Oleh :
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
Koordinator Laboratorium
Ekologi dan Produksi Tanaman
ii
RINGKASAN
iii
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa tersusunnya Laporan Praktik Kerja Lapang ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
Penyakit Pemalang.
2. Dr. Ir. Eny Fuskhah, M. Si. selaku Ketua Program Studi Agroekoteknologi,
Diponegoro.
5. Dr. Ir. Eny Fuskhah, M. Si. dan A'isyah Surya Bintang, S.P., M.Sc. selaku
iv
6. Ayu Puspita P., S.P. Prih Anggraeni K., S.P. dan Oelia Mariska selaku
Penyakit Pemalang.
8. Kedua orang tua, saudara dan teman-teman yang telah memberikan bantuan,
dukungan dan doa terbaik untuk kelancaran kegiatan PKL ini. Penulis
menyadari masih belum sempurnanya laporan Praktik Kerja Lapang ini dan
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
DAFTAR ILUSTRASI.........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................2
1.3. Manfaat......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)............................4
2.2. Klasifikasi, Morfologi, dan Bioekologi Beauveria bassiana.....................5
2.3. Perbanyakan Beauveria bassiana...............................................................7
2.4. Aplikasi Beauveria bassiana Pada Tanaman.............................................8
BAB III MATERI DAN METODE.......................................................................10
3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan...............................................................10
3.2. Materi.......................................................................................................10
3.3. Metode Pelaksanaan.................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................13
4.1. Profil Laboratorium Pengamatan Hama Dan Penyakit (LPHP) Pemalang 13
4.2. Perbanyakan Beauveria bassiana............................................................17
4.3. Standarisasi..............................................................................................23
4.4. Aplikasi Beauveria bassiana pada Tanaman...........................................29
4.5. Prospek dan Kendala Penggunaan Entomopatogen Beauveria bassiana
Sebagai Agen Pengendali Hayati......................................................................30
BAB V SIMPULAN DAN SARAN......................................................................33
5.1. Simpulan..................................................................................................33
5.2. Saran........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
LAMPIRAN...........................................................................................................38
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Beauveria bassiana............................................................................... 18
Beauveria bassiana............................................................................... 20
Ulangan 1.............................................................................................. 25
Ulangan 2.............................................................................................. 25
vii
DAFTAR ILUSTRASI
Nomor Halaman
1. Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) Pemalang..... 13
Pemalang............................................................................................... 16
Inkubasi. ............................................................................................... 19
Hari Inkubasi......................................................................................... 22
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Perhitungan Kerapatan Spora Jamur Beauveria bassisana.................. 37
6. Dokumentasi Kegiatan.......................................................................... 46
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
populasi hama tetap berada dalam ambang toleransi dapat diterapkan salah
Salah satu agen pengendali hayati adalah jamur Bauveria bassiana, dimana
penggunaan agen hayati jamur Bauveria bassiana ini efektif untuk menekan hama
tanaman serta tidak memiliki bahaya ataupun efek samping terhadap lingkungan
dan kesehatan manusia (Sridevi et al, 2018). Jamur Bauveria bassiana dilaporkan
sebagai agen hayati yang sangat efektif menginfeksi beberapa jenis serangga
(Herdatiarni et al., 2014). Hama yang diserang oleh Bauveria bassiana antara
lain wereng batang, wereng daun, penggerek batang padi, penggulung daun,
kepinding padi, kepinding hitam (Kusuma et al., 2019). Penggunaan agen hayati
memperbanyak diri pada media yang sesuai, kurang memicu perubahan virulensi
(Beauveria bassiana). Salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Proteksi /
petani.
1.2. Tujuan
Penyakit Pemalang.
