yaitu tanaman
gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman pokok. Keberadaan gulma
tidak diharapkan oleh petani karena mengganggu tanamanan budidaya. Tumbuhnya
tanaman gulma pada pertanaman mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas
dari tanaman budidaya itu sendiri. Penurunan hasil dari tanaman budidaya karena
adanya persaingan antara gulma dengan tanaman budidaya dalam memperoleh air,
unsur hara, cahaya sebagai energi dalam berfotosintesis dan perebutan tempat hidup
ataupun di jadikan sebagai inang hama dan penyakit (Cahyati, 2018).
Gulma merupakan tanaman pengganggu yang tumbuh secara liar.
Pertumbuhan gulma pada lahan pertanian adalah salah satu hal yang tidak
diinginkan oleh para petani. Hal tersebut dikarenakan hadirnya gulma pada areal
pertanaman dapat mengganggu pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan karena
akan terjadi persaingan hara antara gulma dan tanaman budidaya. Selain hal
tersebtu, gulma juga memiliki kandungan racun atau alelopati yang dapat
berinteraksi dengan tanaman lain sehingga dapat menurunkan hasil produksi
tanaman yang dibudidayakan (Murtilaksono et al., 2021).
Pertumbuhan tanaman budidaya tidak terlepas dari peran gulma yang dapat
menghambat pertumbuhan/perkebangan tanaman serta menurunkan menurunkan
produktivitas. Pada lahan pertanian, gulma berperan sebagai tanaman pengganggu
atau merugikan tanaman produksi secara langsung melalui persaingan unsur hara
dan alelopati. Alelopati merupakan interaksi senyawa kimia pada suatu tanaman
dengan tanaman yang lain. Alelopati dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain
karena adanya pengaruh senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan. Senyawa
alelopati yang dihasilkan oleh gulma kaan mempengaruhi pertumbuhan tanaman
lain melalui penyerapan hara, penghambatan pembelahan sel, pertumbuhan, proses
fotosintesis, proses respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme
lainnya. Senyawa alelopati yang dihasilkan oleh gulma bersifat toxic bagi tanaman
yang dibudidayakan sehingga perlu upaya untuk melakukan pengendalian gulma
agar pertumbuhan tanaman dapat berlangsung dengan optimal (Rachmawati, 2022).
Berdasarkan uraian di atas dilakukan praktikum alelopati yang dihasilkan
oleh beberapa jenis gulma. Praktikum ini dilakukan untuk melihat interaksi
alelopati yang dihasilkan oleh gulma kirinyuh, babadotan, dan teki pada
pertumbuhan tanaman.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukan praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian
alelopati gulma kirinyuh, babadotan, dan teki terhadap pertumbuhan tanaman.
Kegunaan dilakukan praktikum ini adalah sebagai bahan informasi pengaruh
pemberian alelopati gulma kirinyuh, babadotan, dan teki terhadap pertumbuhan
tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alelopati
Alelopati berasal dari kata allelon (saling) dan pathos (menderita). Alelopati
meliputi interaksi biokimiawi secara timbal balik, yaitu yang bersifat
penghambatan maupun perangsangan antara semua jenis tumbuhan termasuk
mikroorganisme. Alelopati adalah interaksi biokimia antara tumbuhan dengan
tumbuhan lain yang mengakibatkan penekanan pertumbuhan dan perkembangan,
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui senyawa kimia atau
alelokimia. Alelokimia mampu memperlambat pertumbuhan tanaman karena
memiliki efek fitotoksik. Alelopati dapat diperoleh dari beberapa jenis gulma yang
mengandung senyawa-senyawa penghambat pertumbuhan (Fadli, 2019).
Alelopati merupakan peristiwa suatu individu tumbuhan menghasilkan zat
kimia yang dapat menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lain yang ada atau
bersaing dengan tumbuhan tersebut. Alelopati yang dihasilkan oleh gulma dapat
menyebabkan penyakit atau kematian pada tanaman pokok. Oleh karena itu, perlu
dilakukan berbagai upaya untuk mencegah atau menekan pertumbuhan gulma pada
areal pertanaman yang dibudidayakan. Senyawa-senyawa alelopati dapat
ditemukan pada jaringan tumbuhan seperti daun, akar, batang, rhizome, buah,
bunga, dan biji. Pada suatu agroekosistem, senyawa alelopati kemungkinan dapat
dihasilkan oleh gulma, tanaman pangan, hortikulturan, tanaman berkayu,
residu dari tanaman gulma, serta mikoorganisme. Alelopati dari tanaman gulma
biasanya dikeluarkan dalam bentuk eksudat dari akar dan serbuk sari, keseluruhan
organ, senyawa yang menguap dari daun, batang, dan akar, serta melalui pencucian
dari organ luar (Rahayu et al., 2020).
