ARTIKEL SEMINAR
HALAMAN JUDUL
Oleh
SILVIANA SAFITRI
J1A 018 104
i
POTENSI DAMI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) SEBAGAI BAHAN
PENSUBSTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PRODUK BISKUIT
Oleh
Silviana Safitri
J1A 018104
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
Tanggal Pengesahan:
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan naskah seminar tentang “Potensi Dami Nangka
(Artocarpus heterophyllus) Sebagai Bahan Pensubstitusi Tepung Terigu Pada
Produk Biskuit” ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih
khususnya kepada :
1. Baiq Rien Handayani, SP., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
2. Dr. Ir. Satrijo Saloko, MP. selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram
3. Ir. I Wayan Sweca Yasa, M.Si. selaku dosen pembimbing
4. Orangtua serta rekan-rekan yang terkait dalam penyusunan naskah seminar
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa naskah seminar ini masih banyak
kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik penulisan. Oleh
karena itu, diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
dan penyempurnaan tulisan selanjutnya.
Semoga naskah seminar ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan
bagi pembaca serta dapat menambah pengetahuan penulis secara pribadi.
Silviana Safitri
iv
DAFTAR ISI
v
2.6 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Biskuit .......................... 36
2.7 Kemungkinan Substitusi Tepung Dami Nangka pada Pembuatan
Biskuit ................................................................................................................ 36
2.7.1 Aspek Potensi Ekonomi ........................................................................... 36
2.7.2 Aspek Gizi dan Kesehatan ....................................................................... 37
2.7.3 Aspek Kesukaan ....................................................................................... 37
2.7.4 Aspek Ketersediaan bahan baku .............................................................. 38
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS ................................................................... 39
3.1 Analisis Potensi Gagasan ........................................................................... 39
3.2 Metode dan Proses Pembuatan ................................................................. 44
3.2.1 Metode...................................................................................................... 44
3.2.2 Proses Pembuatan Tepung Dami Nangka ................................................ 45
3.2.2.1 Persiapan Bahan ................................................................................ 45
3.2.2.2 Pengambilan Dami Nangka (memisahkan dami dengan nangka)..... 45
3.2.2.3 Pencucian .......................................................................................... 45
3.2.2.4 Proses Blanching ............................................................................... 45
3.2.2.5 Pengeringan ....................................................................................... 46
3.2.2.6 Penggilingan...................................................................................... 46
3.2.2.7 Pengayakan ....................................................................................... 46
3.2.3 Proses Pembuatan Biskuit Substitusi Tepung Dami Nangka ................... 47
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 51
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 51
4.2 Saran ............................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
POTENSI DAMI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) SEBAGAI BAHAN
PENSUBSTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PRODUK BISKUIT
RINGKASAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
10
konsumsi makanan dari olahan tepung terigu diantaranya mi instan, mi basah,
roti dan biskuit, sebanyak 13,4% penduduk Indonesia mengkonsumsi biskuit ≥
1 kali per hari. Walaupun telah terjadi penurunan, impor terigu masih
termasuk tinggi. Ketergantungan tepung terigu dapat dikurangi dengan
melakukan penganekaragaman bahan dasar pada pembuatan biskuit dengan
diversifikasi bahan dasar menggunakan substitusi flour.
Tepung dami nangka adalah tepung yang diperoleh dari penggilingan
dami nangka yang sudah dikeringkan, memiliki karakteristik fisik, yaitu
berwarna coklat, bersih, tekstur halus, dan berbau khas tepung dami nangka
(Khotijah, 2015). Tepung dami nangka merupakan hasil olahan dari bahan
dasar buah nangka. Potensi dami nangka yang dapat digunakan sebagai bahan
pensubstitusi pada pembuatan produk biskuit karena mempunyai nilai
ekonomi yang rendah, mudah rusak dan tidak dapat disimpan lama.
Masyarakat beranggapan bahwa dami nangka kurang bermanfaat dan tidak
mengandung gizi. Dengan dibuat biskuit substitusi tepung dami nangka dapat
menambah produk baru di pangsa pasar masyarakat. Proses pembuatan yang
sederhana dan bahan dasar yang mudah didapat karena ketersediaan buah
nangka diindonesia sangat melimpah maka tidak akan susah untuk
mendapatkan tepung dami buah nangka.
Pengolahan nangka menjadi keripik menimbulkan limbah sebanyak
65% sampai 80% dari berat keseluruhan dari nangka. Dami nangka
merupakan limbah yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan karena memiliki
kandungan serat yang cukup tinggi sekitar 76,58 % bk (Muchtadi, 1981).
Selain itu, dami nangka memiliki aroma yang wangi dan mengandung pati,
kandungan pati memungkinkan dami diolah menjadi tepung. Apabila diolah
menjadi tepung dami nangka limbah yang dihasilkan dapat diminimalisir.
Dilihat dari kandungan seratnya tepung dami nangka mempunyai prospek
yang bagus apabila diproses atau dikelola dengan baik karena merupakan
sumber serat alternatif yang berasal dari sumber daya lokal yang dapat diolah
sesuai dengan kebutuhan dalam pembuatan jenis-jenis makanan seperti
biskuit. Dami buah nangka masih banyak mengandung zat-zat yang sama
dengan daging buahnya seperti air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin C,
11
serat kasar, gula dan sebagainya. Kandungan karbohidrat pada dami nangka
terdiri dari glukosa, sukrosa, pati, serat, dan pektin. Sedangkan dalam 100 gr
tepung dami nangka mengandung 44,79% per 100 gr kadar serat kasar dan
mengandung 2,97% protein. Selain itu pembuatan biskuit dari subtitusi tepung
dami nangka merupakan produk inovasi baru, sehingga masyarakat akan
menyukainya apalagi dengan menggunakan salah satu bahan pangan lokal
yakni dami buah nangka.
Berdasarkan hasil penelitian Hermawanidkk. (2019) tentang nutrisi
tepung kulit dan jerami nangka menunjukkan bahwa kulit dan jerami (dami)
nangka yang diolah menjadi tepung akan menghasilkan tepung yang memiliki
tekstur kasar dan bewarna coklat. Tepung kulit dan jerami nangka berasa
manis dan memiliki aroma seperti buah nangka. kadar air tepung kulit dan
jerami nangka lebih rendah dibandingkan kadar maksimum tepung terigu yang
diperbolehkan. Kadar air yang rendah dalam tepung kulit dan jerami nangka
menyebabkan tepung ini memiliki daya awet yang baik. Kadar abu tepung
kulit dan jerami nangka lebih tinggi dari syarat maksimum mutu tepung terigu.
Kandungan protein tepung kulit dan jerami nangka tidak jauh berbeda dari
syarat minimum mutu tepung terigu. Tepung kulit dan jerami nangka sudah
memenuhi syarat mutu sebagai bahan pangan Standar Nasional Indonesia
(SNI). Kandungan serat dari tepung kulit dan jerami nangka lebih besar dari
syarat minimum tepung terigu. Kandungan lemak dari tepung kulit dan jerami
nangka lebih besar dari syarat minimum tepung terigu. Kandungan pati dari
tepung kulit dan jerami buah nangka tidak melebihi batas maksimum dari
syarat tepung terigu.
Hasil penelitian Mentari (2015) tentang perbedaan penggunaan tepung
ubi ungu terhadap kualitas organoleptik dan kandungan gizi biskuit,
menunjukkan bahwa ada perbedaan penggunaan 0%, 25%, 50% dan 75%.
Sampel biskuit tepung ubi ungu hasil terbaik adalah sampel dengan
penggunaan tepung ubi ungu 50%. Sampel yang disukai masyarakat juga
sama yaitu sampel dengan penggunaan tepung ubi ungu 50% dengan rerata
tertinggi 3,30. Sedangkan sampel dengan penggunan tepung ubi ungu 0%,
25%, dan 75% termasuk kriteria cukup disukai oleh masyarakat. Hasil
12
kimiawi pada biskuit tepung ubi ungu yaitu sampel dengan penggunaan
tepung ubi ungu 0% memiliki kandungan karbohidrat 53,53g, lemak 18,06g,
serat kasar 11,13g, anthosianin negatif. Sampel 25% memiliki kandungan
karbohidrat 46,62g, lemak 17,57g, serat kasar 9,93g, anthosianin 48,30mg.
Sampel 50% memiliki kandungan karbohidrat 47,82g, lemak 16,21g, serat
kasar 6,24g, anthosianin 83,89mg. Sampel 75% memiliki kandungan
karbohidrat 48,18g, lemak 15,45g, serat kasar 3,04g, anthosianin 122,65mg.
