Anda di halaman 1dari 67

PRODUKSI SELO-OLIGOSAKARIDA

DARI FRAKSI SELULOSA TONGKOL JAGUNG


OLEH SELULASE Trichoderma viride

Oleh
Eka Tridasma Resita
F34102103

2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Eka Tridasma Resita. F34102103. Produksi Selo-oligosakarida Dari Fraksi
Selulosa Tongkol Jagung oleh Selulase Trichoderma viride. Di bawah bimbingan
Titi Candra Sunarti dan Nur Richana. 2006.

RINGKASAN

Produksi jagung nasional terus meningkat pada tahun 2003 sebanyak


10,87 juta ton menjadi 12,5 juta ton pada tahun 2004. Menurut Koswara (1991)
presentase tongkol jagung sebesar 30% dalam jagung. Dalam tongkol jagung
tersebut menurut Irawadi (1991) mengandung 40% selulosa. Selulosa ini
berpotensi untuk digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan mikroorganisme
selulolitik dalam memproduksi selulase. Selain itu selulosa tersebut juga dapat
digunakan sebagai substrat untuk memproduksi selo-oligosakarida.
Salah satu mikroorganisme yang mampu memanfaatkan selulosa untuk
pertumbuhannya adalah kapang Trichoderma viride. Kapang ini menghasilkan
enzim selulolitik yang sangat efisien, terutama enzim yang mampu mengkatalisis
reaksi hidrolisis kristal selulosa. Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme
selulolitik disebut selulase.
Pada penelitian ini memproduksi dua jenis selulase dari substrat yang
berbeda. S1 adalah selulase yang diproduksi dari substrat tongkol jagung yang
telah mengalami delignifikasi. S2 adalah selulase yang diproduksi dari substrat
fraksi selulosa tongkol jagung. Produksi selulase tersebut menggunakan media
Andreoti yang dimodifikasi pada sistem kultivasi media padat.
S1 mempunyai aktivitas kerja yang optimum pada pH 4,8 dan suhu 50°C.
S1 lebih aktif bekerja pada selulosa dalam bentuk amorf. S2 mempunyai aktivitas
kerja yang optimum pada pH 5 dan suhu 40°C. S1 lebih aktif bekerja pada
selulosa dalam bentuk kristalin. Aktivitas spesifik FP-ase S1, CMC-ase S1, FP-
ase S2, dan CMC-ase S2 berturut-turut adalah 0,42; 2,17; 0,19 dan
0,08 IU/ml mg.
Hidrolisis berbagai konsentrasi fraksi selulosa (1%, 2%, 3%) oleh S1 dan
S2 dilakukan pada suhu dan pH otimum sesuai aktivitas kerja masing-masing
enzim. S2 menghasilkan produk hidrolisis dengan total gula dan gula pereduksi
dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan S1. Total gula produk hidrolisis
oleh S1 berkisar antara 72,07 sampai 197,96 mg/ml, sedangkan total gula produk
hidrolisis oleh S2 berkisar antara 223,47 dan 537,62 mg/ml. Gula pereduksi
produk hidrolisis oleh S1 berkisar antara 2,91 sampai 13,39 mg/ml, sedangkan
gula pereduksi produk hidrolisis oleh S2 berkisar antara 3,59 dan 21,53 mg/ml.
Dextrose Equivalent (DE) produk hidrolisis berbagai konsentrasi fraksi
selulosa oleh S2 lebih kecil daripada S1, sedangkan DE produk hidrolisis oleh S1
berkisar antara 4,03 sampai 6,76. DE produk hidrolisis oleh S2 berkisar antara
1,60 dan 4,0. Produk hidrolisis berbagai konsentrasi fraksi selulosa oleh S2
mempunyai Derajat Polimerisasi (DP) lebih besar daripada S1, sedangkan DP
produk hidrolisis oleh S1 berkisar antara 24,76 sampai 14,77. DP produk
hidrolisis oleh S2 berkisar antara 62,17 dan 24,96. Selama 48 jam S1 dan S2
mampu menghidrolisis berbagai konsentrasi fraksi selulosa sehingga
menghasilkan selo-oligosakarida.
PRODUKSI SELO-OLIGOSAKARIDA
DARI FRAKSI SELULOSA TONGKOL JAGUNG
OLEH SELULASE Trichoderma viride

Oleh
Eka Tridasma Resita
F34102103

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Pertanian
Fakutas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PRODUKSI SELO-OLIGOSAKARIDA
DARI FRAKSI SELULOSA TONGKOL JAGUNG
oleh SELULASE Trichoderma viride

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Pertanian
Fakutas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
Eka Tridasma Resita
F34102103

Dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1985


Tanggal lulus :

Disetujui
Bogor,

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi Ir. Nur Richana, MSi
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 30 Maret 1985


dari ayah bernama Sudarmadji dan ibu bernama Sri Mulyani. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1990 di Sekolah Dasar
(SD) Xaverius Semarang dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1996 sampai
1999 penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Domenico Savio Semarang dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum
(SMU) Negeri III Semarang dari tahun 1999 sampai 2002.
Tahun 2002 penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan
berhasil diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis aktif mengikuti kepanitian dan
mengikuti seminar. Penulis mengakhiri masa studi di IPB pada tanggal 4
September 2006. Setelah menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Produksi Selo-
oligosakarida dari Fraksi Selulosa Tongkol Jagung oleh Selulase Trichoderma
viride”.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang dengan kasih


karuniaNya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini disusun dan ditulis berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri, Teknik Kimia, Pengawasan Mutu,
DIT1 dan DIT2, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB pada bulan Oktober 2005 sampai Juni 2006.
Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dari awal kegiatan praktek lapang hingga selesainya laporan praktek
lapang ini yaitu kepada Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi dan Ir. Nur Richana, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberi
pengarahan kepada penulis; Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku dosen penguji,
seluruh staf, laboran dan karyawan Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas
segala bantuan dan kerjasamanya; Orangtua, nenek, adik serta semua kerabat
tercinta yang mendukung, mendoakan dan memberi semangat kepada penulis;
Fery, Hendro, dan April sebagai partner dalam penelitian; teman–teman
seangkatan TIN’39 yang saling mendukung dan memberi semangat. Semua pihak
yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan moril baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada penulis.
Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang
memerlukan. Penulis meminta maaf bila ada kesalahan atau kata-kata yang kurang
berkenan.

Bogor, September 2006


Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1
B. TUJUAN ................................................................................................ 2
C. MANFAAT ............................................................................................ 3
D. RUANG LINGKUP ............................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
A. JAGUNG ................................................................................................ 4
B. TONGKOL JAGUNG ........................................................................... 7
C. SELULOSA ........................................................................................... 8
D. Trichoderma viride ................................................................................. 11
E. SELULASE ............................................................................................ 12
F. SELOOLIGOSAKARIDA ..................................................................... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 18
A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................ 18
B. METODE PENELITIAN ....................................................................... 18
1. Penelitian Pendahuluan .................................................................. 18
a. Analisis Kimia Tongkol Jagung ................................................ 18
b. Perlakuan Pendahuluan .............................................................. 19
2. Penelitian Utama .............................................................................. 19
a. Produksi Selulase ....................................................................... 19
b. Karakterisasi Selulase yang Dihasilkan ..................................... 21
c. Produksi Selo-oligosakarida ...................................................... 21

iv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 23
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ......................................................... 23
1. Analisis Kimia Tongkol Jagung ....................................................... 23
2. Perlakuan Pendahuluan .................................................................... 24
B. PENELITIAN UTAMA ......................................................................... 28
1. Karakterisasi Selulase yang Dihasilkan ........................................... 28
a. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Selulase ............................. 29
b. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Selulase ................................. 30
c. Kandungan Protein Terlarut dalam Filtrat ................................. 31
d. Aktivitas spesifik ........................................................................ 32
2. Produksi Selo-oligosakarida ............................................................ 36
a. Total Gula dan Gula Pereduksi .................................................. 36
b. Derajat Polimerisasi ................................................................... 39
c. Dextrose Equivalent ................................................................... 41
d. Analisis Komposisi Hidrolisat dengan HPLC ........................... 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 45
A. KESIMPULAN ...................................................................................... 45
B. SARAN .................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46
LAMPIRAN ................................................................................................. 50

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Produksi Jagung Selama Periode 1990 sampai 2004 ........................... 4
Tabel 2. Karakteristik Jagung varietas Bisma .................................................... 6
Tabel 3. Komposisi Tongkol Jagung .................................................................. 7
Tabel 4. Komposisi Media Andreoti .................................................................. 20
Tabel 5. Komposisi Kimia Tongkol Jagung varietas Bisma .............................. 23
Tabel 6. Komposisi Kimia Tongkol Jagung Sebelum dan Setelah
Delignifikasi, serta Setelah Isolasi Selulosa ........................................ 24

Tabel 7. Rangkuman data aktivitas, total protein dan aktivitas spesifik


S1 dan S2 32

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Pohon Industri Jagung ................................................................... 5
Gambar 2. Struktur Selulosa ........................................................................... 8
Gambar 3. Mekanisme Kerja Selulase ............................................................ 14
Gambar 4. Neraca Massa Penyiapan Fraksi Selulosa dari Tongkol Jagung .... 27
Gambar 5. Pengaruh Perubahan Suhu terhadap Aktivitas Selulase ................ 29
Gambar 6. Pengaruh Perubahan pH terhadap Aktivitas Selulase ................... 31
Gambar 7. Pengaruh Perubahan Suhu terhadap Aktivitas Spesifik Selulase . 33
Gambar 8. Pengaruh Perubahan pH terhadap Aktivitas Spesifik Selulase ..... 35
Gambar 9. Kurva Gula Pereduksi dari Produk Hidrolisis Selulosa
dengan Berbagai Konsentrasi dan Jenis Enzim ............................. 37

Gambar 10. Kurva Total Gula dari Produk Hidrolisis Selulosa dengan
Berbagai Konsentrasi dan Jenis Enzim .......................................... 38

Gambar 11. Kurva Derajat Polimerisai dari Produk Hidrolisis Selulosa


dengan Berbagai Konsentrasi dan Jenis Enzim ............................. 40

Gambar 12. Kurva Derajat Ekuivalensi dari Produk Hidrolisis Selulosa


dengan Berbagai Konsentrasi dan Jenis Enzim ............................ 42

Gambar 13. HPLC Produk Hidrolisis Selulosa 1% oleh Selulase dari


Tongkol Jagung Delignifikasi ........................................................ 43

Gambar 14. HPLC Produk Hidrolisis Selulosa 1% oleh Selulase dari


Fraksi Selulosa ............................................................................... 44

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Prosedur Analisis Kimia Tongkol Jagung ................................... 50
Lampiran 2. Prosedur Aktivitas FP-ase ........................................................... 55
Lampiran 3. Prosedur Aktivitas CMC-ase ....................................................... 56
Lampiran 4. Prosedur Kandungan Protein Terlarut Dalam Filtrat ................... 57
Lampiran 5. Proses Produksi Selo-oligosakarida ............................................. 58
Lampiran 6. Prosedur HPLC Produk Hidrolisis Selulosa Tongkol ................. 59
Lampiran 7. Prosedur Penetapan Total Gula, Gula Pereduksi, dan
Perhitungan DP serta DE ............................................................. 60

Lampiran 8. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Selulase ............................... 62


Lampiran 9. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Selulase ................................... 63

Lampiran 10. Kandungan Protein Terlarut dalam Filtrat Selulase Kasar


dan Kurva Standar Protein ........................................................... 64

Lampiran 11. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Spesifik Selulase .................. 65


Lampiran 12. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Spesifik Selulase ..................... 66

Lampiran 13. Nilai Gula Pereduksi, Total Gula, Derajat Polimerisasi


dan Derajat Ekuivalensi Produk Hidrolisis Selulosa
Tongkol Jagung secara Enzimatis ................................................ 67

