Anda di halaman 1dari 53

KUALITAS PUPUK CAIR DARI LIMBAH MONOSODIUM

GLUTAMAT (MSG) DENGAN PENAMBAHAN SUMBER HARA


ORGANIK TEPUNG TULANG DAN GUANO YANG
DIFERMENTASI DAN TANPA FERMENTASI
DENGAN ISI RUMEN SAPI

SKRIPSI
EVA AZZAHRAWANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN

Eva Azzahrawani D14060398. 2010. Kualitas Pupuk Cair dari Limbah


Monosodium Glutamat (MSG) dengan Penambahan Sumber Hara Organik
Tepung Tulang dan Guano yang Difermentasi dan Tanpa Fermentasi dengan
Isi Rumen Sapi. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Salundik, MSi


Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K., MS

Pemanfaatan limbah cair monosodium glutamat (MSG) telah lama dilakukan


oleh masyarakat sebagai pupuk untuk tanaman pangan. Limbah cair monosodium
glutamat merupakan hasil pembuangan dari pembuatan MSG atau penyedap
masakan yang mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi dan kandungan C-
organik yang cukup (3,23% dan 5,47%). Kandungan mineral tersebut dapat
menjadikan limbah MSG tersebut dapat digunakan sebagai pupuk yang sangat
bermanfaat bagi tanaman dan berkualitas tinggi. Peningkatan unsur hara dalam
limbah cair MSG ini dapat dilakukan dengan menambahakan bahan lain yang
mengandung unsure hara tinggi agar dapat menghasilkan pupuk cair yang berkualitas
tinggi. Salah satu cara tersebut adalah dengan menambahkan tepung tulang dan
guano sebagai sumber unsur P dan juga mengandung unsur N.
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan bulan
November 2009 di Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Ternak, Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas pupuk cair dari limbah
cair pembuatan MSG, dengan peubah yang diamati adalah pH, kandungan nitrogen,
kandungan fosfor, kandungan kalium, dan kandungan C-organik. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial 2 x 2
masing-masing dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah penambahan sumber hara
berupa tepung tulang dan guano, sedangkan faktor kedua adalah fermentasi dengan
dan tanpa isi rumen sapi. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Of Variance
(ANOVA) dan uji perbandinganTukey.
Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan sumber
hara berupa tepung tulang dan guano berpengaruh nyata terhadap kandungan N
dalam pupuk cair (P<0,05) dan fermentasi tidak berpengaruh terhadap kandungan N
(P>0,05). Terdapat interaksi antar kedua faktor tersebut (P<0,05).Faktor sumber hara
tidak nyata mempengaruhi kandungan P2O5, K2 O. C-organik dan pH. Sedangkan
faktor fermentasi sangat nyata mempengaruhi kandungan K2O (P<0,01).

Kata Kunci :Limbah cair MSG, Tepung tulang, Guano, Isi rumen sapi.
ABSTRACT

Liquid Fertilizer from Waste Mono Sodium Glutamat with Addition Mineral
from Bone Meal and Guano Fermented Rumen and Without Rumen

Azzahrawani, E., Salundik and P, D, Kusuma


The aim of this experiment was to analyze mineral content in liquid fertilizer
from waste of MSG and enrichment with waste of farm , bone meal, guano and other
material such as NaOH, KOH and HNO3. Liquid wasteof MSG was one of waste
agroindustry causing damage for environment especially pollution in water . Liquid
waste of MSG was the raw material to making liquid fertilizer. Bone meal is one of
waste in food processing from livestock. Guano is waste from bird who lives in
caves. They are rich of Ca and P. The research used factorial design with 2 factors
and 3 replications. First factor material that is bone meal and guano.Second factors is
fermentations using rumen from cattle. The parameters consisted in containing
mineral the fertilizer, such as total of Nitrogen, P2O5, K2O, Organic-C and pH.The
analyize done in BalaiPenelitian Tanah, Bogor. Data were analyzed by using
analysis of variance according to factorial design, if there were differences among
the factors or interactions between two factors, it was continued with Tukey analyzed
at 95 % level.
The result from the experiment showed for Nitrogen total parameter was
different in interactions (P<0,05), but not different for content of P 2O5, K2O, C-
OrganikdanpH.The best content of Nitrogen in liquid fertilizer guano and without
rumen fermentations. Phosphor is highest in liquid fertilizer guano with fermentation
using rumen. Kalium is highest in liquid fertilizer guano without fermentations using
rumen.

Key words : liquid waste of MSG, bone meal, guano, rumen


KUALITAS PUPUK CAIR DARI LIMBAH MONOSODIUM
GLUTAMAT (MSG) DENGAN PENAMBAHAN SUMBER HARA
ORGANIK TEPUNG TULANG DAN GUANO YANG
DIFERMENTASI DAN TANPA FERMENTASI DENGAN ISI
RUMEN SAPI

EVA AZZAHRAWANI
D14060398

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul : Kualitas Pupuk Cair dari Limbah Monosodium Glutamat
(MSG) dengan Penambahan Sumber Hara Organik
Tepung Tulang dan Guano yang Difermentasi dan Tanpa
Fermentasi dengan Isi Rumen Sapi
Nama : Eva Azzahrawani
NIM : D14060398

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Salundik, M.Si.) ( Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si .)


NIP. 19640406198903 1 003 NIP. 19611025198703 2 002

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)


NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 27 Juli 2010 Tanggal Lulus:


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1988 di Bandung, Propinsi Jawa


Barat. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Witana
dan Ibu Wiwin Widaningsih.
Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Cipelah I, Rancabali.
Pendidikan lanjutan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2003 di
SLTPN 1 Ciwidey dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun
2006 di SMA Negeri 1 Ciwidey, Bandung.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun
2006 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI), kemudian menjadi
mahasiswa di Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan pada tahun 2007. Pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis aktif
dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman. Selama mengikuti
pendidikan di Fakultas Peternakan, Institut pertanian Bogor, Penulis aktif dalam
berbagai kegiatan kepanitiaan dan pernah mengikuti berbagai kegiatan dalam
ISMAPETI (Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia).
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaniirrahiim,
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
diiringi kemudahan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Judul Skripsi ini
adalah ”Kualitas Pupuk Cair dari Limbah Monosodium Glutamat (MSG) dengan
Penambahan Sumber Hara Organik Tepung Tulang dan Guano yang Difermentasi
dan Tanpa Fermentasi Rumen Sapi. Skripsi ini disusun untuk upaya menghindari
pencemaran limbah terhadap lingkungan, sehingga limbah pada peternakan atau pun
industri dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh sebab itu penulis memohon maaf apabila banyak kekurangan
didalamnya. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, hanya ALLAH yang dapat
membalas semua kebaikannnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang
yang membacanya dan semoga menjadi catatan amal saleh. Amin.

Bogor, Juli 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN …………………………………………………................ i
ABSTRACT ……………………………………………………………… ii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………….……… iv
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR …………………………………………….……… vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... x
PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
Latar Belakang ……………………………………………………. 1
Tujuan Penelitian …………………………………………………. 2
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….......... 3
Pupuk ……………………………………………………………... 3
Pupuk Cair ………………………………………………………... 4
Limbah Monosodium Glutamat …………………………………... 5
Isi Rumen dan Pemanfaatan Limbah Ternak …………………….. 6
Bahan Tambahan dari Hasil Ikutan Ternak ………………………. 7
Guano ……………………………………………………………... 8
Unsur Nitrogen …………………………………………………… 9
Unsur Fosfor ……………………………………………………… 11
Unsur Kalium …………………………………………………….. 12
MATERI DAN METODE ……………………………………………….. 15
Lokasi dan Waktu ………………………………………………… 15
Materi …………………………………………………………..… 15
Prosedur ………………………………………………………….. 15
Rancangan dan Analisis Data …………………………………….. 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….. 22
Keadaan Umum Penelitian ………………………………….......... 22
Derajat Keasaman (pH) …………………………………………... 23
Kandungan Nitrogen – Total ……………………………………... 24
Kandungan Nitrat (NO3-) ……………………………………........ 25
Kandungan P2O5 ………………………………………………….. 25
Kandungan Kalium (K2O) ………………………………………... 28
Kandungan C-Organik ………………………………………........ 29
Karakteristik Produk Akhir Pupuk Organik Cair ………………… 30
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….…………. 31
Kesimpulan ……………………………………………….…......... 31
Saran ……………………………………………………….……... 31
UCAPAN TERIMAKASIH ……………………………………….…….. 32
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………......... 33
LAMPIRAN …………………………………………………………....... 36
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Syarat Mutu Pupuk Sisa Proses Asam Amino (SNI 02-4958-1999) 4
2. Hasil Analisis Kandungan Unsur-unsur Hara GM-1 dari PT. Sasa
Inti ………………………………………………………………… 6
3. Komposisi Zat Nutrisi Isi Rumen Sapi …………………………… 7
4. Komposisi Kimia Mineral Tepung Tulang ……………………….. 8
5. Kandungan Unsur Hara dalam Bahan-bahan yang Digunakan …... 16
6. Kandungan Unsur Hara Hasil Formulasi Pupuk Cair dengan
Perhitungan Manual ………………………………………………. 16
7. Tabel Perlakuan Peningkatan Limbah MSG …………………....... 17
8. Nilai pH Pupuk dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan
Fermentasi Berbeda pada Limbah MSG …………………………. 24
9. Kandungan N-total dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan
Fermentasi Berbeda pada Limbah MSG ………………………….. 25
10. Kandungan NO3 dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan
Fermentasi Berbeda pada Limbah MSG ………………………….. 26
11. Kandungan P2O5 dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan
Fermentasi Berbeda pada Limbah MSG …………………………. 27
12. Kandungan K2O dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan
Fermentasi Berbeda pada Limbah MSG …………………………. 28
13. Kandungan C-Organik dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda
dan Fermentasi berbeda pada Limbah MSG ……………………... 30
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Skema Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Pembuatan MSG
PT.SASAINTI ……………………………………………………. 18

