Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH SUBTITUSI TEPUNG

SUKUN DALAM PEMBUATAN COOKIES

SEMINAR HASIL

SITI JUMRIANA
1840201031

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………...……………………………………i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1.Latar Belakang………………………………………………………………1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1. Tanaman Sukun.............................................................................................4
2.2. Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Sukun (Artocarpus Communis)............4
2.3. Kandungan dan Manfaat Tepung Sukun...........................................................5
2.4. Tepung Sukun................................................................................................6
2.5. Proses Pembuatan Tepung Sukun.......................................................................9
2.6. Kajian Produk Cookies……………………………………………………12
2.7. Kajian Bahan Produk Cookies…………………………………………….13
2.8. Kerangka Pemikiran………………………………………………………16
2.9. Hipotesis…………………………………………………………………..16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………..17
3.1. Waktu dan Tempat………………………………………………………...17
3.2. Alat dan Bahan…………………………………………………………….17
3.3. Rancangan Penelitian……………………………………………………...17
3.4. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………………….17
3.5. Parameter Pengamatan…………………………………………………….21
3.6. Analisis Data………………………………………………………………24
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...25

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diversifikasi pangan menjadi salah satu solusi dalam mempertahankan ked
aulatan pangan yang pelaksanaanya di Indonesia telah memiliki dasar hukum y
ang kuat yaitu berdasarkan peraturan menteri pertanian Nomor 14/PERMENT
AN/OT.140/3/2012 tahun 2012 tentang diversifikasi dan ketahanan pangan dan
juga UU Pangan No. 18 tahun 2012 (revisi UU N0.7 tahun 1996) tentang panga
n, dan perpres No.22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragam
an Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal
(Kementrian Pertanian, 2015).
Usaha yang dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan yaitu dengan mem
anfaatkan potensi tanaman sukun menjadi olahan makanan yang kaya akan lem
ak dan gula yang memiliki nilai gizi tinggi. Buah sukun merupakan tanaman tah
unan yang dapat hidup dipuluhan tahun. Dengan demikian ketersediaan buah su
kun sebagai bahan pangan sangat diandalkan sepanjang tahun sebagai bahan ma
kanan pendamping selain ubi kayu, jagung dan kentang. Daerah penghasil suku
n antara lain Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, P
apua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, dan Lampung (Adinug
raha, Kartika. 2012, h.99-100)
Masyarakat pada umumnya kurang dapat memanfaatkan buah sukun yang h
arganya relatif murah ini. Kebanyakan masyarakat mengolah sukun dengan car
a digoreng atau dijadikan keripik sukun . buah sukun tidak dapat tahan lama set
elah dipetik, buah sukun yang disimpan dalam waktu yang lama (lebih dari 7 ha
ri), akan menjadi matang dan berstektur lembek. Untuk mencegah terjadinya pe
matangan dan penurunan kualitas buah sukun tersebut, maka perlu adanya usah
a pemutusan mata rantai metabolisme sukun anatara lain dapat dilakukan deng
an mengolahnya (merebus, menggoreng) atau dengan megeringkannya (Marlina,
Liferdi, 2010, h.298-299)
Sukun yang telah dibuat menjadi tepung memiliki kandungan karbohidrat s
ebanyak 78,9 gram, lemak 0,8 gram dan protein sebanyak 3,6 gram . tepung suk
un dibuat dari geplek sukun yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan me

1
nggunakan alat penghancur (blender) atau alat penepung. Buah sukun yang tela
h dipetik hanya dapat bertahan sekitar 7 hari, sedangkan sukun yang telah dibua
t tepung dapat bertahan sekitar 9 bulan. tepung sukun ini dapat dimanfaatkan m
enjadi berbagai macam produk makanan, dikarenakan kandungan gizinya yang t
inggi. Salah satu pemanfaatan tepung sukun ini adalah dengan membuatnya me
njadi cookies sukun. Hal ini dikarenakan tepung agak cokelat sehingga tidak ak
an berpengaruh pada warna cookies yang dihasilkan . mengingat salah satu fakt
or yang mempengaruhi minat konsumen adalah warna produk. Dikalangan mas
yarakat Indonesia, cookies termasuuk dalam jenis kudapan yang sering dikonsu
msi walaupun harganya mahal, namun cukup disukai karena cita rasanya yang l
engit. Selama ini bahan baku pembuatan cookies adalah tepung terigu . hampir s
emua kudapan berbahan baku terigu sehingga bisa dipastikan suatu saat harga te
rigu terus mengalami kenaikan sehingga perlu mencari alternatif tepung selain t
erigu (Kusnandar, 2011, h.105-106)
Tepung sukun dapat didistribusikan dalam pembuatan cookies karena baha
n yang digunakan dalam pembuatan cookies yaitu tepung terigu yang kebanyak
an dimport dari negara lain, dapat diganti dengan bahan lain yaitu tepung sukun.
Selain itu tekstur dari tepung sukun sama seperti tepung terigu serta dapat mem
berikan terobosan yang lain dari pemanfaatan tepung sukun. Hanya sebatas diol
ah menjadi keripik. Dengan teknologi yang semakin maju dan perubahan betuk
sukun menjadi tepung, akan mempermudah pemanfaatan tepung sukun. Jika dic
ampurkan dengan berbagai macam tepung seperti tepung beras, tepung maizena
dan tepung terigu, produk tersebut diharapkan dapat menghasilkan produk baru
yang kreatif, inovatif, bercita rasa tinggi dan bernilai gizi tinggi (Sitohang,. Lub
is. 2015, h.308-315)
Cookies merupakan produk yang terbuat dari bahan tepung terigu, gula pasi
r, lemak dan telur. Cookies memiliki karaktersitik manis, kaya akan lemak dan
gula yang memiliki nilai gizi tinggi. Penambahan tepung sukun kedalam proses
pembuatan cookies diharapkan dapat memberikan solusi terhadap ketergantung
an pada tepung terigu. (Harmanto, N 2012, h.104)

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara memanfaatkan dan mengolah buah sukun menjadi maka


nan yang kaya akan karbohidrat dan protein ?
2. Komposisi manakah yang memberikan kualitas cookies yang terbaik ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui cara memanfaatkan dan mengolah buah sukun menja
di makanan yang kaya akan karbohidrat dan protein.
2. Untuk mengetahui komposisi manakah yang memberikan kualitas cooki
es yang terbaik.

1.4 Manfaat Penelitian

Dapat memberikan informasi bahwa salah satu cara untuk memperpanjang


masa simpan buah sukun adalah dengan mengolahnya menjadi tepung sukun. T
epung sukun adalah produk pangan yang memiliki kadar mineral dan vitamin y
ang cukup dan kandungan gula rendah, sehingga dapat digunakan untuk makan
an diet rendah kalori.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sukun

Tanaman sukun termasuk dalam familii urticacea, gebus Artocarpus, Famil


y Moraceae (nangka-nangkaan), dengan spesies Artocarpus communis. Karena t
ekstur sukun yang menyerupai roti (berdaging tebal dan lunak), maka dalam Ba
hasa inggris bread fruit. Tanaman sukun ini terdiri dari 50 spesies tanaman berk
ayu yang tumbuh didaerah panas dan lembab dikawasan Asia Tenggara dan kep
ulauan Pasifik. Beberapa spesies lokal mempunyai nilai komersial tinggi dari je
nis kayu yang dihasilkannya. Sedangkan sukun, nangka dan cempedak ditanam
untuk diambil buahnya. Sepanjang Kawasan pasifik, sukun sangat berfariasi dar
i yang sama sekali tidak berbiji, berbiji sedikit sampai banyak ataupun biji yang
mengalami rudimentasi. Buah sukun yang dikenal di Indonesia adalah sukun ta
npa biji, ataupun istilah inggrisnya bread fruit (buah roti). Spesies yang masih d
ekat dari sukun adalah kluwih (Artocarpus Camansi Blanco ) atau breadnut (M
asita, 2017, h.234-241)

2.2 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Sukun (Artocarpus Communis)

Tanaman sukun memiliki batang kayu yang lunak, kulit batang berwarna hi
jau kecoklatan, berserat kasar dan pada semua bagian tanaman memiliki getah e
ncer. Akar tanaman sukun biasanya ada yang tumbuh mendatar dan menjalar de
kat permukaan tanah dan dapat menumbuhkan tunas alami. Tanaman sukun ber
daun tunggal yang bentuknya oval-lonjong. Bunga sukun berumah satu (monoc
eous) terletak pada ketiak daun dengan bunga jantan berkembang terlebih dahu
lu. Buah sukun berbentuk bulat sampai lonjong dengan ukuran Panjang bisa lebi
h dari 30 cm, lebar 9-20 cm, dengan daging buah berwarna putih, putih-kekunin
gan atau kuning (Didiet, 2009, h. 9-23)
Klasifikasi ilmiah tanaman sukun adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermthopyta
Subdivisi : Agiospermae
Kelas : Dicotyledonae

4
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Arthocarpus
Spesies : Arthocarpus Communis

2.3 Kandungan dan Manfaat Tepung Sukun

Buah sukun mengandung berbagai jenis zat gizi utama yaitu karbohidrat 25
%, protein 1,5% dan lemak 0,3% dari berat buah sukun. Selain itu buah sukun j
uga banyak mengandung unsur-unsur mineral serta vitamin yang sangat dibutuh
kan oleh tubuh. Unsur-unsur mineral yang terkandung dalam buah sukun antara
lain adalah Kalsium (Ca), Fosfor (P) dan Zat Besi (Fe), sedangkan vitamin yang
menonjol antara lain adalah B1,B2 dan vitamin C. kandungan air dalam buah su
kun cukup tinggi, yaitu sekitar 69,3% (Widowati, 2016, h.5)
Tabel 1. Komposisi zat gizi sukun per 100 gr bahans

