PAPER
OLEH :
KRISTINA PASARIBU
170301141
AGROTEKNOLOGI – III A
PAPER
OLEH :
KRISTINA PASARIBU
170301141
AGROTEKNOLOGI – III A
Paper Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memenuhi Komponen Penilaian Di
Laboratorium Agroklimatologi Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul paper ini adalah HAMA ULAT DAUN ( Myzus persicae
Utara, Medan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................... 3
Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4
Kegunaan Penulisan ................................................................................... 4
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial,
(asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6) dan mineral P,
stabil, yaitu berkisar antara 13 sampai 17 ton ha-1 (Anonim, 2000). Produktivitas
tanaman kentang nasional dari tahun 1998 sampai tahun 2002 berturut–turut yaitu
15.348 ton ha-1 , 14.700 ton ha-1 , 15.400 ton ha-1 , 15.600 ton ha-1 dan 14.800
ton ha-1 (Anonim, 2002). Hasil rata–rata itu masih jauh lebih rendah dari pada
hasil rata–rata negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat
dan negara–negara Oseania yang mencapai 25 ton ha-1 . Hasil kentang maksimum
di Australia dan California, Amerika Serikat lebih dari 50 ton ha-1 dengan umur
panen 120 hari. Hasil produksi kentang di daerah yang beriklim sedang dapat
selalu mendominasi populasi mahluk hidup di muka bumi, baik yang hidup di
bawah,pada dan di atas permukaan tanah. Oleh karena itu hampir semua jenis
tanaman baik yang dibudidayakan maupun yang berfungsi sebagai gulma selalu
diganggu oleh kehadiran serangga hama tersebut. Dengan demikian dalam proses
produksi, masalah hama tersebut tidak bisa diabaikan, karena akan mempengaruhi
efektif. Oleh karena itu petani selalu melakukan upaya pengendalian terhadap
masih mengandalkan pestisida kimia. Pada tanaman padi terdapat berbagai jenis
serangga hama dari berbagai ordo yang tingkat gangguannya berbeda pada setiap
fase pertumbuhan . dalam makalah ini akan dibahas mengenai hama putih pada
dilaksanakan dengan baik, tetapi pengendalian OPT diabaikan, maka apa yang
Tujuan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub-Hama Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang
membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama
Kutu daun tidak bersayap dan berwarna hijau hijau pudar atau hijau
kekuningan, panjangnya 1,8 – 2,3 mm, kepala dan dada kutu berwarna coklat dengan
perut hijau kekuningan, panjang antena sama dengan badannya. Kutu daun memiliki
ukuran yang sangat kecil namun bisa terlihat jika kutu daun bergerombol di bawah
daun muda yang menjadi tempat hidup dan tempat makan dari kutu daun, karena
hama jenis ini menginfeksi tanaman dengan cara menghisap cairannya dan
menyebabkan daun layu (Prajnata, 2000).
Serangga ini berukuran kecil antara 0,6 – 3 mm, hidup berkelompok dari
berbagai instar (kecil sampai dewasa). Di daerah tropis serangga ini bersifat
partenogenesis. Tubuhnya berwarna hijau atau hijau pucat, kadang – kadang jingga
atau kuning. Panjang antena sama dengan panjang badannya. Serangga dewasa ada
yang bersayap atau alatae dan tidak bersayap atau apterae. Serangga bersayap
bertanda bercak cokelat kehitaman pada bagian punggungnya. Kutu daun tinggal
pada bagian bawah daun, batang bunga, bakal bunga dan dalam lipatan daun yang
keratin( Jumar, 2000).
Ciri-ciri dari Aphid atau kutu daun yaitu bentuk kepala berlekuk hampir
membentuk huruf W, ukuran dan bentuk badan agak ramping jika dibandingkan
dengan A.gossypii, panjang antena sedikit lebih panjang dari A.gossypii, bentuk
cornicle sedikit menggelembung di bagian bawah, bentuk ekor melebar dan runcing,
warna kulit setelah dewasa hijau kekuning – kuningan, tempat tinggal pada tanaman
di semua bagian daun, virus yang ditularkan Potato Leaf Roll Virus (PLRV); Potato
Yellow Virus (PYV); Potato Mosaic Virus (PMV); Potato Virus A (PVA) dan virus
lainnya( Nurdin, 2004).
Aphid (kutu daun) terdiri dari 2 jenis/macam, yaitu aphid bersayap dan
aphid tidak bersayap, dimana perbedaan keduanya terjadi dikarenakan terdapat
kompetisi terhadap makanan. Jika populasi aphid di dalam satu rumpun tanaman
kentang sangat banyak maka tubuh aphid ini akan membentuk sayap untuk
memudahkan melakukan migrasi ke tempat yang lebih menguntungkan bagi aphid.