1.3. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dengan sanitasi lahan, pemupukan, dan rotasi tanaman (Arsi et al., 2020). Teknik
pengendalian mekanik adalah salah satu cara yang dianggap mudah apabila
menggunakan perangkap (Diratmaja, 2015). Teknik lain yang dinilai efektif dan
dapat dilakukan dalam jangka waktu panjang karena tidak merusak lingkungan,
efektif dan efisien sebagai pengendali hama sangat penting untuk dapat
merupakan jamur yang menjadi patogen pada serangga. Jamur tersebut hidup,
tumbuh, dan berkembang dengan mengambil nutrisi dari inang yang diinfeksinya
sehingga metabolismenya terganggu dan akan mati (Halimah et al., 2018). Salah
Kingdom : Fungi
Kelas : Ascomycota
Divisi : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Family : Cordycipitaceae
Genus : Beauveria
6
koloni seperti tepung dan berwarna putih serta memiliki bentuk konidia oval agak
bulat sampai dengan bulat telur dengan warna hialin. Jamur ini umumnya
ditemukan pada serangga yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu
menyerang serangga pada tanaman atau pohon. Oktaviani dan Fitri (2021)
media PDA, koloni Beauveria bassiana berbentuk seperti lapisan tepung yang
berkelompok bulat lonjong yang terdiri atas satu sel kering dan kecil menonjol,
pada bagian tepi koloni berwarna putih kemudian menjadi kuning pucat atau
dapat membentuk spora yang tahan lama, relatif aman dan kecil kemungkinan
bassiana dinilai efektif karena jamur tersebut mengandung toksin yang sangat
toksik terhadap serangga sasaran hanya dalam rentang waktu yang cukup pendek
berkisar 3-5 hari setelah aplikasi serta mampu menginfeksi berbagai stadia
dengan jamur entomopatogen lain terutama hama tanaman dari Ordo Lepidoptera,
dengan ditumbuhkan di media PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 21
hari (Budi et al., 2013). Media lain yang dapat digunakan untuk perbanyakan
Beauveria bassiana misalnya yaitu jagung, beras, bekatul. Jamur ini dapat
yang mudah ditemukan seperti jagung, bekatul, atau beras. jagung, bekatul, atau
beras dibersihkan kemudian dicuci dengan air dan dikukus setengah matang
disiram air hangat dan diaduk, kemudian dapat digunakan sebagai media
dengan media PDA. PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media yang umum
8
lingkungan yang netral dengan pH 7,0, dan suhu optimum untuk pertumbuhan
antara 25-30 °C (Indrayati dan Sari, 2018). Perbanyakan B. bassiana pada media
PDA lebih cepat tumbuh daripada media jagung dan beras yang disebabkan
adanya perbedaan nutrisi pada masing - masing media (Afifah et al., 2022).
tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar).
sebagai sumber gula dan energi, selain itu komponen agar berfungsi untuk
setelah itu suspensi jamur disemprotkan pada tanaman yang terserang hama
pada tanah. Aplikasi suspensi jamur B. bassiana dilakukan dengan berbagai cara,
itu, aplikasi B. bassiana dilakukan pada saat pagi atau sore hari, di saat matahari
langsung saat aplikasi Ni’mah et al. (2021). Aplikasi jamur B. bassiana yang
diterapkan akan menyebabkan infeksi pada serangga yang terjadi akibat adanya
kontak.
kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya (Oktaviani dan Fitri, 2021).
biokimia yang kompleks antara inang dan jamur. Selanjutnya, enzim yang
dalam sel-sel tubuh serangga, dan menyerap cairan tubuh serangga yang
mengakibatkan serangga mati dalam keadaan tubuh yang mengeras seperti mumi
suspensi konidia B. bassiana pada kompos dan pupa dengan persentase kematian
BAB III
September – 21 November 2022 2022 setiap hari Senin pukul pukul 07.00 – 15.30
dan Jumat pukul 07.00 – 14.00 di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit
3.2. Materi
alat dan bahan. Bahan yang digunakan adalah kentang, air, agar instant, gula pasir,
isolat B. bassiana , alkohol 70%. Alat yang digunakan dalam perbanyakan masal
B. bassiana dengan media PDA yaitu wadah aluminium sebagai wadah merebus
kentang, pisau untuk mengupas dan memotong kentang, mangkok sebagai wadah
kentang, sendok untuk mengaduk larutan, tabung reaksi untuk wadah media PDA,
autoklaf untuk mensterilkan media PDA, LAF untuk mensterilkan alat dan bahan
yang akan digunakan, bunsen untuk strerilisasi alat, korek api untuk menyalakan
Bunsen, jarum ose untuk menggores atau mengambil isolat, gelas beaker untuk
11
wadah alkohol yang digunakan untuk sterilisasi, spidol untuk memberi label pada
dan bahan. Bahan yang digunakan adalah jagung, isolat B. bassiana , alkohol
70%, air. Alat yang digunakan dalam perbanyakan masal B. bassiana dengan
media jagung yaitu panci untuk mengukus jagung, timbangan untuk mengukur
berat jagung, nampan untuk wadah media yang akan diinkubasi, ember untuk
mencuci jagung, spatula untuk mengambil isolat , stapler untuk menutup plastik
yang berisi media, karet untuk menggabungkan plastik berisi media agar tidak
berceceran, autoklaf untuk sterilisasi media jagung, LAF untuk sterilisasi alat dan
bahan, gelas beaker untuk wadah alkohol yang digunakan untuk sterilisasi alat,
Metode yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapang yaitu dengan
mengobservasi data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari partisipasi
berasal dari studi pustaka yang terkait. Adapaun metode yang digunakan yaitu
kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan selama PKL yang dilakukan dengan
(LPHP) Pemalang. Adapun kegiatan yang dilakukan dengan metode ini yaitu
perbanyakan Beauveria bassiana serta beberapa APH lain seperti Tricoderma dan
primer secara detail dengan diskusi dan wawancara dengan pihak terkait.
