Anda di halaman 1dari 20

HAMA ULAT DAUN ( Myzus persicae Sulz ) PADA TANAMAN

KENTANG ( Solanum tuberosum L.) DAN TEKNIK PENGENDALIAN

PAPER

OLEH :

KRISTINA PASARIBU
170301141
AGROTEKNOLOGI – III A

LABORATORIUM DASAR PER LINDUNGAN TANAMAN SUB-HAMA


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 8
HAMA ULAT DAUN ( Myzus persicae Sulz ) PADA TANAMAN
KENTANG ( Solanum tuberosum L.) DAN TEKNIK PENGENDALIAN

PAPER

OLEH :

KRISTINA PASARIBU
170301141
AGROTEKNOLOGI – III A

Paper Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memenuhi Komponen Penilaian Di
Laboratorium Agroklimatologi Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Diketahui Oleh : Diperiksa Oleh :


Asisten Koordinator Asisten Korektor

( Dicky Kurniawan ) ( Ine Chelsi Putri Hutauruk)


NIM : 130301041 NIM : 140301014

LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN SUB-HAMA


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 8
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul paper ini adalah HAMA ULAT DAUN ( Myzus persicae

Sulz ) PADA TANAMAN KENTANG ( Solanum tuberosum L.) DAN

TEKNIK PENGENDALIAN yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman

Sub-Hama Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


penanggung jawab ibu Dr. Ir. Marheni ,MP serta abang dan kakak asisten yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan paper ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga paper ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................... 3
Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4
Kegunaan Penulisan ................................................................................... 4

HAMA ULAT DAUN ( Myzus persicae Sulz ) PADA TANAMAN


KENTANG ( Solanum tuberosum L.) DAN TEKNIK PENGENDALIAN

Biologi Hama Kutu Daun ( Myzus persicae Sulz)

Siklus Hidup Hama Kutu Daun (Myzus persicae Sulz

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Hama Kutu Daun


(Myzus persicae Sulz)

Gejala Serangan Hama Kutu Daun (Myzus persicae Sulz )

Pengendalian Hama Kutu Daun (Myzus persicae Sulz )


- Pengendalian Secara Fisik
- Pengendalian Secara Mekanik
- Pengendalian Secara Kultur Teknis
- Pengendalian Secara Biologi
- Pengendalian Secara Kimiawi

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum .L) menghasilkan umbi sebagai

komoditas sayuran yang dikembangkan dan berpotensi untuk dipasarkan di dalam

negeri maupun diekspor. Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman

penunjang program diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi

masyarakat. Sebagai bahan makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai

cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial,

mineral, dan elemen–elemen mikro, disamping juga merupakan sumber vitamin C

(asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6) dan mineral P,

Mg dan K (Anonim, 1984).

Produktivitas tanaman kentang di Indonesia relatif masih rendah dan tidak

stabil, yaitu berkisar antara 13 sampai 17 ton ha-1 (Anonim, 2000). Produktivitas

tanaman kentang nasional dari tahun 1998 sampai tahun 2002 berturut–turut yaitu

15.348 ton ha-1 , 14.700 ton ha-1 , 15.400 ton ha-1 , 15.600 ton ha-1 dan 14.800

ton ha-1 (Anonim, 2002). Hasil rata–rata itu masih jauh lebih rendah dari pada

hasil rata–rata negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat

dan negara–negara Oseania yang mencapai 25 ton ha-1 . Hasil kentang maksimum

di Australia dan California, Amerika Serikat lebih dari 50 ton ha-1 dengan umur

panen 120 hari. Hasil produksi kentang di daerah yang beriklim sedang dapat

mencapai 30 sampai dengan 40 ton ha-1 (Rukmana, 1997).

