Anda di halaman 1dari 44

IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT ORGANISME

PENGGANGGU TUMBUHAN KARANTINA (OPTK) PADA


TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) SECARA
MORFOLOGI

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

ARFINDA NOVITASARI
B1A018013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2021
IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT ORGANISME PENGGANGGU
TUMBUHAN KARANTINA (OPTK) PADA TANAMAN BAWANG PUTIH
(Allium sativum) SECARA MORFOLOGI

ARFINDA NOVITASARI
B1A018013

Diajukan sebagai Pedoman Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan


pada Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Disetujui
pada tanggal....

Pembimbing, Pembimbing Lapangan,

Drs. Edy Riwidiharso, M.S. Ir. Rahmawati


NIP. 195703101984031002 NIP. 196203101990032001

Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman

Dr. Hendro Pramono, M.S


NIP. 195907221986011001
i
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dengan baik.
Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) disusun sebagai tugas tertulis dari
pelaksanaan PKL di Laboratorium Nematoda di Balai Besar Uji Standar Karantina
Pertanian (BBUSKP) dan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas kurikulum
di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Penulis mengambil judul Praktik
Kerja Lapangan (PKL) yaitu Identifikasi Nematoda Parasit Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina (OPTK) pada Tanaman Bawang Putih (Allium sativum) Secara
Morfologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Edy Riwidiharso,
M.S. atas bimbingan dan masukan dalam penyusunan laporan PKL dan Ir. Rahmawati
atas kesediaan sebagai pembimbing lapangan, serta semua pihak yang telah
berkontribusi baik dalam penyusunan laporan PKL ini.
Laporan Praktik Kerja Lapangan ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-
materi dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu bertujuan agar
dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam belajar. Saya menyadari masih
terdapat kekurangan dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan ini. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan Laporan Praktik Kerja Lapangan. Semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Jakarta, 22 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................iv


I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Tujuan .............................................................................................................. 3
II. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN. ................................................................ 4
A. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan ....................................................................... 4
B. Materi .............................................................................................................. 4
C. Cara Kerja ....................................................................................................... 4
III. EVALUASI HASIL KERJA.............................................................................. 7
A. Deskripsi Umum Lokasi PKL.......................................................................... 7
B. Hasil dan Pembahasan.................................................................................... 11
C. Kesimpulan dan Saran.................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
LAMPIRAN .......................................................................................................... 27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 .......................................................................................................... 11


Gambar 3.2 .......................................................................................................... 11
Gambar 3.3 .......................................................................................................... 13
Gambar 3.4 .......................................................................................................... 14
Gambar 3.5 .......................................................................................................... 14
Gambar 3.6 .......................................................................................................... 15
Gambar 3.7 .......................................................................................................... 17
Gambar 3.8 .......................................................................................................... 17
Gambar 3.9 .......................................................................................................... 19
Gambar 3.10 ........................................................................................................ 20
Gambar 3.11 ........................................................................................................ 21
Gambar 3.12 ........................................................................................................ 21

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan komoditas sayuran yang juga
berfungsi sebagai bahan penyedap masakan dan juga sangat bermanfaat bagi
kesehatan karena pada bawang putih mengandung unsur-unsur aktif memiliki daya
bunuh terhadap bakteri, sebagai bahan antibiotik, merangsang pertumbuhan sel
tubuh, sebagai sumber vitamin B1 dan mengandung sejumlah komponen kimia
yang diperlukan untuk kesehatan tubuh. Kadar air pada bawang putih yaitu 60,9-
67,8%, hal ini menyebabkan bawang putih mudah membusuk karena pertumbuhan
dan aktivitas mikroba pada bawang putih, sehingga untuk mempertahankan
kualitas bawang putih maka perlu dilakukan perlakuan pasca panen misalnya
pengeringan. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air sampai batas dimana
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan akan
terhenti, dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu
simpan yang lama (Husna et al., 2017). Bawang putih mengandung lebih dari 100
metabolit sekunder yang sangat berguna termasuk alliin, alliinase, allisin, S-
allilsistein, diallil sulfida, allil metil trisulfida. Allisin merupakan senyawa
organosulfur yang paling banyak dalam bawang putih. Senyawa ini akan muncul
apabila bawang putih dipotong atau dihancurkan. Allisin merupakan senyawa
yang tidak stabil dan tidak tahan terhadap panas. Senyawa ini kebanyakan
mengandung belerang yang bertanggung jawab atas rasa, aroma dan sifat-sifat
farmakologi bawang putih seperti antibakteri, antijamur, antioksidan dan
antikanker (Moulia et al., 2018).
Bawang putih termasuk komoditi pertanian yang cukup penting, karena
berfungsi sebagai salah satu bumbu utama dalam masakan sehari-hari. Bawang
putih ini mempunyai cita rasa yang khas sehingga tidak dapat digantikan dengan
bumbu lainnya. Bawang putih juga termasuk bumbu yang sangat populer di Asia
dan penggunaannya sangat besar. Bawang putih (Allium sativum) merupakan
tanaman semusim berumpun yang mempunyai tinggi sekitar 60 cm. Tanaman ini
banyak ditanam di ladang daerah pegunungan yang cukup mendapatkan sinar
matahari. Di Indonesia, tanaman bawang putih tersebar di berbagai daerah,
misalnya di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara (Srihari et
al., 2015). Potensi budidaya bawang putih di Indonesia cukup menjanjikan, yang

1
mana sebagian wilayah di Indonesia merupakan dataran tinggi dan bercurah hujan
sedang. Tingkat produksi bawang lokal yang tak sebanding dengan permintaan
pasar menyebabkan masyarakat beralih membeli bawang putih impor. Produksi
bawang putih impor tertinggi di dunia adalah negara Cina, yang mana negara ini
mampu menghasilkan 11.093.500 ton pertahun (Amritha & Budijastuti, 2018).
Karakteristik lahan sangat penting dalam pengolahan lahan budidaya untuk
mencapai produksi bawang putih yang optimal. Rendahnya produktivitas bawang
putih disebabkan oleh degradasi lahan, penerapan teknik budidaya tidak sesuai
dengan kemampuan lahan maupun iklim dan pemilihan bibit yang belum sesuai.
Intensitas pengelolaan lahan sangat menentukan hasil umbi bawang putih terutama
dalam hal pengelolaan tanah, irigasi, pemupukan dan pemulsaan (organik dan
anorganik) serta pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) (Yelni
et al., 2019). Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) menimbulkan masalah
dalam budidaya tanaman sehingga perlu upaya penanganan yang tepat.
Pengendalian OPT pada umumnya selalu fokus pada penggunaan pestisida agar
tanaman dapat berproduksi secara maksimal meskipun tidak semua gangguan pada
tanaman dapat diatasi dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida yang
berlebihan akan berdampak negatif terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan
manusia baik petani maupun konsumen dan lingkungan. Hewan atau organisme
yang bermanfaat bagi tanaman (mikroba tanah) yang berperan terhadap
ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman juga akan terganggu. Oleh karena itu,
perlu digunakan cara pengendalian OPT sebagai alternatif yang lebih tepat dan
aman serta ramah lingkungan (Hamdani & Susanto, 2020).
Karakteristik tanah yang beragam menentukan tingkat pengelolaan lahan
untuk budidaya tanaman bawang putih. Lahan yang berkualitas mempunyai
tingkat produktivitas tanaman yang tinggi. Aktivitas budidaya pertanian secara
optimalisasi sangat membutuhkan ketersediaan air dan organisme (mikro maupun
makro). Tanah memiliki kontribusi besar dalam kehidupan biota
(mikroorganisme) seperti cacing atau sejenis insect. Pembentukan komposisi
tanah (fisik, biologi dan kimia) menjadi subur atau mampu meningkatkan fungsi
ekosistem tanah lebih optimal, sehingga menjaga dan melestarikan tanah dalam
pertanian perlu mendapat perhatian semua pihak, tak terkecuali para petani yang
kini dihadapkan banyak permasalahan yang semakin kompleks dan dinamis (Yelni
et al., 2019).