Lampiran 14. Kromatogram dari HPLC untuk Karbohidrat Standard .............. 68

viii
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam peningkatan perekonomian nasional, jagung adalah


penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan.
Sumbangan jagung terhadap PDB terus meningkat setiap tahun, sekalipun
pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, jagung memberikan sumbangan
terhadap perekonomian Indonesia sebesar Rp 9,4 triliun dan pada tahun 2003
meningkat tajam menjadi Rp 18,2 triliun. Kondisi ini mengindikasikan
besarnya peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman
pangan dan perekonomian nasional pada umumnya
(www.litbang_deptan.go.id).
Kerja keras untuk meningkatkan produksi jagung, baik melalui
perluasan areal tanam maupun penggunaan benih hibrida dan komposit, telah
meningkatkan produksi jagung nasional dari 6,26 juta ton pada tahun 1991
menjadi 10,89 juta ton pada tahun 2003, walaupun hingga kini belum mampu
mencukupi kebutuhan, sehingga masih diperlukan impor. Peluang
peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka luas melalui
peningkatan produktivitas yang sekarang masih rendah (3,3 ton/ha) dan
pemanfaatan potensi lahan yang masih luas, terutama di luar Jawa
(www.litbang_deptan.go.id).
Pemanfaatan tanaman termasuk di dalamnya jagung, untuk keperluan
pangan sementara ini hanya mengacu pada biji. Bagian tanaman yang lain
seperti batang, tangkai, daun, dan tongkol umumnya belum dimanfaatkan
secara optimal. Bagian-bagian tanaman tersebut merupakan limbah hasil
pertanian yang diantaranya banyak mengandung selulosa.
Menurut Koswara (1991) 30% berat total jagung adalah tongkol
jagung, sedangkan sisanya adalah kulit dan biji, sehingga potensi tongkol
jagung di Indonesia sebesar 3,267 juta ton pada tahun 2003 dari produksi
jagung yang ada. Potensi yang besar ini harus dapat dimanfaatkan secara
optimal.
2

Tongkol jagung banyak mengandung selulosa. Irawadi (1991)


menyatakan bahwa tongkol jagung mengandung selulosa (40%), hemiselulosa
(36%), dan lignin (16%) serta zat-zat lain (8%). Selama ini tongkol jagung
sebagian besar hanya digunakan sebagai filler dalam pakan ternak. Oleh
karena itu tongkol jagung dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi
yaitu substrat untuk produksi selulase dan sebagai bahan pembentuk senyawa
prebiotik, dimana selulosa yang terkandung di dalamnya dikonversi menjadi
oligosakarida (selo-oligosakarida).
Senyawa prebiotik merupakan senyawa yang baik untuk sistem
pencernaan manusia. Senyawa prebiotik biasanya terdiri dari oligosakarida
fungsional (Tomomatsu, 1994). Oligosakarida fungsional tersebut antara lain
IMO (Isomaltoseoligosaccharide), FOS (Fructooligosaccharide), GOS
(Gentiooligosaccharide), COS (Cellooligosaccharide) dan XOS
(Xilooligosaccharide).
Selo-oligosakarida diproduksi melalui hidrolisis fraksi selulosa oleh
selulase. Hidrolisis fraksi selulosa secara enzimatis ini dipilih karena proses
enzimatis dapat menghasilkan produk yang spesifik (selo-oligosakarida)
sesuai dengan yang diinginkan. Untuk memproduksi selo-oligosakarida secara
enzimatis perlu diperhatikan beberapa faktor yaitu pH, suhu dan aktivitas
spesifik selulase, sehingga diperoleh selo-oligosakarida yang diinginkan.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Memproduksi selulase dari Trichoderma viride dengan menggunakan
tongkol jagung sebagai media tumbuh.
2. Mendapatkan kondisi kerja (pH dan suhu) optimum selulase yang
diproduksi.
3. Memproduksi selo-oligosakarida dari fraksi selulosa tongkol jagung
melalui hidrolisis secara enzimatis.
3

C. MANFAAT

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk meningkatkan nilai tambah hasil samping jagung dengan
mengkonversi tongkol jagung menjadi selo-oligosakarida.
2. Sebagai salah satu jalan penerapan produksi bersih pada industri
pengolahan berbahan baku jagung.

D. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Jagung yang digunakan adalah varietas Bisma. Bagian jagung yang
digunakan adalah tongkolnya, tepatnya fraksi selulosa.
2. Kapang yang digunakan adalah Trichoderma viride.
3. Produksi selulase dilakukan dengan kultivasi media padat.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAGUNG

Jagung termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian


dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi
multiguna, baik untuk pangan maupun pakan. Penggunaan jagung untuk
pakan telah mencapai 50% dari total kebutuhan (www.litbang_deptan.go.id).
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2000-2004), kebutuhan
jagung untuk bahan baku industri pakan, makanan, dan minuman meningkat
10-15%/tahun. Perkembangan produksi jagung menurut BPS selama periode
1990 sampai 2004 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Jagung Selama Periode 1990 sampai 2004


(www.litbang_deptan.go.id)
Tahun Produksi (000) ton
1990 6.734
1991 6.255
1992 7.995
1993 6.459
1994 6.869
1995 8.245
1996 9.307
1997 8.771
1998 10.169
1999 9.204
2000 9.677
2001 9.165
2002 9.654
2003 10.886
2004 11.355

Sebagai bahan pangan yang mengandung 70% pati, 10% protein, dan
5% lemak, jagung mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi
beragam macam produk. Produk turunan potensial yang bisa dihasilkan dari
komoditas jagung disajikan pada Gambar 1.
5

Pakan
Daun
Kompos
Pakan
Kulit/
kelobot Kompos

Industri rokok
Pakan

Pangan
Pati
Bahan Industri

Pakan

Tepung Pangan
Jagung
pipilan Bahan Industri

Tanaman
Jagung Pakan
Grit
Buah Pangan
Jagung
Lembaga Minyak

Kulit ari Bahan baku


industri
Kompos

Tongkol Bahan Bakar

Pakan

Pulp
Rambut Pakan
Ternak
Kertas
Batang
Bahan Bakar

Gambar 1. Pohon Industri Jagung (www.litbang_deptan.go.id)


6

Jagung varietas Bisma merupakan salah satu jenis dari jagung


komposit. Jagung komposit adalah jenis tanaman jagung yang berkualitas,
berproduksi tinggi, dapat ditanam di berbagai jenis lahan, dan dari hasil panen
biji jagungnya dapat ditanam kembali. Untuk mengetahui lebih jelas tentang
karakteristik jagung varietas Bisma dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Jagung varietas Bisma (Suhartini, 2001)


Asal Persilangan Pool 4 dengan bahan introduksi disertai
seleksi selama 5 generasi
Golongan Bersari bebas
Umur 50% keluar rambut + 60 hari
Batang Tegap, tinggi medium (+ 190 cm)
Daun Panjang dan lebar
Tongkol Besar dan silindris
Biji Setengah mutiara (semi flint)
Warna Daun Hijau tua
Warna biji Kuning
Warna janggel Kebanyakan putih
Kelobot Menutup tongkol dengan cukup baik
Baris biji Lurus dan rapat
Perakaran Baik
Kerebahan Tahan rebah
Jumlah baris/ tongkol 12 – 18 baris
Bobot 100 biji + 307 g
Rata-rata hasil 5,7 ton/ha pipilan kering
Potensi hasil 7,0 – 7,5 ton/ ha pipilan kering
Ketahanan Tahan penyakit karat, bercak daun, dan bulai
penyimpanan
Keterangan Baik untuk dataran rendah sampai ketinggian 500 m
dpl (untuk dataran tinggi belum diadakan percobaan)

Koswara (1991) mengatakan bahwa jagung terdiri dari kelobot (kulit),


biji dan tongkol. Kelobot berfungsi menutupi biji jagung yang tersusun pada
tongkol. Tongkol jagung merupakan tempat pembentukan lembaga dan
gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji serta modifikasi dari
cabang. Tongkol mulai berkembang pada ruas-ruas batang. Tongkol utama
umumnya terdapat pada ruas batang keenam sampai kedelapan dari atas dan
pada ruas-ruas di bawah biasanya terdapat lima sampai tujuh tongkol yang
7

tidak berkembang secara sempurna. Klasifikasi jagung adalah sebagai


berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kefas : Monocotyledonae
Bangsa : Graminales
Suku : Graminaeae
Marga : Zea
Jenis : Zea mays L.

B. TONGKOL JAGUNG

Menurut Richana et al. (2004) menyatakan bahwa tongkol jagung


mengandung selulosa (44,9 %), xilan (31,8 %), dan lignin (23,3 %). Dengan
komposisi kimia seperti ini maka tongkol jagung dapat digunakan sebagai
sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi
pertumbuhan mikroorganisme.
Analisis Proksimat tongkol jagung sebagai pakan ternak disajikan pada
Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Tongkol Jagung


Komponen a (%) b (%)
Air 9,6 7,7
Abu 1,5 -
Protein Kasar 2,5 -
Lemak Kasar 0,5 -
Serat Kasar 32,0 39,0
NDF 83,0 -
Hemiselulosa 36,0 -
Selulosa 41,0 44,9
Lignin 6,0 23,3
Xilan 30,0 31,8
Pektin 3,0 -
Pati 0,014 -
Ekstrak Nitrogen Bebas 53,5 -
Sumber : a Lorenz dan Kulp (1991)
b
Richana et al. (2004)
8

C. SELULOSA

Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam. Salah


satu sumber selulosa yang paling murni di alam adalah serat kapas, yang
hanya mengandung sekitar 5% zat selain selulosa. Sebagian besar bahan
selulosa yang ditemui di alam mengandung tiga komponen utama yaitu
selulosa, lignin dan hemiselulosa dengan perbandingan sekitar 4 : 3 : 3,
sehingga sering disebut juga dengan istilah lignoselulosa.
Selulosa merupakan polimer karbohidrat atau polisakarida yang
tersusun dari unit anhidroglukopiranosa dengan rumus C6H10O5. Selulosa
diikat oleh β-1,4 glikosidik membentuk rantai polimer linier dengan struktur
rantai yang seragam. Dua unit glukosa yang berdekatan akan berikatan dengan
cara melepaskan satu molekul air, yang terbentuk dari gugus-gugus hidroksil
pada atom karbon kesatu dan keempat. Posisi beta dari grup-OH pada C1 akan
berhubungan dengan unit glukosa lain pada C1 – C4 dari cincin piranosida,
membentuk unit selobiosa.
Selulosa yang merupakan bagian terbesar dari komponen lignoselulosa
tanaman, dapat dicirikan sebagai polimer linier dari unit D-glukosa yang
berberat molekul tinggi. Ikatan β-1,4 glikosidik yang kuat dari selulosa dapat
membentuk kristal mikrofibril, yang kemudian secara bersama-sama
membentuk serat selulosa yang tidak larut. Sifat kimia dan fisik dari selulosa
menyebabkan selulosa berfungsi sebagai komponen struktural utama dalam
dinding sel tanaman. Struktur Selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Selulosa

Gugus-OH pada atom C1 berasal dari hidrat aldehida yang terbentuk


pada saat pembentukan cincin secara intramolekuler oleh ikatan hemiasetal.
9

Hal ini menyebabkan grup-OH pada ujung C1 memiliki sifat pereduksi. Gugus
OH pada ujung C4 dari selulosa merupakan gugus hidroksil alkohol, sehingga
bersifat non-reduksi (Achmadi, 1989; Fengel dan Wegener, 1984).
Terdapat dua macam ikatan hidrogen yang terdapat pada struktur
selulosa, yaitu : ikatan hidrogen intramolekular dan ikatan hidrogen
intermolekular. Ikatan hidrogen yang dibentuk dari O (6) pada satu residu
glukosa dengan O (2)H pada glukosa di sebelahnya dan juga dari O (3)H
dengan oksigen O (5)H cincin, merupakan ikatan hidrogen intramolekul.
Ikatan hidrogen intermolekular terjadi akibat ikatan dari O (3”) pada satu
rantai dengan O (6) pada rantai disampingnya (Achmadi, 1989).
Ikatan hidrogen intramolekular mempertahankan kekakuan rantai
selulosa, sedangkan ikatan intermolekular menyebabkan rantai selulosa saling
berikatan membentuk suatu mikrofibril (Achmadi, 1989). Beberapa
mikrofibril ini kemudian membentuk fibril dan akhirnya menjadi serat
selulosa. Struktur fibril dan kuatnya ikatan hidrogen, menyebabkan selulosa
bersifat tidak larut dalam berbagai pelarut.
Bagian selulosa yang mudah dihidrolisis disebut bagian amorf dari
selulosa. Umumnya selulosa mengandung 15 % bagian amorf dan 85 %
kristalin. Setelah selulosa amorf dipisahkan, akan diperoleh partikel berbentuk
batang dari selulosa kristalin (Fengel dan Wegener, 1984).
Pengembangan polimer biasanya diikuti dengan pelarutan, tetapi
banyak senyawa yang mengembangkan selulosa tanpa menghasilkan
pelarutan. Apabila selulosa mengembang karena gaya pelarutan, maka gaya
antar molekul menurun sehingga molekul akan lebih mudah bereaksi. Selulosa
yang telah kembang lebih rentan terhadap degradasi termal, mungkin karena
lebih mudahnya gerakan translasi dari segmen (Achmadi, 1989).
Cairan akan menginduksi selulosa untuk mengembang (swelling).
Sejumlah cairan dapat memasuki struktur selulosa secara sempurna dan
sekaligus akan menyebabkan pengembangan intrakristalin dan interkristalin.
Pengembangan interkristalin terjadi bila cairan tidak dapat memasuki daerah-
daerah kristalin dan hanya menyebabkan mengembangnya struktur
interkristalin. Pengembangan struktur interkristalin terutama terjadi akibat
10