2. Analisis Kandungan Unsur Hara pada Limbah MSG (GM-1) dari


PT. Sasa Inti ……………………….………………………………. 22
3. Fermentasi Anaerobik Pupuk Cair dari Limbah Cair MSG ……... 23
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Tabel Rataan pH dalam Pupuk Cair dari Limbah MSG …………. 36
2. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan pH
Pupuk Cair dari Limbah MSG ……………………………………. 36
3. Tabel Rataan Kandungan Nitrogen Total dalam Pupuk Cair dari
Limbah MSG (%) ………………………………………………… 37
4. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan
Nitrogen Total Pupuk Cair dari Limbah MSG …………………… 37
5. Hasil Uji Tukey Kandungan N-Total Pupuk Organik Cair ………. 37
6. Tabel Rataan Kandungan NO3 dalam Pupuk Cair dari Limbah
MSG (%) ………………………………………………………….. 38
7. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan NO 3
Pupuk Cair dari Limbah MSG ……………………………………. 38
8. Hasil Uji Tukey Kandungan NO3 Pupuk Organik Cair ………….. 38
9. Tabel Rataan Kandungan P2O5 dalam Pupuk Cair dari Limbah
MSG (%) ………………………………………………………….. 39
10. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan P 2O5
Pupuk Cair dari Limbah MSG ……………………………………. 39
11. Tabel Rataan Kandungan K2O dalam Pupuk Cair dari Limbah
MSG (%) …………………………………………………………. 40
12. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan K2O
Pupuk Cair dari Limbah MSG ……………………………………. 40
13. Tabel Rataan Kandungan C-organik dalam Pupuk Cair dari
Limbah MSG (%) ………………………………………………… 41
14. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan C-
Organik Pupuk Cair dari Limbah MSG …………………………... 41
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Limbah merupakan suatu buangan dari suatu usaha atau pembuatan suatu
produk Pemanfaatan limbah diperlukan untuk mengurangi pencemaran terhadap
lingkungan. PT. Sasa Inti merupakan salah satu agroindustri di Indonesia penghasil
monosodium glutamate (MSG). Monosodium glutamat merupakan suatu produk
yang dibuat dari tetes tebu yang merupakan hasil sampingan dari tetes pabrik gula
(Soelaeman et al., 2003). Monosodium Glutamat biasa digunakan sebagai penyedap
makanan atau penguat rasa. Dalam proses pembuatan MSG tersebut dihasilkan
limbah MSG yang dinamakan dengan GM-1. Limbah MSG ini biasa disebut
Sipramin (sisa proses asam amino). Menurut SNI 02-4958-1999 bahwa pupuk cair
sisa proses asam amino adalah cairan berwarna coklat kehitaman yang dibuat dari
hasil samping pembuatan penyedap masakan MSG yang dinetralisir memakai
amonia dan dapat digunakan sebagai pupuk pelengkap.
Limbah agroindustri yang dihasilkan oleh PT. Sasa Inti dapat mencapai 900
kl per hari. Limbah pembuatan MSG (GM-1) mengandung unsur hara yang tinggi
terutama N yaitu sebesar 4,412 gN/100mL dan pH yang rendah yaitu 3,35 menurut
hasil analisis dari PT. Sasa Inti. Kandungan unsur hara dalam GM-1 perlu diperkaya
agar dapat memenuhi Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Anorganik Cair
berdasarkan Kepmentan No. 9 Tahun 2003. Pengayaan dilakukan untuk menambah
unsur P, N, K dan untuk meningkatkan pH GM-1. Sumber bahan yang potensial
sebagai sumber K dan N adalah KOH dan HNO 3. Untuk meningkatkan pH pupuk
digunakan NaOH. Sumber P diambil dari tepung tulang yang merupakan hasil
ikutan dalam pengolahan hasil peternakan, selain tepung tulang sumber P diperoleh
dari guano. Guano merupakan sisa metabolisme atau feses burung laut atau
kelelawar yang umumnya menghuni gua. Guano kelelawar mengandung unsur
makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman, layaknya yang terkandung dalam pupuk
anorganik. Tepung tulang memiliki kandungan fosfor sebesar 14,53 % (Morrison,
1959) dan guano memiliki kandungan fosfor sebesar 20 % (Tisdale et al, 1990).
Limbah rumah potong hewan (RPH) paling banyak adalah isi rumen sapi,
berkisar 10-12% dari berat hidup (Siagian dan Simamora, 1994). Isi rumen sapi
mengandung mikroba (Hungate, 1966) yang dapat digunakan untuk
mendekomposisikan bahan-bahan organik dalam pupuk agar cepat tersedia bagi
tanaman. Isi rumen menurut Hungate (1966) merupakan bagian rumput atau
makanan yang belum sepenuhnya terfermentasi dan tercerna oleh hewan ruminansia,
dengan pH 5,5 – 7,0, suhu antara 39-40, serta kondisi rumen anaerob dan anaerob
fakultatif. Isi rumen sapi merupakan limbah RPH yang paling banyak dan dapat
menimbulkan kekeruhan dan menurunkan nilai BOD jika dibuang ke perairan umum
sehingga perlu ada tindakan nyata dalam mengatasinya salah satunya dengan
pemanfaatan isi rumen menjadi pupuk.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas pupuk cair dari limbah
pembuatan MSG dari PT. SASA INTI yang ditambah guano dan tepung tulang
sebagai sumber hara organik yang difermentasi dan tanpa fementasi dengan rumen
sapi.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk
Pupuk dalam bahasa sehari-hari adalah suatu bahan yang digunakan untuk
memperbaiki kesuburan tanah (Hardjowigeno, 1989). Pupuk adalah bahan-bahan
yang diberikan pada tanah agar dapat menambah unsur-unsur atau zat makanan yang
diperlukan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan yang
ditambahkan kedalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi
pertumbuhan tanaman dikenal dengan istilah pupuk (Foth, 1988).
Berdasarkan bahan bakunya pupuk dibedakan menjadi dua, yaitu pupuk
organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-
bahan organik seperti daun-daun, batang, ranting yang lapuk, ataupun dari kotoran
ternak (Indriyani, 2002). Menurut Sutanto (2002a), bahwa pupuk organik adalah
pupuk hasil perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah)
tanaman dan binatang, misalnya pupuk hijau, pupuk kompos, guano, dan sebagainya,
sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan kimia
seperti urea, ZA, TSP (Triple Superposphate), SP 36, dan KCl.
Dalam pemberian pupuk untuk tanaman, ada beberapa hal yang harus diingat,
yaitu ada tidaknya pengaruh terhadap perkembangan sifat tanah (fisik, kimia,
maupun biologi) yang merugikan serta ada tidaknya gangguan keseimbangan unsur
hara dalam tanah yang akan berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara tertentu
oleh tanaman. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus menjadi tidak
efisien dan dapat mengganggu keseimbangan sifat tanah sehingga menurunkan
produktivitas lahan dan mempengaruhi produksi. Perlu upaya peningkatan efisiensi
penggunaan pupuk yang dikaitkan dengan aspek kelestarian alam.
Pemberian pupuk organik yang dipadukan dengan pupuk anorganik dapat
meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensi penggunaan pupuk. Dari hasil
penelitian dilaporkan bahwa terdapat interaksi positif pada penggunaan pupuk
organik dan pupuk anorganik secara terpadu. Secara kualitatif, kandungan unsur hara
dalam pupuk organik tidak dapat lebih unggul daripada pupuk anorganik. Namun,
penggunaan pupuk organik secara terus menerus akan meningkatkan kualitas tanah
lebih baik daripada pupuk anorganik (Sutanto ,2002b).
Pupuk Cair
Pupuk berdasarkan bentuknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pupuk cair dan
pupuk padat. Pupuk cair adalah larutan yang berisi satu atau lebih pembawa unsur
yang dibutuhkan tanaman yang mudah larut. Pupuk cair lebih diterima masyarakat
petani karena mempunyai beberapa keuntungan, antara lain menghemat tenaga,
memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, pemberiannya dapat lebih merata serta
kepekatannya dapat diatur sesuai kebutuhan pertumbuhan tanaman (Foth, 1988).
Pupuk cair juga mempunyai beberapa kekurangan diantaranya adalah tidak
semua pupuk dalam bentuk cair bersifat organik. Pupuk anorganik dalam bentuk cair
bila digunakan untuk tanaman yang langsung dikonsumsi seperti sayuran dan buah
berkulit tipis, akan mempengaruhi rasa dan kandungan sayuran atau buah tersebut
(Sutedjo, 1994). Selain itu, penggunaanya yang berlebihan dan terus menerus dapat
merusak tanaman dan tanah.
Salah satu pupuk cair adalah pupuk cair sisa proses asam amino (Sipramin).
Sipramin adalah cairan berwarna coklat kehitaman yang dibuat dari hasil samping
pembuatan penyedap masakan MSG dengan proses netralisasi memakai ammonia
dan dapat digunakan sebagai pupuk pelengkap (Badan Standarisasi Nasional, 1999)
Syarat Mutu pupuk sisa proses asam amino berdasarkan SNI 02-4958-1999) dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Pupuk Sisa Proses Asam Amino (SNI 02-4958-1999)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan :
- Bentuk - Cair
- Warna - Coklat kehitaman
2 pH - 5,5 – 6,5
3 Bobot Jenis pada suhu 25oC 1,10 – 1,20
4 Total Nitrogen % Minimal 4,0
5 Bahan Organik % Minimal 8,0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1999)
Kelebihan pupuk anorganik cair dibanding pupuk organik cair yaitu dapat
secara cepat mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara serta
mampu menyediakan hara secara cepat. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan

4
pupuk kimia anorganik cair antara lain kurang efisien, karena pupuk ini tidak
memiliki bahan pengikat sehingga saat diaplikasikan di lapangan banyak yang
terbuang. Larutan pupuk anorganik yang jatuh ke permukaan tanah akan larut dan
tercuci saat hujan dan nitrogen cepat menguap pada suhu cukup tinggi (Sutedjo,
1994).
Penggunaan pupuk anorganik harus diimbangi dengan pupuk organik. Pupuk
organik disarankan penggunaanya karena mempunyai beberapa keuntungan
diantaranya memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air,
meningkatkan kondisi kehidupan mikroorganisme di dalam tanah serta sebagai
sumber zat makanan bagi tanaman (Sutedjo, 1994).