2
Pemenuhan kebutuhan bawang putih segar untuk konsumsi di Indonesia saat
ini masih bergantung pada impor, produksi bawang putih lokal masih terbatas dan
masih belum mampu mencukupi kebutuhan nasional. Pemerintah Indonesia
sedang berupaya meningkatkan produksi bawang putih di dalam negeri untuk
menanggulangi terjadinya kebergantungan pada impor (Ahmadi et al., 2019).
Tingginya importasi umbi bawang putih dapat meningkatkan risiko masuk dan
tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) A1, yaitu
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang belum ada dan wajib
dicegah masuk ke wilayah Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 25/Permentan/KR.010/9/2020 yang berlaku sejak 1 Oktober 2020,
Ditylenchus dipsaci dan Ditylenchus destructor merupakan OPTK A1 dari
golongan nematoda yang terbawa umbi bawang putih impor dari Cina. Nematoda
yang terbawa umbi sangat toleran terhadap kekeringan dan dapat bertahan selama
20 tahun dalam kondisi dorman. Nematoda ini beragregasi membentuk wool dan
dapat bertahan lama di dalam umbi terinfeksi serta dapat aktif kembali apabila
terdapat kondisi kelembapan yang sesuai. Nematoda Ditylenchus dipsaci
berpotensi menimbulkan kerusakan hasil pertanian karena mempunyai
kemampuan bertahan di dalam tanah (tanpa tanaman inang) dan bertahan di dalam
umbi bersifat dorman serta menyebar mengikuti aliran air (Muliya et al., 2018).
Produksi bawang putih organik di US mengalami masalah yang cukup serius, yang
mana ditemukan nematoda parasit Ditylenchus dipsaci pada bagian batang dan
akar. Ditylenchus dipsaci mampu menghasilkan lebih dari 500 telur yang terdapat
dibagian akar, batang dan daun (Amritha & Budijastuti, 2018).
B. Tujuan
Praktik kerja lapangan yang dilaksanakan mempunyai tujuan:
1. Mengidentifikasi nematoda parasit Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina (OPTK) secara morfologi.
2. Mengetahui spesies nematoda parasit Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina (OPTK) yang menyerang umbi bawang putih (Allium sativum L.).
3. Mempelajari jenis OPTK golongan nematoda serta mengetahui mekanisme uji
nematoda parasit pada umbi bawang putih (Allium sativum L.).
4. Mengetahui struktur kelembagaan dan operasional BBUSKP.
5. Mengetahui tahapan/prosedur sampel yang masuk, pengujian, identifikasi dan
proses penerbitan surat hasil uji.
3
II. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

A. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan


Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) berlangsung selama 25 hari kerja
dalam rentang waktu 11 Januari – 11 Februari 2021. PKL dilaksanakan di
Laboratorium Nematoda Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP)
Jakarta Timur.
B. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah mikroskop stereo,
mikroskop compound, komputer dan kamera, object glass, cover glass, cutter,
petridish, nampan, pinset, blender, saringan 250, 106 dan 45 mesh, corong
bearmann funnel, beaker glass, wadah, buku literatur identifikasi nematoda, web
identifikasi nematoda parasit www.nematode.unl.edu, timbangan, alas pemotong,
penutup petridisk, kail pancing, kulkas dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah umbi bawang putih
(Allium sativum) yang bergejala, sarung tangan latex, kertas label, plastik, minyak
imersi, tissue, kutek bening, air dingin (4˚C) dan akuades.
C. Cara Kerja
1. Pengambilan Sampel Umbi Bawang Putih Impor/Lokal
a. Umbi bawang putih diperoleh dari pasar tradisional.
b. Umbi bawang putih dipilih yang bergejala pada 4 titik di pasar tradisional
sebanyak 1 kg.
c. Sampel-sampel umbi bawang putih dihomogenkan menjadi satu sampel.
2. Metode Ekstraksi meliputi:
a. Metode Ekstraksi Perendaman
 Umbi bawang putih yang bergejala ditimbang sebanyak 100 gram.
 Umbi bawang putih dipotong melintang menjadi 3 bagian tanpa dikupas kulitnya.
 Bawang putih yang sudah dipotong dimasukkan ke dalam petridish, kemudian
dituangkan air dingin (4˚C) hingga umbi bawang putih terendam.
 Umbi bawang putih yang sudah diberi air dingin diletakkan di tempat gelap dan
didiamkan selama satu malam (24 jam).
 Suspensi umbi bawang putih dituangkan ke dalam petridish untuk diamati
keberadaan nematoda.

4
b. Metode Ekstraksi Blender
 Umbi bawang putih yang terinfeksi nematoda sejumlah 100 gram dipotong
melintang menjadi 3 bagian tanpa dikupas kulitnya dan ditambahkan akuades
secukupnya, kemudian diblender dengan kecepatan sedang selama 15 detik dan
diulang sampai 3 kali.
 Ekstrak dituangkan ke dalam saringan 250 mesh sambil dialiri air dibawah kran
dengan posisi saringan miring sehingga nematoda terkumpul dan hasilnya
ditampung ke dalam baskom.
 Hasil saringan 250 mesh dituangkan ke dalam saringan 106 mesh sambil dialiri
air dibawah kran dengan posisi saringan miring sehingga nematoda terkumpul,
hasilnya ditampung ke dalam baskom dan suspensinya dituangkan ke dalam
petridish.
 Hasil saringan 106 mesh dituangkan ke dalam saringan 45 mesh sambil dialiri air
dibawah kran dengan posisi saringan miring sehingga nematoda terkumpul dan
suspensinya dituangkan ke dalam petridish.
 Suspensi pada beberapa petridish didiamkan selama 5-10 menit kemudian diamati
dibawah mikroskop stereo.
c. Metode Ekstraksi Bearmann Funnel
 Umbi bawang putih yang terinfeksi nematoda sejumlah 100 gram dipotong
melintang menjadi 3 bagian tanpa dikupas kulitnya.
 Potongan bawang putih kemudian dituangkan ke dalam corong bearmann funnel
yang telah dilapisi 3 kertas saring dengan posisi kran yang berada diujung corong
bearmann funnel tertutup.
 Akuades ditambahkan hingga menutupi permukaan potongan bawang putih dan
didiamkan selama satu malam (24 jam).
 Kran dibuka dan suspensi ditampung ke dalam beaker glass, kemudian tuang ke
dalam beberapa petridish untuk diamati keberadaan nematoda dibawah
mikroskop stereo.
3. Pengamatan dibawah Mikroskop
a. Suspensi umbi bawang putih diamati keberadaan nematoda parasit dibawah
mikroskop stereo.
b. Nematoda parasit diambil dengan pengkail nematoda, diletakkan di atas
permukaan object glass yang sudah ditetesi akuades dan ditutup dengan cover

