Anda di halaman 1dari 9

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

”Pengenalan Penyakit Antraknosa


Pada Tanaman Pakis”

DOSEN PENGAMPU : Ir.SULHASWARDI.MP

DISUSUN OLEH :

NAMA : EDWIN PARASIAN SITOMPUL


NPM : 194110246
KELAS :4D

FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kekadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan anugrah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan paper
tentang ”Pengenalan Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Pakis" ini tanpa ada
hambatan yang berarti. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun paper ini, diantara:

1) Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doanya


2) Bapak Ir. Sulhaswardi, MP selaku dosen matakuliah DASAR-DASAR
PERLINDUNGAN TANAMAN
3) Semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun
tidak langsung

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih banyak


kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun, agar penulisan makalah selanjutnya dapat
menjadi lebih baik. Semoga Paper ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
sekalian.

Pekanbaru, 14 Mei 2021

EDWIN PARASIAN

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................
Daftar Isi................................................................................................
Bab I Pendahuluan................................................................................
1.1 LatarBelakang...........................................................................
1.2 Tujuan........................................................................................
Bab II Isi.................................................................................................
2.1 Tanaman Pakis..........................................................................
2.2 Penyakit Tanaman Pakis..........................................................
2.3 Penyebab Antraknosa (Colletotrichum Gloeosporiodes)........
2.4 Gejala Serangan Penyakit Antraknosa...................................
2.5 Pengendalian Penyakit Antraknose (Colletotrichum Gloeosporiodes)
Bab III Penutup.....................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pakis (Rumohra adiantiformis) merupakan tanaman hias terbanyak yang
digunakan oleh industri rangkaian bunga. Daun pakis berwarna hijau mengkilat
dan tidak berubah warnanya dalam kurun waktu lama (Uchida dan Kadooka, 1997). Di
Indonesia, pakis termasuk ke dalam tanaman hias daun. Produksi tanaman ini 1,4 juta
tangkai dari 17,7 juta tangkai total produksi tanaman hias utama pada tahun 2002
(Anonim, 2003). Kebutuhan akan produk tanaman ini terus meningkat, baik untuk
memenuhi permintaan pasar lokal maupun internasional.

Saat ini tanaman pakis juga sering dikonsumsi masyarakat sebagai sayur dan
sering diolah menjadi rendang oleh sebagian masyarakat. Pada kuliner Nusantara,
sayuran pakis cukup menonjol pemanfaatannya di beberapa daerah. Masyarakat
Minangkabau, misalnya, terkenal dengan gulai pakis yang gurih dan rendang yang lezat.
Bahkan di daerah Pasaman, rendang pakis menjadi menu wajib dalam setiap acara
khusus.

1.2.TUJUAN
Dalam Paper ini penulis akan membahas tentang Pengenalan salah satu Penyakit
Tanaman Pakis, yaitu Antraknosa (Colletotrichum Gloeosporiodes) yang sering
menyerang tanaman sayur-sayuran dan buahan-buahan. Penulis berharap dengan
membaca paper sedehana ini pembaca mampu mengenali dan mengendalikan penyakit
Antraknosa pada tanaman pakis yang sangat merugikan para petani sayur-sayuran.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. TANAMAN PAKIS

Indonesia merupakan negara agraris karena sebagian besar penduduknya


memiliki mata pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Sebagai Negara
agraris, Indonesia banyak memproduksi bermacam-macam tumbuhan komoditas ekspor,
antara lain padi, kedelai, jagung, aneka cabai, sayur-sayuran, umbi-umbian, dan singkong

Tumbuhan pakis(Rumohra adiantiformis) merupakan salah satu tumbuhan yang


banyak ditemukan di Indonesia. Tumbuhan pakis banyak ditemukan di Hutan tropis yang
banyak tumbuh pada dasar hutan yang lembab. Hampir diseluruh daerah di Indonesia
penyebaran tumbuhan pakis, mulai dari daerah pantai, dataran rendah, rawa, sawah,
kebun sampai ke kawasan pegunungan. Sayuran pakis tidak dibudidayakan secara khusus
dan merupakan tumbuhan sayuran hutan yang bersifat endemik, yang tumbuh liar tanpa
campur tangan manusia.
Daun pakis juga dipercaya berkhasiat untuk menyembuhkan luka. pakis
mengadung vitamin C yang tinggi. Fungsi vitamin C ini berkaitan dengan pembentukan
kolagen dalam tubuh. Berdasarkan penelitian, pakis sayur memiliki senyawa fenol tinggi
yakni 61,56mg/100 gr, dan merupakan sumber antioksidan yang tinggi. Tumbuhan
pakis dikutip dari avrdc.org, mengandung banyak serat dan nutrisi seperti, antioksidan,
antiinflamasi, serat (fiber), kaya akan nutrisi mikronutrien, beta karoten, asam folat,
mineral (Ca, Fe, dan P). Sumber kalsium, fosfor, besi dan vitamin B. Mencegah
penyakit kardiovaskular, kaya vitamin A sumber macronutrients, bahkan omega 3 yang
biasanya terdapat pada ikan.