Perpindahan (migrasi) aphid dapat terjadi sejauh 5 meter dalam satu hari apabila
dilakukan dengan berjalan, sejauh 5 km perhari untuk aphid yang bersayap dan
apabila dibantu oleh hembusan angin dapat mencapai 200 km per hari. Secara
langsung, serangan aphid menyebabkan daun berkeriput, kekuningan, terpuntir,
pertumbuhan tanaman terhambat, layu lalu mati. Secara tidak langsung kutu daun
berperan sebagai vektor beberapa jenis penyakit virus (Auclair, 1963).
Siklus Hidup
Selain morfologi hama kutu daun juga memiliki daur hidup atau siklus
hidup yang tidak sempurna, dimana keberlangsungan hidup dari hama kutu daun ini
hanya berkisar kurang lebih enam hari jika asupan makanan dan temperatur suhu
udaranya sangat memadai (Pracaya, 2011).
Daur hidup kutu daun 6 hari setelah itu mendapatkan keturunan, jika
temperatur 20 derajat C umur dan jumlah aphis dewasa akan berkurang. Daur hidup
kutu daun hanya berkisar enam hari jika kebutuhan makanan dan keberlangsungan
hidupnya terpenuhi, oleh karena itu hama ini menginfeksi tanaman untuk
mendapatkan asupan makanannya dengan cara menghisap cairan pada daun muda
dan mengakibatkan daun tersebut menjadi layu dan akhirnya mati (Cahyono, 2007).
Siklus hidup kutu daun terdiri atas empat fase, yaitu telur, fase larva dan
nimfa, fase pra-pupa dan pupa, dan imago dewasa. Satu siklus bisa memakan waktu
satu bulan, namun bervariasi tergantung pada temperatur dan spesiesnya. Telur dari
hama ini berbentuk oval atau bahkan mirip seperti ginjal manusia. Ukuran telurnya
sangat kecil maka sering tak terlihat dengan mata telanjang. Telur ini diletakkannya
dalam jumlah yang banyak, dengan rata-rata 80 butir tiap induk. Letak telur akan
mudah diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian tanaman
tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur
ini akan menetas sekitar 3 atau 7 hari setelah peletakan oleh imago betina. Larva
yang baru menetas segera memakan jaringan tanaman. Nimfa sering berpindah ke
bagian lain dari tanaman (Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Nimfa Aphids atau kutu daun instar pertama berbentuk seperti kumparan,
berwarna putih jernih dan mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna merah,
aktif bergerak memakan jaringan tanaman. Sebelum memasuki instar kedua
warnanya berubah menjadi kuning kehijauan, berukuran 0,4 mm, kemudian berganti
kulit. Fase Larva dan Nimfa pada instar kedua ini Aphids aktif bergerak mencari
tempat yang terlindung, biasanya dekat urat daun atau pada lekukan-lekukan di
permukaan bawah daun. Aphids instar ke dua berwarna lebih kuning, panjang 0,9
mm dan aktifitas makannya meningkat. Pada akhir instar, Aphis sp. turun ke tanah
dan menjadi pupa pada atau di bawah permukaan tanah. Dalam beberapa spesies
tahap pra-pupa dan pupa tetap berada pada tanaman. Tahap pupa tahan terhadap
insektisida. Pada stadium prapupa maupun pupa, ukuran trips lebih pendek dan
muncul 2 pasang sayap dan antena, aktifitas makan berangsur berhenti
(Budhiyono, Wahyu S, 2006).
Fase dewasa (imago) adalah tahap reproduksi dan bersayap. Aphis sp.
adalah penerbang yang buruk, tetapi sayap berumbai mereka memungkinkan mereka
untuk dengan mudah dibawa oleh angin. Fase dewasa imago akan bergerak lebih
cepat dibanding dengan nimfanya, telah memiliki sayap yang ukurannya relatif
panjang dan sempit, imago ini tubuhnya berwarna kuning pucat sampai kehitam-
hitaman
Faktor yang mempengaruhi perkembangan hama
Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
dalam (yang dimiliki oleh serangga itu sendiri) dan faktor luar (yang berada di
lingkungan sekitarnya). Menurut Jumar (2000), faktor dalam dan faktor luar
dijelaskan sebagai berikut:
1.Faktor dalam yang turut menentukan tinggi rendahnya populasi serangga antara
lain:
a. Kemampuan berkembang biak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh
keperidian dan fekunditas serta waktu perkembangan (kecepatan berkembang biak).
Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan suatu jenis serangga untuk
melahirkan keturunan baru. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seekor serangga untuk memproduksi telur lebih
banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu jenis serangga, maka lebih tinggi
kemampuan berkembang biaknya. Biasanya semakin kecil ukuran serangga,
semakin besar kepribadiannya. Waktu perkembangan (kecepatan berkembang
biak) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan mulai dari fase telur
sampai dewasa. Waktu berkembang biak serangga tergantung pada lamanya siklus
hidup serangga tersebut. Kemampuan berkembang biak pada setiap jenis serangga
berbeda-beda.
b. Perbandingan kelamin
Perbandingan kelamin yaitu perbandingan antara jumlah individu jantan
dan betina yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kelamin ini pada
umumnya adalah 1:1, akan tetapi karena pengaruh-pengaruh tertentu, baik faktor
dalam maupun faktor luar seperti keadaan musim dan kepadatan populasi, maka
perbandingan kelamin ini dapat berubah.
c. Sifat mempertahankan diri
Untuk mempertahankan hidup, serangga memiliki alat atau kemampuan
untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari serangan musuh. Kebanyakan
serangga akan berusaha lari bila diserang musuhnya, dengan cara terbang, lari,
meloncat, berenang, atau menyelam.
d. Siklus hidup
Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada
seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago
(dewasa). Rangkaian stadia dimulai dari telur, nimfa, dan imago
e. Umur imago
kemudian mengisap cairan sel tanaman, sehingga hanya jaringan tanaman yang
lunak yang paling disukainya. Pada bagian tanaman di sekitar aktivitas kutu daun
tersebut terlihat adanya kapang hitam, yaitu Capnodium sp. yang tumbuh pada
sekresi atau kotoran kutu daun berupa embun madu. Kadang-kadang di sekitar
koloni tersebut terdapat semut yang juga menyukai sekresi yang dihasilkan
serangga ini. Kutu daun ini tidak menyebabkan kerusakan yang berarti pada
tanaman jeruk, tetapi perannya sebagai vektor virus Tristeza jauh lebih
Serangan kutu daun dapat menyebabkan daun keriting, pucuk berkerut dan
melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Kutu daun sering
mengeluarkan cairan yang manis seperti madu, ini menyebabkan datangnya semut
untuk menyerbu cairan yang manis tersebut dan bersamaan dengan ini akan
datang juga sejenis jamur atau cendawan yang berwarna kehitaman yang sering
disebut juga sebagai cendawan jelaga. Pada serangan berat, selain tanaman
keriting, daun-daun menjadi berwarna hitam karena tertutup lapisan cendawan
jelaga, selanjutnya tanaman mati (Setiadi, 2002).
Pengendalian Hama Kutu Daun (Myzus persicae Sulz )
Menurut (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat,2015 )
ada beberapa jenis pengendalian yang dilakukan untuk membasmi maupun
mencegah hama kutu daun dalam merusak tanaman kentang yaitu :
1.Pengendalian Secara Fisik
- Dengan menggunakan jaring mini atau alat perangkap atau dapat
dikumpulkan menggunakan tangan sendiri
2.Pengendalian Secara Mekanik
- Memotong daun-daun yang terserang, lalu dikumpulkan
- dan dimusnahkan.
- Menggunakan baskom berwarna kuning berisi air sebanyak
- 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 sejak tanaman
- berumur 2 minggu.
3.Pengendalian Secara Kultur Teknis
- Melakukan sanitasi dengan membersihkan gulma dan
- membakar bagian tanaman yang terserang.
- Menanam tanaman perangkap di sekeliling pertanaman
- kantang dengan menanam tanaman yang lebih tinggi dari
- tanaman kentang, terutama yang berwarna kuning.
- Menanam bawang daun secara tumpang sari satu minggu
- sebelum dilakukan penanaman kentang yang berfungsi
- sebagai penangkal serangan serangga
4.Pengendalian Secara Biologi
- Memanfaatkan agens hayati seperti Aphidius sp dan predator kumbang
macam (Coccinelidae repanda) atau patogen Enthomopthora sp
5.Pengendalian Secara Kimiawi
- Aplikasi insektisida dianjurkan apabila populasi kutu daun telah berada di
atas ambang pengendalian yaitu 7 ekor per tanaman dengan
memperhatikan kelimpahan musuh-musuh alami. Dapat disemprot
menggunakan insektisida Curacron 500 EC, Decis 2,5 EC, Agrimec 10
EC, dan lain-lain
KESIMPULAN
2. Siklus hidup kutu daun terdiri atas empat fase, yaitu telur, fase larva dan
mencegah hama kutu daun dalam merusak tanaman kentang yaitu dengan
Harsoyo, P dan Afri U. 1999. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirsak Sebagai
Pestisida Hayati. IKIP PGRI. Semarang.
Pracaya. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 8.