Zat gizi Sukun muda Sukun tua


Karbohidrat (g) 9,20 28,20
Lemak (g) 0,70 0,30
Protein (g) 2,00 1,30
Vitamin B1 (mg) 0,1 1,12
Vitamin B2 (mg) 0,06 0,05
Vitamin C (mg) 21,00 17,00
Kalsium (mg) 57,00 21,00

Pemanfaatan buah sukun sangat menguntungkan karena mengandung zat g


izi yang tinggi sebagai sumber energi (kalori) juga mengandung zat-zat yang be
rguna bagi kesehatan. Adanya senyawa-senyawa seperti plavanid, saponin dan
polyphenol yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan terhadap beberapa
penyebab penyakit mengindikasikan kegunaan bahan tanaman sukun sebagai b
ahan obat. Pemanfaatan bahan tanaman sukun sebagai obat tradisional (herbal)
telah banyak dilaporkan oleh masyarakat, walaupun secara medis belum banya
k dikembangkan. Antara lain dapat menurunkan kolestrol, asam urat, gangguan
pada ginjal dan jantung. Buah sukun memiliki prospek yang sangat baik sebaga
i bahan pangan pengganti beras. Buah sukun mengandung mineral dan vitamin

5
yang lebih tinggi dari beras tetapi nilai kalori rendah, sehingga dapat digunakan
untuk makanan diet rendah kalori. Tepung sukun juga merupakan bahan panga
n yang mempunyai indeks gikemik (IG) yang endah yaitu 59% tersebut lebih re
ndah disbanding beras yaitu sebesar 96% sehingga membantu mengendalikan k
adar gula darah pada tingkat yang aman. Hal ini karena adanya aktivitas hipogli
kemik antara lain alkaloid, glikosida, polisakarida, terpenoid, peptidoglikan, asa
m-asam amino dan ion organik (Suyanti, 2003, h.25)

2.4 Tepung Sukun

Tepung sukun merupakan produk awetan buah sukun yang pada dasarnya d
iperoleh dengan mengurangi kadar air. Mengurangi kadar air dalam sukun dapat
dilakukan dengan pengeringan dan menghaluskannya dengan menjadi bentuk b
utir-butir. Tepung sukun merupakan salah satu cara alternatif untuk memperpan
jang masa simpan buah sukun. Tepung sukun dapat diaplikasikan kedalam pem
buatan kue-kue basah maupun kering. Produk tepung sukun dapat dibuat secara
langsung dari buahnya yang diparut dan dikeringkan ataupun dari geplek sukun
yang digiling halus. Dalam tepung sukun, masih terbawa ampas daging buahnya
sehingga tingkat kehalusan yang dicapai adalah 80 mesh. Tingkat ketuaan buah
menentukan rendemen tepung, makin tua buah makin tinggi kandungan tepung.
Derajat putih tepung sukun berkisar 50-70%. Buah dengan tingkat ketuaan opt
imal tua menghasilkan tepung paling putih. Jika buah kurang tua, tepung dihasil
kan berwarna kecoklatan karena sukun muda banyak mengandung getah dan se
nyawa polifenol. Tepung sukun pada 100 g mengandung kadar air 2-6%, protei
n 3,6 g, lemak 0,8 g dan karbohidrat 78,9 g, vitamin B20, 17 mg, Vitamin B10,
34 mg, Vitamin C 47,6 mg, kalsium 58,8 mg, fosfor 165,2 mg dan zat besi 1,1
mg (Rahayu, 2005:133-141) Sementara dalam tepung sukun terkandung unsur g
izi tepung sukun tersebut dapat dilihat pada tabel 2.

6
Tabel 2. Kandungan Unsur Gizi Tepung Sukun

Zat Gizi Jumlah


Karbohidrat (g) 78,90
Lemak (g) 2,72
Protein (g) 3,60
Vitamin B1 (mg) 0,34
Vitamin B2 (mg) 0,17
Vitamin C (mg) 47,60
Kalsium (mg) 58,80
Fosfor (mg) 165,20
Zat besi (mg) 1,10
Sumber : Suprapti, 2002

Menurut (Noviarso, 2003,h.12-14) sifat tepung sukun mencerminkan perila


ku tepung sukun dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk diolah menjadi
produk olahan makanan kecil, beberapa sifat tepung sukun yang penting adala
h kapasitas hidrasi tepung terigu yaitu : 191,55%. Kapasitas hidrasi yang ting
gi disebabkan adanya kandungan kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin.be
ntuk dan ukuran granula pati sebagai sifat mikroskopis hudrasi tepung sukun d
an warna. Kapasitas hidrasi menunjukkan jumlah air yang dapat diserap oleh t
epung. Sifat demikian memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat adonan
yang terbentuk.
Berdasarkan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%) pada buah suku
n berpeluang diolah menjadi tepung. Pemanfaatan tepung sukun menjadi maka
nan olahan dapat mensubtitusi penggunaan tepung terigu 50% hingga 100% te
rgantung dari jenis produknya. Sedangkan kandungan kadar protein sukun ada
lah 4,72%. Jika dibandingkan dengan kadar protein tepung terigu, maka kandu
ngan protein tepung sukun jauh lebih rendah dibandingkan dengan tepung teri
gu. Dengan demikian semakin rendah pula kandungan protein gluten dan gliad
in yang terdapat pada tepung sukun. Kadar kandungan gluten yang rendah me
nyebabkan kemampuasn pengembangan adonan kue yang cukup rendah (Swas
ti, 2007, h. 144)

7
Kendala dalam pembuatan tepung sukun ialah terjadinya warna cokelat saat
proses menjadi tepung. Cara yang biasa dilakukan adalah merendam buah suk
un yang telah dikupas dalam air bersih, lalu dilakukan pengukusan dengan tuju
an untuk menonaktifkan enzim yang menyebabkan terjadinya reaksi pencoklat
an pada tepung. Lama pengukusan tergatung dari banyaknya bahan yang digun
akan, berkisar antara 10-20 menit. Tingkat ketuaan buah sukun sangat berpera
n terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah yang mudah menghasilkan tep
ung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah sukun maka semakin
putih kecoklatan (Ariani, M, 2016, h. 99-112)
Tabel 3. Data BPS Tepung Sukun Tahun 2020

Provinsi Sukun (Ton) Tahun


562,00 2016
851,00 2017
Kalimantan Utara 874,00 2018
767,00 2019
789,00 2020

2.5 Proses Pembuatan Tepung Sukun

Urutan langkah kerja pada proses pembuatan tepung sukun menurut Lies
Suprapti (2002, h.46) dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pemilihan bahan
Sortasi atau pemilihan dikelompokkan berdasarkan beberapa kondisi yaitu:
1. Buah sukun yang mendekati matang dan cacat fisik, disisihkan untuk segera
diproses lanjut (diprioritaskan). Sehingga terjadi kerusakan atau penurunan
kualitas sukun yang lebih parah dapat dihindari.
2. Buah sukun yang masih dapat menunggu waktu (disimpan) untuk kemudian
diproses lanjut sesuai kebutuhan.
b. Pengupasan dan pemotongan
Pengupasan ini dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian tertentu diantar
anya bagian tangkai dan bonggol (hati) buah, bagian daging yang tidak men
gandung pati dan berwarna kecoklatan yang terdapat disekeliling bonggol s
erta bagian-bagian yang cacat (rusak/busuk).

8
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk memeperkecil volume bahan agar mempermuda
h dalam proses penyawutan.
d. Pemblasiran
Pemblasiran adalah suatu cara untuk mengatasi pencoklatan dengan cara me
non-aktifkan enzim. Pemblasiran ini dilakukan dengan cara dikukus. Lama
pengukusan tergantung volume bahan yaitu sekitar 10-20 menit.
e. Penyawutan tipis / Pemarutan
Penyawutan pemotongan tipis ini dilakukan untuk mmeperkecil ukuran bua
h menjadi tipis. Penyawutan ini dilakukan untuk mempercepat proses penge
ringan. Alat yang digunakan adalah pisau pemotong atau alat sawut.
f. Penjemuran
Bahan dijemur dibawah terik matahari agar proses pengeringan sukun merat
a dan tidak mudah terkontaminasi oleh jamur karena lembab, maka setiap 3
jam sekali perlu dibalik. pada saat musim kemarau saat terik matahari benar
benar optimal penjemuran sukun dalam bentuk sawut dapat dilakukan sela
ma 3 hari.
g. Penghalusan
Setelah proses pengeringan tahap selanjutnya adalah proses pengayakan. Pr
oses ini dilakukan agar buah sukun yang sudah dikeringkan tidak menjadi b
asah atau lembab kembali karena menyerap air dari udara. Penghalusan dila
kukan dengan mesin blender.
h. Pengayakan
Pengayakan ini bertujuan untuk mendapatkan butiran yang lebih halus dari t
epung sukun. Pengayakan dilakukan sebanyak 3 kali

Kuning telur, Gula halus


Proses Pembuatan Tepung Sukun

Pemilihan sukun mengkal

pengupasan

Air Bersih pemotongan

Pencucian

Pemblasiran

penyawutan

Penjemuran 3 hari

Sukun kering

Pengayakan

Tepung sukun

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Sukun

Menurut (Suprapti, 2002, h. 46), tepung sukun yang berkadar air tinggi (tin
gkat kekeringan), akan lebih mudah dan lebih cepat mengalami kerusakan jika
dibandingkan dengan tepung sukun yang berkadar air rendah. Tepung sukun m
emiliki sifat higroskopis (mudah menyerap air dari udara), dengan demikian dal
am penyimpanan harus dikemas dengan bahan pengemas yang kedap udara dan
air. Selain itu, pengemasan juga bertujuan untuk menghindari terjadinya pence
maran tepung sukun oleh debu dan bahan pencemar lainnya, termasuk juga kon
disi lembab lingkungan sekitar. noda berupa bitnik-bintik berwarna dalam tepu
ng sukun, dapat disebabkan oleh pemakaian air dalam proses pembuatan yang t

10
idak memenuhi persyaratan kualitas atau karena tepung sudah ditumbuhi jamur.
Proses pembuatan tepung sukun yang tidak benar akan mengahasilkan tepung s
ukun yang berwarna gelap (kecoklatan atau kehitaman).