Serangga merupakan kelompok organisme yang paling beragam jenis dan

selalu mendominasi populasi mahluk hidup di muka bumi, baik yang hidup di

bawah,pada dan di atas permukaan tanah. Oleh karena itu hampir semua jenis
tanaman baik yang dibudidayakan maupun yang berfungsi sebagai gulma selalu

diganggu oleh kehadiran serangga hama tersebut. Dengan demikian dalam proses

produksi, masalah hama tersebut tidak bisa diabaikan, karena akan mempengaruhi

produksi secara kualitatif maupun kuantitatif dan mampu merurunkan produksi,

bahkan menyebabkan kegagalan panen, kalau tidak dilakukan pengendalian secara

efektif. Oleh karena itu petani selalu melakukan upaya pengendalian terhadap

gangguan hama tersebut dengan berbagai teknik pengendalian yang umumnya

masih mengandalkan pestisida kimia. Pada tanaman padi terdapat berbagai jenis

serangga hama dari berbagai ordo yang tingkat gangguannya berbeda pada setiap

fase pertumbuhan . dalam makalah ini akan dibahas mengenai hama putih pada

tanaman padi (Nymphula depunctalis) dan cara pengendaliannya dengan teknik

PHT (Weber, 1979).

Perlindungan tanaman mempunyai peranan yang sangat penting dan tidak

dapat dipisahkan dari usaha peningkatan produksi tanaman atau produksi

pertanian. Dengan demikian, perlindungan tanaman berperan didalam

menjamin kepastian hasil dan memperkecil resiko berproduksi suatu

tanaman, karena walaupun langkah-langkah lainnya dari budidaya suatu

tanaman sudah dilakukan, seperti penggunaan varietas unggul, cara penanaman,

pemupukan, pengairan, penyiangan, pemanenan dan pasca panen telah

dilaksanakan dengan baik, tetapi pengendalian OPT diabaikan, maka apa yang

diberikan tidak berarti atau hilang (Cahyono, 2007).

Hama merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman yang


umumnya berupa binatang ataupun sekelompok binatang yang dapat
menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya dan menimbulkan terjadinya
kerugian secara ekonomis. Akibat serangan hama produktivitas tanaman
menjadi menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya, bahkan tidak jarang
terjadi kegagalan panen. Oleh karena itu kehadirannya perlu dikendalikan,
apabila populasinya di lahan telah melebihi batas ambang ekonomik.
Dalam kegiatan pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis
hama (nama umum, siklus hidup, dan karakteristik), inang yang
diserang, gejala serangan, mekanisme penyerangan termasuk tipe alat makan
serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting agar tidak melakukan
kesalahan dalam mengambil langkah/tindakan pengendalian (Mirsadiq, 2013).
Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada
usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan salah satu faktor
penting yang menentukan keberhasilan program peningkatan produksi kentang di
Indonesia. Serangan hama dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil serta
daya saing produk kentang di pasar domestik dan global. Kehilangan hasil oleh
hama tidak hanya terjadi di pertanaman, tetapi juga terjadi selama penyimpanan
dan pengangkutan (Harsoyo, 1999).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah agar mahasiswa mengetahui


adanya Hama Ulat Daun ( Myzus persicae Sulz) Pada Tanaman Kentang
( Solanum tuberosum L. ) Dan Teknik Pengendaliannya.
Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub-Hama Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang
membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA

HAMA ULAT DAUN ( Myzus persicae Sulz ) PADA TANAMAN


KENTANG ( Solanum tuberosum L.) DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

Biologi Hama

Hama Kutu Daun Persik diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom: Animalia, Kelas: Hexapoda, Ordo: Hemiptera, Famili: Aphididae Spesies:
Myzus persicae Sulz. Sama halnya dengan hewan lainnya, kutu daun juga memiliki
morfologi seperti warna dan ukuran dari kutu daun itu sendiri,
(Pracaya, 2011).

Kutu daun tidak bersayap dan berwarna hijau hijau pudar atau hijau
kekuningan, panjangnya 1,8 – 2,3 mm, kepala dan dada kutu berwarna coklat dengan
perut hijau kekuningan, panjang antena sama dengan badannya. Kutu daun memiliki
ukuran yang sangat kecil namun bisa terlihat jika kutu daun bergerombol di bawah
daun muda yang menjadi tempat hidup dan tempat makan dari kutu daun, karena
hama jenis ini menginfeksi tanaman dengan cara menghisap cairannya dan
menyebabkan daun layu (Prajnata, 2000).

Serangga ini berukuran kecil antara 0,6 – 3 mm, hidup berkelompok dari
berbagai instar (kecil sampai dewasa). Di daerah tropis serangga ini bersifat
partenogenesis. Tubuhnya berwarna hijau atau hijau pucat, kadang – kadang jingga
atau kuning. Panjang antena sama dengan panjang badannya. Serangga dewasa ada
yang bersayap atau alatae dan tidak bersayap atau apterae. Serangga bersayap
bertanda bercak cokelat kehitaman pada bagian punggungnya. Kutu daun tinggal
pada bagian bawah daun, batang bunga, bakal bunga dan dalam lipatan daun yang
keratin( Jumar, 2000).