Pada lahan pertanian, gulma berperan sebagai tanaman pengganggu atau
merugikan tanaman produksi secara langsung melalui persaingan unsur hara dan
alelopati. Alelopati adalah peristiwa penghambatan pertumbuhan tanaman oleh
tanaman lain (gulma) melalui senyawa kimia beracun dari hasil metabolisme.
Senyawa beracun dari hasil metabolisme tumbuhan disebut alelopat. Beberapa jenis
gulma yang menghasilkan senyawa alelopati diantaranya adalah kirinyuh
(Chromolaena odorata L.), babadotan (Ageratum conzoides) atau krandang
(Puareria javanica), teki (Cyperus rotundus L.) (Gunawan et al, 2018).
Alelopati merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman, alga,
bakteri dan jamur yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
pertanian dan sistem biologi. Pada tumbuhan senyawa alelopati dapat ditemukan
diseluruh bagian tanaman, tetapi tempat penyimpanan terbesar senyawa ini
biasanya berlokasi di akar dan daun. Senyawa alelopati dilepaskan ke lingkungan
dengan beberapa cara, yaitu melalui penguapan, pencucian, dikeluarkan melalui
akar, dan dekomposisi residu tanaman dalam tanah (Berlina, 2018).
2.2 Interaksi Alelopati
Pada umumnya alelopati dikaitkan dengan masalah gangguan yang
ditimbulkan oleh tumbuhan pengganggu (gulma) yang tumbuh bersama-sama
dengan tanaman pertanian. Selain itu berkaitan pula dengan keracunan yang
ditimbulkan akibat penggunaan bahan penutup tanah (mulsa) pada berbagai
jenis pertanaman, dengan beberapa jenis rotasi tanaman. Alelopati dapat
berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penghambatan
pertumbuhan tanaman, gangguan system perakaran, klorosis, layu, bahkan
kematian pada tanaman (Rahayu et al., 2020).
Alelopati yang terdapat pada gulma dapat menyebabkan terjadinya
pernghambatan pada pertumbuhan panjang akar dan jumlah daun. Hal ini
dikarenakan adanya kandungan senyawa fenolik, dimana senyawa fenol ini dapat
mempengaruhi terjadinya difusi air dan oksigen pada pertumbuhan tanaman
terkhsusu pada pertambahan panjang akar dan jumlah daun. Selain itu, alelopati
yang terdapat pada gulma juga dapat menyebabkan penghambatan pada proses
pembelahan dan perkembangan sel sehingga pertumbuhan tanaman yang
dibudidayakan menjadi terhambat (Rachmawati, 2022).
Alelokimia merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder yang berperan
sebagai perantara interaksi alelopati antara tumbuhan atau antara tumbuhan dengan
mikroorganisme. Alelokimia yang dihasilkan merupakan salah satu bentuk adaptasi
pertumbuhan terhadap perubahan lingkungan dan merupakan mekanisme
pertahanan terhadap cekaman lingkungan. Setelah alelokimia dilepaskan ke
lingkungan akan terjadi interaksi alelokimia dengan faktor biotik dan abiotik seperti
pelindian, proses fisika-kimia, pemecahan oleh mikroba, dan penyerapan oleh
tumbuhan yang dapat mereduksi alelokimia (Darmanti, 2018).
Interaksi alelokimia gulma yang bersifat positif adalah pemanfaatannya
sebagai bioherbisida. Adanya senyawa-senyawa alelokimia yang ada pada
organisme hidup dapat digunakan sebagai bioherbisida. Senyawa alelokimia dapat
menekan perkecambahan biji gulma. Mekanisme kerja bioherbisida pada tumbuhan
yaitu dengan cara menekan atau membunuh gulma tertentu saja dan tidak
mempengaruhi tanaman lain yang berbeda disekitar gulma. Bioherbisida masuk
melalui stomata pada epidermis daun, kemudian menyebar ke seluruh jaringan
tumbuhan melalui pembuluh (Berlina, 2018).
