ALELOPATI
2.1 Alelopati
Istilah alelopati (allelopathy) pertama kali dikemukakan oleh Hans Molisch
tahun 1937. Alelopati berasal dari kata allelon (saling) dan pathos (menderita).
Menurut Molisch, alelopati meliputi interaksi biokimia secara timbal balik, yang
bersifat penghambatan maupun perangsangan antara semua jenis tumbuhan
termasuk mikroorganisme. Alelopati kemudian didefinisikan sebagai pengaruh
langsung ataupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap yang tumbuhan
lainnya, termaksud mikroorganisme, baik yang bersifat positif atau perangsangan,
maupun negatif atau penghambat pertumbuhan bagi tanaman melalui pelepasan
senyawa kimia ke lingkungannya (Junaedi, 2006).
Pada suatu agroekosistem, senyawa alelopati dapat dihasilkan oleh gulma,
tanaman pangan dan hortikultura (semusim), tanaman berkayu, dan sebagainya.
Kelompok tanaman gulma yang dapat menjadi senyawa alelopati yaitu,
Agropyron repens L., Imperata cylindrica L., Cyperus esculentus. Golongan
tanaman tahunan yang berupa pohon antara lain Acasia, Centaura sp. Terutama C.
maculosa L., dan C. diffusa L. yang dapat menghambat pertumbuhan rumput di
Amerika Utara sampai 85% dan senyawa bahan aktif catechin yang ada pada
Centaura sp dapat menghambat pertumbuhan tanaman sekitarnya (Bais, 2003).
Pada tanaman pangan juga ada yang menghasilkan alelopati antara lain
jagung, padi, dan ubijalar. Selanjutnya, golongan tanaman perkebunan yang
diindikasikan menghasilkan senyawa alelopati yaitu tanaman jahe, kopi arabika,
nilam, dan beberapa tanaman obat. Adanya senyawa alelopati dari tanaman dapat
memberikan dampak yang baik jika senyawa tersebut menyebabkan penekanan
terhadap pertumbuhan gulma, pathogen, maupun hama (Junaedi, 2006).
2.2 Pengaruh Alelopati Terhadap Tanaman
Alelopati dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain yang tumbuh
bersaing dengan tumbuhan tersebut, dan dapat juga merugikan tumbuhan akibat
pengaruh senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan. Senyawa-
senyawa kimia alelopati dapat mempengaruhi tumbuhan lain melalui penyerapan
unsur hara, penghambatan pembelahan sel, pertumbuhan, proses fotosintesis,
respirasi, dan proses metabolism yang lain. Menurut Djafaruddin (2004),
pengaruh alelopati terhadap pertumbuhan tanaman yaitu sebagai berikut :
1. Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan
menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan.
2. Beberapa alelopati menghambat pembelahan sel akar tumbuhan.
3. Menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel
tumbuhan, menghambat respirasi akar, dan menghambat kerja enzim.
Alelopati pada tumbuhan dapat menghasilkan senyawa yang disebut dengan
alelokemis. Senyawa tersebut merupakan senyawa racun yang biasanya berupa
fenol, flavonoid, dan terpeten. Salah satu cara menghambat pertumbuhan
kecambah yaitu dengan memberikan senyawa alelopati. Hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian
akan mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis (Gardner, 1991).
2.3 Alelopati Tanaman Cyperus rotundus, Agregatum conyzoides,
Chromolaena odorata
Rumput teki (Cyperus rotundus L.) adalah salah satu gulma yang
penyebarannya luas. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar pertanaman budidaya,
karena memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi pada jenis tanah yang
beragam. Cyperus rotundus L. termasuk gulma parennial dengan bagian tanah
terdiri dari umbi dan akar. Akar teki mengandung alkaloid, glikosida, flavonoid
dan minyak sebanyak 0,3-1% yang isinya bervariasi, bergantung pada daerah asal
tumbuhnya. Kandungan inilah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman
khususnya proses perkecambahan (Pranasari, 2012).