interaksi selulosa dengan air sehingga untuk mempelajarinya diperlukan


pengetahuan mengenai sifat air dan sifat kristalnya. Interaksi selulosa dengan
air umumnya terjadi pada daerah interkristalin atau permukaan kristalit.
Bentuk kristal air yang kaku, yang terbentuk akibat ikatan hidrogen di antara
molekul-molekul air mempengaruhi interaksi air dengan selulosa (Zeronian,
1985 di dalam Irawadi, 1990).
Ikatan hidrogen selain terdapat di antara gugus OH dari selulosa, juga
terdapat di antara OH-selulosa dan OH-air. Absorbsi air pada selulosa
tergantung pada jumlah OH bebas atau pada gugus OH-selulosa yang tidak
digunakan berikatan diantara struktur selulosa. Akibat lebih sedikitnya grup
OH bebas yang terdapat pada selulosa kapas dibandingkan selulosa kayu,
menyebabkan selulosa kayu dapat menyerap air lebih banyak dibandingkan
selulosa kapas pada kelembaban sama (Zeronian, 1985 di dalam Irawadi,
1990). Air dalam bentuk uap, secara normal tidak dapat menetrasi ke dalam
kristal selulosa secara baik. Begitu juga interaksi selulosa dengan pelarut-
pelarut organik tidak sebaik interaksi selulosa dengan air, karena pelarut-
pelarut organik tidak dapat menetrasi ke dalam daerah kristalit.
Ada beberapa tipe pereaksi yang dapat menyebabkan selulosa mekar
secara intrakristalin. Pereaksi-pereaksi yang dapat memekarkan selulosa
antara lain hidroksida logam alkali, garam-garam dalam larutan basa kuat,
beberapa garam dari asam anorganik, senyawa amina dan sejenisnya. Dari
sekian banyak pereaksi tersebut, hidroksi logam alkali merupakan pereaksi
yang paling banyak digunakan dalam industri (Zeronian, 1985 di dalam
Irawadi, 1990), larutan NaOH lazim digunakan untuk memekarkan selulosa
(Achmadi, 1989).
Pemekaran selulosa dipengaruhi oleh jenis hidroksi logam alkali yang
digunakan dan berkorelasi dengan pemekaran serat dan derajat hidrasi ion
logam. Ukuran atom mempengaruhi kemampuan hidrasi. Ion yang memiliki
volume atom lebih kecil membawa lebih banyak molekul air dari pada ion
yang memiliki volume besar. Kekuatan hidrasi kation logam alkali
diperkirakan mengikuti urutan sebagai berikut : Li > Na > K > Rb > Cs.
Apabila ion alkali beraksi dengan selulosa, maka air hidrasi akan tertinggal
11

dalam ion, selanjutnya rantai selulosa akan tertekan dan pemekaran terjadi.
Derajat pemekaran selulosa dalam hidroksi logam alkali menurun sesuai
dengan penurunan daya hidrasinya (Zeronian, 1985 di dalam Irawadi 1990).

D. Trichoderma viride

Salah satu mikroorganisme yang mampu memanfaatkan selulosa untuk


pertumbuhannya adalah kapang Trichoderma viride. Kapang ini menghasilkan
enzim selulolitik yang sangat efisien, terutama enzim yang mampu
mengkatalisis reaksi hidrolisis kristal selulosa (Kosaric et al., 1980).
Klasifikasi Trichoderma viride menurut Domsch dan Gams (1972)
adalah sebagai berikut :
Divisio : Thallophyta
Phylum : Fungi (Eumycota)
Kelas : Deuteromycetes
Famili : Moniliales
Ordo : Moniliaceae
Genus : Trichoderma (genus dengan filaspora ameros porous)
Spesies : Trichoderma viride
Trichoderma viride adalah kapang tanah yang dikenal luas di berbagai
daerah. Habitatnya mulai dari belahan bumi utara, daerah Pegunungan Alpen,
hingga ke daerah tropis. Kapang ini juga ditemui pada sungai tercemar, daerah
perairan, laut asin, rawa-rawa dan padang pasir (Domsch dan Gams, 1972).
Morfologi Trichoderma viride adalah miselium bersepta, bercabang
banyak, konidioseptat dan cabang yang paling ujung berfungsi sebagai
sterigma, konidia yang berwarna hijau cerah bergerombol menjadi satu
berbentuk bola, dan berkas hifa yang berwarna putih terlihat menonjol jelas
antara koniodiosphora, serta mampu tumbuh linier hingga sepanjang 100-150
mm (Frazier dan Westhoff, 1977).
Pada medium agar dan pembiakan sintetik, suhu optimum adalah 20-
28°C. Pada suhu 6°C dan 32°C kapang terlihat masih tumbuh dengan baik.
Kisaran pH pertumbuhan kapang adalah selang pH 1,5 hingga 9 dengan pH
optimum antara 5 dan 5,5 (Domsch dan Gams, 1972). Kisaran pH 3,0 – 7,0
12

adalah ideal bagi kebanyakan kapang. Untuk mengurangi kemungkinan


tumbuhnya bakteri lebih disukai penggunaan pH 5,0 atau lebih rendah sebagai
pH awal media. Kisaran suhu terbaik adalah pada 25-36°C dan laju
pertanaman berkurang diatas kisaran ini (Lichfied, 1984).

E. SELULASE

Menurut Mandels et al. (1976) selulase merupakan enzim yang sangat


penting peranannya dalam proses biokonversi limbah-limbah organik
berselulosa menjadi glukosa, makanan ternak dan etanol.
Prinsip utama produksi selulase yaitu dihasilkan oleh mikroorganisme
yang diinkubasi dalam substrat yang diperkaya dengan nutrien pendukung
seperti nitrogen dan fosfat. Mikroorganisme berperan sebagai pemecah
glukosa yang terdapat dalam substrat. Aktivitas mikroorganisme sangat
dipengaruhi kondisi lingkungan pada saat inkubasi seperti kandungan nutrien,
oksigen bagi organisme aerob dan derajat keasaman (pH).
Hasil penelitian Ariestaningtyas (1991) menunjukkan bahwa dengan
penambahan pepton 2% dan laktosa 1%, pada sistem kultivasi (fermentasi)
media padat menghasilkan enzim dengan aktivitas yang lebih tinggi daripada
fermentasi cair. Pada selang suhu 25-35ºC dan selang lama inkubasi 3 – 9 hari,
aktivitas enzim dan kandungan protein terlarut dalam filtrat kasar meningkat
dengan semakin rendah suhu inkubasi dan semakin lama inkubasi.
Menurut Ariestaningtyas (1991) Trichoderma viride pada substrat
tongkol jagung menghasilkan aktivitas selulase tertinggi ketika suhu inkubasi
25ºC dan lama inkubasi 9 hari.
Stenberg (1976) menyatakan bahwa penambahan pepton ke dalam
medium pertumbuhannya adalah untuk memperpendek fase lag dalam
pertumbuhan dan produksi selulase dari Trichoderma viride.
Tween 80 (polioksi etilen sorbitan mono-oleat) dapat menstimulir
ekskresi dan melipatgandakan rendemen selulase pada Trichoderma. Aktivitas
enzim yang diekstrak dapat ditingkatkan dengan menambahkan Tween 80
pada saat ekstraksi. Fungsi Tween 80 dalam meningkatkan aktivitas belum
13

jelas benar, akan tetapi Tween dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel
sehingga proses keluarnya enzim dari dinding sel menjadi lebih mudah.
Mineral tambahan banyak dipakai dalam memproduksi selulase, tujuan
pemakaiannya adalah untuk pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas selulase
yang dihasilkan. Berbagai formulasi mineral yang dipakai oleh berbagai
peneliti mengandung komponen-komponen utama seperti amonium sulfat dan
urea sebagai sumber nitrogen anorganik (Trichoderma tidak mampu
menggunakan nitrat). Mineral lainnya meliputi komponen yang umumnya
terdapat dalam media fungi seperti kalium dihidrogen fosfat dan magnesium
sulfat. Penambahan kobalt (Co) dan kalsium (Ca) tidak merupakan suatu
keharusan untuk pertumbuhannya tetapi meningkatkan produksi selulase.
Selain unsur-unsur utama seperti karbon, nitrogen, fosfor dan sulfur,
dalam pertanamannya kapang memerlukan unsur-unsur kelumit seperti Fe++,
Cu++, Zn++, Mn++, Mg++ dan lain-lain. Magnesium dan kalsium dapat
berfungsi sebagai pengendap senyawa kimia yang dapat mengganggu
pertanaman kapang.
Selulase yang diperoleh dari Trichoderma viride menunjukkan aktivitas
yang optimum pada kisaran pH 4,5-5,5. Selanjutnya dikatakan bahwa pH
optimum enzim yang sama dapat bervariasi, tergantung pada substratnya.
Bahkan pada substrat yang sama, pH optimum dipengaruhi tipe assay yang
digunakan (Kulp, 1975).
Selulase merupakan enzim kompleks yaitu bekerja secara sinergis satu
sama lain. Menurut Miyamoto (1997) selulase terdiri dari tiga komponen
enzim yang penting yaitu endoglukanase, selobiohidrolase dan β-glukosidase,
yaitu :
1. Endoglukanase
Enzim ini berfungsi memotong secara acak ikatan selulosa menjadi selo-
oligosakarida. Enzim ini aktif menyerang pada bagian selulosa yang
tersubstitusi seperti CMC.
2. Selobiohidrolase/Eksoglukanase
Enzim ini menyerang ujung rantai selulosa non-pereduksi dan
membebaskan selobiosa dari rantai selulosa.
14

3. β-glukosidase
Enzim ini menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.
Mekanisme kerja selulase disajikan pada Gambar 3. Mekanisme kerja
selulase adalah sebagai berikut :
1. Endoglukanase menyerang bagian selulosa yang amorf, membuka jalan
bagi eksoglukanase.
2. Eksoglukanase (Selobiohidrolase) menyerang bagian selulosa yang telah
terbuka oleh endoglukanase membebaskan selobiosa dari serat selulosa.
3. Terjadi kerjasama antara endoglukanase dan eksoglukanase merombak
selulosa menjadi selo-oligosakarida dan selobiosa.
4. β-glukosidase mengubah selobiosa yaitu hasil kerjasama antara
endoglukanase dan eksoglukanase menjadi glukosa.

1.

2.

3.

4.

Gambar 3. Mekanisme Kerja Selulase (Miyamoto, 1997)

Pengukuran aktivitas selulase lengkap dilakukan untuk mengukur


aktivitas campuran enzim yang menghidrolisis bahan yang mengandung
selulosa dan menghasilkan glukosa sebagai produk akhirnya (Darwis et al.,
1995). Substrat yang biasa digunakan untuk penentuan aktivitas enzim
15

lengkap adalah kertas saring, oleh sebab itu disebut dengan aktivitas filter
paper-ase (FP-ase).
Pengujian aktivitas enzim carboxy methyl cellulase (CMC-ase) dapat
mencerminkan aktivitas enzim endoglukanase yang menyerang selulosa yang
telah diregangkan struktur seratnya ataupun selulosa yang telah tersubtitusi.
Selulosa merupakan penginduksi bagi semua sintesis selulase. Efek
penginduksi selulosa disebabkan karena adanya produk akhir hasil hidrolisis
yang terlarut, misalnya selobiosa (Gong dan Tsao, 1979).
Selobiosa merupakan penginduksi selulase yang baik dari Neurospora
crassa, Poroteichum pulverulentum, Sporotrichum thermophile, tetapi bukan
penginduksi selulase yang baik bagi Trichoderma viride. Selobiosa mepunyai
peranan yang sangat kompleks dalam menginduksi selulase, yaitu pada
konsentrasi rendah (0,1%) dapat bersifat sebagai penginduksi, sedangkan pada
konsentrasi tinggi (0,5 – 1,0 %) dapat menekan pembentukan enzim serta pada
konsentrasi yang lebih tinggi lagi akan menghambat pembentukan selulase.
Penginduksi selulase yang lain adalah laktosa. Mekanisme penginduksi
laktosa belum jelas benar tetapi laktosa merupakan penginduksi selulase yang
baik. Induksi ini terjadi pada konsentrasi rendah (0,01%) tetapi konsentrasi
tinggi tidak menghambat pembentukan selulase.