2.3 Ekstrak Alelopati
Ekstrak alelopati dapat diambil pada beberapa bagian tanaman seperti akar,
daun, dan bunga. Ekstrak alelopati yang dilepaskan oleh akar tanaman dapat
berperan sebagai sumber karbon bagi mikroorganisme, sehingga alelokimia
menjadi tidak terakumulasi pada tingkat fitotoksik. Pengambilan ekstrak gulma
pada kar dapat dilakukan dengan mengambil akar segar gulma kemudian dicuci
bersih menggunakan air, lalu dipotong keci. Setelah dipotong kecil, ditambahkan
aquades lalu diblender. Akar gulma yang telah diblender sampai halus kemudian
diasring untuk diambil ekstraknya (Rahayu et al., 2020).
Untuk mendapatkan senyawa alelopati yang terdapat pada beberapa gulma
dilakukan metode khusus berupa pengekstrakan. Senyawa alelopati hasil ekstrak
tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman lain atau tanaman budidaya.
Proses ekstraksi alelokimia dari gulma biasanya dilakukan untuk dijadikan
bioherbisida. Hal ini juga merupakan salah satu bentuk pengendalian gulma yang
ramah lingkungan atau yang berwawasan lingkungan. Pemanfaatan gulma sebagai
bioherbisida dapat menekan kerugian yang diakibatkan oleh gulma (Amin, 2019).
Pemberian ekstrak alelopati pada tanaman dapat menekan pertumbuhan
tanaman. Hal ini dikarenakan senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma
bersifat toksik. Beberapa senyawa alelopati yang dihasilkan oleh gulma dapat
menghambat pembelahan sel-sel akar, menghambat pembesaran sel, menghambar
respirasi akar, menghambat sintesis protein, dan menurunkan daya permeabilitas
membran pada sel tumbuhan (Adreansyah et al., 2018).
Setiap bagian tanaman pada gulma memiliki kandungan alelopati yang
berbeda-beda. Ekstrak daun pada tanaman gulma biasanya mengandung asam galat,
asam kafeat, asam siringat, dan asam fanilat. Pada ekstrak batang mengandung
asam galat, asam fanilat, asam 3,4-dihidroksibensoat, dan asam kafeat. Sedangkan
pada ekstrak akar terkandung asam galat, asam 4-hidroksibensoat, asam siringat,
dan asam sinamat (Darmanti, 2018).
2.3.1 Kirinyuh
Kirinyuh (Chromolaena odorata) merupakan gulma bersifat alelopati yang
dapat menunda perkecambahan. Berdasarkan hasil uji fitokimia daun kirinyuh
mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu, tanin, saponin, alkaloid, fenolik
dan flavonoid. Terdapat senyawa alelopati pada berbagai jenis gulma yang
mengandung flavonoid, minyak atsiri, alkaloid, saponin, fenolik, tanin. Senyawa
tersebut terkandung dalam tumbuhan kirinyuh. Flavonoid dan fenol mampu
menghambat pembelahan sel sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman
mengakibatkan pendek dan kerdil. Klasifikasi gulma krinyuh menurut Maharani
(2021) adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena Odorata L
Kirinyuh (Chromolaena odorata) merupakan tumbuhan liar yang mudah
ditemui di sekitar namun belum dimanfaatkan secara optimal karena tumbuhan ini
dianggap sebagai gulma yang sulit diberantas. Daun kirinyuh mengandung
beberapa senyawa utama seperti tanin, fenol, flavanoid, saponin, alkaloid, dan
steroid. Kirinyuh merupakan salah satu jenis gulma yang tentu saja memiliki
dampang yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman (Gultom et al., 2020).
Alelopati yang terkandung pada tanaman kirinyuh mengandung senyawa
tanin, flavanoid, dan terpenoid. Kirinyuh memberikan dampak negatif terhadap
pertumbuhan gulma ketika gulma tersebut masih berbentuk biji. Hal ini
dikarenakan metabolit sekunder atau alelopati akan diserap oleh biji gulma
bersamaan dengan air selanjutnya akan terjadi penghambatan hormon pertumbuhan
hormon pertumbuhan seperti giberelin. Tumbuhan kirinyuh memiliki senyawa
alelopati yaitu fenolik dan alkaloid. Senyawa alelopati memberikan dampak yang
baik apabila senyawa alelopati tersebut karena dapat menyebabkan penekanan
terhadap pertumbuhan gulma, patogen, ataaupun hama. Namun, ketika tumbuh
pada areal pertanaman yang diusahakan akan menyebabkan dampak buruk karena
dapat menghambat pertumbuhan tanaman budidaya (Resdiar et al., 2019).