Umumnya masyarakat indonesia mengkonsumsi daun pakis sebagai bahan


sayuran. Beberapa ciri pakis atau paku yang dapat diolah menjadi sayuran adalah daun
dan batang yang masih muda, batang yang gemuk dan batang yang tidak mudah
dipatahkan (Astawan 2010).

2
2.2. PENYAKIT TANAMAN PAKIS

Penyakit tanaman merupakan kendala yang perlu diantisipasi perkembangannya


karena dapat menimbulkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya ada
banyak penyakit tanaman pakis yang sudah terindentifikasi seperti penyakit bercak daun
Cercospora, bercak daun Septoria, bercak daun Colletotrichum, dan lain sebagainya.
Salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi baik kualitas maupun
kuantitas pakis adalah adanya penyakit antraknosa dengan gejala dieback atau kematian
pada pucuk daun. Di Florida, penyakit ini menyebabkan kerusakan besar pada
perkebunan pakis (Leahze et al., 1995 ; Strandberg et al., 1997). Di kebun pakis Tropika
Flora Persada, Magelang pada tahun 2009 terdapat tanaman pakis yang bergejala nekrotik
(busuk) pada daun pucuk yang muda. Pada bulan Juni 1995, sekitar 11% dari tanaman di
perkebunan pakis diduga terserang penyakit tersebut. Pada bulan September 1995, 30-
40% lahan yang ada setengahnya atau lebih dilaporkan tanaman pakisnya menunjukkan
gejala antraknosa. Sampai saat itu penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya,
namun diduga adalah penyakit antraknosa. Berdasarkan hal tersebut diagnosis dan
identifikasi penyebab penyakit diperlukan untuk menentukan cara pengendalian yang
tepat.
Antraknosa menimbulkan kerugian yang besar diperkebunan pakis, sehingga
berbagai upaya pengendalian perlu diterapkan. Aplikasi fungisida adalah metode
pengendalian yang dilakukan karena intensitas penyakit yang tinggi. Klorotalonil,
mankozeb, metiltiofanat, ditiokarbamat dan benomil merupakan fungisida yang umum
digunakan di perkebunan pakis. Di perkebunan pakis di Florida pengendalian lebih
banyak dilakukan dengan fungisida mankozeb. Fungisida lain yang juga digunakan
adalah tebukonazol (Stamps et al.,1994).

2.3. PENYAKIT ANTRAKNOSA


Penyebab Antraknose (Colletotrichum Gloeosporiodes) adalah cendawan atau
jamur. Penyakit ini dapat menyerang pada ranting, daun, bunga dan buah. Biasanya
menyerang pada saat pembungaan dan pembuahan. Gejala serangan terlihat adanya
becak-becak berwarna coklat tua pada bagian tanaman yang terserang, daun dan bunga
yang terserang menjadi kering dan gugur. Apabila menyerang buah mengakibatkan
becak-becak coklat dan pada serangan berat buah dapat gugur sebelum di panen (BPTP
Karangploso, 1997).

3
Penyakit antraknosa pada tanaman pakis disebabkan oleh Colletotrichum sp.
Patogen merupakan patogen tular tanah (soil borne). Berdasarkan hasil pengujian in vitro
dan di lapangan, fungisida campuran antara 73,8% mankozeb dan 6,2% karbendazim
adalah fungisida terbaik untuk pengendalian penyakit tersebut. Bedeng pertanaman
dengan intensitas penyakit antraknosa tinggi sebaiknya dibongkar dan tidak ditanami
terlebih dahulu. Penyiraman tanah dengan fungisida dapat dilakukan sebelum tanam
untuk menekan penularan Colletotrichum sp. melalui tanah.