Agregatum conyzoides atau yang kita kenal dengan Bandotan memiliki
kemampuan sebagai alelopati diidentifikasi karena adanya tiga phenolic acid yaitu
gallic acid, coumalic acid, dan protocatechuic acid yang merupakan senyawa
fenol dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa tanaman. Tidak hanya itu,
kandungan alelokimia yang ditimbulkan akan menyebabkan serangan hama dan
penyakit menurun, terkhusus tanaman jeruk dengan melimpahnya populasi
predator bagi hama kutu merah (Wardani, 2018).
Minjangan (Chromolaena odorata) termasuk dalam family Asteraceae.
Daunnya berbentuk oval, bagian bawah lebih lebar, makin ke ujung makin
runcing. Minjangan dapat tumbuh pada ketinggian 1000-2.800 mdpl. Tanaman ini
dapat mengeluarkan senyawa alelopati seperti asam polimktik, asam linoleik, dan
dimetoksifenol. Tidak hanya mengeluarkan alelokimia, tanaman ini juga menjadi
competitor tanaman pokok yang sangat adaptif, mulai dari penyerapan air hingga
unsur hara. Daun minjangan yang muda merupakan bagian yang memiliki
kandungan toxic yang tinggi (Prawiradiputra, 2007).
2.4 Pengaruh Alelopati Terhadap Kacang Hijau
Vigna radiata atau kacang hijau merupakan salah satu tanaman yang cukup
penting di daerah Indonesia. Karena, kacang hijau memiliki banyak kandungan
vitamin, terutama vitamin B1 yang merupakan zat tambahan bagi mereka yang
relatif kurang vitamin. Tanaman kacang hijau juga dapat mengalami penurunan
produksi akibat gulma atau tanaman penganggu yang tumbuh disekitarnya. Proses
perkecambahan kacang hijau dapat terhambat oleh adanya pengaruh alelokimia
yang dikeluarkan oleh tanaman lain yang ada disekitarnya. Untuk itu penggunaan
ekstrak Chromolaena odorata bertujuan sebagai herbisida alami terhadap proses
perkecambahan Vigna radiata (Frastika, 2017).
Menurut penelitian oleh Frastika (2017), menemukan bahwa pemberian
ekstrak terhadap perkecambahan tidak mempengaruhi laju perkecambahan pada
biji kacang hijau, hal ini dikarenakan biji kacang hijau tidak merespon alelopati
pada ekstrak C. odorata pada masa perkacambahan. Senyawa alelopati yang
terkandung dalam ekstrak daun C. odorata mampu menghambat sintesis
karbohidrat, ditandai dengan perkembangan radikula yang tidak normal yang
mempengaruhi laju perkecambahan.
2.5 Pemanfaatan Alelopati
Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari senyawa alelopati,
terdapat juga manfaat yang banyak di bidang pertanian. Salah satunya, sebagai
herbisida alami untuk membasmi gulma yang ada di lahan pertanian. Penanaman
tanaman yang mengekskresikan alelokimianya mampu menghambat pertumbuhan
gulma. Penerapan sistem intercropping pada jenis tanaman budidaya tertentu, juga
mampu melindungi tanaman pokok dari pertumbuhan gulma atau tanaman liar,
sehingga tidak terjadi kompetisi yang dapat merugikan tanaman yang diusahakan.
Selain itu, senyawa alelopati juga dapat berperan dalam pendorong pertumbuhan,
seperti meningkatkan produksi pada padi dengan menanam velvet bean (Mucuna
pruriens) yang sekaligus menjadi agen fiksasi N2 (Farooq, 2011).
Senyawa alelokimia suatu tanaman juga dapat dijadikan sebagai pengendali
hama pada tanaman budidaya. Pengendalian ini memanfaatka ekstrak suatu
tanaman yang didalamya terkandung senyawa alelokimia. Salah satu contohnya
yaitu ekstrak tanaman Azadirachta indica, yang jika diaplikasikan pada
pertamamn stroberi, akan menurunkan populasi hama kutu merah yang dapat
menurunkan produktivitas tanaman. Tambahan pula, minyak tanaman eukaliptus
atau Eucalyptus globulus dapat digunakan sebagai pengendali hama pada beras
yaitu mematikan hama kutu beras pada fase larva (Farooq, 2011).
DAFTAR PUSTAKA