2.6 Tinjauan Tentang Kue Kering


Kue kering merupakan salah satu makanan kering atau snack yang proses p
ematangannya dengan cara dipanggang. Baham baku utama kue kering ialah te
pung terigu (Prihatingirum, 2012, h.63). kue kering biasanya memiliki aroma y
ang gurih, aroma ini disebabkan oleh penambahan margarindan telur dalam pro
ses pembuatannya. Ciri khas lain dari kue kering adalah kandungan lemaknya y
ang tinggi. Kue kering yang baik memiliki tekstur dan struktur yang kompak se
rta memiliki butiran yang halus. Kerenyahan kue kering dipengaruhi oleh tepun
g yang digunakan, telur, gula, mentega atau margarin, dan garam. Kerenyahan
atau tekstur kue kering juga berhubungan dengan kadar air adonan. Kadar air y
ang cukup akan menghasilkan kerenyahan yang diinginkan (Astuti, 2012, h.1-1
3).
Tabel 4. Syarat Mutu Cookies Menurut SNI 01-2973-2011
Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/gram) Min. 400
Air (%) Maks. 5
Protein (%) Min 5*
Lemak (%) Min. 9,5
Karbohidrat (%) Min. 70
Abu(%) Maks. 1,6
Serat kasar (%) Maks. 0,5
Logam berbahaya Negatif
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2011)
2.7 Definisi dan syarat mutu kue kering
Kue kering (Cookies) merupakan salah satu makanan ringan yang dibuat da
ri tepung gandum dan bahan pendukung lain. kue kering merupakan biskuit yan
g terbuat dari adonan lunak, apabila dipatahkan teksturnya tampak kurang padat
(Badan Standarisasi Nasional 2011, h. 10). kue kering dibuat dengan cara dipan
ggang dengan oven hingga teksturnya menjadi keras namun renyah saat dimaka
n (Rosmisari, 2006, h.10).

11
kue kering memiliki ciri-ciri seperti berwarna kuning kecoklatan, beraroma har
um, memiliki tekstur yang kering tetapi tidak rapuh, dan rasa yang manis (Edith,
1999. h. 10). kue kering bersifat higroskopis yaitu menyerap uap air dari udara
yang ada dilingkungan. hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara kada
r air bahan dan kelembaban relative keseimbangan ruangan tempat penyimpana
n bahan pada suhu tertentu (Kusnandar, 2010. h, 11).
2.8. Faktor yang mempengaruhi kualitas kue kering
Untuk menghasilkan kue kering dengan mutu baik dalam proses pembuatan
nya perlu diperhatikan faktor yang mempengaruhi hasil jadi kue kering, antara l
ain faktor bahan baku dan bahan tambahan, faktor peralatan, faktor pembuatan
dan faktor pembakaran.
1. Faktor bahan baku dan bahan tambahan
Bahan baku dan bahan tambahan yang dipergunakan dalam pembuatan kue k
ering harus bahan yang mempunyai kualitas baik yaitu menggunakan bahan-ba
han yang masih segar atau baru dan masih layak konsumsi, misalnya apabila kit
a menggunakan tepung terigu yang tidak bersih atau ada kutunya, dan menggun
akan mentega atau margarin yang agak tengik, maka kue kering yang dihasilka
n adalah kue kering yang berkualitas tidak baik. Aroma, rasa kue kering menjad
i tengik, dan kue tidak tahan lama.
2. Faktor peralatan
Dengan adanya peralatan akan mempengaruhi dan mempercepat proses pen
golahan, akan tetapi peralatan yang digunakan untuk membantu dalam proses p
engolahan harus diperhatikan kebersihannya, misalnya peralatan yang digunaka
n harus kering, misalnya baskom adonan, sendok kayu, dan spuit. Sehingga ado
nan kue kering tidak mengalami perubahan karena faktor peralatan yang diguna
kan tidak bersih atau basah.
3. Faktor proses pembuatan
Proses pengolahan serangkaian kegiatan dalam pembuatan suatu produk, pr
oses pengolahan yang kurang baik akan mempengaruhi mutu dari produk yang
dihasilkan, misalnya adonan sering diremas-remas dengan tangan pada saat me
ncampur atau mencetak sehingga akan mengakibatkan adonan matang, hal ini a
kan menghasilkan tekstur kue kering keras.

12
4. Faktor pembakaran
Suhu pembakaran tergantung dari jenis kue yang dibuat, jenis kue kering m
embutuhkan suhu 180 derajat C dengan masa pembakaran kurang lebih 15 men
it. Bila api tidak rata, dan oven terlalu panas, maka mengakibatkan kue kering b
erasa pahit dan belum matang sehingga aroma harumnya hilang.
5. Faktor pengemasan
Dalam menjaga kualitas kue kering perlu dilakukan pengemasan yang tepat
pada kue kering yaitu dengan mengemas kue kering yamg sudah dalam keadaa
n dingin (tidak panas) dan disimpan dalam toples yang terbuat dari kaca atau pl
astik yang tertutup rapat dan warnanya transparan sehingga bentuknya keliatan
menarik.

2.9 Kerangka Pemikiran

Mendukung Program pemerintah berdasark


an peraturan menteri pertanian nomor 14/P
potensi alam yang kaya akan k ERMENTAN/OT. 140/3/2012 tahun 2012 t
arbohidrat dan protein tetapi k entang diversifikasi dan ketahanan pangan
urang dioptimalkan

13
Sukun
(Artocarpus Communis)

batang sukun daun sukun buah sukun bunga sukun akar sukun

tepung buah
sukun

Brownies sukun Cookies sukun Bolu sukun

Kadar Karbohidrat Kadar Protein Kadar Air Uji Organoleptik

YANG KUNING DIHILANGKAN

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

2.10 Hipotesis

1. Terdapat pengaruh subtitusi tepung sukun yang berbeda terhadap kualitas coo
kies yang dihasilkan
2. Tidak terdapat pengaruh subtitusi tepung sukun yang berbeda terhadap kualit
as cookies

14
BAB III

15
METODOLOGI PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium THP Fakultas Pertanian Univ


ersitas Borneo Tarakan pada bulan Agustus 2022- September 2022.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Oven aluminium hock, kom
por, Loyang, baskom, mixer miyako HM-620, spatula, piring, timbangan digital
SF400, kuas, pisau, talenan, rolling pin, ayakan tepung, sendok, garpu dan cetaka
n cookies dan bahan yang digunakan adalah tepung sukun, tepung terigu segitiga
biru, gula halus, margarin blueband, telur, garam, vanilla, choco chip dan cokelat
bubuk.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri da


ri satu faktor, yaitu subtitusi tepung sukun dalam pembuatan cookies. Taraf pemb
erian tepung sukun adalah sebagai berikut :
P0 : 300 gram tepung terigu
P1 : 300 gram tepung sukun
P2 : 75 gram tepung terigu + 225 gram tepung sukun
P3 : 150 gram tepung terigu + 150 gram tepung sukun
P4 : 225 gram tepung terigu + 75 gram tepung sukun
Diulang sebanyak 5 kali sehingga ada 25 satuan percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian


A. Tahap persiapan
a. Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan cookies.
b. Menimbang bahan-bahan yang diperlukan sesuai dengan ukuran.
c. Menyiapkan semua peralatan yang diperlukan dalam kondisi bersih.

B. Tahap Pembuatan Tepung Sukun

16
a. Untuk mendapatkan sukun yang memenuhi syarat kualitas, haruslah dilakuka
n sortasi atau pemilihan yang bertujuan untuk memisahkan antara sukun yan
g sehat dan berkualitas baik dengan sukun yang memiliki beberapa kondisi s
ebagai berikut :
1. Buah sukun yang sudah mendekati matang dan yang cacat fisik, disisihkan u
ntuk segera diproses lanjut (diprioritaskan).
2. Buah sukun yang masih dapat menunggu waktu (disimpan) juga dikelompok
kan, untuk kemudian diproses selanjutnya.
b. Pengupasan dan pemotongan dilakukan secara cepat, dikarenakan menghind
ari terjadinya reaksi browning. Disamping itu sukun yang telah dikupas dan
dipotong harus segera direndam air bersih hingga seluruh sukun tersebut ben
ar-benar terendam dalam air.
c. Pencucian dilakukan untuk memeperkecil volume bahan agar mempermudah
dalam proses penyawutan.
d. Pemblasiran dilakukan untuk mengatasi pencoklatan dengan cara menon-akti
fkan enzim. Pemblasiran ini dilakukan dengan cara dikukus. Lama pengukus
an tergantung volume bahan yaitu sekitar 10-20 menit.
e. Penyawutan pemotongan tipis ini dilakukan untuk meperkecil ukuran buah
menjadi tipis. Penyawutan ini dilakukan untuk mempercepat proses pengerin
gan. Alat yang digunakan adalah pisau pemotong atau alat sawut.
f. Bahan dijemur dibawah terik matahari agar proses pengeringan sukun merata
dan tidak mudah terkontaminasi oleh jamur karena lembab, maka setiap 3 ja
m sekali perlu dibalik. pada saat musim kemarau saat terik matahari benar-be
nar optimal penjemuran sukun dalam bentuk sawut dapat dilakukan selama 3
hari.
g. Setelah proses pengeringan tahap selanjutnya adalah proses pengayakan. Pro
ses ini dilakukan agar buah sukun yang sudah dikeringkan tidak menjadi bas
ah atau lembab kembali karena menyerap air dari udara. Penghalusan dilaku
kan dengan mesin blender.
h. Pengayakan ini bertujuan untuk mendapatkan butiran yang lebih halus dari te
pung sukun. Pengayakan dilakukan sebanyak 3 kali.

