Anda di halaman 1dari 32

KEANEKARAGAMAN JAMUR TANAH PADA LAHAN

TANAMAN BAWANG PREI (Allium ampeloprasum L.)


ORGANIK DAN LAHAN YANG DIAPLIKASIKAN HERBISIDA
BERBAHAN AKTIF OKSIFLUORFEN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
LIKA HANIFAH SITORUS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
KEANEKARAGAMAN JAMUR TANAH PADA LAHAN TANAMAN
BAWANG PREI (Allium ampeloprasum L.) ORGANIK DAN LAHAN YANG
DIAPLIKASIKAN HERBISIDA BERBAHAN AKTIF OKSIFLUORFEN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

LIKA HANIFAH SITORUS


155040201111031

MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
MALANG
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Keanekaragaman Jamur Tanah Pada Lahan Tanaman


Bawang Prei (Allium Ampeloprasum L.) Organik Dan
Lahan Yang Diaplikasikan Herbisida Berbahan Aktif
Oksifluorfen.
Nama Mahasiswa : Lika Hanifah Sitorus
NIM : 155040201111031
Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. Restu Rizkyta Kusuma, SP. M.Sc.
NIP. 19550821 198002 1 002 NIK. 201409 880504 2 001

Mengetahui
Ketua
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan

Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS.


NIP. 19551018 198601 2 001
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT serta shalawat
berangkaikan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sehingga dapat
menyelesaikan laporan magang yang berjudul “Keanekaragaman Jamur Tanah
Pada Lahan Tanaman Bawang Prei (Allium Ampeloprasum L.) Organik Dan Lahan
Yang Diaplikasikan Herbisida Berbahan Aktif Oksifluorfen”.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada banyak
pihak yang telah bertisipasi dalam membantu pengerjaan proposal penelitian. Saya
ucapkan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan sehingga dapat
menyelesaikan proposal penelitian ini
2. Kedua orang tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan selama
penyusunan proposal penelitian.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS dan Ibu Restu Rizkyta Kusuma,
SP. M.Sc. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberikan
arahan dan motivasis salaam mengerjakan proposal penelitian ini.
4. Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS. selaku Ketua Jurusan Hama dan penyakit
Tumbuhan (HPT), Dr.Ir.Syamsuddin Djauhari, MS selaku Ketua Laboratorium
Jurusan HPT serta seluruh dosen dan karyawan jurusan HPT Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya atas bimbingan, fasilitas, dan bantuan yang
telah diberikan.
5. Teman-teman seluruhnya yang selalu membantu dan mendukung dalam
pengerjaan proposal penelitian ini.

Semoga proposal penelitian yang telah disusun ini dapat bermanfaat untuk
banyak pihak. Kritik dan saran sangat diperlukan guna perbaikan dari proposal
penelitian yang telah dibuat. Terima Kasih.

Malang, 10 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iii
1. PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 3
1.4 Hipotesis Penelitian..........................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................4
2.1 Tanaman Bawang Prei ....................................................................................4
2.2 Mikroorganisme Tanah.....................................................................................5
2.3 Jamur dan Peranannya...................................................................................6
2.4 Pertanian Organik.............................................................................................8
2.5 Herbisida........................................................................................................ 10
3. METODE PENELITIAN........................................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.........................................................................13
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................................13
3.3 Metode Penelitian...........................................................................................13
3.4 Pelaksanaan Penelitian..................................................................................14
3.5 Variabel Pengamatan.....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22

ii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

Gambar 1. Rumus bangun kimia Oksifluorfen..........................................................11

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Nilai (skor) Tingkat Kerusakan Tanaman.............................................................17


2. Kriteria Indeks Keanekaragaman.........................................................................19
3. Kriteria Indeks Keseragaman...............................................................................20

iii
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroba tanah merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat


kesuburan tanah. Kualitas kesuburan tanah relevan terhadap keberagaman dan
populasi mikroba yang terdapat didalam tanah terutama rhizosfer tanah. Populasi
mikroba di daerah rhizosfer secara umum lebih komplek dan beragam
dibandingkan pada tanah non rhizosfer. Populasi mikroba pada rhizosfer
dipengaruhi oleh keberadaan akar tanaman yang mengeksresikan bahan organik
sebagai sumber energi bagi mikroba tanah. Mikroba tanah memiliki peranan
penting seperti dekomposer bahan organik, membantu proses siklus hara,
sebagai pelarut fosfat, pemicu pertumbuhan tanaman serta memiliki potensi
sebagai agen pengendali penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen
(Simatupang, 2008). Beberapa mikroba rhizosfer yang terdapat didalam tanah
yaitu bakteri, protozoa, dan juga jamur.
Jamur ialah salah satu mikroorganisme yang memiliki karakteristik
berbeda sesuai dengan kelasnya masing-masing. Karakteristik setiap jamur
memiliki hubungan terhadap perannya didalam ekosistem tanah. Secara umum
jamur yang ditemukan di rhizosfer tanah memiliki peranan dalam meningkatkan
kesuburan tanah. Selain itu, peran lain dari jamur yaitu menghasilkan hormon
pemicu pertumbuhan tanaman, menghasilkan antibiotik, serta menekan patogen
penyebab penyakit pada tanaman (Prihastuti, 2011). Beberapa jamur dari genus
Trichoderma sp. dapat menekan pertumbuhan patogen tanaman dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman (Purwantisari dan Hastuti, 2009). Selain itu,
genus Streptomyces sp. memiliki kemampuan untuk mendegradasi selulosa
sebagai senyawa organik dan melarutkan fosfat (Nurkanto, 2007). Jamur pelapuk
putih (Pleurotus spp) juga berperan sebagai bioremediator herbisida (Santi et al.,
2007). Keberadaan jamur tanah dalam memainkan perannya dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti temperatur, kelembaban, dan juga nutrisi (Proborini,
2012). Selain itu, populasi jamur juga dipengaruhi oleh adanya input bahan
sintetik seperti penggunaan pestisida secara intensif yang dilakukan pada lahan.
Pestisida yang diaplikasikan secara intensif dapat memberikan dampak negatif
terhadap populasi mikroba sehingga berpengaruh terhadap keseimbangan
ekologi mikroorganisme dalam tanah (Hindersah et al., 2014)
2