5
glass lalu direkatkan tepi cover glass dengan kutek bening.
c. Nematoda yang diperoleh diamati dibawah mikroskop compound dengan
perbesaran kecil hingga besar (50x, 100x, 400x dan 1000x).
d. Nematoda diidentifikasi ciri-ciri morfologinya, jika yang ditemukan nematoda
parasit dengan ciri mempunyai stylet dilanjutkan ke identifikasi ciri-ciri
anatominya.
e. Identifikasi mengacu pada buku identifikasi nematoda parasite (ISPM 27 Annex
8) dan web identifikasi nematoda parasit www.nematode.unl.edu.
f. Nematoda parasit yang sudah diidentifikasi kemudian didokumentasikan dengan
kamera.

6
III. EVALUASI HASIL KERJA

A. Deskripsi Umum Lokasi PKL


1. Profil Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 tanggal 23 Desember
2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Uji Standar Karantina
Pertanian (BBUSKP), BBUSKP adalah merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
yang berada dibawah Departemen Pertanian dan bertanggung jawab kepada
Kepala Badan Karantina Pertanian. BBUSKP mempunyai tugas melaksanakan uji
standar, uji rujukan dan bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu
laboratorium karantina hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati.
BBUSKP dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsinya sebagai
berikut:
a. Penyusunan program, sistem informasi dan dokumentasi pelaksanaan uji standar,
uji rujukan dan bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium
karantina hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati;
b. Pelaksanaan uji standar laboratorium karantina hewan, karantina tumbuhan dan
keamanan hayati;
c. Pelaksanaan uji rujukan atas hasil uji laboratorium karantina hewan, karantina
tumbuhan dan keamanan hayati;
d. Pelaksanaan uji konfirmasi hasil pemantauan Hama Penyakit Hewan (HPH)/Hama
Penyakit Hewan Karantina (HPHK), Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT)/Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK);
e. Pelaksanaan uji profisiensi dan uji banding antar laboratorium karantina hewan,
karantina tumbuhan dan keamanan hayati;
f. Pelaksanaan pembuatan koleksi standar HPH/HPHK dan OPT/OPTK;
g. Pelaksanaan pengembangan dan uji coba teknik dan metode pemeriksaan,
pengasingan, pengamatan, perlakuan dan pemusnahan HPH/HPHK dan
OPT/OPTK;
h. Penyusunan standarisasi sumberdaya manusia, metode, alat dan bahan
laboratorium karantina hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati;
i. Pelaksanaan validasi/verifikasi metode, alat dan bahan uji laboratorium karantina
hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati;
j. Pemberian pelayanan uji standar, uji rujukan dan fasilitasi penyusunan bahan

7
bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium karantina
hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati;
k. Pemberian bimbingan teknis, pengawasan dan pengendalian penerapan sistem
manajemen mutu laboratorium karantina hewan, karantina tumbuhan dan
keamanan hayati;
l. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga BBUSKP.
Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) terdiri atas:
1. Bagian umum
Bagian umum mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program, sistem
informasi dan dokumentasi dari pelaksanaan kegiatan uji standar, uji rujukan dan
bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu laboratorium karantina
hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati serta pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga.
2. Kelompok jabatan fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas memberikan pelayanan
fungsional dalam pelaksanaan tugas dan fungsi UPT sesuai dengan bidang
keahlian dan keterampilan. Koordinator Pelaksana Fungsi Pelayanan Fungsional
ditetapkan dan mempunyai tugas mengoordinasikan serta mengelola kegiatan
pelayanan fungsional karantina tumbuhan, karantina hewan dan keamanan hayati.
Pembagian tugas Koordinator Pelaksana Fungsi Pelayanan Fungsional diatur
berdasarkan dengan Peraturan Menteri.
Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) membangun jaringan
kerja dan kerjasama dengan laboratorium yang terkait pada pengujian penyakit
hewan, tumbuhan dan terhadap bahan tambahan (food additive), residu obat hewan
(veterinary drugs), residu antibiotik, bahan kontaminan (biologi dan kimia), toksin
atau organisme penyebab penyakit pada pangan (disease-causing organisms in
food) serta residu pestisida. Pelaksanaan tupoksi BBUSKP untuk pelayanan
pengujian laboratorium menerapkan sistem manajemen mutu laboratorium yang
mengacu pada SNI ISO/IEC 17025:2017 dan telah memperoleh akreditasi dari
Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor LP-390-IDN pada tanggal 16
Juni 2008 selanjutnya telah mendapatkan hasil memuaskan pada asesmen
penambahan ruang lingkup akreditasi sesuai surat KAN Nomor
2859/3.a2/LP/09/2010 tanggal 7 September 2010, untuk menyempurnakan sistem
manajemen mutu laboratorium perlu dilakukan harmonisasi terhadap sistem mutu

