Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

Identifikasi Hama Pada Perkebunan Hortikultura Di Kecamatan


Arjasa Kabupaten Jember

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas responsi pada mata praktikum
Teknologi Informasi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Jember

Dosen Pengampu :
Ika Purnamasari, S.Si., M.Si
Wildan Muhlison, S.P., M.Si

Asisten Praktikum :
Alicia Putri

Oleh:
Nirmala Rossalina Sujono
221510501105

LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSIAS JEMBER
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Hortikultura.......................................3
2.2 Taksonomi Dan Morfologi Hama................................................................4
BAB 3. METODE PELAKSANAAN.....................................................................6
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan..................................................................6
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................................6
1.3 Cara Kerja....................................................................................................6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................7
4.1 Hasil.............................................................................................................7
4.2 Pembahasan..................................................................................................7
BAB 5. PENUTUPAN...........................................................................................10
5.1 Kesimpulan................................................................................................10
5.2 Saran...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

i
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 Ulat Grayak


2. Gambar 2 Belalang Kayu
3. Gambar 3 Gejala Penyakit Antranoksa
4. Gambar 4 Daun Pepaya Kering

ii
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Hama Pada Lahan Holtikultura Kecamatan Arjasa

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian, di Indonesia
perkebunan memiliki banyak jenis dan lahan hortikultura dianggap primadona
karena menghasilkan berbagai hasil tanaman seperti sayuran dan buah-buahan
yang menjadi kebutuhan sekunder masyarakat serta dapat menjadi sumber devisa
negara. Masyarakat banyak memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk
membudidayakan tanaman hortikultura. Hasil panen pada lahannya dapat diambil
untuk kebutuhan diri sendiri dan keluarga, namun juga banyak yang mengambil
peluang dari hasil tanamnya untuk dijual ke pasar, untuk diolah pada agroindustri,
hingga ke tangan konsumen. Tujuan dari penjualan hasil panen dari lahannya
antara lain untuk menambah pemasukan petani, menambah nilai jual dari sebuah
komoditas, dan memenuhi kebutuhan konsumen.

Permintaan konsumen terhadap tanaman hortikultura semakin meningkat


setiap tahun. Pada fakta di lapangan, lahan perkebunan di Indonesia juga semakin
berkurang hal ini diimbangi dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat
setiap tahun, sehingga mengharuskan petani lahan hortikultura harus
memproduksi hasil dengan jumlah yang tinggi. Terkait hal tersebut banyak
kendala yang terjadi selain dari segi luas lahannya, beberapa faktor yang menjadi
permasalahan pada perkebunan hortikultura yaitu kondisi iklim yang anomali,
serangan berbagai OPT seperti patogen yang menyebabkan infeksi tanaman dan
serangan hama (Amilia, dkk., 2016). Hal ini menjadi penghambat untuk
meningkatkan hasil produktivitas pada perkebunan hortikultura, karena faktor-
faktor tersebut dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil tani.

Perkebunan hortikultura yang berlokasi di kecamatan Arjasa ini terdapat


berbagai tanaman seperti cabai rawit hijau, pepaya, rosela, sengon, sereh, dan
tanaman hortikultura lainnya pemilik lahan menanam sistem tanam polikultur
tumpangsari. Pada lahan hortikultura tersebut terdapat berbagai kendala seperti
tanah yang tandus dan kering, banyaknya serangan hama dan patogen yang
menyebabkan adanya kerusakan pada beberapa komoditas tanamannya sehingga

1
2

akan berpengaruh pada kualitas hasil panen pada saat fase tanaman dewasa.
Kendala yang terdapat pada lahannya perlu diberi penanganan dan pengendalian
hama dengan cara mengidentifikasi hama yang menyerang sehingga dapat
ditemukan solusinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun beberapa rumusan masalah pada
laporan ini, yaitu :

1. Apa saja jenis hama yang dapat diidentifikasi pada perkebunan hortikultura di
kecamatan Arjasa?
2. Bagaimana karakteristik atau gejala pada tanaman yang terserang hama dan
penyakit?
3. Bagaimana solusi untuk pengendalian hama yang terdapat pada lahan
hortikultura tersebut?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja hama yang dapat diidentifikasi pada kebun
hortikultura kecamatan Arjasa.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik/gejala tanaman yang terserang
hama dan penyakit pada lahan hortikultura yang diamati.
3. Untuk mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama
pada lahan hortikultura yang diamati.