Sistem budidaya secara konvensional secara umum mengaplikasikan


pestisida sebagai upaya pemeliharaan tanaman dan umumnya digunakan secara
intensif untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Salah satu jenis
pestisida yang sering digunakan oleh petani terutama untuk pengendalian gulma
yaitu herbisida. Daya kerja yang cukup signifikan dari bahan aktif herbisida
membuat petani memilih pengendalian menggunakan bahan sintetik.
Penggunaan herbisida sintetik cenderung menimbulkan dampak negatif dan
pengaplikasian yang dilakukan secara intensif dapat merusak lingkungan serta
meningkatkan resistensi terhadap gulma (Yulifrianti et al., 2015)
Herbisida yang digunakan sebagai upaya pengendalian gulma memiliki
kandungan bahan aktif yang berbeda-beda salah satunya ialah oksifluorfen.
Penggunaan bahan aktif oksifluorfen dapat menyebabkan penurunan pada
populasi jamur dan bakteri yang terdapat didalam tanah. Dampak racun
oksifluorfen berpengaruh terhadap populasi mikroba serta menyebabkan tingkat
persistensi yang tinggi pada tanah (Gamez et al., 2014). Residu yang tertinggal
pada tanah akan terakumulasi sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya
aktivitas mikroba didalam tanah.
Disisi lain, pertanian organik mulai dikembangkan oleh petani holtikultura
sayur. Pengembangan pertanian organik mulai dilirik untuk menjaga kelestarian
lingkungan serta dapat mengkonsumsi produk yang lebih sehat. Penggunaan
pupuk dilakukan dengan penambahan bahan organik seperti kompos serta
pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen antagonis. Pemberian
bahan organik seperti kompos kedalam tanah akan meningkatkan ativitas
mikroorganisme tanah (Subowo, 2010). Berdasarkan pemaparan uraian
tersebut, maka diperlukan adanya penelitian untuk mengkaji keanekaragaman
jamur tanah pada lahan organik dan lahan konvensional yang di aplikasikan
herbisida berbahan aktif oksifluorfen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keanekaragaman jamur tanah pada lahan bawang prei organik
dan lahan yang diaplikasikan herbisida berbahan aktif oksifluorfen.
2. Bagaimana pengaruh aplikasi herbisida berbahan aktif oksifluorfen terhadap
keanekaragaman jamur tanah.
3

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui keanekaragaman jamur tanah pada lahan bawang prei organik


dan lahan yang diaplikasikan herbisida berbahan aktif oksifluorfen.
2. Mengetahui pengaruh herbisida berbahan aktif oksifluorfen terhadap
keanekaragaman jamur tanah pada lahan bawang prei organik dan lahan
yang diaplikasikan herbisida berbahan aktif oksifluorfen.

1.4 Hipotesis Penelitian


1. Keanekaragaman jamur tanah pada lahan bawang prei organik lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan yang diaplikasikan herbisida berbahan aktif
oksifluorfen.
2. Herbisida berbahan aktif oksifluorfen berpengaruh terhadap
keanekaragaman jamur tanah pada lahan bawang prei organik dan lahan
yang diaplikasikan herbisida berbahan aktif oksifluorfen.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman jamur tanah yang
terdapat pada lahan bawang prei organik dan lahan yang diaplikasikan
herbisida berbahan aktif oksifluorfen.
2. Memberikan informasi tentang pengaruh herbisida berbahan aktif
oksifluorfen terhadap jamur tanah yang ditemukan pada lahan organik dan
lahan yang diaplikasikan herbisida berbahan aktif oksifluorfen.
4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bawang Prei (Allium ampeloprasum L.)


Tanaman bawang prei merupakan tanaman sayuran yang dapat
digunakan sebagai bahan makanan dan obat herbal. Komponen utama dalam
daun bawang yaitu pentanol (18%). 5,2-metil furan (7%), octa decan (9%),
dipropyl disulphide (5,6%), metil alil sulfida (4,3%), tetra hidro 5-2 dimethyl
tiophone (4,4%) dan kamphore (3,2%) (Monemi et al., 2018). Tanaman ini dapat
tumbuh pada ketinggian 250-1500 mdpl dengan curah hujan 150-200 mm/tahun
dan dapat tumbuh optimal pada suhu 18-25oC (Arief et al., 2014). Tanaman
bawang prei memerlukan syarat tertentu untuk pertumbuhan yang optimal dan
pengaruh dari lingkungan dapat memicu terjadinya serangan penyakit pada
tanaman saat umur tertentu (Yunasfi, 2002).
Adapun penyakit yang menyerang tanaman bawang prei adalah sebagai
berikut :
1. Penyakit Bercak Ungu
Penyakt bercak ungu disebabkan oleh jamur Altenaria porri dari genus
Altenaria. Jamur Altenaria porri dapat menginfeksi secara optimal pada suhu
18-25oC. Konidia spora Altenaria porri berbentuk gada bersekat, membesar,
dan tumpul disalah satu ujungnya, dan ujung yang lainnya menyempit dan
memanjang. Gejala visual awal akan terlihat 1-4 hari sejak infeksi tergantung
pada jumlah konidia yang menginfeksi (Ratih et al., 2017). Gejala serangan
dari penyakit ini yaitu akan menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke
dalam, berwarna putih dengan pusat berwarna ungu (kelabu). Pada kondisi
serangan lanjut bercak akan berkembang menyerupai cincin dengan bagian
tengah berwarna ungu dengan tepi kemerahan, dikellilingi warna kuning dan
menyebabkan ujung daun menjadi kering (Udiarto et al., 2005).

2. Penyakit Karat Daun


Penyakit karat daun merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur
Puccinia Porri. Tanaman inang dari patogen Puccinia porri yaitu bawang prei,
bawang merah, bawang putih, bawang bombai. Patogen ini menginfeksi pada
saat kondisi lingkungan lembab. Spesies Puccinia menyebabkan penyakit
utama pada tanaman bawang terutama pada produksi benih sehingga
5

patogen ini bisa ditularkan lewat benih. Patogen ini juga dapat menyebar
melalui udara lalu menginfeksi tanaman bawang prei (Raymond et al., 2014).
Infeksi pada tanaman bawang prei memunculkan gejala awal berupa bintik-
bintik putih melingkar memanjang sepanjang (1-2 mm). Gejala serangan lanjut
akan berkembang seperti pustul berwarna kuning ke oranyean dan kondisi
tanaman terlihat mongering (Parte et al., 2015)
3. Penyakit Mati Pucuk
Tanaman inang dari jamur Phytophthora porri yaitu bawang prei,
bawang merah dan bawang putih. Secara umum serangan dari penyakit ini
terjadi pada saat periode musim penghujan. Oosopra patogen dapat bertahan
pada tanah selama lebih dari 5 bulan. Patogen ini membutuhkan kondisi yang
lembab pada bagian permukaan daun untuk menginfeksi tanaman (Raymond
et al., 2014). Gejala serangan patogen ini pada awalnya akan menyerang
bagian ujung daun sehingga menyebabkan warnanya menjadi menguning.
Sel-sel tanaman yang terinfeksi kemudian akan mati dan menyebabkan
kondisi tanaman menjadi mengering serta gejala akan menjalar ke bagian
bawah hingga ± 15 cm. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan bawang prei
terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Tarigan dan Sembiring, 2017).

2.2 Mikroorganisme Tanah


Tanah secara ekologi tersusun dari komponen abiotik dan juga biotik.
Komponen biotik tanah yang memiliki peran penting dalam menjaga
kesuburan tanah salah satunya adalah mikroorganisme tanah.
Mikroorganisme tanah memiliki ukuran dan karakteristik serta peran yang
berbeda-beda. Mikroorganisme dialam berperan sebagai produsen,
konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik
dari bahan anorganik dengan menggunakan energi sinar matahari. Alga dan
bakteri merupakan mikroorganisme yang berperan sebagai produsen. Jasad
produsen memiliki peran sebagai pengurai bahan organik dan sisa-sisa jasad
hidup yang mati menjadi unsur kimia (mineralisasi bahan organik).
Mikroorganisme yang berperan sebagai redusen adalah bakteri dan jamur.
(Hidayati, 2016).
Mikroorganisme yang terdapat didalam tanah dikelompokkan menjadi
alga, ganggang, protozoa, bakteri, dan jamur (Hidayati, 2016).
6

Mikroorganisme didalam tanah bertahan hidup dan berkompetisi untuk


mendapatkan ruang, oksigen, air, hara dan kebutuhan hidup lainnya. Aktivitas
dari mikroorganisme dengan mikroorganisme lainnya menghasilkan berbagai
interaksi baik secara simbiotik maupun non simbiotik (Yuliprianto, 2010).