8
pelayanan sesuai SNI ISO 9001:2015. Penyempurnaan sistem manajemen mutu
pelayanan BBUSKP diharapkan dapat mendukung terciptanya sistem manajeman
pemerintahan yang baik, bersih dan transparan (good, clean and transparant
governance), yang pada akhirnya menjadikan BBUSKP dengan profil yang
akuntabel (BBUSKP, 2016).
2. Visi, Misi dan Motto Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian
Upaya BBUSKP dalam menjadi instansi pemerintah yang baik, bersih,
transparan dan akuntabel yang sinkron dengan tupoksi, maka perlu ditetapkan visi
dan misi sebagai arah dan langkah tahapan yang perlu dituangkan dalam
kebijakan mutu dan dilaksanakan dalam program BBUSKP serta penetapan
sasaran mutu yang pencapaiannya melalui kegiatan tahunan (BBUSKP, 2016).
a. Visi
Menjadi "PUSAT STANDAR DAN RUJUKAN PENGUJIAN
LABORATORIUM KESEHATAN PANGAN YANG TERPERCAYA TAHUN
2023" (BBUSKP, 2016).
b. Misi
1. Melakukan penyusunan standarisasi laboratorium uji karantina hewan, karantina
tumbuhan, dan keamanan hayati;
2. Melakukan pengkajian pengembangan kompetensi, teknik dan metoda karantina
pertanian dan keamanan hayati;
3. Melaksanakan pemberian bimbingan teknis pengujian dan penerapan
pengawasan serta pengendalian sistem manajemen mutu pelayanan karantina
hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati;
4. Melakukan kerjasama dan pengembangan jejaring laboratorium uji tingkat
nasional dan internasional;
5. Meningkatkan kompetensi laboratorium sebagai penyedia sampel uji standar
(provider) dalam pelaksanaan uji profisiensi;
6. Meningkatkan citra dan kualitas layanan BBUSKP berkelas Internasional
(BBUSKP, 2016).
c. Motto
"HASIL UJI YANG MEMUASKAN, DENGAN PRIORITAS TEPAT DAN
TELITI (TEST INLIER, PRIORITY IN PRECISE AND ACCURACY)"
(BBUSKP, 2016).

9
d. Fasilitas di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian
BBUSKP dilengkapi dengan sarana dan prasarana untuk mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Sarana yang dimiliki BBUSKP meliputi:
1. Gedung Manajemen yang terdiri dari dua lantai, antara lain meliputi ruangan
Kepala BBUSKP dan ruangan pejabat administrasi lainnya.
2. Gedung Laboratorium Karantina Tumbuhan, meliputi empat lantai terdiri dari:
 Lantai pertama: Ruang Seminar.
 Lantai kedua: Laboratorium Gulma, Laboratorium Nematologi, Laboratorium
Entomologi, Ruang Koleksi dan Ruang Staff.
 Lantai ketiga: Laboratorium Virologi, Laboratorium Bakteriologi, Ruang
Preparasi dan Ruang Staff.
 Lantai keempat: Laboratorium Biomolekuler, Laboratorium Mikologi, Ruang
Preparasi, dan Ruang Staff.
3. Gedung Laboratorium Karantina Hewan dan Keamanan Hayati (BBUSKP,
2016).
e. Prosedur Pelayanan Pengujian
Prosedur Pelayanan Pengujian Sampel di BBUSKP adalah sebagai berikut:
1. Pelanggan mengajukan permohonan pengujian dengan mengisi formulir
permohonan pengujian laboratorium.
2. Petugas pelayanan memeriksa pemenuhan persyaratan data dan informasi sampel
uji, kemudian menyampaikan kepada kepala BBUSKP melalui bagian umum,
menginput data dan memberi kode sampel serta mengkonfirmasi kesiapan
pengujian kepada Kepala Pelayanan Pengujian.
3. Kepala Pelayanan Pengujian menunjuk analis dan penyedia melalui Koordinator
Fungsional untuk melaksanakan pengujian sampel.
4. Petugas Pelayanan menyatakan kesiapan pengujian dan menginformasikan
pembayaran PNBP kepada pelanggan.
5. Petugas Pelayanan mengkonfirmasi pembayaran PNBP kepada pelanggan.
6. Pelaksanaan pengujian oleh analis laboratorium, yang diverifikasi oleh penyedia.
7. Penerbitan sertifikat uji oleh penyedia berdasarkan data teknis hasil pengujian dari
analis yang disahkan oleh Kepala Pelayanan Pengujian yang kemudian
menyampaikan surat hasil pengujian kepada Kepala BBUSKP melalui Kepala
Bagian Umum (BBUSKP, 2016).

10
Gambar 3.1. Prosedur Pelayanan Pengujian di BBUSKP. Sumber: BBUSKP, 2016.
B. Hasil dan Pembahasan
1. Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih (Allium sativum L) adalah anggota tanaman dari Familia
Liliaceae, telah diakui secara luas sebagai tanaman rempah yang bernilai ekonomi
tinggi dan obat untuk berbagai penyakit serta gangguan fisiologis (Agnesa et al.,
2017). Klasifikasi bawang putih menurut Fritsch et al. (2006) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales
Familia : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium sativum L.

Gambar 3.2. Bawang putih (Allium sativum). Sumber: Badan POM, 2016.
Bawang putih merupakan tanaman herba parenial yang membentuk umbi lapis.
Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm.
Batang yang nampak di atas permukaan tanah adalah batang semu yang terdiri dari

11
pelepah-pelepah daun. Sedangkan batang yang sebenarnya berada di dalam tanah.
Akar tumbuh dari pangkal batang berbentuk serabut kecil yang banyak dengan
panjang kurang daro 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat
rudimenter, berfungsi sebagai alat penghisap makanan (Putra & Asep, 2018).
Umbi bawang putih berwarna putih terdiri dari 8-20 siung, antara siung satu
dengan yang lainnya dipisahkan oleh kulit tipis dan liat serta membentuk satu
kesatuan yang kuat dan rapat. Siung di dalamnya terdapat lembaga yang dapat
tumbuh menerobos pucuk siung menjadi tunas baru serta daging pembungkus
lembaga yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus gudang persediaan makanan.
Bagian dasar umbi merupakan batang pokok yang mengalami rudimentasi, dari
batang ini muncul akar-akar serabut yang tumbuh mendatar. Akar serabut tersebut
merupakan akar penghisap makanan semata dan bukan pencari air dalam tanah
(Moulia et al., 2018). Helaian daun bawang putih memiliki panjang mencapai 30-
60 cm dan lebar 1-2,5 cm, berbentuk pita. Tanaman ini memiliki 7-10 helai daun.
Pelepah daun panjang merupakan satu kesatuan yang membentuk batang semu.
Bunga yang tersusun membulat dengan diameter 4-9 cm, membentuk infloresensi
payung merupakan bunga majemuk. Perhiasan bunga berupa tenda bunga dengan
6 tepala berbentuk bulat telur. Stamen berjumlah 6 buah dengan panjang filamen
4-5 mm, bertumpu pada dasar perhiasan bunga. Ovarium superior, tersusun atas 3
ruangan. Buah kecil berbentuk kapsul loculicidal (Moulia et al., 2018).
Bawang putih umumnya tumbuh di dataran tinggi, tetapi varietas tertentu
mampu tumbuh di dataran rendah. Tanah yang bertekstur lempung berpasir atau
lempung berdebu dengan pH netral menjadi media tumbuh yang baik. Lahan
tanaman ini tidak boleh tergenang air. Suhu yang cocok untuk budidaya di dataran
tinggi berkisar antara 20-25˚C dengan curah hujan sekitar 1.200-2.400 mm
pertahun, sedangkan suhu untuk dataran rendah berkisar antara 27-30˚C.
Kelembapan yang cocok untuk bawang putih adalah sekitar 60-70%, jika terlalu
tinggi akan sangat tidak menguntungkan yaitu mudah terserang penyakit oleh
jamur serta cendawan-cendawan lainnya. Oleh karena itu, bawang putih ditanam
pada musim kemarau dengan pengairan yang baik. Keasaman tanah yang baik
untuk bawang putih adalah pH 6,0-6,8. Bawang putih masih toleran terhadap
keasaman tanah sekitar pH 5,5-7,5. Tanah dengan kadar pH asam sekitar pH 4 atau
lebih rendah dapat dikurangi keasamannya dengan pengapuran. Akar bawang
putih sangat peka terhadap pengapuran secara langsung, maka dari itu pengapuran