Berdasarkan hasil penelitian Rahimah (2013) tentang pembuatan biskuit
dengan penambahan tepung ikan lele dan labu kuning menyimpulkan bahwa
kadar karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat pada biskuit dengan
penambahan tepung ikan lele dan labu kuning lebih tinggi dibanding dengan
kadar karbohidrat, protein dan lemak yang ada dalam biskuit tepung terigu.
Penelitian yang dibuat oleh Mervina (2009) yaitu formulasi biskuit dengan
substitusi tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai sebagai makanan
potensial untuk anak balita gizi kurang. Formulasi 4 dengan perbandingan
tepung badan ikan 3,5 : tepung kepala ikan 1,5 : isolat protein kedelai 10,
menjadi formulasi paling banyak disukai dengan kandungan kadar air 4,13%,
kadar abu 2,52%, kadar protein 19,55%, kadar lemak 21,99%, kadar
karbohidrat 55,94% dalam 100 gram biskuit.
Dengan mempertimbangkan keunggulan dami nangka yang mempunyai
kandungan serat yang tinggi, adanya kandungan pati dan dilihat dari berbagai
aspek potensi dami nangka maka diversifikasi bahan dasar menggunakan
substitusi flour dapat dilakukan menggunakan dami nangka sebagai alternatif
diversifikasi menggunakan sustitusi tepung dami nangka dengan tepung terigu
pada pembuatan biskuit. Selain itu dami nangka mempunyai aroma nangka
yang khas sehingga dapat digunakan sebagai pengganti rasa alami pada
biskuit. Untuk membuktikan apakah alternatif diversifikasi menggunakan
bahan dasar substitusi tepung dami nangka dengan tepung terigu pada
pembuatan biskuit dapat digunakan, maka perlu dilakukan eksperimen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka akan dilakukan penelaahan tentang
“Potensi Dami Nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai Bahan
Pensubstitusi Tepung Terigu pada Produk Biskuit”.
13
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan dari artikel seminar ini adalah untuk mengetahui
potensi dami nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai bahan pensubstitusi
tepung terigu pada produk biskuit.
1.3 Manfaat
Manfaat dari makalah seminar ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memanfaatkan dami nangka menjadi tepung dami nangka dan
menggunakannya sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu pada
produk biskuit sekaligus mengurangi penggunaan tepung terigu.
2. Sebagai bahan rekomendasi dalam pemanfaatan limbah pangan lokal
yaitu dami nangka yang masih minim pengolahannya dan masih jarang
dimanfaatkan oleh masyarakat maupun industri di Indonesia.
3. Sebagai bahan informasi mengenai penggunaan bahan baku lokal pada
pembuatan biskuit sehingga dapat meningkatkan penganekaragaman
produk pangan.
14
BAB II
TELAAH PUSTAKA
15
mendatar atau tegak tetapi tajuk tanaman tidak teratur. Memiliki daun
berbentuk bulat telur dan panjang, tepinya rata, tumbuh secara berselang-
seling, dan bertangkai pendek. Permukaan atas daun berwarna hijau tua
mengilap, kaku dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda
(Adikhairani, 2012).
Menurut Rukmana (2008), sistematika (taksonomi) tanaman nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Morales
Family : Moraceae
Genus : Artocarpus
Species : Artocarpus heterophyllus
Berikut tanaman nangka dapat dilihat pada Gambar 1.
16
25 kg dan akhirnya matang dan disebut “buah nangka”. Daging buah nangka
umumnya tebal, berwarna kuning, kuning pucat, kuning kemerah-merahan atau
jingga. Buah nangka beraroma harum yang berasal dari kandungan senyawa
etil-butirat, berair dan rasanya manis (Handayani, 2016).
Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk
dikembangkan. Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir
semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan
produk utamanya, bagian akar, batang, daun, bakal buah bahkan kulitnya pun
dapat dimanfaatkan. Buah nangka yang muda dapat disayur dan dimanfaatkan
untuk diolah menjadi gudeg, sedangkan buah yang matang enak dimakan segar
(Rukmana, 2008). Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian
daminya juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Berikut adalah kandungan
gizi buah nangka muda dan nangka masak dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Kandungan Gizi Nangka Masak dan Nangka Muda
Kandungan Gizi Nangka Masak Nangka Muda
Kalori (kal) 106,00 51,00
Protein (g) 1,20 2,00
Lemak (g) 0,30 0,40
Karbohidrat (g) 27,60 11,30
Kalsium (mg) 20,00 45,00
Fosfor (mg) 19,00 29,00
Zat Besi (mg) 0,90 0,50
Vitamin A (SI) 330,00 25,00
Vitamin B1 (mg) 0,07 0,07
Vitamin C (mg) 7,00 9,00
Air (g) 70,00 85,40
Bagian dapat dimakan (%) 28,00 80,00
17
(Widyastuti, 1993). Winarsih (2014) mengemukakan bahwa dami nangka
merupakan limbah buah nangka yang terbatas sebagai pakan ternak atau
dibuang. Secara kualitatif dami nangka berpotensi sebagai bahan baku berbagai
hasil pangan olahan atau industri pangan. Persentase dami nangka dalam satu
buah utuh nangka dapat mencapai 18,9%, sehingga menunjukkan bahwa
ketersediaan dami nangka cukup banyak, yaitu 2.550 ton/th.
Dami nangka adalah bunga yang tidak mengalami penyerbukan yang
berada diantaranya mplungan (Bahasa Jawa) yang sering juga disebut sebagai
serabut atau jerami. Bagi konsumen buah nangka dami hanya dijadikan sebagai
limbah nangka tanpa ada usaha untuk memanfaatkannya. Nangka yang masih
muda seluruh bagian buahnya dapat dimanfaatkan bersama-sama yaitu daging
buah, biji dan dami. Pada nangka masak, dami tersebut ada yang tebal
berukuran besar dan rasanya manis sehingga dapat juga dimakan. Adapula
dami nangka yang kecil dan tidak manis sehingga tidak enak dimakan
(Handayani, 2016). Dami nangka dapat dilihat pada Gambar 2.
18
Kandungan nutrisi dami nangka menunjukkan kualitas sangat baik.
Muchtadi (1981) mengemukakan bahwa dami nangka memiliki sifat fisik
maupun kimia yang hampir sama dengan buah nangka. Kandungan serat kasar
dami nangka sekitar 1,94% sementara daging buahnya sekitar 1,58%. Siregar
(1996) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat pada dami nangka sebesar
15,87% yang terdiri atas glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat dan pektin.
Kandungan nutrisi dami nangka dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Dami Nangka
Komponen Kandungan Nutrisi
19
2.4 Biskuit
2.4.1 Tinjauan Tentang Biskuit
Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk
makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat
dari bahan dasar tepung terigu atau substitusinya, minyak atau lemak dengan
atau tanpa penambahan bahan pangan lain yang diizinkan. Biskuit terbuat dari
bahan dasar tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan – bahan tambahan
lain, seperti gula, telur, margarin, emulsifier, shortening, dan bahan citarasa.
Biskuit mempunyai kadar air kurang dari 5% sehingga membuat umur
simpan biskuit lebih panjang, terlindung dari kelembapan, dan menjadikan
biskuit bahan pangan yang praktis bagi masyarakat. Biskuit dapat
digolongkan menjadi beberapa macam berdasarkan tekstur dari biskuit,
metode pembentukan adonan, dan penambahan bahan. Biskuit dapat
dikelompokkan menjadi crakers, cookies, wafer, dan pai (Manley, 2001).
Biskuit mempunyai ciri-ciri yaitu lapisan kulit cokelat keemasan tanpa
noda-noda cokelat, bentuk simetris bagian atas rata dan sisi lurus, tekstur
renyah serta lembut (Yunisa, 2013). Berdasarkan SNI, Biskuit
diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:
a. Kue kering yang dibuat dengan adonan keras (jumlah shortening dan
gula yang digunakan lebih sedikit), berbentuk pipih bila dipatahkan
penampang potonganya bertekstur padat.
b. Crackers adalah jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras
melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang
rasanya mengarah kerasa asin dan gurih, renyah dan bila dipatahkan
penampang potonganya berlapis-lapis.
c. Wafer adalah jenis kue kering yang dibuat dari adonan cair (jumlah air
yang digunakan lebih banyak), berpori-pori kasar relatif renyah dan
bila dipatahkan penampangnya potongannya berongga-rongga.
d. Cookies adalah jenis kue kering yang dibuat dari adonan lunak
(jumlah lemak dan gula yang digunakan lebih banyak) atau keras,
relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potonganya
bertekstur kurang padat.