2.3 Jamur dan Peranannya


Jamur merupakan mikroorganisme eukariotik atau memiliki inti didalam
sel serta tidak memiliki klorofil, memiliki dinding sel yang mengandung kitin,
menyerap nutrisi melalui dinding selnya, melakukan reproduksi secara
seksual dan aseksual, bersifat heterotrop, memiliki peran dalam meningkatkan
struktur fisik tanah, proses dekomposisi bahan organik dari tumbuhan seperti
selulosa, lignin, dan pektin (Yuhri, 2013). Keberadaan mikroba seperti jamur
didalam tanah dipengaruhi oleh jumlah nutrisi atau karbon yang terdapat
dalam lingkungan hidupnya. Berdasarkan hasil penelitian Sudhakaran et al.
(2013) bahwa jumlah karbon organik pada sistem pertanian organik lebih
tinggi 2,23 gram/kg dari pada sistem pertanian konvensional yang mana
jumlah jamur dalam sistem pertanian organik lebih banyak dibandingkan
dengan sistem pertanian konvensional.
Karakteristik dari jamur yaitu memiliki struktur fisik berbentuk seperti
tabung menyerupai benang panjang , ada yang memiliki sekat da nada yang
tidak. Benang panjang ini disebut sebagai hifa dan hifa dapat tumbuh
bercabang-cabang membentuk miselium. Hifa yang tumbuh tegak akan
menghasilkan spora sebagai alat untuk berkembang biak.
Tampubolon (2010) menjelaskan bahwa jamur fungi dibagi menjadi 4
kategori berdasarkan tipe spora, morfologi hifa, dan siklus seksualnya.
a. Oomycetes
Jamur Oomycetes memiliki karakteristik hifa yang tidak bersekat,
bercabang, dan memiliki banyak inti sel. Siklus hidup jamur ini yaitu
berkembang biak secara aseksual dengan zoospora dan secara seksual
dengan zigospora.
b. Zygomycetes
Karakteristik dari jamur zygomycetes yaitu memiliki hifa yang tidak
bersekat, memiliki banyak inti yang berkembang biak secara seksual dan
aseksual dengan spora dan secara seksual dengan zigospora.
7

c. Ascomycetes
Kategori jamur ini memiliki spora yang terdapat dalam kantung yang
disebut askus. Askospora adalah sel askus yang membesar dan
didalamnya terdapat spora. Kelompok jamur ini berkembang biak secara
seksual dengan konidium dan secara aseksual dengan askus.
d. Basidiomycetes
Jamur Basidiospora berkembangbiak dengan basidospora yang
berkecambah menjadi hifa vegetatif yang disebut miselium primer.
Kemudian terbentuk sekat di dalam miselium dengan jumlah inti yang sama
yang disebut miselium sekunder. Miselium-miselium sekunder berkumpul
membentuk jaringan dinamakan miselium tersier.

2.3.1 Peran Jamur Tanah

Jamur tanah memiliki peran sesuai dengan masing-masing


karakteristik yang dimiliki. Beberapa peran jamur tanah yaitu
menghancurkan limbah organik, siklus hara, pelarut fosfat, merangsang
pertumbuhan, biokontrol patogen, dan bioremediator.
Jamur memiliki peran untuk menguraikan bahan organik sebagai
substansi yang komplek menjadi lebih sederhana. Degradasi
(Pengomposan) bahan organik merupakan suatu proses fisik maupun
kimia yang mengubah bahan organik menjadi senyawa kimia lainnya oleh
aktivitas mikroorganisme (Sarief, 1986 dalam Mukhlis, 2014). Kecepatan
degradasi bahan organik dipengaruhi oleh susunan kimia bahan organik,
struktur fisik sisa tanaman, aktivitas mikroorganisme dan kondisi
lingkungan (Brussard et al., 1993). Contoh jamur yang dapat digunakan
sebagai agen dekomposer yaitu Trichoderma sp. (Mukhlis, 2014). Selain
sebagai dekomposer jamur juga memiliki kemampuan menghasilkan
substrat yang mirip dengan bahan humus dalam tanah dan sangat penting
untuk memelihara bahan organik tanah. Beberapa contoh jamur tersebut
adalah Altenaria, Aspergilus, Cladosporium, Dematium, Gliocladium,
Helmithosporium, Humicola dan Metharizium (Rao, 1994)
Jamur juga dapat berperan sebagai agen biokontrol untuk
melindungi tanaman dari infeksi patogen. Penggunaan jamur antagonis
sebagai agen pengendali penyakit tidak memberikan pengaruh negatif
8

terhadap lingkungan dan sekitarnya (Putri et al., 2015). Berdasarkan hasil


penelitian Aldjas (2010) bahwa terdapat jamur yang berpotensi sebagai
agen antagonis terhadap jamur patogen Fusarium monoliforme seperti
jamur Aspergilus fumigatus, Aspergilus niger, Curvularia sp., Trichoderma
harzianum dan Trichoderma viride. Hasil penelitian Meiniwati et al. (2014)
juga menginformaiskan bahwa pada rhizosfer tanaman padi terdapat jamur
yang berpotensi antagonis terhadap jamur patogen Pyricularia grisea
seperti Aspergilus flavus, Aspergilus fumigatus, Aspergilus niger,
Curvularia sp. dan Trichoderma harzianum.
Jamur juga memiliki peran sebagai bioremediator. Residu bahan
sintetik yang terdapat didalam tanah dapat di gunakan mikroba seperti
jamur, bakteri, khamir dan alga untuk pertumbuhan dan reproduksi dengan
proses oksidasi (Munir, 2006). Contoh jamur yang dapat digunakan
sebagai bioremediator adalah jamur pelapuk putih (Pleurotus spp) yang
dapat digunakan sebagai agen bioremediasi terhadap herbisida.
Berdasarkan penelitian Santi et al. (2007) jamur pelapuk putih dapat
digunakan sebagai bioremediator. Mekanisme utama dari degradasi
senyawa 2,4-D oleh mikroorganisme tanah meliputi pemutusan rantai asam
asetat sehngga membentuk 2,4-diklorofenol (2,4-DCP) lalu terjadi
pemecahan dan degradasi cincin aromatik.