perbanyakan APH, pengaplikasian APH dan hal lain yang terkait dengan
yaitu Ayu Puspita P., S.P., Prih Anggraeni K., S.P. dan Oelia Mariska.
Studi Pustaka. Metode ini dilakukan dengan mencari data dari jurnal,
BAB IV
pada tahun 1977, tetapi baru difungsikan pada tahun 1979, berlokasi di Jalan Raya
LPHP Kedu, LPHP Pati, dan LPHP Semarang. Wilayah kerja LPHP Pemalang
Pekalongan, dan Kabupaten Batang. Luas wilayah LPHP Pemalang adalah 25.000
m2 yang terdiiri atas tanah sawah seluas 19.116 m2 dan tanah daratan seluas 5.884
m2. Tanah daratan untuk bangunan kantor 437 m2, rumah kaca 5 m2, lantai jemur
196 m2, rumah dinas 6 unit seluas 249 m2 dan lain-lain (jalan, pekarangan, tempat
identifikasi OPT dan musuh alami; koleksi bahan nabati dan erbanyakan
usahataninya
3. Susunan Organisasi
sendok, autoklaf, LAF, spatula, gelas beaker, spidol, jarum ose, tabung reaksi,
korek api. Bahan yang digunakan adalah kentang, air, agar instant, gula pasir,
media. Kentang ditimbang sebanyak 250 gram, kemudian dikupas, dicuci, dan
dipotong kecil kecil. Kentang yang sudah dipotong kemudian direbus dengan 500
ml air selama 10 menit atau hingga empuk. Kentang yang sudah matang
gram gula pasir dan diaduk hingga larut. Ekstrak kentang kemudian direbus
kembali hingga mendidih dengan api kecil, kemudian dituangkan ke dalam tabung
tabung reaksi setara dengan kerja pegawai (tabel 2). Media PDA yang telah dibuat
mengurangi kontaminasi.
autoklaf pada suhu 121˚ C selama 120 menit, lalu dikeluarkan dan media
diletakkan dengan posisi miring dengan bantuan sterofoam dan biarkan hingga
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada alat dan bahan. Lampu
Bunsen kemudian dinyalakan, lalu jarum ose disterilisasi dengan cara dicelupkan
ke dalam gelas beaker yang berisi alkohol 70% , kemudian jarum ose dipanaskan
dengan lampu bunsen. Bibir tabung reaksi yang berisi isolat B. bassiana juga
19
dipanaskan untuk menjaga kesterilan. Isolat diambil menggunakan jarum ose dan
digoreskan pada media PDA dengan cara zig-zag. Media yang sudah berisi isolat
yang bersih dan kering. Media diinkubasi selama kurang lebih 7 hari hari hingga
terlihat jamur B. bassiana yang ditandai dengan warna putih kapas yang tumbuh
Inokulasi pada media PDA pada umur H+7 terlihat seluruh permukaan PDA
sudah dipenuhi koloni jamur Beauveria bassiana (ilustrasi 3). Hasil inokulasi
dapat disimpan pada tempat yang untuk nantinya digunakan untuk perbanyakan
2. Perbanyakan massal
padat jagung. Hal ini didukung Novianti (2018) bahwa media perbanyakan
entomopatogen .