20
Berikut gambar biskuit dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Biskuit
(Sumber: Tribunnews.com)
Sifat kimia biskuit dapat dilihat dari parameter kadar air, kadar lemak,
kadar protein, dan kadar abu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
Perubahan sifat kimia biskuit dapat terjadi akibat adanya pengaruh beberapa
faktor, seperti komposisi bahan, suhu, dan waktu pemanggangan. Biskuit yang
dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk
dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 2973-2011) disajikan pada Tabel
3 berikut ini :
21
Tabel 3. Syarat Mutu Biskuit Berdasarkan SNI 2973-2011
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2. Kadar Air (b/b) % Maks. 5
3. Protein (N × 6,25) (b/b) % Min. 5
Min. 4,5*)
Min. 3**)
4. Asam Lemak Bebas % Maks. 1,0
(sebagai asam oleat) (b/b)
5. Cemaran Logam
5.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 0,5
5.2 Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,2
5.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40
5.4 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,05
6. Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5
7. Cemaran Mikroba
7.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1 × 104
7.2 Coliform APM/g 20
7.3 Escherechia coli APM/g <3
7.4 Salmonella sp. - Negatif/25 g
7.5 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1 × 102
7.6 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1 ×102
7.7 Kapang dan Khamir Koloni/g Maks. 2 × 102
Catatan:
*) Untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan
**) Untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi(coating/filling) dan
pai
22
Dalam proses pemilihan bahan yang harus diperhatikan adalah mengecek
tanggal kadaluarsa serta memperhatikan kualitas bahan yang baik.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi
bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material)
dan bahan pengembang. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk,
putih telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak
(shortening), dan bahan pengembang seperti baking powder (Faridah, dkk.,
2008). Bahan-bahan lain juga ditambahkan sesuai dengan karakteristik biskuit
yang diinginkan.
2.4.2.1 Bahan Pengikat
2.4.2.1.1 Tepung Terigu
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah
tepung terigu, terutama jenis terigu soft (protein ± 8-9%) dan jenis terigu
medium (protein ± 10-11%). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
biskuit dapat dibuat dari bahan baku selain terigu, selain itu suplementasi
biskuit dengan bahan kaya protein dapat meningkatkan kualitas produk.
Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum bagian dalam
(endosperma) tanpa melibatkan bagan lembaga dan dedak (lapisan luar)
(Astawan, 2009).
Tepung terigu memiliki karakteristik yang berbeda dengan tepung
yang lain. Tepung terigu terbuat dari biji gandum yang mengandung
protein (gluten). Setiap varietas biji gandum memiliki kandungan gluten
yang berbeda-beda, karenanya dipasaran beredar berbagai jenis tepung
terigu (Sutomo, 2012). Menurut Syarbini (2013), tepung terigu dibagi
menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu :
a. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi (Hard Flour)
Tepung ini memiliki kandungan protein antara 12-14%
yang sangat baik untuk pembuatan aneka macam roti dan cocok
untuk pembuatan mie karena memiliki tingkat elastisitas dan
kekenyalan yang kuat sehingga mie yang dihasilkan tidak mudah
putus. Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra Kembar.
b. Tepung terigu dengan kandungan protein sedang (Medium Flour)
23
Tepung ini biasanya disebut dengan all purpose flour
karena memiliki kandungan protein antara 10-11,5% yang cocok
untuk pembuatan aneka cake, mie basah, pastry, dan bolu.
Contohnya, terigu dengan merk dagang Segitiga Biru.
c. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah (Soft Flour)
Tepung terigu dengan kandungan protein 8-9,5% ini tidak
memerlukan tingkat kekenyalan namun tingkat kerenyahan
sehingga cocok untuk pembuatan cookies, wafer, dan aneka
gorengan. Contohnya, terigu dengan merk dagang Kunci Biru.
Tepung terigu dapat dilihat pada Gambar 4.
24
Tabel 4. Kandungan Gizi dalam 100 gram Tepung Terigu
Kandungan Gizi Jumlah
Protein (g) 8
Lemak (g) 1,5
Abu (g) 0,54
Karbohidrat (g) 77
Serat (g) 0,62
Kalori (kkal) 360
25
Cemaran mikroba:
a. Angka lempeng Koloni/g Maks. 1×106
total
b. E.coli APM/g Maks.10
c. Kapang Koloni/g Maks. 1×104
d. Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1×104
(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2009)
Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri
dari gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%). Menurut Fennema (1996)
sekitar 30% asam amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino
tersebut dapat menyebabkan protein mengumpul melalui interaksi
hidrofobik serta mengikat lemak dan substansi non polar lainnya. Ketika
tepung terigu tercampur dengan air, bagian-bagian protein yang
mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran
sulfydryl-disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimer. Protein
gluten kandungan glutaminnya tinggi tapi kandungan asam amino
esensialnya yaitu lisina, metionina dan triptofan rendah (Deman, 1997).
2.4.2.1.2 Telur
Telur merupakan sumber zat gizi makro yaitu protein yang sangat
penting bagi pertumbuhan, pemeliharaan, sistem pertahanan dan perbaikan
tubuh. Protein telur adalah protein berkualitas superior artinya protein telur
yang ideal memiliki berat 60 gram, 12% terdiri dari kulit telur atau
cangkang telur, 58% terdiri dari putih telur dan 30% kuning telur. Kadar
air yang besar dalam telur seperti halnya susu segar memberikan sumber
air berkualitas terbaik dalam sistem pangan. Kuning telur mengandung
lesitin yang berfungsi sebagai emulsifier dengan kadar air sebesar 50%.
Sedangkan putih telur mengandung 86% air. Kuning telur berfungsi
sebagai pelembut dan pengempuk tekstur, sedangkan putih telur berfungsi
sebagai pengikat (Lestari, 2019).
Saleh dkk. (2012) menambahkan bahwa kuning telur merupakan
emulsi lemak dalam air yang mengandung 50% bahan kering. Berat
kuning telur mencakup sepertiga bagian dari berat telur utuh. Putih telur
merupakan cairan yang tidak berwarna, mengandung air dan merupakan
bagian terbesar dari telur. Putih telur mengandung air hingga 88% dari
26
berat total putih telur dan protein lebih dari 80% berat kering. Kerabang
telur merupakan lapisan berkapur yang menyusun 11% dari berat telur
utuh. Menurut Soeparno dkk. (2011), telur mengandung hampir semua zat
makanan yang diperlukan manusia seperti lemak, protein, vitamin, dan
mineral. Komposisi kimia telur ayam terdiri dari air sekitar 73,60%,
protein 12,80%, lemak 11,80%, karbohidrat 1,00% dan komponen lainnya
0,80%. Telur juga mengandung 10 macam asam amino esensial dari 18
macam asam amino esensial yang ada (Kusnadi, 2007).
Lemak pada umumnya terdapat dalam kuning telur dengan jumlah
yang bervariasi yaitu sekitar 32-36% dari berat kuning telur. Variasi lemak
dipengaruhi oleh strain dan pakan yang diberikan. Lemak pada kuning
telur terdiri dari 34% asam lemak jenuh yaitu palmitat, stearat dan miristat.
Lemak tak jenuh sekitar 66% yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat
dan asam linolenat (Soeparno, dkk., 2011). Adapun kandungan gizi pada
telur dapat dilihat padat Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan Gizi pada Telur Ayam tiap 100 gram
Komponen Kadar/100 gram bahan
Energi (kalori) 154
Protein (g) 12,4
Lemak (g) 10,8
Karbohidrat (g) 0,7
Kalsium (mg) 86
Fosfor (mg) 258
Besi (mg) 3
Vitamin A (IU) 104
Vitamin B1 (mg) 0,12
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 74,3
27
Perbandingan kandungan gizi kuning dan telur ayam dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan Gizi Kuning dan Telur Ayam
Komposisi Kimia Telur Ayam Segar
Kuning Telur Putih Telur
Air (g) 88,57 48,50
Protein (g) 10,30 16,15
Lemak (g) 0,03 34,65
Karbohidrat (g) 0,65 0,60
28
susu bubuk. Fungsi dari susu yaitu untuk menambah nilai gizi,
membangkitkan rasa dan aroma. Pembuatan biskuit biasanya
menggunakan susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu
segar. Susu yang ditambahkan akan membentuk aroma, mengikat air,
bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat akibat adanya protein
berupa kasein (Sundari, 2016). Komposisi susu segar dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Susu
Komponen Susu Murni (%)
Lemak 3,75
Laktosa 4,85
Protein 3,30
Abu 0,720
Total Solid 12,65
Air 87,40
29
Tabel 9. Komposisi Kimia Susu Bubuk Fullcream
Komposisi Kimia Jumlah (%)
Air 4,00
Protein 27,20
Lemak 26,00
Laktosa 36,80
Abu 6,00
30
Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu
(Saccharum officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan
mempunyai rasa manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,1%, gula
reduksi 1,24%, kadar airnya 0,61%, dan senyawa organik bukan gula 0,7%
(Suparmo dan Sudarmanto, 1991). Sukrosa ini kristalnya berbentuk prisma
monoklin dan berwama putih jemih. Warna tersebut sangat tergantung
pada kemurniannya. Bentuk kristal murni dapat tahan lama bila disimpan
dalam gudang yang baik. Gula dalam bentuk larutan yang baik ketika
masih berada dalam batang tebu maupun ketika masih berada dalam
larutan.