17

Kuning telur, Gula halus


i. Tepung sukun yang sudah benar-benar kering dapat disimpan dalam kantong
plastik dan ditutup rapat.
C. Proses Pembuatan Cookies
Pada tahap ini, dilakukan pembuatan produk sesuai dengan rancangan resep
atau produk yang telah dibuat sehingga menghasilkan sebuah produk yang dipa
kai sebagai uji konsumen. Berikut ini merupakan proses pembuatan produk, yait
u:
Proses pembuatan choco cookies tersebut adalah kocok kuning telur dengan
gula halus setelah bahan tercampur dan kental masukkan bahan-bahan kering m
isalnya (tepung terigu, tepung sukun, cokelat bubuk, dan baking powder) campu
r sampai menjadi adonan choco cookies. Setelah adonan jadi cetak kecil-kecil m
enggunakan cetakan berbentuk bintang. Oven pada suhu 150-200O

Kuning Telur, Gula Halus

Pengocokan (dengan mixer)

Tepung terigu, tepung sukun,


Pengadukan
coklat bubuk, baking powder

Aduk rata

Percetakan

Pengovenan

Choco cookies

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Choco Cookies

18
Tabel 5. Formula Pembuatan Cookies
perlakuan
Nama Bahan
P0 P1 P2 P3 P4
Tepung terigu (gram) 300 0 75 150 225
Tepung sukun (gram) 0 300 225 150 75
Gula halus 150 150 150 150 150
(gram)
Mentega 150 150 150 150 150
(gram)
Maizena 2 sdm 2sdm 2 sdm 2 sdm 2sdm

Baking powder 1 sdm 1 sdm 1 sdm 1 sdm 1 sdm

Kuning telur 2 2 2 2 2

3.5Parameter Pengamatan
Pada penelitian ini ada beberapa parameter uji yang akan dilakukan yaitu :

3.5.1 Parameter Objektif


Penilaian obyektif dilakukan dilaboratorium yang bertujuan untuk mengetahui kadar
protein, kadar karbohidrat dan kadar air dari sampel kue kering subtitusi tepung sukun. P
engujian ini dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Borneo Ta
rakan.

a. Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat yang dilakukan untuk mengetahui kandungan karbo
hidrat yang terdapat pada cookies. Penentuan kadar karbohidrat dihitung menggu
nakan metode by difference atau disebut carbohydrate by difference. Kadar karbo
hidrat menggunakan metode anthrone untuk mengetahui dan menetapkan konsent
rasi dari gula total yang ada disampel (Winarno, 2008, h. 7-14).
Perhitungan :

Kadar Karbohidrat =
b. Kadar Protein
Metode ini digunakan untuk menganalisa kadar protein halus dan bahan maka
nan secara tidak langsung, karena yang dianalisis ini adalah kadar nitrogennya. A
nalisa kadar protein dimaksudkan untuk mengetahui kadar protein dalam cookies.

19
Kadar protein ini menggunakan metode kjdhal. Kjdhal adalah metode untuk pen
entuan kadar air (Winarno, 2008, h.7-14)
Perhitungan :

%N=(
% Protein = % N x Faktor Konversi
c. Kadar air
Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui total air yang terkandung
didalam cookies dengan penambahan tepung terigu dan tepung sukun. Kadar air
(20%) dalam suatu bahan pangan (cookies) sangat penting mempertahankan daya
simpan dari bahan pangan tersebut (Syarief et al, 1998). Kadar air menggunakan
metode thermogravimetri. Thermogravimetri adalah suatu metode atau jenis peng
ujian yang akan dilakukan pada sampel untuk menetukan kadar air dengan menu
njukkan perubahan berat susut dan ada kaitannya dengan perubahan suhu (Mutm
ainah dkk, 2013, h.9)
Perhitungan :

Kadar air (% wet basis) =

Kadar air ( % Dry Basis) =

Total Solid (%) =


3.5.2 Parameter Subjektif
Parameter Subjektif adalah parameter yang diperoleh dengan melakukan peni
laian yang menggunakan panelis sebagai instrumennya. Penilaian subjektif melip
uti uji organoleptic yaitu sebagai berikut :
a. Uji Organoleptik
Uji Organoleptik kue kering dengan subtitusi tepung sukun, panelis diberikan
sampel yang sudah diberi kode. Panelis diberi lembar penilaian, lembar penilaian
tersebut terdiri dari parameter yang dinilai yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur.

20
Uji warna dilakukan dengan cara panelis mengambil dan mengamati warna p
adda sampel tersebut, kemudian panelis memberi skor terhadap warna dari masin
g-masing sampel.
Uji aroma dapat disebabkan karena adanya proses reaksi maillard. Dimana ad
anya reaksi pencoklatan (maillard) selama pemanggangan menghasilkan aroma p
roduk yang khas dan disukai (Martunis, 2012, h.26-30). dilakukan dengan cara pa
nelis mengambil sampel dan dicium dengan jarak 5cm dari hidung untuk menget
ahui aromanya, kemudian panelis memberi skor terhadapp aroma dari masing-ma
sing sampel.
Rasa merupakan suatu sensasi yang berbentuk oleh hasil rangsangan indera te
rutama dalam penelitian ini adalah indra pengecap. perubahan tekstur atau viskos
itas bahan dapat ditimbulkan oleh bahan tersebut dapat merubah bau dan rasa kar
ena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap reseptor olfa
ktori dari kelenjar air liur (Sitti Ramlah. 2016, h.23-32) dilakukan dengan cara pa
nelis mengambil kue kering dan dikecap dengan lidah, kemudian panelis member
i skor terhadap rasa masing-masing sampel. Sebelum menguji sampel selanjutnya,
penelis meminum air mineral yang disediakan untuk mencuci lidah sampai deng
an sampel terakhir.
Uji tekstur dilakukan dengan cara panelis mengambil kue kering dan dirasaka
n dengan lidah, kemudian panelis memberi skor terhadap tekstur dari masing-mas
ing sampel.
b. Panelis Tidak Terlatih
Panelis tidak terlatih dipakai untuk menguji tingkat kesukaan pada suatu prod
uk ataupun menguji tingkat kemauan untuk mempergunakan suatu produk (Karti
ka, 1988, h. 18). Panelis yang digunakan untuk mengukur kesukaan masyarakat t
erhadap kue kering subtitusi tepung sukun sebanyak 20 orang.
Panelis tidak terlatih akan dilakukan dalam penelitian ini adalah panelis yang
telah mengenal kue kering dan sudah biasa mengonsumsinya serta tidak melakuk
an latihan sebelum melakukan penilaian. Panelis yang digunakan adalah masyara
kat umum sebanyak 20 orang terdiri dari remaja putra dan putri serta dewasa.

21
Panelis digunakan sebagai uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingk
at kesukaan atau penerimaan konsumen terhadap kue kering dengan subtitusi tep
ung sukun hasil percobaan terbaik.

Untuk menguji tingkat kesukaan suatu produk, dibawah ini akan dijelaskan k
isi-kisi pedoman uji kesukaan yaitu :
Tabel 6. Kisi-Kisi Pedoman Uji Kesukaan

Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor


Kualitas dari Uji kesukaan  Warna  Kesukaan warna
Segi kesukaan  Rasa  Kesukaan rasa
Subyektif  Aroma  Kesukaan aroma
 Tekstur  Kesukaan Tekstur
Dalam kisi-kisi ini dijelaskan variable yaitu kualitas dari segi kesukaan /suby
ektifitas, sub variable yaitu uji kesukaan, indikatornya adalah warna, rasa,aroma
dan tekstur serta deskriptornya adalah kesukaan warna, kesukaan rasa, kesukaan
aroma dan kesukaan tekstur.

Pada pengujian organoleptik menggunakan 4 kategori kesukaan dan diberi s


kor sebagai berikut :
1. Sangat suka :1
2. Suka :2
3. Kurang Suka :3
4. Tidak suka :4
Berdasarkan SNI 01-2346-2006 mengenai petunjuk pengujian organoleptik

dan hedonik, maka data yang diperoleh dari uji organoleptik yang berasal dari le

mbar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rera

22
ta pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval

nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

n adalah banyaknya panelis

S2 adalah keragaman nilai mutu

1,96 adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95%

X adalah nilai mutu rata-rata

Xi adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3….n

s adalah simpangan baku nilai mutu

3.5.3 Metode analisis untuk mengetahui kriteria kualitas cookies sukun

Metode untuk mengetahui kualitas cookies sukun adalah analisis rerata skor.
Analisis rerata skor yaitu analisis yang dilakukan dengan mengubah data kualitati
f hasil uji inderawi menjadi kuantitatif. Data yang telah didapat dari uji inderawi
kemudian dianalisis dengan rerata atau mean untuk mengetahui kualitas cookies
yang dihasilkan. Kualitas inderawi yang akan dianalisis antara lain warna bagian
luar, warna bagian dalam, tekstur bagian luar, tekstur bagian dalam, aroma khas c
ookies sukun, rasa manis. Adapaun langkah-langkah yang digunakan dalam men
ghitung rerata skor adalah sebagai berikut :

Nilai tertinggi = 4

Nilai terendah = 1

23
Jumlah kriteria yang ditentukan = 4 kriteria

Jumlah panelis keseluruhan = 20

a. Menghitung jumlah skor maksimal = jumlah panelis x nilai tertinggi


= 20 x 4 = 80
b. Menghitung jumlah skor minimal = jumlah panelis x nilai terendah
= 20 x 1 = 20
c. Menghitung rerata maksimal
Persentase maksimal = skor maksimal/jumlah panelis = 80/20 =4
d. Menghitung rerata minimal
Persentase minimal = skor minimal/jumlah panelis = 20/20 =1

e. Menghitung rentang rerata


Rentang = rerata skor maksimal - skor minimal = 4 -1 = 3

f. Menghitung interval kelas rerata


Interval presentase = rentang : jumlah kriteria = 3 : 4 = 0,75

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut akan diperoleh tabel interval skor da


n kriteria hasil eksperimen.