jagung yaitu panci, kompor, timbangan, nampan, ember, spatula, stapler, karet,
autoklaf, LAF, spatula, gelas beaker, spidol. Bahan yang digunakan adalah
pecah ditimbang seberat 1 kg kemudian dicuci bersih hingga kotoran yang ada
hilang. Jagung yang sudah bersih kemudian dikukus selama kurang lebih 30 menit
atau hingga jagung dapat dipecah dengan tangan. Media jagung tidak boleh
bassiana, dimana jika terlalu matang maka jagung akan lembab dan mudah
ditumbuhi aspergilus, jika belum matang maka jagung akan cenderung kering dan
kemudian dikering anginkan lalu di kemas ke dalam katong plastik ukuran kecil
sebanyak 1 kg dan dapat menghasilkan 20 plastik media jagung. Media yang telah
kemudian media disterilisasi selama 120 menit dengan pengaturan suhu total 121˚
C. Keranjang yang berisi media yang sudah disterilisasi kemudian diangkat dan
mikroorganisme yang tidak diinginkan pada alat dan bahan. Lampu Bunsen
gelas beaker yang berisi alkohol 70% , kemudian spatula dipanaskan dengan
lampu bunsen. Bibir tabung reaksi yang berisi isolat B. bassiana juga dipanaskan
dalam media jagung, lalu media ditutup dengan cara menggunakan stapler. Media
yang sudah diisi isolat kemudian diremas dan diratakan agar tercampur dan isolat
dapat tumbuh dengan merata. Media yang sudah siap kemudian diberi label
berupa nama agen hayati dan keterangan waktu inokulasinya. Media kemudian
disusun pada nampan dan diletakkan di tempat yang bersih dan kering. Media
diinkubasi selama kurang lebih 7 hari hingga terlihat jamur B. bassiana yang
ditandai dengan warna putih kapas yang tumbuh pada media jagung .
22
Inokulasi pada media media jagung umur H+7 terlihat sudah ditumbuhi
penuh dengan jamur dan sudah terdapat miselia berwarna putih (ilustrasi 4). Hasil
inokulasi dapat disimpan pada tempat yang steril agar jamur Beauveria bassiana
tidak terkontaminasi.
inokulasi pada media PDA sekali. Persentase kerja mahasiswa pada inokulasi di
media PDA dan inokulasi pada media jagung 100% dari kerja pegawai karena
inikulasi dikerjakan oleh jumlah anggota yang sama yaitu 1 mahasiswa dan 1
pegawai laboratorium sehingga menghasilkan jumlah hasil yang sama (tabel 4).
pada media PDA, 0% pada media jagung kegiatan pertama dan 100% pada media
jagung kegiatan kedua. Keberhasilan inokulasi rendah pada media jagung pada
kegiatan pertama disebabkan karena semua plastik inokulasi tidak tumbuh jamur
Beauveria bassiana, hal tersebut dikarenakan media jagung yang terlalu basah
dan lembek sehingga dalam waktu H+2 inokulasi jagung mengalami pembusukan.
4.3. Standarisasi
spora dan viabilitasnya. Hal ini dilakukan agar APH yang akan digunakan
a. Kerapatan Spora
akibat penambahan secara teratur semua komponen sel dan terjjadinya perubahan
jumlah atau massa sel per unit waktu. Spora jamur yang muncul dicirikan dengan
bulatan kecil berwarna putih bening yang terlihat di atas bidang hitung.