12
tanah untuk budidaya bawang putih dilakukan sebelum penanaman, yaitu sekitar
satu bulan sebelumnya (Moulia et al., 2018).
Sampel umbi bawang putih (Allium sativum) yang bergejala terinfeksi nematoda
parasit diperoleh dari 4 titik di pasar tradisional untuk diperiksa dilaboratorium
Nematoda Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP). Sampel umbi
bawang putih yang bergejala terinfeksi nematoda parasit mempunyai ciri-ciri kulit
berkerut, terdapat bercak kecoklatan di kulit dan di dalam umbi. Menurut Amritha
& Widowati (2018), berdasarkan pada korelasi Spearman didapatkan hasil berupa
ada hubungan yang kuat antara mutu bawang putih dengan nematoda parasit. Hal
ini dapat dilihat berdasarkan ciri fisik dari bawang putih, yang mana umbi bawang
putih ini pada bagian bawah masih terdapat akar yang memanjang, bagian kulit
dari umbi terdapat bercak dan terlihat masih ada tanah yang menempel. Umbi yang
terinfeksi ditunjukkan dengan adanya warna kekuningan disertai struktur umbi
yang lebih lunak. Gejala infeksi lainnya, yaitu adanya kumpulan nematoda dorman
yang membentuk eelworm wool pada sela-sela siung dan bagian dasar piringan
umbi. Wool nematoda yang terdapat pada umbi sakit dengan intensitas ringan
hingga sedang berpeluang besar untuk tersebar karena umbi seringkali terlihat
tidak bergejala (Muliya et al., 2018).

I II

Gambar 3.3. Sampel umbi bawang putih yang diuji. Sumber: Muliya et al.,
2018. Keterangan: (I) Umbi bawang putih sehat berwarna putih, segar,
dan tidak lunak; (II) Umbi bawang putih terinfeksi nematoda berwarna
kekuningan dengan tekstur lunak.

13
Gambar 3.4. Sampel umbi bawang putih yang terinfeksi nematoda parasit
berkulit keriput dan timbul bercak kecoklatan.

2. Ditylenchus dipsaci
Ditylenchus dipsaci merupakan salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina (OPTK) A1 dari golongan nematoda dan terbawa umbi bawang putih
yang diimpor oleh Cina (Muliya et al., 2018). Menurut Shurtleff (2000),
Ditylenchus dipsaci diklasifikasikan ke dalam:
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Tylenchida
Familia : Anguinidae
Genus : Ditylenchus
Species : Ditylenchus dipsaci

Gambar 3.5. Ditylenchus dipsaci, perbesaran 200x.


Morfologi Ditylenchus dipsaci adalah kerangka kepala sedikit bersklerotin.
Styletnya berkekuatan sedang, mempunyai basal knob kecil, esofagusnya
mempunyai median bulbus berotot dan istmusnya berlangsung meluas serta

14
membentuk basal bulbus, yang mungkin berkembang menjadi gelembung
menjorok ke bagian usus. Nematoda betina vulvanya berkembang ke arah
posterior. Saluran alat kelaminnya tunggal, merentang ke arah anterior,
mempunyai kantung pasca uterin. Ekornya memanjang dan berbentuk seperti
kerucut. Nematoda jantan bursanya tidak mencapai ujung ekor (adanal), ekornya
memanjang dan berbentuk seperti kerucut (Mulyadi, 1995).
Umbi yang terinfeksi ditunjukkan dengan adanya warna kekuningan disertai
struktur umbi yang lebih lunak. Gejala infeksi lainnya, yaitu adanya kumpulan
nematoda dorman yang membentuk eelworm wool pada sela-sela siung dan bagian
dasar piringan umbi. Wool nematoda yang terdapat pada umbi sakit dengan
intensitas ringan hingga sedang berpeluang besar untuk tersebar karena umbi
seringkali terlihat tidak bergejala. Luasnya kisaran inang dari Ditylenchus dipsaci
menyebabkan nematoda ini dapat berkembang biak dan menyebar secara luas dan
cepat. Nematoda Ditylenchus dipsaci berpotensi menimbulkan kerusakan hasil
pertanian karena mempunyai kemampuan bertahan di dalam tanah (tanpa tanaman
inang), dan di dalam umbi serta menyebar mengikuti aliran air. Nematoda
Ditylenchus dipsaci telah dideteksi dari berbagai jenis tanaman, diantaranya
tanaman hias (anyelir, begonia, gladiol, lili dan tulip), sayuran (bawang bombay,
bit gula, jagung, kacang kapri dan kentang), serealia (gandum, oat), strowberi dan
termasuk bawang putih (Muliya et al., 2018).

I II

15
III IV

Gambar 3.6. Ditylenchus dipsaci, perbesaran 1000x.


Keterangan: (I) Anterior; (II) Posterior; (III) Stylet; (IV) Lateral lines berjumlah 4;
(V) Posterior bulp tidak tumpang tindih (not overlapping).

Karakter morfologi utama Ditylenchus dipsaci ditunjukkan dengan stylet yang


relatif panjang, bagian posterior esofagus tidak tumpang tindih dengan bagian
anterior usus dan ekor berbentuk kerucut dengan ujung meruncing. Apabila
dibandingkan dengan Ditylenchus destructor, bagian posterior esofagus
Ditylenchus dipsaci tidak tumpang tindih dengan usus dan spikula. Ditylenchus
dipsaci tidak memiliki tumulus di daerah calomus spikula. Secara umum, panjang
tubuh Ditylenchus dipsaci yang ditemukan dari umbi bawang putih lebih kecil
yaitu 0,56-1 mm. Vulva monodelfik dan berada di posisi sekitar 80% dari panjang
tubuh, nematoda jantan memiliki spikula dengan panjang 23-38 µm yang
dilengkapi bursa dan ekor nematoda mengerucut dengan ujung ekor meruncing
seperti tombak (Muliya et al., 2018). Menurut Goodey (1952), Ditylenchus dipsaci
memiliki lateral lines yang berjumlah 4. Menurut Hooper (1972), Ditylenchus
dipsaci memiliki posterior bulb yang tidak overlapping.

16
I II

III

Gambar 3.7. Ditylenchus dipsaci.


Keterangan: (I) Panjang tubuh, perbesaran 100x; (II) Panjang stylet, perbesaran
1000x; (III) Panjang spikula (jantan), perbesaran 1000x.