F. SELOOLIGOSAKARIDA

Monosakarida banyak ditemukan pada tanaman dalam bentuk glikosida,


sedangkan sebagai unit dari oligosakarida hanya sedikit dalam bentuk bebas.
Glukosa adalah monosakarida paling banyak di alam. Monosakarida dalam
keadaan bebas ditemukan pada tanaman, khususnya buah dan dapat pula
diproduksi dari selulosa dan pati dengan hidrolisis asam atau enzim (Sjostrom,
1981).
Oligosakarida adalah karbohidrat sederhana, banyak dikonsumsi dalam
bentuk minuman ringan, biskuit, gula-gula/bonbon, dan produk susu.
Oligosakarida fungsional adalah polisakarida pendek dengan struktur kimia
yang unik sehingga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pada percernaan
manusia. Salah satu oligosakarida yang tidak dapat dicerna adalah selo-
16

oligosarida (Otsuka et al., 2004). Jadi, seperti serat pangan, akhirnya akan
sampai di dalam usus besar. Dengan demikian, akan merupakan media yang
baik untuk pertanaman bakteri Bifidobacteria yang menguntungkan di dalam
usus besar (kolon), sehingga oligosakarida disebut sebagai prebiotik.
Manfaat dari konsumsi oligosakarida ialah karena oligosakarida dapat
meningkatkan populasi Bifidobacteria dalam kolon. Dengan peningkatan
jumlah bakteri ini, akan menekan pertanaman bakteri pembusuk yang
merugikan, yakni Escherichia coli dan Streptococcus faecalis. Efek yang
sama juga dapat dicapai dengan mengkonsumsi produk makanan yang
mengandung bakteri asam laktat dalam keadaan hidup seperti yoghurt, yang
disebut probiotik. Bakteri asam laktat dan sejenisnya relatif tahan terhadap
asam lambung sehingga dapat sampai di kolon, dan selanjutnya akan menekan
pertanaman bakteri yang merugikan (Tomomatsu, 1994).
Peningkatan jumlah Bifidobacteria sesudah mengkonsumsi
oligosakarida akan terjadi. Selanjutnya, akan mencegah pertumbuhan bakteri
patogen yang masuk dari luar tubuh dan bakteri saluran pencernaan yang
merugikan. Karena, konsumsi oligosakarida akan memproduksi asam lemak
rantai pendek (terutama asam asetat dan asam laktat dengan perbandingan 3:2)
dan kemampuan untuk menghasilkan zat yang bersifat sebagai antibiotik.
Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam sebagai
hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida. Dengan terbentuknya zat-zat
antibakteri dan asam maka pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella
dan E. coli akan dihambat. Bifidin, suatu antibiotik yang dihasilkan oleh
Bifidobacterium bifidum, sangat efektif melawan Shigella dysenteria,
Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus, E. coli, dan bakteri lainnya.
Konsumsi oligosakarida akan mengurangi metabolit toksik dan enzim-enzim
yang merugikan. Dengan konsumsi 3-6 g oligosakarida per hari, akan
mengurangi senyawa-senyawa toksis yang ada dalam usus dan enzim-enzim
yang merugikan sebanyak 44,6% dan 40,9%, masing-masing selama tiga
minggu (Tomomatsu, 1994).
Oligosakarida biasanya mempunyai derajat polimerisasi antara 3
sampai 10 (Winarno, 1992). Selooligosakarida mempunyai rentang derajat
17

polimerisasi lebih tinggi dari pada yang lain yaitu berkisar antara 5 sampai 37.
Menurut Hayasida (1998) selobiohidrolase I (CBH I) dan selobiohidrolase II
(CBH II) hasil purifikasi dari Aspergillus niger menghidrolisis selo-
oligosakarida dengan derajat polimerisasi 25 menjadi selobiosa.
18

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol
jagung jenis Bisma yang diperoleh dari Kebun Balitbio, Bogor.
Mikroorganisme yang digunakan adalah Trichoderma viride dari Balitbio,
Bogor.
Bahan kimia yang digunakan untuk medium pertumbuhan
Trichoderma viride dalam memproduksi selulase disajikan pada Tabel 4.
Bahan kimia untuk delignifikasi adalah NaOCl sedangkan untuk isolasi
selulosa adalah NaOH. Bahan-bahan ini diperoleh dari beberapa Laboratorium
IPB serta dari toko kimia.
Peralatan yang digunakan untuk persiapan bahan adalah hammer mill,
oven, saringan 40 mesh. Produksi selulase menggunakan inkubator dan
sentrifuse, otoklaf, dan alat gelas. Produksi Selo-oligosakarida menggunakan
inkubator goyang, dan pH meter. Peralatan untuk analisis yang digunakan
adalah timbangan, desikator, spektrofotometer, dan soxhlet.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menganalisis komposisi
awal substrat yang digunakan. Penelitian pendahuluan ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu analisis kimia tongkol jagung dan perlakuan pendahuluan
tongkol jagung.
a. Analisis Kimia Tongkol Jagung
Analisa kimia tongkol jagung meliputi analisa kadar air,
protein, abu, lemak, serat kasar. Selain itu juga dilakukan analisis
komponen serat yaitu hemiselulosa, lignin, dan selulosa. Prosedur
analisis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
19

b. Perlakuan Pendahuluan
1) Delignifikasi Tongkol Jagung
Tongkol jagung kering yang digunakan berupa cacahan
dengan ukuran kurang lebih 40 mesh. Sampel sebanyak 100 g
dimasukkan ke dalam wadah plastik dan direndam dalam 1 l
larutan NaOCl 1 % selama 5 jam pada suhu ruang. Setelah 5 jam,
sampel dibilas berulang-ulang dengan air dan disaring
(penghilangan lignin). Sampel berupa padatan kemudian
dikeringkan pada suhu 50°C selama 48 jam dan selanjutnya siap
untuk diisolasi (Anggraini, 2003).
2) Isolasi Selulosa
Fraksi xilan merupakan hasil samping dari proses isolasi
selulosa. Padatan yang diperoleh sebanyak 1 kg dari proses
delignifikasi direndam dalam 3 l larutan NaOH 15 % selama 24
jam pada suhu 28°C. Setelah 24 jam dilakukan penyaringan
dengan menggunakan kain sehingga diperoleh filtrat berupa cairan
xilan yang dibuang dan padatan yaitu selulosa. Padatan tersebut
dibilas berulang-ulang dengan air dan disaring, kemudian
dikeringkan dengan oven suhu 50°C hingga kadar air 5 – 10%
(Anggraini, 2003).
Analisis komponen serat (selulosa, hemiselulosa, lignin)
dilakukan terhadap produk tongkol jagung, tongkol jagung
terdelignifikasi dan fraksi selulosa.
2. Penelitian Utama
a. Produksi Selulase
1) Penyegaran Kultur
Kultur Trichoderma viride disegarkan kembali setiap akan
digunakan supaya dapat memproduksi enzim secara optimal.
Trichoderma viride digoreskan pada PDA (Potato Dextrose Agar)
dan diletakkan dalam inkubator pada suhu 28°C selama 7 hari.
20

2) Persiapan Media dan Produksi Selulase


Media yang digunakan untuk memproduksi selulase adalah
media Andreoti dengan kultivasi media padat. Komposisi media
Andreoti dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Media Andreoti


Bahan Kimia Komposisi (%)
(NH4)2SO4 0,14
KH2PO4 0,3
Urea 0,03
CaCl2 0,03
MgSO4 0,03
Selulosa 0,5-1
Stok mineral 1 ml
Aquades 1000 ml
Komposisi stok mineral :
495 ml air suling dilarutkan 5 ml HCl pekat, 2,5 g FeSO4.7H2O,
0,83 g ZnCl2 dan 1 g CoCl2

Pada penelitian ini digunakan dua macam selulosa


berdasarkan perlakuan pendahuluannya. Selulosa pertama adalah
tongkol jagung yang telah mengalami delignifikasi sedangkan
selulosa kedua adalah fraksi selulosa, yaitu tongkol jagung yang
mengalami delignifikasi dan penghilangan hemiselulosa.
Selain itu juga ditambahkan pepton sebanyak 2% dan
laktosa 1%. Media Andreoti pada penelitian ini berupa media
padat. Media padat dibuat dengan perbandingan antara selulosa dan
air adalah 1 : 2. Media tersebut disterilisasi pada suhu 121°C
selama 20 menit. Media yang telah disterilisasi, didinginkan lebih
dahulu.
Spora biakan kapang Trichoderma viride yang sudah
berumur 7 hari sebanyak satu agar miring disuspensikan dalam 10
ml air suling steril. Suspensi spora sebanyak 10 % (v/b)
diinokulasikan dalam media pertanaman yang telah disterilkan.
Selanjutnya medium dan spora diinkubasi pada suhu 28°C
selama sembilan hari. Sebelum dilakukan ekstraksi enzim maka
21

ditambahkan Tween 80 0,1%. Ekstraksi enzim dilakukan setelah


hari kesembilan dengan jalan memisahkan filtrat dari biomassa
dengan menggunakan penyaring dan sentrifuse.
Dari tahap ini diperoleh dua jenis filtrat fermentasi
(selulase), yaitu selulase (S1) dengan substrat berupa tongkol
jagung yang telah mengalami delignifikasi dan selulase (S2)
dengan substrat berupa fraksi selulosa yaitu tongkol jagung yang
mengalami delignifikasi dan penghilangan hemiselulosa.
b. Karakterisasi Selulase Yang Dihasilkan
Karakterisasi selulase yang dihasilkan bertujuan untuk
mengetahui kondisi kerja optimum dari filtrat fermentasi (selulase),
yaitu penentuan aktivitas enzim pada pH dan suhu optimum. Untuk
mengetahui kondisi optimum tersebut maka perlu dilakukan pengujian
enzim yang terekstrak meliputi aktivitas Filter Paperase (FP-ase),
aktivitas Carboxyl Methyl Cellulase (CMC-ase), dan kandungan
protein terlarut dalam filtrat serta aktivitas spesifik. Prosedur aktivitas
FP-ase, aktivitas CMC-ase dan kandungan protein terlarut dalam filtrat
dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, dan 4.
c. Produksi Selo-oligosakarida
Selulase yang diperoleh ditambahkan pada selulosa (dengan
konsentrasi 1%, 2%, dan 3%). Penambahan selulase sebanyak 5 FPU
pada kondisi optimum aktivitas spesifik selulase bekerja selama 48
jam. Setiap 6 jam produk hidrolisis enzimatis selulosa diamati dan
diambil sampel sebanyak 3 ml.
Untuk memisahkan filtrat selo-oligosakarida dan padatan maka
dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm dan suhu 5°C
selama 10 menit. Filtrat yang diperoleh dipanaskan pada suhu 95°C
selama 5 menit. Hal ini dilakukan untuk menginaktifkan selulase.
Untuk mengetahui proses produksi selo-oligosakarida secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Produk yang diperoleh dianalisis komposisi sakarida hasil
hidrolisis enzimatis dengan HPLC (High Perfomance Liquid
22

Chromatography). Prosedur HPLC dalam penelitian ini dapat dilihat


pada Lampiran 6. Selain itu juga dilakukan pengujian penetapan total
gula, gula pereduksi, perhitungan DP dan DE selama pengamatan.
Pengamatan dilakukan pada jam ke-6 sampai dengan jam ke-48.
Prosedur penetapan total gula, gula pereduksi, perhitungan DP dan DE
dapat dilihat pada Lampiran 7.
23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dalam penyusunan ini meliputi karakterisasi


tongkol jagung dan perlakuan pendahuluan. Analisis kimia tongkol jagung
dapat diketahui melalui analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan
serat kasar). Selain itu juga dilakukan analisis komposisi serat terdiri dari
lignin, hemiselulosa, dan kadar selulosa. Sebelum melalui tahap-tahap
selanjutnya tongkol jagung mengalami pengeringan dan pengecilan ukuran
sampai 40 mesh.
Pengecilan ukuran tongkol jagung sampai 40 mesh bertujuan untuk
memperluas permukaan saat delignifikasi. Pengecilan ukuran menyebabkan
perubahan fisik maupun kimia pada polimer selulosa. Perubahan ini akan
menyebabkan perubahan bentuk pola geometrik kristal serta pengurangan
derajat polimerisasi (Irawadi, 1990).
1. Analisis Kimia Tongkol Jagung
Komposisi kimia tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 5.
Persentase nilai yang tercantum dalam Tabel 5 dinyatakan dalam persen
berat basah (%bb) dan kering (% bk).

Tabel 5. Komposisi Kimia Tongkol Jagung varietas Bisma


Komponen Persentase (%bb) Persentase (% bk)
Air 5,39
Abu 1,53 1,62
Lemak 2,86 3,02
Protein 2,28 2,41
Serat Kasar 36,01 38,07
Karbohidrat (by difference) 51,93 54,73

Nilai kadar air pada tongkol jagung varietas Bisma dapat dikatakan
cukup rendah yaitu sebesar 5,39%. Hal ini sangat baik untuk mencegah
adanya pertumbuhan mikroorganisme pada tongkol jagung, sehingga
tongkol jagung tersebut dapat bertahan lama sebelum digunakan.
24

Pada Tabel 5 dapat diketahui kandungan serat kasar memiliki nilai


yang tinggi yaitu sebesar 38,07%. Serat kasar adalah residu dari bahan
makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam/alkali
mendidih. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Tongkol jagung dari jenis Bisma mengandung kadar selulosa yang
tinggi yaitu 65,96% (Tabel 6). Oleh karena itu tongkol jagung jenis Bisma
berpotensi untuk digunakan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan
mikroorganisme selulolitik. Dari tabel tersebut dapat dilihat pula bahwa
tongkol jagung yang telah diperkecil ukurannya tetap mengandung lignin.
Untuk mengoptimalkan produksi selulase, kandungan lignin harus
dikurangi. Karena lignin akan menghambat proses produksi selulase
dimana mikroorganisme memerlukan selulosa sebagai substratnya.