2.4 Pertanian Organik


Pertanian organik merupakan suatu sistem yang didasarkan pada
hukum pengembalian yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk
mengembalikan semua jenis bahan organik kedalam tanah (Lumbanraja,
2013). Sistem manajemen produksi dalam sistem pertanian organik tidak
menggunakan bahan sintetik, tetapi lebih mengintegrasikan aspek
agronomi, biologis, dan mekanis dari sistem tanam seperti rotasi tanam,
pengembalian sisa tanaman kedalam tanah, penambahan bahan organik
dan menerapkan sistem perlindungan tanaman dengan meningkatkan
keanekaragaman hayati (Meena et al., 2013).
9

2.4.1 Prinsip Pertanian Organik

Sistem pertanian organik didasarkan pada berbagai prinsip. Adapun


prinsip pertanian organik menurut IFOAM (2009) adalah sebagai berikut :
a. Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus menopang dan meningkatkan kesehatan
tanah, tanaman, hewan, dan manusia dan planet sebagai satu dan tak
terpisahkan. Tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang sehat
serta dapat berdmpak baik terhadap kesehatan manusia. Kesehatan
merupakan sistem keutuhan dan integrasi hidup. Pertanian organik
memiliki peran dalam pengolahan, distribusi dan konsumsi guna
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ekosistem tanah.
b. Prinsip Ekologi
Siklus ekologi sangant membantu dan mendukung pertanian
organik. Produksi dalam suatu pertanian harus didasarkan pada proses
ekologi didalam lingkungan. Manajemen pertanian organik harus
disesuaikan dngan kondisi lokal, ekologi, budaya dan skala. Sistem
pertanian organik menjalankan sistem manajemen bahan dan energi
secara efisien untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas
lingkungan serta melestarikan sumberdaya yang ada. Rancangan sistem
pertanian, pembentukan habitat, pemeliharaan genetik, dan keragaman
pertanian harus dikelola guna menjaga keseimbangan ekosistem.
c. Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus mampu membangun hubungan yang adil
terhadap lingkungan hidup. Prinsip ini menegaskan bahwa mereka yang
terlibat dalam pertanian organik harus menjamin keadilan di semua
tingkatan dan semua pihak pedagang dan konsumen. Hal ini bertujuan
untuk menghasilkan produk berkualitas. Lingkungan dan alam harus
dikelola secara adil baik dalam lingkup social maupun ekologi serta harus
diteruskan sampai ke generasi mendatang. Prinsip keadilan yang
dimaksudkan juga dalam hal sistem produksi, distribusi dan perdagangan
harus dilaksanakan secara terbuka serta mempertimbangkan biaya dalam
sarana prasarana dalam lingkup sosial.
10

d. Prinsip Perawatan
Pertanian organik harus dikelola dengan hati-hati dan bertanggung
jawab sebagai wujud untuk melindungi kesehatan lingkungan hidup.
Pertanian organik merupakan suatu sistem hidup yang dinamis
sehingga harus mampu mengontrol kondisi internal dan eksternal.
Prinsip ini menyatakan bahwa untuk mengantisipasi permaslaahan
maka perlu dilakukan upaya preventif serta rasa tanggung jawab
terhadap setiap permasalahan yang terjadi.

2.4.2 Pengaruh Pertanian Organik Terhadap Mikroba Tanah

Bahan organik memiliki peranan efektif dalam keberlangsungan


kehidupan ekosistem didalam tanah. Bahan organik mempengaruhi
kesuburan tanah dan sebagai nutrisi bagi organisme tanah (Ress et al.,
2001). Penerapan sistem pertanian organik menciptakan kondisi yang
sesuai bagi sumberdaya biotik dan abiotik tanah melalui: rotasi tanaman,
pengaplikasian pupuk organik, sistem olah tanah minimal dan tidak
melakukan pengaplikasian pestisida.
Penerapan sistem pertanian organik terhadap pengolahan tanah dapat
meningkatkan aktivitas biologi, berat jenis total dan keragaman
mikroorganisme yang terdapat didalam tanah. Mikroorganisme dalam
tanah organik juga berperan terhadap kestabilan substansi didalam tanah
(Hattam dan Scialabba, 2000).
Penerapan sistem pertanian organik dilakukan dengan meningkatkan
pengaplikasian pupuk kandang dan pupuk kompos termasuk (legume)
serta pengaturan rotasi yang teratur dapat meningkatkan populasi
mikroorganisme , aktivitas mikroorganisme, metabolisme, pertumbuhan
dan reproduksi mikroorganisme dalam tanah (Simbolon, 2003).
2.5 Herbisida
Herbisida merupakan bahan yang digunakan untuk pengendalian gulma
agar pertumbuhan gulma dapat ditekan saat periode awal kritis tanaman.
Pada saat area pertanaman dapat terbebas dari gulma maka pertumbuhan
dan perkembangan tanaman budidaya dapat berjalan secara optimal.
Aplikasi herbisida pada lahan yang dilakukan sesuai dengan anjuran dosis
herbisida tidak beresiko besar terhadap masalah pencemaran lingkungan
11

(Adhaci, 2007). Herbisida yang di aplikasikan akan terdekomposisi dan


terakumulasi kedalam tanah tergantung karakteristik tanah. Akumulasi
residu herbisida bergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah, dan suhu
tanah (Dharumarajan et al., 2008).

2.5.1 Herbisida Berbahan Aktif Oksifluorfen

Herbisida berbahan aktif oksifluorfen merupakan salah satu herbisida


yang digunakan sebagai pengendali gulma. Menurut Monaco et al., (2002)
bahwa herbisida berbahan aktif oksifluorfen merupakan herbisida sistemik
yang diserap melalui akar dan daun serta di translokasikan untuk
menghambat enzim ACCase (Acetyl Coa Carboxylase) sehingga
menghambat sintesa lipid. Gulma yang terkena herbisida ini akan
memunculkan gejala klorosis dan pertumbuhan gulma terhenti.
Oksifluorfen merupakan herbisida golongan diphenyl ethers (DPE4),
yang memiliki rumus kimia 2 chloro-1 ( 3 etoxy-4 nitrophenoxy)-
4(trifluoromethyl) benzene, dengan rumus molekul C15H11CIF 3NO4. Rumus
struktur kimia herbisida adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Rumus bangun kimia Oksifluorfen


(Meister et al., 2010)
Oksifluorfen merupakan herbisida pra tumbuh yang berbentuk
kepekatan dan dapat diemulsikan. Pengaplikasian bahan aktif oksifluorfen
dapat menghambat bahan-bahan terlarut seperti asam lemak, glukosa dan
asam amino ke titik tumbuh. Penghambatan bahan terlarut pada titik
tumbuh menyebabkan terganggunya pembelahan dan perkembangan sel
(Rao, 1983). Bahan aktif okfsifluorfen ini sangat efektif untuk
mengendalikan gulma berdaun lebar, teki dan rumput dengan dosis rendah
(Sastroutomo, 1992).
12

Pengaplikasian herbisida sesuai dengan dosis yang dianjurkan tidak


beresiko besar menyebabkan pencemaran lingkungan (Adachi et al.,
2007). Hebisida berbahan aktif oksifluorfen akan meninggalkan efek residu
pada tanah selama 6 bulan (Rodrigues dan Almeida, 2011). Oksifluorfen
dapat bertahan didalam tanah dan terakumulasi dalam tanaman terrestrial
dan lingkungan perairan tertentu melalui limpasan.