Ciri-ciri dari Aphid atau kutu daun yaitu bentuk kepala berlekuk hampir
membentuk huruf W, ukuran dan bentuk badan agak ramping jika dibandingkan
dengan A.gossypii, panjang antena sedikit lebih panjang dari A.gossypii, bentuk
cornicle sedikit menggelembung di bagian bawah, bentuk ekor melebar dan runcing,
warna kulit setelah dewasa hijau kekuning – kuningan, tempat tinggal pada tanaman
di semua bagian daun, virus yang ditularkan Potato Leaf Roll Virus (PLRV); Potato
Yellow Virus (PYV); Potato Mosaic Virus (PMV); Potato Virus A (PVA) dan virus
lainnya( Nurdin, 2004).

Aphid atau kutu daun hampir selalu ditemukan di areal pertanaman


kentang yang ditanam pada sentra tanaman kentang di Indonesia. Rata – rata ukuran
tubuh Aphid sangat kecil (1 – 2 mm), lunak umumnya berwarna hijau. Aphid
mengisap cairan pada tanaman kentang yang menyebabkan tanaman kentang menjadi
lemah. Selain itu Aphid mengeluarkan cairan seperti gula yang menguntungkan bagi
pertumbuhan cendawan hitam pada daun. Aphid merupakan serangga vektor yang
penting dalam penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh virus tanaman, karena
sifat Aphid yang dapat berpindah dari satu tanaman ke tanaman lainnya
(Mangoendiharjo,1983).

Aphid (kutu daun) terdiri dari 2 jenis/macam, yaitu aphid bersayap dan
aphid tidak bersayap, dimana perbedaan keduanya terjadi dikarenakan terdapat
kompetisi terhadap makanan. Jika populasi aphid di dalam satu rumpun tanaman
kentang sangat banyak maka tubuh aphid ini akan membentuk sayap untuk
memudahkan melakukan migrasi ke tempat yang lebih menguntungkan bagi aphid.
Perpindahan (migrasi) aphid dapat terjadi sejauh 5 meter dalam satu hari apabila
dilakukan dengan berjalan, sejauh 5 km perhari untuk aphid yang bersayap dan
apabila dibantu oleh hembusan angin dapat mencapai 200 km per hari. Secara
langsung, serangan aphid menyebabkan daun berkeriput, kekuningan, terpuntir,
pertumbuhan tanaman terhambat, layu lalu mati. Secara tidak langsung kutu daun
berperan sebagai vektor beberapa jenis penyakit virus (Auclair, 1963).