Tabel 6. Komposisi Serat Kasar Tongkol Jagung Sebelum dan Setelah


Delignifikasi, serta Setelah Isolasi Selulosa.
Komponen Sebelum Setelah Setelah Isolasi
Delignifikasi Delignifikasi selulosa (%)
(%) (%)
Selulosa 65,96 44,36 67,68
Hemiselulosa 10,82 30,38 11,65
Lignin 23,74 19,21

2. Perlakuan Pendahuluan
a. Delignifikasi Tongkol Jagung
Selulosa mempunyai struktur molekul yang kuat dan berat
molekul yang tinggi. Hal ini menyebabkan selulosa memiliki kelarutan
yang rendah sehingga sulit diserap oleh mikroorganisme selulolitik
melalui dinding selnya. Mikroorganisme selulolitik baru dapat
memanfaatkan selulosa sebagai sumber karbon apabila selulosa telah
dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana dengan berat molekul
yang lebih rendah. Mikroorganisme akan memproduksi selulase untuk
mengkatalisis hidrolisis selulosa. Selulase terus diproduksi oleh
mikroorganisme selama kebutuhannya akan sumber karbon terpenuhi
(Irawadi, 1990).
25

Mekanisme pemecahan molekul selulosa dihambat oleh


tingginya derajat polimerisasi dan kristalisasi molekul selulosa serta
kandungan lignin yang membungkus molekul selulosa. Hidrolisis
selulosa sulit terjadi selama derajat polimerisasi, kristalinitas dan
kandungan lignin belum dikurangi. Pada kondisi demikian
produktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan selulase akan
rendah (Irawadi, 1990).
Pengecilan ukuran tongkol jagung menjadi 40 mesh dan
dilanjutkan dengan proses delignifikasi dengan NaOCl 1% seperti
yang dilakukan dalam penelitian ini, merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan efektivitas hidrolisis selulosa. Peningkatan
efektivitas hidrolisis selulosa pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas mikroorganisme dalam memproduksi selulase (Darwis et
al, 1995). Pengecilan ukuran dan delignifikasi menyebabkan
terputusnya rantai polimer yang panjang menjadi rantai polimer yang
lebih pendek, meningkatkan daerah amorf dengan kata lain
(menurunkan derajat kristalinitas) dan memisahkan bagian lignin dari
selulosa.
Pada tahap ini NaOCl dipilih sebagai pelarut karena NaOCl
mengandung ion-ion hipoklorit yang mampu memecah ikatan karbon
dan struktur lignin. Perendaman tongkol jagung dalam NaOCl 1%
selama 5 jam pada suhu 28°C akan melarutkan lignin sehingga
mampu menurunkan kandungan lignin bahan sebesar 13,68%
(Widyani, 2002). Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa NaOCl 1%
mampu menurunkan kandungan lignin sebesar 19,08%. Pada
penelitian ini pengurangan kandungan lignin lebih efektif
dibandingkan penelitian sebelumnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan varietas jagung, yang berakibat pada berbedanya komposisi
serat pada tongkol jagung. Tongkol jagung varietas Bisma mempunyai
struktur lignin lebih mudah dirusak oleh ion-ion hipoklorit.
Setelah mengalami delignifikasi komponen selulosa tongkol
jagung turun menjadi 44,36% sedangkan hemiselulosa mengalami
26

peningkatan sebesar 30,38%. Hal ini mungkin disebabkan nilai


perhitungan hemiselulosa merupakan perhitungan kasar yaitu dari
pengurangan antara %NDF dengan %ADF (Van Soest, 1963).
b. Isolasi Selulosa
Isolasi selulosa dilakukan dengan adanya penambahan NaOH
15%. Selulosa dalam bentuk padatan yang diperoleh dari penyaringan
tongkol jagung yang telah didelignifikasi yang telah bercampur dengan
NaOH. Selulosa dicuci dengan akuades hingga bersih dari NaOH yang
telah bercampur.
NaOH di sini berfungsi untuk mengekstrak fraksi hemiselulosa
sehingga terjadi pemisahan antara fraksi selulosa dengan hemiselulosa.
NaOH yang digunakan sebesar 15% karena pada konsentrasi tersebut
NaOH melepaskan xilan (komponen dari hemiselulosa) yang lebih
tinggi dibandingkan 10% dan 20% (Anggraini, 2003).
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa selulosa yang terbentuk
setelah isolasi jauh lebih besar dibandingkan sebelum isolasi selulosa
(setelah delignifikasi). Kadar selulosa setelah isolasi adalah sebesar
67,68%. Kenaikan kadar selulosa setelah isolasi mencapai 52,57%. Hal
ini mungkin disebabkan mengembangnya serat-serat selulosa. NaOH
mengembangkan intrafibril selulosa sehingga meningkatkan luas
permukaan spesifik dan larutnya hemiselulosa dalam NaOH.
Hemiselulosa terlarut dalam NaOH yang terbuang bersama dengan
filtrat sehingga kandungan hemiselulosa berkurang.
Neraca massa untuk proses delignifikasi dan isolasi selulosa
disajikan pada Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa dari
tongkol jagung sebanyak 1000 g, fraksi selulosa diperoleh sebesar
434 g. Jadi rendemen yang diperoleh yaitu sebesar 43,4%.
27

Bubuk tongkol jagung 40


mesh (1000 g) k.a. 5,39%

NaOCl 1% Perendaman
(11165 g)

Air Pencucian
(16000 g)

Penyaringan Air + Lignin


(26485 g)

Bubuk tongkol jagung terdelignifikasi


(1680 g)

Air
Pengeringan ( 783 g)

Bubuk tongkol jagung terdelignifikasi


kering (897 g)

NaOH 15% Perendaman


(3185 g)

Filtrat (xilan)
Penyaringan
(2542 g)

Ampas (1540 g)

Air Air+NaOH
(16000 g) Pencucian
(16940 g)

Bubuk fraksi selulosa tongkol jagung


(636 g)

Pengeringan Air
(202 g)

Bubuk fraksi selulosa tongkol jagung


kering (434 g)

Gambar 4. Neraca Massa Penyiapan Fraksi Selulosa dari Tongkol Jagung


28

B. PENELITIAN UTAMA

1. Karakterisasi Selulase yang Dihasilkan


Pada penelitian ini produksi selulase dilakukan dengan kultivasi
media padat. Fermentasi pada media padat adalah struktur kultivasi
dimana substratnya tidak larut dalam air. Menurut Ariestaningtyas (1991)
bahwa rata-rata aktivitas enzim pada media padat lebih besar dibandingkan
pada media cair. Penyebab rendahnya aktivitas selulase pada media cair
dibandingkan media padat adalah sebagai berikut :
• Selulosa tongkol jagung bersifat sulit larut dalam air sehingga pada
media cair bagian permukaan selulosa yang kontak dengan kapang
lebih sedikit dibandingkan pada media padat.
• Media cair menggunakan inkubator goyang. Goyangan terhadap media
fermentasi menyebabkan timbulnya busa yang dapat menghambat
pertukaran udara, sehingga menghambat pertumbuhan dan sintesis
enzim.
• Nutrisi yang ditambahkan pada media cair lebih sedikit dibandingkan
media padat. Pada jumlah inokulasi spora kapang yang sama
persaingan untuk mendapatkan bahan nutrisi lebih kuat pada media
cair, sehingga laju pertumbuhan seluler menjadi lambat.
• Menurut Sternberg (1979), konsentrasi selulase (aktivitas spesifik)
yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi awal selulosa. Oleh
karena itu, media cair dengan konsentrasi selulosa rendah
menghasilkan konsentrasi enzim yang lebih kecil.
Filtrat yang mengandung selulase berwarna hijau. Hal ini
disebabkan oleh Trichoderma viride menghasilkan pigmen hijau. Pigmen
hijau dari mikroorganisme tersebut berdifusi ke dalam selulase. Hal
tersebut mungkin juga disebabkan oleh pemisahan antara biomassa dan
filtrat enzim yang tidak sempurna. Untuk mendapatkan selulase yang tidak
berwarna hijau perlu adanya pemurnian.
29

Selulase yang ada dikaji lebih lanjut untuk memperoleh kondisi


optimum sehingga dapat berkerja dengan maksimal. Pada penelitian ini
dilakukan pengamatan pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas selulase.
a. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Selulase
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh pH dan suhu
lingkungan enzim. Kenaikan suhu sampai batas tertentu akan
menaikkan kecepatan reaksi enzim. Pemberian panas mengakibatkan
suhu pada larutan yang terdiri dari campuran enzim dengan substrat
naik. Hal ini yang menaikkan energi kinetik enzim dan substrat,
sehingga peluang untuk saling berinteraksi meningkat (Irawadi, 1990).
Pada Gambar 5 disajikan pengaruh suhu terhadap aktivitas selulase.

3
Aktivitas Selulase (IU/ml)

2.5

1.5

0.5

0
20 30 40 50 60 70
suhu (°C )
FP-ase S1 CMC-ase S1
FP-ase S2 CMC-ase S2

Keterangan : S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi


S2 = Selulase dari fraksi selulosa tongkol jagung
Gambar 5. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase

Gambar 5 menunjukkan aktivitas maksimum keempat enzim


berada pada suhu 40 - 50°C. Aktivitas enzim FP-ase S1 dan CMC-ase
S1 paling tinggi berada pada suhu yang sama yaitu 50°C. Begitu pula
dengan enzim FP-ase S2 dan CMC-ase S2 yang mempunyai aktivitas
tertinggi pada suhu yang sama, yaitu 40°C. Nilai pengaruh suhu
30

terhadap aktivitas S1 dan S2 secara lengkap dapat dilihat pada


Lampiran 8.
Bila dilihat pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa aktivitas
CMC-ase S1 lebih tinggi daripada FP-ase S1. Hal ini mungkin
disebabkan oleh S1 lebih aktif menghidrolisis selulosa dalam bentuk
amorf, dengan kata lain enzim yang terdapat dalam S1 adalah
endoglukanase. Endoglukanase hanya dapat menghidrolisis bagian
non-kristalin (amorf) rantai selulosa yang akan menghasilkan
oligosakarida-oligosakarida. Selulosa dalam tongkol jagung
terdelignifikasi didominasi oleh selulosa amorf.
Berbeda dengan CMC-ase maupun FP-ase S1, dimana FP-ase
S2 mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan CMC-ase S2.
Enzim S2 berasal dari fraksi selulosa yang ditumbuhi Trichoderma
viride. Fraksi selulosa ini mempunyai derajat kristalinitas yang lebih
tinggi dibandingkan tongkol jagung delignifikasi, karena fraksi
selulosa terlarut ikut terbuang saat isolasi selulosa. Oleh karena itu S2
lebih aktif menghidrolisis selulosa dalam bentuk kristalin. Dalam hal
ini substrat yang digunakan untuk analisis enzim FP-ase adalah kertas
saring Whatman No. 1 (Darwis et al., 1995).
b. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Selulase
Pada umumnya, enzim hanya aktif pada kisaran pH yang
terbatas. Adanya pH optimum yang dimiliki enzim atau menurunnya
aktivitas pada kedua sisi lainnya disebabkan karena turunnya afinitas
atau stabilitas enzim (Irawadi, 1990) .
Gambar 6 menunjukkan aktivitas maksimum keempat enzim
berada pada pH 4,8 – 5,0. Aktivitas enzim FP-ase S1 dan CMC-ase S1
tertinggi berada pada pH yang sama, yaitu pH 4,8. Begitu pula dengan
enzim FP-ase S2 dan CMC-ase S2 yang mempunyai aktivitas tertinggi
pada pH yang sama, yaitu pH 5.
31

1.6

Aktivitas Selulase (IU/ml)


1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
3.5 4 4.5 4.8 5 5.5 6
pH

FP-ase S1 CMC-ase S1
FP-ase S2 CMC-ase S2

Keterangan : S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi


S2 = Selulase dari fraksi selulosa tongkol jagung
Gambar 6. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Selulase