Gula pada pembuatan biskuit berfungsi sebagai bahan pemanis
yang dapat menghasilkan citarasa manis dan mempengaruhi tekstur
biskuit. Selain itu, penambahan gula juga dapat menghaluskan tekstur
serta membuat warna biskuit menjadi warna coklat yang menarik. Warna
coklat yang terbentuk pada biskuit dihasilkan akibat adanya reaksi antara
karbohidrat dan protein yang terdapat pada bahan.
Menurut Fenemma (1996), gula berfungsi sebagai sumber nutrisi
dalam bahan makanan, sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor
melalui reaksi pencoklatan. Menurut Buckle, dkk (2007) daya larut yang
tinggi dari gula dan daya mengikatnya terhadap air merupakan sifat-sifat
yang menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan
pangan. Konsentrasi yang cukup tinggi pada olahan pangan dapat
mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga dapat berperan sebagai
pengawet.Di dalam teknologi pangan, sukrosa dapat berperan sebagai
pemanis, pengawet, substrat fermentasi serta dapat untuk memodifikasi
tekstur. Komposisi kimia gula pasir dalam 100 gram bahan dapat dilihat
pada Tabel 10.
31
Tabel 10. Komposisi Kimia Gula Pasir dalam 100 gram Bahan
Komponen Jumlah
Kalori (kkl) 364
Protein (g) 0
Lemak (g) 0
Karbohidrat (g) 94
Kalsium (mg) 5
Fosfor (mg) 1
Besi (mg) 0
Vitamin A (SI) 0
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 5,40
32
memiliki karakteristik aroma yang tidak seharum butter, mempunyai daya
creaming dan emulsi yang baik, dan memiliki titik leleh 37-42℃. Fungsi
margarin pada roti atau kue yaitu sebagai pelumas yang dapat
memperbaiki tesktur, mempermudah pemotongan, memberi kelembutan
dan keempukan pada serat roti serta memperpanjang umur simpan (Paran,
2009). Dibawah ini dapat dilihat kandungan gizi dalam 100 gram margarin
pada Tabel 11 :
Tabel 11. Kandungan Gizi dalam 100 gram Margarin
Unsur Gizi Jumlah
Air (g) 15,5
Energi (kkal) 720
Protein (g) 0,6
Lemak (g) 81
Karbohidrat (g) 0,4
Abu (g) 2,5
Kalsium (mg) 20
Fosfor (mg) 16
Retinol (mg) 606
33
akan memuai dan adonan menjadi matang, gelembung-gelembung yang
terperangkap akan menyebabkan kue mengembang dan menjadi ringan
(Venny, 2015).
Penggunan baking powder pada pembuatan kue kering harus sesuai
resep karena jika terlalu banyak menggunakan baking powder maka
adonan akan berubah warna dan rasa kue kering yang dihasilkan akan
terasa getir dan pahit, akan tetapi jika kekurangan baking powder pada
adonan kue kering yang dihasilkan kurang mengembang. Maka dari itu
dosis untuk penggunaan baking powder pada pembuatan biskuit atau kue
kering tidak lebih dari 3 gram dari 250 gram tepung (Jordan, 201:3).
Jumlah baking powder yang digunakan harus ditimbang secara
tepat. Bila kuantitas baking powder melebihi batas, setelah mengembang
di dalam oven, kue akan menjadi bantat atau mengkerut, remah kue
berwarna gelap dan rasanya akan berbeda. Bila baking powder terlalu
sedikit maka kue tidak dapat sepenuhnya mengembang sehingga
susunannya menjadi padat dan berat (Suhadjito, 2012).
2.4.2.4 Bahan Tambahan
Pengolahan bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian
garam NaCl atau gula pada konsentrasi tinggi, dapat mencegah kerusakan
bahan pangan. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan
pada suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik.
Pada pembuatan roti, garam memiliki fungsi penambah rasa gurih,
pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, serta pengontrol waktu fermentasi
dari adonan beragi. Lebih lanjut Yayath (2009) menjelaskan bahwa garam
juga memiliki astringent effect, yakni memperkecil pori-pori roti. Garam
(NaCl) yang ditambahkan ke dalam adonan biskuit berfungsi untuk
menguatkan flavor biskuit serta tingkat keremahan biskuit yang dihasilkan.
Jumlah garam yang ditambahkan kedalam adonan umumnya sebanyak 1% -
2,5% dari berat tepung terigu (Matz, 1992). Penambahan garam dalam
biskuit bertujuan untuk memberi rasa gurih,memperkuat tekstur serta
mengikat air. Garam yang sesuai dengan standar adalah garam yang tidak
berair dan bebas dari logam berat (Astawan, 2001). Jumlah garam yang
34
digunakan bergantung dengan jenis tepung. Jika menggunakan tepung
dengan kadar protein rendah maka membutuhkan lebih banyak garam
karena garam akanmemperkuat protein. Garam juga berfungsi menambah
keliatan gluten.
2.5 Kriteria Biskuit
Kualitas produk makanan bersifat secara fisik dan mudah dikenali.
Kriteria fisik meliputi warna, rasa, tekstur dan aroma. Sedangkan kriteria
yang tersembunyi meliputi nilai gizi, keamanan mikroba dan cemaran logam
(Kartika, dkk.,1998). Kriteria biskuit yang mudah diamati adalah ciri-ciri
biskuit sebagai berikut :
a. Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk
menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan.
Umumnya warnanya sesuai dengan bahan yang digunakan. Menurut
Yunisa (2013), biskuit mempunyai ciri-ciriyaitu warna lapisan kulit coklat
keemasan tanpa noda-noda coklat.
b. Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang
tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung
ketika makanan masuk dalam mulut (Winarno, 2014). Aroma sesuai
dengan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit.
c. Tekstur
Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan
mulut (pada waktu digigit, dikunyah, ditelan) ataupun dengan perabaan
dengan jari manis (Irmayanti, dkk, 2017). Menurut Yunisa (2013) bentuk
biskuit yaitu simetris, bagian atas rata dan sisi-sisi lurus, tekstur renyah
serta lembut.
d. Rasa
Rasa merupakan sensasi yang dirasakan ketika makanan diletakkan
dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau (Musita, 2016).
Umumnya rasa biskuit manis karena adanya gula yang memberikan rasa
manis dan rasa khas sesuai dengan bahan dasar yang digunakan.
35
2.6 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Biskuit
Menurut Lestari (2019), ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas dalam pembuatan biskuit adalah sebagai berikut :
a. Proses pengadukan jangan terlalu lama agar tidak menjadikan biskuit
keras.
b. Bila menggunakan baking powder sebaiknya dicampur dengan tepung
kemudian diayak bersamaan dengan tepung sebelum dilakukan
pencampuran.
c. Proses pembentukan diupayakan rapi dengan ukuran dan ketebalan yang
sama sehingga biskuit yang dihasilkan matang secara merata.
d. Suhu pembakaran jangan terlalu panas atau terlalu kecil karena apabila
susu pembakarannya berlebihan akan menyebabkan biskuit menjadi
gosong atau matang tidak merata.
e. Jika menggunakan bahan lainnya (baking powder, bubuk vanilla)
dimasukkan bersamaan dengan terigu dan diayak bersamaan dengan
tepung terigu tersebut.