2.5.2 Pengaruh aplikasi herbisida terhadap mikroba tanah

Herbisida dengan bahan aktif dan cara kerja yang sama apabila
diaplikasikan secara intensif dalam periode waktu yang lama dalam suatu
areal dapat menyebabkan senyawa sintetik tersisa didalam tanah semakin
banyak. Pestisida yang diaplikasikan dilapangan ± hanya 20 % yang
mengenai sasaran dan sisanya terakumulasi dan meninggalkan residu di
dalam tanah. Residu di dalam tanah dapat menyebabkan kematian pada
organisme didalam tanah. (Srikandi, 2010)
Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian gulma dapat
berpengaruh terhadap keberadaan mikroba didalam tanah ( Wardle dan
Pakinson, 1990). Dampak penggunaan mikroba didalam tanah bukan
hanya pada interaksi mikroorganisme tanah yang komplek, tetapi juga
keberagaman mikroorganisme dan aktivitasnya (Shukla, 1997). Sebagian
populasi mikroba yang terdapat didalam tanah dapat mentoleransi residu
herbisida.
Persistensi bahan aktif oksifluorfen didalam tanah yaitu sekitar 2-3
bulan. Daya absorbsi oleh koloid tanah yang sangat kuat menyebabkan
pencucian herbisida didalam tanah sangat kecil. Bahan aktif oksifluorfen
didalam tanah tahan terhadap dekomposisi oleh cahaya matahari dan lebih
cepat terlarut dalam air. Oksifluorfen juga tahan terhadap dekomposisi oleh
mikroorganisme didalam tanah. (Aston dan Craft, 1981) dalam (Faqihhudin
et al., 2014).
13

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei


2019. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan,
Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya,
Malang. Pengambilan sampel tanah untuk eksplorasi pada lahan organik
dilakukan pada lahan milik kelompok tani organik temas dan pada lahan
konvensional milik salah satu petani di Desa Temas, Kota Batu.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan selama penelitian meliputi cawan petri (d=9 cm),
tabung reaksi, jarum ose, vortex, inkubator, stik L, autoclave, panci, bunsen,
cover glass, gelas ukur, laminar air flowcabinet, hand sprayer, spatula,
mikroskop, timbangan, botol media 250 ml, pipet mikro, pinset, tip, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, botol via, object glass, cover glass, batang
pengaduk.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari
lahan bawang prei organik dan lahan yang diaplikasikan herbisida, alkohol
70%, Potato Dekstrose Agar (PDA), aquades, plastic wrap, kantong plastik
bening, kertas label, spiritus, kapas, antibiotik (chloramphenicol), tisu steril,
Herbisida berbahan aktif oksifluorfen.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dilaksanakan meliputi beberapa tahapan


mulai dari survei lahan, eksplorasi, pengujian peracunan fungisida dan
komparasi. Survei dilaksanakan dengan melakukan wawancara kepada
pemiliki lahan yang bersangkutan. Pelaksanaan wawancara ini ditujukan
untuk memperoleh informasi terkait sistem budidaya bawang prei pada lahan
organik dan lahan konvensional. Selanjutnya dilakukan eksplorasi dengan
melakukan pengambilan sampel tanah pada lahan organik dan lahan
14

konvensional secara acak dengan 5 titik sampel. Sampel tanah yang telah
dikolektifkan kemudian diisolasi dan dipurifikasi lalu dilakukan identifikasi
jamur tanah. Setelah isolat dari lahan organik dan konvensional didapatkan
maka selanjutnya dilakukan pengujian peracunan herbisida. Kegiatan
selanjutnya yaitu komparasi untuk menganalisis hasil data yang didapatkan
kemudian melakukan perbandingan keanekaragaman jamur tanah pada lahan
organik dan konvensional.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi dilakukan pada alat dan bahan yang akan digunakan dalam
pelaksanaan isolasi, purifikasi, identifikasi, pengamatan penyakit, serta
pengujian peracunan herbisida. Bahan pengujian yang digunakan seperti
aquades, tisu, dan alat berbahan dasar glassware dilakukan sterilisasi
menggunakan autoclave dengan suhu 121oC dengan tekanan 1,5 psi selama
120 menit.

3.4.2 Pembuatan Media Potato Dekstrose Agar (PDA)

Media PDA digunakan sebagai media tumbuh jamur tanah yang akan di
eksplorasi. Bahan yang dibutuhkan yaitu kentang 200 gr, dekstrose 20 gr,
agar 20 gr, chloramphenicol, dan aquades 1 L. Tahapan pembuatan yang
pertama yaitu mengupas kentang dan dipotong berbentuk seperti dadu
dengan volume kurang lebih 1 cm3 , kemudian dicuci dengan menggunakan
air hingga bersih, direbus dalam 1 Liter aquades selama ± 30 menit .
Kemudian kentang disaring dan sari kentang hasil rebusan dicampurkan
dengan 20 gram dekstrose lalu direbus kembali hingga mendidih (Sandy et
al., 2015). Setelah mendidih, agar dimasukkan kedalam larutan sampai
homogen dan kemudian ditambahkan chloramphenicol. Larutan yang telah
homogen dimasukkan kedalam botol scoff kemudian ditutup dengan
aluminium foil dan dibalut dengan menggunakan plastik wrap.
15

3.4.3 Survei Lahan

Survei dilaksanakan dengan melakukan wawancara pada pemilik lahan


bawang prei organik dan konvensional. Informasi yang didata yaitu terkait
sejarah lahan, teknisan budidaya mulai dari pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, dan
panen.

3.4.4 Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dari lahan organik dan konvensional


dilakukan dengan metode acak. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan
cara menentukan 5 titik sampel dan pengambilan sampel tanah dilakukan
secara acak, tetapi menyebar rata diseluruh bidang tanah yang diwakili.
Pengambilan sampel tanah dilakukan ± 100 gram. Sampel tanah dari masing-
masing titik kemudian dikompositkan (Cahyani et al., 2014). Sampel tanah
yang telah dimasukan kedalam kantong plastik kemudian diberi label
keterangan dan kemudian disimpan kedalam kotak es yang berisi es batu
agar sampel tidak rusak saat perjalanan ke laboratorium.

3.4.5 Isolasi Jamur Tanah

Metode isolasi jamur tanah yang digunakan yaitu dengan metode


pengenceran. Sampel tanah komposit yang telah didapatkan kemudian
ditimbang sebanyak 1 gram lalu dicampurkan 10 ml aquades steril didalam
tabung reaksi kemudian disuspensikan dengan cara di gojog secara manual
sampai homogen (Pengenceran tahap I/ 10-1), dari larutan tersebut diambil 1
ml dan kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi lain yang berisi 9 ml
aquades steril. Pengenceran yang sama dilakukan sampai pengenceran 10 -4
cfu per gram. Hasil pengenceran 10 -3 dan 10-4 kemudian diambil sebanyak 1
ml dan di tuangkan kedalam cawan petri yang berisi media Potato Dekstrose
Agar (PDA) yang telah padat dan diratakan dengan menggunakan stik L serta
diinkubasi 5-7 hari pada suhu ruang berkisar 22 oC-25oC. Jamur yang telah
tumbuh kemudian dilakukan perhitungan koloni pada media PDA. Setelah
dilakukan perhitungan koloni sesuai dengan kenampakan mikroskopis jamur
lalu selanjutnya dilakukan purifikasi atau pemurnian dengan cara
16

menumbuhkan jamur yang memiliki karakteristik berbeda pada media PDA


yang baru (Purwantiningsih, 2009).