Dari tahap ini diketahui bahwa pH optimum untuk keempat


enzim berada pada pH 4,8 – 5,0, yang mendekati pH saat enzim-enzim
tersebut diproduksi. S1 mempunyai pH sekitar 4,8 saat diproduksi
sedangkan S2 sekitar pH 5. Nilai pengaruh pH terhadap aktivitas S1
dan S2 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9.
c. Kandungan Protein Terlarut dalam Filtrat
Kandungan protein terlarut dalam filtrat diukur untuk
mengetahui gambaran jumlah relatif protein enzim yang disintesis oleh
Trichoderma viride selama fermentasi. Kandungan protein terlarut
yang terukur dalam penelitian ini masih merupakan protein kasar yaitu
campuran dari protein enzim dan protein yang berasal dari sumber N
organik (pepton) yang masih tersisa dalam medium pada akhir masa
inkubasi.
Kandungan protein enzim mutlak (pure protein) dapat diukur
setelah enzim dipurifikasi. Pada tahap produksi enzim selulase lebih
lanjut, kandungan protein murni perlu diukur untuk mengetahui
aktivitas enzim spesifik (aktivitas enzim per mg protein enzim).
32

Enzim S2 mempunyai kandungan protein yang lebih besar


dibandingkan S1. Kandungan protein terlarut S2 sebesar 2,98 mg/ml
sedangkan S1 sebesar 1,20 mg/ml. Kandungan protein terlarut dalam
filtrat selulase kasar dan kurva standar protein yang dihasilkan
penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10.
Enzim S2 berasal dari fraksi selulosa tongkol jagung yang
mengandung kadar selulosa lebih tinggi. Semakin tinggi kadar selulosa
maka substrat yang dapat dihidrolisis oleh Trichoderma viride semakin
banyak pula sehingga selulase yang dihasilkan semakin banyak pula.
Substrat tersebut meningkatkan kerja Trichoderma viride untuk
mensintesis selulase. Trichoderma viride merombak selulosa sebagai
sumber karbon menggunakan selulase untuk menghasilkan energi
(Irawadi, 1990).
d. Aktivitas Spesifik
Aktivitas spesifik perlu diketahui untuk menyatakan
kemampuan sesungguhnya enzim dapat bekerja. Setelah diketahui
kandungan protein terlarut dalam selulase maka dapat dihitung
aktivitas spesifiknya, termasuk pengaruh perubahan suhu dan pH
terhadap aktivitas spesifik. Aktivitas Spesifik dari selulase baik S1
maupun S2 selengkapnya disajikan pada Lampiran 11 dan 12.
Secara umum pH dan suhu optimum aktivitas spesifik S1 dan
S2 tidak berubah. Perubahan yang terjadi adalah nilai aktivitas
spesifiknya. Tabel 7 merupakan rangkuman data aktivitas, total protein
dan aktivitas spesifik CMC-ase dan FP-ase untuk S1 dan S2.

Tabel 7. Rangkuman data aktivitas, total protein dan aktivitas spesifik


S1 dan S2
S1 S2
Analisis FP-ase CMC-ase FP-ase CMC-ase
Aktivitas (IU/ml) 0,510 2,614 0,567 0,232
Total protein (mg/ml) 1,200 1,200 2,980 2,980
Aktivitas spesifik (IU/mg ) 2,178 0,110 0,190 0,078
33

1) Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Spesifik


Pada Gambar 7 disajikan pengaruh suhu terhadap aktivitas
spesifik selulase.

2.5

Aktivitas Spesifik Selulase (IU/mg)


2

1.5

0.5

0
20 30 40 50 60
suhu (°C)
FP-ase S1 CMC-ase S1
FP-ase S2 CMC-ase S2

Keterangan : S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi


S2 = Selulase dari fraksi selulosa tongkol jagung
Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Spesifik Selulase

Gambar 7 menunjukkan aktivitas spesifik maksimum


keempat enzim berada pada suhu 40 - 50°C. Aktivitas spesifik
enzim FP-ase S1 dan CMC-ase S1 paling tinggi berada pada suhu
yang sama yaitu 50°C. Begitu pula dengan enzim FP-ase S2 dan
CMC-ase S2 yang mempunyai aktivitas spesifik tertinggi pada
suhu yang sama, yaitu 40°C. Hal ini disebabkan adanya kesamaan
selulase yang digunakan. Adanya kesamaan selulase berarti
terdapat pula kesamaan kandungan protein di dalam filtrat enzim.
Kandungan protein sangat sensitif terhadap perubahan suhu
terutama pada suhu tinggi.
Aktivitas spesifik tertinggi dimiliki oleh CMC-ase S1 yaitu
sebesar 2,178 IU/mg, kemudian FP-ase S1 sebesar 0,425 IU/mg,
34

setelah itu FP-ase S2 sebesar 0,190 IU/mg dan yang terendah


CMC-ase S2.sebesar 0,078 IU/mg.
Pada suhu 30, 50 dan 60 °C CMC-ase S2 tidak mempunyai
aktivitas spesifik. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan
glukosa dalam filtrat yang terlalu tinggi (10 mg/ml) sehingga
menghambat aktivitas CMC-ase (Mandels, 1961).
Turunnya aktivitas pada suhu di bawah suhu optimum,
diduga karena rendahnya afinitas antara enzim dengan substrat atau
rendahnya kecepatan awal pemutusan kompleks enzim-substrat,
sedangkan turunnya aktivitas di atas suhu optimum terutama
disebabkan menurunnya stabilitas enzim akibat panas. Pemberian
panas dapat menyebabkan putusnya sebagian besar ikatan-ikatan
yang kurang kuat pada struktur protein enzim, misalnya ikatan
hidrogen yang membentuk struktur tersier protein, yang akhirnya
dapat menyebabkan denaturasi pada enzim (Irawadi, 1990). Pada
suhu optimum inilah selo-oligosakarida akan diproduksi.
2) Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Spesifik
Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh
terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat
sebagai akibat perubahan pH. Enzim merupakan suatu protein dan
terdiri dari asam amino-asam amino yang dapat mengadakan
ionisasi pada gugus amino, karboksil atau gugus-gugus fungsional
lainnya.
Pengaruh perubahan pH pada aktivitas spesifik selulase
dapat dilihat pada Gambar 8. Aktivitas spesifik selulase cenderung
lebih aktif pada suasana asam, penurunan aktivitas spesifik selulase
baik S1 maupun S2 disebabkan oleh menurunnya afinitas selulase.
Pada Gambar 8 menunjukkan aktivitas spesifik maksimum
keempat enzim berada pada pH 4,8 – 5,0. Aktivitas enzim FP-ase
S1 dan CMC-ase S1 tertinggi berada pada pH yang sama, yaitu pH
4,8. Begitu pula dengan enzim FP-ase S2 dan CMC-ase S2 yang
35

mempunyai aktivitas spesifik tertinggi pada pH yang sama, yaitu


pH 5.

Aktivitas Spesifik Selulase (IU/mg)


0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
3.5 4 4.5 4.8 5 5.5 6
pH
FP-ase S1 CMC-ase S1
FP-ase S2 CMC-ase S2

Keterangan : S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi


S2 = Selulase dari fraksi selulosa tongkol jagung
Gambar 8. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Spesifik Selulase

Pada pH 4; 4,5; 4,8 dan 5,5 CMC-ase S2 tidak mempunyai


aktivitas spesifik. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan
glukosa dalam filtrat yang terlalu tinggi (10 mg/ml) sehingga
menghambat aktivitas CMC-ase (Mandels, 1961). Pada pH 5
enzim CMC-ase S2 mempunyai aktifitas spesifik. Hal ini mungkin
disebabkan oleh tingkat ionisasi enzim dan substrat adalah
optimum sehingga glukosa tidak dapat terjadinya ionisasi antara
enzim dan subsrat (Irawadi, 1990).
Dari tahap ini diketahui bahwa pH optimum untuk keempat
enzim berada pada pH 4,8 – 5,0 yang mendekati pH saat enzim-
enzim tersebut diproduksi. S1 mempunyai pH sekitar 4,8 saat
diproduksi sedangkan S2 sekitar 5. Kondisi optimum inilah yang
akan digunakan dalam produksi selo-oligosakarida.
36

2. Produksi Selo-oligosakarida
Produksi selo-oligosakarida dilakukan pada kondisi optimum
aktivitas spesifik selulase. Kondisi optimum aktivitas spesifik S1 yaitu
pada suhu 50°C dan pH 4,8, sedangkan S2 pada suhu 40°C dan pH 5,0.
Hidrolisis substrat oleh selulase, selain dipengaruhi oleh konsentrasi
substrat dan enzim yang digunakan juga dipengaruhi oleh kerja sinergistik
diantara β-glukosidase, endoglukanase serta selobiohidrolase (Irawadi,
1999).
Efektivitas enzim yang ditambahkan tergantung dari berbagai
faktor, antara lain aktivitas spesifik dari enzim tersebut, struktur substrat,
inhibisi oleh produk dan inaktivasi enzim oleh pH dan suhu (Srinivas dan
Panda, 1998).
Penelitian yang dilakukan Beldman et al. (1988) di dalam Irawadi
(1990), menunjukkan bahwa semakin banyak endoglukanase yang diserap
substrat maka semakin rendah kerja sinergistik yang terjadi diantara enzim
endoglukanase dan selobiohidrolase. Nisbah yang tepat antara enzim
endoglukanase dan eksoglukanase akan menghasilkan hidrolisis
maksimum (Irawadi, 1999).
Mekanisme kerja enzim terlihat dari terjadinya perubahan
komposisi karbohidrat (nilai gula pereduksi dan total gula), derajat
polimerisasi dan dextrose equivalent seperti tersaji pada Lampiran 13.
a. Gula Pereduksi dan Total Gula
Kemampuan mereduksi gula dapat diketahui dengan adanya
gugus aldehida yang bebas. Pada Gambar 9 disajikan jumlah gula
pereduksi yang dihasilkan selama hidrolisis oleh selulase kasar.
Terlihat pada gambar tersebut, bahwa selama 48 jam hidrolisis jumlah
gula pereduksi yang dihasilkan terus meningkat. Gula pereduksi yang
terbentuk dari hidrolisis selulosa oleh selulase berkisar antara
2,91 mg/ml sampai 21,53 mg/ml.
Gula Pereduksi tertinggi dihasilkan dari konsentrasi selulosa
3% yang dihidrolisis oleh S2, setelah itu diikuti oleh konsentrasi
37

selulosa 2% yang dihidrolisis oleh S2. Enzim S2 lebih aktif


menghidrolisis selulosa dalam bentuk kristalin dibandingkan S1.
Semakin tinggi konsentrasi substrat maka semakin tinggi pula gula
pereduksi yang dihasilkan oleh enzim yang sama.

Gula Pereduksi (mg/ml) 25

20

15

10

0
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Pengamatan Jam ke-
C1S1 C2S1 C3S1
C1S2 C2S2 C3S2

Keterangan :
C1 = Konsentrasi selulosa 1%
C2 = Konsentrasi selulosa 2%
C3 = Konsentrasi selulosa 3%
S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi
S2 = Selulase dari fraksi selulosa

Gambar 9. Kurva Gula Pereduksi dari Produk Hidrolisis Selulosa


dengan Berbagai Konsentrasi Substrat dan Jenis Enzim

Dari Gambar 9 dapat diketahui bahwa jenis enzim yang


digunakan lebih berpengaruh dalam menghasilkan gula pereduksi
daripada konsentrasi substrat. Hal ini terlihat pada konsentrasi 3% dan
2% hidrolisis selulosa dengan enzim S2 menempati posisi pertama dan
kedua, dengan nilai gula pereduksinya berkisar antara 7,14 mg/ml
sampai 21,54 mg/ml. Meskipun pada konsentrasi selulosa 1% gula
pereduksi sangat sedikit (berkisar antara 3,59 mg/ml sampai
8,29 mg/ml) dibandingkan konsentrasi 2% dan 3% (berkisar antara
4,28 mg/ml sampai 13,40 mg/ml) tetapi tetap berada di atas selulosa
38

1% yang dihidrolisis dengan S1 (berkisar antara 2,91 mg/ml sampai


8,11 mg/ml).
Konsentrasi selulosa 3 % dan 2% mempunyai gula pereduksi
jauh lebih tinggi dibandingkan pada konsentrasi 1%. Gula pereduksi
baik yang dihasilkan dari enzim S2 dan S1 pada konsentrasi selulosa di
atas 1% jumlahnya yang lebih banyak hingga sekitar 50% daripada
konsentrasi selulosa 1%.