Tabel 9. Kriteria kualitas Cookies Sukun

Aspek Rerata skor


1.00 ≤ x<1.75 1.75 ≤ x< 2.50 2.50 ≤ x < 3.25 3.25 ≤ x < 40
Warna bagian Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat
Luar keputihan kekuningan muda

Aroma khas Tidak nyata Kurang nyata Cukup nyata Nyata


Cookies suku beraroma coo Beraroma coo beraroma beraroma
n kies sukun kies sukun cookies sukun cookies sukun

Tekstur Lembik Kalis berbutir Cukup kalis Kalis

Rasa manis Tidak manis Kurang manis Cukup manis Manis

Interval skor dan kriteria kualitas dodol kemudian digunakan untuk mengetahui k
ualitas tiap sampel dodol dengan cara mencocokkan hasil rerata skor yang dipero
leh tiap sampel. Dari interval skor yang dihasilkan juga dapat diketahui kualitas k

24
eseluruhan dodol. Rincian interval skor dan kriteria kualitas dodol keseluruhan ya
itu sebagai berikut :

a. 3,25 ≤ x ≤ 4,00 = Berkualitas


b. 2,50 ≤ x ≤ 3,25 = Cukup berkualitas
c. 1,75 ≤ x ≤ 2,50 = Agak berkualitas
d. 1,00 ≤ x ≤ 1,75 = Kurang berkualitas

3.6 Analisis Data


Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok (RAK) satu fakt
or. Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan dikelola rata-rata dan kemudi
an dilakukan analisis sidik ragam pada taraf 5% apabila terdapat berbeda nyata m
aka dilakukan uji dengan lanjut beda nyata jujur (BNJ). BNJ digunakan untuk me
ngetahui perbedaan antar perlakuan, dengan rumus :
BNJ (a) = Qa (R,K).Sx

Sx =

Keterangan :

Sx = kesalahan baku

Qa = Nilai baku pada taraf 5% dan 1%

R = Jumlah perlakuan

K = Kelompok

KTG = Kuadrat tengah galat

Jika selisih antar perlakuan lebih kecil atau sama dengan (≤) BNJ 5% berarti berb
eda tidak nyata ( tn). Jika selisih antar perlakuan lebih besar ( >) daro BNJ taraf 5
% tetapi lebih kecil atau sama dengan (≤) BNJ taraf 1% berarti berbeda nyata (*).
Jika selisih antar perlakuan lebih besar (>)dari BNJ 1 % berarti berbeda sangat ny
ata (**).

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut :
4.1.1. Kadar karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat dilakukan untuk mengetahui kandungan karbohid
rat yang terdapat pada cookies. Kadar karbohidrat hasil penelitian disajikan pad
a tabel 4.1. dibawah ini.
Tabel 4.1. hasil uji kadar karbohidrat cookies sukun (%)
Perlakuan Rerata
P0 (300 gram tepung terigu) 71,526
P1 (300 gram tepung sukun) 70,836
P2 (75 gram tepung terigu + 225 gram tepung sukun) 68,91
P3 (150 gram tepung terigu + 150 gram tepung sukun) 67,59
P4 (225 gram tepung terigu + 75 gram tepung sukun) 66,352
Berdasarkan tabel 4.1. diatas, terlihat bahwa secara umum nilai karbohidrat c
ookies sukun tertinggi pada perlakuan P0, diikuti P1, P2,P3, dan P4. Setelah dilak
ukan perhitungan menggunakan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa F hitu
ng perlakuan sebesar 70,081%, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel
5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian perlakuan takaran tepung suk
un yang berbeda, memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan karbohi
drat cookies yang dihasilkan. Berdasarkan nilai tersebut, maka dilakukan uji lanju
t BNJ 5% untuk mengetahui pengaruh takaran mana yang memberikan kandunga
n karbohidrat terbaik.

26
Tabel 4.1. Hasil uji BNJ 5%
Perlakuan Rerata
P4 (225 gram tepung terigu + 75 gram tepung sukun) 66,352a
P3 (150 gram tepung terigu + 150 gram tepung suku 67,59b
n)
P2 (75 gram tepung terigu + 225 gram tepung sukun) 68,91c
P1 (300 gram tepung sukun) 70,836d
P0 (300 gram tepung terigu) 71,526e
BNJ 5 % 0.4698
Keterangan: angka yang diikuti setiap huruf yang berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata berd
asarkan uji BNJ taraf 5%, P0 = 300 gram tepung terigu, P1 = 300 gram tepung suk
un, P2 = 75 gram tepung terigu + 225 gram gram tepung sukun, P3 = 150 gram tep
ung terigu + 150 gram tepung sukun, P4 = 225 gram tepung terigu + 75 gram tepun
g sukun.

Berdasarkan hasil uji BNJ 5% diperoleh hasil bahwa perlakuan P4 berbeda n


yata dengan P3,P2,P1, Dan P0. Hal ini ditunjukkan berdasarkan notasi yang berb
eda.
4.1.2. Kadar Air

Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui total air yang terkandun
g didalam cookies dengan penambahan tepung terigu dan tepung sukun. Kadar air
(20%) dalam suatu bahan pangan (cookies) sangat penting mempertahankan daya
simpan dari bahan pangan tersebut (Akolo, R. 2019, H. 60-77). Kadar air menggu
nakan metode thermogravimetri. Thermogravimetri adalah suatu metode atau jeni
s pengujian yang akan dilakukan pada sampel untuk menetukan kadar air dengan
menunjukkan perubahan berat susut dan ada kaitannya dengan perubahan suhu
(Mutmainah dkk, 2013).

Perlakuan Rerata
P0 (300 gram tepung terigu) 4.792
P1 (300 gram tepung sukun) 4,212
P2 (75 gram tepung terigu + 225 gram tepung sukun) 4,192
P3 (150 gram tepung terigu + 150 gram tepung sukun) 3,762
P4 (225 gram tepung terigu + 75 gram tepung sukun) 3,26
Berdasarkan tabel 4.2. diatas, terlihat bahwa secara umum nilai kadar air coo
kies sukun tertinggi pada perlakuan P0, diikuti P1, P2,P3, dan P4. Setelah dilakuk
an perhitungan menggunakan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa F hitung
perlakuan sebesar 192,269 %, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel
5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian perlakuan takaran tepung suk

27
un yang berbeda, memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan kadar ai
r cookies yang dihasilkan. Berdasarkan nilai tersebut, maka dilakukan uji lanjut
BNJ 5% untuk mengetahui pengaruh takaran mana yang memberikan kandungan
kadar air terbaik.

Tabel 4.2. Hasil uji BNJ 5%

Perlakuan Rerata
P4 (225 gram tepung terigu + 75 gram tepung sukun) 3,26a
P3 (150 gram tepung terigu + 150 gram tepung sukun) 3,762b
P2 (75 gram tepung terigu + 225 gram tepung sukun) 4,192b
P1(300 gram tepung sukun) 4,212b
P0 (300 gram tepung terigu) 9,792c
BNJ 5 % 0.4242
Keterangan: angka yang diikuti setiap huruf yang berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata berd
asarkan uji BNJ taraf 5%, P0 = 300 gram tepung terigu, P1 = 300 gram tepung suk
un, P2 = 75 gram tepung terigu + 225 gram gram tepung sukun, P3 = 150 gram tep
ung terigu + 150 gram tepung sukun, P4 = 225 gram tepung terigu + 75 gram tepun
g sukun
Berdasarkan hasil uji BNJ 5% diperoleh hasil bahwa perlakuan P0 dan P4 be
rbeda nyata dengan P1,P2, dan P3. Sedangkan P1 tidak berbeda nyata dengan P2
dan P3 Hal ini ditunjukkan dengan notasi yang berbeda.
4.1.3 Kadar Protein
Metode ini digunakan untuk menganalisa kadar protein halus dan bahan mak
anan secara tidak langsung, karena yang dianalisis ini adalah kadar nitrogennya.
Analisa kadar protein dimaksudkan untuk mengetahui kadar protein dalam cookie
s. Kadar protein ini menggunakan metode kjdhal. Kjdhal adalah metode untuk pe
nentuan kadar air (Winarno, 2008, h. 7-14)

Perlakuan Rerata
P0 (300 gram tepung terigu) 14
P1 (300 gram tepung sukun) 11,966
P2 (75 gram tepung terigu + 225 gram tepung sukun) 10,972
P3 (150 gram tepung terigu + 150 gram tepung suku 10,916
n)
P4 (225 gram tepung terigu + 75 gram tepung sukun) 10,136
Berdasarkan tabel 4.3. diatas, terlihat bahwa secara umum nilai protein cooki
es sukun tertinggi pada perlakuan P0, diikuti P1,P2,P3 Dan P4. Setelah dilakukan
perhitungan menggunakan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa F hitung pe
rlakuan sebesar 67,628%, nilai nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel 5%. Seh

28
ingga dapat disimpulkan bahwa pemberian perlakuan takaran tepung sukun yang
berbeda, memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan protein cookies y
ang dihasilkan. Berdasarkan nilai tersebut, maka dilakukan uji lanjut BNJ 5% unt
uk mengetahui pengaruh takaran mana yang memberikan kandungan protein terb
aik.
Tabel 4.3.Hasil uji BNJ 5%

Perlakuan Rerata
P4 (225 gram tepung terigu + 75 gram tepung sukun) 10,136a
P3 (150 gram tepung terigu + 150 gram tepung sukun) 10,916b
P1(300 gram tepung sukun) 10,966b
P2 (75 gram tepung terigu + 225 gram tepung sukun) 11.966c
P0 P0 (300 gram tepung terigu) 14d
BNJ 5 % 0.729
Keterangan: angka yang diikuti setiap huruf yang berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata berd
asarkan uji BNJ taraf 5%, P0 = 300 gram tepung terigu, P1 = 300 gram tepung suk
un, P2 = 75 gram tepung terigu + 225 gram gram tepung sukun, P3 = 150 gram tep
ung terigu + 150 gram tepung sukun, P4 = 225 gram tepung terigu + 75 gram tepun
g sukun
Berdasarkan hasil uji BNJ 5% Diperoleh hasil bahwa perlakuan P4 berbeda
nyata dengan P3,P2,P1 dan P0. Hal ini ditunjukkan dengan notasi yang berbeda.
Sedangkan P3 tidak berberbeda nyata dengan P1, tetapi berbeda nyata dengan P4,
P2, dan P0.