2.3.2 Babadotan
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) merupakan tanaman herba tahunan
yang dapat tumbuh hingga 1 meter. Babadotan memiliki ciri yaitu batang yang
bulat, memiliki rambut yang menyelimuti di bagian batangnya serta tumbuh tegak
memanjang. Memiliki daun bertangkai, daunnya saling bersilang berhadapan.
Adapun klasifikasi tanaman babandotan menurut Cahyati (2018) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Astrales
Family : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L.
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) memiliki nama umum babantonan,
wedusan, bandotan, rumput tahi ayam, dan daun tombak. Tanaman babandotan
merupakan tanaman yang mudah dicari. Hampir semua bagian tubuh tumbuhan ini
memiliki efek yang bermanfaat. Tumbuhan liar memiliki khasiat yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat dalam penyembuhan berbagai penyakit. Bagian yang
digunakan dari tumbuhan babandotan untuk dijadikan obat adalah akar, batang,
daun buah, biji, bunga, kulit, dan juga daun. Babandotan pada bagian daun memiliki
sifat bioaktivtas sebagai insektisida, antibakteri, dan alelopati. Secara umum,
babadotan ini menyandang status sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu, yang
merupakan kompetitor tanaman budidaya, terutama dalam hal penyerapan air dan
unsur hara, menghambat atau menekan pertumbuhan bahkan meracuni
tanaman budidaya dengan mengeluarkan zat alelopati. Babadotan juga
mempersulit pemeliharaan tanaman seperti pemupukan, penggemburan tanah, dan
pengendalian OPT, terutama disebabkan oleh akar bandotan yang tunggang dan
kuat menancap di tanah (Annisa, 2020).
Babadotan merupakan tanaman yang dapat ditemui di lahan pertanian yang
berpotensi menimbulkan kerugian pada pertumbuhan tanaman di areal tersebut.
Babadotan mengandung senyawa alelopat yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman lain tetapi tumbuhan ini juga memiliki kandungan unsur hara yang dapat
digunakan dalam pertumbuhan tanaman. Babandotan memiliki kandungan
hara seperti nitrogen, phosfor, dan kalium. Babandotan ketika tumbuh pada
areal pertanaman yang diusahakan akan menyebabkan dampak buruk bagi
tanaman yang dibudidayakan (Murtilaksono et al., 2020).
2.3.3 Rumput Teki
Rumput teki (Cyperus rotundus L.) merupakan salah satu gulma yang paling
penting dan dominan di Indonesia dan menjadi permasalahan pertanian yang serius,
karena dapat menurunkan hasil pertanian melaporkan kerugian yang disebabkan
oleh gulma teki ini bisa mencapai 23 - 89%. Selain itu, Cyperus rotundus dianggap
sebagai gulma yang berbahaya karena memiliki senyawa allelopati. Klasifikasi
tanaman gulma teki menurut Hariandi et al (2019) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genu : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L.
Rumput teki (Cyperus rotundus L.) merupakan tumbuhan obat yang termasuk
famili Cyperaceae. Rumput teki merupakan gulma yang dapat tumbuh dengan
mudah tanpa memilih tanah atau ketinggian tempat. Bagian yang sering digunakan
pada rumput teki yaitu rimpang. Umbi atau rimpang pada rumput teki memiliki
aktivitas sebagai antibakteri. Rumput teki memiliki berbagai macam kandungan
senyawa seperti alkaloid, flavanoid, tanin, dan saponin. Rumput teki merupakan
salah satu senyawa kimia yang berpotensi mengeluarkan senyawa
alelopati. Alelokimia ada rumput tekni dibentuk pada berbagai organ seperti
daun, batang, akar, bunga, atau biji yang dilepaskan ke lingkungan dan
mencapau organisme sasaran (Fadli, 2019).
Gulma ini sangat mudah ditemukan di Indonesia karena beriklim tropis.