1.4 Manfaat
Dari tujuan telah disebutkan, diharapkan laporan praktikum ini akan memberi
manfaat kepada penulis dan pembaca.

1. Penulis dan pembaca lebih kritis dan solutif dalam menghadapi berbagai
kendala yang terjadi di lapangan.
2. Dapat mengidentifikasi gejala tanaman yang terserang hama dan terkena
penyakit.
3. Memberi pengetahuan baru mengenai hama, karakteristik tanaman yang
terserang hama, dan solusi yang dapat dilakukan sebagai upaya pengendalian
hama.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Hortikultura


2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya memiliki nama latin Carica papaya L. yang termasuk


dalam famili Caricaceae merupakan tanaman berkeping dua (dycotiledone) dari
divisi magnoliophyta atau biasa disebut angiospermae. Magnoliophyta adalah
tanaman yang berkembang biak secara generatif berupa bunga. Angiospermae
merupakan tanaman dengan biji tertutup. Pepaya termasuk dalam ordo
Brassicales yang berasal dari Amerika. Pepaya memiliki lima marga, yaitu
Carica papaya, Jacaratia, Jarilla, dan Vasconcellea (Nursamsu, dkk., 2022).
Morfologi merupakan salah satu cabang dari ilmu botani yang mempelajari
tentang struktur atau fisik dari suatu tanaman. Morfologi batang tanaman pepaya
memiliki bentuk lurus vertikal serta berongga dan bukan jenis batang berkayu ,
pada batang cabang daun berbentuk lurus panjang dan membentuk lubang sebab
di tengahnya tidak terdapat daging batang, bentuk daun buah pepaya lebar
berwarna hijau dan menjari, buah pepaya memiliki bentuk yang unik lonjong dan
sedikit lebar kulitnya berwarna hijau muda saat masih muda, dan akan berubah
menjadi jingga kekuningan pada fase dewasa (siap panen) serta terdapat banyak
biji di dalamnya berbentuk bulat-bulat kecil berwarna hitam seperti merica, bunga
tanaman pepaya memiliki kelopak berwarna putih dan sedikit corak warna kuning
di tengah-tengah bunga yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif.
2.1.2 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Cabai Rawit Hijau

Berdasarkan tingkatan taksonominya, cabai termasuk dalam divisi


spermatophyta dari sub divisi Angiospermae, termasuk dalam kelas dycotiledone
atau tanaman dikotil berkeping dua. Cabai rawit hijau termasuk dalam ordo
Solanales yang berasal dari famili Solanacea. Genus cabai rawit adalah Capsicum
dan memiliki nama latin Capsicum annum L. atau Capsicum frustescens
(Harpenas, dkk., 2010). Tanaman cabai rawit hijau memiliki morfologi seperti
cabai pada sejenisnya mulai dari bentuk buah, daun, akar, bunga, biji, dan batang.
Perbedaan pada cabai rawit hijau dengan cabai rawit biasa adalah warna buahnya
yang berwarna hijau tua. Akar pada tanaman cabai rawit memiliki jenis akar

3
4

tunggang dengan bentuk akar yang memanjang lurus ke bawah sebagai akar
primer dan akar yang tumbuh secara memanjang ke samping berupa serabut yang
disebut akar sekunder. Batang cabai rawit hijau berbentuk bulat kecil berwarna
hijau dan bercabang banyak, tipe batangnya berkayu dan termasuk jenis perdu.
Daun cabai hijau berwarna hijau tua atau hijau muda, bentuk daunnya oval dan
berjenis tunggal. Buah cabai rawit berukuran kecil dan meruncing pada bagian
bawahnya, memiliki warna hijau pekat dan bijinya kecil-kecil pipih yang akan
memberikan citarasa pedas ketika dikonsumsi (Iin, 2021).