2.7 Kemungkinan Substitusi Tepung Dami Nangka pada Pembuatan Biskuit
Bahan dasar yang di gunakan untuk produk biskuit adalah tepung
terigu, margarin, telur, susu, gula, baking powder, yang disubstitusikan dengan
tepung dami nangka. Tepung terigu merupakanbahan dasar yang digunakan
dalam pembuatan adonan biskuit. Penggunaan tepung terigu dapat
disubstitusikan dengan bahan lain yaitu tepung dami nangka karena memiliki
kandungan karbohidrat dan serat yang tinggi untuk menambah kandungan gizi
pada produk biskuit. Berdasarkan penelitian Khotijah (2015), Pembuatan
produk biskuit dari tepung dami nangka dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu
aspek potensi ekonomi, aspek gizi dan kesehatan,aspek kesukaan dan aspek
ketersediaan bahan baku.
2.7.1 Aspek Potensi Ekonomi
Dami nangka mempunyai nilai ekonomi yang rendah, mudah rusak
dan tidak dapat disimpan lama. Masyarakat beranggapan bahwa dami
nangka kurang bermanfaat dan tidak mengandung gizi. Dengan dibuat
biskuit subtitusi tepung dami nangka dapat memberikan masyarakat
36
alternatif lain untuk lebih berinovasi lagi dalam memanfaatkan bahan
pangan lokal yaitu limbah dami nangka yang lebih efisien. Hal ini dapat
mendasari peningkatan kualitas nilai ekonomi masyarakat. Biskuit tepung
dami nangka yang mempunyai keunggulan masa penyimpanan yang cukup
lama akan mejadi nilai jual tersendiri di kalangan masyarakat. Selain itu
kandungan serat yang tinggi pada tepung dami nangka yang tentunya
menghasilkan biskuit yang tinggi serat ini akan meningkatkan minat
masyarakat untuk lebih memilih makanan dengan bahan pangan lokal dan
alternatif ini, dengan kata lain pembuatan biskuit dari subtitusi tepung
dami nangka ini dapat menambah produk baru di pangsa pasar masyarakat.
2.7.2 Aspek Gizi dan Kesehatan
Hasil samping dami nangka memiliki kandungan nutrisi yang
cukup baik, yaitu mengandung Air (% bb) 65.12, Protein (% bk) 1.95,
Lemak (% bk) 9.30, Serat kasar (% bk) 1.94, Abu (% bk) 1.11 (Muchtadi.
1981). Kandungan serat pangan total pada tepung dami nangka yaitu
50,29% bahan kering (Faridatul, 2015). Fungsi serat bagi pertumbuhan
anak yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas),
penanggulanggan penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal,
mencegah kanker kolon (usus besar), mengurangi tingkat kolestrol dan
penyakit kardiovaskuler (Erawati, dkk., 2018). Selain itu adanya
kandungan karbohidrat pada dami nangka berupa pati menyebabkan
tepung dami nangka berpotensi untuk digunakan sebagai bahan
pensubstitusi terigu pada pembuatan produk biskuit.
2.7.3 Aspek Kesukaan
Dilihat dari aspek kesukaan, biskuit dari subtitusi tepung dami
nangka akan disukai oleh konsumen. Saat ini konsumen menyukai
produk-produk baru dari bahan baku baru. Pembuatan biskuit dari subtitusi
tepung dami nangka merupakan produk baru, sehingga masyarakat akan
menyukainya apalagi dengan menggunakan salah satu bahan pangan lokal
yakni dami nangka.
37
2.7.4 Aspek Ketersediaan bahan baku
Secara kualitatif dami nangka berpotensi sebagai bahan baku
berbagai hasil pangan olahan atau industri pangan. Persentase dami
nangka dalam satu buah utuh nangka dapat mencapai 18,9%, sehingga
menunjukkan bahwa ketersediaan dami nangka cukup banyak, yaitu 2.550
ton/th. Dari proses pembuatan yang sederhana dan bahan dasar yang
mudah didapat maka tidak akan susah untuk mendapatkan tepung dami
buah nangka. Sesuai hasil analisa, penggunaan tepung dami buah nangka
tersebut dapat digunakan sebagai bahan penambahan tepung terigu pada
pembuatan biskuit.
38
BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
39
(Wulandari, 2010). Alasan pemilihan produk tersebut karena saat ini biskuit
sudah menjadi salah satu makanan cemilan praktis bagi masyarakat Indonesia.
Bahkan di kalangan anak-anak, biskuit menjadi makanan favorit yang sehat
untuk dikosumsi setiap hari sebagai makanan cemilan ataupun makanan
pendamping.
Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan,
serta mengatur proses-proses kehidupan. Gizi merupakan salah satu faktor
penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara
perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal
tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Faktor yang secara langsung
mempengaruhi status gizi adalah asupan makan. Biskuit dikonsumsi oleh
semua usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda.
Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi
yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat
dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan seratnya relatif rendah. Bahan
utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung
terigu, namun tepung terigu adalah produk impor.
Tepung terigu berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia
harus diimpor, sedangkan penggunaannya sangatlah tinggi (Kementrian
Perindustrian Indonesia, 2013). Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut
dapat dilakukan dengan memanfaatkan komoditi pangan lokal sebagai bahan
baku yang bernilai gizi dengan harga yang relatif murah, dapat menghasilkan
produk baru yang bernilai ekonomis dan bergizi. Oleh karena itu, perlu adanya
pemanfaatan sumber daya lokal yang bersumber dari dalam negeri. Saat ini
banyak dilakukan usaha mensubstitusikan tepung terigu dengan berbagai
tepung dari sumber daya lokal seperti tanaman jenis buah-buahan, salah
satunya tanaman nangka yaitu dengan menggunakan limbah dami nangka yang
jarang sekali dimanfaatkan. Limbah dami nangka dapat diolah menjadi tepung
dami nangka dan dapat disubstitusikan pada tepung terigu yang menjadi bahan
baku pembuatan berbagai aneka makanan seperti kue kering karena memiliki
komposisi kimia yang hampir sama dan juga memiliki kandungan serat yang
40
cukup tinggi. Menurut Muchtadi (1981), secara kualitatif berdasarkan uji
laboratorium menunjukkan bahwa hasil samping dami nangka memiliki
kandungan nutrisi yang cukup baik, yaitu mengandung Air (% bb) 65.12 ,
Protein (% bk) 1.95, Lemak (% bk) 9.30, Serat kasar (% bk) 1.94, Abu (% bk)
1.11.
Hasil penelitian Putri (2016) mengenai pengaruh substitusi tepung
jamur tiram terhadap tingkat kekerasan dan daya terima biskuit ubi jalar ungu
menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung jamur tiram terhadap
tingkat kekerasan biskuit ubi jalar ungu dengan nilai signifikansi p=0,001.
Tingkat kekerasan tertinggi ditunjukkan oleh biskuit dengan substitusi 10%
tepung jamur tiram. Ada pengaruh substitusi tepung jamur tiram terhadap daya
terima rasa, tekstur dan keseluruhan dengan nilai signifikansi masing-masing
p=0,001; p=0,029; dan p=0,017. Tidak ada pengaruh substitusi tepung jamur
tiram terhadap daya terima warna dan aroma dengan nilai signifikansi p=0,703
dan p=0,069. Berdasarkan daya terima panelis dan tingkat kekerasan,
disarankan penggunaan 10% tepung jamur tiram pada biskuit ubi jalar ungu
dan menganalisis pengaruh daya simpan biskuit nilai gizi dan tingkat kekerasan
sebagai penelitian lanjutan.
Berdasarkan penelitian khotijah (2015) mengenai eksperimen
pembuatan brownies tepung terigu substitusi tepung jerami nangka
menunjukkan bahwa sampel yang paling disukai oleh masyarakat adalah
sampel dengan penambahan 10% tepung jerami nangka (sampel A) dan
Sampel brownies menggunakan bahan dasar 100 % tepung terigu (sampel K).
Sampel A memiliki persentase 80% sedangkan sampel K memiliki persentase
89% sehingga termasuk dalam kriteria suka. Pada sampel K yang merupakan
brownies kontrol dengan penggunaan 100% tepung terigu sebagai bahan
dasarnya memiliki persentase kesukaan yang sangat paling banyak. yaitu 89%,
sampel K termasuk dalam kriteria disukai. Selain sampel K juga ada sampel B
yang memiliki persentase kesukaan tertinggi yaitu 80%. Panelis menyukai
sampel K dan sampel A karena warna dari kedua sampel tersebut tidak berbeda
jauh yaitu coklat tua, dibandingkan kedua sampel brownies lainnya, aroma
coklat beraroma khas coklat,aroma nangka ini beraroma khas nangka, tekstur
41
bagian luarnya berkerak, sedangkan tekstur bagian dalamnya lembab, rasa dari
sampel K dan sampel A juga manis.
