Disusunoleh :
Nama
NIM
:135040200111226
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat:
Bahan
-
Toples plastic
Kuas gambar
Kain kasa
Lup
Timbangan
Hand sprayer
20 imago Triboium
250 gr tepung
Alcohol
Tissue
: sebagai manifestasi
: sebagai bahan pakan Tribolium sp
: untuk bahan sterilisasi toples
: untuk alat pembersih
Tribolium sp dapat bernafas. Tepung digunakan sebagai pakan alami Tribolium sp.
Setiap 7 hari selama 4 minggu, lakukan pengamatan untuk menghitung jumlah telur,
larva, pupa dan imago dari Tribolium sp. Catat dalam table. Pada penngamatan minggu
terakhir, timbang kembali bobot terakhir beras.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Stadia Serangga
Telur
Larva
Pupa
Imago baru yang hidup
Imago mati
4.2
sp menghasilkan 16 larva, 15 pupa, serta 204 imago baru. Pada pengamatan tidak
ditemukan telur dalam pengamatan, yang dimungkinkan telur tersebut sudah menetas
menjadi larva. Lamanya penyimpanan aerta jumlah makanan yang tersedia berbanding
lurus dengan banyaknya jumlah telur atau imago yang dihasilkan (Dharmaputra.2004).
Tribolium sp khusunya Tribolium castaneum memiliki tingkat keperidian yang tinggi.
Pada waktu 1 bulan sejak dilakukan infestasi dapat memiliki telur hingga dua kali lipat
dari jumlah awal serangga.
4.3
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam yang dimiliki serangga itu sendiri dan
faktor luar yang berda di lingkungan sekitarnya. Tinggi rendahnya populasi suatu jenis
serangga pada suatu waktu merupakan hasil antara kedua fakor tersebut:
hidup,
serangga
memiliki
alat
atau
kemampuan
untuk
Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang beberapa hari,akan
tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya umur imago Nilavarpata lugens
(Homoptera; Delphacidae) 10 hari, umur imago kepik Helopeltis theivora (Hemiptera;
Miridae) 5-10 hari, umur Agrotis ipsilon (Lepidoptera; Noctuidae) sekitar 20 hari,
ngengat Lamprosema indicata (Lepidoptera; Pyralidae) 5-9 hari, dan kumbang betina
Sitophillus oryzae (Coleoptera; Curculinoidae) 3-5 bulan (Jumar, 2000).
2.5.2 Faktor Luar
a. Suhu dan Kisaran Suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu
tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat
pada proses fisiologi serangga. Pada waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi
pada suhu yang lain akan berkurang (menurun). Pada umunya kisaran suhu yang efektif
adalah suhu minimum 150C, suhu optimum 250C dan suhu maksimum 450C. Pada
suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan
kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit (Jumar, 2000).
b. Kelembaban/Hujan
Kelembaban yang dimaksud dalam bahasan ini adalah kelembaban tanah, udara, dan
tempat hidup serangga di mana merupakan faktor penting yang mempengaruhi
distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai
serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem. Pada umumnya serangga lebih
tahan terhadap terlalu banyak air, bahkan beberapa serangga yang bukan serangga air
dapat tersebar karena hanyut bersama air. Akan tetapi, jika kebanyakan air seperti banjir
da hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa jenis serangga. Sebagai contoh dapat
disebutkan, misalnya hujan deras dapat mematikan kupu-kupu yang beterbangan dan
menghanyutkan larva atau nimfa serangga yang baru menetas (Jumar, 2000).
c. Cahaya/Warna/Bau
Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terdahap cahaya, sehingga
timbul jenis serangga yang aktif pada pagi hari, siang, sore atau malam hari. Cahaya
matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Serangga ada yang
bersifat diurnal, yakni yang aktif pada siang hari mengunjungi beberapa bunga,
meletakkan telur atau makan pada bagian-bagian tanaman dan lain-lain. Seperti contoh
Leptocorixa acuta. Selain itu serangga-serangga yang aktif dimalam hari dinamakan
bersifat nokturnal, misalnya Spodoptera litura. Sejumlah serangga juga ada yang tertarik
terhadap cahaya lampu atau api, seperti Scirpophaga innotata. Selain tertarik terhadap
cahaya, ditemukan juga serangga yang tertarik oleh suatu warna sepeti warna kuning
dan hijau. Sesungguhnya serangga memiliki preferensi (kesukaan) tersendiri terhadap
warna dan bau (Jumar, 2000).
d. Angin
Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi serangga yang
berukuran kecil. Misalnya Apid (Homoptera; Aphididae) dapat terbang terbawa oleh
angin sampai sejauh 1.300 km. Kutu loncat lamtoro, Heteropsylla cubana (Homoptera;
Psyllidae) dapat menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan angin. Selain
itu, angin juga mempengaruhi kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin
mempercepat penguapan dan penyebaran udara (Jumar, 2000).
e. Faktor Makanan
Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh
serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang
cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya,
jika keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh
jenis makanan, kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga
berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama. Dalam hubungannya
dengan makanan, masing-masing jenis serangga memiliki kisaran makanan (inang) dari
satu sampai banyak makanan (inang) (Jumar, 2000).
f. Faktor Hayati
Faktor hayati adalah faktor-fakor hidup yang ada di lingkungan yang dapat berupa
serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Organisme tersebut dapat
mengganggu atau menghambat perkembangan biakan serangga, karena membunuh atau
menekannya, memarasit atau menjadi penyakit atau karena bersaing (berkompetisi)
dalam mencari makanan atau berkompetisi dalam gerak ruang hidup (Jumar, 2000).
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
dari Sitophilus oryzae yang diinvestasi tetap masih bisa berkembang dan mengalami
kenaikan serta tidak banyak mengalami pengurangan dari jumlah imago populasi awal.
Hal ini mengindikasikan bahwa Sitophilus oryzae memiliki potensi berkembangbiak
yang positif dengan kecenderungan populasi meningkat pada setiap generasi. Harapan
hidup telur lebih besar dari larva dan pupa. Hal ini disebabkan karena telur belum
banyak terkontaminasi dengan factor luar yang masih terbungkus dengan kulit telur
yang keras dan belum beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Borror, D. J., C. A. Triplehorn & N. F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Ed. 6. Penerjemah: S. Partosoedjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kartasapoetra. 1990. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Jakarta : PT RINKA
CIPTA
Kartasapoetra. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Jakarta: PT RINKACIPTA.