Limbah Monosodium Glutamat


Penggunaan bahan pupuk yang berasal dari limbah agroindustri belum
popular di Indonesia. Beberapa tempat di daerah Jawa, limbah agroindustri sudah
banyak dimanfaatkan oleh petani untuk tanaman padi, sayuran dan buah-buahan.
Salah satu limbah agroindustri hasil pertanian yang cukup popular di Indonesia
adalah limbah cair pabrik pembuatan MSG yang kaya akan unsur nitrogen. Hasil
penelitian menunjukkan limbah pabrik MSG mengandung N 5%, fosfat 0,4%, dan K
1,7%. Limbah yang dihasilkan pabrik asam amino tersebut dapat mencapai 50 ton
per hari. Pupuk organik cair yang berasal dari limbah asam amino sudah dipasarkan
di beberapa tempat di sekitar pabrik (Sutanto, 2002a).
Tempat yang sudah menggunakan pupuk dari limbah MSG salah satunya
adalah propinsi Lampung. Petani di lampung menggunakan pupuk Limbah MSG
untuk memupuk tanaman pangan padi, singkong, jagung dan lain-lain. Lahan
pertanian dapat berfungsi sebagai penampung limbah sehingga akumulasinya dapat
diminimalisir. Pengkayaan unsur N limbah yang dilakukan salah satu pabrik MSG di
Lampung adalah dengan cara menambahkan ammonia (NH3) dan unsur lainnya

untuk meningkatkan kandungan N limbah dari <1% menjadi 3,5-4%, pH limbah dari
3,0-3,5 menjadi 4,6-5,5, dan kandungan total bahan organik dari 7,0-9,0% menjadi
31,15%. Selain itu, proses pengkayaan juga dapat menambah beberapa unsur hara
mikro yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk
cair limbah MSG yang telah diperkaya ammonia diaplikasikan antara 2.500-5.000

5
L/ha pada tanaman ubi kayu, jagung, dan padi sawah memberikan hasil yang hampir
sama dengan pemakaian pupuk buatan/kristal. Pupuk cair MSG di Lampung
memiliki posisi penawaran yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kristal
karena harganya 63% dari harga pupuk urea untuk keperluan per hektar. Petani
masih menghadapi beberapa kendala, antara lain tanah bereaksi masam, miskin unsur
hara, KTK rendah, kandungan bahan organik dan kemampuan tanah menahan air
rendah (Soelaeman, 2003).
Limbah MSG dari PT. Sasa Inti (GM1) dapat mencapai 900 kL per hari.
Limbah ini sudah dimanfaatkan oleh petani di sekitar pabrik di Gending,
Probolinggo. Berikut ini ditampilkan pada Tabel 2 analisis unsur hara dalam GM-1
dari PT. Sasa Inti .
Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Unsur-unsur Hara GM-1 dari PT. Sasa Inti
Bahan
Total N Cl Ca Sg
Bahan Organik pH
gN/100mL Gr/dl Gr/dl Gr/cc
%B
GM-1 (A) 4,412 4,010 0,005 1,157 31,74 3,35
GM-1 (B) 4,259 4,006 0,005 1,156 31,66 3,33
GM-1 (C) 4,394 3,940 0,005 1,156 31,21 3,33
GM-1 (D) 4,446 4,000 0,005 1,157 31,41 3,32
Sumber : PT. Sasa Inti

Isi Rumen dan Pemanfaatan Limbah Ternak


Isi rumen merupakan makanan ternak ruminansia yang umumnya berupa
hijauan yaitu rumput dan legum yang masih dalam proses pemcernaan dan belum
mengalami absorsi sehingga masih tinggi zat nutrisinya (Abbas, 1987). Komposisi
zat nutrisi isi rumen sapi hasil penelitian yang telah dilaporlan disajikan pada Tabel
3. Isi rumen menurut Hungate (1966) merupakan bagian rumput makanan yang
belum sepenuhnya terfermentasi dan tercerna oleh hewan, dengan pH 5,5 – 7,0, suhu
antara 39-40, serta kondisi rumen anaerob dan anaerob fakultatif.
Isi rumen merupakan jumlah terbesar dari semua jenis limbah Rumah Potong
Hewan (RPH), berkisar 10-12% dari berat hidup (Siagian dan Simamora, 1994),
berserat dan berkadar air tinggi hingga volumonius. Isi rumen menimbulkan tingkat
kekeruhan yang berat dari nilai BOD yang tinggi bila dibuang langsung ke perairan

6
umum, sehingga beban pencemaran isi rumen dari RPH tergolong paling berat
terutama di RPH yang belum ada unit pengolahan limbahnya.
Isi rumen mengandung bakteri, protozoa, yeast dan kapang. Isi rumen sapi
mengandung mikroorganisme fermentasi dan menghasilkan methan terbesar
dibandingkan bagian tubuh yang lain (Hungate, 1966). Proses fermentasi akan
menghasilkan sel mikrobial, asam-asam organik, dan gas (NH3, H2S, C6H6S) sebagai
hasil metabolisme anaerobik isi rumen.
Tabel 3. Komposisi Zat Nutrisi Isi Rumen Sapi

Isi Rumen
Zat Nutrisi (%)
A B
Kadar Air 7,50 9,29
Protein Kasar 8,10 8,45
Lemak Kasar 1,79 1,23
Serat Kasar 34,11 33,53
BETN 31,30 31,60
Abu 17,20 16,19
Kalsium 0,14 0,20
Fosfor total 0,56 0,45
Sumber : Abbas (1987)
Keterangan : A dan B = Sapi

Limbah ternak pada dasarnya mengandung zat-zat yang bermanfaat dan


merugikan (toksin), ilmu teknologi pengolahan dan pemanfaatan menjadi tantangan
bagi manusia. Berbagai teknologi telah dikembangkan untuk mengubah limbah
ternak pencemar lingkungan menjadi barang ekonomis yang potensial. Pemanfaatan
limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) sebagai penghasil energi, (2)
sebagai sumber pakan ternak, (3) sebagai pupuk organik dalam budidaya pertanian.
Limbah padat ataupun cair dapat dikomposkan untuk membuat pupuk bagi tanaman
(Sihombing, 2000).

Bahan Tambahan dari Hasil Ikutan Ternak


Hasil samping dari ternak yang dapat digunakan untuk penambahan unsur
hara kedalam pupuk adalah tepung tulang. Tulang dapat diperoleh dari Rumah

7
Pemotongan Hewan (RPH), rumah makan, industri daging, atau dari rumah tangga.
Menurut Tillman et al. (1989), bahwa komposisi tulang bervariasi tergantung pada
umur hewan, status, dan kondisi makanannya, dimana tulang yang normal
mengandung kadar air (45%), lemak (10%), protein (20%) dan abu (25%). Menurut
Morrison (1959), hampir 85% mineral (abu) adalah kalsium fosfat, 14% kalsium
karbonat, dan 1% magnesium atau fosfat atau karbonat, dengan komposisi kimia
sebagaimana tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Mineral Tepung Tulang
Komposisi Church (1991) Rasyaf (1990)
Kalsium 30 24 - 30
Fosfor 14 12-15
Protein - -
Lemak - -
Sumber : Tillman et al. (1989)

Guano
Kata ‘Guano’ berasal dari bahasa Quishua dari bangsa Inca yang berarti
kotoran burung laut. Guano merupakan deposit dari sedimen yang terdiri dari
kotoran binatang terutama burung laut dan kelelawar yang telah mengalami pengaruh
alam dalam waktu relatif lama dan telah mengalami perubahan-perubahan. Saat ini
guano dikenal dalam arti luas sebagai sisa metabolisme atau feses burung laut atau
kelelawar yang umumnya menghuni gua. Guano kelelawar mengandung unsur
makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman, layaknya yang terkandung dalam pupuk
anorganik.
Pupuk guano merupakan salah satu jenis pupuk organik yang banyak
mengandung N dan P. Pupuk ini berasal dari kotoran kelelawar dan burung liar yang
banyak terdapat pada dinding gua (Sediyarso, 1999). Endapan guano terbagi menjadi
dua, yaitu deposit gua dan deposit pulau. Deposit gua umumnya diakumulasikan oleh
kotoran kelelawar dan hanya sedikit yang berasal dari kotoran burung, sedangkan
deposit pulau, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian besar dari
kotoran burung (Tisdale et al., 1990).
Guano dari kelelawar yang jatuh dan menumpuk di lantai gua akan digunakan
oleh kumbang dan mikroba dekomposer sebagai bahan makanan. Bahkan guano juga

8
menjadi makanan yang bergizi tinggi bagi salamander. Guano digolongkan sebagai
salah satu pupuk organik. Dalam hal ini, guano juga dapat berperan baik dalam
mempercepat proses pengomposan yang bertujuan untuk mengembalikan kualitas
tanah, dari segi kimia, fisika maupun biologinya (Sari, 2007). Guano dapat
terakumulasi terutama pada kondisi iklim yang kering, tidak terlalu banyak
pencucian. Sebagian besar deposit guano ditemukan berdekatan dengan endapan
fosfat laut. Endapan ini mengandung sekitar 20% P2O5 yang kebanyakan larut dalam
air dan N sekitar 13% (Tisdale et al., 1990).
Pupuk guano jarang digunakan karena sulit untuk didapatkan. Sediyarso
(1999) menyatakan kandungan hara dalam pupuk guano antara lain 8-13% N, 5-12%
P, 1,5-2,5% K, 7,5-11% Ca, 0,5-1 % Mg dan 2-3% S. Pupuk guano sangat baik jika
digunakan pada tanah masam karena berasal dari batu kapur. Pupuk guano
mengandung mineral kalsium fosfat. Kalsium fosfat ini dapat larut dalam air apabila
Ca diikat oleh Al dan H dalam tanah. Kandungan kalsium pada pupuk guano dapat
menetralkan pH tanah (Sediyarso, 1999). Kelebihan pupuk guano lainnya
dibandingkan dengan pupuk kimia buatan adalah guano lebih tahan lama di dalam
tanah, mampu meningkatkan produktivitas tanah, dan menyediakan hara bagi
tanaman lebih lama.
Ketersediaan P di alam cukup banyak tetapi hanya sedikit yang dapat diserap
oleh tanamaan. Pupuk guano mengandung unsur P yang cukup tinggi dan memiliki
sifat yang mudah larut oleh air. Oleh Karena itu, penelitian ini menggunakan guano
sebagai sumber P. Syarat mutu pupuk Guano menurut SNI 02-2871-1992 adalah
memiliki kadar air maksimal 19%, total N minimal 3,5%, Fosfat sebagai P2O5
minimnal 10%. Kalium sebagai K2O minimal 6%, Cl minimal 0,5% dan berbau khas.

Unsur Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Menurut Manan (2006), bahwa di alam, nitrogen ditemukan
di atmosfer bumi (78% volum) sebagas gas diatom dengan rumus molekul N 2, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak dapat terbakar, sangat sedikit larut dalam
air, dan bersifat tidak reaktif pada suhu tinggi. Dalam keadaan cair, N tidak
berwarna, dan tidak berbau, penampakannya mirip air. Nitrogen diperoleh untuk

9
komersial melalui distilasi bertingkat udara dan cair. Kegunaan unsur N2 untuk
pembuatan amoniak (proses Haber), sebagai zat pendingin (pembeku makanan),
dalam wujud cair sebagai insulator, untuk industri minyak, industri makanan, industri
obat-obatan, dan lain-lain.
Unsur N merupakan salah satu penyusun unsur protein sebagai pembentuk
jaringan dalam makhluk hidup, dan di dalam tanah, unsur N sangat menentukan
pertumbuhan tanaman. Perilaku N dalam tanah sulit untuk diperkirakan, sebab
transformasi N di dalam tanah sangat kompleks, lebih dari 98% N di dalam tanah
tidak tersedia untuk diambil tanaman pada saat tertentu karena terakumulasi dalam
bahan organik atau terjerat dalam mineral liat. Nitrogen dalam bentuk bahan organik
dapat mengalami transformasi menjadi pupuk tersedia bagi tanaman (Soepardi,
1983).
Perilaku N dalam tanah mempunyai beberapa implikasi yang penting untuk
manajemen N yang efisien (Evanyli, 1998). Jumlah N dalam tanah sedikit sedangkan
yang diangkut oleh tanaman tiap tahunnya sangat banyak. Pada saat tertentu N sangat
larut dan pada saat yang lain mudah hilang dalam penguapan atau sama sekali tidak
tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983). Suplai unsur N melalui pemupukan lebih
diutamakan untuk tanaman, karena N merupakan unsur yang paling banyak hilang
dari lahan pertanian karena pemanenan. Tanaman yang mengalami kekurangan N
akan tetap kecil dan secara cepat berubah menjadi kuning, karena N yang tersedia
tidak cukup untuk membentuk protein dan klorofil, oleh karena itu akibat
kekurangan klorofil akan menyebabkan kemampuan tanaman menjadi berkurang dan
produksi karbohidratnya berkurang (Jacob dan Uexkull, 1960).
Nitrogen merupakan unsur yang esensial bagi tanaman dan dibutuhkan dalam
jumlah relatif besar. Unsur ini berpengaruh dalam sintesis asam amino, protein, asam
nukleat, dan koenzim. Protein mempunyai fungsi penting dalam pertumbuhan sel
vegetatif tanaman sebagai katalisator dan pengatur metabolisme (Grunes dan
Allaway, 1985). Protein merupakan bagian dari protoplasma sehingga adanya unsur
N akan mendorong pertumbuhan tanaman di atas permukaan tanah.
Menurut Ma’shum (2003) pemberian pupuk harus memperhatikam
kandungan unsur hara yang tersedia didalam tanah, tipe pertumbuhan yang
diinginkan, dan faktor iklim. Kekurangan unsur N selama pertumbuhan dapat

10
menyebabkan tanaman menjadi kerdil, perakaran terbatas, daun menjadi berwarna
kuning dan senescens, tetapi pemberian N secara berlebihan juga akan
mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang sangat pesat, warna daun menjadi hijau
tua dan tanaman menjadi lebih sukulen (Prawiranata dan Tjondronegoro, 1992),
sehingga tanaman menjadi mudah terserang penyakit dan hama. Kelebihan unsur N
juga memperpanjang periode tumbuh terutama pada tanaman-tanaman yang
mempunyai periode tumbuh pendek dan juga mendorong produksi jaringan sukulen
yang lunak sehingga rentan terhadap kerusakan mekanis (Foth, 1988).
Secara umum, tanaman mengandung N sebesar 1-5% bobot dan menyerap N
dalam bentuk nitrat (NO3) dan ammonium (NH4+), serta tingkat pengambilam NO3 -
biasanya lebih tinggi dan baik pada pH rendah. Pada umumnya, sumber N tanaman
adalah nitrat yang pada tergantung jenis tanaman dan faktor lingkungan lainnya
seperti suhu, pH, pengolahan tanah, dan lain-lain. Pada pH rendah, nitrat lebih cepat
diserap. Penghambatan serapan nitrat pada pH tinggi kemungkinan karena pengaruh
kompetisi dari ion OH- (Mengel dan Kirkby, 1982).
Menurut Manan (2006), unsur nitrat (NO3-) yang terikat sebagai ligan
(substituent senyawa organik) pada senyawa kompleks, yang merupakan garam dari
asam nitrat HNO3 yang dipakai dalam campuran pupuk. Menurut Haug (1980),
bahwa kompos yang stabil mengandung N dalam bentuk nitrat (NO3-) dan tidak ada
N dalam bentuk NH4+, sedangkan menurut Yang (1997), bahwa kandungan nitrat
kompos dapat menentukan kematangan kompos.

Unsur Fosfor
Menurut Manan (2006), unsur P ditemukan dalam urin oleh Brand pada tahun
1669. Fosfor merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan, dapat
menimbulkan eutrofikasi di danau, sungai, dan perairan laiinya. Unsur P juga
merupakan zat yang penting tetapi selalu berada dalam bentuk anion monovalen
(H2PO4-) dan anion divalent (H2PO42-). Ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH
tanah, pada pH rendah (<7), P lebih banyak diserap dalam bentuk HPO 4-, sedangkan
pada pH >7 lebih banyak diserap dalam bentuk HPO42- (Mengel dan Kirkby, 1982 ;
Tisdale et al., 1985).

11
Unsur P sangat penting sebagai sumber energi (ATP). Oleh karena itu,
kekurangan P dapat menghambat pertumbuhan maupun reaksi-reaksi metabolisme
tanaman. Fosfor dalam tanaman berfungsi dalam penbentukan bunga, buah dan biji,
serta mempercepat pematangan buah. Kualitas pupuk organik dipengaruhi oleh
metode pengomposan, kualitas bahan organik suhu dan aktivitas mikroorganisme
perombak bahan organik. Pemberian unsur P dalam jumlah memadai dapat
menigkatkan mutu benih yang meliputi potensi perkecambahan dan vigor bibit
(Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Menurut Ma’shum et al, (2003) bahwa P berperan dalam pembentukan
bunga, buah dan biji, kematangan tanaman, dan perkembangan akar. Gejala
kekurangan P dapat diamati pada awal pertumbuhan. Dimana, perakaran tanaman
masih sangat terbatas sedangkan kebutuhan P relatif sangat tinggi, sehingga
menyebabkan daun tanaman menjadi warna keunguan. Fosfor juga berperan
mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat dan mempercepat pertumbuhan
tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat mempercepat pembungaan dan
pemasakan buah serta biji, dapat meningkatkan produksi biji-bijian, membantu
pembentukan protein, proses transfer metabolik, sintesis ADP dan ATP,
meningkatkan fotosintesis, dan membantu proses respirasi (Ma’shum, 2003), dan
jika kekurangan unsur ini dapat mengakibatkan daun dan batang kecil, daun
berwarna hijau keabu-abuan, mengkilat, dan terlihat pigmen merah pada daun bagian
bawah dan selanjutnya mati. Pembentukan bunga terhambat dan produksi buah atau
bijinya kecil (Jacob dan Uexkull, 1960).

Unsur Kalium
Kalium dikenal sebagai unsur fungsional dan bukan unsur struktural. Oleh
karena itu, hingga saat ini belum pernah dilaporkan bahwa K terdapat dalam suatu
ikatan organik dalam tumbuhan. Kalium diserap tanaman dalam bentuk K+, dan
konsentrasi K dalam tanaman berkisar antara 1,66 sampai dengan 2,75%. Di dalam
tanaman, banyak yang berpendapat bahwa peranan K yang utama adalah terletak
pada kemampuannya sebagai katalisator. Telah ada bukti-bukti bahwa K menstimulir
beberapa proses fosforilasi. Misalnya ;
Heksosa monofosfat + ATP Heksosa difosfat + ADP

12
Selain itu, ditunjukkan pula bahwa defisiensi K dapat menghentikan proses
sintesis piruvat kerana diperlukan untuk enzim piruvat kinase. Defisiensi K juga
dapat mempengaruhi sintesis pati dan sintesis asam lemak dari asetat yang berasal
dari glikolisis. Defisiensi K dapat menyebabkan berkurangya toleransi tanaman
terhadap stress air karena K berperanan penting dalam mengatur stomata (Ma’shum
et al., 2003)
Gejala defisiensi K dalam tanaman muncul pada daun jaringan yang tua
karena mobilitas K dalam tanaman cukup tinggi. Gejalanya dikenal dengan
terjadinya klorosis yang kemudian tepi daun berubah menjadi cokelat. Defisiensi
yang berkelanjutan akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan buku-bukunya
pendek (Ma’shum et al, 2003)
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat
ketersediaan K di dalam tanah, selain dengan uji tanggap tanaman terhadap takaran
pupuk K yang diberikan, pengujian terhadap ketersediaan K dapat dilakukan secara
mikrobiologi dalam hal ini, mikroba tersebut peka terhadap kekurangan unsur hara
tertentu pada media pertumbuhannya. Bakteri ini akan terhambat dan terganggu
pertumbuhannya bila didalam media pertumbuhannya terdapat kekurangan unsur
hara K, Ca dan P (Ma’shum et al., 2003).
Sumber K di dalam tanah dapat berasal dari mineral feldspar, mika muskovit,
biotit dengan kandungan K sekitar 8% dan ilit, merupakan sumber K yang telah
dikenal. Sumber K dapat juga berasal dari pupuk biasanya dengan bentuk K2SO4 atau
KCl. Sisa – sisa organik baik dari sisa tanaman dengan kandungan K2O sekitar 2,5%,
pupuk kandang berkandungan K2O 0,28 sampai 0,5%. Sel bakteri mengandung K2O
sekitar 4 sampai 25,5% dan dalam misellium fungi adalah 8,7 sampai 39,5%
(Ma’shum et al., 2003)
Bentuk K dalam tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok,
diantaranya adalah bentuk yang nisbi tidak tersedia bagi tanaman meliputi sekitar 90-
98% dari totak K tanah, berada dalam mineral feldspar dan mika. Sejumlah K
dibebaskan secara lambat dari bentuk ini. Kalium lambat tersedia meliputi 1-10%
dari K total. Kalium ini melarut dari mineral primer atau pupuk K, tetapi masih
melekat pada komplek jerapan anorganik dan organik. Kalium mudah tersedia,
meliputi jumlah sebesar 0,1-2% dari total K dalam tanah. Kalium ini berada pada tepi

13
permukaan jerapan tanah. K-tukar ini dapat dilepaskan ke dalam larutan tanah
meliputi penggantian kation lain pada jerapan tanah (Ma’shum et al., 2003)
Mikrobia tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat
ketersediaan kalium tanah. Pelarutan K dalam mineral dapat berlangsung karena aksi
asam organik, hasil sintesis mikrobia tanah, atau pun asam-asam mengandung
mineral aluminosilikat, dan terbukti mampu melepaskan K yang ada di dalamnya.
Contoh bakteri tersebut adalah Bacillus siliceous. Hasil inokulasi Bacillus siliceous
pada tanaman gandum membuktikan bahwa terjadi peningkatan hasil yang diperoleh
setara dengan perlakuan pupuk KCl (Ma’shum et al., 2003)

14
MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2009 sampai bulan November 2009,
bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
dan analisis dilakukan di Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Materi
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah cairan
limbah industri pembuatan MSG (monosodium glutamat) yang diproduksi oleh
PT.Sasa Inti, yang dinamakan GM-1, isi rumen, tepung tulang, guano, HNO3, KOH
dan NaOH. Alat–alat yang digunakan adalah jerigen, wadah penampungan (ember),
timbangan, gelas ukur, plastik, botol kecil dengan kapasitas 500 ml dan pH meter.Isi
rumen yang dipakai berasal dari Rumah Potong Hewan PT. Elders Indonesia.
Tepung tulang berasal dari Laboratorium Pengolahan Limbah Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Guano yang dipakai adalah guano yang sudah
menjadi pupuk, yaitu guano dengan merk dagang Green Master.

Prosedur
Tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis
terhadap limbah cair MSG dari PT. Sasa Inti untuk mengetahui kandungan N, P, K,
C-organik, dan pH cairan limbah tersebut. Analisis dilakukan di Balai Penelitian
Tanah, Bogor. Setelah diketahui pH dan kandungan N, P, dan K selanjutnya dibuat
formulasi dengan bahan-bahan berupa tepung tulang, guano, HNO3, KOH, dan
NaOH. Berikut ditampilkan di Tabel 5 kandungan unsure hara dalam bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan pupuk cair.
Tabel 5. Kandungan Unsur Hara dalam Bahan-bahan yang Digunakan

Kandungan Hara (%)


Sumber Hara
Nitrogen Phosphor Kalium
GM-1 3,23 0,1 1,12
Tepung Tulang - 7 -
Guano - 10 -
HNO3 68 - -
KOH - - 45

Jumlah penambahan bahan-bahan tersebut dilakukan sesuai dengan formulasi


yang telah dibuat menggunakan Solver di Microsoft Excel 2007, yang dilakukan
berdasarkan kandungan NPK bahan-bahan tersebut agar mencapai kandungan NPK
minimal 10% dalam formulasi pupuk cair dan pH minimal 7 (netral). Berikut
merupakan formulasi bahan dengan kandungan N, P dan K minimal 10%
ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan Unsur Hara Hasil Formulasi Pupuk Cair dengan Perhitungan
Manual
Formulasi pH N P K Total NPK

GMTT 8,19 6,8 1,5 4,8 13,1

GMG 6,36 7,08 1,37 4,7 13,2

GMTT + Isi Rumen 7,72 6,8 1,5 4,8 13,1

GMG + Isi Rumen 6,85 7,08 1,37 4,7 13,2


Keterangan :
GMTT : GM1 + HNO3 + KOH + NaOH + tepung tulang
GMG : GM1 + HNO3 + KPH + NaOH + guano

Persiapan lain yang dilakukan adalah penyiapan bahan dan alat yang
dibutuhkan di Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Ternak. Tepung tulang dan
guano berbentuk tepung dan granule, sehingga untuk diperoleh tepung yang lebih
halus, maka harus dilakukan penggilingan kembali sebelum dilakukan pengenceran.
Sedangkan bahan–bahan lain yang diperoleh dalam bentuk padat, yaitu KOH, NaOH
langsung diencerkan dengan cara mengambil 1 kg bahan, lalu dilarutkan dalam 2 L
aquades sehingga diperoleh konsentrasi unsur hara 50% dari konsentrasi awal.

16
Bahan–bahan yang sudah dilarutkan disimpan dalam ember plastiK, lalu setelah
diperoleh larutan-larutan bahan, dilakukan formulasi dengan cairan limbah MSG
tersebut pada skala 10 L dengan menggunakan jerigen dengan kapasitas 20 L.
Formulasi pupuk cair yang dibuat ditampilkan pada Tabel 7. Bahan-bahan yang
sudah dilakukan pencampuran sesuai perlakuannya dilakukan pengukuran nilai pH.
Berikut ini merupakan diagram alur dari pembuatan pupuk dari limbah MSG yang
dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 7. Tabel Perlakuan Peningkatan Limbah MSG


Kode Limbah MSG HNO3 KOH NaOH Perlakuan
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
GMTT 5530 735 1065 600 2070
GMG 6330 735 1065 500 1370
GMTT + Isi 5530 735 1065 600 GMTT + Isi
Rumen rumen 500 gr
GMG + Isi 6330 735 1065 500 GMG + Isi
Rumen rumen 500 gr
Keterangan :
GMTT : Faktor 1 Perlakuan 1 GM1 + HNO3 + KOH + NaOH + tepung tulang
GMG : Faktor 1 Perlakuan 2 GM1 + HNO3 + KPH + NaOH + guano
GMTT + Rumen : Faktor 1 Perlakuan 1 GM1 + HNO3 + KOH + NaOH + tepung tulang + isi rumen
GMG + Rumen : Faktor 1 Perlakuan 2 GM1 + HNO3 + KPH + NaOH + guano + isi rumen

17
Limbah Cair MSG PT. Sasa Inti

Analisis Laboratorium Balai


Penelitian Tanah, Bogor.

Formulasi sesuai standar


(NPK : 10%)

GMTT GMG
2,07 L Tepung Tulang 1,37 L Guano + 6,33 L GM-
+ 5,53 L GM-1 + 0,6 L 1 + 0,5 L NaOH + 0.735 L
NaOH + 0.735 L HNO3 HNO3

GMTT GMTT + Isi Rumen GMG + Isi Rumen GMG

Fermentasi selama 15 hari dan


dikocok setiap harinya

Pengujian Akhir Sampel


Analisis Laboratorium

Gambar 1. Skema Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Pembuatan MSG
PT.SASAINTI

18
Peubah yang Diamati
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran derajat keasaman atau kebasaan
suatu larutan atau bahan, yang didefinisikan sebagai pH = - log [H+] dimana tanda [ ]
menyatkan konsentrasi larutan dalam mol/L. Pada pelarut air dengan suhu 25oC
berlaku hubungan pH + pOH = 14 (Manan, 2006). Pengukuran derajat keasaman
dalam penelitian ini menggunakan pH meter yang dilakukan pada akhir fermentasi.

Nitrogen (N-Total) (Sudarmadji et al., 1997)


Pengukuran kandungan N-total dalam pupul dilakukan dengan cara contoh
dipipet sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl, lalu 10 gram
serbuk selenium mixer ditambahkan dan 5 ml H2SO4 pekat, serta 5 tetes paraffin cair.
Kemudian didestruksi atau dipanaskan dengan suhu 150-250°C. Setelah berubah
warna kuning kehijauan alat dimatikan dan di dinginkan, lalu ditambahkan air
destilata sebanyak ± 50 ml, kemudian dipindahkan ke tabung didih destilasi,
ditambahkan air destilata ± 100 ml dan ditambahkan NaOH 50%. Cairan tersebut
dididihkan diatas suhu ± 50°C dan hasil destilasi ditampung dengan menggunakan
labu erlenmeyer kapasitas 250 ml yang telah diisi H3BO3 1% dan ditambah indikator
Conway kemudian hasil tampungan dititrasi dengan HCl 0.05 ml atau yang sudah
diketahui Normalitasnya. Hasil tampungan tersebut dicatat dan dicatat pula ml HCl
yang telah digunakan.
Perhitungan :

N-total (ppm) = x 14 x (ml contoh – ml blangko ) x N HCl

Fosfor (P2O5) (Sudarmadji et al,.1997)


Pupuk cair tersebut disaring dengan kertas saring, kemudian hasil saringan
dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan
dengan aquades dan dihimpitkan sampai tanda tera. Ekstrak yang sudah mengalami
pengenceran tadi dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 4 ml aquades, dikocok dan dibiarkan selama lima menit.
Dibuat satu seri larutan standar baku P yang mempunyai konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5

19
ppm P yang diukur dengan alat ukur spectrofotometer pada panjang gelombang 660
mm.
Perhitungan :

P (ppm) =

Kadar Kalium (K2O) (Sudarmadji et al,.1997)


P cair tersebut disaring dengan kertas saring, kemudian hasil saringan dipipet
1 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan
dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami pengenceran
tadi (pipet 1 ml dalam labu ukur 50 ml) kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Ditambahkan 9 ml aquades, dikocok sebentar dan dibuat satu seri larutan
standar baku K yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm K.
kemudian diukur dengan alat ukur flame photometer pada filter K.
Perhitungan :

K (ppm) =

Nitrat (NO3 -)
Analisa nitrat dilakukan dengan cara, sebanyak 10 gram sampel dilarutkan sampai
100 ml, kemudian dipipet sebanyak 2 ml dan dilarutkan kembali sampai 50 ml.
larutan tersebut diambil sebanyak 5 atau 10 ml, kemudian ditambahkan dengan 0,5
ml Brucine 5% dan 2,5% ml H2SO4 kemudian didinginkan. Sampel tersebut
kemudian diukur dengan Spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm.

C-Organik
Kandungan C-organik yang terdapat dalam pupuk cair dianalisis dengan
menggunakan metode Walkley & Black (Pengabuan Basah).

20
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL
(Rancangan Acak Lengkap) pola faktorial 2 x 2 dengan 3 ulangan. Menurut Steel
dan Torrie (1995), model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor I (Penambahan sumber hara organik
ke1, 2, dan 3) dan faktor II (Fermentasi ulangan ke 1, 2 dan 3)
µ = Rataan
α = Pengaruh utama faktor I (Penambahan sumber hara organik ulangan ke 1,
2, dan 3
βj = Pengaruh utama faktor II (Fermentasi ulangan ke 1, 2, dan 3)
(αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor I (Penambahan sumber hara organik
ulangan ke 1, 2, dan 3) dan faktor II (Fermentasi, ulangan ke 1, 2 dan 3)
εij = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, τ2)

Data diolah dengan menggunakan minitab 11 for windows, data yang


diperoleh diuji asumsi, yaitu uji kenormalan, keaditifan, kehomogenan dan
kebebasan galat. Apabila telah memenuhi asumsi tersebut maka data dianalisis
dengan menggunanan ANOVA. Jika diperoleh hasil yang nyata maka dilanjutkan
dengan uji lanjut Tukey (Mattjik dan Sumertajaya, 2000).

21
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian


Penelitian pembuatan pupuk cair dari limbah MSG ini dilakukan di
Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Kondisi ruangan laboratorium secara umum mendukung untuk
pembuatan pupuk cair karena mempunyai suhu yang tidak berubah signifikan setiap
harinya. Suhu ruangan di Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil ternak berkisar
antara 26,3-27,7oC (Hadi, 2007)
Limbah MSG yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari industri
pembuatan MSG di Gending, Probolinggo yaitu PT. Sasa Inti. Perusahaan MSG ini
merupakan pabrik skala besar yang dapat menghasilkan limbah cair MSG sebanyak
kurang lebih 900 kL per hari Adapun Limbah pembuatan MSG tersebut mempunyai
kandungan unsur hara tertera pada Gambar 2.

6
5,47 %
5

4
3,5 3,23 %
3

2
1,12 %
1
0,1 %
0
C-Organik pH Nitrogen Total Kalium Phosphor

Gambar 2. Analisis Kandungan Unsur Hara pada Limbah MSG (GM-1) dari PT.
Sasa Inti
Sumber : Analisis Pusat Penelitian Tanah, Bogor, 2009

Kandungan N pada limbah cukup tinggi yaitu sekitar 3,23% akan tetapi
mempunyai kandungan unsur hara K dan P yang sangat rendah, dan pH yang rendah,
yaitu masing masing 1,12%, 0,1% dan 3,5. Kandungan C-Organik pun rendah yaitu
sebesar 5,47%. Kandungan-kandungan unsur hara pada limbah MSG ini secara
umum sangat rendah sehingga perlu dilakukan pengkayaan agar dapat memenuhi
standar kualitas pupuk cair. Analisis unsur hara ini dilakukan di Laboratorium Pusat
Penelitian Tanah, Bogor (2009).
Kandungan unsur hara pada limbah MSG ini diperkaya dengan menggunakan
bahan – bahan organik berupa tepung tulang dan guano. Selain itu ditambahkan pula
bahan lain berupa HNO3, KOH kemudian difermentasi. Berikut pada Gambar 3
merupakan fermentasi anaerob pupuk cair dari limbah MSG.

Gambar 3. Fermentasi Anaerobik Pupuk Cair dari Limbah Cair MSG

Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman atau pH pupuk cair minimal harus netral. Menurut SNI.
02-4958-1999 untuk pupuk sipramin, pH yang dianjurkan adalah minimal 5,5-6,5.
Derajat keasaman pupuk sangat mempengaruhi penyerapan unsur-unsur hara lain
pada tanah seperti N, P dan K. Pemakaian pupuk cair dengan pH rendah secara terus
menerus pada tanah sangat berbahaya, karena dapat menurunkan pH tanah dan
menurunkan ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara sumber hara dan fermentasi.
Sumber hara dan fermentasi yang berbeda, tidak nyata mempengaruhi pH pupuk. pH
pupuk cair dari limbah MSG ini sudah memenuhi SNI. 02-4958-1999. Rata-rata pH
yang diperoleh adalah >8. pH tertinggi diperoleh pada pupuk cair dengan sumber
hara tepung tulang yang difermentasi tanpa menggunakan isi rumen, yaitu sebesar
8,7 sedangkan pH terendah adalah pada pupuk cair dengan sumber hara guano yang

23
difermentasi tanpa rumen sebesar 8,2. Berikut pada Tabel 8 ditampilkan rataan pH
pupuk cair yang diperoleh.

Tabel 8. Nilai pH Pupuk dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan Fermentasi
Berbeda pada Limbah MSG
Sumber Mineral
Fermentasi Rataan
Tepung Tulang Guano
-------------------------------(%)------------------------------
Menggunakan Isi 8,60 ± 0,100 8,47 ± 0,152 8,53 ± 0,136
Rumen
Tanpa Isi Rumen 8,70 ± 0,200 8,20 ± 0,436 8,45 ± 0,409
Rataan 8,65 ± 0,151 8,33 ± 0,327
Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2009)

Kandungan Nitrogen - Total


Hasil analisis ragam pada penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi
antar kedua faktor yaitu pemakaian sumber mineral berbeda dan fermentasi berbeda
(P<0,05). Faktor pemakaian sumber mineral yang berbeda, nyata mempengaruhi
kandungan N-total pada pupuk cair dari limbah MSG (P<0,05), sedangkan perbedaan
fermentasi tidak nyata mempengaruhi kandungan N-total pada pupuk cair dari
limbah MSG. Kandungan N-total terbesar terdapat pada pupuk cair yang
menggunakan sumber hara organik guano dengan fermentasi tanpa menggunakan isi
rumen yaitu sebesar 3,35%. Sedangkan kandungan N-total terkecil yaitu pada pupuk
cair dengan menggunakan bahan organik tepung tulang dengan fermentasi
menggunakan isi rumen yaitu sebesar 2,04%. Hal ini disebabkan karena pada
formulasi pupuk GMG menambahkan HNO3 lebih tinggi daripada pada GMTT.
Berikut ini merupakan rataan kandungan N-total pada pupuk cair dari limbah cair
pembuatan MSG tertera pada Tabel 9.

24
Tabel 9. Kandungan N-total dengan Pemberian Sumber mineral Berbeda dan
Fermentasi Berbeda pada Limbah MSG
Sumber Mineral
Fermentasi Rataan
Tepung Tulang Guano
---------------------------(%)----------------------------
Menggunakan Isi 2,25b ± 0,579 2,38ab ± 0,346 2,31 ± 0,091
Rumen
Tanpa Isi Rumen 2,04b ±0,157 3,35a ± 0,360 2,70 ± 0,926
Rataan 2,14b ± 0,148 2,87b ± 0,686
Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2009)
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan baris yang sama masing-masing
menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pupuk cair dari limbah MSG ini
belum memenuhi SNI. 02-4958-1999 yaitu standar pupuk Sipramin dengan
kandungan N-total minimal 4%. Kandungan N pada pupuk cair ini telah memenuhi
persyaratan teknis minimal kandungan unsur N dalam pupuk cair anorganik yang
mengharuskan kandungan salah satu unsur makro bagi tanaman sebesar 2%
(Keputusan Menteri Pertanian, 2003). Kandungan N menurut hasil perhitungan
formulasi awal pada pupuk cair dengan sumber hara tepung tulang adalah sebesar
6,8%. Sedangkan pada pupuk cair dengan sumber hara guano adalah 7,08%.
Penurunan kandungan N yang terjadi dari perhitungan awal formulasi sampai hasil
analisis adalah sebesar 3 – 4%. Penurunan kandungan N pada pupuk cair terjadi
karena adanya proses kehilangan N melalui penguapan atau volatilisasi dalam bentuk
gas amoniak (Indranada, 1989).
Kandungan Nitrat (NO3-)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara kedua
faktor yaitu pemakaian sumber hara organik berbeda dan fermentasi yang berbeda
(P<0,05). Fermentasi menggunakan isi rumen berpengaruh negatif terhadap
kandungan NO3- pupuk. Pemakaian sumber hara organik berbeda berpengaruh sangat
nyata terhadap kandungan NO3- dalam pupuk cair yang dibuat dari limbah cair
pembuatan MSG (P<0,01) dan fermentasi berpengaruh nyata terhadap kandungan
NO3- dalam pupuk (P<0,05).
Hasil analisa laboratorium memperlihatkan bahwa rataan kandungan NO3 -
yang terkecil terdapat pada pupuk cair dengan menggunakan sumber hara tepung

25
tulang dan fermentasi menggunakan isi rumen yaitu sebesar 0,023%, sedangkan
kandungan NO3- tertinggi diperoleh pada pupuk cair dengan menggunakan sumber
hara guano yang difermentasi tanpa menggunakan rumen yaitu sebesar 0,876%.
Berikut ini merupakan rataan kandungan NO3 tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Kandungan NO3 Pupuk dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan
Fermentasi Berbeda pada Limbah MSG
Sumber Mineral
Fermentasi Rataan
Tepung Tulang Guano
----------------------------(%)----------------------------
Menggunakan Isi 0.023b ± 0.005 0.153b ± 0.231 0.088b ± 0.162
Rumen
Tanpa Isi Rumen 0.046b ± 0.045 0.876a ± 0.306 0.461a ± 0.495
Rataan 0.035B ± 0.031 0.515A ± 0.464
Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2009)
Keterangan : Superskrip huruf kecil dan besar yang berbeda pada kolom dan baris yang sama masing-
masing menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan sangat berbeda nyata (P<0,01)

Kandungan nitrat yang tinggi pada pupuk cair yang menggunakan guano
diduga karena tingginya kandungan N dalam guano dan dalam guano terdapat pula
bakteri perombak yang menyebabkan terjadinya nitrifikasi. Nitrifikasi yaitu proses
oksidasi dari ammonia menjadi nitrit. Pada proses fermentasi, ammonium dihasilkan
oleh proses dekomposisi komponen nitrogen pada protein. Pada pematangan
kompos, ammonium dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri, sehingga terjadi
akumulasi nitrat dalam pupuk cair yang menunjukkan pupuk cair telah matang.
Nitrat (NO3-) merupakan sumber N yang dominan karena tersedia dalam konsentrasi
tinggi sebagai ammonium serta bebas diserap akar dengan cara difusi (Ma’shum,
2003).
Kandungan Fosfor (P2O5)
Fosfor merupakan salah satu dari unsur makro yang dibutuhkan tanaman.
Fosfor berperan mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat
dan mempercepat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah serta biji, membantu pembentukan
protein, proses transfer metabolik, sintesis ADP dan ATP, meningkatkan fotosintesis,
dan membantu proses respirasi (Sutedjo, 1994).

26
Hasil analisis ragam pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
interaksi antara faktor penambahan sumber mineral berbeda dan fermentasi berbeda.
Kandungan P2O5 pupuk cair dari limbah MSG dengan menggunakan penambahan
sumber hara organik berbeda dan fermentasi yang berbeda, tidak berbeda nyata
mempengaruhi kandungan P2O5. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa
kandungan P2O5 tertinggi yaitu pada pupuk cair dengan menggunakan sumber hara
guano yang difermentasi menggunakan rumen yaitu sebesar 0,66%. Kandungan P 2O5
pada semua perlakuan meningkat dari kandungan P2O5 limbah MSG awal, yaitu 0,10
menjadi 0,52 – 0,66%. Hasil analisis P dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Kandungan P2O5 dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan Fermentasi
Berbeda pada Limbah MSG
Sumber Mineral
Fermentasi
Tepung Tulang Guano Rataan
----------------------------(%)----------------------------
Menggunakan Isi
Rumen 0,52 ± 0,145 0,66 ± 0,660 0,59 ± 0,125
Tanpa Isi Rumen 0,44 ± 0,276 0,45 ± 0,305 0,45 ± 0,260
Rataan 0,48 ± 0,202 0,56 ± 0,227
Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2009)

Hasil perhitungan awal pada pupuk cair dengan sumber hara tepung tulang
adalah sebesar 1,5% sedangkan pada pupuk cair dengan menggunakan sumber hara
guano adalah sebesar 1,37 %. Setelah dilakukan analisis, kandungan P menurun
hingga sekitar 0,8 - 1%. Penurunan kandungan P ini dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, diantaranya adalah intensitas pengadukan yang tidak konsisten, dan belum
optimalnya dekomposisi bahan organik karena lama fermentasi yang belum optimal
dan bahan organik sumber P yang tidak dapat larut 100% dalam air. Sifat P itu
sendiri dapat mempengaruhi kandungan P2O5 pada pupuk cair ini. Fosfor merupakan
unsur hara yang stabil sehingga tidak mudah tercuci (Soepardi, 1983). Kandungan P
dalam pupuk cair belum memenuhi persyaratan minimal kandungan P dalam pupuk
cair anorganik yang mengharuskan kandungan P minimal 2% disamping unsur
makro lain yaitu N dan K (Keputusan Menteri Pertanian, 2003).
Kandungan Kalium (K2O)
Kalium merupakan unsur fungsional pada tanaman, dan bukan unsur
struktural. Kalium dapat diserap tanaman dalam bentuk K+, dan konsentrasi K dalam
27
tanaman berkisar 1,66% sampai 2,75%. Kalium merupakan unsur utama yang
berperan sebagai aktivator enzim. Soepardi (1983) menyatakan bahwa adanya K
yang cukup tersedia dalam tanaman akan merangsang pertumbuhan akar, menekan
pengaruh buruk N dan meningkatkan ketegaran tanaman yang membuat tanaman
lebih tahan terhadap serangan hama penyakit.
Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi pada sumber
hara berbeda dan fermentasi berbeda terhadap kandungan K2O pada pupuk. Hasil
menunjukkan bahwa sumber hara yang berbeda, tidak nyata mempengaruhi
kandungan K2O dalam pupuk cair, sedangkan fermentasi yang berbeda sangat nyata
mempengaruhi kandungan K2O dalam pupuk cair dari limbah MSG. Berikut ini
merupakan rataan kandungan K hasi analisis pupuk cair dari Limbah MSG tertera
pada Tabel 12.
Tabel 12. Kandungan K2O dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan Fermentasi
Berbeda pada Limbah MSG
Sumber Mineral
Fermentasi Rataan
Tepung Tulang Guano
---------------------------------(%)----------------------------------
Menggunakan Isi 0,91 ± 0,220 0,90 ± 0,092 0,91B ± 0,150
Rumen
Tanpa Isi Rumen 1,71 ± 0,229 1,90 ± 0,310 1,81A ± 0,266
Rataan 1,31 ± 0,484 1,40 ± 0,585
Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2009).
Keterangan: Superskrip huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama masing-masing
menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)

Kandungan K dalam perhitungan awal pada pupuk cair adalah sebesar 4,8%
sedangkan dalam hasil analisis, kandungan K2O tertinggi adalah sebesar 1,9% yaitu
pada pupuk cair dengan menggunakan sumber hara guano yang difermentasi tanpa
rumen. Sedangkan kandungan K2O terkecil diperoleh pada pupuk cair dengan
sumber hara organik guano yang difermentasi rumen yaitu sebesar 0,90. Penurunan
kandungan K sangat tinggi yaitu sebesar 2.9 - 3.9%. Dari hasil ini dapat disimpulkan
bahwa fermentasi rumen berpengaruh negatif terhadap kandungan K2O pupuk pada

28
faktor sumber hara guano. Kandungan K dalam pupuk belum memenuhi persyaratan
teknis minimal pada pupuk cair yang mengharuskan kandungan masing–masing
unsur makro adalah 2% (Keputusan Menteri Pertanian, 2003). Kandungan K
tertinggi dalam pupuk sudah mendekati 2% yaitu sebesar 1,90 %. Penurunan yang
sangat tinggi ini kemungkinan dapat terjadi pula karena tidak sesuainya kandungan K
dalam label kemasan KOH sehingga hasil analisis sangat berbeda dengan hasil
perhitungan.
Kandungan C-Organik
Kandungan organik dalam pupuk cair penting untuk kehidupan
mikroorganisme. Dalam proses dekomposisi materi organik oleh mikroorganisme
hidup, unsur karbon merupakan sumber energi dan nitrogen merupakan unsur
pembangunan struktur sel. Materi organik di dalam tanah selain untuk sumber energi
juga untuk pertumbuhan maupun perkembangbiakan jasad renik dan hewan tanah.
Hasil dari proses pelapukan materi organik tersebut diantaranya dipengaruhi oleh
faktor kandungan organik tanah, teknik pengolahan tanah, kelembaban tanah, suhu
dan tipe atau jenis tanahnya. Materi organik dengan rasio C/N yang tinggi akan
mengalami proses pelapukan yang lambat, sedang materi organik dengan rasio C/N
yang rendah akan mengalami proses dekomposisi atau pelapukan yang cepat.
Bahan organik yang dianalisis dalam penelitian adalah C-organik. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara faktor, yaitu faktor
sumber hara berbeda dan fermentasi yang berbeda. Hasil analisa kandungan C-
organik pupuk disajikan pada Tabel 13. Perbedaan sumber hara tidak berbeda nyata
mempengaruhi kandungan C-organik dalam pupuk cair begitu pula dengan
fermentasi yang berbeda tidak mempengaruhi kandungan C-organik pada pupuk cair.
C-organik tertinggi terdapat dalam pupuk cair dengan menggunakan sumber hara
guano yang difermentasi menggunakan rumen yaitu 3,58%. Sedangkan nilai C-
organik terendah adalah pada pupuk dengan sumber hara guano tanpa fermentasi
rumen yaitu sebesar 2,89%. Kandungan C-organik dalam pupuk cair dari limbah
MSG ini belum memenuhi SNI. 02-4958-1999, yang menyatakan bahwa dalam
pupuk cair Sipramin, kandungan C-organik minimal 8. Kandungan C-organik dalam
pupuk cair dapat berasal dari limbah MSG dan dari isi rumen yang ditambahkan. C-

29
organik dalam pupuk sudah dimanfaatkan oleh mikroba sehingga kandungan C-
organik pada produk akhir relatif rendah.
Tabel 13. Kandungan C-Organik dengan Pemberian Faktor Hara Berbeda dan
Fermentasi berbeda pada Limbah MSG
Sumber Mineral
Fermentasi Rataan
Tepung Tulang Guano
---------------------(%)---------------------
Menggunakan Isi 3,02 ± 0,188 3,58 ± 0,279 3,30 ± 0,375
Rumen
Tanpa Isi Rumen 3,39 ± 1,126 2,89 ± 0,621 3,14 ± 0,858
Rataan 3,20 ± 0,750 3,23 ± 0,574
Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2009)

Karakteristik Produk Akhir Pupuk Organik Cair


Perubahan warna dan bau pada pupuk terjadi selama proses fermentasi, yang
menandai bahwa adanya aktivitas dari mikroorganisme rumen sapi yang
ditambahkan pada pupuk. Pada produk akhir penelitian warna pupuk sedikit berbeda
dengan produk awal sebelum fermentasi. Limbah cair MSG awal mempunyai warna
coklat kehitaman berbentuk cair dan mempunyai bau molases yang tajam. Pada
produk akhir pupuk cair setelah fermentasi, mempunyai warna coklat kehitaman dan
bau ammonia yang agak menyengat. Perubahan warna dan bau merupakan indikator
yang dapat menjadi parameter adanya aktifitas mikroorganisme tersebut. Adanya
aktifitas organism tersebut terlihat dari timbulnya gas dalam tempat pupuk cair ketika
dilakukan fermentasi anaerob.

30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pupuk yang dibuat dari limbah MSG secara umum belum memenuhi
persyaratan teknis minimal pupuk anorganik cair. Hasil perhitungan awal pada
formulasi pupuk diperoleh jumlah kandungan NPK sebesar 13,1 – 13,2%. Sedangkan
jumlah N, P dan K pupuk cair yang diperoleh dari hasil analisis sebesar 3,68%-
5,71%. Pupuk cair yang mempunyai jumlah N, P dan K paling tinggi yaitu pada
pupuk dengan menggunakan sumber mineral guano yang difermentasi tanpa isi
rumen.
Saran
Peningkataan limbah MSG menjadi pupuk cair dapat dilakukan dengan
menambahkan bahan lain yang mengandung unsur hara yang lebih tinggi sehingga
dapat memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk cair anorganik, misalnya dengan
menggunakan bahan sumber N ammonia. Perlu dilakukan uji tanam pada pupuk
yang telah dibuat untuk mengetahui kualitas pupuk terhadap tanaman. Hal lain yang
perlu dilakukan adalah perbaikan teknis dalam proses pembuatan pupuk anorganik
cair
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan atas Rahmat Allah yang Maha Kuasa,
karenaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir Skripsi ini diiringi
dengan kemudahan. Shalawat dan Salam selalu penulis limpahkan kepada Rasulullah
SAW beserta para keluarga, sahabat dan para umatnya.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
pembimbing Ir. Salundik MSi dan Dr. Ir. Panca Dewi MHK. MS atas bimbingan dan
semangat yang luar biasa, dan kepada penguji sidang Ir. Lilis Khotijah MSi, Ir.
Maman Duldjaman, MS, dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr., terimakasih atas
saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda H.Ade Witana dan
Ibunda Wiwin Widaningsih atas kasih sayang dan doa yang luar biasa tak henti-
hentinya selama ini. Tetehku Midawati Supartika dan Iyan Sopiandi semoga
kebaikannya dibalas dengan yang lebih besar oleh Allah SWT. Saudara kembarku
Evi Azzahrawani terimakasih atas semangat yang diberikan, adiku Regita dan
keponakanku Marsha. Terimakasih untuk kakek dan nenekku, dan terakhir penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada ‘Sayid Ahmad’ atas bantuan, motivasi, doa
dan semangat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di
Fakultas Peternakan. ( I Love You All).
Penulis pun ingin menyampaikan terimakasih kepada teman satu team Demak
Simbolon, Bayang, Irin, K’Fuadi, K’Dedy, Ninda. Kepada ANOK jangan lupakan
kenangan kita semasa kuliah ini. Neng Mega, Resty, Risma & Adhit, Desha, Melani,
Rika, dan terakhir Alif (ANOK atau bukan, bingung). Teman – teman Irafan, special
for Rieska (ikung) thanks for everything. Nice Future all my friend, I’ll be missing
you always.
Terimakasih kepada IPTP 43 dan kepada semua warga FAPET, dan seluruh
civitas akademika Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Juli 2010

Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M. H. 1987. Penentuan zat-zat makanan dalam ini rumen sapi dan
pemanfaatannya dalam ransum ayam broiler petelur tipe medium pada masa
pertumbuhan dan produksi. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Badan Standar Nasional (BSN). SNI 02-4958-1999. Pupuk Cair Sisa Proses Asam
Amino. Jakarta.
Church, D. C. 1991. Livestock Feeds and Feeding. 3 rd edition. Prentice-hall
International Edition. United States of America.
Evanyli, G. K. 1998. Nitrogen Soil testing fot corn in Virginia. Virginia Cooperative
Extension. Virginia Polyethnic Institute and State University.
http://www.ext.vt.edu
Foth, H. D. 1988. Dasar–dasar Ilmu Tanah. Terjemahan. Endang D.P., dwi R.L, &
Rahayuning T. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Goh, K. M. & R. J. Haynes. 1986. Nitrogen and Agronomics Practices. P: 379-468.
In R. J. Haynes. Mineral Nitrogen in Plant Soil System. Academic Press.
Florida.
Grunes, D. L. & W. H. Allaway. 1985. Nutritional Quality of Plants in Relatiom to
Fertilizer Use. p: 589-616. In Engelstad O.P. (ed) Fertilizer technology and
Use Soil Science Society of America Inc, Madison Wiscounsin.
Hadi, P. 2007. Peningkatan kualitas pupuk organik cair keluaran instalasi biogas
fermentasi lanjut dengan penambahan tepung telur busuk dan tepung tulang
kambing. Skripsi. Fakultas Petenaka, Intsitut Pertanian Bogor. Bogor.
Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Haug, R. T. 1980. Compost Priciples Engineering and Practices. Ann Arbor Science,
Michigan.
Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New York,
London.
Indranada, H.K. 1989. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT. Bina Aksara, Jakarta.
Indriyani Y.H. 1999. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Jacob, A. H. & V. Uexkull. 1960. Fertilizer Use: Nutrition and Manuring of Tropical
Crops. Translated by C. L Whittles. Hannover. 593 p.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 09/Kpts/tp.260/1/2003. Persyaratan Teknis
Minimal Pupuk Anorganik Cair. Jakarta.
Manan, M. H. A. 2006. Kamus Kimia. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Ma’shum., Mansur., J. Soedarsono, & L. E Susilowati. 2003. Biologi Tanah. CPIU
Pasca IAEUP, Jakarta
Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2000. Perancangan dan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan Kedua. IPB Press. Bogor
Mengel, K. & E. A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd Edit.
International Potash Institute. Switzerland.
Morrison, F.B. 1959. Feeds and Feeding 21th edition Unabridged. The Morrison
Publishing Company, Inc, New York.
Mugnisjah, W. Q. & A. Setiawan. 1995. Pengantar Produksi Benih. Penerbit PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Prawiranata, W. S. H. & P. Tjondronegoro. 1992. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman.
Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. IPB.
Bogor.
Sari, W. W. 2007. Penggunaan guano kelelawar pemakan serangga untuk
pengendalian penyakit bercak daun oleh Alternaria solani pada tanaman
tomat. (Skripsi). Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sediyarso, M. 1999. Fosfat alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Bogor, 82 hal.
Siagian, P. H. & S. Simamora. 1994. Permasalahan dan penanganan limbah dari
usaha peternakan dan rumah potong hewan (RPH). Media Peternakan (18)
no. 3 : 76-89 Fakultas Peteernakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sihombing, D. T. H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan atau Usaha
Peternakan. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Departemen Pertanian
dan Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Soelaeman, Y. Wahyunto. & Sunaryo. 2003. Jurnal Penggunaan Pupuk Cair Limbah
Monosodium Glutamat (MSG) pada Tanaman Pangan di Propinsi Lampung.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Steel, R. G. D. & J.H. Torrie. 1995. Principles and Procedures of Statistics a
Biomedical Approach. 3th Ed. Mc Graw-Hill, Inc. Singapore
Sudarmadji, S., B. Haryono. & Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002a. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002b. Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Sutedjo, M.M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Soedomo., P. Soeharto. & L. Soekanto. 1989 Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.
Tisdale, S. L., W. L. Nelson & J. P. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizer. 7th Ed.
Mac Millan Publ. Co. Inc. New York. 695 p.
Yang, S. S. 1997. Preparation of compost and evaluating its maturity. Agriculture
and Horticulture Extension bulletin No. 445.

34
LAMPIRAN
LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Rataan pH dalam Pupuk Cair dari Limbah MSG


Sumber Mineral
Fermentasi
Tepung Tulang Guano Rata-rata
8.6 8.5
Rumen 8.7 8.6
8.5 8.3 8.533
Rata-rata 8.6 8.46
8.9 7.7
Non Rumen 8.7 8.5
8.5 8.4 8.45
Rata-rata 8.7 8.2
8.65 8.33

Lampiran 2. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan pH Pupuk


Cair dari Limbah MSG
Sumber Keragaman db JK KT F Hitung P
Sumber Hara 1 0,3008 0,3008 4,57 0,065
Fermentasi 1 0,0208 0,0208 0,32 0,589
Sumber
Hara*Fermentasi 1 0,1008 0,1008 1,53 0,251
Error 8 0,5266 0,0658
Total 11 0,9491
Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0,01)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
n : Nyata interaksi
Lampiran 3. Tabel Rataan Kandungan Nitrogen Total dalam Pupuk Cair dari
Limbah MSG (%)
Sumber Mineral
Fermentasi Rata-rata
Tepung Tulang Guano
1.84 2.77
Rumen 1.99 2.26 2.31
2.91 2.11
Rata-rata 2.24 2.38
1.87 3.75
Non Rumen 2.07 3.25 2.695
2.18 3.05
Rata-rata 2.04 3.35
2.14 2.86

Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan Nitrogen


Total Pupuk Cair dari Limbah MSG
Sumber Keragaman db JK KT F Hitung P
Sumber Hara 1 1,5624 1,5624 10,24 0,013*
Fermentasi 1 0,4370 0,4370 2,87 0,129
Sumber 1 1,0384 1,0384 6,81 0,031n
Hara*Fermentasi
Error 8 1,2201 0,1525
Total 11 4,2579
Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0,01)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
n : Nyata interaksi

Lmpiran 5. Hasil Uji Tukey Kandungan N-Total Pupuk Organik Cair


GMTT + Rumen GMG + Rumen GMTT GMG
2,25b 2,38ab 2,04b 3,35a

37
Lampiran 6. Tabel Rataan Kandungan NO3 dalam Pupuk Cair dari Limbah MSG (%)
Sumber Mineral
Fermentasi Tepung Tulang Guano Rata-rata
0.02 0.42
Rumen 0.02 0.03 0.088
0.03 0.01
Rata-rata 0.023 0.153
0.09 1.21
Non Rumen 0 0.81 0.461
0.05 0.61
Rata-rata 0.046 0.876
0.035 0.515

Lampiran 7. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan NO3 Pupuk


Cair dari Limbah MSG
Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung P
Sumber Hara 1 0,6912 0,6912 18,58 0,0026**
Fermentasi 1 0,4181 0,4181 11,24 0,0100*
Sumber 1 0,3675 0,3675 9,88 0,0137n
Hara*Fermentasi
Error 8 0,2976 0,3721
Total 11 1,7745
Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0,01)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
n : Nyata interaksi

Lampiran 8. Hasil Uji Tukey Kandungan NO3 Pupuk Organik Cair


GMTT + Rumen GMG + Rumen GMTT GMG
0,023B 0,153B 0,046B 0,876A

38
Lampiran 9. Tabel Rataan Kandungan P2O5 dalam Pupuk Cair dari Limbah MSG
(%)
Sumber Mineral
Fermentasi Rata-rata
Tepung Tulang Guano
0.69 0.67
Rumen 0.46 0.59 0.59
0.42 0.72
Rata-rata 0.52 0.66
0.76 0.15
Non Rumen 0.25 0.45 0.44
0.32 0.76
Rata-rata 0.44 0.45
0.48 0.55

Lampiran 10. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan P 2O5


Pupuk Cair dari Limbah MSG
Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung P
Sumber Hara 1 0.01613 0.01613 0,33 0,581
Fermentasi 1 0.06163 0.06163 1,26 0,293
Sumber 1 0.01203 0.01203 0,25 0,633
Hara*Fermentasi
Error 8 0.39000 0.04875
Total 11 0.47980
Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0,01)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
n : Nyata interaksi

39
Lampiran 11. Tabel Rataan Kandungan K2O dalam Pupuk Cair dari Limbah MSG
(%)
Sumber Mineral
Fermentasi Rata-rata
Tepung Tulang Guano
0.77 1.01
Rumen 1.16 0.86 0.905
0.79 0.84
Rata-rata 0.906 0.903
1.51 1.55
Non Rumen 1.66 2.13 1.806
1.96 2.03
Rata-rata 1.71 1.903
1.308 1.403

Lampiran 12. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan K2O Pupuk
Cair dari Limbah MSG
Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung P
Sumber Hara 1 0,0270 0,0270 0,53 0,489
Fermentasi 1 2,4390 2,4390 47,7 0,000**
Sumber 1 0,0290 0,0290 0,56 0,474
Hara*Fermentasi
Error 8 0,4110 0,0513
Total 11 2,9060
Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0,01)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
n : Nyata interaksi

40
Lampiran 13. Tabel Rataan Kandungan C-organik dalam Pupuk Cair dari Limbah
MSG (%)
Sumber Mineral
Fermentasi Rata-rata
Tepung Tulang Guano
2.8 3.89
Rumen 3.12 3.5 3.298
3.13 3.35
Rata-rata 3.016 3.58
3.52 3.49
Non Rumen 2.2 2.92 3.136
4.44 2.25
Rata-rata 3.386 2.886
3.201 3.233

Lampiran 14. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan C-Organik


Pupuk Cair dari Limbah MSG

Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung P


Sumber Hara 1 0,0030 0,0030 0,01 0,936
Fermentasi 1 0,0784 0,0784 0,18 0,685
Sumber 1 0,8480 0,8480 1,92 0,203
Hara*Fermentasi
Error 8 3,5318 0,4415
Total 11 4,4612
Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0,01)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
n : Nyata interaksi

41

Anda mungkin juga menyukai