3.4.6 Purifikasi Jamur Tanah

Purifikasi merupakan kegiatan pemurnian yang ditujukan untuk


memisahkan koloni jamur yang memiliki karakteristik morfologi yang berbeda.
Koloni jamur yang memiliki morfologi berbeda seperti warna dan bentuk koloni
kemudian diisolasi dengan menggunakan jamur ose. Jamur kemudian
dipindahkan ke media PDA yang telah padat. Purifikasi dilakukan di dalam
LAFC untuk mencegah adanya kontaminasi dari mikroba lain. Jamur yang
telah dipurifikasi kemudian diinkubasi salaam 2-3 hari pada suhu ruang
berkisar 22oC - 25oC

3.4.7 Pembuatan Preparat Jamur Tanah

Pembuatan preparat jamur yaitu menyiapkan object glass, cover glass,


dan tisu steril. Jamur yang telah dipurifikasi pada media PDA kemudian
diambil dengan menggunakan jarum ose dan diletakkan pada object glass
kemudian ditutup dengan menggunakan cover glass. Preparat diletakkan
pada wadah yang diberi alas tisu steril dengan kondisi lembab kemudian
ditutup dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 hari. Selanjutnya yaitu
mengidentifikasi preparat dengan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 40 x.

3.4.8 Pengamatan dan Identifikasi Jamur Tanah

Pengamatan pada isolat jamur tanah dilakukan secara makroskopis dan


mikroskopis. Hasil pengamatan digunakan sebagai bahan identifikasi jamur
tanah. Pengamatan makroskopis jamur tanah meliputi warna dan permukaan
koloni (granular ; seperti tepung ; licin ; ada atau tidaknya tetesan eksudat),
garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, dan lingkaran konsentris
dalam cawan petri, dan pertumbuhan koloni (cm/hari) yang dilakukan setiap
hari sampai koloni jamur mencapai diameter 9 cm dengan menggunakan
penggaris. Sedangkan pengamatan mikroskopis meliputi sekat hifa (bersekat
atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang),
warna hifa (hialin, transparan atau gelap), ada tidaknya konidia, dan bentuk
17

konidia (bulat, lonjong, berantai, atau tidak beraturan) (Ganjdar, 1999).


Pengamatan mikroskopis dilakukan pada pengamatan hari terakhir (5-7 hari)
dengan menggunakan mikroskop. Identifikasi jamur dilakukan menggunakan
buku Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi (watanabe, 2002) , Illustrated
Genera of Imperfect Fungi (Bernet, 1960) dan Pengenalan Kapang Tropik
Umum (Gandjar et.al.,1999).

3.4.9 Pengamatan Penyakit

Pengamatan penyakit dilakukan dilahan bawang prei organik dan


konvensional. Pengamatan penyakit di lahan dihitung dengan menggunakan
rumus skoring sebagai berikut (Zadoks, 1979 dalam Herwidyarti et al., 2013).

I=
∑ (nv ) x 100 %
ZxN
Keterangan :
I = Intensitas serangan
n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan
v = Nilai skala dari kategori serangan
Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N = Jumlah daun yang diamati

Tabel 1. Nilai (skor) Tingkat Kerusakan Tanaman

Nilai Tingkat Kerusakan Tanaman Kategori Serangan


(%)
0 0 Tidak ada serangan
1 1-25 Intensitas serangan
sangat ringan
2 26-50 Intensitas serangan
ringan
3 51-75 Intensitas serangan
sedang
4 >75 Intensitas serangan
berat
Pada saat melakukan pengamatan penyakit dilapangan, sampel tanaman
yang terserang penyakit kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Identifikasi yang dilakukan dilaboratorium meliputi beberapa tahapan mulai
dari isolasi, purifikasi, dan identifikasi.
18

3.3.10 Pengujian Herbisida

Metode dalam pengujian fungisida ini yaitu (poisoned food technique).


Pengujian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan berbagai konsentrasi. Herbisida yang digunakan dalam penelitian ini
berbahan aktif oksifluorfen. Pengujian dilakukan dengan cara
menghomogenkan herbisida berbahan aktif oksifluorfen dengan media PDA
sesuai dengan konsentrasi tertentu kemudian 2 isolat jamur dengan koloni
terbanyak dari masing-masing lahan bawang prei organik dan konvensional
ditumbuhkan pada media yang telah dicampur dengan herbisida berbahan
aktif oksifluorfen. Perlakuan yang digunakan dalam pengujian herbisida ini
sebanyak 5 perlakuan dengan 3 kali ulangan.
Perlakuan yang digunakan untuk pengujian peracunan herbisida adalah
sebagai berikut :
Kontrol : Tanpa Herbisida
P1 : Perlakuan Konsentrasi 0,5 ml/l
P2 : Perlakuan Konsentrasi 1,0 ml/l
P3 : Perlakuan Konsentrasi 1,5 ml/l
P4 : Perlakuan Konsentrasi 2,0 ml/l
P5 : Perlakuan Konsentrasi 2,5 ml/l

Keterangan : K = Kontrol ; P1= Perlakuan 1 ; P2=Perlakuan 2 ;


P3=Perlakuan 3 ; P4=Perlakuan ; P5=Perlakuan 5.

Isolat jamur yang telah ditumbukan pada media PDA kemudian diamati
dan dilakukan pengukuran diameter. Pengukuran dilakukan pada masing-
masing perlakuan dan ulangan.

3.5 Variabel Pengamatan

3.5.1 Deskripsi Keanekaragaman

Hasil jamur tanah yang telah didapatkan kemudian dideskripsikan sesuai


dengan kenampakan makroskopis dan mikroskopis. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui jenis jamur tanah yang ditemukan pada lahan bawang prei
19

organik dan konvensional. Menurut gandjar et.al., (1999) pengamatan


morfologi koloni jamur adalah sebagai berikut :
1. Warna dan Permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin,
ada atau tidak ada tetes-tetes eksudat;halus, kasar, rata)
2. Garis-garis radial dari pusat koloni kea rah tepi koloni, ada atau tidak.
3. Lingkaran konsentris, ada atau tidak.
4. Elevasi
5. Opasiti (transparan, agak transparan, tidak transparan)
6. Bentuk tepi.