4.1.4 Uji organoleptik


Pada penelitian ini dilakukan uji organoleptik untuk menilai tekstur, aroma, r
asa dan warna pada cookies sukun.
1. Rasa
Rasa merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan konsumen un
tuk menerima atau menolak makanan. Pada penilaian uji rasa cookies sukun dilak
ukan dengan cara mengisi kuesioner setelah panelis mencoba produk cookies suk
un tersebut. Kuesioner digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terh
adap rasa cookies sukun. Berikut merupakan rentan interval yang didapat berdasa
rkan hasil kuisioner :
Tabel 4.4 Nilai interval tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies sukun.

Nilai interval sensori


Perlakuan Nilai akhir
Nilai minimal Nilai maksimal
P0 3,791 4,309 3,791
P1 2,240 3,160 2,240
P2 2,755 3,455 2,755
P3 2,505 3,495 0,505
P4 2,600 3,600 2,600
Interval nilai sensori rasa P0 adalah 3,79-4,30 untuk nilai akhir rasa diambil d
ari nilai terkecil = 3,79. Interval nilai sensori rasa P1 adalah 2,23-3,160 untuk nila
i akhir rasa diambil dari nilai terkecil = 2,23. Interval nilai sensori rasa P2 adalah

29
2,75-3,74 untuk nilai akhir rasa diambil dari nilai terkecil = 2,75. Untuk nilai inte
rval rasa P3 adalah 0,50-3,49 untuk nilai akhir rasa diambil dari nilai terkecil = 0,
50. Sedangkan interval nilai sensori rasa P4 adalah 2,60-3,59 untuk nilai akhir ra
sa diambil dari nilai terkecil = 2,60.

2. Warna
Warna merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruh keputu
san konsumen untuk menerima atau menolak produk pangan. Pada pengujian war
na yang sudah dilaksanakan, panelis diminta untuk mengisi kuisioner tingkat kes
ukaan terhadap warna pada cookies sukun. Berikut merupakan rentan interval ya
ng didapat berdasarkan hasil kuisioner:
Tabel 4.5 Nilai interval tingkat kesukaan panelis terhadap warna cookies sukun.

Nilai interval sensori


Perlakuan Nilai akhir
Nilai minimal Nilai maksimal
P0 2,631 2,939 2,631
P1 2,830 3,470 2,830
P2 2,943 3,368 2,943
P3 2,632 3,368 2,632
P4 2,984 3,616 2,984
Interval nilai sensori warna P0 adalah 2,36-2,93 untuk nilai akhir warna diam
bil dari nilai terkecil = 2,36. Interval nilai sensori warna P1 adalah 2,82-3,47 untu
k nilai akhir warna diambil dari nilai terkecil = 2,82. Interval nilai sensori warna
P2 adalah 2,94-3,55 untuk nilai akhir warna diambil dari nilai terkecil = 2,94. Unt
uk nilai interval warna P3 adalah 2,63-3,36 untuk nilai akhir warna diambil dari n
ilai terkecil = 2,63. Sedangkan interval nilai sensori warna P4 adalah 2,98-3,61 u
ntuk nilai akhir warna diambil dari nilai terkecil = 2,98.
3. Aroma
Pada uji aroma cookies sukun, panelis diminta untuk mencium aroma
produk cookies pada masing-masing perlakuan dan hasil yang didapatkan ditulisk
an pada lembar uji organoleptik yang telah disediakan. Berikut merupakan rentan
interval yang didapat berdasarkan hasil kuisioner:
Tabel 4.6 Nilai interval tingkat kesukaan panelis terhadap Aroma cookies sukun.

Nilai interval sensori


Perlakuan Nilai akhir
Nilai minimal Nilai maksimal
P0 3,440 4,160 3,440
P1 2,871 3,529 2,871
P2 2,632 3,368 2,632
P3 2,614 3,390 2,614
P4 2,770 3,630 2,770
Interval nilai sensori aroma P0 adalah 3,44-4,15 untuk nilai akhir aroma diam
bil dari nilai terkecil = 3,44. Interval nilai sensori aroma P1 adalah 2,87-3,52 untu

30
k nilai akhir aroma diambil dari nilai terkecil = 2,87. Interval nilai sensori aroma
P2 adalah 2,63-3,36 untuk nilai akhir aroma diambil dari nilai terkecil = 2,63. Un
tuk nilai interval aroma P3 adalah 2,61-3,38 untuk nilai akhir aroma diambil dari
nilai terkecil = 2,61. Sedangkan interval nilai sensori aroma P4 adalah 2,77-3,62
untuk nilai akhir aroma diambil dari nilai terkecil = 2,77.

4. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan daya tarik
atau penolakan terhadap produk. Uji tekstur dilakukan dengan cara menekan nek
an atau menggigit cookies kemudian panelis dapat mengisi kuisioner yang telah t
ersedia berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap tekstur cookies. Berikut merup
akan rentan interval yang didapat berdasarkan hasil kuisioner:
Tabel 4.7 Nilai interval tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies sukun.

Nilai interval sensori


Perlakuan Nilai akhir
Nilai minimal Nilai maksimal
P0 2,237 2,763 2,237
P1 2,537 3,063 2,537
P2 2,300 3,001 2,300
P3 2,412 3,088 2,412
P4 2,624 3,176 2,624
Interval nilai sensori tekstur P0 adalah 2,23-4,2,76 untuk nilai akhir tekstur di
ambil dari nilai terkecil = 2,23. Interval nilai sensori tekstur P1 adalah 2,53-3,06
untuk nilai akhir tekstur diambil dari nilai terkecil = 2,53. Interval nilai sensori te
kstur P2 adalah 2,29-3,00 untuk nilai akhir tekstur diambil dari nilai terkecil = 2,
29. Untuk nilai interval tekstur P3 adalah 2,41-3,08 untuk nilai akhir tekstur diam
bil dari nilai terkecil = 2,41. Sedangkan interval nilai sensori tekstur P4 adalah 2,
62-3,17 untuk nilai akhir tekstur diambil dari nilai terkecil = 2,62.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, nilai akhir tingkat kesukaan panelis te
rhadap kesukaan panelis terhadap aroma, rasa, warna dan tekstur ditentukan kuali
tas cookies buah sukun yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.8 kriteria kualitas cookies sukun
Perlakuan : P0
Rerata skor
Aspek 1,00≤X<1,7 1,75≤X<2,5 2,50≤X<3,2 3,25≤X<4,0 Keterangan
5 0 5 0
Rasa 3,79 Berkualitas
Aroma 3,44 Berkualitas
Warna 2,63 Cukup berkualitas
Tekstur 2,24 Agak berkualitas

Perlakuan : P1

31
Rerata skor
Aspek 1,00≤X<1,7 1,75≤X<2,5 2,50≤X<3,2 3,25≤X<4,0 Keterangan
5 0 5 0
Rasa 2,24 Agak berkualitas
Aroma 2,87 Cukup berkualitas
Warna 2,83 Cukup berkualitas
Tekstur 2,54 Cukup berkualitas

Perlakuan : P2
Rerata skor
Aspek 1,00≤X<1,7 1,75≤X<2,5 2,50≤X<3,2 3,25≤X<4,0 Keterangan
5 0 5 0
Rasa 2,76 Cukup berkualitas
Aroma 2,63 Cukup berkualitas
Warna 2,94 Cukup berkualitas
Tekstur 2,30 Agak berkualitas

Perlakuan : P3
Rerata skor
Aspek 1,00≤X<1,7 1,75≤X<2,5 2,50≤X<3,2 3,25≤X<4,0 Keterangan
5 0 5 0
Rasa 2,50 Cukup berkualitas
Aroma 2,61 Cukup berkualitas
Warna 2,63 Cukup berkualitas
Tekstur 2,41 Agak berkualitas

Perlakuan : P4
Rerata skor
Aspek 1,00≤X<1,7 1,75≤X<2,5 2,50≤X<3,2 3,25≤X<4,0 Keterangan
5 0 5 0
Rasa 2,60 Cukup berkualitas
Aroma 2,77 Cukup berkualitas
Warna 2,98 Cukup berkualitas
Tekstur 2,62 Cukup berkualitas

4.2 Pembahasan
Menurut SNI No. 01-2973-1992, kue kering (cookies) adalah jenis biskuit ya
ng dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan p
enampang potongannya bertekstur kurang padat. Pada umumnya pembuatan kue
kering adalah sebagai berikut bahan dilumatkan, kemudian dimasak dan dicetak b
erupa lempengan tipis yang disebut kue kering. Olahan kue kering tidak memerlu
kan pengembangan volume seperti kue basah atau rerotian, tetapi harus renyah, ti

32
dak cepat menyerap air, tidak keras dan tidak mudah hancur (suarni, 2009, h. 63-
71).