2.2 Taksonomi Dan Morfologi Hama


2.2.1 Taksonomi Dan Morfologi Ulat Grayak

Ulat grayak memiliki termasuk dalam klasifikasi ulat yang berasal dari
Filum arthropoda yang berarti memiliki tubuh atau kaki yang beruas-ruas,
tergolong dalam kelas insekta atau serangga dan ordo Lepidoptera, termasuk
dalam famili noctuidae yang merupakan keluarga serangga yang dianggap sebagai
hama yang sangat merugikan karena jenisnya yang banyak. Ulat grayak termasuk
dalam genus spodoptera dan termasuk spesies Spodoptera frugiperda. Morfologi
ulat grayak memiliki bentuk fisiologis yang unik dan seperti ulat pada umumnya,
tubuhnya memanjang dengan panjang antara 5 cm hingga 7 cm, di sepanjang
tubuhnya terdapat bulu-bulu seperti duri dari kepala hingga ujung ekornya yang
berwarna jingga kemerahan. Warna tubuhnya cenderung berwarn hitam gelap.
Hama ulat grayak ini berbahaya bagi tanaman hortikultura termasuk jagung,
cabai, dan tanaman sejenis lainnya karena ulat grayak dapat merusak semua
bagian tanaman tidak hanya pada bagian daun saja, hama ini mampu bertahan
hidup hingga 30 hari saat iklim pada suatu wilayah dalam keadaan panas (Gaol,
2022).

2.2.2 Taksonomi dan Marfologi Belalang Kayu

Belalang kayu termasuk salah satu jenis serangga hama. Morfologi


belalang kayu ini memiliki warna tubuh coklat dengan corak menyerupai kayu.
Memiliki empat kaki yang terdapat bulu halus dan sedikit tajam. Belalang kayu
memiliki sayap pada sisi tubuhnya yang digunakan saat berpindah tempat agar
lompatannya dapat menjangkau jarak yang jauh dengan sayapnya. Panjang tubuh
5

belalang kayu dewasa dapat mencapai 5 cm - 7 cm. Umumnya belalang akan


bertelur pada saat musim kemarau (Praca, 1999). Belalang kayu termasuk dalam
klasifikasi kingdom animalia, termasuk jenis hewan dalam filum arthropoda,
belalang kayu jelas termasuk dalam kelas insekta atau serangga, ordo orthophtera,
termasuk dalam famili acricidae, dan memiliki genus Valanga serta merupakan
spesies Valanga nigricornis (Borror, dkk., 1992).
BAB 3. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan pengamatan lahan dilakukan pada hari Selasa tanggal 6 Juni 2023
pukul 15.00-16.32 WIB yang bertempat di salah satu perkebunan hortikultura
yang terletak di Jl. Gumitir, Desa Arjasa, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember
Jawa Timur, Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan


a. Alat :
- Alat dokumentasi (GPS kamera)
- Google Lens
- ATK
b. Bahan :
- Hama dan tanaman yang terdapat di lahan digunakan sebagai objek
dokumentasi.

1.3 Cara Kerja


1. Mencari lahan yang digunakan sebagai lokasi pengamatan hama.
2. Mencari hama dan tanaman-tanaman yang terkena penyakit.
3. Memotret hama dan bagian tanaman yang tidak sehat dengan teknik
makrofotografi menggunakan aplikasi GPS kamera.
4. Mengidentifikasi jenis hama dan tanaman menggunakan google lens.
5. Mencatat hasil pengamatan pada buku catatan.

6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hama Pada Lahan Holtikultura Kecamatan Arjasa
Dokumentasi Keterangan

Ulat sikat (Spodoptera litura.)


ditemukan di sekitar tanaman cabai
rawit hijau.

Gambar 1.
Ulat Grayak

Belalang kayu (Valanga nigricornis)


ditemukan pada tanaman pepaya.