Berdasarkan hasil analisis data pengaruh tepung terigu substitusi
tepung jerami nangka terhadap kualitas brownies jerami nangka ada perbedaan.
Perbedaan rasa di setiap sampelnya disebabkan karena persentase substitusi
tepung jerami nangka yang berbeda. Semakin banyak substitusi tepung jerami
nangka yang diberikan, maka rasa yang diperoleh menjadi semakin pahit. Hal
ini disebabkan pada jerami nangka terdapat kandungan tannin, senyawa tannin
merupakan asam tannat yang mempunyai rasa sepat. Sehingga makin banyak
persentase tepung jerami nangka yang terkandung dalam adonan brownies
maka semakin pahit. Semakin banyak penambahan jumlah tepung jerami
nangka, maka jumlah kandungan serat kasar pada brownies jerami nangka
semakin tinggi. Serat semakin meningkat seiring dengan semakin besar
substitusi tepung jerami, hal ini disebabkan karena jerami nangka memiliki
kandungan serat yang tinggi 76,58% (Muchtadi 1981) dibandingkan dengan
tepung terigu yang tidak berserat.
Berdasarkan hasil penelitian Erawati dkk. (2018) tentang Pengaruh
Formulasi Tepung Komposit (Tepung Terigu, Tepung Tempe Dan Tepung
Jerami Nangka(Artocarpus heterophyllus)) Terhadap Kadar Protein, Serat
Kasar SertaDaya Terima Cookies Sebagai Makanan Selingan Anak Obesitas
bahwasemakin banyak penambahan tepung dami nangka, semakin rendah mutu
warna cookies, yakni warna cookies semakin gelap. Warna gelap pada cookies
dengan formulasi tepung komposit disebabkan oleh warna tepung dami nangka
yang memang berwarna kecokelatan. Warna cokelat pada tepung dapat terjadi
karena adanya reaksi pencokelatan, terutama karamelisasi. Ketika gula
dipanaskan melebihi titik leburnya, timbul pigmen kecokelatan yang disebut
karamel. Sedangkan yang enzimatis ada enzim polyphenol oxidase (PPO) yang
menyebabkan dami menjadi cokelat saat dipisahkan dari kulit nangka. Saat
pelepasan dari kulit, dami nangka akan mengaktifkan enzim polyphenol
oxidase pada dami nangka sehingga dami akan teroksidase dan menjadi cokelat
dan reaksi non enzimatik yang disebabkan reaksi Maillard.
42
Pengolahan limbah dami nangka dan Penggunaan tepung dami nangka
sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan produk pangan
diharapkan mampu meningkatkan gizi masyarakat dan pengelolaan serta
pemanfaatan limbah yang baik dapat terealisasikan. Akan tetapi menurut
Isnahrani (2009) tepung dami nangka menunjukkan bahwa semakin banyak
penambahan tepung dami nangka maka semakin rendah mutu rasa cookies
karena getah nangka yang tidak hilang sepenuhnya pada tepung meskipun telah
melalui proses pengolahan, getah pada dami nangka mengandung senyawa
dammar, yaitu berupa polimer yang memiliki rasa pahit selain itu warna tepung
dami nangka yang memang berwarna kecokelatan. Warna cokelat pada tepung
dapat terjadi karena adanya reaksi pencokelatan, terutama karamelisasi. Ketika
gula dipanaskan melebihi titik leburnya, timbul pigmen kecokelatan yang
disebut karamel. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui potensi dan pengaruh subsitusi tepung dami nangka terhadap mutu
suatu produk pangan. Sesuai hasil analisa, penggunaan tepung dami buah
nangka tersebut dapat digunakan sebagai bahan penambahan tepung terigu
pada pembuatan biskuit.
43
Tabel 12. Pemanfaatan Dami Nangka pada Berbagai Produk Pangan
No. Penambahan Dami Jenis Atribut Mutu Sumber
Nangka Produk
1. 8-11% atau 19-27% Cookies Peningkatan kadar Yulan
tepung dami nangka protein, serat pangan, (2009)
namun menurunkan daya
terima organoleptik
cookies
2. 36,66 gram tepung Cookies Cookies layak jual Wahyudi
dami nangka dan 210 (2013)
gram terigu
44
sebelumnya. Data tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dan
menjelaskan dalam karya ilmiah ini.
3.2.2 Proses Pembuatan Tepung Dami Nangka
Dalam pembuatan tepung dami nangka, ada beberapa langkah yang
harus dilakukan mulai dari awal sampai akhir pembuatan. Pembuatan tepung
dami nangka pada penelitian ini akan mengacu pada pembuatan tepung dami
nangka dalam penelitian khotijah (2015) yang dimodifikasi.
3.2.2.1 Persiapan Bahan
Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan tepung dami
nangka adalah mempersiapkan bahan yaitu memilih dami nangka. dami
nangka yang digunakan dalam pembuatan tepung dami nangka adalah dami
yang diambil dari buah nangka. Dami nangka yang digunakan adalah dami
nangka yang masih segar dan tidak busuk.
3.2.2.2 Pengambilan Dami Nangka (memisahkan dami dengan nangka)
Pengambilan dami nangka dilakukan dengan memisahkan dami dari
buah nangka. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan dami yang siap diolah
menjadi tepung. Dalam pengambilan dami nangka ini masih menggunakan
cara manualyaitu dengan menggunakan tangan, sehingga akan
membutuhkan waktu yang lama dan belum bisa maksimal.
3.2.2.3 Pencucian
Pencucian disini dapat diartikan sebagai proses pembersihan bahan
atau mencuci bahan yang akan digunakan. Bahan dasar atau dami nangka
yang telah dipilih kemudian dicuci sampai bersih untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada dami nangka. Disarankan dalam pencucian
dami nangka dilakukan menggunakan air yang mengalir agar kotorannya
tidak mengendap.
3.2.2.4 Proses Blanching
Blanching adalah mencelupkan makanan ke dalam air yang
mendidih beberapa saat, tidak sampai matang kemudian diangkat kembali.
Pada tahap ini dami nangka diblanching dengan cara direbus dalam waktu
kurang lebih 8 menit. Proses blanching dilakukan dengan tujuan untuk
mempertahankan warna jerami nangka yang masih segar.
45
3.2.2.5 Pengeringan
Pengeringan adalah proses menghilangkan kadar air dari suatu bahan
pangan. Pengeringan dilakukan secara alami yaitu menggunakan sinar
matahari atau menggunakan mesin pengering. Proses pengeringan dilakukan
selama 4-5 hari jika menggunakan sinar matahari.
3.2.2.6 Penggilingan
Penggilingan adalah proses menghaluskan atau mengubah ukuran
bahan pangan menjadi ukuran yang lebih kecil atau sederhana. Penggilingan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu cara untuk mengubah dami
nangka yang sudah kering menjadi butiran halus atau tepung agar mudah
dalam pemanfaatannya. Penggilingan dilakuan dengan menggunakan
blender bumbu atau daging. Penggilingan juga bisa menggunakan mesin
penggiling tepung. Dalam penelitian ini blender yang akan digunakan
adalah blender daging atau bumbu.
3.2.2.7 Pengayakan
Pengayakan dilakukan menggunakan ayakan dengan ukuran mesh
80 dengan tujuan untuk memisahkan tepung dami nangka yang masih kasar
dengan yang sudah halus sehingga diperoleh tepung dami nangka yang
halus. Secara lebih rinci dengan diagram alir pembuatan tepung dami
nangka.
46
Berikut diagram alir proses pembuatan tepung dami nangka:
Dami Nangka
Pengambilan Bahan
Pengeringan
(sinar matahari) (t= 4-5
hari)
Penggilingan
(blender)
Pengayakan
(ayakan 80 mesh)
47
Bahan baku biskuit yang digunakan dalam persiapan bahan harus bebas
dari kotoran, batu, komponen mikroba, serangga, dan tikus. Setelah bahan
siap, dilakukan pencampuran dilanjutkan dengan pengadukan (Claudia,
dkk., 2015).
Proses pembuatan biskuit mengacu pada eksperimen Amriani
(2017) yang dimodifikasi dimulai dengan seleksi bahan yaitu persiapan
bahan, pencampuran bahan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan
pengemasan. Perbandingan bahan menentukan kualitas biskuit yang
dihasilkan, karena perbandingan yang tepat akan menghasilkan biskuit
yang berkualitas baik sesuai dengan kriteria. Perbandingan bahan
sebaiknya mengikuti rentangan antara maksimal sampai minimal sesuai
dengan resep standar. Untuk substitusi perbandingan bahan dasar tepung
dami dengan tepung terigu antara lain; (1) 10% : 90%, (2) 20% : 80%, (3)
30% : 70%. Dengan jumlah presentase tersebut bahan-bahan yang akan
dibuat ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Tahap-tahap
dalam pembuatan biskuit adalah sebagai berikut:
1. Pencampuran Bahan
Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan
dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen.