4.2.1 Kadar Karbohidrat


Berdasarkan tabel 4.1.1 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cookies deng
an subtitusi tepung sukun terendah adalah pada perlakuan P4 Sebesar 66.352 dan
yang tertinggi adalah pada perlakuan P0 sebesar 71.526. kadar karbohidrat pada c
ookies dihitung secara by difference (artinya apa) dan dipengaruhi oleh kompone
n nutrisi lain yaitu kandungan protein, lemak, air, dan abu. Sesuai dengan pendap
at (Fatkurahman. 2012, h. 50-57) yang menyatakan bahwa kadar karbohidrat dihi
tung secara by difference dipengaruhi oleh komponen nutrisi lain yaitu protein, le
mak, air, dan abu, semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat s
emakin rendah dan sebaliknya apabila komponen nutrisi lain semakin rendah ma
ka kadar karbohidrat semakin tinggi. Berikan penjelasan….mengapa tanpa
tepung sukun karbohidratntya lbh tinggi, dibandingkan dengan ditambah tepung
sukun

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama yang berperan dalam menentukan k


arakteristik bahan makanan seperti warna, rasa, dan tekstur. Menurut (Andarwula
n, 2011, h. 35) karbohidrat mengandung gula pereduksi yang berperan dalam rea
ksi pencoklatan non enzimatis (Maillard) apabila bereaksi dengan senyawa yang
memiliki gugus amino seperti protein.

4.2.2 kadar air

Berdasarkan tabel 4.1.2 menunjukkan bahwa kadar air cookies menunjukkan


bahwa substitusi tepung sukun terendah ada pada perlakuan sebesar 6,55% dan
yang tertinggi adalah pada perlakuan P4 sebesar 3,26 dan yang tertinggi ada pa
da perlakuan P0 sebesar 4,792. Kadar air cookies yang dihasilkan dipengaruhi
oleh kadar air dari bahan baku cookies yang berupa tepung terigu adalah se
besar 12,83% dan bahan substitusi cookies berupa tepung sukun yaitu Rasa
merupakan bentuk rangsangan yang diterima oleh indera pengecap. Makanan yan
g sering dikonsumsi dapat menyebabkan kepekaan terhadap indera pengecap terj
adi karena adanya zat kimia yang terima oleh reseptor indera perasa atau pengeca

33
p yang kebanyakan terdapat pada bagian permukaan lidah. Sensitivitas indera pen
gecap dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu usia, kebiasaan merokok dan mi
num kopi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan turunnya sensitivits indera pengecap
secara fisik maupun fungsinya.

Selama pemanggangan yaitu pengembangan adonan, koagulasi protein, g


elatinisasi pati, dan penguapan air. Proses pemanasan menyebabkan terjadiny
a proses gelatinisasi pati yang mengakibatkan granula pati membengkak kare
na adanya penyerapan air. Pembengkakan granula pati terbatas hingga sekita
r 30% dari berat tepung dan apabila pembengkakan granula pati telah mencap
ai batas, granula pati tersebut akan pecah sehingga terjadi proses penguapan a
ir (Setiani, 2013, h. 100-109).

Tambahkan mengenai penambahan tepung sukun pengaurhny ke cocies


untuk kadar airnya….bgt juga protein

4.2.3 kadar protein

Berdasarkan tabel 4.1.3 menunjukkan bahwa kadar protein cookies dengan s


ubstitusi tepung sukun terendah pada perlakuan P0 sebesar 10,136 yang tertingg
i adalah pada perlakuan P4 sebesar 14 . Semakin banyak tepung sukun yang
ditambahkan cenderung menyebabkan semakin rendahnya kadar protein dari
cookies. menurut (Murni , 2014, h. 117-123) tepung sukun memiliki kadar prot
ein yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu yaitu 3,60% sehin
gga dengan peningkatan substitusi tepung sukun secara tidak langsung akan
menurunkan kadar protein cookies.

4.2.4 Uji Organoleptik

Menurut (soekarto 1985, h. 36), pengawasan dan evaluasi bahan makanan da


pat dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik, salah satunya adalah evallua
si organoleptik. Untuk melaksanakan suatu penelitian organoleptik, diperukan pa
nel yang bertindak sebagai alat atau instrumen. Panel tersebut didapatkan dari ora
ng atau sekelompok orang dan menjadi anggota panel disebut panelis.

34
Pada penelitian ini dilakukan uji organoleptik untuk menilai tekstur, rasa, aro
ma dan warna pada cookies . Prosedur penguian tama pada penelitian ini adalah p
engujian organoleptik hedonik. Uji hedonik merupakan faktor penting dalam men
entukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. panelis di
minta untuk mencicipi produk cookies hasil penelitian sesuai dengan panduan ya
ng tercantum pada lembar kuisioner. Penelitian ini bersifat subyektif karena panel
is hanya mengemukakan pendapat suka atau tidak suka pada produk yang diuji
(Wagiyono, 2003, h. 37).
a.Rasa
Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai pa
da indera pengecap lidah. suatu produk dapat diterima atau diminati konsumen ji
ka mempunyai rasa yang diinginkan. rasa merupakan gabungan dari bahan-bahan
penyusun yang ada didalamnya. indera pencicip ini terdapat didalam rongga mul
ut, lidah dan langit-langit. permukaan lidah terdapat sel-sel ini mengelompokkan
berdasarkan papilla. terdapat 5 dasar rasa yaitu manis, pahit, asin dan asam (Sety
aningsih dkk, 2010, h.53)
Berdasarkan penilaian panelis menunjukkan bahwa rasa yang sangat disukai
adalah P0 dengan nilai 3,79 Dan yang tidak disukai adalah P3 dengan nilai 0,50.
Menurut Fajri (2012) tepung sukun mempunyai rasa yang khas dan istimewa
sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan jenis aneka
makanan. rasa pada cookies muncul dari bahan-bahan yang digunakan seperti tep
ung, margarin, dan telur. dalam penelitian ini penggunaan bahan-bahan untuk pe
mbuatan cookies sama kecuali penggunaan tepung. adanya rasa dari cookies hasil
eksperimen disebabkan oleh penggunaan tepung sukun. semakin banyak menggu
nakan tepung sukun dalam pensubtitusian kue kering, semakin nyata dan terasa ra
sa sukun pada kue kering, semakin nyata dan terasa rasa sukun pada kue kering, k
arena tepung sukun serat kasarnya lebih tiggi dibandingkan dengan tepung terigu
(Winarto, 2004. h, 251). selain itu juga proses browning pada makanan berpengar
uh pada perubahan aroma, rasa dan warna. perbedaan-perbedaan seperti ini dapat
membantu menerangkan adanya variasi individual dalam rasa, sehingga nilai rasa
produk aka bervariasi.
b. Warna

35
Warna merupakan visualisasi suatu produk yang langsung terlihat lebih dahu
lu dibandingkan denan variable lainnya. warna secara langsung akan mempengar
uhi persepsi panelis. menurut (Winarnoo, 2004), secara visual faktor warna akan t
ampil lebih dahulu dan sering kali menentukan nilai suatu produk.
Parameter warna, berdasarkan penilaian panelis menunjukkan bahwa perlaku
an berbeda nyata, yang artinya 300gr (P0), 300gr (P1), 75gr (P2), 150gr (P3) dan
225gr (P4) menghasilkan cookies dengan warna yang berbeda beda pada tiap sub
titusi. warna dengan kecerahan tertinggi adalah pada konsentrasi 225gr (P4) deng
an nilai 2,98 dan yang sangat gelap atau coklat adalah dengan konsentrasi 300 gr
(P0) dengan nilai 2,63, rasa 3,79, aroma
Sesuai dengan pendapat (Winarno, 2004) bahwa adanya kandungan karbohi
dat dan protein yang membuat terjadinya pencoklatan pada proses pembuatan pat
i sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat/browning pada sukun. proses br
owning adalah proses pencoklatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimeti
k oleh polifenol oksidasi. selain itu warna yang dihasilkan cookies juga dipengaru
hi oleh subtitusi tepung sukun , semakin tinggi konsentrasi tepung sukun yang dit
ambahkan maka semakin coklat warna cookies yang dihasilkan artinya tingkat ke
cerahan warna semakin gelap dikarenakan reaksi Maillard, reaksi telah memberik
an perubahan besar pada industry makanan, sebab rekasi ini berpengaruh pada ar
oma, rasa dan warna sesuai pendapat (Avianty dan Ayustaningwarno, 2013, h.53)
c. Aroma
Aroma makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang mempun
yai daya tarik yang merangsang indera penciuman, sehingga dapat membangkitka
n selera (Fen, Ngabito, 2014. h, 54) indusrti pangan menganggap bahwa uji bau s
angat penting karena dapat dengan cepat memberikan hasil mengenai kesukaan k
onsumen terhadap produk (Setyaningsih dkk, 2010).
Penilaian panelis terhadap aroma menunjukkan bahwa aroma yang paling di
sukai adalah konsentrasi 300gr (P0) dengan nilai 3,44 dan yang paling tidak disu
kai adalah 150gr (P3) dengan nilai 2,61. aroma yang dihasilkan oleh cookies subt
itusi tepung sukun dengan berbagai konsentrasi dipengaruhi oleh tepung sukun.
menurut (Sitohang, dkk. 2015, h. 308-315), bau khas adonan ditimbulkan dari ko
mponen pada adonan seperti pencampuran margarin dan telur, aroma cookies jug

36
a dipengaruhi oleh proses pemanggangan dimana tingkat kehilangan air pada saat
proses pemanggangan yang menyebabkan terjadinya penguapan dari dalam adon
an.
d. Tekstur
Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga mem
berikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. oleh karena itu, kita menghendaki ma
kanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan selera yang kita hara
pkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya d
itempatkan pada mutu setelah harga, tekstur dan rasa.
Berdasarkan penilai panelis menunjukkan bahwa tekstur yang sangat disuka
i adalah (P4) dengan nilai 2,62 dan yang tidak disukai adalah (P0) dengan nilai 2,
23.
Berbagai macam hal yang mempengaruhi ttekstur dari cookies salah satuny
a adalah kadar air. menurut (Piga, A. 2005, h. 387-391), kandungan air didalam c
ookies sangat mempengaruhi parameter kekerasan tekstur. kandungan air dalam s
uatu bahan yang semakin sedikit menjadikan tekstur mejadi semakin kering sehin
gga akan mengakibatkan cookies yang lebih mudah patah.
Penilaian panelis terhadap kesukaan menunjukkan bahwa variasi formulasi co
okies terhadap daya terima dari organoleptik warna, rasa, tekstur dan aroma cook
ies tepung sukun yang paling disukai adalah formulasi P0 (300gr tepung terigu) d
engan skor pada Aroma 3,44, rasa 3,79, warna 2,63 dan tekstur 2,23.

37
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan dapat disimpulka


n sebagai berikut :

1. Buah Sukun dapat dimanfaatkan menjadi olahan makanan (Cookies) yang kay
a akan protein dan karbohidrat.
2. Cookies dengan subtitusi tepung sukun yang berbeda berpengaruh sangat nyat
a terhadap uji organoleptik yang meliputi rasa, tekstur, aroma dan warna.
3. Variasi formulasi cookies terhadap daya terima dari organoleptic warna, rasa,
aroma dan tekstur cookies sukun yang paling disukai adalah formulasi P0 (300
gram tepung terigu) dengan skor pada Aroma 3,44, rasa 3,79, warna 2,63 dan t
ekstur 2,23.
4. Setiap cookies yang diberikan tepung sukun memiliki warna yang berbeda dik
arenakan semakin banyak tepung sukun yang diberikan semakin gelap warna c
ookies tersebut. cookies tepung sukun juga memiliki aroma yang berbeda pula,
semakin banyak tepung sukun yang diberikan semakin kuat aromanya.

38
5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, untuk kedepannya diharapkan di


lakukan penelitian lanjutan dengan olahan makanan yang berbeda untuk menamb
ah variasi dlam pemanfaatan buah sukun menjadi olahan makanan yang kaya aka
n karbohidrat dan protein. dan diharapkan pula penelitian ini menjadi informasi b
yang penting untuk masyarakat tentang manfaat buah sukun dan menjadi rekome
ndasi untuk masyarakat dalam mengembangkan olahan makanan khususnya kue
kering.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, Kartika. (2012) Variasi Morfologi dan Kandungan Gizi Buah Sukun.

Jurnal Wanah Benih, Vol.13, No.2 hlm. 99-100.

Akolo , R. (2019). Karakteristik Mutu Kadar Air , Kadar Abu dan Organoleptik

Pada Penyedap Rasa Instan. Journal of Agritech Science, 3(2), h. 60-77

Andarwulan, N. (2011). Analisa Pangan. PT Dian Rakyat , Jakarta, h.35

Ariani, M. (2016). Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Panga


n

di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 21(2), 99. h.99-112

Astuti T.Y.I dan P. (2013). Subtitusi Tepung Sukun dalam Pembuatan Non Flaky

Crakers Bayam Hijau. Jurnal Agros. h.1-13

Avianty Selma. (2013). Kandungan Zat Gizi dan Tingkat Kesukaan Snack Bar U
bi

39
Jalar Kedelai Hitam Sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita Diab
etes Melitus Tipe 2. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Univer
sitas DIponegoro. Yogyakarta. h.53.

Badan Standarisasi Nasional. (1995). SNI 01-3840-1995. Roti Manis. Badan

Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. (2011). SNI 2973-2011. Biskuit. Badan Standarisasi

Nasional, Jakarta.

Didiet, (2009). Pemanfaatan Buah Sukun sebagai makanan alternatif prngganti

beras. Puslitbang Idhan Balitbang Dephan, Jakarta. 9:23

Edith, A. (1999). Kriteria Kue Kering yang Baik. Venus, Yogyakarta, h. 10

Fajri, M . (2012). Aplikasi Protein dalam Pengolahan Makanan. Teknologi Hasil

Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jambi, h.53.

Fatkurahman, R. (2012). Karakteristik Sensoris dan Sifat Fisikokimia Cookies

Dengan Subtitusi Bekatul Beras Hitam (Oriza sativa L.). Jurnal Teknosai
ns Pangan 1(1), h.50-57

Fen, Ngabito. (2014). Proses Pembuatan Cookies dengan Bahan Dasar Tepung

(Oryza Sativa Linn) Serta Uji Kesukaan (Studi Kasus di Kelompok Usaha
Bersama (KUB) Sri Rejeki Kelurahan Limba B Kecamatan Kuta Selatan
Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo . [Skripsi]. Universitas Negeri Goront
alo. Gorontalo. h, 54

Harmanto, N. (2012). Daun sukun si daun Ajaib Penakluk Aneka Penyakit.

Jakarta: PT Agromedia Pustaka. 104 hal.

Kartika, B. (1988) Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan : Pusat Antar Universit
as

Pangan dan Gizi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, h. 18

40
Kusnandar, (2011) Kimia Pangan Komponen Makro (Jakarta : Dian Rakyat), hlm.

105-106

Marlina, Liferdi, (2010). Diversifikasi Pangan dan Gizi dengan Alpukat,Pisang d


an

Sukun, Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nu


santara, Vol 1 (1) : 298-299.

Martunis. (2012). Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas dan

Kualitas Pati Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi dan Industri Pe


rtanian Indonesia, 4(3), h.26-30

Masita, (2017). Karakteristik Fisiko-Kimia Tepung Sukun dengan Varietas

Toddo’puli. Jurnal Pangan teknologi pertanian Vol 3 : 234-241.

. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor : Hal 32-43

Murni, K. (2014). Pengaruh Penambahan Tepung Tempe Terhadap kualitas dan

Citarasa Naget Ayam. Berita Litbang Industry Vol. 3 No . 2. November 20


14, h. 117-123.

Mutmainah, F. (2013). Kajian Karakteristik Fisikokimia Tepung Sukun

(Arthocarpus Communis) Termodifikasi dengan Variasi Lama Perendam


an dan Konsentrasi Asam Asetat. Jurnal Teknosains Pangan, h.4

Noviarso, (2003) Pengaruh Umur Panen Masa Simpan Buah Sukun (Arthocarpus

Communis) Terhadap Kualitas Tepung Sukun yang dihasilkan. Skripsi. Fa


kultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 12:13

Piga, A. (2005). Textural Evaluation Of Amaretti Cookies during Strorage. Food

Res. Technol., 221, h. 387-391.

Prihatiningrum. (2012). Pengaruh Komposit Tepung Kimpul dan Tepung Terigu

Terhadap Kualitas Cookies Semprit. Food Science And Culinary Educatio


n Journal. FSCE 1 (1) (2012) . Semarang.

41
Rosmisari, A. (2006). Review: Tepung jagung komposit, pembuatan dan

pengolahannya . Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inivatif Pascapa


nen Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian, Bogor, h. 10

Setiani, W. (2013). Preparation and Characterization of Edible Films Form

Polunlend Pati Sukun-Kitosan. Valensi, 3(2), h. 100-109.

Setyaningsih, dkk. (2010). Analisis Sensori Untuk Industri Pangan dan Argo.

Bogor: IPB Press, h.53.

Suarni. (2009). Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering (Cookie
s).

Jurnal Litbang Pertanian 28(2), h. 63-71

Sitohang., Lubis. (2015), Pengaruh Perbandingan Jumlah Tepung

Terigu dan Tepung Sukun dengan Jenis Penstabil Tehadap Mutu Cookies
sukun. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, U
SU. Medan : 308-315

Sitti Ramlah. (2016). Karakteristik Mutu dan Citarasa Cokelat Kaya Polifenol. J.

Industri hasil perkebunan. 11(1), h.23-32

Soekarto , (1985), Penilaian Organoleptik (Untuk Industry Pangan dan Hasil

Pertanian), Jakarta : Bharat Aksara.

Suprapti, (2002), Tepung Sukun : pembuatan dan Pemanfatannya

Kanius, Jakarta : hal 46

Suyanti, (2003) Tekonologi Pengolahan dan Pemanfaatannya untuk Berbagai

Produk Makanan Olahan. Wisata Pendidikan dan PengembanganPertania


n, Vol 25 No2.

Swasti, (2007). Pengantar Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian

42
Fakultas Pertanian Universitas Andalas : Padang. Hal 144

Wagiyono, (2003). Menguji Kesukaan secara Organoleptik. Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional, h. 37

Widowati, (2016). Prospek Sukun (Artocarpus Communis) sebagai Pangan

Sumber Karbohidrat dalam Mendukung Diserfikasi Konsumsi Pangan. Ju


rnal Pangan, h.5

Williams dan Margareth, (2001). Food Experimental Perspektif Fourth Edition.

New Jersey: Prentice Hall, New Jersey, h. 53.

Winarno , F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka

Utama. h. 251

Layout Penelitian

Kelompok 1 2 3 4 5

P1 P2 P3 P4 P5

P2 P3 P4 P5 P1

P3 P4 P5 P1 P2

P4 P5 P1 P2 P3

P5 P1 P2 P3 P4

43
44

Anda mungkin juga menyukai