3.5.2 Indeks Keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman digunakan untuk menghitung keanekaragaman


jamur tanah. Hasil perhitungan keanekaragaman jamur tanah akan
menggambarkan populasi masing individu dalam suatu komunitas.
Perhitungan indeks keanekaragaman adalah sebagai berikut :

s
H ' =∑ ¿ ∈ ¿
i=1 N
( )
N
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman
S = Jumlah spesies
ni = Jumlah individu jenis ke i
N = Jumlah total individu

Tabel 2. Kriteria Indeks Keanekaragaman

Nilai Indeks Kriteria


H’< 1,0 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu
tiap jenis rendah
1,0<H’≤ 3,0 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu
tiap jenis sedang
H’ ≥ 3,0 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu
tiap jenis tinggi
20

3.5.3 Indeks Keseragaman (E)

Nilai indeks keanekaragaman (H’) yang telah didapatkan selanjutnya


dilakukan pendugaan indeks keseragaman, semakin besar nilai indeks
keseragaman (E) maka menunjukkan kelimpahan yang hampir seragam dan
merata antar jenis (Odum, 1993 dalam Insafitri, 2010). Berikut merupakan
rumus indeks keseragaman:

H'
E=
¿S
Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks keanekaragaman
S = jumlah genus/ spesies

Tabel 3. Kriteria Indeks Keseragaman

Nilai Indeks Kriteria


0,00<E<0,50 Keseragaman rendah
0,50<E<0,75 Keseragaman sedang
0,75<E<1,00 Keseragaman tinggi

3.5.4 Diameter Koloni

Pengukuran diameter koloni jamur tanah dilakukan untuk mengetahui


pertumbuhan diameter jamur tanah setiap harinya pada pengujian herbisida.
Pengukuran panjang diameter 1 dan diameter 2 koloni dilakukan dengan
menggunakan satuan (Cm). Data diameter koloni setiap pengamatan
kemudian akan direrata.
21

d1

i
d2

Gambar 2. Cara pengukuran diameter koloni ( i: titik inokulasi;


d1:diameter 1; d2: diameter 2)

Data hasil diameter koloni yang telah didapatkan pada setiap perlakuan
dan ulangan kemudian dilakukan perhitungan tingkat hambatan relatif (THR)
berdasarkan rumus sebagai berikut :

dk−dp
THR= x 100 %
dk

Keterangan :
THR : Tingkat hambatan relative
dk : Diameter koloni jamur pada kontrol
dp : Diameter koloni jamur pada perlakuan.

3.5.5 Kelimpahan Relatif

Kelimpahan relatif merupakan persentase dari jumlah individu suatu jenis


terhadap jumlah seluruh individu yang terdapat di area tertentu dalam suatu
komunitas dan dirumuskan sebagai berikut:

KR= ¿ x 100 %
N
22

Keterangan :
KR = Kelimpahan relatif
Ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah seluruh individu

3.5.6 Indeks dominasi

Perhitungan indeks dominasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu


kelompok mendominasi kelompok lain. Indeks dominasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Odum, 1983) sebagai berikut.

n 2
C=∑ ¿
i=1 N
( )
Dimana :
C : Indeks Dominansi
ni : Jumlah individu ke-i
N : Jumlah total individu

Nilai Indeks dominasi berkisar antara 0-1 dengan kriteria menurut Hamsiah
(2006) sebagai berikut (Tabel 4):
Tabel 4. Kriteria Indeks Dominasi
Nilai Indeks Kriteria
0,00<C<0,5 Rendah
0,50<C<0,75 Sedang
0,75<C<1,00 Tinggi

3.5.7 Analisis Data

Data hasil keanekaragaman jamur tanah, indeks keseragaman dan


indeks dominasi yang telah di proleh kemudian diolah dengan menggunakan
Microsoft Excel 2010. Data hasil dari pengujian herbisida diolah menggunakan
uji DUNCAN pada taraf kesalahan 5 %.
23

DAFTAR PUSTAKA

Adachi, A. Komura, Andoh, A. Okano, T. 2007. Effect of Spherosomes on


degradation of petrilachor and esprocarp in soil. J. Health Sci. 53 (5) : 600-
603
Aldjas, F. H, 2010, Uji Antagonis Jamur Rizosfer Isolat Lokal Rasau Jaya
Terhadap Fusarium moniliforme (Sheldon) Penyebab Penyakit Busuk Buah
Nenas (Ananas comosus (L) Merr.), Skripsi, Universitas Tanjungpura,
Pontianak.
Arief, R. W. Nasrati, Manurung, G. O. 2014. Teknologi Budidaya Bawang Daun.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian Kementrian Lampung. Lampung.
Bernet, H.L., Hunter, B.B. 1960. Illustrated Genera of Imperfect Fungi.
Morgantown. Burcess Publishing Company.
Brussard, L. Hauser, S, Tian, G. 1993. Soil Fauna Activity in Relations to
Sustainability of Agricultural system in the humid trophic, in Mulungoy, K
and R, Merexl (eds). Journal Soil Organic Matter Dynamics and
Sustainability of tropical Agriculture.
Cahyani, N. K., Nurhatika, S., Muhibiddin, A. 2014. Eksplorasi Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) Indigenous pada Tanah Aluvial di Kabupaten
Pamekasan Madura. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 3 (1).
Dharumarajan, S., Sankar, R., Bhaskar, Khumar, K. 2008. Persistence of
Sugarcane for Revival of Sugar Industry in Pakistan. Proc. 39 th Ann.Conv.
Pak.Soc.Sugar Tech : 36-49.
Faqihhudin, M. D., Haryadi, Purnamawati, H. 2014. Penggunaan Herbisida IPA-
Glifosat terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Residu pada Jagung. Ilmu
Pertanian. 17 (1) : 1-12.
Gamez, I. Morgado, B. R. Parrado, J. Garcaa, C, Hernaindez, T. Tejada, M.
2014. Behavior Of Oxyfluorfen In Soils Amended With Different Sources Of
Organic Matter, Effect On Soil Biology. Journal of Hazardous Materials.
273: 207-214.
Gandjar, Indrawati, Robert, A., Samson, Karin wan den Tweel. V., Ariyanti, O.,
Iman, S. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Hattam, C. Scialabba, N. 2003. Organic Agriculture , environment and food
security. United Nations. Foos and agriculture organization, Sustainable
Depelopment Dept.
Herwidyarti, Kristina, H., Suskandini, R.,, Dad R. J. S. 2013. Keparahan Penyakit
Antraknosa pada Cabai (Capsicum annuum L.) dan Berbagai Jenis Gulma.
Jurnal Agrotek Tropika. 1(1): 102-108.
Hidayati, I. P. 2016. Mikrobiologi Dasar. Diktat Kuliah.
Hindersah, R. Rachman, W. Fitriatin, B. N. Nursyamsi, D. 2014. Populasi Bakteri
Dan Jamur Pada Rizosfer Caisim (Brassica Juncea L.) Yang Ditanam Di
Tanah Dikontaminasi Insektisida Organoklorin Setelah Aplikasi Konsorsia
Mikroba Dan Kompos. Jurnal Agrologia. 3(2): 75-82.
24