Pencampuran erat kaitannya dengan pengadukan, lama pengadukan yang
baik biasanya 15-25 menit. Pengadukan yang berlebih akan menyebabkan
kerusakan gluten sehingga biskuit retak ketika dipanggang. Namun
sebaliknya, jika pengadukan kurang lama maka adonan akan sedikit
menyerap air sehingga membuat adonan kurang elastis dan mudah patah
(Sunaryo, 1985). Adonan yang diperoleh harus bersifat kohesif dan relatif
tidak lengket sehingga mudah dibentuk. Campuran pertama dibuat dengan
margarine, susu bubuk, dan gula halus kemudian diaduk dengan
menggunakan mixer selama 5 menit. Campuran kedua yaitu kuning telur
dimasukkan dan diaduk dengan mixer dengan waktu 10 menit. Setelah
semua bahan tercampur kemudian campurkan tepung terigu, tepung dami
nangka, dan baking powder lalu diayak menggunakan ayakan 80 mesh
48
dan dimasukkan kedalam adonan tadi dan dicampur sampai homogen
selama ±15 menit.
2. Pencetakkan
Adonan yang terbentuk selanjutnya dicetak yang dilakukan dengan
penipisan adonan menggunakan roll stainless atau roll kayu dan dibentuk
dengan cetakan biskuit ukuran 2x2 cm. Berdasarkan penelitian Wulandari
(2010) Adonan yang sudah homogen digiling kurang lebih 0,5 cm, lalu
dicetak. Kemudian diletakkan di atas loyang yang sebelumnya telah
diolesi margarin.
3. Pemanggangan
Pemanggangan adalah proses termal dengan suhu tinggi, dimana
panas akan diberikan pada produk dari dinding oven melalui radiasi.
Adonan yang sudah dicetak, kemudian dipanggang dalam oven sampai
matang dengan suhu 160-170℃ dan waktu ±15 menit.
4. Pendinginan/Pengangkatan
Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari
oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin akan menjadi
renyah. Pendinginan bertujuan untuk menghilangkan uap panas sebelum
dilakukan pengemasan. Pendinginan biskuit dilakukan pada suhu ruang
selama beberapa menit sebelum dikemas.
5. Pengemasan
Pengemasan menggunakan toples atau plastik tebal yang tertutup
rapat agar biskuit dapat bertahan lama dalam kerenyahannya dan menjaga
bentuk dari biskuit. Pengemasan biskuit paling efektif menggunakan
kemasan berbahan aluminium foil.
49
Adapun diagram alir pembuatan biskuit tepung dami nangka
adalah sebagai berikut:
Pencampuran
Pengadonan
(t = 15 menit)
Pencetakkan
adonan (2x2 cm)
Pengovenan
(T=160-170℃, t =
15 menit)
Pendinginan
(suhu ruang)
Biskuit
50
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Biskuit merupakan produk kue kering yang berbahan dasar tepung
terigu, telur, margarin, gula dan susu serta bahan tambahan pangan seperti
baking powder yang dibuat dengan proses pengovenan. Tepung dami nangka
dapat dijadikan alternatif diversifikasi pangan yang dapat digunakan sebagai
bahan pensubstitusi tepung terigu pada produk biskuit karena memiliki
kandungan pati. Dami buah nangka masih banyak mengandung zat-zat yang
sama dengan daging buahnya seperti air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin
C, serat kasar, gula dan sebagainya. Kandungan karbohidrat pada dami
nangka terdiri dari glukosa, sukrosa, pati, serat, dan pektin. Dalam 100 gr
tepung dami nangka mengandung 44,79% per 100 gr kadar serat kasar dan
mengandung 2,97% protein. Substitusi tepung dami nangka bertujuan untuk
mengurangi konsumsi tepung terigu yang merupakan produk impor yang
memiliki tingkat konsumsi tinggi. Tujuan pengolahan dami nangka menjadi
tepung (bubuk) adalah untuk memperpanjang masa simpan dami nangka
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pensubstitusi produk olahan pangan
yang memiliki nilai gizi yang tinggi, selain itu dapat memberikan nilai
ekonomis pada dami nangka yang masih jarang dimanfaatkan karena sering
dianggap sebagai limbah.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh substitusi
tepung dami nangka terhadap mutu suatu produk pangan.
51
DAFTAR PUSTAKA
52
Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2009. SNI 01-3751-2009. Tepung Terigu sebagai Bahan
Makanan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Bogasari, 2011. Seputar Tepung Terigu. http://www.bogasari.com/tentang-
kami/seputar-tepung-terigu.aspx. Diakses tanggal 24 Maret 2021.
Bonisya, C., Nopriantini dan D. Hariyadi, 2019. Pengaruh Penambahan Jerami
nangka (Artocarpus Heterophyllus) Terhadap Kadar Serat dan Daya
Terima Abon Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus). PNJ. 2(1) : 1-15.
Borght, A. Van Der., H. Goesaert, W.S. Veraverbeke and J. A. Delcour. 2005.
Fractionation of Wheat and Wheat Flour Into Starch and Gluten:
Overview of the Main Processes and the Factors Involved.Journal of
Cereal Science. 41(3): 221–237.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wooton, 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Claudia, R., T. Estiasih, D.W. Ningtyas, dan E. Widyastuti, 2015. Pengembangan
Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas L.) dan Tepung
Jagung (Zea mays) Fermentasi : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(4) : 1589-1595.
Darwin, P., 2014.Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Sinar Ilmu. Yogyakarta.
Deman, J. M., 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bharata Karya aksara. Jakarta.
Erawati, C.M., N. Suryani dan Z. Nasriyah, 2018. Pengaruh Formulasi Tepung
Komposit (Tepung Terigu, Tepung Tempe Dan Tepung Jerami Nangka
(Artocarpus heterophyllus)) Terhadap Kadar Protein, Serat Kasar Serta
Daya Terima Cookies Sebagai Makanan Selingan Anak Obesitas.
Jurkessia. 8(2) : 62-68.
Faridah, A., K. Pada, A. Yulastri dan L. Yusuf, 2008. Patiseri Jilid III.Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Faridatul. 2015. Eksperimen Pembuatan Brownies Tepung Terigu Substitusi
Tepung Jerami Nangka. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Faridi, D. 1994. The Science of Cookies and Crackers Production. Chapman and
53
Hall. New York.
Fennema, R. Owen. 1996. Food Chemistry 2nd Edition. Revised and
Expanded. Academic Press. New York.
Fieser, 1957. Introduction To Organic Chemistry. Maruzen Company ltd. Tokyo.
http://pangan-itp.blogspot.com/2017/04/pengertian-dan-komposisi-gula
pasir.html#:~:text=Pengertian%20Gula%20Pasir&text=Gula%20pasir%
mengandung%20sukrosa%2097,tersebut%20sangat%20tergantung%20p
da%20kemumiannya. Diakses tanggal 2 April 2021.
Handayani, N., 2016. Pemanfaatan Limbah Nangka sebagai Penganekaragaman
Makanan. Jurnal Warta Edisi : 47. 1-12.
Hermawani, R.R., dkk., 2019. Nutrisi Tepung Kulit dan Jerami Nangka. Jurnal
Prosiding Seminar Nasional Kimia. 76-79.
https://kaltim.tribunnews.com/2019/06/06/manfaat-lubang-kecil-pada-biskuit
yang-jarang-diketahui-serta-perbedaannya-dengan-cookies?page=2.
Diakses tanggal 25 April 2021.
Irmayanti, H. Syam dan Jamaluddin P., 2017. Perubahan Tekstur Kerupuk Berpati
Akibat Suhu dan Lama Penyangraian. Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian. Vol. 3 : 165-174.
Isnahrani, Y., 2009. Pemanfaatan Tepung Jerami Nangka (Artocarpus
heterophyllus) dalam Pembuatan Cookies Tinggi Serat.Skripsi. Institut
Pertanian. Bogor.
Kartika, B., 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kementrian Perindustrian Indonesia, 2013.Impor Tepung Terigu. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar;
RISKESDAS. Balitbang Kemenkes RI. Jakarta.
Khotijah, S.F., 2015. Eksperimen Pembuatan Brownies Tepung Terigu Substitusi
Tepung Jerami Nangka. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Kurniati, A.D., 2017. Teknologi Suplementasi Pangan. Universitas Brawijaya.
Malang.
Kusnadi. 2007. Sifat Listrik Telur Ayam Kampung Selama Penyimpanan. Skripsi.
Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
54
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kusumaningrum, F.D., 2017. 4 Rahasia berbahaya tentang tepung terigu yang
wajib kamu tahu. https://www.merdeka.com/sehat/4-rahasia-berbahaya-
tentang-tepung-terigu-yang-wajib-kamu-tahu.html. Diakses tanggal 24
Maret 2021.
Lestari, A.P., 2019. Diversifikasi Pembuatan Biskuit dengan Substitusi Tepung
Kacang Merah. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Manley, D.J.R., 2001. Technology of Biscuit, Cracker, and Cookies Third
Edition. Woodhead Publishing Limited and CRC Press LCC. England.
Manley,D.J.R., 1983. Teknologi of Biscuit Cookies and Crackers. Ellies Horwood
Limited Publisher. New York.
Matz, S. A., 1992. Cookies and Cracker Teknologi. Avi Publishing,Westport,
Connecticut.
Mayasari, R., 2015. Kajian Karakteristik Biskuit yang Dipengaruhi Perbandingan
Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) dan Tepung Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Program Studi Teknologi Pangan
Fakultas Teknik Universitas Pasundan. Bandung.
Mentari, S.I., 2015. Perbedaan Penggunaan Tepung Ubi Ungu Terhadap Kualitas
Organoleptik dan Kandungan Gizi Biskuit. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Mervina, 2009. Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo
(Clarias Gariepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine Max) sebagai
Makanan Potensial untuk Anak Balita Gizi Kurang. Departemen gizi
masyarakat fakultas Ekologi manusia. IPB.
Muchtadi. 1981. Ragam Jenis Nangka & Cempedak. Swadaya. Jakarta
Mudjajanto, E. Setyo dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka Roti. Penerbit
Swadaya. Jakarta.
Musita, N., 2016. Kajian Sifat Organoleptik Biskuit Berbahan Baku Tepung
Jagung Ternikstamalisasi dan Terigu. Jurnal Dinamika Penelitian
Industri. 27 (2): 110-118.
Nurlita, Hermanto dan N. Asyik, 2017. Pengaruh Penambahan Tepung Kacang
Merah (Phaseolus vulgaris L.) dan Tepung Labu Kuning (Cucurbita
55
moschata) Terhadap Penilaian Organoleptik dan Nilai Gizi Biskuit. Jurnal
Sains dan Teknologi Pangan. 2(3) : 562-574.
Paran, S., 2009. 100+ Tip Anti Gagal Bikin Roti, Cake, Pastry, dan Kue Kering.
Kawan Pustaka. Jakarta
Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT
Elex Media Komputindo. Jakarta.
Prasetya, A., 2018. Fortifikasi Biji Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus) dan
Tulang Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) sebagai Bahan Olahan Mie Basah.
Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Raden Intan. Lampung.
Purba, M., 2002. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Putri, A.I.W., 2016. Pengaruh Substitusi Tepung Jamur Tiram Terhadap Tingkat
Kekerasan dan Daya Terima Biskuit Ubi Jalar Ungu. Skripsi. Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
Surakarta.
Putri, R.M.S., R. Ninsix dan A.G. Sari, 2015. Pengaruh Jenis Gula yang Berbeda
Terhadap Mutu Permen Jelly Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Jurnal
Teknologi Pertanian Andalas. 19 (1): 51-58.
Rahimah, I., 2013. Analisis Energi dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit
Tepung Labu Kuning dan Tepung Ikan lele. Skripsi. FKM Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Riganakos, K.A. dan Kontominas M.G. 1995. Effect of Heat Treatment On
Moisture Sorption Behavior of Wheat Flours Using a Hygrometric
Tehnique. G. charalambous (Ed). Food Flavors : Generation Analysis and
Process Influence, hal. 995.
Rukmana, R., 2008. Budidaya Nangka. Kanisius. Yogyakarta.
Rukmana, J., 2018. Optimasi Formulasi Biskuit Tepung Jerami Nangka sebagai
Sumber Pangan Fungsional (Betakaroten). Pasundan Food Technology
Journal. 5 (3) : 164-166.
Saksono, H., 2012. Pasar Biskuit Diproyeksi Tumbuh 8% Didorong Konsumsi.
https://www.indonesiafinancetoday.com. Diakses tanggal 22 Maret 2021.
Saleh, E., B. Kuntoro, E. Purnamasari, dan W.N.H. Zain, 2012. Teknologi Hasil
56
Ternak. Suska Press. Pekanbaru.
Sari, O.F., 2013. Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan
Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Bogor.
Setyowati, W.T., dan F.C. Nisa., 2014. Formulasi Biskuit Tinggi Serat (Kajian
Proporsi Bekatul Jagung : Tepung Terigu dan Penambahan Baking
Powder). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3) : 224-231.
Siregar, M.E., 1996.Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih dan S. Triatmojo, 2011.Dasar Teknologi
Hasil Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soewitomo, 2006.85 Resep Kue-kue Indonesia. Gramedia. Jakarta.
Suarni dan Widowati, S. 2008. Teknik Produksi dan Pengembangan Jagung:
Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Besar Penelitiandan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Sugiarti,2003. Pengaruh Asam Sitrat dan Gula Terhadap Mutu Selai dari Dami
Nangka Varietas Nangka Kunir (Artocarpus heterophyllus). Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.
Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sundari, T., dan E. A. Saati, 2016. Pembuatan Es Krim Lidah Buaya (Aloe
chinensis) dengan Penambahan Gelling Agents. Jurnal Bestari. No. 42.
Suparmodan Sudarmanto, 1991. Proses Pengolahan Tebu. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Suprapti, L. 2002. Pengawetan Telur. Penerbit Kanisius. Teknologi Pangan dan
Gizi IPB. Bogor.
Sutomo, Budi. 2012. Rahasia Sukses Membuat Cake, Roti, Kue Kering & Jajan
Pasar. Nsbooks.
Syarbini, M.H., 2013. Penelitian Pembuatan Brownies. Jakarta
Syarief, R. dan Halid, 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.
Jakarta.
Tarmizi, 2011. Pengaruh Tingkat Pencampuran Daging Buah dengan Dami
57
Nangka Terhadap Mutu Selai Lembaran Nangka (Artocarpus
heterophyllus) yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Andalas. Padang.
Venny, F., 2015. Penentuan Pengembang pada Makanan.
http://vennyferliyantichemistry2012.blogspot.com/2015/04/pengembang-
makanan.html?m=1. Diakses tanggal 24 Maret 2021.
Wahyudi, 2013. Pemanfaatan Kulit Pisang (Musa paradisiaca) sebagai Bahan
Dasar Nata De Banana Pale dengan Penambahan Gula Aren dan Gula
Pasir. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widyastuti, Y.E., 1993.Nangka dan Cempedak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. dan Fardias, 1988. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia.
Jakarta.
Winarsih, N., dan T. Sopandi, 2014. Pemanfaatan Jerami Nangka (Artocarpus
heterophyllus) sebagai Bahan Baku Yoghurt Nangka. Jurnal STIGMA.
7(1) : 18-23.
Wulandari, M., dan E. Handarsari, 2010. Pengaruh Penambahan Bekatul Terhadap
Kadar Protein dan Sifat Organoleptik Biskuit. Jurnal Pangan dan Gizi.
1(2) : 55-62.
Yayath, 2009. Fungsi Bahan-bahan dalam Pembuatan Roti. Tersedia
http://yayathsilahkanmampir.blogspot.com/2009/10/blog-post.html.
Diakses pada tanggal 24 Maret 2021.
Yunisa, D.Z. Arief, dan Hervelly, 2013. Kajian Konsentrasi Koji Bacillus substilis
dan Waktu Fermentasi Terhadap Karakteristik Tepung Ubi Jalar yang
Dimodifikasi dan Aplikasinya dalam Pembuatan Biskuit. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan. Bandung.
Yusmita, L. dan R. Wijayanti, 2018. Pengaruh Penambahan Jerami Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lam) Terhadap Karakteristik Fruit Leather
Mangga (Mangifera indica L). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian
Indonesia. 10(1) : 36-41.
Yustisia, G.A., S.M. Sarifah, dan P. Subagyo, 2020. Optimasi Proses Ekstraksi
Pektin Dami Buah Nangka. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
58
“Kejuangan”. 1-10.
59