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengujian kerapatan spora adalah
APH B. bassiana yang akan diuji. Contoh APH B. Bassiana dalam bentuk padat
100 ml, kemudian dikocok menggunakan vortex selama 3 menit dan dikocok
ulang dengan tangan selama 6 menit. Sampel APH B. Bassiana siap digunakan
sebagai bahan uji dengan cara diambil dengan mikropipet sebanyak 0,2 ml atau
200 µl, kemudian suspensi diteteskan secara perlahan pada bidang hitung
haemacytometer dengan mikropipet melalui kedua kanal pada sisi atas dan bawah,
hingga bidang hitung terpenuhi suspensi secara kapiler, lalu didiamkan selama
satu menit agar posisi stabil. haemacytometer yang telah terisi suspensi kemudian
ditutup dengan kaca penutup lalu diletakkan pada mikroskop dan diamati hingga
memperoleh fokus pada konidium jamur dan pada bidang hitung. Perhitungan
A B
a
b
c
d
e
dengan menghitung jumlah spora yang ada di kotak hitung (a, b, c, d, e) bidang
satu dan dua Haemocytometer. Ketentuan spora yang dapat dihitung yaitu spora
yang berada di dalam kota hitung dan tidak melewati garis tepi di sebelah kanan
dan bawah kotak. Jika sudah diperoleh data sporanya maka dihitung
X
S=
L(mm¿ ¿2) x t ( mm ) x d x 103 ¿
Keterangan :
S = kerapatan spora/ml
d = faktor pengenceran
Kerapatan spora pada ulangan 1 adalah 4,45 x 107 (tabel 5) dan pada
ulangan 2 adalah 4,05 x 107 (tabel 6) yang tergolong dalam standar baik. Hal ini
didukung pendapat Nurani et al. (2018) bahwa semakin tinggi kerapatan spora,
kematian serangga yang terinfeksi semakin cepat. Selain itu, kerapatan spora juga
tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosmiati et al. (2018) bahwa semakin
tinggi kerapatan spora yang diaplikasikan maka semakin banyak pula spora yang
menempel pada tubuh larva, semakin banyak pula enzim dan toksin yang
b. Viabilitas
viabel
nonviabel
jamur yang akan diuji. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengujian viabilitas
adalah APH B. bassiana, aquades 100 ml, alkohol 70%, mikroskop, tabung reaksi,
mikropipet, hand counter, kapas gulung, gelas benda, gelas penutup, cawan petri,
vortex, bor gabus, segitiga penyebar/spreader, LAF, APH B. bassiana yang akan
diuji, media PDA. Langkah awal adalah contoh APH B. Bassiana dalam bentuk
100 ml, kemudian dikocok menggunakan alat pengaduk atau mixer selama 3
menit dan dikocok ulang dengan tangan selama 6 menit. Proses penyiapan
pembiakan dilakukan menggunakan LAF agar tetap steril. Media PDA yang
tersedia dicairkan menudian diletakkan pada cawan petri. Media PDA dibiarkan
memadat selama ±15 menit. Setelah media memadat, media PDA dilubangi
dengan bor sebanyak 3 lubang. Selanjutnya pada cawan petri yang lain
dimasukkan kapas, gelas benda. Media PDA yang sudah di bor kemudian di ambil
menggunakan jarum ose, lalu diletakkan pada gelas benda yang terdapat pada
cawan petri lain, kemudian diteteskan suspensi APH yang sudah dibuat dan
28
ditutup dengan gelas penutup. sebagai pembanding pada cawan petri lain dituang
media PDA, setelah memadat beri contoh APH dan ratakan dengan spreader.
Selanjutnya B. bassiana dibiarkan tumbuh selama 24 jam dan siap untuk diuji
spora. Viabilitas dihitung dengan cara jumlah spora yang berkecambah dibagi
Data rata – rata viabilitas dari 3 ulangan spora yang di uji adalah 70% yang
tergolong dalam standar baik (tabel 7). Hal ini sesuai Direktorat Perlindungan
60% dikategorikan pada mutu formulasi baik. Viabilitas spora yang berkecambah
dapat dicirikan dengan perubahan bentuk spora yang semula berbentuk bulat
menjadi bulat berekor. Pada uji viabilitas yang dilakukan didapat hasil yang tidak
terlalu tinggi dikarenakan spora yang dipakai sudah berumur lebih dari satu bulan.
Salah satu hal yang dapat mempengaruhi viabilitas adalah lama penyimpanan,
dimana spora yang telah lama disimpan akan menghasilkan viabilitas yang
29
rendah. Hal ini didukung Prayogo dan Santoso (2013) bahwa semakin lama
viabilitas berkorelasi positif dengan tingkat infektivitas jamur. Hal ini didukung
Thalib et al. (2013) bahwa jamur yang lebih patogenik cenderung memiliki