Gambar 2.
Belalang Kayu

4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan pada hari Selasa tanggal 6 Juni
2023 pukul 15.00-16.32 WIB yang bertempat di salah satu perkebunan
hortikultura di Kecamatan Arjasa, saya telah mengidentifikasi beberapa hama
yang terdapat pada lahan hortikultura termasuk ulat sikat, lalat buah, dan belalang
kayu yang ditemukan pada beberapa tanaman yaitu pepaya dan cabai rawit hijau.
Populasi hama yang terdapat di lahan yang saya amati tidak begitu padat namun
sebagian besar terdiri dari belalang. Selain serangan hama, patogen juga

7
8

menginfeksi sebagian tanaman sehingga menimbulkan gejala penyakit pada daun,


buah, dan batang. Salah satu patogen yang menyerang tanaman pepaya adalah
cendawan Colletotrichum gloesporioides yang menyebabkan penyakit antranoksa.
Penyakit ini termasuk salah satu masalah utama pada budidaya pepaya, gejala
yang dapat ditimbulkan dari adanya penyakit antranoksa ini yaitu pada organ daun
akan menguning kemudian layu, timbul bercak coklat kemerahan yang lama
kelamaan akan melebar seperti terbakar akhirnya daun kering dan mati, kemudian
buah dan batang juga akan membusuk (Bella, dkk., 2023) seperti pada gambar 3
dan gambar 4 di bawah ini.

Gambar 3. Gambar 4.
Gejala Penyakit antranoksa Daun Pepaya Kering
Tanaman yang terserang hama juga akan mengalami kerusakan pada bagian-
bagian tanaman tertentu seperti daun dan batang berlubang, buah membusuk dan
menghitam sebelum dipanen. Penyakit dan hama pada tanaman adalah faktor
utama yang menjadi penghambat produktivitas hasil tanam dan dapat
mengganggu secara fisiologis pada suatu komoditas. OPT dipengaruhi oleh iklim
pada suatu wilayah, suhu dan kelembaban udara yang lembab dapat memicu
perkembangan dan penyebaran hama dan penyakit tanaman (Tanjung, 2018).
Kondisi tanah pada lahan hortikultura yang berada di kecamatan Arjasa ini
memiliki permukaan yang sangat kering dan keras sebab wilayah ini memiliki
curah hujan yang rendah sepanjang tahun selain itu bulan Juni yang mulai
memasuki musim kemarau.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama yang menyerang
pada lahannya, pemilik lahan mengaplikasikan sistem pola tanam tumpangsari
yaitu teknik penanaman yang dilakukan dengan menanam secara polikultur atau
9