600
Total Gula (mg/ml)

500
400
300
200
100
0
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Pengamatan Jam ke-
C1S1 C2S1 C3S1
C1S2 C2S2 C3S2

Keterangan :
C1 = Konsentrasi selulosa 1%
C2 = Konsentrasi selulosa 2%
C3 = Konsentrasi selulosa 3%
S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi
S2 = Selulase dari fraksi selulosa

Gambar 10. Kurva Total Gula dari Produk Hidrolisis Selulosa dengan
Berbagai Konsentrasi dan Jenis Enzim

Pada Gambar 10, disajikan jumlah total gula yang dihasilkan


selama hidrolisis oleh selulase kasar. Terlihat pada gambar tersebut,
bahwa selama 48 jam hidrolisis jumlah total gula yang dihasilkan terus
meningkat. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula dalam larutan
relatif semakin banyak karena proses hidrolisis selulase pada fraksi
selulosa. Fraksi selulosa yang sebelumnya sukar larut (Hayashida
39

et al., 2004) dalam berbagai pelarut setelah mengalami hidrolisis


selulase menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah larut.
Komponen yang lebih sederhana tersebut adalah selo-oligosakarida
dan glukosa. Selo-oligosakarida yang terbentuk juga dapat diketahui
dengan adanya bentuk gel/struktur yang lengket.
Total gula yang terbentuk dari hidrolisis selulosa oleh selulase
berkisar antara 72,07 mg/ml sampai 537,63 mg/ml. Total Gula
tertinggi dihasilkan dari fraksi selulosa 3% yang dihidrolisis oleh S2
(berkisar antara 276,95 mg/ml sampai 537,63 mg/ml. Dari Gambar 10
dapat diketahui bahwa jenis enzim yang digunakan sangat berpengaruh
daripada konsentrasi substrat. Hal ini terlihat pada konsentrasi 3%, 2%
(berkisar antara 248,11 mg/ml sampai 460,25 mg/ml) dan 1%
hidrolisis selulosa dengan S2 (berkisar antara 223,47 mg/ml sampai
314,36 mg/ml) menempati posisi pertama, kedua, dan ketiga.
b. Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi menyatakan jumlah unit monomer dalam
suatu molekul. Pada Gambar 11, disajikan derajat polimerisasi yang
dihasilkan selama hidrolisis oleh selulase kasar. Terlihat pada gambar
tersebut, bahwa selama 48 jam hidrolisis derajat polimerisasi yang
dihasilkan terus menurun.
Derajat Polimerisasi tertinggi dihasilkan dari fraksi selulosa 1%
yang dihidrolisis oleh S2 (berkisar antara 37,91 sampai 62,18).
Semakin kecil derajat polimerisasi maka semakin banyak fraksi
selulosa yang yang terhidrolisis menjadi gula-gula yang lebih
sederhana atau oligosakarida.
Yang termasuk ke dalam selo-oligosakarida yaitu turunan
selulosa dengan derajat polimerisasi antara 5 sampai 37. Dari Gambar
11 dapat diketahui derajat polimerisasi dari seluruh produk hidrolisis
selulosa oleh selulase berkisar antara 14,78 sampai 62,18. Produk
hidrolisis selulosa oleh selulase yang termasuk selo-oligosakarida
adalah seluruh produk hidrolisis selulosa oleh S1. DP produk hidrolisis
40

selulosa oleh S1 berkisar antara 14,77 sampai 24,76 sedangkan produk


hidrolisis oleh S2 berkisar antara 24,96 dan 62,17.

70
60
50
DP 40
30
20
10
0
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Pengamatan Jam ke-
C1S1 C2S1 C3S1
C1S2 C2S2 C3S2

Keterangan :
C1 = Konsentrasi selulosa 1%
C2 = Konsentrasi selulosa 2%
C3 = Konsentrasi selulosa 3%
S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi
S2 = Selulase dari fraksi selulosa

Gambar 11. Kurva Derajat Polimerisasi dari Produk Hidrolisis


Selulosa dengan Berbagai Konsentrasi dan Jenis Enzim

Melihat aktivitas enzim S2 lebih tinggi maka dilihat dari


derajat polimerisasi yang terbentuk seharusnya derajat polimerisasinya
lebih kecil dibandingkan S1. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat
kristalinitas substrat yang tinggi menyebabkan inhibisi oleh glukosa
juga tinggi dan rasio antara glukosa dan selobiosa semakin tinggi.
Rasio glukosa terhadap selobiosa semakin meningkat dengan
meningkatnya waktu hidrolisis dan konsentrasi enzim.
Derajat polimerisasi yang terbentuk berbanding terbalik dengan
dosis selulase yang digunakan (FPU/g substrat). Hal ini dapat terlihat
pada produk hidrolisis fraksi selulosa oleh S2 sebanyak 5 FPU/g
substrat mempunyai derajat polimerisasi lebih besar dibanding produk
hidrolisis fraksi selulosa oleh S2 sebanyak 5 FPU/2g substrat serta
41

5 FPU/3g substrat. Derajat polimerisasi produk hidrolisis fraksi


selulosa oleh S2 sebanyak 5 FPU/g substrat berkisar antara 37,91
sampai 62,18. Hal ini juga dapat terlihat pada produk hidrolisis fraksi
selulosa oleh S1 sebanyak 5 FPU/g substrat mempunyai derajat
polimerisasi lebih besar dibanding produk hidrolisis fraksi selulosa
oleh S1 sebanyak 5 FPU/2g substrat serta 5 FPU/3g substrat. Derajat
polimerisasi produk hidrolisis fraksi selulosa oleh S2 sebanyak 5
FPU/g substrat berkisar antara 16,59 sampai 24,76.
Enzim S2 mampu memproduksi selo-oligosakarida dari fraksi
selulosa dengan konsentrasi 2% dan 3%. Hal ini dibuktikan dengan DP
produk hidrolisis oleh S2 pada fraksi selulosa konsentrasi 2% dan 3%
berkisar antara 24,76 sampai 34,73. Untuk DP produk hidrolisis oleh
S2 pada fraksi selulosa konsentrasi 1% pembentukan selo-
oligosakarida terjadi pada jam ke-42 dan 48.
c. Dextrose Equivalent
Dextrose Equivalent (DE) adalah nilai yang menunjukkan
kemampuan mereduksi setara dengan yang dimiliki oleh
glukosa/dekstrosa murni. Pada Gambar 12, disajikan Dextrose
Equivalent yang dihasilkan selama hidrolisis oleh selulase kasar.
Terlihat pada gambar tersebut, bahwa selama 48 jam hidrolisis
dextrose equivalent yang dihasilkan terus naik. Dextrose Equivalent
berbanding terbalik dengan derajat polimerisasi. Dextrose Equivalent
terendah dihasilkan dari fraksi selulosa 1% yang dihidrolisis oleh S2
pada jam pertama. Dextrose Equivalent tertinggi dihasilkan dari fraksi
selulosa 3% yang dihidrolisis oleh S1 pada jam ke-48.
Dextrose Equivalent dari seluruh produk hidrolisis selulosa
oleh selulase berkisar antara 1,61 sampai 6,77. Melihat nilai DE yang
dihasilkan berarti presentase selulosa yang berubah menjadi gula
pereduksi dapat dikatakan kecil. Tidak semua selulosa yang
dihidrolisis berubah menjadi gula pereduksi dalam bentuk monomer
tetapi masih ada yang dalam bentuk oligosakarida. Dalam penelitian
ini oligosakarida yang terbentuk disebut selo-oligosakarida.
42

DE
4

0
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Pengamatan Jam ke-

C1S1 C2S1 C3S1


C1S2 C2S2 C3S2

Keterangan :
C1 = Konsentrasi selulosa 1%
C2 = Konsentrasi selulosa 2%
C3 = Konsentrasi selulosa 3%
S1 = Selulase dari tongkol jagung delignifikasi
S2 = Selulase dari fraksi selulosa

Gambar 12. Kurva Dextrose Equivalent dari Produk Hidrolisis


Selulosa dengan Berbagai Konsentrasi dan Jenis
Enzim

d. Analisis Komposisi Hidrolisat dengan HPLC


Dari hasil analisis pada Gambar 13. dapat diketahui bahwa
kandungan produk hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S1 mengandung
glukosa, maltosa dan xilosa. Dari Gambar 13 dapat diketahui bahwa
konsentrasi sakarida dalam produk hidrolisis yang terbaca oleh HPLC
hanya sedikit, keseluruhannya adalah 4,24%.
Dari hasil analisis pada Gambar 14 dapat diketahui bahwa
kandungan produk hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S2 mengandung
glukosa, maltosa, arabinosa dan xilosa. Dari Gambar 14 dapat
diketahui bahwa konsentrasi sakarida dalam produk hidrolisis yang
terbaca oleh HPLC hanya sedikit, keseluruhannya adalah 4,51%.
Hasil HPLC pada Gambar 13 dan 14 tidak menunjukkan
adanya selobiosa pada kedua produk hidrolisis. Hal ini mungkin dapat
43

disebabkan oleh adanya kandungan β-glukohidrolase yang lebih


banyak daripada selobiohidrolase. Selobiosa yang dihasilkan dari
hidrolisis fraksi selulosa langsung dipecah oleh β-glukohidrolase
menjadi glukosa.

Komponen RT (menit) Konsentrasi (%)


Xilosa 1,44 0,08
Glukosa 2,56 4,04
Maltosa 3,52 0,12
Total 4,24

Gambar 13. HPLC Produk Hidrolisis Selulosa 1% oleh Selulase


dari Tongkol Jagung Delignifikasi

Kedua hasil HPLC menyatakan bahwa total presentase sakarida


yang terbentuk dari hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S1 lebih sedikit
dibandingkan hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S2. Hal ini sebanding
dengan nilai gula pereduksinya, dimana gula pereduksi produk
hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S1 lebih sedikit dibandingkan
hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S2.
44

Komponen RT (menit) Konsentrasi (%)


Xilosa 1,54 0,84
Glukosa 2,46 2 ,91
Maltosa 3,53 0,37
Arabinosa 4,32 0,39
Total 4,51

Gambar 14. HPLC Produk Hidrolisis Selulosa 1% oleh Selulase


dari Fraksi Selulosa

Kedua hasil HPLC menyatakan bahwa total persentase sakarida


yang terbentuk dari hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S1 lebih sedikit
dibandingkan hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S2. Hal ini sebanding
dengan nilai gula pereduksinya, dimana gula pereduksi produk
hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S1 lebih sedikit dibandingkan
hidrolisis fraksi selulosa 1% oleh S2.
Oligosakarida yang merupakan salah satu produk hidrolisis
fraksi selulosa 1% baik oleh S1 maupun S2 tidak muncul dalam hasil
HPLC. Hal ini disebabkan produk hidrolisis yang menjadi sampel
dalam HPLC ini adalah produk hidrolisis yang larut air, sedangkan
selooligosakarida adalah produk hidrolisis yang tidak larut air
(Hayashida et al., 1988).
45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Rendemen fraksi selulosa yang diperoleh dari tongkol jagung varietas


Bisma sebanyak 43,4%. Oleh karena itu tongkol jagung varietas Bisma
berpotensi untuk digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan
mikroorganisme selulolitik dalam memproduksi selulase dan sebagai substrat
untuk memproduksi selo-oligosakarida.
Selulase dari tongkol jagung delignifikasi merupakan selulase yang
lebih aktif menghidrolisis selulosa dalam bentuk amorf, sedangkan selulase
dari fraksi selulosa merupakan selulase yang lebih aktif menghidrolisis
selulosa dalam bentuk kristalin. Aktivitas spesifik FP-ase S1, CMC-ase S1,
FP-ase S2, dan CMC-ase S2 berturut-turut adalah 0,42; 2,18; 0,19 dan
0,08 IU/mg.
Nilai pH dan suhu optimum hidrolisis fraksi selulosa tongkol jagung
oleh selulase dari tongkol jagung delignifikasi adalah pH 4,8 dan suhu 50°C,
sedangkan untuk selulase dari fraksi selulosa tongkol jagung adalah pH 5 dan
suhu 40°C.
Selulase baik dari tongkol jagung delignifikasi maupun fraksi selulosa
mampu menghidrolisis berbagai konsentrasi fraksi selulosa sehingga
menghasilkan selo-oligosakarida dan gula sederhana. Selo-oligosakarida yang
dihasilkan merupakan turunan dari selulosa yang tidak larut air.

B. SARAN

Untuk menghasilkan aktivitas spesifik selulase yang lebih tinggi


sebaiknya selulase mengalami pemurnian lebih dahulu. Pada penelitian ini
selain menghasilkan selo-oligosakarida juga dihasilkan ampas, yaitu sisa
substrat yang tidak terhidrolisis oleh enzim. Ampas ini dapat digunakan untuk
pembuatan CMC (Carboxy Methyl cellulose) karena merupakan fraksi
selulosa yang amorf.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S. S. 1989. Kimia Kayu. Diktat PAU Ilmu Hayati. Institut Pertanian
Bogor.

Anggraini, F. 2003. Kajian Ekstraksi dan Hidrolisis Xilan Dari Tongkol Jagung
(Zea mays L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Anonim. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung.


htttp://www.litbang_deptan.go.id/special/komoditas/files/0104-
JAGUNG.pdf.