II
I

17
IV
III

Gambar 3.8. Ditylenchus dipsaci.


Keterangan: (I) Vulva (betina), perbesaran 400x; (II) Spikula (jantan), perbesaran
1000x (b, bursa); (III) Spikula (jantan), perbesaran 1000x; (IV) Median bulb, perbesaran
400x.

Ditylenchus dipsaci memiliki panjang tubuh berkisar 0,9-1,3 mm dengan


ukuran stylet 11-13 µm. Bentuk ekor conoid dengan panjang spikulum 10-12 mm.
Berdasarkan karakter biologi, nematoda ini termasuk ke dalam ektoparasit pada
akar dan batang tanaman bawang putih. Ditylenchus dipsaci pada suhu 21˚C aktif
berkembang biak. Mekanisme dan gejala serangan Ditylenchus dipsaci adalah
menyerang tanaman muda dengan cara penetrasi akar dan batang di setiap titik.
Selain itu, menyerang tanaman dewasa melalui stomata daun (Amritha &
Widowati, 2018).
Ditylenchus dipsaci adalah nematoda yang bersifat migratory dan dapat
menyebar pada bawang putih dengan cara menginfeksi bagian tanaman. Nematoda
dapat hidup dalam jaringan tanaman selama beberapa tahun, tetapi populasinya
dapat menurun dengan cepat di tanah. Awalnya serangan muncul pada kecambah
setelah tanam dan jika ada kelembapan tinggi, Ditylenchus dipsaci akan bergerak
ke atas dan menyerang daun-daunan muda serta akan bermigrasi dari satu tanaman
ke tanaman lain. Meskipun nematoda ini memiliki potensi merusak tanaman
bawang putih menjadi keriput dan membusuk, petani bawang putih melakukan
pengendalian utama dengan strategi penanaman bibit sehat dan bersih dari
penyakit sehingga meminimalkan penggunaan nematisida (Schwartz & Mohan,
1996).
3. Ditylenchus destructor
Ditylenchus destructor merupakan salah satu Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina (OPTK) A1 dari golongan nematoda dan terbawa umbi

18
bawang putih yang diimpor oleh Cina (Muliya et al., 2018). Menurut Shurtleff
(2000), Ditylenchus destructor diklasifikasikan ke dalam:
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Tylenchida
Familia : Anguinidae
Genus : Ditylenchus
Species : Ditylenchus destructor

Gambar 3.9. Ditylenchus destructor, perbesaran 200x.


Nematoda Ditylenchus destructor yang menginfeksi bawang putih ditemukan
dengan jumlah yang beragam pada berbagai fase, baik juvenil (2-4) maupun
dewasa (jantan dan betina). Hal ini mengindikasikan nematoda Ditylenchus
destructor aktif dan memperbanyak diri di dalam umbi bawang putih sehingga
sangat membahayakan apabila terlepas ke lapangan dan menginfeksi tanaman
bawang putih atau inang lainnya (Ahmadi et al., 2019). Menurut Cheng et al.
(2015), Ditylenchus destructor dapat menurunkan produksi bawang putih sebesar
10% di Jepang. Nematoda Ditylenchus destructor dapat bertahan pada bagian kulit
terluar atau dasar akar dan bergerak menuju siung serta memperbanyak diri selama
penyimpanan.
Gejala infeksi Ditylenchus destructor pada umbi bawang putih tidak tampak
pada kulit pembungkus luar, tetapi tampak pada bagian siung. Gejala pada siung
menyebabkan terjadinya perubahan warna siung menjadi kuning hingga
kecokelatan. Populasi nematoda Ditylenchus destructor pada umbi bawang putih
memiliki ragam rata-rata populasi mencapai 56,4 ekor per 45,9 gram umbi.

19
Populasi terendah ialah 0 ekor per 45,8 gram umbi dan tertinggi 508 ekor per 50
gram umbi (Ahmadi et al., 2019).

I II

III

IV

V
V

VI
mb

Gambar 3.10. Ditylenchus destructor.


Keterangan: (I) Anterior, perbesaran 1000x; (II) Posterior, perbesaran 1000x; (III)
Stylet, perbesaran 1000x; (IV) Lateral lines berjumlah 6, perbesaran 1000x; (V)
Posterior bulp tumpang tindih (overlapping), perbesaran 400x (mb, median bulb); (VI)
Posterior bulp tumpang tindih (overlapping), perbesaran 1000x.

Karakteristik khas dari Ditylenchus destructor ialah stylet dengan knob yang
kuat pada betina, panjang stylet rata-rata 10 µm, memiliki 6 garis lateral lines pada
bagian tengah tubuh, esofagus tumpang tindih terhadap usus ke bagian dorsal,
jarak post vulval uterine sac ialah 86,66% dari jarak vulva ke anus, ekor meruncing

20
dan membulat pada bagian ujungnya (terminus rounded), ekor pada jantan
memiliki bursa dan spikula dengan tonjolan (Ahmadi et al., 2019). Kantung
vulvanya memanjang sekitar tiga-perempat dari jarak ke anus. Ekornya
memanjang dan memiliki ujung ekor bulat sempit (Mulyadi, 1995).

II

Gambar 3.11. Ditylenchus destructor.


Keterangan: (I) Panjang tubuh, perbesaran 100x; (II) Panjang stylet,
perbesaran 1000x.

pvs

v
a

21
III

II

IV

Gambar 3.12. Ditylenchus destructor.


Keterangan: (I) Vulva (betina), perbesaran 1000x (v, vulva; pvs, posterior
vulva sac; a, anus); (II) Vulva, perbesaran 1000x; (III) Spikula (jantan),
perbesaran 1000x; (IV) Posterior jantan, perbesaran 400x (b, bursa).

Ditylenchus destructor jantan memiliki panjang tubuh rata-rata 0,96 mm dan


kisaran panjang tubuhnya yaitu 0,76-1,35 mm sedangkan Ditylenchus destructor
betina memiliki panjang tubuh rata-rata 1,07 mm dan kisaran panjang tubuhnya
yaitu 0,69-1,89. Nematoda ini memiliki panjang stylet 10-12 µm, bentuk ujung
ekor rounded, posterior bulb pendek dan tumpang tindih (overlapping), memiliki
lateral lines berjumlah 6, panjang spikulum 24-27 µm dan panjang jarak vulva ke
anus sekitar 53-90% (Goodey, 1952). Ditylenchus destructor mempunyai bursa
pendek dan lebar serta bursa tidak mencapai ujung ekor (adanal) (Mulyadi, 1995).
Keragaman populasi nematoda Ditylenchus destructor yang tinggi pada bawang
putih menunjukkan sebaran populasi nematoda yang tidak merata pada tiap umbi.
Keragaman yang tinggi terjadi karena infestasi nematoda pada bawang putih
terjadi sejak dari lapangan dan sangat dipengaruhi oleh tingkat infestasi awal di
lahan pertanaman. Bawang putih sebenarnya bukan termasuk inang utama
Ditylenchus destructor. Nematoda ini menjadi parasit utama pada tanaman
kentang. Ditylenchus destructor pertama kali dilaporkan mampu menginfeksi