Siklus Hidup

Selain morfologi hama kutu daun juga memiliki daur hidup atau siklus
hidup yang tidak sempurna, dimana keberlangsungan hidup dari hama kutu daun ini
hanya berkisar kurang lebih enam hari jika asupan makanan dan temperatur suhu
udaranya sangat memadai (Pracaya, 2011).
Daur hidup kutu daun 6 hari setelah itu mendapatkan keturunan, jika
temperatur 20 derajat C umur dan jumlah aphis dewasa akan berkurang. Daur hidup
kutu daun hanya berkisar enam hari jika kebutuhan makanan dan keberlangsungan
hidupnya terpenuhi, oleh karena itu hama ini menginfeksi tanaman untuk
mendapatkan asupan makanannya dengan cara menghisap cairan pada daun muda
dan mengakibatkan daun tersebut menjadi layu dan akhirnya mati (Cahyono, 2007).
Siklus hidup kutu daun terdiri atas empat fase, yaitu telur, fase larva dan
nimfa, fase pra-pupa dan pupa, dan imago dewasa. Satu siklus bisa memakan waktu
satu bulan, namun bervariasi tergantung pada temperatur dan spesiesnya. Telur dari
hama ini berbentuk oval atau bahkan mirip seperti ginjal manusia. Ukuran telurnya
sangat kecil maka sering tak terlihat dengan mata telanjang. Telur ini diletakkannya
dalam jumlah yang banyak, dengan rata-rata 80 butir tiap induk. Letak telur akan
mudah diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian tanaman
tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur
ini akan menetas sekitar 3 atau 7 hari setelah peletakan oleh imago betina. Larva
yang baru menetas segera memakan jaringan tanaman. Nimfa sering berpindah ke
bagian lain dari tanaman (Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Nimfa Aphids atau kutu daun instar pertama berbentuk seperti kumparan,
berwarna putih jernih dan mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna merah,
aktif bergerak memakan jaringan tanaman. Sebelum memasuki instar kedua
warnanya berubah menjadi kuning kehijauan, berukuran 0,4 mm, kemudian berganti
kulit. Fase Larva dan Nimfa pada instar kedua ini Aphids aktif bergerak mencari
tempat yang terlindung, biasanya dekat urat daun atau pada lekukan-lekukan di
permukaan bawah daun. Aphids instar ke dua berwarna lebih kuning, panjang 0,9
mm dan aktifitas makannya meningkat. Pada akhir instar, Aphis sp. turun ke tanah
dan menjadi pupa pada atau di bawah permukaan tanah. Dalam beberapa spesies
tahap pra-pupa dan pupa tetap berada pada tanaman. Tahap pupa tahan terhadap
insektisida. Pada stadium prapupa maupun pupa, ukuran trips lebih pendek dan
muncul 2 pasang sayap dan antena, aktifitas makan berangsur berhenti
(Budhiyono, Wahyu S, 2006).
Fase dewasa (imago) adalah tahap reproduksi dan bersayap. Aphis sp.
adalah penerbang yang buruk, tetapi sayap berumbai mereka memungkinkan mereka
untuk dengan mudah dibawa oleh angin. Fase dewasa imago akan bergerak lebih
cepat dibanding dengan nimfanya, telah memiliki sayap yang ukurannya relatif
panjang dan sempit, imago ini tubuhnya berwarna kuning pucat sampai kehitam-
hitaman
Faktor yang mempengaruhi perkembangan hama
Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
dalam (yang dimiliki oleh serangga itu sendiri) dan faktor luar (yang berada di
lingkungan sekitarnya). Menurut Jumar (2000), faktor dalam dan faktor luar
dijelaskan sebagai berikut:
1.Faktor dalam yang turut menentukan tinggi rendahnya populasi serangga antara
lain:
a. Kemampuan berkembang biak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh
keperidian dan fekunditas serta waktu perkembangan (kecepatan berkembang biak).
Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan suatu jenis serangga untuk
melahirkan keturunan baru. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seekor serangga untuk memproduksi telur lebih
banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu jenis serangga, maka lebih tinggi
kemampuan berkembang biaknya. Biasanya semakin kecil ukuran serangga,
semakin besar kepribadiannya. Waktu perkembangan (kecepatan berkembang
biak) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan mulai dari fase telur
sampai dewasa. Waktu berkembang biak serangga tergantung pada lamanya siklus
hidup serangga tersebut. Kemampuan berkembang biak pada setiap jenis serangga
berbeda-beda.
b. Perbandingan kelamin
Perbandingan kelamin yaitu perbandingan antara jumlah individu jantan
dan betina yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kelamin ini pada
umumnya adalah 1:1, akan tetapi karena pengaruh-pengaruh tertentu, baik faktor
dalam maupun faktor luar seperti keadaan musim dan kepadatan populasi, maka
perbandingan kelamin ini dapat berubah.
c. Sifat mempertahankan diri
Untuk mempertahankan hidup, serangga memiliki alat atau kemampuan
untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari serangan musuh. Kebanyakan
serangga akan berusaha lari bila diserang musuhnya, dengan cara terbang, lari,
meloncat, berenang, atau menyelam.
d. Siklus hidup
Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada
seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago
(dewasa). Rangkaian stadia dimulai dari telur, nimfa, dan imago
e. Umur imago

Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang


beberapa hari, akan tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan.
2. Faktor luar yaitu terkait dengan faktor lingkungan dimana serangga itu hidup
dan mempengaruhi hidupnya. Faktor luar terdiri dari faktor fisik, makanan dan
hayati.
Faktor fisik antara lain meliputi:
a. Suhu dan kisaran suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar
kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh
suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi serangga. Pada umumnya kisaran suhu
yang efektif adalah sebagai berikut: suhu minimum 150C, suhu optimum 250C,
dan suhu maksimum 450C. Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk
melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan
sedikit.
b. Kelembaban
Meliputi kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga dimana
merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan
perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai serangga biasanya lebih
tahan terhadap suhu ekstrim.
c. Cahaya/warna/bau
Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya,
sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi, siang, sore, atau
malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi
lokalnya. Selain tertarik terhadap cahaya, ditemukan juga serangga yang tertarik
oleh suatu warna seperti warna hijau dan kuning, karena sesungguhnya serangga
memiliki preferensi (kesukaan) tersendiri terhadap warna dan bau.
d. Angin
Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi
serangga yang berukuran kecil. Misalnya aphid (Homoptera: Aphididae) dapat
terbang terbawa oleh angin berjarak sampai 1.300 km.
Selain itu faktor makanan sangat berpengaruh sekali karena makanan merupakan
sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang. Jika
makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka
populasi serangga akan naik dengan cepat. Sebaliknya, jika keadaan makanan
kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh jenis makanan,
kandungan air dalam makanan, dan besarnya butiran material juga berpengaruh
terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama. Faktor yang lain yaitu faktor
hayati, meliputi faktor-faktor yang ada di lingkungan yang dapat berupa
serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Organisme
tersebut dapat menganggu atau menghambat perkembangbiakan serangga,
karena membunuh atau menekannya, memarasit atau berkompetisi dalam
mencari makanan atau berkompetisi dalam gerak ruang hidup.
Gejala Serangan Hama
Kutu daun yang berada pada permukaan bawah daun mengisap cairan
daun muda dan bagian tanaman yang masih muda. Pada bagian tanaman yang
terserang akan didapati kutu yang bergerombol. Bila terjadi serangan berat daun
akan berkerut-kerut (menjadi keriput), tumbuhnya kerdil, berwarna kekuningan,
daun-daunnya terpuntir, menggulung kemudian layu dan mati, karena kutu ini
mengeluarkan Eksudat/cairan mengandung madu sehingga mendorong
tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat menghambat proses
fotosintesa (Tarumingkeng, 2001).

Kutu daun ini mengisap daun dengan cara menusukkan stiletnya,

kemudian mengisap cairan sel tanaman, sehingga hanya jaringan tanaman yang

lunak yang paling disukainya. Pada bagian tanaman di sekitar aktivitas kutu daun

tersebut terlihat adanya kapang hitam, yaitu Capnodium sp. yang tumbuh pada

sekresi atau kotoran kutu daun berupa embun madu. Kadang-kadang di sekitar

koloni tersebut terdapat semut yang juga menyukai sekresi yang dihasilkan

serangga ini. Kutu daun ini tidak menyebabkan kerusakan yang berarti pada

tanaman jeruk, tetapi perannya sebagai vektor virus Tristeza jauh lebih

berbahaya, karena virus ini menyebabkan kerugian ekonomis yang tinggi

Serangan kutu daun dapat menyebabkan daun keriting, pucuk berkerut dan
melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Kutu daun sering
mengeluarkan cairan yang manis seperti madu, ini menyebabkan datangnya semut
untuk menyerbu cairan yang manis tersebut dan bersamaan dengan ini akan
datang juga sejenis jamur atau cendawan yang berwarna kehitaman yang sering
disebut juga sebagai cendawan jelaga. Pada serangan berat, selain tanaman
keriting, daun-daun menjadi berwarna hitam karena tertutup lapisan cendawan
jelaga, selanjutnya tanaman mati (Setiadi, 2002).
Pengendalian Hama Kutu Daun (Myzus persicae Sulz )
Menurut (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat,2015 )
ada beberapa jenis pengendalian yang dilakukan untuk membasmi maupun
mencegah hama kutu daun dalam merusak tanaman kentang yaitu :
1.Pengendalian Secara Fisik
- Dengan menggunakan jaring mini atau alat perangkap atau dapat
dikumpulkan menggunakan tangan sendiri
2.Pengendalian Secara Mekanik
- Memotong daun-daun yang terserang, lalu dikumpulkan
- dan dimusnahkan.
- Menggunakan baskom berwarna kuning berisi air sebanyak
- 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 sejak tanaman
- berumur 2 minggu.
3.Pengendalian Secara Kultur Teknis
- Melakukan sanitasi dengan membersihkan gulma dan
- membakar bagian tanaman yang terserang.
- Menanam tanaman perangkap di sekeliling pertanaman
- kantang dengan menanam tanaman yang lebih tinggi dari
- tanaman kentang, terutama yang berwarna kuning.
- Menanam bawang daun secara tumpang sari satu minggu
- sebelum dilakukan penanaman kentang yang berfungsi
- sebagai penangkal serangan serangga
4.Pengendalian Secara Biologi
- Memanfaatkan agens hayati seperti Aphidius sp dan predator kumbang
macam (Coccinelidae repanda) atau patogen Enthomopthora sp
5.Pengendalian Secara Kimiawi
- Aplikasi insektisida dianjurkan apabila populasi kutu daun telah berada di
atas ambang pengendalian yaitu 7 ekor per tanaman dengan
memperhatikan kelimpahan musuh-musuh alami. Dapat disemprot
menggunakan insektisida Curacron 500 EC, Decis 2,5 EC, Agrimec 10
EC, dan lain-lain
KESIMPULAN