AOAC. 1984. Official Methods Analysis The Association of Official Analytical


Chemist. 14 th ed. AOAC, Inc. Arlinton. Virginia.

Apriyantono,A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.


1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Penerbit Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Ariestaningtyas, Y. 1991. Penggunaan Tongkol Jagung Untuk Produksi Selulase


oleh Trichoderma viride. Skripsi. Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Beldman, G., A. G. J. Voragen, F.M. Roumbouts and W. Pilnik. 1988. Synergism


in Cellulose Hydrolisis by endoglucanase and exoglucanase purified from
Trichoderma viride. Di dalam T.T. Irawadi (ed). Laporan Penelitian
Analisis Produk Hidrolisis Enzim Pada Limbah Berserat dari Industri
Pertanian dengan Metode HPLC. FMIPA, IPB, Bogor.

Bradford, M. M. 1976. A rapid and sensitive for the quantitation of microgram


quantitites of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal.
Biochem. 72 : 248-254.

Darwis, A. A., I. Sailah, T. T. Irawadi, dan Safriani. 1995. Kajian Kondisi


Fermentasi Produksi Selulase dari Limbah Kelapa Sawit (Tandan Kosong
dan Sabut) oleh Neurospora sitophila. J. Teknol. Ind. Pert. 5(3) : 199-207.

Domsch, K.H., dan W. Gams. 1972. Fungi in Agricultural Soils. Longman Group
Limited Publishing. London.

Dubois, M., K.A. Gilles, J.K. Hamilton, P. A. Rebers and F. Smith. 1956.
Colorometric Method for Determination of Sugar and Related Substances.
Anal. Chem. 28(3) : 350-356.

Enari, T.M. 1983. Microbial Cellulase. Di dalam W. M. Forgaty (ed.). Microbial


Enzyme dan Biotechnology. Applied Science Publisher. New York.
Eriksson, K. E. L., R. A. Blanchette, dan P. Ander. 1990. Microbial and
Enzymatic Degradation of Wood and Wood Components. Springer
Verlag, Berlin Heidelberg.

Fengel, D. dan D. Wegener. 1984. Wood Chemistry, Ultra Structure, Reaction.


Walter de Gruyter, Berlin, New York.

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1977. Food Microbiology. 4th ed. McGraw-Hill
Book. Publishing. Co. Ltd. New York.

Hayashida, S., K. Mo dan A. Hosoda. 1998. Production and Characteritics of


Avicel-Digesting and Non-Avicel Digesting Cellobiohydrolases From
Aspergillus ficum. Appl Environ Microbiol 54 (6) : 1523-1529.

Gong, C.S. dan G.T. Tsao. 1979. Cellulase and Biosynthesis Regulation. Di dalam
D. Perlman (ed.) Annual Report on Fermentation Process. Academic
Press, New York.

Irawadi, T. T. 1990. Selulase. PAU – Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor,


Bogor.

-----------------. 1991. Laporan Penelitian Analisis Produk Hidrolisis Enzim Pada


Limbah Berserat Dari Industri Pertanian dengan Metode HPLC. FMIPA,
IPB, Bogor.

-----------------. 1999. Kajian Hidrolisis Enzimatik Limbah Lignoselulosa Dari


Industri Pertanian. J. Tek. Ind. Pert. 8(3): 124-134.

Kosaric, N., D.C.M. Ng. I. Russel dan G.S Stewart. 1980. Ethanol Production by
Fermentation : An Alternative Liquid Fuel. Di dalam D. Perlman (ed.).
Advance in Microbiology. Academic Press, New York.

Koswara, J. 1991. Budidaya Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas


Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kulp, K. 1975. Carbohydrases. Di dalam G. Reed (ed.) Enzyme in Food


Processing. academia Press. New York.

Lorenz, KJ dan K Kulp. 1991. Handbook of Cereal Science and Technology.


Marcel Dekker, Inc. New York.

Lichfield, J. H. 1984. Single-cell Protein Di dalam Sarjoko (ed.). Bioteknologi :


Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Mandels, M., F. W. Parrish, dan E. T. Reese. 1961. Sophorose As An Inducer Of
Cellulase in Trichoderma viride. Received for Publication Pioneering
Research Division, Quartermaster Research and Engeneering Center,
Natick, Massachusetts.

------------------. T. Reesee dan L.A. Spano. 1976. Enzymatic convertation of


Cellulosic Material. Technology and Application Interscience. Publishing.
John Willey and Sons. New York.

Miyamoto, K. 1997. Renewable Biological System For Alternative Sustainable


Senergy Production. FAO Agricultural Services Bulletin 128.

Otsuka, M. , A. Ishida, Y. Nakayama, M. Saito, M. Yamazaki, H. Murakami, Y.


Nakamura, M. Matsumoto, K. Mamoto, dan R. Takada. 2004. Dietary
Supplementation with Cellooligosaccharide Improves Growth Perfomance
in Wealing Pigs. Animal Sci. J. 75(30) : 225.

Reese, E.T., R.G.H., Siu dan H.S. Levinson. 1950. The Biological Degradation of
Soluble Celluloses Derivative and its Relationship to the Mechanism of
Cellulose Hydrolisis. J Bacteriol. 59: 485-486.

Richana, N., P. Lestina, dan T. T. Irawadi. 2004. Karakterisasi Lignoselulosa dari


Limbah Tanaman Pangan dan Pemanfaatannya untuk Pertumbuhan
Bakteri RXA III-5 Penghasil Xilanase. J. Penel. Pert. Tan. Pangan 23(3) :
171-176.

Sjostrom, E. 1981. Wood Chemistry Fundamental and Application. Academic


Press, Inc., San Diego.

Srinivas, R dan T. Panda. 1998. pH and Thermal Stability Studies of


Carboxymethyl Cellulase From Intergeneric Fusants of Trichoderma
reesei/Saccharomyces cerevisiae. Journal of Industrial Microbiol &
Biotechnol. 21 : 178-183.

Sternberg, D. 1976. Production of Cellulose by Trichoderma viride. Di dalam E.L.


Garden Jr. (ed.). Enzyme Conversion of Cellulose Material. Tech and
Appl. Interscience Pub. John Willey and Sons, New York.

Suhartini. 2001. Uji Daya Hasil Pendahuluan Jagung Hibrida (Zea mays L) Hasil
Pemuliaan PSPT IPB, Bogor. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tomomatsu, H. 1994. Health Effects of Oligosaccharides. Food Technology Oct:


61-64.

Widyani, I. G. A. 2002. Ekstraksi Xilan dari Tongkol Jagung dan Kulit Ari
Kedelai. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Van Soest, P.J. 1963. Use of Detergent in Analysis of Fibrous Feeds III. Di dalam
M.L. Dreher (ed.). The Handbook of Dietary Fiber. New York, USA.

Zeronian, S.H. 1985. Intercrystalline Sweeling of Cellulose. Di dalam T.T.


Irawadi (ed.). Laporan Penelitian Analisis Produk Hidrolisis Enzim Pada
Limbah Berserat dari Industri Pertanian dengan Menggunakan Metode
HPLC. FMIPA,IPB,Bogor.
67

Lampiran 13. Nilai Gula Pereduksi, Total Gula, Derajat Polimerisasi dan Derajat Ekuivalensi Produk Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung
Varietas Bisma secara Enzimatis

Selulase (S1)
jam
1% (C1) 2% (C2) 3% (C3)
ke-
TG GP TG GP TG GP
DE DP DE DP DE DP
(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)
6 72,07 2,91 4,04 24,76 80,29 4,28 5,33 18,76 118,39 7,08 5,98 16,71
12 83,57 3,38 4,05 24,67 139,46 7,96 5,71 17,52 145,26 8,75 6,02 16,61
18 84,80 3,77 4,44 22,52 144,28 8,26 5,73 17,462 149,40 9,01 6,03 16,58
24 93,51 4,58 4,90 20,42 155,32 9,07 5,84 17,13 158,43 9,58 6,05 16,53
30 95,29 5,40 5,66 17,65 161,23 9,42 5,84 17,11 165,14 10,03 6,07 16,47
36 103,07 5,957 5,78 17,30 162,61 9,76 6,00 16,66 180,59 11,18 6,19 16,16
42 121,20 7,11 5,87 17,05 169,31 10,20 6,02 16,60 187,00 12,59 6,73 14,85
48 134,51 8,11 6,03 16,59 181,31 11,16 6,16 16,24 197,96 13,40 6,77 14,78

Selulase (S2)
jam
1% (C1) 2% (C2) 3%(C3)
ke-
TG GP TG GP TG GP
DE DP DE DP DE DP
(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)
6 223,47 3,59 1,61 62,18 248,11 7,14 2,88 34,73 276,95 8,06 2,91 34,35
12 243,63 5,79 2,38 42,08 252,76 7,31 2,89 34,57 289,27 9,61 3,32 30,10
18 256,70 6,22 2,42 41,24 267,79 8,37 3,12 32,00 292,18 9,80 3,35 29,81
24 269,76 6,59 2,44 40,92 274,23 8,73 3,18 31,41 330,63 11,17 3,38 29,60
30 277,89 6,85 2,47 40,55 282,00 8,99 3,19 31,38 444,48 15,13 3,40 29,38
36 290,95 7,63 2,62 38,12 357,73 11,41 3,19 31,36 490,80 16,77 3,42 29,26
42 303,52 7,99 2,63 37,97 401,11 13,16 3,28 30,49 514,46 18,76 3,65 27,42
48 314,36 8,29 2,64 37,91 460,25 15,57 3,38 29,56 537,63 21,54 4,01 24,96
67

Lampiran 13. Nilai Gula Pereduksi, Total Gula, Derajat Polimerisasi dan Derajat Ekuivalensi Produk Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung
Varietas Bisma secara Enzimatis

Selulase (S1)
jam
1% (C1) 2% (C2) 3% (C3)
ke-
TG GP TG GP TG GP
DE DP DE DP DE DP
(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)
6 72,07 2,91 4,04 24,76 80,29 4,28 5,33 18,76 118,39 7,08 5,98 16,71
12 83,57 3,38 4,05 24,67 139,46 7,96 5,71 17,52 145,26 8,75 6,02 16,61
18 84,80 3,77 4,44 22,52 144,28 8,26 5,73 17,462 149,40 9,01 6,03 16,58
24 93,51 4,58 4,90 20,42 155,32 9,07 5,84 17,13 158,43 9,58 6,05 16,53
30 95,29 5,40 5,66 17,65 161,23 9,42 5,84 17,11 165,14 10,03 6,07 16,47
36 103,07 5,957 5,78 17,30 162,61 9,76 6,00 16,66 180,59 11,18 6,19 16,16
42 121,20 7,11 5,87 17,05 169,31 10,20 6,02 16,60 187,00 12,59 6,73 14,85
48 134,51 8,11 6,03 16,59 181,31 11,16 6,16 16,24 197,96 13,40 6,77 14,78

Selulase (S2)
jam
1% (C1) 2% (C2) 3%(C3)
ke-
TG GP TG GP TG GP
DE DP DE DP DE DP
(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)
6 223,47 3,59 1,61 62,18 248,11 7,14 2,88 34,73 276,95 8,06 2,91 34,35
12 243,63 5,79 2,38 42,08 252,76 7,31 2,89 34,57 289,27 9,61 3,32 30,10
18 256,70 6,22 2,42 41,24 267,79 8,37 3,12 32,00 292,18 9,80 3,35 29,81
24 269,76 6,59 2,44 40,92 274,23 8,73 3,18 31,41 330,63 11,17 3,38 29,60
30 277,89 6,85 2,47 40,55 282,00 8,99 3,19 31,38 444,48 15,13 3,40 29,38
36 290,95 7,63 2,62 38,12 357,73 11,41 3,19 31,36 490,80 16,77 3,42 29,26
42 303,52 7,99 2,63 37,97 401,11 13,16 3,28 30,49 514,46 18,76 3,65 27,42
48 314,36 8,29 2,64 37,91 460,25 15,57 3,38 29,56 537,63 21,54 4,01 24,96
68

Lampiran 14. Kromatogram dari HPLC untuk Karbohidrat Standard

1. Xilan

No RT (menit) Area Konsentrasi Nama


3 1,84 19061 4,182
4 8,59 436698 95,010 Xilan
Total 455759 100,000
69

2. Xilosa, Glukosa, Maltosa

No RT (menit) Area Konsentrasi Nama


3 1,55 461270 32,927 Xilosa
4 2,48 460509 33,444 Glukosa
6 3,60 471089 33,620 Maltosa
Total 140068 100,000
70

3. Arabinosa dan Selobiosa

No RT (menit) Area Konsentrasi Nama


5 4,24 336,64 46,776 Arabinosa
8 5,28 382391 53,224 Selobiosa
Total 718455 100,000
68
68

Anda mungkin juga menyukai