22
bawang putih tahun 1986 di Jepang dan selanjutnya di Kanada tahun 2012
(Ahmadi et al., 2019).
Nematoda Ditylenchus destructor tidak dapat bertahan dalam kekeringan,
biasanya hanya mampu hidup dalam tanah lembap. Spesies ini di dalam tanah
dapat berperan sebagai nematoda dewasa atau larva dan bahkan dapat berkembang
biak dengan memberi makan pada inang alternatif gulma (misalnya Mentha
arvensis, Sonchus arvensis) dan miselium jamur. Telur menetas pada suhu 28˚C
dimulai 2 hari setelah bertelur, dengan interval rata-rata 4,4 hari antara peletakkan
telur dan menetas. Perkembangan dari telur hingga dewasa membutuhkan waktu
antara 6 dan 7 hari. Nematoda menyerang bagian tanaman di bawah tanah dan tidak
hanya pada areal tanaman, tetapi mereka memasuki umbi tanaman inang melalui
lentisel, kemudian mulai berkembang biak dengan cepat dan menyerang seluruh
umbi. Nematoda dapat bertahan hidup dan berkembang dalam umbi setelah
dipanen (Michael, 2009).
C. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Metode yang digunakan dalam identifikasi nematoda parasit Ditylenchus sp
(Ditylenchus dipsaci dan Ditylenchus destructor) adalah metode ekstraksi
perendaman.
b. Ciri morfologi Ditylenchus dipsaci yaitu stylet yang relatif panjang, bagian
posterior esofagus tidak tumpang tindih dengan bagian anterior usus dan ekor
berbentuk kerucut dengan ujung meruncing. Vulva monodelfik dan berada di
posisi sekitar 80% dari panjang tubuh, spikula dilengkapi dengan bursa serta
memiliki garis lateral lines berjumlah 4.
c. Ciri morfologi Ditylenchus destructor yaitu stylet dengan knob yang kuat pada
betina, memiliki garis lateral lines berjumlah 6 pada bagian tengah tubuh, esofagus
tumpang tindih terhadap usus ke bagian dorsal, jarak post vulval uterine sac ialah
86,66% dari jarak vulva ke anus, ekor pada jantan memiliki bursa dan spikula
dengan tonjolan, kantung vulvanya memanjang sekitar tiga-perempat dari jarak ke
anus. Ekornya memanjang dan memiliki ujung ekor bulat sempit.
2. Saran
Berdasarkan hasil praktek kerja lapangan yang telah dilakukan diharapkan
mahasiwa mampu mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai metode

23
untuk identifikasi nematoda dan spesies nematoda parasit, sehingga dapat menjadi
acuan bagi pembelajaran kedepannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Agnesa, O.S., Herawati, S. & Sri, R.L., 2017. Aktivitas Imunostimulan Ekstrak
Bawang Putih Tunggal pada Mencit yang Diinduksi Escherichia coli.
Pharmaciana, 7(1), pp.105-112.

Ahmadi, H., Supramana & Mohamad, R.S., 2019. Keefektifan Perlakuan Air Panas
Terhadap Nematoda Ditylenchus destructor pada Umbi Bawang Putih. Jurnal
Fitopatologi Indonesia, 15(1), pp.16-26.

Amritha, M.L. & Budijastuti, W., 2018. Tingkat Serangan Nematoda Parasit pada
Bawang Putih (Allium sativum) Impor dan Lokal di Jawa Timur. Lentera
Bio, 7(3), pp.215-220.

Amritha, M.L. & Widowati, B., 2018. Tingkat Serangan Nematoda Parasit pada
Bawang Putih (Allium sativum) Impor dan Lokal di Jawa Timur. Lentera Bio,
7(3), pp.214-220.

Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, 2016. Profil BBUSKP.


http://bbuskp.karantina.pertanian.go.id/, diakses tanggal 4 februari 2021.

BPOM, B.P., 2016. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Nomor: HK.03.1.23.11.11.09909 Tentang Pengawasan Klaim Pada Label
dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta: BPOM RI.

Cheng, Z., Toyota, K. & Yamashita, K., 2015. Development of Real-Time PCR
Primers Specific to The Garlic-Damaging Potato Rot Nematode Ditylenchus
destructor to Quantify its Density in Soil and Outer Skin of Garlic. Jpn Jurnal
Nematologi, 45(2), pp.93–99.

Fritsch, R.M., Salmaki, Y. & Joharchi, M., 2006. The Genus Allium (Alliaceae) in
Iran: Current State, New Taxa and New Records. Iran: Tehran and Ferdowsi
University.

Goodey, J.B., 1952. The Influence of The Host on The Dimensions of The Plant
Parasitic Nematode, Ditylenchus destructor. Annals of Applied Biology,
30(4), pp.468-474.

Hamdani, K.K. & Susanto, H., 2020. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Melalui Solarisasi Tanah. Agrosainstek: Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pertanian, 4(2), pp.146-154.

Hooper, D.J., 1972. Descriptions of Plant Parasitic Nematodes Ditylenchus dipsaci.


St. Albans, UK: Commonwealth Institute of Helminthology.

Husna, A., Khathir, R. & Siregar, K., 2017. Karakteristik Pengeringan Bawang Putih
(Allium sativum L.) Menggunakan Pengering Oven. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pertanian, 2(1), pp.338-347.

25
Michael, C., 2009. Bulb and Stem Nematodes in Garlic. Colorado: Food and Rural
Affairs.

Moulia, M.N., Rizal, S., Evi, S.I., Harsi, D.K. & Nugraha, E.S., 2018. Antimikroba
Ekstrak Bawang Putih. Pangan, 27(1), pp.55 – 66.

Muliya, E., Supramana, S. & Giyanto, G., 2018. Deteksi dan Identifikasi Ditylenchus
dipsaci dari Umbi Bawang Putih Impor. Jurnal Fitopatologi Indonesia,
14(6), pp.189- 195.

Mulyadi, 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik.


Yogyakarta: Gajah Mada University.

Putra, A.S. & Asep, S., 2018. Pengaruh Allicin pada Bawang Putih (Allium sativum
L.) Terhadap Aktivitas Candida albicans sebagai Terapi Candidiasis. Jurnal
Agromedicine Unila, 5(2), pp.601-605.

Schwartz & Mohan, 1996. Pedoman Bawang Merah dan Bawang Putih. St. Paul,
Minnesota: APS Press.

Shurtleff, M.C., 2000. Diagnosing Plant Diseases Caused by Nematodes. American


Phytopathological Society: APS Press.