Gulma Teki (Cyperus rotundus L.) banyak ditemukan pada tempat yang menerima
curah hujan lebih dari 1000 mm pertahun yang memiliki kelembapan 60-85%. Suhu
terbaik untuk pertumbuhan gulma teki adalah suhu dengan ratarata 25˚C, pH tanah
untuk menumbuhkan gulma teki berkisar antara 4,0-7,5. Umbi rumput teki
memiliki kandungan alkaloid sebanyak 0,3-1%, minyak atsiri sebanyak 0,3-1%,
flavanoid 1-3%. Isi kandungan umbi rumput teki memiliki variasi yang
berbeda-beda tergantung pada daerah asal tumbuhnya. Selain itu, kandungan
kimia rumput teki yaitu tannin dan flavanoid yang mmerupakan senyawa
golongan fenolik ketika dilepaskan kedalam tanah akan menghambat
pertumbuhan tanaman lain (Rahayu et al., 2020).
2.3.4 Krandang
Tumbuhan kerandang (Puareria javanica) merupakan jenis kacangan yang
menjalar. Tanaman ini merupakan mrupaka asli Asia dan biasa ditemukan di Asia
Tenggara. Seperti legum lainnya, tanaman tumbuh merambat, kal, atau merambat.
Pueraria dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dengan 1000 mdpl.,
toleran pada tanah asam dan miskin phospat. Pertumbuhan tanaman lambat pada 3
bulan pertama. Perbanyakan tanaman dilakukan dengan menggunakan biji.
Pertumbuhan tanaman agak baik dengan sinar matahari yang banyak, dapat juga
tumbuh dengan naungan yang ringan, tetapi tanaman ini tdak tahan kekeringan.
Klasifikasi krandang menurut Giffari (2021) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Pueraria
Spesies : Pueraria javanica
Peuraria javanica merupakan salah satu tumbuhan bebas yang banyak
digunakan oleh masyarakat sebagai pupuk hijau. Tumbuhan ini memiliki
ketersediaan yang cukup banyak dilapangan sehingga masyarakat tidak akan
kesulitan untuk mencarinya. Krandang memiliki kemampuan menghasilkan bahan
organik yang tinggi dan mampu meningkatkan tingkat kesuburan tanah karena
bintil pada akarnya mampu untuk mengikat nitrogen, disisi lain dapat menekan
pertumbuhan tanaman. Alelopati yang dihasilkan oleh tumbuhan kerandang akan
mempengaruhi proses-proses fisiologi yang terjadi pada tanaman budidaya. Hal
tersebut dikarenakan tanaman yang dibudidayakan tidak toleran terhadap senyawa
alelokimia yang dikeluarkan oleh tumbuhan kerandang (Faridati, 2021).
Pueraria javanica termasuk jenis kacangan yang merambat dengan batang
keras dan berbulu. Puerraria javanica memiliki manfaat untuk menekan
pertumbuhan gulma sehingga biaya untuk pengendalian gulma dapat ditekan.
Mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah seperti aerasi dan
juga menjaga kelembaban tanah. Erosi tanah dapat dikurangi, dengan kata lain
dapat memelihara tekstur tanah dan mengurangi proses kehilangan unsur hara pada
tanah. Sifat kimia tanah akan diperbaiki karena tanaman Pueraria javanica
memiliki kemampuan untuk mengikat nitrogen (Murti et al, 2018).
2.4 Dampak Alelopati Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Alelopati merupakan proses pelepasan senyawa yang bersifat toksik yang
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Beberapa senyawa alelokimia yang
dikeluarkan oleh tanaman dapat menghambat pembelahan sel akar, mempengaruhi
pembesaran sel. Selain itu, alelopati juga dapat menghambat sintesis protein dan
menghambat aktivitas enzim sderta menurunkan daya permeabilitas membran pada
sel tumbuhan yang tidak toleran (Adreansyah et al., 2018).
Umumnya gejala yang ditimbulkan oleh pengaruh alelopati pada tanaman
ialah terhambatnya perkecambahan pada biji tanaman. Pada saat perkecambahan
biji tanaman alelopati mempengaruhi kerja enzim. Selain itu, senyawa alelopati
mengakibatkan aktivitas enzim terhambat sehingga perkecambahan terhambat
bahkan biji tidak mampu untuk berkecambah. Pengaruh alelopati dapat dideteksi
pada tingkat fisiologi dan ekologi pada organisasi tumbuhan. Pengaruh pada tingkat
ekologis dapat dilihat dari menurunnya nilai kerapatan, frekuensi, dan dominansi
pada tanaman lain. Pengaruh fisiologis dapat dilihat dari penghambatan
pertumbuhan daun, akar dan batang, akar berwarna coklat dan kerdil, rambut akar
tidak berfungsi, ujung daun menguning atau nekrosis dan secara keseluruhan
tanaman menjadi kerdil (Amin, 2019).