lebih dari satu jenis tanaman pada tiap galengannya. Tujuan tumpangsari salah
satunya untuk mengelabui hama agar tidak hinggap pada komoditas yang
ditanam, selain tumpangsari pemilik lahan juga melakukan rotasi tanaman agar
tetap menjaga kandungan unsur hara pada tanah serta untuk mencegah adanya
patogen tanaman terbawa tanah yang sulit dikendalikan. Alternatif lain yang dapat
dilakukan pengaplikasian pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan
dibandingan pestisida kimia yang akan menurunkan kualitas tanah apabila
digunakan dalam jangka panjang. Pestisida kimia dapat diperoleh dari ekstrak
tanaman seperti getah pepaya dan bawang putih yang mengandung senyawa
berupa allixin, saponin, adenosin, alkaloid, flavonoid, terpenoid, serta asam
amino yang sangat beracun bagi hama tanaman sehingga dapat membunuh
serangga. Cabai juga dapat diaplikasikan sebagai insektisida serangga, cabai
mengandung minyak atsiri capsaicin yang menghasilkan rasa pedas serta sensasi
panas jika dikonsumsi. Ekstrak cabai ini dapat diaplikasikan sebagai pestisida
nabati dengan cara disemprotkan pada tanaman-tanaman yang ditanam, hama
yang terkena semprotan cairan ini akan mengering dan mati akibat kekurangan
cairan sebab ekstrak cabai ini dapat merusak membran sel hama yang
mengganggu (Tuhuteru, dkk., 2019).
BAB 5. PENUTUPAN
5.1 Kesimpulan
Lahan hortikultura yang saya amati terdapat beberapa kendala yaitu seperti
serangan HPT (Hama dan Penyakit Tanaman). Hama yang dapat diidentifikasi
adalah ulat sikat, belalang kayu, dan lalat buah pada tanaman pepaya dan juga
cabai rawit hijau. Kondisi tanah pada lahan cukup kering yang diakibatkan curah
hujan rendah namun masih cukup memenuhi kebutuhan tanaman sehingga
tanaman masih tumbuh dengan baik. Pemilik lahan juga menerapkan sistem pola
tanam polikultur serta melakukan rotaasi tnaman guna mengendalikan serangga
pemakan tanaman dan penyakit yang menyerang. Karakteristik tanaman yang
terinfeksi penyakit mengalami beberapa gejala fisik seperti daun yang
menguning, berlubang, dan keriting, daun layu, batang tanaman berlubang, buah
yang membusuk sebelum dipanen. Solusi yang dilakukan untuk mengendalikan
HPT dengan cara menerapkan sistem pola tanam tumpangsari yang dapat
mengelabui hama yang akan hinggap pada suatu tanaman, dan pengaplikasian
pestisida nabati yang bersifat organik sehingga lebih ramah lingkungan dengan
memanfaatkan ekstrak tanaman yang mengandung senyawa beracun bagi
serangga pemakan tanaman.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan bagi pembaca khususnya pelaku usahatani :
1. Melakukan pemantauan pada lahannya secara rutin agar dapat mengetahui
apa saja permasalahan yang terjadi di lahan.
2. Melakukan rotasi tanam dan sistem tanam polikultur sebagai upaya
pengendalian HPT serta pengaplikasian agens hayati atau pestisida nabati.
3. Senantiasa memperhatikan kebutuhan nutrisi tanaman.
4. Mengenali gejala-gejala penyakit akibat HPT pada tanaman yang dibudidaya.

10
11

DAFTAR PUSTAKA

Amilia, E., Joy, B., dan Sunardi, S. (2016). Residu Pestisida pada Tanaman
Hortikultura (Studi Kasus di Desa Cihanjuang Rahayu Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat). Agrikultura, 27(1).

Bella, S., Efri, E., Maryono, T., & Nurdin, M. (2023). Pengaruh Tingkat
Konsentrasi Dan Kematangan Daun Mangga Terhadap
Pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides Penyebab Penyakit
Antranoksa Pepaya. Jurnal Agrotek Tropika, 11(1), 37-44.

Borron, D., J., dkk. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga (Terjemahan).


Ed. Keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.

Gaol, E., L. (2022). Efektifitas Bioinsektisida Tembakau Kunyah terhadap


Hama Spodoptera Frugiperda pada Tanaman Jagung (Zea Mays
L.). Skripsi S1 (Universitas Medan Area, Medan. Diakses melalui
web https://repositori.uma.ac.id

Harpenas, Asep dan Dermawan, R. (2010). Budi Daya Cabai Unggul.


Jakarta : Penebar Swadaya.

Iin, M. N. (2021). Penerapan Sambung Pucuk (Grafting) Pada Tanaman


Cabai. Doctoral dissertation, FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN.

Nursamsu, Ariska, R. N., Manurung, B., dan Hasruddin. (2022). Praktikum


Biologi Botani Berbasis Literasi Sains. Penerbit Lakeisha.

Pracaya. (1999). Hama penyakit tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tanjung, M. Y., Kristalisasi, E. N., & Yuniasih, B. (2018). Keanekaragaman


Hama dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum
L) Pada Daerah Pesisir dan Dataran Rendah. Jurnal Agromast, 3(1).

Tuhuteru, S., Mahanani, A. U., & Rumbiak, R. E. (2019). Pembuatan Pestisida


Nabati Untuk Mengendalikan Hama Dan Penyakit Pada Tanaman
Sayuran Di Distrik Siepkosi Kabupaten Jayawijaya. Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 25(3), 135-143.

Anda mungkin juga menyukai