2.4. GEJALA SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA

Gejala antraknosa lebih banyak muncul pada daun muda dan pucuk-pucuk daun
(dieback). Penyebabnya adalah cendawan Colletotrichum osmundae dan Glomerella
bolbitis. Gejala kerusakan dimulai dengan munculnya bercak kuning yang berubah
menjadi coklat kehitaman. Seiring dengan perkembangan daun, maka bercak tersebut
dapat meluas dan menyebabkan nekrosis pada jaringan sehingga dapat menjadi lubang
(Kellerman, 1904). Cendawan ini juga diketemukan menyerang Nephrolepis exaltata var.
bostonensis (Pirone, 1978).
Dengan pengamatan mikroskopik hasil korekan daun bergejala tersebut dapat
dilihat konidium yang berbentuk oval. Hasil isolasi pada medium PDA menunjukkan
adanya koloni jamur yang berwarna putih keabu-abuan sampai cokelat. Pada koloni
jamur tersebut terbentuk konidium yang berbentuk sama dengan hasil korekan, dengan
ciri-ciri berbentuk bulat panjang, bersel dua dan membulat pada ujungnya. Morfologi
konidium yang demikian merupakan ciri dari jamur Colletotrichum sp. (Barnett, 1960).
Berdasarkan hal-hal tersebut diketahui bahwa penyebab penyakit antraknosa pada
pakis adalah Colletotrichum sp. Jamur tersebut telah dibuktikan hidup dan menular
lewat tanah. Di perkebunan pakis di Magelang, pakis dibudidayakan dengan sekali tanam
dan belum pernah dibongkar. Oleh karena itu spora Colletotrichum sp. selalu hidup dan
bertahan di dalam tanah dari musim ke musim yang akan menginfeksi tanaman baru yang
muncul dari tunas di dalam tanah. Teknik budidaya yang
demikian dipandang dari sudut penyakit tanaman akan sangat merugikan karena selalu
terdapat inokulum dari waktu ke waktu.

4
2.5. PENGENDALIAN PENYAKIT Antraknose (Colletotrichum Gloeosporiodes)

Berdasarkan hasil uji di lapangan, fungisida campuran antara mankozeb dengan


karbendazim (D) dapat mengendalikan perkembangan penyakit antraknosa pada tanaman
pakis paling baik dibanding dengan fungisida lain. Daya hambatnya tidak berbeda
nyata dengan benomil (M). Fungisida ini secara nyata menurunkan jumlah daun muda
terinfeksi pada 8 minggu setelah penyemprotan dan meningkatkan jumlah tunas sehat.
Intensitas penyakit tanaman pakis yang disemprot campuran mankozeb dengan
karbendazim 0,4% menurun yaitu sebesar 47,33% dibandingkan dengan kontrol.
Penurunan intensitas penyakit akan menurunkan sumber inokulum bagi tanaman
baru yang akan muncul dari tanah. Tangkai daun sehat yang dapat dipanen meningkat
meskipun berdasarkan analisis statistik tidak berbeda nyata.
Pada intensitas penyakit yang tinggi, frekuensi penyemprotan perlu dilakukan lebih
tinggi. Faktor terbesar dalam pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman pakis
dengan fungisida adalah frekuensi penyemprotan yang bertujuan melindungi daun muda
(Strandberg et al., 1997). Karena itu fungisida yang bersifat sistemik seperti karbandazim
dan benomil dapat melindungi daun muda terhadap Colletotrichum sp. yang menginfeksi
melalui tanah. Untuk menghindari terjadinya resistensi patogen terhadap fungisida,
frekuensi penyemprotan perlu dikurangi dan diganti dengan fungisida protektan
(nonsistemik) (Matthews, 2006). Fungisida campuran antara 73,8% mankozeb (kontak)
dan 6,2% karbendazim (sistemik) menunjukkan hasil yang baik untuk pengendalian
penyakit antraknosa pada pakis karena mankozeb dan karbendazim mempunyai cara kerja
yang berbeda. Telah dilaporkan bahwa salah satu cara untuk menghindari terbentuknya
strain jamur tahan terhadap fungisida adalah menggunakan fungisida campuran antara
kontak dan sistemik yang masing-masing mempunyai cara kerja berbeda (Dekker,1977).

5
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit antraknosa pada tanaman pakis disebabkan oleh Colletotrichum sp.


Patogen merupakan patogen tular tanah (soil borne). Berdasarkan hasil pengujian in vitro
dan di lapangan, fungisida campuran antara 73,8% mankozeb dan 6,2% karbendazim
adalah fungisida terbaik untuk pengendalian penyakit tersebut. Bedeng pertanaman
dengan intensitas penyakit antraknosa tinggi sebaiknya dibongkar dan tidak ditanami
terlebih dahulu. Penyiraman tanah dengan fungisida dapat dilakukan sebelum tanam
untuk menekan penularan Colletotrichum sp. melalui tanah.

Anda mungkin juga menyukai