Srihari, E., Farid, S.L., Dian, D. & Natalia, F., 2015. Ekstrak Bawang Putih Bubuk
dengan Menggunakan Proses Spray Drying. Jurnal Teknik Kimia, 9(2), pp.62-
68.

Yelni, G., Syarif, Z., Kasim, M. & Hayati, P.D., 2019. Meningkatkan Keragaman
Genetik Bawang Putih (Allium sativum L.) Melalui Mutasi Irradiasi Gamma.
Jurnal Sains Agro, 4(2).

26
LAMPIRAN
A. Kegiatan PKL di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP)
1. Alat dan Bahan

Mikroskop Stereo Mikroskop Compound

Komputer dan Kamera Object Glass

Cover Glass Cutter

27
Petridish dan Penutup Petridish Nampan

Kail Pancing Baskom

Umbi bawang putih yang bergejala

Kulkas

28
Kertas Label Minyak Imersi

Tissue Kutek Bening

Air dingin (4˚C) Akuades

29
Blender Saringan 250, 106 dan 45 mesh

Alat Bearmann Funnel

30
2. Cara Kerja

Umbi bawang putih yang bergejala Umbi bawang putih telah dipotong
dipotong menjadi 3 bagian. tanpa dikupas kulitnya.

Air dingin dituangkan ke dalam petridish Bawang putih direndam selama satu
yang berisi potongan bawang putih. malam dan diletakkan di tempat gelap.

Suspensi rendaman bawang putih Suspensi bawang putih siap diamati


dituang ke dalam petridish. di bawah mikroskop stereo.

31
Suspensi bawang putih diamati Pemancingan nematoda dengan
dibawah mikroskop stereo. kail pancing dibawah mikroskop
stereo.

Nematoda yang telah dipancing


diletakkan di object glass yang
dilengkapi dengan cover glass.

Pengamatan morfologi nematoda


di bawah mikroskop compound.

Pengamatan morfologi dan morfometri dengan bantuan


kamera komputer.
32
3. Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP)

Gedung BBUSKP

Laboratorium Nematoda di BBUSKP

33
B. Kegiatan Kerja Harian Praktik Kerja Lapangan (Logbook)

No. Hari, tanggal Rincian kegiatan Paraf Dosen


Pembimbing

1. Sosialisasi pengarahan PKL


Senin 11 Januari 2021
di BBUSKP.

Mengamati alur penerimaan


2. Selasa 12 Januari 2021 sampel dan memahami IKM
(Intruksi Kerja Metode).
Orientasi laboratorium,
3. pengenalan alat dan bahan,
Rabu 13 Januari 2021
pengarahan mekanisme uji
laboratorium dan sampel.

4. Memahami mekanisme uji


Kamis 14 Januari 2021 laboratorium, mencatat materi
yang diuji.

Membuat rancangan draft


5. Jum’at 15 Januari 2021 laporan dan memahami profil
BBUSKP.
-Penjelasan teori morfologi,
6. anatomi nematoda dan gejala
infeksi nematoda pada
tanaman.
Senin 18 Januari 2021
-Pengenalan umbi bawang
putih yang terinfeksi
nematoda.
-Revisi proposal.
Praktik ekstraksi umbi
bawang putih dengan metode
perendaman, titrasi dan
7. Selasa 19 Januari 2021 blender.
Pengamatan suspensi hasil
ekstraksi metode blender
dibawah mikroskop stereo.
Pengamatan suspensi hasil
ekstraksi metode perendaman
dan titrasi dibawah mikroskop
8. Rabu 20 Januari 2021 stereo.
Pemancingan/pengumpulan
nematoda dibawah mikroskop
stereo.

34
Pembuatan preparat
nematoda, pengamatan
dibawah mikroskop stereo
dan compound serta
9. Kamis 21 Januari 2021
identifikasi nematoda secara
morfologi dan morfometri
berdasarkan referensi buku
dan website.

Perbaikan proposal dan


10. Jum’at 22 Januari 2021
penyusunan draft laporan.

Melakukan identifikasi
nematoda dari preparat dan
11. Senin, 25 Januari 2021
menyusun laporan yang telah
direvisi.
Melanjutkan identifikasi
12 Selasa, 26 Januari 2021 nematoda dari preparat dan
dokumentasi.
Praktik ekstraksi umbi
bawang putih dengan metode
perendaman.
Melanjutkan pengamatan
suspensi hasil ekstraksi
metode perendaman dibawah
13. Rabu, 27 Januari 2021 mikroskop stereo.
Pemancingan/pengumpulan
nematoda dibawah mikroskop
stereo.
Melakukan identifikasi
nematoda dari preparat
nematoda.
Penyaringan suspensi bawang
putih dengan saringan 106
dan 45 mesh.
Pengamatan suspensi hasil
ekstraksi metode perendaman
dibawah mikroskop stereo.
14. Kamis, 28 Januari 2021
Pemancingan/pengumpulan
nematoda dibawah mikroskop
stereo.
Melakukan identifikasi
nematoda dari preparat
nematoda.
Melanjutkan pengamatan
suspensi hasil ekstraksi
15. Jum’at, 29 Januari 2021 metode perendaman dibawah
mikroskop stereo.
Pemancingan/pengumpulan

35
nematoda dibawah mikroskop
stereo.
Melakukan identifikasi
nematoda dari preparat
nematoda dan dokumentasi.
Melanjutkan pengamatan
suspensi hasil ekstraksi
metode perendaman dibawah
16. Senin, 1 Februari 2021 mikroskop stereo.
Pemancingan/pengumpulan
nematoda dibawah mikroskop
stereo.
Melanjutkan pengamatan
suspensi hasil ekstraksi
metode perendaman dibawah
17. Selasa, 2 Februari 2021 mikroskop stereo.
Pemancingan/pengumpulan
nematoda dibawah mikroskop
stereo.
Melakukan identifikasi
nematoda Ditylenchus dipsaci
18. Rabu, 3 Februari 2021 dan Ditylenchus destructor
dari preparat nematoda serta
dokumentasi hasil.
Melakukan identifikasi
nematoda Ditylenchus
dipsaci dan Ditylenchus
19. Kamis, 4 Februari 2021
destructor dari preparat
nematoda serta dokumentasi
hasil.

20. Jum’at 5 Februari 2021 Penyusunan laporan.

Koreksi dan revisi laporan


21. Senin, 8 Februari 2021
oleh pembimbing lapangan.

Perbaikan laporan setelah


dikoreksi oleh pembimbing
22. Selasa, 9 Februari 2021
lapangan dan pembuatan
power point.

Persiapan seminar hasil PKL.


23. Rabu, 10 Februari 2021
.

Kamis, 11 Februari Seminar hasil PKL.


24.
2021

36
C. Surat Izin PKL Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman

37
D. Surat Izin PKL Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP)

38
E. Surat Keterangan Selesai PKL di Balai Besar Uji Standar Karantina
Pertanian (BBUSKP)

39

Anda mungkin juga menyukai