Alelopati yang dihasilkan oleh suatu gulma ketika dapat dimanfaatka dengan
baik dapat membawa dampak yang positif. Babadotan merupakan salah satu jenis
gulma yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Tumbuhan babadotan
memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid dan terpenoid
yang dapat berpotensi sebagai penghambat makan sejumlah serangga. Larva yang
terkena senyawa alkaloid akan merespon pada konsentrasu tertentu sehingga
penghambatan makan pada larva akan terjadi Alelopati yang dihasilkan oleh
gulma selain dapat digunakan sebagai pestisida, namun juga dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Rumput teki merupakan salah satu
jenis gulma yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat-obatan
tradisional. Umbi pada teki mengandung minyak atsiri yang telah terbukti memiliki
khasiat bagi kesehatan (Gaol et al., 2019).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Plantation Nursery, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Sabtu, 1 Oktober 2022 pukul 10.15
WITA- selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cangkul, cutter, blender,
botol, saringan, timbangan, alat tulis, polybag.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu benih kedelai, pupuk kandang,
kirinyuh (Chromolaena odorata L.), babadotan (Ageratum conzoides) atau
krandang (Puareria javanica), teki (Cyperus rotundus L.), tanah dan air.
3.3 Metode Praktikum
3.3.1 Cara Kerja
a. Pembuatan Ekstrak Alelopati
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mencacah masing-masing setiap jenis gulma yang terdiri dari kirinyuh,
babandotan, dan teki menggunakan cutter.
3. Menimbang masing-masing hasil cacahan sebanyak 200 gram.
4. Menghaluskan cacahan gulma tersebut dengan menggunakan blender yang
sebelumnya telah ditambahkan air sebanyak 200 ml.
5. Memisahkan ampas dan ekstrak alelopati tanaman menggunakan penyaring.
6. Memasukkan masing-masing ekstrak gulma kedalam botol air mineral.
b. Penanaman Benih
1. Mencampur tanah dan pupuk kandang.
2. Mengisi polybag dengan media tanam yang telah dicampur.
3. Melakukan penanaman benih kedelai.
4. Melakukan penyiraman pada tanaman setiap pagi dan sore hari.
c. Pengaplikasian Alelopati
1. Menyiapkan larutan ekstrak masing-masing gulma dengan dosis 99 ml.
2. Melakukan penyiraman terlebih dahulu pada tanaman.
3. Menyemprotkan larutan ekstrak ke daerah sekitar tanaman sesuai dengan
perlakuan masing-masing polybag. Pengaplikasian ekstrak alelopati
dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu atau telah memiliki 4 helai
daun.
4. Melakukan pengaplikasian setiap 3 hari sekali selama 2 minggu.
3.3.2 Parameter Pengamatan
Berikut adalah paramter pengamatan yaitu:
1. Tinggi tanaman
2. Jumlah daun
DAFTAR PUSTAKA
Adreansyah, Irwansyah, T., dan Meiriani. 2018. Respons Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Terhadap Pemberian
Alelopati Lalang (Imperata cylindrica) dan Babadotan (Ageratum
conyzoides). Jurnal Pertanian Tropik. 5(3): 340-343.
Annisa, A. 2020. Potensi Ekstrak Daun Babandotan (Ageratum conyzoides) Dalam
Meningkatkan Jumlah Trombosit Pada Uji Mencit Jantan (Mus musculus).
Skripsi. Lampung, Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Amin, M.S. 2019. Pengaruh Pemberian Ekstrak Alang-Alang (Imperata Cylindrica
L.), Teki (Cyperus Rotundus L.), dan Bandotan (Ageratum Conyzoides L.)
terhadap Gulma di Lahan Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.)
Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Skripsi.
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim: Malang.
Berlina, L. 2018. Potensi Bioherbisida Estrak Daun Ketapang (Terminalia Catappa
L.) terhadap Gulma Kalamenta (Leersia Hexandra L.). Skripsi. Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri Raden Intan: Lampung.