IFOAM. 2009. The Principles of Organic Agriculture. https://www.ifoam.bio


/sites/default/files/poa_english_web.pdf. Diakses pada tanggal 1 Desember
2018.
Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Bivalia di Area
Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan. 3 (1).
Lumbanraja, P. 2013. Pertanian Organik. Materi Pengabdian Masyarakat di Desa
Mabar Kecamatan Bangun Purba: Deli Serdang.
https://www.researchgate.net/publication/327393688_PERTANIAN_ORGA
NIK (15 November 2018)
Lumbanraja, P. 2013. Pola Pengolahan Tanah dan Pupuk Kandang Terhadap
Beberapa Sifat Fisika Tanah Ultisol dan Pertumbuhan Vegetativ Kacang
Tanah (Arachis hypogea L) Pada Ultisol Simalingkar. Prosiding Seminar
Nasional Bks-Ptn Wilayah Barat Indonesia. 599-607. Pontianak,
Kalimantan Barat.
Meena. R. P. Meena, H. P. Meena. R. S. 2013. Organic Farming : Concept and
Componentns. Journal Popular Kheti. 1 (4) : 5-14.
Meiniwati, Khotimah, S. Mukarlina. 2014.Uji Antagonis Pyricularia grisea Sacc.
Penyebab Blas Tanaman Padi Menggunakan Jamur Rizosfer Isolat Lokal.
Protobiont. 3 (1) : 17-24.
Meister, T., Richard, Sine, C. 2010. Meister Pro Crop Protection Handbook. 96.
Willoughby, OH: Meister Media Worldwide.
Monaco, T.J. Weller, S.C.Ashton F.M. 2002. Weed Science Principles and
Practices, 4th edition. John Wiley and Sons. New York.
Mukhlis. 2014. Biodegradasi Bahan Organik oleh mikroba dan Pengaruhnya
Terhadap tanaman Padi di lahan Gambut. Jurnal Agric. 26 91) : 37-44.
Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi Suatu Teknologi
Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar Tetap dalam Bidang Mikrobiologi pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nurkanto, A. 2007. Identifikasi Aktinomisetes Tanah Hutan Pasca Kebakaran
Bukit Bangkirai Kalimantan Timur Dan Potensinya Sebagai Pendegradasi
Selulosa Dan Pelarut Fosfat. Jurnal Biodiversitas. 8(4): 314-319.
Parte, E. M. L. Ricabal, P. M. S. Rodriguez, D. G. Lorenzo, M, E. 2015. First
Report Of Garlic Rust Caused by Puccinia alii in Cuba. Journal British
Society for Plalnt Pathology.
Prihastuti. 2011. Struktur Komunitas Mikroba Tanah Dan Implikasinya Dalam
Mewujudkan Sistem Pertanian Berkelanjutan. Jurnal El-Hayah. 1(4): 174-
181.
Proborini, M. W. 2012. Eksplorasi Dan Identifikasi Jenis-Jenis Jamur Klas
Basidiomycetesdi Kawasan Bukit Jimbaran Bali Exploration And
Identification Species Of Basidiomycetes In Areas Of Bukit Jimbaran Bali.
Jurnal Biologi 16(4): 45-47.
Purwantiningsih, S., Hastusti, R,N. 2009. Isolasi dan Identifikasi Jamur
Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang
Organik di Desa Pakis, Magelang. BIOMA. 11 (2) : 45-53.
25

Purwantisari, S.,Hastuti, R. B. 2009. Isolasi Dan Identifikasi Jamur Indigenous


Rhizosfer Tanaman Kentang Dari Lahan Pertanian Kentang Organik Di
Desa Pakis, Magelang. Jurnal Bioma. 11(2) : 45-53.
Putri, W. K. Khotimah, S. Linda, R. 2015. Jamur Rizosfer Sebagai Agen
Antagonis Pengendali Penyakit Lapuk Fusarium Pada Batang Tanaman
Karet (Hevea brasiliensis MuellArg). Jurnal Probiont. 4 (3) : 14-18.
Rao ,S. N. S.1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan, UI Press, Jakarta.
Rao, V.S. 1983. Principles Of Weed Science. Oxford Publ. CO. New Delhi. Hal.
483.
Ratih, S. Yusnaini, S, Hendarto, K. Wibowo, L. 2017. Identifikasi Hama Dan
Penyakit Pada Tanaman Bawang Putih Sebagai Upaya Pendukung
Ketahanan Pangan Nasional. Laporan Penelitian. Universitas Lampung.
Raymond, A. T., George, Foz, R.T.V. 2014. Disease of Temperate Horticultural
Plants. CAB International.
Ress, R.M, Ball, B.C, Campbell, C.D, Watson, C.A. 2001. Sustainable
Management of Soil Organic matter. New York. CAB International
publishing.
Rodrigues, B.N., Almeida, F.S. 2011. Guia de Herbicidas. 6 Ed. Londrina:IAPAR.
Hal. 697.
Sandy, Y. A., Djauhari, S., Sektiono, A.W. 2015. Identifikasi Molekuler Jamur
Antagonis Trichoderma harzianum Diisolasi Dari Tanah Pertanian Di
Malang, jawa Timur. Jurnal HPT. 3(3).
Santi, L. P., Sudirman, L. I., Goenadi, D. H. 2007. Potensi Fungi Pelapuk Putih
Asal Lingkungan Tropik Untuk Bioremediasi Herbisida. Jurnal Menara
Perkebunan. 75(1):43-55.
Sastroutomo. 1992. Pestisida Dampak dan Penggunaannya. Jakarta (ID): Widia
Pustaka Utama.
Shukla, A.K. 1997. Effect of Herbicides Butachlor, Fluchloralin, 2,4-D and
Oxyfluorfen on Microbial Population and Enzyme Activities of Rice Field
Soil. Indian Journal Ecol. 24 (2): 189-192.
Simatupang, S.D. 2008. Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) di Pusat Kajian
Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB Desa Ciomas, Kecamatan Pasirkuda,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas
Pertanian. Institur Pertanian Bogor.
Simbolon, H. B. 2003. Peranan Pertanian Organik dalam Pertanian Berkelanjutan
dan Peluang Penerapannya di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Srikandi. 2010. Hubungan Antara Tingkat Residu Pestisida dan Komunitas Biota
Tanah Pada Lahan Padi Sawah. Tesis. Bogor : Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
Subowo, G. 2010. Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik Untuk
Kesuburan Dan Produktivitas Tanah Melalui Pemberdayaan Sumberdaya
Hayati Tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan. 4 (1).
Sudhakaran, M. Pamamoorthy, D. Rajesh, K. S. 2013. Impact Of Conventional,
Sustainable And Organic Farming System On Soil Microbial Population
And Soil Biochemical Properties, Puducherry, India. International Journal
Of Environmental Sciences. 4 (1).
26

Tampubolon, J. 2010. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Kawasan Ekowisata


Bukit Lawang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Tesis. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Tarigan, S. Sembiring, M. 2017. Perubahan Pertumbuhan Dan Produksi Bawang
Merah (Allium Ascalonicum L.) Dari Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik
Dan Dosis Pupuk Kcl. Jurnal Agroteknosains. 1(2) : 100-110.
Udiarto, B. K. Setiawati, W. Suryaningsih, E. 2005. Pengendalian Hama dan
Penyakit pada Tanaman Bawang Merah dan Pengendaliannya. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Wardle, D.A., Parkinson, D. 1990a. Effects of three herbicides on soil microbial
biomass and activity. Plant and Soil. 122: 21-28.
Watanabe, T. 1994. Pictorial Atlas of Soil and Fungi Morphologies of Cultured
Fungi and Key to Spesies edisi kedua. London. CRC Press.
Yuhri, M. K. 2013. Keanekaragaman Jenis dan Komposisi Jamur Makroskopis Di
Kawasan Cagar Alam Hutan Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten
Semarang. Skripsi. Semarang: IKIP PGRI Semarang.
Yulifiranti, E. Linda, R. Lovadi, I. 2015. Potensi Alelopati Ekstrak Serasah Daun
Mangga (Mangifera Indica (L.) Terhadap Pertumbuhan Gulma Rumput
Grinting (Cynodon Dactylon (L.) Press. Jurnal Probiotint 4(1):46-51.
Yuliprinto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Yunasfi. 2002. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Dan
Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur. Perpustakan Digital Univesitas
Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai