PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat diberbagai bidang, termasuk
dalam bidang pangan. Teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas
pangan, juga meningkatkan difersivikasi, hygiene, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis. Oleh
karena itu, banyak pabrik yang menghasilkan penyedap makanan untuk mempermudah
konsumen dalam hal memasak.
Hampir disetiap bahan makanan mengandung zat aditif khususnya monosodium
glutamate atau mononatrium glutamate yang merupakan senyawa sintetik yang dapat
menimbulkan rasa enak (flavour potentiator) atau menekan rasa yang tidak diinginkan dari
suatu bahan makanan. MSG juga merupakan zat penyedap rasa yang banyak digunakan
oleh produsen makanan untuk membuat produknya menjadi lebih enak. Zat tersebut
merupakan pembentuk protein, sehingga apabila zat makanan ditambahkan vetsin (MSG)
akan berasa seperti ditambah kaldu daging (protein).
Di pasaran senyawa yang berbentuk kristal monohidrat dikenal dengan penyedap rasa
dan salah satu perusahaan yang memproduksinya adalah PT. Ajinomoto Indonesia,
Mojokerto Factory. PT. Ajinomoto telah banyak mendapatkan kepercayaan dari para
konsumen. Hal tersebut tidak lepas dari kualitas yang diberikan oleh perusahaan tersebut.
Maka dari itu quality control dalam produksi MSG sangat berpengaruh.
Dari hal tersebut, maka melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) menjadi suatu
tuntutan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Selain itu, PKL merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu (S1) di perguruan tinggi.
Pelaksanaan PKL di PT. Ajinomoto Indonesia, Mojokerto Factory ini bertujuan untuk
mengetahui dan mempelajari quality control pada proses produksi monosodium glutamate,
untuk memberikan gambaran secara nyata tentang bagaimana dunia kerja yang
sesungguhnya, menambah pengalaman dan keterampilan yang akan mendukung
profesionalisme serta untuk membandingkan antara teori yang didapat di bangku kuliah
dengan kondisi di lapang.
I.2 Tujuan
Tetes tebu (molase) adalah hasil samping yang diperoleh dari tahap pemisahan
kristal gula. Hasil samping ini cukup berpotensi karena masih mengandung gula sekitar 50-
60% selain sejumlah asam amino dan mineral.
Di Indonesia, tetes tebu banyak digunakan sebagai bahan baku Monosodium
Glutamate (MSG), industri alkohol, ragi makanan ternak, dan pelet. Disamping itu juga
cukup berpotensi untuk dikembangkan dalam pegilahan gula cair (liquid sugar), ragi roti,
asam sitrat, dan asam asetat. Tetes tebu merupakan campuran kompleks yang
mengandung sukrosa, gula invert, garam-garam dan bahan non gula. Tetes dapat bersifat
asam dan mempunyai pH 5,5-6,5 yang disebabkan adanya asam-asam organik bebas
(Ratna Juwita, 2012).
Ada dua bentuk tetes yang keduanya merupakan hasil samping dari industri gula
tebu. Pertama adalah tetes hitam yang mengandung residu dan merupakan hasi
l samping setelah dilakukan operasi kristalisasi tebu. Tetes hitam mengandung 50% bobot
gula yang terdiri dari 60-70% sukrosa dan gula invert. Bentuk kedua adalah tetes pekat yaitu
cairan gula yang diusapkan sehingga mengandung 70-80 % gula yang terdiri dari 70% gula
invert. Berat jenis tetes bervariasi antara 1,34-1,49 dengan indikasi rata-rata 1,43. Viskositas
juga menunjukkan perubahan terhadap perbedaan suhu dan konsentrasi (Yuliarti 2007).
Menurut Yuliarti (2007) MSG adalah garam sodium dari asam glutamat yang ada secara alami
dalam tubuh kita. Asam glutamat merupakan bagian dari kerangka utama berbagai jenis molekul
protein yang terdapat dalam makanan secara alami dan dalam jaringan tubuh manusia (Winarno
2004). Asam glutamat merupakan salah satu dari 20 asam amino yang ditemukan pada protein,
sementara MSG merupakan monomer dari asam glutamat. Menurut Persatuan Monosodium
Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI) dalam Tobing (2009) asam glutamat terdiri dari dua
bentuk yaitu bentuk terikat (in bound) dan bentuk bebas (in free form). Bentuk terikat merupakan
asam glutamat yang terikat pada asam amino lain membentuk protein, selanjutnya bentuk bebas
merupakan asam glutamat yang tidak berikatan dengan protein. Glutamat bebas tersebut dapat
bereaksi dengan ion sodium (natrium) membentuk garam MSG. Jenis garam lain seperti garam
kalium glutamat dan kalsium glutamat ternyata juga memiliki daya pembangkit citarasa (Winarno
2004). Sukawan (2008) menyatakan bahwa perbedaan struktur kimia MSG dengan asam glutamat
hanya terletak pada salah satu gugus karboksil asam glutamate yang mengandung hidrogen diganti
dengan natrium sehingga membentuk monosodium glutamate.
MSG berbentuk kristal putih dengan rasa seperti daging (Mulyono 2008). Sabri et al. (2006)
menyebutkan vetsin biasanya berbentuk kristal halus dan berwarna putih dibuat melalui proses
fermentasi dari bahan dasar pati (gandum) dan gula molasses (tetes tebu) yang diberi nama sebagai
garam natrium dari asam glutamat atau lebih dikenal dengan nama monosodium glutamat.
Monosodium Glutamate atau Mononatrium Glutamate adalah garam asam glutamat yang
berperan pada rasa umami (gurih) (Pramadi 2006). Menurut Basri (2005) MSG merupakan senyawa
dengan formula HOO-CCH(NH2)-CH2CH2COONa yang dihasilkan dari hidrolisa protein nabati atau
larutan dari limbah penggilingan gula tebu atau bit. Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan
2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan dengan NH 2 yang menjadi ciri asam
amino (Sukawan 2008).
II.3 Proses Produksi
II.3.2 Fermentasi
Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi yang
menghasilkan energi. Fermentasi menggunakan senyawa organik yang biasanya digunakan
adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi
reduksi dengan katalis enzim menjadi bentuk lain.
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada
substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat
bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan-pemecahan kandungan bahan pangan
tersebut. Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat),
macam mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan
metabolisme mikroba tersebut.
Bakteri yang banyak digunakan dalam pembuatan MSG adalah bakteri Brevibacterium
lactofermentum. Pertama-tama biarkan kultur yang telah diinokulasi dimasukkan kedalam
tabung berisi medium prastarter dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 310C. Selanjutnya
biarkan prastarter diinokulasi kedalam tangki starter.
Penurunan pH akibat terbentuknya asam pada proses pembentukan prastarter tidak
diinginkan karena akan menghambat pola pertumbuhan. Penambahan garam (CaCO3)
sebanyak 3% kedalam tebu prastarter berguna untuk mencegah agar pH tidak rendah dari
7. Didalam tangki pembibitan penggunaan CaCO3 tidaklah mungkin karena akan
menyebabkan efek samping berupa kerak dan endapan serta akan mengurangi efek
pertumbuhan mikroba. Penambahan urea ke dalam tangki pembibitan akan mengurangi pH
dan dapat menggantikan fungsi CaCO3. Nilai pH tertinggi yang terjadi akibat peruraian urea
diharapkan tidak lebih dari 7,4 sedangkan pH terendah tidak kurang dari 6,8. Hasil dari
fermentasi adalah asam glutamat dalam bentuk cair yang masih tervampur dengan sisa
fermentasi (Putri, 2008).
Menurut Tarigan (2004), pengendalian mutu adalah suatu tujuan atau target dan
penemuan cara untuk mewujudkan target tersebut secara efisien. Agar pengendalian mutu
dapat dilakukan dengan efektif maka perlu kriteria-kriteria tertentu antara lain:
a. Akurat: Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari sistem
pengendalian dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru.
b. Realistik secara ekonomi: Biaya pelaksanaan sistem pengendalian harus lebih rendah atau paling
tidak sama dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.
c. Realistik secara organisasional: Sistem pengendalian harus cocok dengan kenyataan-kenyataan
organisasi.
Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pasar atau tingkat persaingan
b. Tujuan organisasi
c. Testing produk
d. Desain produk
e. Proses produksi
f. Kualitas input
g. Perawatan perlengkapan
h. Standar kualitas
Lingkup kegiatan pengendalian mutu sangat luas, banyak hal yang menentukan atau
mempengaruhi mutu produk. Pengendalian mutu produk meliputi 3 pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan bahan baku
Dalam pengendalian mutu terhadap bahan baku terdapat beberapa hal yang sebaiknya dikerjakan
oleh manajemen perusahaan agar bahan baku yang diterima perusahaan dapat dijaga mutunya.
Beberapa hal tersebut antara lain seleksi sumber bahan, pemeriksaan penerimaan bahan dan
penjagaan gudang bahan baku perusahaan.
b. Pendekatan proses produksi
Walaupun bahan baku yang telah terpilih memiliki mutu yang tinggi, namun bila proses produksinya
tidak dilaksanakan dengan baik maka besar kemungkinan produk akhir perusahaan akan memiliki
mutu yang rendah.
II.5 Pemasaran
Pemasaran adalah proses sosial dan dengan proses itu individu dan kelompok mendapat apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran adalah seperangkat
alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di
pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan
untuk mempengaruhi permintaan produknya (Kotler, 2005:10).
Produk dalam kemasan agar dapat sampai ke tangan konsumen maka diperlukan pemasaran.
Pemasaran sebagai suatu proses perencanaan dalam menjalankan konsep, harga, promosi dan
distribusi sejumlah ide, barang atau jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan
tujuan induvidu dan organisasi (Daniel, 2002).
BAB III
METODE KEGIATAN
Bentuk kegiatan dan metode pengumpulan data yang dilakukan selama pelaksanaan
praktek kerja lapang ini adalah:
1. Studi Lapang / Riset Lapang
Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan dengan cara :
a. Observasi
Yaitu mengamati, meninjau, dan memahami proses monosodium glutamate(MSG) secara
langsung.
b. Wawancara
Yaitu diskusi dan wawancara langsung dengan staff dan karyawan di PT. Ajinomoto Indonesia,
Mojokerto untuk memperoleh informasi yang diperlukan.
c. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen yang berkaitan dengan
kondisi objek pengamatan.
2. Studi Literatur/ Riset Pustaka
Yaitu pengumpulan data sekunder dan informasi dari buku yang berhubungan denganquality
control pada proses produksi monosodium glutamate (MSG).
Materi kegiatan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) berlangsung adalah
sebagai berikut :
Laminaria japonica merupakan salah satu ganggang laut yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat Jepang sebagai bahan dasar pembuatan sup. Hal ini disebabkan rasa sup
berbahan dasar Laminaria japonica atau Kombu yang khas dan lebih sedap
dibandingkan dengan sup lain. Pada tahun 1908, Profesor Kikunae Ikeda seorang ahli kimia
dari Universitas Tokyo Imperial, meneliti ganggang ini dan menemukan kandungan glutamat
dalam Laminaria japonica. Zat inilah yang menimbulkan rasa unik. Penelitian ini didasarkan
pada hipotesa bahwa ada senyawa yang memiliki rasa yang khas pada setiap makanan
disamping keempat rasa yang ada, yaitu pahit, asam manis, dan asin. Rasa tersebut dalam
Bahasa Jepang disebut dengan umami. Akhirnya Profesor Kikunae Ikeda memutuskan
untuk membuat penyedap makanan disamping keempat rasa dasar yang telah ada.
Tahun 1909, Profesor Kikunae Ikeda merintis produksi asam glutamat secara
komersial bekerja sama dengan pemilik modal Saruzukae Suzuki mendirikan Ajinomoto
Corporation Incorporate. AJI-NO-MO-TO berasal dari kata AJI yang berarti rasa dan MOTO
yang berarti sari atau inti. Sehingga, pengertian AJI-NO-MO-TO adalah sarinya rasa.
Pada awalnya perusahaan ini menggunakan Kombu sejenis rumput laut sebagai
bahan dasar pembuatan MSG. Meningkatnya permintaan pasar dan terbatasnya bahan
baku kombu mengakibatkan perusahaan tersebut kekurangan bahan baku, sehingga
akhirnya mencari bahan baku pengganti kombu yaitu tetes tebu (cane molasses),
yangmerupakan hasil samping perusahaan gula. Proses yang digunakan bukan lagi
ekstraksi melainkan fermentasi menggunakan mikroorganisme.
PT. Ajinomoto Indonesia merupakan perusahaan yang disubsidi oleh Ajinomoto Co.
Inc, Japan. MSG produksi PT. Ajinomoto Indonesia sudah beredar di Indonesia sebelum
proklamasi kemerdekaan. Selain di Indonesia, Ajinomoto Co. Inc juga memiliki pabrik di
beberapa Negara seperti : Amerika Serikat, Belgia, Brazil, Cina, Hongkong, Inggris,
Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Nigeria. PT. Ajinomoto Indonesia berstatus perusahaan
Modal Asing (PMA) dengan surat ijin usaha No. 295/M/X/14968.
PT. Ajinomoto Indonesia resmi beroperasi di Indonesia sejak Bulan Juni 1970 dengan
kegiatan utamanya adalah memproduksi MSG dari cairan induk (broth) yang didatangkan
dari Jepang. Pada tahun 1972 mulai beroperasi penuh dan memproduksi cairan induk
sendiri dengan bahan baku tetes tebu melalui proses fermentasi.
Pada tahun 1977 didirikan PT. Ajinex Internasional yang memproduksi komoditi yang
sama dengan PT. Ajinomoto Indonesia, namun perusahaan ini lebih berorientasi untuk
kepentingan luar negeri. Pada tahun 1989, PT. Ajinomoto Indonesia memproduksi bumbu
penyedap MASAKO dan disusul bumbu instan dan tepung bumbu SAJIKU di tahun 1999.
Pada tahun 1994, didirikan PT. Ajinomoto Calpis Beverage yang memproduksi minuman
Calpico, dan Kopi susu Birdy. Pada tahun 1995 didirikan PT. Ajinomoto Calpis Beverage
Indonesia dan pada tahun ini pabrik tersebut berdiri sendiri.
Pada tahun 2011 PT. Ajinomoto memperluas wilayah perdagangan dan mendirikan
PT. Ajinomoto Indonesia di Karawang. Pada tahun 2012 khusus produk MASAKO yang
sudah mulai beroperasi di Karawang.
PT. Ajinomoto Indonesia merupakan salah satu produsen bumbu masak terbesar di
Indonesia. PT. Ajinomoto itu sendiri berpusat di Jepang dimana Ajinomoto Indonesia
memiliki kantor pusat di Jakarta. PT. Ajinomoto yang berpusat di Jepang merupakan salah
satu dari 36 perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia. Di Indonesia, AJI-NO-
MO-TO telah dijual selama 40 tahun dan telah menjadi bumbu masak andalan di dapur ibu-
ibu Indonesia. Dari tahun ke tahun perkembangan dan inovasi produk terus dilakukan,
terbukti dengan munculnya beragam produk bumbu mulai dari bumbu kaldu penyedap
MASAKO, bumbu praktis siap saji SAJIKU, dan bumbu masakan Asia SAORI. Selain tiu,
PT. Ajinomoto Indonesia yang memiliki karyawan sekitar 1944 orang (Januari,2013) juga
memproduksi minuman susu fermentasi CALPICO dan kopi susu BIRDY.
Menjadi basis kekuatan grup Ajinomoto untuk memanfaatkan basis di pasar Islam
dengan menciptakan produk-produk / bisnis yang unik dalam bidang makanan (utamanya
difokuskan pada segmen bumbu masak) yang dapat merealisasikan filosofi “Eat Well, Live
Well” sehingga bisnis kita akan membuat lingkungan di bumi lebih terpelihara.
Tata letak merupakan pengaturan semua fasilitas pabrik yang terdiri dari alat den
mesin produksi serta gedung-gedung agar penggunaan ruangannya lebih rasional dan
efisien. Untuk menunjang berbagai kegiatan PT. Ajinomoto Indonesia non produksi, maka
didirikan beberapa fasilitas pendukung, yaitu :
1. Kantin Perusahaan
Fasilitas untuk menjaga dan menunjang stamina kerja. Pekerja dapat makan di kantin perusahaan
pada jam istirahat yang telah ditentukan secara gratis.
2. Sport hall
Digunakan untuk menyalurkan minat dan bakat karyawan di bidang olah raga.
3. Poliklinik
Memberikan pelayanan kesehatan kepada para pekerja pada waktu jam kerja sekaligus memberikan
pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan kerja.
4. Tempat ibadah
Perusahaan memiliki masjid dan mushola untuk menunaikan ibadah shalat.
5. Tempat parkir
Digunakan untuk menampung kendaraan karyawan dan tamu yang berkunjung.
6. Pos keamanan
7. Koperasi karyawan
IV.8 Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga kerja yang ada di PT. Ajinomoto Indonesia berjumlah sekitar 1944
orang yang terbagi menjadi dua level, yaitu : level manajemen dan level karyawan.
1. Level manajemen, yang terbagi menjadi staf Jepang dan staff Indonesia.
2. Level karyawan, yang terbagi menjadi dua golongan, yaitu : karyawan regular dan karyawan harian.
Karyawan regular memiliki tingkatan jabatan yang terdiri atas :
a. Foreman (F) untuk karyawan field non shift atau supervisor (S) untuk karyawan non field.
b. Asistent Foremen A (AFA) atau Asistent Supervisor (AS)
c. Asistent Foreman B (AFB) atau Asistent Supervisor (AFB)
d. Change head
Jam kerja di PT. Ajinomoto Indonesia disesuaikan dengan pekerjaannya. Berdasarkan
pekerjaannya karyawan dibagi menjadi karyawan lapangan (karyawan lapangan shift dan
karyawan lapangan non shift) dan karyawan non lapangan.
Untuk karyawan non shift dan non filed perusahaan memberlakukan sistem lima hari
kerja, yang dimulai pukul 07.00 sampai pukul 16.00. Sementara untuk karyawan lapangan
shift memiliki jadwal kerja seperti pada tabel berikut :
10. AJIFOL
Merupakan produk baru inovasi PT. Ajinomoto Indonesia yang baru dilaunching bulan April 2009.
Produk ini merupakan pupuk daun.
11. Pupuk kompos
Pupuk kompos hasil olahan PT. Ajinomoto Indonesia berasal dari sampah daun dan rumput kering
yang banyak dijumpai di halaman pabrik.
12. Pakan ternak
Berasal dari ceceran/dust dari produksi MASAKO dan SAJIKU serta limbah padat dari kantin.
Biasanya digunakan sebagai pakan ternak untuk kambing, kerbau, sapi, dan bebek.
Keberhasilan dari proses fermentasi MSG tergantung pada bahan baku yang dipilih.
Pemilihan bahan baku yang berkualitas akan menghasilkan MSG yang berkualitas pula.
Oleh karena itu, PT. Ajinomoto Indonesia, Mojokerto Factory telah memiliki standar
tersendiri untuk pemilihan bahan baku yaitu AJIS (Ajinomoto International Standart). Bahan
baku yang digunakan untuk memproduksi MSG pada PT. Ajinomoto Indonesia dibagi
menjadi dua yaitu bahan baku utama dan bahan pembantu.
Selain bahan baku utama, juga diperlukan bahan pembantu sebagai pendukung
proses produksi MSG, antara lain :
1. Asam sulfat (H2SO4)
Dalam proses produksi asam sulfat digunakan untuk mengikat kalsium dari tetes tebu (cane
molasses) pada saat proses dekalsifikasi serta digunakan pada proses kristalisasi pertama untuk
menurunkan pH larutan dari cairan hasil fermentasi (broth).
2. Natrium hidroksida (NaOH)
Natium hidroksida berfungsi untuk menetralkan asam glutamat (netralisasi) sehingga
terbentukmonosodium glutamate (MSG). Larutan asam glutamat yang semula memiliki kisaran pH 3
dapat berubah mencapai pH 6,2 – 6,5 setelah ditambahkan larutan NaOH 20%.
3. Amoniak (NH3)
Amoniak digunakan sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi, sebagai pertumbuhan sel
bakteri serta sebagai kontrol pH. Amoniak disimpan dalam karbon steel dan diatur secara otomatis
selama fermentasi.
4. Karbon aktif (actif carbon = AC)
Karbon aktif berfungsi untuk menyerap warna coklat kehitaman dari MSG cair dalam proses ini
disebut dekolorasi. Karbon aktif yang digunakan berbentuk serbuk sehingga penggunaanya langsung
dicampurkan pada MSG cair yang berwarna coklat kehitaman.
5. Antifoam
Antifoam berfungsi untuk mencegah terjadinya buih yang timbul selama proses fermentasi akibat
agitasi dan aerasi. Adanya buih akan menyebabkan autolysis dan mengurangi jumlah sel bakteri,
serta manaikkan beban agitasi. Antifoam yang digunakan bermerk dagang AZ.
6. Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral yang ditambahkan pada medium fermentasi antara lain biotin, vitamin B 1,
MnSO4, MgSO4, FeSO4.
7. Enzim
Enzim yang digunakan pada proses sakarifikasi tapioka adalah α- amilase dan glukoamylase.
8. Aronvis
Aronvis adalah zat yang digunakan sebagai koagulan yang digunakan pada proses dekalsifikasi.
9. Air
Air yang sering digunakan dalam proses pembuatan MSG adalah jenis Industrial Water (IW).
Monosodium glutamate (MSG) yang diproduksi oleh PT. Ajinomoto Indonesia diproses
dengan menggunakan metode fermentasi yang melibatkan aktifitas bakteriBrevibacterium
lactofermentum. Metode fermentasi berlangsung secara kontinyu. Gambar diagram alir
proses pembuatan MSG ditunjukkan pada Lampiran 3.
Berikut adalah proses produksi MSG PT. Ajinomoto Indonesia :
1. Dekalsifikasi
Kata decalsium berasal dari kata de yang berarti pengurangan atau penghilangan
dan kata kalsifikasi dari kata kalsium (Ca). Sehingga decalsium berarti proses pengurangan
atau penghilangan kalsium yang terkandung dalam tetes tebu sebagai bahan baku utama
dalam proses pembuatan MSG. Kalsium ini berasal dari proses kalsifikasi pada proses
pembuatan gula. Perlunya proses ini dikarenakan kalsium yang terkandung dalam tetes tebu
bisa menyebabkan masalah diantaranya :
1. Menyebabkan timbulnya kerak pada pipa, sehingga dapat menyebabkan penyempitan pipa yang
akhirnya dapat menghambat aliran tetes tebu.
2. Menyebabkan pembentukan struktur MSG yang mudah rapuh, sehingga tidak dapat menghasilkan
kristal MSG yang besar.
3. Berdampak buruk pada warna kristal (kristal tidak berwarna putih bersih).
Proses dekalsifikasi dilakukan dengan menambahkan H 2SO4 untuk mengendapkan
Ca+menjadi CaSO4 atau yang biasa dikenal dengan nama gypsum. Proses tersebut dilakukan pada
temperatur 90oC selama 1,5 jam. Jumlah H2SO4 yang ditambahkan tergantung pada kadar kalsium
yang terkandung dalam tetes tebu. Semakin besar kadar kalsium maka jumlah H2SO4yang
ditambahkan juga semakin banyak. Reaksi pengendapan yang terjadi adalah sebagai berikut :
Kalsium (Ca2+) bereaksi dengan asam sulfat (H2SO4) sehingga menghasilkan CaSO4. Untuk
mempermudah CaSO4 atau gypsum dapat mengendap maka perlu ditambahkan aronvis sebagai
koagulan.
Selain itu, H2SO4 juga digunakan untuk mengontrol pH pada titik isoelektrik, yaitu pada pH ±3
selama 8 jam dengan temperatur 50oC. Empat jam untuk perncampuran tetes tebu dan H 2SO4 empat
jam lagi untuk proses sedimentasi. Proses ini berlangsung dalam tangki sedimentasi (hane
thickener). Setelah itu diseparasi dengan menggunakan separator untuk memisahkan larutan Treated
Cane Molasses (TCM) dengan gypsum. Dimana, Treated Cane Molasses (TCM) merupakan cairan
tetes tebu yang sudah dipisahkan dari kalsium. Kemudiangypsum akan dialirkan menuju bak
penampung. Selanjutnya gypsum dapat dijual sebagai bahan campuran semen.
2. Sakarifikasi
3. Fermentasi
Brevibacterium lactofermentum
Proses ini berlangsung pada tangki fermentasi (fermentor). Fermentor yang digunakan
adalah jenis fermentor beragitasi yang berfungsi untuk mempertahankan homogenitas campuran
media dengan kultur bakteri serta mempercepat pencampuran dan pelarutan bahan – bahan.
Temperatur yang digunakan yaitu 31-38oC. Suhu 31oC merupakan suhu adaptasi bakteri, sedangkan
suhu 38oC adalah suhu optimal pertumbuhan bakteri. Sedangkan, waktu fermentasinya yaitu ± 36
jam. Hasil akhir dari proses fermentasi adalah Hakko Broth (HB).Hakko Broth (HB) merupakan cairan
yang mengandung asam glutamat yang masih bercampur dengan media dan kultur bakteri.
4. Isolasi
Proses isolasi bertujuan untuk mengisolasi asam glutamat dari cairan fermentasi (Hakko
Broth/ HB) yang kemudian mereaksikannya dengan NaOH sehingga dihasilkan monosodium
glutamate (MSG). Dalam tahap ini terdapat 5 proses utama, yaitu :
A. Asidifikasi
Proses asidifikasi ini juga disebut proses kristalisasi I. Pada proses ini, Hakko Broth(HB) yang
mengandung asam glutamat yang masih bercampur dengan media dan kultur bakteri dipisahkan
melalui proses ini dengan cara menambahkan asam sulfat (H 2SO4) pada tangki kristalisasi I. Tangki
tersebut dilengkapi dengan agitator untuk menghomogenkan konsentrasi H 2SO4 yang ditambahkan.
Penambahan H2SO4 dibuat untuk menciptakan kondisi pH isoelektris, yaitu sekitar 3 – 3,5 pada HB
sehingga diperoleh konsentrat asam glutamat. Kesetimbangan ion yang terjadi pada kondisi
isoelektris menyebabkan menurunnya kelarutan dan terjadi kristalisasi. Pada proses ini sudah terjadi
tahap awal pembentukan kristal dan jenis kristal yang terbentuk adalah kristal α. Kristal α dibentuk
untuk mengisolasi banyak asam glutamat serta karakteristiknya kuat dan stabil tetapi masih banyak
pengotor sehingga masih perlu pengolahan selanjutnya.
B. Separasi I
Tujuan dari proses separasi ini adalah untuk memisahkan kristal asam glutamat dengan
cairan fermentasi menggunakan alat Super Decanter Cantrifuge (SDC). Dimana, kristal asam
glutamat yang mempunyai berat jenis besar akan mendapat gaya yang lebih besar, sehingga terpisah
ke tepi. Sedangkan cairannya berada di tengah. Dalam proses ini dihasilkan 85% cairan
fermentasi dan 15% kristal asam glutamat. Kemudian cairan fermentasiyang masih mengandung sisa
asam glutamat, sisa mikroba, dan sisa fermentasi ini di evaporasi dengan Falling Film
Evaporator (FFE) sampai total solid antara 30 40%. Setelah dipekatkan cairan ini, didinginkan
dengan Cooling Water dan dipisahkan lagi menggunakanSuper Decanter Sentrifuge (SDC). Setelah
itu, menghasilkan kristal asam glutamat yang kedua dan cairan fermentasi yang sudah tidak bisa
dikristalkan lagi karena kelarutannya yang rendah. Sisa cairan fermentasi ini dijadikan sebagai bahan
dasar pembuatan pupuk amina.
C. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa cairan yang mungkin masih melekat pada
kristal asam glutamat dengan cara penyemprotan air ke kristal asam glutamat. Kemudian larutan
tersebut dipisahkan kembali menggunakan Super Decanter Sentrifuge(SDC) untuk memisahkan
kristal asam glutamate dan air sisa pencucian.
D. Pengubahan Kristal
Kristal α yang terdapat dalam kristal asam glutamat diubah menjadi kristal β untuk
mengurangi kandungan pengotor (Imurities) yang terdapat pada kristal α. Kristal β berbentuk prisma
hexagonal pipih dan berukuran lebih kecil daripada kristal α.
Proses pengubahan kristal ini dilakukan dengan cara mengalirkan steam suhu 90 oC selama ±
1 jam. Dengan pemanasan, proses perubahan kristal α menjadi β akan lebih cepat. Kristal yang
keluar masih bertemperatur tinggi, sehingga perlu didinginkan sampai 60 oC dengan cara mengalirkan
air pendingin, proses ini terjadi di tangki Transform Crystal Cooling(TCC).
E. Netralisasi
Pada proses ini, asam glutamat ditambahkan dengan NaOH 20% hingga mencapai pH 6,7 –
6,5, sehingga berubah menjadi monosodium glutamate cair atau disebut NL (Neutral Liquor). Proses
ini dilakukan pada temperatur sekitar 90oC. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut :
5. Purifikasi
A. Dekolorisasi
Dalam Neutral Liquor (NL) masih terdapat kotoran sisa medium fermentasi sehingga cairan
ini masih berwarna coklat kehitaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghilangan kotoran dengan
menambahkan karbon aktif sebesar 2% masa cairan. Proses ini disebut dekolorasi. Pada proses ini
juga dilakukan pengontrolan pH untuk menjaga kestabilan pH NL dengan menambah NaOH sampai
diperoleh pH ± 6,3.
Neutral Liquor (NL) yang telah ditambahkan karbon aktif, dilewatkan pada Filter untuk
memisahkan kembali cairan NL yang telah jernih dari karbon aktif yang telah mengikat kotoran –
kotoran sisa media fermentasi. Pada akhir proses dekolorisasi diperoleh cairanmonosodium
glutamate bening.
B. Kristalisasi II
Prinsip pada proses ini adalah membuat larutan monosodium glutamat(MSG) dalam
kondisi jenuh. Proses ini berlangsung secara kontinyu dan dialirkan pada heat
exchanger (HE) sehingga terjadi pemanasan hingga mencapai temperatur 60-70oC,
semakin tinggi suhu pemanasan maka kristal yang terbentuk semakin besar. Kristalisasi II
ini berfungsi untuk mengontrol ukuran kristal apakah termasuk Large Crystal (LC), Regular
Crystal (RC), atau Fine Crystal (FC).
C. Separasi II
Separasi II dilakukan untuk memisahkan kristal monosodium glutamat dari cairan
yang masih terkandung di dalamnya dengan menggunakan Super Decanter
Centrifuge (SDC). Setelah terpisahkan dari cairan tersebut, kristal monosodium
glutamat yang masih dalam bentuk kristal basah dilakukan proses pengeringan.
6. Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan dengan mengalirkan kristal basah dengan udara panas
bersuhu 130oC hingga kadar air kristal mencapai ± 2% dari kadar air sebelumnya yaitu ± 4-
6%. Setelah proses pengeringan selesai, kristal monosodium glutamat didinginkan terlebih
dahulu dalam mesin pendingin dengan suhu antara 30-40oC sehingga diperoleh kristal MSG
yang stabil pada suhu ruang.
Kristal monosodium glutamat yang kering dan telah didinginkan, kemudian dilakukan
proses pengayakan. Pengayakan dilakukan pada 3 ukuran kristal, antara lain :
a. Large Crystal (LC) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 30 mesh.
b. Reguler Crystal (RC) merupakan kristal MSG yang lolos ayakan berukuran 40 mesh.
c. Fine Crystal (FC) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 100 mesh.
7. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh luar agar tidak rusak
dan menambah umur simpan. Selain itu juga memudahkan dalam transportasi serta dapat
menarik konsumen. Bahan pengemas yang digunakan PT. Ajinomoto Indonesia, Mojokerto
Factory dibedakan menjadi :
a. Bahan pengemas primer yang terdiri dari dua lapis, yaitu Oriented Polypropylene (OPP) danPoly
Ethylene (PE).
b. Bahan pengemas non primer yang terdiri dari dua jenis, yaitu plastik pembungkus dan dimasukkan
dalam kotak karton double wall.
Dalam proses pengemasan terjadi proses utama setelah MSG dari tahap purifikasi
dihasilkan yaitu :
a. Proses Penimbangan
MSG curah yang dikemas dalam karung besar 800 kg dimasukkan ke dalam tangki
penyimpanan (storage tank). MSG kemudian dialirkan ke mesin pengemasan yang telah disesuaikan
dengan ukuran berat.
b. Proses Pengemasan
Pada proses pengemasan, pengemas diisikan berdasarkan ukuran kristal (LC, RC, atau FC)
dan tipe pengemas (calendar type). Adapun ukuran kemasannya adalah 10 g, 50 g, 72 g, 100 g, 150
g, 250 g, 300 g, 350 g, 454 g, 500 g, 1 kg.
Pada proses pengemasan terdapat detector ukuran berat (weighing control) dan metal
detector untuk menjaga mutu produk MSG dihasilkan oleh PT. Ajinomoto Indonesia, Mojokerto
Factory memiliki kapasitas produksi sebesar 180 ton MSG per hari.
Juwita, Ratna. 2012. Pengembangan Bahan untuk Industri Pertanian. PT Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta.
Sabri et al. 2006. Mikrobiologi Hasil Pertanian. Penerbit IKIP Malang. Malang.
Sukawan. 2008. Bioindustri. PAU Bioteknologi IPB. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Tarigan, Nur M. Ridha. 2004. Analisis Pelaksanaan Pengendalian Mutu Pada Perusahaan. Jurnal
Manajemen dan Bisnis. Vol. 4 No.2.
Tobing. 2009. Vetsin dan Konsumsinya. Mikrobiologi Hasil Pertanian. Penerbit IKIP Malang.
Malang.
Yuliarti. 2007. Flavor Enhancer, dalam Risalah Seminar Bahan Tambahan Kimiawi (Food
Additive). PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.