Cahyati, Novia. 2018. Pengaruh Ekstrak Alang-Alang ( Imperata Cylindrica L.)
terhadap Pertumbuhan Tanaman Gulma Ageratum Conyzoides L. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Raden Intan:
Lampung.
Darmanti, S. 2018. Interaksi Alelopati dan Senyawa Alelokimia: Potensinya
Sebagai Bioherbisida. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 3(2): 181-187.
Fadli, M. 2019. Pengaruh Kolaborasi Dari Perendaman Ekstrak Alelopati (Alang-
Alang, Teki, Dan Putri Malu) Untuk Menghambat Perkecambahan Benih
Kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi. Pangkep, Program Studi Budidaya
Tanaman Perkebunan, Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep.
Faridati, M. 2021. Potensi Alelokimia Ekstrak Rimpang Alang-Alang (Imperata
cylindrica) Sebagai Herbisida Nabati Terhadap Penghambat
Perkecambahan dan Pertumbuhan Gulma Bandotan (Ageratum conyzoides
L). Skripsi. Pekan Baru, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Islam Riau.
Gaol, A., N., S., A., L., Rampe, H., L., dan Rumondor, M. 2019. Intensitas Serangan
Akibat Hama Pemakan Daun Setelah Aplikasi Ekstrak Daun Babadotan
(Ageratum conyzoides L.) Pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Jurnal
Ilmiah Sains. 19(2): 93-98.
Giffari, Faqi Nabil. 2021. Rencana Biaya Revegetasi pada Reklamasi Tahap
Operasi Produksi di Lahan Bekas Pertambangan Pasir Silika. Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah: Jakarta.
Gultom, E., S., Sakinah, M., dan Hasanah, U. 2020. Eksplorasi Senyawa Metabolit
Sekunder Daun Kirinyuh (Chromolaena odorata) Dengan GC-M. Jurnal
Biosains. 6(1): 23-26.
Gunawan, B., Soejono, A.T., Rahayu, E. 2018. Komposisi Gulma pada Lahan
Gambut Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Jurnal Agromast, Vol.3(1): 1-6.
Hariandi, D., Indradewa, D., Yudono, P. 2019. Pengaruh Gulma terhadap
Pertumbuhan Beberapa Kultivar Kedelai. Agrotech Science Journal,
Vol.5()1: 19-47.
Maharani, Ira. 2021. Pemberian Kombinasi Ekstrak Alang-Alang (Imperata
Cylindrica) dan Kirinyuh (Chromolaena Odorata) pada Tanaman Gulma
(Ageratum Conyzoides) di Lahan Tanaman Kopi Desa Ciptawaras
Kabupaten Lampung Barat. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Raden Intan: Lampung.
Murti, B.K., Andayani, N., Rahayu, E. 2018. Pengaruh Komposisi Media Tanam
dan Pupuk P terhadap Pertumbuhan Pueraria Javanica. Jurnal Agromast,
Vol.3(1):1-16.
Murtilaksono, A., Adiwena, M., Nurjanah, Rahim, A., dan Syahil, M. 2021.
Identifikasi Gulma di Lahan Pertanian Hortikultura Kecamatan Tarakan
Utara Kalimantan Utara. J-PEN Borneo: Jurnal Ilmu Pertanian. 4(1): 1-4.
Murtilaksono, A., Rika, dan Hendrawan. 2020. Pengaruh Pupuk Organik Cair
Babadotan (Ageratum conyzoides) Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Akar
Hanjeli (Coix lacrima Jobi). Agriprima, Journal of Applied Agrivultural
Scineces. 4(2): 164-170.
Rachmawati, F. 2022. Efektivitas Cendawan Endofit Penginduksi Ketahanan Padi
Terhadap Alelopati Gulma Echinochloa crus-galli. Skripsi. Jember,
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
Rahayu, S., Paserang, A., P., dan Harso, W. 2020. Uji Keefektifan Ekstrak Alelopati
Akar Teki (Cyperus rotundus L.) Dan Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
Terhadap Pertumbuhan Sawi Hijau (Brassica rapa L.). Biocelebes. 14(1):
22-30.
Resdiar, A., Hasanuddin, dan Hafsah, S. 2019. Pengendalian Gulma Pada Tanaman
Kedelai Dengan Menggunakan Beberapa Waktu Aplikasi Mulsa Organik
Kirinyuh (Chromolaena odorata L.). Jurnal Agrotek Lestari. 5(2): 29-37.

Anda mungkin juga menyukai