bassiana yang telah jadi kemudian dicampur ke dalam 1 liter air kemudian
disemprotkan pada tanaman (ilustrasi 6). Dosis yang digunakan dapat disesuaikan
kebutuhan tanaman. Hal ini didukung Pertiwi et al. (2016) bahwa biakan
aplikasi jamur B. bassiana baiknya dilakukan pada pagi hari untuk menghindari
penyinaran matahari penuh secara langsung saat aplikasi. Tempat atau tanki yang
akan digunakan untuk aplikasi B. bassiana harus dalam keadaan bersih dan tidak
tercampur atau bekas dari penggunaan pestisida kimia karena kandungan kimia
serangga yang terjadi akibat adanya kontak (ilustrasi 7). Jamur Beauveria
tanaman kopi, dan hama ulat kipat (Cricula trifenestrata) pada tanaman jambu
mete. Pada tanaman pangan dan hortikultura yaitu wereng cokelat pada tanaman
padi, kutu putih pada tanaman terung, ulat krop pada tanaman kubis dan sawi,
serta ulat grayak pada tanaman pangan ataupun hortikultura lainnya. Gerakan
murah, tidak mencemari lingkungan dan tidak menimbulkan resistensi hama. Hal
31
sebagai APH mempunyai prospek penting karena selain efektif juga lebih murah
yang dapat menyebabkan tingginya kematian populasi serangga dan aman bagi
serangga non target. Jamur B. bassiana juga memiliki kapasitas reproduksi tinggi
dan mudah diperbanyak. Hal ini didukung bahwa Hayata (2018) B. bassiana
mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, mudah diproduksi dan pada kondisi
yang kurang menguntungkan, dapat membentuk spora yang mampu bertahan lama
berbagai jenis hama. Selain mudah didapat, jamur ini mudah diperbanyak
terlepas dari beberapa kendala. Salah satu kendala yang dihadapi dalam
kematangan media berada dalam kategori yang sesuai, karena jika terlalu masak
maka media akan menyerap banyak air dan menyebabkan media menjadi teralu
lembab dan mudah ditumbuhi jamur lain yang tidak diinginkan, sedangkan media
yang kurang masak menyebabkan media menjadi kering dan sulit untuk
pertumbuhan jamur B, bassiana. Hal ini didukung Budi et al. (2013) bahwa untuk
kelembaban 92 %.
32
banyak kendala salah satunya adalah kesiapan dari sumber daya manusia atau
pengendalian hama yang ramah terhadap lingkungan. Faktor lain yang menjadi
sebagai agen pengendali hayati secara konsisten karena dinilai kurang efektif,
petani masih banyak yang lebih memilih pestisida karena memberikan hasil yang
cepat, efektif, dan dijual di banyak tempat. Oleh karena itu, dalam menanggulangi
BAB V
5.1. Simpulan
Hama dan Penyakit bahwa mahasiswa mengetahui dan dapat melakukan teknik
media pertumbuhan jamur Beauveria bassiana berupa media PDA dan media
kerapatan spora Beauveria bassiana dan uji viabilitas Beauveria bassiana hingga
aplikasinya pada tanaman. Serta kegiatan PKL ini dapat menambah keterampilan
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu lebih diperjelas terkait cara aplikasi
sasaran.
34
DAFTAR PUSTAKA
Rosmiati, A., Hidayat, C., Firmansyah, E., & Setiati, Y. (2018). Potensi Beauveria
bassiana sebagai agens hayati Spodoptera litura Fabr. pada tanaman
kedelai. J. Agrikultura, 29(1) : 43-47.
Sari, W., dan C. N. Rosmeita. 2020. Identifikasi molekuler jamur entomopatogen
Beauveria Bassiana dan Metarhizium anisopliae asal isolat Cianjur. J. Pro-
STek, 1(1) : 1-9.
Siahaan, P. 2022. Pelatihan pembuatan biopestisida dari jamur Beauveria
bassiana berbasis isolat lokal dan aplikasinya bagi petani Tomohon Utara. J.
Lentera-Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, 3(1) : 01-04.
Solichah, C., R.R. Brotodjojo., D. Wicaksono., dan W. Waluya, 2021.
Pertumbuhan jamur beauveria bassiana yang diperbanyak pada berbagai
komposisi dan macam media terhadap Hyphotenemus hampei. J.
Agrivet, 26(2) : 43 – 51
LAMPIRAN
x̄
S =
Lx t xd
x 103
23+13+9+12+2+3+10+ 6+8+3 89
x̄ S1 = 10
= 10 = 8,9
3+6+11+10+27+ 1+ 1+ 4+ 13+ 5 81
x̄ S2 = 10
= 10 = 8,1
8,9
S1 = −2 x 103
0,2 x 0,1 x 10
8,9
= x 103
2 x 10 x 1 x 10−1 x 10−2
−1
= 4, 45 x 10−7
8,1
S2 = −2 x 103
0,2 x 0,1 x 10
8,1
= −1 −1 −2 x 103
2 x 10 x 1 x 10 x 10
= 4, 05 x 10−7
39
Σ Spora berkecambah
Viabilitas = x 100 %
Total spora diamati
101
V1 = x 100 %
158
= 63%
86
V2 = x 100 %
121
= 71%
70
V3 = x 100 %
91
= 76%
40