1. Hama merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman yang

umumnya berupa binatang ataupun sekelompok binatang yang dapat

menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya dan menimbulkan

terjadinya kerugian secara ekonomis

2. Siklus hidup kutu daun terdiri atas empat fase, yaitu telur, fase larva dan

nimfa, fase pra-pupa dan pupa, dan imago dewasa

3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan hama yaitu kemampuan


berkembang biak, perbandingan kelamin, sifat mempertahankan diri, siklus
hidup, umur imago, kelembapan,suhu, cahaya dan angin
4. Serangan kutu daun dapat menyebabkan daun keriting, pucuk berkerut dan
melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terganggu
5. Beberapa jenis pengendalian yang dilakukan untuk membasmi maupun

mencegah hama kutu daun dalam merusak tanaman kentang yaitu dengan

pengendalian secara fisik, mekanik, kultur teknis, biologi dan kimiawi


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Rambu–rambu Benih Bermutu. Dinas Pertanian Tanaman Pangan


Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah dengan BPSB II Jawa
Tengah.Yogyakarta.

Auclair, J. L. 1963. Aphid’s fedding and nutrition. Ann. Rev. Entomology.

BPTP. 2015. Budidaya Kentang. Balai Penghkajian Teknologi Pertanian. Jawa


Barat.

Budhiyono, Wahyu S. 2006. Pengendalian Hama Terpadu dengan Agen Hayati


dalam Pertanian Organik. Papper dalam pelatihan pertanian organik PT.
Mars Agro Indonesia.

Cahyono, B. 2007. Kedelai. CV. Aneka Ilmu .Semarang

Direktorat Pemuliaan Tanaman.1992. Kedelai.http://www.deptan.go.oid/ditjen/.


Diakses tanggal 31 Oktober 2011.

Ditlin. 2008. Pengenalan dan Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman


Jeruk,http:// ditlin.hortikultura. Diakses tanggal 17 Juli 2009.

Harsoyo, P dan Afri U. 1999. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirsak Sebagai
Pestisida Hayati. IKIP PGRI. Semarang.

Jumar. 2000. Etomology Pertanian. Jakarta. Rineka Cipta.

Mangoendiharjo, S. dan Edi Mahrub. 1983. Pengendalian Hama Hayati. Jurusan


Ilmu Hama Tumbuhan.
Mirsadiq, Lucky. 2013. Perlindungan Tanaman. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Nurdin, Muhammad. 2004. Konsep Dasar Pemuliaan Tanaman. Aneka Ilmu.
Jakarta.

Pracaya. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 8.

Prajnata, Final. 2000.Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rukmana, R. 1997. Mangga Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Setiadi. 2002. Bertanam Cabe. Penebar Swadaya. Jakarta.

Taruminkeng, Rudy C 2008. Pestisida dan Penggunaannya.


http://tumoutou.net/TOX/PESTISIDA. (Diakses tanggal 16 November
2012).

Weber, Max. 1979. Prosedur Operasional Standar Budidaya Kentang Varietas


Granola (Solanum tuberosum L) Kabupaten Bandung Propinsi jawa Barat.
Jakarta. Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Direktorat
Jendral Hortikultura. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai