Anda di halaman 1dari 71

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK


(ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK
DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

Oleh:
FAHRUL ROJI
F24102083

2006
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK


(ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK
DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
FAHRUL ROJI
F24102083

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Fahrul Roji F24102083. Pembuatan Produk Minuman Isotonik (Isotonic


Drink) Dalam Kemasan Gelas Plastik Di PT. Fits Mandiri Bogor. Dibawah
Bimbingan Slamet Budijanto (2006).
RINGKASAN
Minuman Isotonik merupakan salah satu produk minuman ringan karbonasi
atau nonkarbonasi untuk menigkatkan kebugaran, yang mengandung gula, asam
sitrat, dan mineral (BSN, 1998). Istilah isotonik seringkali digunakan untuk
larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan
tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O (Stofan dan Murray, 2001). Minuman
Isotonik juga dikenal dengan sport drink yaitu minuman yang berfungsi untuk
mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi karbohidrat
ketika melakukan aktivitas.
Minuman isotonik dengan berbagai klaimnya, saat ini perkembangannya
cukup pesat dipasaran. Tiga tahun terakhir tercatat nilai penjualan pioneer salah
satu produk minuman isotonik meningkat tajam, dimana setiap tahunnya terjadi
pertumbuhan penjualan di atas 50 % (Hidayat, 2006). Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengembangkan formula dan teknologi proses pembuatan minuman
isotonik dalam kemasan gelas plastik yang aman, murah, mempunyai rasa yang
diterima, dan dapat diaplikasikan pada industri kecil.
Penelitian ini terdiri atas tahap formulasi minuman isotonik serta tahap
analisis produk terbaik. Tahap formulasi minuman isotonik meliputi; perhitungan
komposisi bahan, pembuatan, pemilihan flavor, pengembangan formula produk.
Pemilihan produk terbaik dilakukan dengan metode uji organoleptik.
Hasil formulasi minuman isotonik yang disukai adalah formula B dengan
komposisi elektrolit Na+ 20 meq/L, K+ 4 meq/L, Mg2+ 0,5 meq/L, Ca2+ 1 meq/L,
Cl- 15 meq/L, Sitrat3- 32 meq/L, Laktat- 1 meq/L, gula (65gr/l), Vitamin C (0,4167
gr/l), claudifier (0,5 gr/l), dan flavor terpilih 0,075 % lemon : orange (1:1). Hasil
analisis pada produk tersebut adalah: pH 3.52, TPT 6,8 oBrix, nilai osmolalitas
secara hitungan 281,85 mosmol/kg H2O, Kadar Vitamin C 89,1 mg/cup (240 ml),
kadar gula pereduksi (dekstrosa) 0,35 %, kadar natrium 432,60 mg/l, kadar
kalium 213,9 mg/l, dan Total Mikroba < 3,0 x 102 (0,5 x 101) koloni/ml. Hasil ini
secara keseluruhan telah sesuai dengan yang ditargetkan dan memenuhi standar
minuman isotonik SNI 01-4452-1998, kecuali untuk kandungan mineral kalium
yeng lebih besar dari standar. Namun hal ini bisa minimalisir dengan
memperhitungkan kandungan kalium dalam bahan baku lain atau melalui
pemilihan bahan baku yang lebih baik, sehingga kandungan Kalium dapat
memenuhi standar sesuai perhitungan.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK
(ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK
DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
FAHRUL ROJI
F24102083

Dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 September 1983


Tanggal Lulus: 4 Agustus 2006
Menyetujui,
Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir Slamet Budijanto M.Agr


Dosen Pembimbing
Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28
September 1983. Penulis merupakan putra pertama dari
pasangan Abdul Rauf dan Fatimah. Penulis memulai
pendidikannya pada tahun 1987 di Madrasah Diniyah
Islamiyyah Al-Ikhlas Bogor, kemudian pada tahun 19891995 menyelesaikan pendidikan di SDN Parakan 02 Bogor.
Pada tahun 1995-1998 penulis melanjutkan pendidikan di Madarasah
Tsanawiyah Negeri (MTsN) Kodya Bogor. Dan pada rentang waktu tahun 19982002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor (SMAKBo). Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui
jalur USMI. Selain itu penulis juga ikut mengenyam pendidikan di Mahad
salafiyah Al-Ikhlas Ciomas Bogor.
Selama menjalani pendidikan, penulis ikut terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan organisasi, di MTsN Penulis pernah menjabat sebagai ketua umum PMR
unit MTsN Bogor. Selama di SMAKBo penulis aktif dikegiatan kerohanian,
bidang penerbitan majalah. Selama kuliah penulis pernah terlibat aktif di beberapa
kegiatan organisasi diantaranya: BKIM IPB, Forum Mahasiswa Studi Islam 39,
Food Processing Club (FPC), Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Pertanian (HIMITEPA), KAMMI komisariat IPB, dan berbagai kegiatan
kemahasiswaan lain. Di luar kampus penulis juga pernah aktif pada organisasiorganisasi sosial kemasyarakatan, diantaranya pernah aktif di LSM Rumah Zakat
Indonesia (RZI), dan organisasi kepemudaan Forum Komunikasi Remaja Islam
(FKRI). Selain itu penulis pernah mengikuti program khusus pelatihan
enterpreuneur Succes University.
Dan sebagai salah satu syarat kelulusan kuliah dan memperoleh gelar
sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis melakukan penelitian yang tertuang
dalam skripsi ini.

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, karena karunia rahmat dan kasih
sayang-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam tak
lupa penulis sampaikan untuk baginda Rasulullah SAW, atas kecintaan dan
tauladannya bagi seluruh ummat.
Skripsi

yang

berjudul

PEMBUATAN

PRODUK

MINUMAN

ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK


DI PT FITS MANDIRI BOGOR ini merupakan hasil kegiatan penelitian
penulis. Kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam
menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama
pada :
1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis
hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar dan adik-adik tercinta
(Nining, Aris, Fatih, Farhan, dan my little cousin Risan ) mudah-mudahan
Allah mengaruniakan kebarokahan bagi kita.
2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijato M.Agr, atas bimbingan dan motivasinya yang
diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.
3. Bapak Ir . Sutrisno Koswara, M.si dan Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc, atas
kesediaannya menjadi dosen penguji dan atas saran-saran yang diberikan.
4. Mbak Febri, Mbak Rinrin, Mbak Emi, dan seluruh karyawan PT.Fits Mandiri
dan Cipta Food atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama
melakukan kegiatan penelitian.
5. Bapak Ust Abdul Kholiq, Ust. Bahrudin, Ust Aom, dan Ust Dede atas doa,
dorongan dan nasihatnya.
6. Rekan-rekan ITP angkatan 39, khususnya Yoga, Didin, Kris, Irwan, dan temen
temen sebimbingan, juga buat sahabat-sahabatku Subekti, Gugum (atas
pinjeman komputernya dan penginapannya), Iqbal, Rikza, Molid, Heru, Evrin,
Hana, Sari, dan anak-anak golongan C terima kasih atas kebersamaannya.

7. Keluaraga besar hizbul adalah warrofaiyah (Teh Lina, Ibu Rina, Hafidz,
Abdul dan tokoh-tokoh DPC ciomas), mudah-mudahan Allah mengokohkan
langkah kita dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
8. Keluarga besar pondok pesantren Al-Ikhlas, dan rekan-rekan tercinta (Awal,
Idim, Saepul, Irfan, Muhammad, Asep, Sahrul, Hari, Sodiq, teh Titi, Robiah,
Yayah) atas kebersamaannya, dan Siti Syamsiyah serta keluarga atas doanya.
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya, mudah-mudahan Allah
membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun
mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah
laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor,

Juli 2006

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................

iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

ix

I. PENDAHULUAN .....................................................................................

A. LATAR BELAKANG..........................................................................

B. TUJUAN DAN SASARAN .................................................................

C. MANFAAT ..........................................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

A. MINUMAN ISOTONIK ......................................................................

B. GARAM-GARAM MINERAL............................................................

10

C. SUKROSA ...........................................................................................

11

D. ACIDULANT ........................................................................................

11

E. VITAMIN C .........................................................................................

12

F. FLAVOUR ...........................................................................................

14

G. BAHAN PENGAWET .........................................................................

14

H. CLAUDIFIER ......................................................................................

15

I. PENGEMASAN...................................................................................

15

J. PROSES TERMAL ..............................................................................

16

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................

18

A. BAHAN DAN ALAT ..........................................................................

18

B. METODE PENELITIAN .....................................................................

18

1. Formulasi dan Pembuatan ...............................................................

19

2. Uji Organoleptik ..............................................................................

23

3. Analisis Produk................................................................................

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

27

A. PERHITUNGAN KOMPOSISI BAHAN ............................................

27

B. PEMBUATAN MINUMAN ISOTONIK ............................................

28

C. UJI ORGANOLEPTIK .......................................................................

29

1. Pemilihan flavor ..............................................................................

29

2. Pengembangan Formula Minuman ..................................................

30

D. ANALISIS PRODUK MINUMAN ISOTONIK .................................

34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

41

A. KESIMPULAN ....................................................................................

41

B. SARAN ................................................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

42

LAMPIRAN ..................................................................................................

46

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Konsentrasi elektrolit dalam keringat ................................................

Tabel 2. Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain .....

Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan baku minuman ................

Tabel 4. Spesifikasi syarat mutu minuman isotonik (SNI 014452-1998) ........

Tabel 5. Konsentrasi elektrolit target ...............................................................

20

Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor...............................................................

22

Tabel 7. Variasi perlakuan pH (Pengembangan Formula I) ............................

31

Tabel 8. Konsentrasi elektrolit formula-formula produk hasil pengembangan

32

Tabel 9 . Respon panelis terbatas terhadap formula-formula baru .................

33

Tabel 10. Data hasil analisis produk minuman isotonik ..................................

34

Tabel 11. Kontribusi bahan-bahan minuman terhadap nilai osmolalitas .........

35

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rumus struktur sukrosa ................................................................

11

Gambar 2. Rumus struktur asam sitrat ...........................................................

12

Gambar 3. Vitamin C dan Sifat Kimianya .....................................................

13

Gambar 4. Skema alur metode penelitian .....................................................

19

Gambar 4. Skema pembuatan produk minuman isotonik ..............................

21

Gambar 5. Pola degradasi asam askorbat pada temperatur penyimpanan dan


aktivitas air berbeda .....................................................................

38

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.

Komposisi elektrolit produk yang formulasi dengan beberapa


produk pasar.............................................................................

46

Lampiran 2.

Kontribusi Bahan Terhadap Osmolalitas Minuman Formula A 47

Lampiran 3.

Form uji hedonik tahap pemilihan flavor .................................

48

Lampiran 4.

Rekapitulasi data uji hedonik tahap pemilihan flavor ..............

49

Lampiran 5.

Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pemilihan flavor......

50

Lampiran 6.

Form uji hedonik tahap perlakuan variasi keasaman ...............

51

Lampiran 7.

Data uji hedonik tahap perlakuan variasi keasaman ................

52

Lampiran 8.

Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan


formula (perlakuan variasi keasaman) .....................................

53

Form uji hedonik tahap perlakuan kombinasi elektrolit ..........

54

Lampiran 10. Data uji hedonik tahap perlakuan kombinasi elektrolit............

55

Lampiran 9.

Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan
formula (perlakuan kombinasi elektrolit).................................

56

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penelitian

dan

pengembangan

(Research

and

Development)

merupakan salah satu kegiatan yang terus dilakukan suatu industri, termasuk
industri pangan. R&D produk memiliki peran begitu besar bagi kelangsungan
dan kemajuan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan fungsi R&D sebagai
pembaharu produk, baik itu dalam hal inovasi produk baru ataupun hanya
sebatas penyempurnaan dan modifikasi produk yang telah ada. Keberadaan
R&D ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi industri melalui
dihasilkannya produk yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Setiap
tahap dalam kegiatan R&D harus melalui proses dan analisis secara seksama,
untuk menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan standar mutu yang
diharapkan.
Objek kajian dalam rangka riset dan pengembangan di PT Fits
Mandiri kali ini adalah produk minuman isotonik. Riset yang dilakukan
meliputi formulasi minuman isotonik sehingga dihasilkan produk yang dapat
diterima konsumen, dan memenuhi standar mutu.
Minuman

isotonik

dengan

berbagai

klaimnya,

saat

ini

perkembangannya cukup pesat dipasaran. Selama tiga tahun terakhir tercatat


nilai penjualan salah satu pioneer produk minuman isotonik meningkat tajam,
dimana setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penjualan diatas 50 %. Tahun
2004 total penjualan domestik produk tersebut mencapai 100 juta kaleng dan
6,5 juta sachet (Hidayat, 2006). Hal ini berkaitan dengan trend makanan dan
minuman fungsional yang akhir-akhir ini menjadi senjata pemasaran berbagai
produk pangan.
Teknologi pembuatan produk ini relatif mudah dan saat ini produk
minuman isotonik mulai dirambah oleh berbagai industri yang lebih kecil
skalanya. Pangsa pasar minuman isotonik ini dinilai cukup baik dan hal ini
mendorong PT. Fits Mandiri untuk mengembangkan formula minuman
isotonik yang bisa diaplikasikan pada industri kecil. Kegiatan pengembangan
produk ini disesuaikan dengan kapasitas produksi dan aspek teknologi yang

dimiliki industri-industri kecil, yakni pengembangan lebih diarahkan pada


pembuatan minuman isotonik dalam kemasan gelas plastik (cup).
Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang
berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam
pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai
keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif, dan
harganya relatif murah. Melalui pengembangan produk dalam kemasan cup ini
diharapkan dapat dihasilkan produk yang bermutu, aman, relatif murah, dan
dapat diterapkan untuk industri kecil/menengah seperti PT. Fits Mandiri
Bogor.

B. TUJUAN DAN SASARAN


1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula dan teknologi
proses pembuatan minuman isotonik yang dikemas dalam gelas plastik
(cup).
2. Sasaran
Sasaran dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula dan
teknologi proses pembuatan produk minuman isotonik dalam kemasan gelas
plastik (cup) yang aman, relatif murah dan memiliki rasa yang diterima.
C. MANFAAT
Penelitian ini bermanfaat dalam mendorong pengembangan dan
penerapan teknologi proses pembuatan produk minuman isotonik dalam
kemasan gelas plastik (cup) pada lingkungan industri, khususnya industri
kecil.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. MINUMAN ISOTONIK
1. Definisi
Menurut BSN (1998), minuman Isotonik merupakan salah satu produk
minuman ringan karbonasi atau nonkarbonasi untuk meningkatkan
kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat, dan mineral. Stofan dan
Murray (2001) menambahkan, Istilah isotonik seringkali digunakan untuk
larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan
cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O. Minuman Isotonik juga
dikenal dengan sport drink yaitu minuman yang berfungsi untuk
mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi
karbohidrat ketika melakukan aktivitas.
2. Sejarah dan Dasar Ilmiah
Sejak pertengahan tahun 1960 terdapat beberapa kategori minuman
komersil dibeberapa negara, terutama yang secara khusus diformulasi untuk
dikonsumsi sebelum, selama, dan sesudah aktifitas fisik. Minuman ini
dikenal dengan sebutan sport drink, minuman karbohidrat-elektrolit,
minuman pengganti elktrolit, atau minuman isotonik (Stofan dan Murray,
2001).
Minuman isotonik ini pertama kali diformulasi oleh Dr Martin
Brousard untuk digunakan oleh tim sepakbola Lousiana State University.
Kedua, minuman isotonik dikembangkan oleh Cade et al pada tahun 1972,
yang melakukan penelitian mengenai panas yang dikeluarkan oleh atlet
pada tim sepak bola University of Florida. Mereka menemukan bahwa
kehilangan sejumlah tertentu volume dan perubahan komposisi cairan tubuh
selama latihan dapat dicegah dan diperbaiki melalui konsumsi minuman
yang mengandung glukosa dan elektrolit, yang akan memberikan efek
menguntungkan bagi anggota tim (Ford, 1995). Minuman isotonik mulai
dipasarkan secara komersial pada tahun 1969, dengan merk terkenal

Gatorade, dan pertama kali dipromosikan sebagai minuman khusus untuk


olah raga (Sport Drink).
Efek beraktivitas/olahraga terhadap tubuh
Cairan tubuh adalah komponen yang cukup besar dan potensial hilang
ketika latihan/beraktivitas karena meningkatnya produksi keringat. Selama
latihan volume urine menurun dan keringat menjadi penyebab utama
hilangnya cairan. Produksi keringat bisa mencapai 1-2 liter/jam, tergantung
lama dan beratnya latihan. Kehilangan cukup banyak keringat ini menjadi
alasan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama latihan (Ford,
1995). Cairan yang hilang jika tidak segera digantikan maka lama-kelamaan
menyebabkan dehidrasi pada tubuh.
Cairan dalam tubuh tidak hanya disusun oleh air. Cairan intra seluler
dan cairan ekstra seluler adalah dua larutan yang berbeda pada kandungan
zat terlarut di dalamnya. Cairan ekstra seluler banyak mengandung garam
natrium, klorida, NaHCO3, dan sedikit kalium, kalsium dan magnesium.
Sedangkan cairan intraseluler banyak mengandung garam kalium, organik
posfat, dan proteinat, serta sedikit natrium, magnesium, dan bikarbonat
(Robinson, 2002).
Selain kehilangan air, beberapa komponen elektrolit yang terlarut
dalam cairan tubuh turut hilang bersama keringat. Tabel 1 memperlihatkan
beberapa komponen elektrolit yang hilang bersama keringat.
Tabel 1. konsentrasi (mmol/L) elektrolit dalam keringat
Elektrolit

Konsentrasi (mmol/L)

Natrium

20-80

Kalium

4-8

Kalsium

0-1

Magnesium

<0,2

Klorida

20-60

Sumber: Maughan (2001)


Selain itu, kegiatan tubuh selama latihan/berolahraga akan mengubah
energi kimia menjadi energi mekanik dalam otot. Nilai kebutuhan energi
tersebut tergantung intensitas dan durasi latihan. Sumber utama energi ini

diperoleh dari oksidasi karbohidrat dan lemak yang dikonsumsi. Dalam


banyak penelitian yang telah dipublikasikan diketahui bahwa suplementasi
karbohidrat sebelum dan selama periode latihan, secara umum memberikan
efek yang baik bagi performa tubuh (Ford, 1995).
Keberadaan karbohidrat (CHO) sebagai sumber energi sangat
menentukan performa ketika beraktivitas. Tubuh yang kekurangan
karbohidrat akan mengalami kelemahan atau performa yang buruk selama
beraktivitas. Namun sayangnya, total penyimpanan karbohidrat dalam tubuh
sangat

terbatas,

bahkan

sering

kali

keberadaannya

lebih

sedikit

dibandingkan dengan kebutuhan ketika berkatifitas lebih seperti berolahraga


(Burke, 2002).
Minuman isotonik atau sport drink diformulasi untuk memberikan
manfaat berguna bagi tubuh, diantaranya: 1) mendorong konsumsi cairan
secara sukarela, 2) menstimulir

penyerapan cairan secara cepat,

3) menyediakan karbohidrat untuk menungkatkan performance, 4)


menambah respon fisiologis, dan 5) untuk rehidrasi yang cepat (Stofan dan
Murray, 2001). Minuman isotonik diyakini sebagai minuman ideal bagi atlit
olah raga. Perannnya tidak hanya sebagai minuman biasa yang
menggantikan cairan tubuh, tapi juga sekaligus sebagai pengganti elektrolit
yang hilang bersama keringat dan penyuplai energi bagi aktivitas tubuh saat
berolahraga.
3. Aspek-Aspek Khusus dalam Formulsi Minuman Isotonik
Dibandingkan dengan produk-produk lain, minuman isotonik (sport
drink) memiliki beberapa ketentuan khusus yang harus dipenuhi agar
perannya optimal. Aspek-aspek tersebut diantaranya: jenis dan konsentrasi
karbohidrat, kandungan elktrolit, dan osmolalitas. Tabel 2 memperlihatkan
profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain yang
beredar dipasaran (USA).

Tabel 2.Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain
Natrium

Kalium

Osmolalitas

(mmol/L)

(mmol/L)

(mosmol/kg H2O)

20

280

Isostar

7.7

30

289

Cytomax

5.5

10

10

208

Powerade

23

381

MET-Rx ORS

23

315

Coca Cola

11

700

10.8

49

663

Merk Minuman
Gatorade

% karbohidrat

Orange juice
(Tropicana)

Sumber : Stofan dan Murray ( 2001)


a. Jenis dan konsentrasi karbohidrat
Jenis dan konsentrasi total karbohidrat memiliki efek fisiologis dan
karakter organoleptik terhadap minuman isotonik, seperti keseimbangan
flavor, kemanisan, dan cita rasa. Secara komersial jenis karbohidrat yang
sering digunakan adalah sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa, dan
maltodextrin. Peningkatan konsentrasi karbohidrat diatas 7% dalam
formula minuman, secara potensial akan menimbulkan resiko dibanding
keuntungan yang diperoleh. Diantaranya peningkatan konsentrasi
karbohidrat dalam minuman isotonik berisiko terhadap penurunan
pengosongan lambung, penyerapan dalam usus, dan meningkatkan resiko
ketidaknyamanan dalam perut (Stofan dan Murray, 2001). Selain itu
jenis dan konsentrasi karbohidrat dalam minuman juga mempengaruhi
nilai osmolalitas minuman, oleh karena itu beberapa aspek tersebut
menjadi pertimbangan dalam formulasi jumlah dan jenis karbohidrat
dalam minuman isotonik.
b. Natrium, Kalium, dan Elektrolit Lain
Keberadaan Natrium memainkan peran yang sangat penting dalam
minuman isotonik sebagai zat yang mempengaruhi rasa minuman,

penstimulir

konsumsi

cairan,

meningkatkan

penyerapan

cairan,

mempertahankan volume plasma, dan menjamin rehidrasi yang cepat dan


sempurna. Rehidrasi tidak dikatakan sempurna jika natrium dan air yang
hilang karena keringat belum digantikan. Seperti halnya dalam keringat,
konsentrasi natrium dalam minuman isotonik berkisar antara 20 80
mmol/l, hal ini didasarkan pada penggantian natrium yang hilang dalam
tubuh ketika berkeringat dan untuk menstimulir penyerapan cairan
dengan cepat (Stofan dan Murray, 2001).
Kandungan elektrolit lain (kalium, magnesium, dan kalsium) dalam
minuman isotonik biasanya lebih kecil dari 10 mmol/l, dan peran
kritisnya masih belum teridentifikasi. Sejumlah penelitian telah
menyelidiki peran potensialnya. Kehilangan kalium dalam tubuh
nampaknya menjadi dugaan umum penyebab keram otot. Adapaun untuk
mengimbangi kehilangan elektrolit dari keringat/urin, sejumlah peneliti
menganjurkan penambahan sejumlah kecil magnesium dan kalsium
dalam formulasi minuman isotonik (Sport drink) (Stofan dan Murray,
2001).
c. Osmolalitas
Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang
memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan

cairan tubuh (darah),

sekitar 280 mosm/kg H2O (Stofan dan Murray, 2001). Perhitungan


proporsi setiap bahan yang memberikan kontribusi terhadap total
osmolalitas produk sangat penting dalam pengembangan formula
minuman.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minuman olahraga (sport
drink) harus bersifat hipotonik atau isotonik untuk mempercepat
pengosongan dalam lambung dan penyerapan dalam usus. Konsumsi
minuman

yang

memiliki

osmolalitas

tinggi

(hipertonik)

akan

mengurangi laju penyerapan cairan (Stofan dan Murray, 2001).


Menurut Ford (1995), persamaan antara konsentrasi dan osmolalitas
ditunjukkan pada persamaan berikut:

Osmolalitas (Osmol/kg) = k . n . molalitas


Dimana, k = konstanta untuk zat non-ideal, n = jumlah partikel.
Contohnya, untuk NaCl yang mengurai menjadi dua ion, n = 2. Nilai n
untuk non-elektrorit seperti sukrosa sama dengan 1, dengan demikian
untuk beberapa bahan lain nilai n bisa ditentukan berdasarkan penguraian
partikel/ionnya (lihat Tabel 2). Garam-garam yang digunakan untuk
formulasi relatif mudah larut, maka konstanta k dapat diabaikan dalam
beberapa kasus. Sehingga persamaan dikurangi menjadi:
Osmolalitas (Osmol/kg) = n . molalitas
Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan minuman isotonik
Bahan-bahan

Jumlah partikel (pengionan)

NaCl

Na. Sitrat

Na. Benzoat

KCl

MgCO3

Ca Laktat

Vitamin C

Asam sitrat

Gula

4. Persyaratan Mutu Minuman Isotonik


Tabel 4 menjelaskan persyaratan mutu untuk produk minuman
isotonik yang meliputi keadaan, parameter fisik, kimia dan mikrobiologi.
Tabel 4. Spesifikasi persyaratan mutu minuman isotonik SNI 01-4452-1998
No

Jenis uji

Satuan

Persyaratan

Normal

Keadaan:

1.1

Bau

1.2

Rasa

pH

Maks 4,0

Total gula sebagai sukrosa

Min 5

Mineral:

4.1

Natrium

mg/kg

maks 800-1000

4.2

Kalium

mg/kg

maks 125-175

Bahan Tambahan Pangan

Normal

Sesuai
SNI 01-0222-1995

Cemaran logam:
maks 0,3

6.1

Timbal (Pb)

6.2

Tembaga (Cu)

6.3

Seng (Zn)

6.4

Raksa (Hg)

maks 0,03

6.5

Timah (Sn)

maks 40 (250*)

Arsen

Cemaran mikroba:

mg/kg

maks 2,0
maks 5,0

mg/kg

maks 0,1

Koloni/ml

Maks 2 x 102

APM/ml

<3

8.1

Angka lempeng total

8.2

Coliform

8.3

Salmonella

8.4

Kapang

Koloni/ml

maks 50

8.5

Khamir

Koloni/ml

maks 50

*) kemasan kaleng
Sumber: (BSN, 1998)

negatif

B. GARAM-GARAM MINERAL
1. Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida (Mr = 58,45 gr/mol) dikenal dengan sebutan garam
secara umum dan secara komersial juga dikenal sebagai garam meja, garam
batu, atau garam laut. NaCl dihasilkan dari pengeboran, dan penguapan
larutan asin dari garam yang terdapat dibawah tanah dan dari laut dengan cara
penguapan dengan panas. Natrium klorida berbentuk kristal kubus, asin, putih,
takberwarna/transparan bila dalam bentuk kristal besar (Merck, 1976).
2. Natrium Sitrat (C6H5Na3O7)
Natrium sitrat, trisodium sitrat, Mr = 258,07 gr/mol) berupa kristal
takberwarna, berbentuk granula/bubuk, dingin dan berasa asin. Bersifat stabil
dan larut dalam air, tidak larut dalam alkohol. Natrium sitrat dalam larutan
bersifat sedikit basa (Merck, 1976).
3. Kalium Klorida (KCl)
Kalium klorida/pottasium klorida (Mr = 74,55 gr/mol) berupa kristal
putih atau bubuk kristal yang larut dalam air (memberikan pH netral), dan
tidak larut dalam eter dan aseton. Kalium klorida terdapat dialam sebagai
mineral sylvine atau Sylvite (Merck, 1976).
4. Magnesium Karbonat (MgCO3)
Magnesium Karbonat (Mr= 84,31 gr/mol) berupa bubuk putih yang
tidak berwarna, bulky atau ringan. Magnesium Karbonat lebih mudah larut
dalam air yang mengandung CO2 dan larut dalam larutan asam dengan efek
effervescent. Senyawa ini sedikit menyebabkan basa jika bereaksi dengan air
(Merck, 1976).
5. Kalsium Laktat ( Ca[CH3CH(OH)2COO]2 )
Kalsium Laktat (Mr 218,22 gr/mol) diproduksi secara komersial
melalui proses netralisasi asam laktat hasil fermentasi dekstrosa, molasses,
pati, gula atau whey oleh CaCO3. Kalsium laktat hampir tidak berwarna, larut
lambat dalam air dingin, tapi larut cepat dalam air panas, dan tidak larut dalam
alkohol. Garam ini biasa digunakan dalam industri minuman (Merck, 1976).

C. SUKROSA
Sukrosa merupakan salah satu komponen penting dalam minuman
isotonik. Selain berperan sebagai salah satu penentu rasa, sukrosa juga
menjalankan peran sebagai penyuplai karbohidrat (energi) bagi tubuh. Setiap
gram gula pasir/sukrosa memberikan energi sebesar 4 kkal/gram. Sukrosa
cukup luas penggunaannya dalam formulasi minuman isotonik (Ford, 1995).
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat,
memiliki rasa manis, berwarna putih, dan larut air (Nicol,1979). Rumus
molekul sukrosa adalah C12H22O11, dengan berat molekul 342,30 gram/mol,
terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa, hal ini dapat dilihat dari rumus
struktur sukrosa pada Gambar 1 (Sudarmadji, 1982).
Rasa manis sukrosa bersifat murni karena tidak ada after taste, yang
merupakan cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa pertama. Disamping
itu sukrosa juga berperan dalam memperkuat cita rasa makanan, melalui
penyeimbangan rasa asam, pahit, dan asin atau melalui proses karamelisasi
(Nicol,1979).
CH2OH

H
OH

OH

OH

O
O

OH

OH

CH2OH

Gambar 1. Rumus struktur Sukrosa


D. ZAT PENGASAM (ACIDULANT)
Acidulant merupakan zat yang bersifat asam, yang sering ditambahkan
pada makanan/minuman dengan berbagai tujuan. Acidulant dapat bertindak
sebagai penurn pH, penegas rasa dan warna, atau menyelubungi aftertaste
yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini berperan juga dalam mencegah
pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet (Winarno,
1992). Asam paling sedikit mempunyai dua pengaruh antimikroorganisme;
pertama adalah karena pengaruhnya terhadap penurunan pH dan yang lainnya

adalah sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai (Buckle et
al, 1985).
Asam sitrat merupakan salah satu acidulant yang umum digunakan
pada produk minuman. Asam sitrat merupakan padatan kristal berwarna putih
yang terdapat dalam bentuk butiran anhidrat atau sebagai monohidrat, dengan
bobot molekul 192,1 gram/mol. Asam sitrat (pK1 = 3,09; pK2 = 4,74; pK3 =
5,41) merupakan zat yang mudah larut dalam air. Asam ini memberikan
karakter khas rasa buah dengan kebanyakan flavor-flavor buah, hal ini diduga
terjadi juga secara alami pada berbagai jenis buah (Taylor, 1998).
Asam sitrat merupakan asam lemah yang memiliki tiga gugus
karboksilat, yang terionisasi sebagian melepaskan 3 ion H+ ketika berada
dalam larutan, struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 2.
CH2
COOH

COOH

COH
CH2

COOH

Gambar 2. Rumus struktur asam sitrat


E. VITAMIN C
Vitamin C, dengan nama kimia L-asam askorbat, adalah senyawa
yang tak berbau, stabil, berupa padatan putih, larut dalam air, namun sedikit
larut dalam ethanol, dan tidak larut dalam pelarut organik. Asam askorbat
memilikii gugus hidroksil asam (pK1 = 4,04, pK2 =11,4 pada suhu 25oC).
Asam akorbat akan segera teroksidasi dalam tubuh menjadi asam
dehidroaskorbat, yang dapat kembali kebentuk reduksinya (asam askorbat).
Kemampuan untuk berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi inilah yang
menjadi dasar asam askorbat berfungsi sebagai vitamin (Skeaff, 2002).
Asam askorbat segera teroksidasi dalam kondisi kesetimbangan
menjadi asam dehidroaskorbat, dan dalam larutan akan terhidrasi menjadi
hemiketal. Vitamin C akan kehilangan aktivitas biologisnya apabila cincin
lakton asam dehidroaskorbat terbuka membentuk 2,3-diketo-gulonic acid
mekanisme ini lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 (Belitz dan Grosch,
1999).

Vitamin C secara penuh diserap dan didistribusikan melalui tubuh,


dengan konsentrasi yang cukup tinggi terdapat pada kelenjar adrenal dan
kelenjar pituitary (kelenjar dibawah otak). Kebutuhan perhari orang dewasa
terhadap vitamin C adalah sekitar 45-80 mg (Belitz dan Grosch, 1999).
Vitamin C berperan bagi tubuh terutama dalam sintesis kolagen, jaringan
protein penghubung yang ditemukan dalam otot, arteri, tulang, dan kulit
(Skeaff, 2002).
CH2-OH
H-C-OH
O

Ascorbic acid
OH

OH

Oks

red

CH2-OH

CH2-OH

H-C-OH

H-C-OH
O

HO-C-H
COOH

dehydroascorbic acid

Diketogulonic acid

H 2O
CH2-OH
H-C-OH
O

OH H

O
OH

OH
O

OH

OH

OH

Hydrated hemiketal
Gambar 3. Vitamin C dan sifat kimianya

F. FLAVOR
Menurut Hall (1986), flavor didefinisikan sebagai komponen yang
memiliki karakteristik yang dapat menghasilkan sifat sensori (aroma dan rasa).
Beberapa alasan penambahan flavor kedalam makanan/minuman adalah:
1) memberikan cita rasa pada produk yang memiliki dasar cita rasa yang
lemah, 2) untuk menggantikan cita rasa alami yang hilang selama proses, 3)
untuk memeperbaiki profil cita rasa yang ada, 4) untuk menyamarkan cita
rasa, 5) untuk menambah cita rasa jika penggunaan flavor alami secara
teknologi tidak memungkinkan, dan 6) untuk meningkatkan nilai tambah
secara ekonomi (Henry dan Gary, 1986).
Ostendorf (1978) menyatakan, flavor dalam minuman dapat berasal
dari buah, minuman buah, atau flavor buatan (sintetik). Flavor yang umum
digunakan dalam industri minuman adalah flavor sintetik. Keuntungan
penggunaan flavor sintetik adalah lebih ekonomis, penggunaan relatif sedikit,
penyimpanan mudah, lebih stabil dan lebih tahan lama (Philips, 1981). Sifatsifat yang harus dimiliki oleh senyawa flavor sintetik adalah harus larut air,
tidak meninggalkan after taste, tahan asam, murni, tahan panas dan dapat
digunakan dalam jumlah yang tepat/konstan (Herzberg, 1978).
G. BAHAN PENGAWET
Bahan pengawet ditambahkan kedalam bahan pangan untuk
menghambat atau menahan aktivitas mikroba, baik bakteri, kapang, maupun
khamir yang dapat menyebabkan kebusukan, fermentasi, pengasaman,
maupun dekomposisi dalam bahan pangan (Frazier dan Westhoff, 1987).
Salah satu bahan pengawet yang luas digunakan adalah asam atau
garam benzoat. Asam benzoat atau dalam bentuk garamnya, memiliki
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Benzoat beraksi
secara langsung pada dinding sel mikroba serta menghambat kinerja enzim
siklus asam sitrat dan enzim fosforilasi oksidatif. Benzoat lebih sering
digunakan dalam bentuk garam alkali, karena sifat kelarutan asam benzoat
sangat rendah dalam air (Belitz dan Grosch, 1999). Natrium benzoat

(NaC7H5O, Mr = 144,4 gr/mol)memiliki struktur yang stabil, berbentuk kristal


putih dan rasanya sedikit manis.
Aktivitas optimum benzoat terjadi antara pH 2,5-4. Zat antimikroba ini
efektif dalam menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri, namun kurang
efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang (Burdock,1997). Menurut
SNI 01-0222-1995, batas penggunaan sodium benzoat untuk produk minuman
adalah sebesar 600 ppm.
H. CLAUDIFIER (ZAT PENGKABUT)
Menurut Elizabeth (1990), zat pengkabut (Clouding Agents) adalah zat
yang ditambahakan untuk menimbulkan penampakan keruh pada produk
pangan terutama minuman. Zat ini sering dipakai dalam jumlah sedikit pada
produk soft drink, minuman jeruk, es krim, sirup, dan lain-lain. Claudifier
biasanya berisi zat-zat yang dapat membentuk koloid dalam larutan sehingga
memberikan efek keruh pada larutan, seperti pati dan karbohidrat lain.
I. PENGEMASAN
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi
sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Pengemas dalam produk pangan
harus dapat menjalani fungsi-fungsi utamannya, yaitu: 1) harus dapat
mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap
kotoran dan pencemar lainnya, 2) harus memberikan perlindungan pada bahan
pangan terhadap kerusakan fisik, oksigen dan sinar, 3) harus berfungsi secara
benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama
pemasukan bahan pangan kedalam kemasan, hal ini berarti bahan pengemas
harus sudah dirancang untuk siap pakai pada mesin-mesin yang ada, 4)
memberikan kemudahan dalam rancangannya, tidak hanya untuk konsumen
misalkan dalam membuka atau menutup kembali, tapi juga meliputi
kemudahan dalam proses pengangkutan/distribusi, dan pengelolaan di gudang,
terutama dalam hal pertimbangan ukuran, bentuk, dan berat unit pengepakan,
5) pengemas harus mampu memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik
penjualan (Buckle et al., 1987).

Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang


berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam
pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai
keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif, dan
harganya relatif murah (Latief, 2000). Kemasan plastik untuk minuman buah
dan sejenisnya, umumnya menggunakan plastik jenis PP (Polypropilene). PP
termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilene memiliki
sifat-sifat: ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk
film, tidak transaparan dalam bentuk kemasan kaku, pada suhu rendah akan
rapuh sehingga tidak dapat digunakan untuk kemasan beku, permeabilitas uap
air rendah, permeabilitas gas sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang
peka terhadap oksigen, dan tahan suhu tinggi (Syarief et al., 1989).
J. PROSES TERMAL
Secara umum proses termal dapat diartikan sebagai suatu proses yang
mendayagunakan energi panas untuk menghasilkan perubahan pada suatu
bahan. Bahan pangan menerima panas untuk berbagai tujuan, yaitu
meningkatkan daya cerna, memperbaiki flavor, memusnahkan mikroba
pembusuk dan patogen, atau menginaktifkan enzim (Fardiaz, 1996).
Perlakuan panas diantaranya dapat diklasifikasikan menjadi sterilisasi
dan pasteurisasi. Sterilisasi menunjukkan destruksi absolut untuk seluruh
mikroorganisme yang hidup. Karena sterilisasi absolut tidak dapat dilakukan
untuk beberapa olahan pangan, maka batasan sterilisasi komersial
diperkenalkan dalam industri pengalengan (Buckle et al., 1987). Menurut
Fardiaz (1992), sterilisasi komersial didefinisikan sebagai suatu proses untuk
membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan
pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetetapkan. Makanan yang telah
mengalami sterilisasi komersial mungkin mengandung sejumlah jasad renik
yang tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu
penyimpanan normal.
Pasteurisasi merupakan perlakuan panas yang dapat membunuh
sebagian besar sel vegetatif

mikroorganisme yang terdapat dalam bahan

pangan. Pasteurisasi dalam beberapa produk pangan (misalnya susu) ditujukan


untuk membunuh mikroorganisme patogen, sedangkan dalam produk-produk
lain (contohnya bir), pasteurisasi ditujukan untuk membunuh mikroba
pembusuk (Herro, 1980).
Menurut Woodroof dan Luh (1982), pangan yang tergolong sebagai
pangan asam dan pangan sangat asam, proses pemanasan di bawah suhu
100oC selama beberapa menit sudah dianggap memadai. Spora bakteri
termofilik yang dikhawatirkan dapat tumbuh pada pemanasan dibawah 100oC
ternyata memiliki resistensi panas yang rendah bila spora tersebut berada
dalam suasana pH rendah (asam). Menurut Fardiaz (1992), pasteurisasi dapat
dilakukan pada suhu 65oC selama 30 menit atau 72oC selama 15 detik.
Menurut Buckle et al. (1987), Ketahanan panas mikroorganisme dan
spora-sporanya dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk: 1) umur dan keadaan
mikroorganisme atau spora sebelum dipanaskan, 2) lomposisi medium dimana
organisme/spora tumbuh, 3) pH dan aW, 4) suhu pemanasan, dan 5)
konsentrasi awal organisme atau sporanya.

III. METODOLOGI PENELITIAN


A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air , gula (sukrosa),
NaCl, natrium sitrat, natrium benzoat, KCl, kalsium laktat, MgCO3, asam
sitrat, vitamin C, claudifier, dan flavor. Selain itu digunakan bahan-bahan
kimia lain untuk analisis produk.
Alat-alat yang digunakan adalah wadah plastik, pengaduk, gelas
plastik, kompor, micropipette, alumunium foil, gelas ukur, pipet mohr, bak
pasteurisasi, mesin filler, sealer dan thermometer. Peralatan laboratorium yang
digunakan adalah timbangan analitik, refraktometer, pH meter, pipet mohr
erlenmeyer 125 ml, erlenmeyer 250 ml, kertas saring, gelas piala 250 ml,
buret, pengaduk, labu ukur, hot plate corong, pipet, gelas ukur, petridish,
inkubator dan AAS (Atomic Absorption Spketrofotometre).

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari tahap formulasi dan tahap analisis produk.
Tahap

formulasi minuman meliputi: perhitungan komposisi bahan,

pembuatan, pemilihan flavor, dan pengembangan formula produk. Uji


organoleptik dilakukan dalam tahap formulasi, dimana uji ini dilakukan untuk
menentukan dan memilih komposisi produk terbaik.
Tahap analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik (penampakan),
Kimia (pH, TPT, kadar vitamin C, kadar gula pereduksi, dan kandungan
mineral natrium serta kalium). dan uji mikrobiologi (total plate count). Lebih
jelasnya alur metode penelitian dapat dilihat pada gambar 4.
Tahap formulasi dilakukan terlebih dahulu untuk memperoleh fomula
minuman yang paling disukai, setelah itu formula terpilih dianalisis. Dengan
tahapan ini produk yang dihasilkan diharapkan memiliki keungulan dalam
aspek penerimaan konsumen secara organoleptik.

Bench marking

Perhitungan
Komposisi minuman

Pembuatan
Minuman isotonik

Pemilhan Flavor
(Uji organoleptik)

Tahap formulasi

Evaluasi Formula Minuman

Pengembangan Formula Minuman


(Perbaikan komposisi asam dan kombinasi garam)

Uji Organoleptik

Produk Terbaik

Analisis Produk (Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi)

Gambar 4. Skema alur metode penelitian

1. Formulasi dan Pembuatan


a. Perhitungan Komposisi Bahan
Komposisi elektrolit minuman yang disusun mengacu pada produk
minuman yang ada di pasar (benchmarking) dan disesuaikan dengan SNI
untuk minuman isotonik. Berdasarkan cara ini diperoleh target
kandungan elektrolit dalam minuman yang akan diformulasi, yakni
sebagaimana tercantum pada Tabel 5 :

Tabel 5. Target Formulasi (Konsentrasi elektrolit)


Elektrolit

Konsentrasi (meq/L)

Natrium

22

Kalium

Magnesium

0,5

Kalsium

Cl-

16

Laktat-

Elektrolit tersebut disusun dari sejumlah tertentu garam-garam yang


memiliki elektrolit yang dibutuhkan. Garam-garam yang digunakan
adalah: NaCl, natrium sitrat, KCl, kalsium laktat, dan MgCO3.
Formula dasar minuman ini dihitung dengan memperhatikan aspek
kandungan elektrolit, nilai osmolalitas, dan rasa secara subyektif. Dari
beberapa nilai konsentrasi elektrolit tersebut dapat diketahui masingjumlah garam (NaCl, KCl, MgCO3, Ca laktat, dan Na sitrat) yang
dibutuhkan untuk memenuhi konsentrasi tersebut. Sementara Natrium
benzoat jumlahnya sudah ditentukan sebesar 200 mg/l.
Kebutuhan setiap garam yang dipakai dihitung berdasarkan kebutuhan
tiap elektrolitnya. Jumlah tiap elektrolit diperoleh dengan mengalikan
konsentrasi elektrolit target (meq/l) dengan bobot ekivalen (BE).
mg/L elektrolit = konsentrasi elektrolit target (meq/L) x BE
misalnya untuk mengetahui jumlah KCl, maka terlebih dahulu harus
diketahui jumlah unsur kalium yang diperlukan. Setelah jumlah unsur
elektrolit diketahui dapat dihitung senyawa garam yang dibutuhkan.
Contoh dengan mengetahui jumlah mg unsur kalium, maka mg KCl yang
diperlukan bisa dihitung melalui faktor kimia Mr senyawa/Ar unsur (Mr
KCl / Ar K).
Penyusunan bahan lain, seperti gula didasarkan pada kontribusinya
terhadap rasa dan nilai osmolalitas, penambahan asam sitrat ditentukan
berdasarkan kontribusinya untuk menurunkan nilai pH hingga mencapai
nilai pH produk target (3,5). Sementara vitamin C ditentukan
berdasarkan pertimbangan kebutuhan tubuh perhari terhadap vitamin ini

yang dapat diberikan oleh tiap cup minuman, yakni tidak kurang dari 60
mg per cup minuman (240 ml). Bahan lain seperti claudifier diperoleh
berdasarkan penilaian secara subyektif terhadap tampilan produk.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diperoleh komposisi
minuman pertama (Formula A*).
* untuk alasan tertentu, formulasi dan jumlah masing-masing garam
mineral penyusun formula A tidak ditampilkan pada skripsi ini
b. Pembuatan Minuman Isotonik
Minuman isotonik dalam kemasan cup dibuat melalui beberapa tahap,
yaitu: tahap penimbangan bahan yang meliputi garam-garam mineral,
asam sitrat, vitamin dan gula. Kemudian bahan-bahan tersebut
dimasukkan kedalam air yang telah dimasak, dan ditambahkan bahan
tambahan lain seperti claudifier dan flavor. Tahap selanjutnya adalah
pengecekan pH dan obrix minuman. Setelah itu minuman siap diisikan
pada kondisi panas (hot filling) menggunakan mesin filler

kedalam

kemasan gelas plastik PP. Kemasan kemudian ditutup (seal) dan produk
kemudian dipasteurisasi

selama 15 menit pada suhu 80

C lalu

didinginkan. Lebih jelasnya skema proses dapat dilihat pada gambar 4.

Pemasakan air

Penimbangan bahan

Pencampuran bahan
(garam-garam mineral, gula, asam sitrat, flavor, dll.)

Pengecekan pH dan derajat Brix

Pengisian (hot filling)

Penutupan (Sealing)

Pasteurisasi 80oC, 15 menit

pendinginan

Minuman Isotonik dalam kemasan


Gambar 4. Skema pembuatan produk minuman isotonik
c. Pemilihan Flavor
Tahap ini merupakan tahap untuk memilih jumlah dan jenis flavor
yang akan digunakan. Flavor yang digunakan dan diujikan adalah
campuran flavor jeruk dan lemon dengan tingkat konsentrasi 0,05 %, dan
0,075 %, dengan kombinasi flavor jeruk dan lemon 1: 1, 1 : 2, dan 1: 3
(lihat Tabel 6). Flavor-flavor tersebut dipilih berdasarkan uji hedonik
terhadap parameter keseluruhan (over all).
Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor

Formula
A1
A2
A3
A4
A5
A6

Konsentrasi
Flavor

Perbandingan Lemon:
Orange

0,05 %

0,075 %

1:1
2:1
3:1
1:1
2:1
3:1

d. Pengembangan (improvement) Formula Minuman


Tahap ini merupakan tahap lanjutan yang dilakukan untuk
mendapatkan kombinasi formula yang paling baik meningkatkan
kesukaan panelis terhadap produk yang dibuat. Dasar perlakuan
perbaikan ini adalah saran/komentar panelis terhadap produk formula A
pada uji hedonik pemilihan flavor. Pengembangan formula ini dilakukan
dalam dua tahap, pertama perlakuan variasi tingkat keasaman, dan kedua
perlakuan kombinasi elektrolit (garam mineral). Pemilihan Formula hasil

pengembangan

yang

paling

optimal

dilakukan

berdasarkan

uji

organoleptik (hedonik).
2. Uji Organoleptik (Rahayu, 2001)
Uji organoleptik dilakukan untuk memilih parameter flavor, keasaman
serta kombinasi elektrolit terbaik dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kesukaan panelis terhadap produk hasil formulasi. Uji yang digunakan
adalah uji hedonik dengan menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 2530 orang.
Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapannya terhadap
penerimaan secara keseluruhan (over all) untuk tahap pemilihan flavor dan
aspek penerimaan rasa untuk perlakuan keasaman dan kombinasi garam,
karena keasaman dan kombinasi elektrolit lebih berpengaruh besar pada
rasa. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 dimana angka 1 = sangat
tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 =
suka, dan 7 = sangat suka. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis
menggunakan program SPSS 13.
3. Analisis Produk
Analisis dilakukan terhadap produk yang terpilih (produk yang paling
disukai) secara organoleptik. Karena aspek kesukaan konsumen sangat
penting dalam menetukan kesuksesan pemasaran suatu produk. Dengan
pendekatan ini diharapkan produk hasil formulasi bisa bersaing dengan
produk-produk yang ada dipasaran. Adapun analisis yang dilakukan
meliputi:
a. Nilai osmolalitas minuman (metode perhitungan) (Ford, 1995)
Nilai osmolalitas minuman dipengaruhi oleh komposisi zat terlarut
dalam minuman. Nilai osmolalitas dapat dihitung dengan persamaan:
0smolality (Osmol/Kg ) = k . n . molalitas
dimana k = konstanta untuk larutan non ideal, dan n = jumlah partikel
(hasil pengionan). Yang kemudian disederhanakan menjadi :
0smolality (Osmol/Kg ) = n . molalitas

b. Total Padatan Terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)


Pengukuran

total

padatan

terlarut

sampel

dilakukan

dengan

menggunakan hand refraktometer Atago N-1E (Brix 0 - 32 %). Sebanyak


dua tetes sampel diteteskan pada refraktometer. Total padatan terlarut
dinyatakan dalam Brix.
c. Nilai pH (AOAC, 1999)
Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum
digunakan, alat distandarisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer
pH 4.0 dan pH 7.0. Formula minuman (sampel) diambil 100 ml dalam
gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian
dilakukan pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang konstan.
d. Analisis Kandungan Mineral Na dan K dengan AAS (APHA, 1998)
Pada uji ini dibutuhkan larutan standar Na, K, untuk membuat kurva
standar, yaitu dengan cara membuat larutan mineral pada konsentrasi
tertentu kemudian sample diemisikan pada alat AAS, dan nilai emisinya
dideteksi pada masing-masing panjang gelombang (Na=589,0 nm dan
K=766,5 nm) dengan alat AAS. Dari data tersebut akan diperoleh
persamaan garis lurus yang menunjukkkan hubungan konsentrasi dengan
nilai emisi unsur.
Sample sebelumnya didestruksi dengan HNO3 pekat dan HClO4 pada
kondisi panas, kemudian diukur nilai emisinya tiap unsur (Na dan K)
dengan AAS dan menghitungnya dengan persamaan kurva standar akan
diperoleh konsentrasi mineral dalam sample.
e. Analisis Kandungan Vitamin C (Apriyantono et al, 1987)
Indofenol (dye), yang berwarna biru dalam larutan basa dan berwarna
merah di dalam larutan asam, direduksi oleh asam askorbat pada larutan
asam membentuk dehidro-asam askorbat dan indofenol akan terduksi
menjadi tidak berwarna.

Penetapan vitamin C dilakukan dengan beberapa tahap, yang pertama


adalah standarisasi larutan dye, untuk mengetahui faktor daya reduksi
asam askorbat terhadap dye, yaitu dengan cara menitar standar asam
askorbat dengan dye, hingga diperoleh faktor dye (mg asam askorbat/ml
dye).
Tahap selanjutnya adalah tahap pengerjaan sampel. Mula-mula dipipet
10ml sanpel dalam labu ukur 100 ml, dan diencerkan dengan asam
metaposfat 3% hingga tanda tera. Kemudian dipipet 10 ml hasil
pengenceran dan dititrasi dengan larutan dye hingga titik akhir (merah
jambu).
Kadar vitamin C dihitung sebagai mg asam askorbat/100 ml sample,
dengan rumus=
ml titer untuk sample x Faktor dye x Pengenceran x 100
ekstrak untuk penetapan x ml sample yang dipakai
f. Analisis Gula Pereduksi (Lane Eynon) (Apriyantono et al, 1987)
Analisis dilakukan berdasarkan reduksi gula terhadap pereaksi
campuran soxlet (campuran larutan fehling), endapan merah bata yang
terbentuk menunjukkan titik akhir titrasi.
Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; tahap persiapan
sample, standarisasi larutan fehling, dan pengerjaan sample. Persiapan
sample dilakukan dengan melakukan pemanasan sebanyak 29 gram
sample (bersama CaCO3) kemudian menjernihkannya dengan PbAsetat
jenuh dan sample diencerkan dalam labu takar 500 ml, setelah itu disaring
dan kelebihan Pbasetat diendapkan dengan natrium oksalat, disaring
kembali, kemudian diperoleh larutan siap uji.
Dipipet 10 ml larutan sample siap uji dan dibubuhi 10 ml larutan
campuran soxhlet dan 5ml larutan dekstrosa standar, larutan kemudian
dididihkan dan dititrasi dengan cepat menggunakan larutan dekstrosa
standar (5 gr/liter) sebagai penitar, setelah sebelumnya ditambahkan
larutan methilena biru sebagai indikator. Titrasi dilakukan hingga titik
akhir (terlihat endapan merah bata, dan warna biru hilang). Sedangkan

standarisasi larutan fehling dilakukan seperti tahap ini, hanya tanpa


menggunakan sample.
Gula pereduksi dihitung sebagai kadar dekstrosa/glukosa (%), dengan
menggunakan persamaan=
( A B) x C x Fp x 100 %
W
Dimana:
A

= volume penitar (dekstrosa) untuk standarisasi fehling (liter)

= volume penitar (dekstrosa) untuk sample (liter)

= konsentrasi dekstrosa (gr/liter)

Fp

= faktor pengenceran

= berat sample (gram)

g. Analisis Total Plate Count (metode tuang) (Fardiaz, 1992)


Contoh sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam larutan NaCl 90 ml
(pengenceran 1:10). Untuk selanjutnya dilakukan pengenceran secara
desimal yaitu 1:10, 1:100,

1:1000 dan seterusnya. Dari pengenceran

yang dikehendaki, pipet 1 ml contoh ke dalam cawan petri. Uji dilakukan


secara duplo.
Media PCA cair sebanyak kurang lebih 15 ml setelah agak dingin (
40-45oC) dituangkan ke dalam cawan. Selama penuangan medium, tutup
cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi
dari luar. Setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja untuk
menyebarkan sel-sel mikroba secara merata. Setelah media memadat,
cawan-cawan tersebut diinkubasi di dalam inkubator dengan posisi
terbalik pada suhu 37oC selama 2 sampai 3 hari. Selama inkubasi, sel-sel
yang masih hidup akan tumbuh membentuk koloni. Penghitungan jumlah
koloni dapat dilakukan dengan menggunakan Quebec Colony Counter.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. PERHITUNGAN KOMPOSISI BAHAN
Beberapa aspek harus diperhatikan dalam perhitungan penyusunan
formula minuman. Aspek-aspek tersebut diantaranya: kandungan elektrolit,
nilai osmolalitas, dan rasa. Kandungan elektrolit, terutama natrium, akan
sangat

mempengaruhi

rasa

minuman,

penstimulir

konsumsi

cairan,

meningkatkan penyerapan cairan, mempertahankan volume plasma, dan


menjamin rehidrasi yang cepat dan sempurna (Stofan dan Murray, 2001).
Oleh karena itu penyusunan elektrolit mengikuti aturan/standar, dan
menyesuaikan dengan produk yang ada dipasaran (benchmarking). Lampiran
1

menggambarkan

komposisi

elektrolit

produk

yang

diformulasi

dibandingkan dengan beberapa produk dipasaran.


Elektrolit yang disusun tidak sepenuhnya mendasarkan pada
benchmarking, karena karakter produk dipasaran cukup berbeda dengan
produk target, terutama dalam hal kemasan. Penggunaan kemasan plastik
menyebabkan penanganan produk berbeda, terutama pada perlakuan panas
yang diberikan, dimana poduk dalam kemasan cup tidak dapat diproses
dengan suhu yang amat tinggi. Oleh karena itu pada produk yang diformulasi
ditambahkan

pengawet

Na-Benzoat

(produk

kemasan

kaleng

tidak

ditambahkan) sebagai cara untuk menambah umur simpan produk.


Penambahan pengawet Na-Benzoat ini akan mempengaruhi jumlah natrium
dalam minuman.
Secara perhitungan nilai osmolalitas formula A adalah sekitar 289
mosmol/kg H2O (lihat lampiran 2), artinya dari segi osmolalitas, produk
formula A ini memenuhi kriteria sebagai minuman isotonik. Konsentrasi
sukrosa yang dipilih adalah pada tingkat konsentrasi 6,5%. Rasa manis yang
ditimbulkan pada konsentrasi gula 6,5% ini secara subyektif sudah baik.
Dengan tingkat konsentrasi garam-garam mineral yang sama konsentrasi
sukrosa diatas 6,5% akan menyebabkan nilai osmolalitas menjauhi nilai 280
mosmol/kg H2O.

Penambahan vitamin C ditentukan berdasarkan kebutuhan tubuh


perhari terhadap vitamin ini yang dapat diberikan oleh tiap cup minuman
(takaran saji), yakni tidak kurang dari 60 mg per cup minuman (240 ml).
Dengan memperhitungkan sifat vitamin C yang cenderung mudah rusak maka
dosis yang tambahkan pada formulasi adalah sebesar 100 mg/cup (240 ml
minuman), artinya sama dengan 416,7 mg vitamin C perliter. Dosis ini lebih
besar dari yang dibutuhkan tubuh. Menurut Winarno (1992), pada umumnya
tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin dibuang melalui
air kemih.
B. PEMBUATAN MINUMAN ISOTONIK
Pembuatan produk minuman isotonik dapat dikatakan cukup
sederhana, garam-garam serta bahan-bahan lain dilarutkan dan dipanaskan
bersama air. Flavor ditambahkan setelah proses pemanasan untuk
menghindari hilangnya komponen pembentuk aroma pada flavor.
Pelarutan dan Pemanasan gula dilakukan terlebih dahulu agar
pelarutannya sempurna, lalu garam-garam mineral, sementara itu asam dan
vitamin C ditambahkan diakhir pemanasan untuk meminimalisir terjadinya
reaksi kimia yang dapat terjadi akibat proses pemanasan pada produk.
Menurut James D (1999), inversi gula sukrosa dapat meningkat dengan
adanya asam, mineral, dan pemanasan. Menurut Greswell (1974), kehilangan
vitamin C selalu ditemukan meningkat dengan meningkatnya suhu.
Tehnik pengisian produk pada kondisi panas ke dalam kemasan (hot
filling) dan didukung dengan proses yang kontinyu bisa menekan
kemungkinan kontaminasi dan tingginya jumlah mikroba dalam produk.
Kecukupan proses termal merupakan salah satu kunci terpenting dalam proses
pembuatan minuman isotonik. Proses termal yang diterapkan dalam
pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau
mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan
berkembang biak menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan
(Fardiaz., 1992).

Proses termal sangat erat hubungannya dengan ketahanan bakteri


termasuk sporanya. Ketahanan bakteri terhadap pemanasan umumnya
dinyatakan dengan istilah nilai D. Nilai D adalah waktu (menit) yang
dibutuhkan untuk memusnahkan 90% dari populasi bakteri dalam suatu
medium termasuk bahan pangan. Makin besar nilai D suatu bakteri pada suhu
tertentu maka semakin tinggi ketahanan panas bakteri tersebut (Budijanto et
al, 2002).
Kebusukan pada produk sangat asam (pH < 4), biasanya disebabkan
oleh Lactobacillus, Leuconostoc spp, khamir dan kapang (D65.5

= 0,5-1

menit), tergantung jenis produknya (Buckle et al., 1987). Bakteri pembentuk


spora umumnya tidak tumbuh pada pH < 3,7 maka pemanasan untuk produk
berasam tinggi biasanya tidak begitu terlalu tinggi, cukup untuk membunuh
kapang dan khamir (Budijanto et al, 2002). Menurut Fardiaz (1992),
pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu 65oC selama 30 menit atau 72oC
selama 15 detik.
Perlakuan proses pemanasan produk minuman isotonik yang
dilakukan pada suhu 80oC

selama 15 menit, sudah dirasa cukup untuk

memberikan rasa aman dan meningkatkan keawetan pada produk yang dibuat.
Proses pemanasan yang cukup akan mampu mereduksi jumlah mikroba
penyebab kerusakan minuman, hingga batas minimal.
C. UJI ORGANOLERPTIK
Uji hedonik/kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan.
Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, dalam bentuk skala hedonik.
Dengan skala hedonik secara tidak langsung uji ini dapat digunakan untuk
mengetahui adanya perbedaan (Rahayu, 2001).
1. Pemilihan Flavor
Pemilihan jumlah dan jenis flavor dilakukan dengan metode
organoleptik berdasarkan uji kesukaan, terhadap formula A yang diberi
kombinasi flavor berbeda. Uji kesukaan dilakukan terhadap parameter

over all untuk melihat tanggapan panelis terhadap minuman secara


keseluruhan (meliputi aroma dan rasa).
Analisis sidik ragam uji hedonik parameter over all terhadap enam
jenis komposisi flavor, menunjukkan terdapat perbedaan didalam keenam
sample (p<0,05) pada selang kepercayaan 95% (lihat lampiran 5).
Selanjutnya melalui uji lanjut duncan dapat diketahui bahawa produk
dengan komposisi flavor pada konsentrasi 0,075 % berbeda secara nyata
terhadap produk dengan penggunaan flavor sebesar 0,05 %, dimana flavor
dengan konsentrasi 0,075% lebih disukai dari pada 0,05%. Data hasil Uji
lanjut duncan tidak menunjukkan kecenderungan satu formula flavor
terbaik yang dapat dipilih. Pemilihan terhadap flavor 4, 5 dan 6
(konsentrasi 0,075 %) dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai ekonomi
terendah. Flavor yang terpilih yaitu komposisi flavor 4 dengan konsentrasi
0,075%, dengan perbandingan lemon:orange (1:1).
2. Pengembangan (improvement) Formula Minuman
Data pada uji organoleptik pemilihan flavor menunjukkan nilai
kesukaan panelis terhadap formula A masih berkisar pada range 3,9 -4,9
(agak tidak suka agak suka) (lihat lampiran 5), berdasarkan hal ini
penelitian dilanjutkan pada pengembangan formula untuk memperoleh
suatu formula yang memberikan respon kesukaan yang lebih baik. Dasar
perlakuan pada perbaikan ini adalah komentar yang diberikan panelis
terhadap produk pada saat uji organoleptik pertama, dimana sebagian
besar (75% pemberi komentar) menyoroti rasa minuman yang belum pas.
Beberapa faktor yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi rasa
minuman, diantaranya : gula, keasaman, dan kombinasi elektrolit.
Kombinasi gula agak terbatasi untuk diubah, karena pengaruhnya terhadap
nilai osmolalitas cukup besar, dan rasa kemanisan pada konsentrasi 6,5 %
ini secara subyektif sudah dirasa cukup. Oleh karena itu ada dua
kemungkinan komponen yang bisa diubah, yaitu keasaman, dan kombinasi
elektrolit.

a. Pengembangan Formula I (perlakuan variasi keasaman)


Keasaman merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi
rasa minuman,

produk-produk

minuman

isotonik

dipasaran

memiliki tingkat keasaman yang beragam, berkisar 3,5-4 (sesuai standar


SNI). Oleh karena itu hal ini menjadi dasar dalam pengembangan
formula tahap pertama ini. Variasi perlakuan pH yang diuji dengan uji
hedonik bisa dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Variasi perlakuan pH (Pengembangan Formula I)
Perlakuan
pH minuman
1
3,5
2
3,6
3
3,7
4
3,8
Variasi keasaman ini dikendalikan oleh jumlah asam-sitrat yang
ditambahkan pada produk. Uji variasi keasaman dilakukan dengan
menggunakan kombinasi garam pada formula A dan flavor terpilih
(0,075 %, lemon: ornage (1: 1) dengan parameter uji rasa, karena aspek
ini yang cukup banyak dipengaruhi oleh perbedaan tingkat keasaman.
Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap parameter rasa pada
empat variasi keasaman ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
(p>0,05) pada selang kepercayaan 95% pada sample yang duji (lihat
lampiran 8). Skala kesukaan panelisp rata-rata belum meningkat, masih
berkisar antara skala 4,2-4,9 (netralagak suka). Artinya variasi tingkat
keasaman ini belum efektif meningkatkan kesukaan panelis terhadap
produk. Hal ini bisa disebabkan oleh sulitnya panelis membedakan
tingkat keasaman pada range pH yang cukup rendah tersebut.
Namun demikian dalam hal keasaman nilai pH 3,5 dipilih dalam
tahap formulasi ini dan selanjutnya, karena diharapkan nilai pH yang
lebih rendah ini akan memberikan efek yang lebih menguntungkan pada
keawetan produk minuman.

Menurut

Doores (1989), asam jika

digunakan bersama teknik pengawetan lain seperti pendinginan atau


pemanasan, dilihat dari sudut mikrobiologi dapat memperpanjang umur
simpan sampai periode yang cukup lama.

b. Pengembangan Formula II (perlakuan kombinasi garam elektrolit)


Setelah perlakuan variasi keasaman tidak memberikan peningkatan
terhadap kesukaan terhadap produk, maka perlakuan selanjutnya
dilakukan pada kombinasi garam (elektrolit). Menurut Stofan dan
Murray (2001), keberadaan/kandungan mineral (elektrolit) akan
mempengaruhi cita rasa minuman.
Kombinasi garam (elektrolit) sangat mempengaruhi rasa, oleh
karena itu pada perbaikan produk tahap kedua, dilakukan penyusunan
ulang kombinasi elektrolit, sehingga diperoleh beberapa formula baru,
selanjutnya disebut Formula B, Formula C, dan Formula D. Namun
tetap menggunakan parameter flavor dan keasaman (pH) yang telah
terpilih pada perlakuan sebelumnya. Kombinasi tersebut secara
perhitungan menghasilkan konsentrasi elektrolit sebagai berikut:
Tabel 8. konsentrasi elektrolit formula-formula hasil pengembangan
Elektrolit
+

Na
K+
Mg2+
Ca2+
ClSitrat3Laktat-

Formula B*
20
4
0,5
1
15
32
1

Konsentrasi (meq/l)
Formula C*
20
4
0,5
1
18
28
1

Formula D*
20
4
0,5
1
11
38
1

* untuk alasan tertentu, formulasi dan jumlah masing-masing garam


mineral penyusun tidak ditampilkan pada skripsi ini
Formula-formula tersebut berbeda dalam hal perbandingan jumlah
garam NaCl, Nasitrat, serta asam sitratnya. Ketiga komponen ini yang
cukup diduga kuat mempengaruhi rasa terutama keseimbangan rasa
manis, asam, dan asin pada minuman. Jumlah asam sitrat yang
dibutuhkan untuk membuat pH produk mencapai 3,5 dalam komposisi
minuman juga terlihat cukup berbeda, hal ini berkaitan dengan sifat
buffer yang diberikan oleh garam Na-sitrat bersama asam sitrat.
Menurut Sadler dan Patricia (2003), sistem bufer akan terjadi jika
terdapat asam lemah bersama garamnya dalam suatu larutan. Salah satu

sifat pH bufer adalah relatif bertahan terhadap sedikit perubahan


asam/basa.
Ketiga formula baru tersebut kemudian diuji kepada beberapa
panelis secara terbatas, untuk mempelajari karakter pada rasanya, Tabel
9 menggambarkan respon pada produk formula baru tersebut.
Tabel 9. Respon panelis terbatas terhadap beberapa formula baru
Formula

Karakter rasa

Rasa asam, asin, dan manis seimbang

Rasa asin mendominasi rasa pada minuman

Rasa asam/sepat menutup semua rasa

Uji secara terbatas yang disebutkan diatas mengerucut pada


formula B sebagai formula hasil perbaikan yang akan dipilih, sementara
formula C dan D tidak memberikan kesan perbaikan, malah menurunkan
kualitas rasa.
Setiap kombinasi garam akan memberikan efek rasa yang berbeda
sesuai rasa yang ditimbulkan oleh garam-garam itu sendiri ataupun
setelah berkombinasi dengan garam lain. NaCl memberikan efek rasa
asin pada minuman. Na sitrat juga memberikan sedikit rasa asin pada
minuman, namun keberadaannya bersama asam sitrat menimbulkan sifat
buffer pada minuman, sehingga akan mempengaruhi pula pada rasa
keasaman minuman. Jumlah garam-garam lain yaitu: Na benzoat, KCl,
dan MgCO3 dibuat relatif sama (pada formula B, C, dan D) sehingga
efek rasa yang ditimbulkan oleh garam-garam ini juga relatif sama.
Untuk mengetahui seberapa jauh formula baru yang dipilih ini
optimal terhadap peningkatan rata-rata kesukaan panelis terhadap
minuman yang dibuat maka dilakukan uji hedonik terhadap formula baru
B bersamaan dengan formula sebelumnya (formula A).
Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap parameter rasa pada
formula A dan B, menunjukkan bahwa formula B berbeda nyata dengan
formula A (p<0,05), pada selang kepercayaan 95% (lihat lampiran 11),
dimana rata-rata kesukaan panelis terhadap formula B lebih baik dari
formula A. dan rata-rata kesukaan panelispun meningkat dari taraf 4,2-

4,9 (netral-agak suka) menjadi taraf 5,67 (suka). Artinya perlakuan


perubahan kombinasi garam (elektrolit) cukup berpengaruh terhadap
rasa minuman yang dihasilkan, dan tentu saja akan mempengaruhi
penilaian panelis. Formula B ini sudah dirasa cukup baik, yang
ditunjukkan dengan cukup tingginya rasa kesukaan panelis.
D. ANALISIS PRODUK MINUMAN ISOTONIK
Analisis dilakukan terhadap produk yang paling disukai, yaitu formula
hasil pengembangan (formula B). Hasil analisis terhadap produk tersebut
menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 10. Data hasil analisis produk minuman isotonik
Parameter

Hasil analisis terhadap


Formula Terpilih (Formula B)

1. Rasa

Normal

2. Bau

Normal

3. pH
4. TPT (oBrix)

5. Vitamin C (mg/100 ml cth)

6. Gula pereduksi (%dektrosa)

8. TPC (koloni/ml)

Ulangan 1 = 3,53
Ulangan 2 = 3,50
Ulangan 1 = 6,8
Ulangan 2 = 6,9
Ulangan 1 = 35,67
Ulangan 2 = 38,55
Ulangan 1 = 0,29
Ulangan 2 = 0,41
Ulangan 1 = <30 x 101 (0,5 x 101)
Ulangan 2 = <30 x 101 (0,5 x 101)

7. Mineral (mg/L):
Natrium

432,60

Kalium

213,9

1. Osmolalitas
Osmolalitas merupakan sifat koligatif larutan yang lebih ditentukan
oleh jumlah zat terlarut dalam minuman dibanding jenis dan berat zat (Q.
Palmer, 1998). Tabel 12 menunjukkan kontribusi bahan-bahan penyusun
minuman isotonik (Formula B) terhadap nilai osmolalitas minuman.
Tabel 11. Kontribusi bahan-bahan minuman terhadap nilai osmolalitas
Formula B
Bahan-bahan

Osmolalitas

NaCl

22.91

Na. Sitrat

10.55

Na. Benzoat

2.89

KCl

8.30

MgCO3

0.52

Ca. Laktat

1.565

Vitamin C

2.46

Asam sitrat

34.88

Gula

197.77

Air

Flavor

Claudifier

Total osmolalitas (mosmol/kg H2O) = 281,85


Kontribusi bahan terhadap osmolalitas minuman dipengaruhi oleh:
konsentrasi zat terlarut (molalitas), dan jumlah partikel dari pengionan.
Molalitas adalah satuan konsentrasi yang menunjukkan mol zat terlarut / kg
pelarut.
Menurut Palmer (1998), minuman isotonik yang merupakan larutan
kompleks dari senyawa ionik dan nonionik, yang dapat berdisosiasi menjadi
senyawa terlarut lain. Osmolalitasnya tidak bisa dihitung secara benar-benar
tepat, dan harus di cek lagi melalui pengukuran.
Melalui metode perhitungan, diperoleh nilai osmolalitas minuman
isotonik formula B adalah sebesar 281,85 mosmol/kg H2O. Nilai osmolalitas

tersebut menunjukkan bahwa produk minuman telah memenuhi kriteria


minuman isotonik. SNI tidak mempersyaratkan nilai osmolalitas minuman
dalam syarat mutu minimal, namun untuk memenuhi klaim sebagai
minuman isotonik dan untuk proses rehidrasi yang optimal parameter ini
perlu dipenuhi. Stofan dan Murray (2001), telah menjelaskan bahwa
minuman isotonik adalah minuman yang memiliki nilai osmolalitas sekitar
280 mosmol/kg H2O.
2. pH
Nilai pH minuman akan mempengaruhi keasaman dan keseluruhan
rasa dalam minuman isotonik serta mempengaruhi seberapa besar jumlah
minuman dikonsumsi, namun nilai pH ini cenderung tidak mempengaruhi
proses pengosongan dalam lambung. Efek pengosongan dalam lambung
lebih dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi asam yang ada dalam
minuman. Akan tetapi jenis dan konsentrasi asam yang banyak digunakan
dalam minuman isotonik (asam sitrat) tidak memepengaruhi laju
pengosongan minuman dalam lambung (Leiper, 2001).
Nilai rata-rata pH minuman dalam produk adalah sekitar 3.52,
sementara SNI mempersyaratkan pH maksimum untuk minuman isotonik
adalah 4. Nilai pH yang rendah selain mempengaruhi kesukaan terhadap
rasa juga akan mereduksi cepatnya kemungkinan produk rusak akibat
aktivitas mikroba.
3. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut (%) menunjukkan persentase jumlah padatan
yang terlarut dalam minuman isotonik. Komponen terbesar dalam formula
minuman adalah sukrosa, yakni sebesar 6,5%. Nilai rata-rat TPT yang
terbaca adalah sekitar 6,8 oBrix. Nilai tersebut menunjukkan persen zat
terlarut yang meliputi sukrosa, elektrolit, asam, dan bahan-bahan terlarut
lain dalam minuman.. Nilai TPT yang lebih besar dari 6,5 oBrix adalah
disebabkan oleh zat terlarut lain (selain sukrosa) yaitu elektrolit, asam, dll.

SNI mempersyaratkan minimal 5 % untuk kandungan sukrosa, yang


berperan sebagai sumber energi.
4. Kadar Gula Pereduksi
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh proses
produksi terhadap inversi sukrosa. Proses inversi akan meningkatkan
jumlah gula pereduksi dalam minuman.

Peningkatan

konsentrasi

monosakarida ini dapat menyebabkan meningkatnya nilai osmolalitas


minuman, sehingga minuman dikhawatirkan akan menjadi hiperosmotik
(Ford, 1995).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan gula-pereduksi dalam
minuman sangat kecil (rata-rata 0,35 % sebagai dekstrosa), berdasarkan hal
ini sukrosa yang terinversi selama proses adalah sangat kecil, artinya nilai
osmolalitas minuman ini tidak banyak berubah karena proses.
5. Vitamin C
Vitamin C merupakan komponen yang esensial bagi tubuh seseorang
yang tidak bisa mensintesis atau menyimpan dalam jumlah yang cukup
signifikan, dan vitamin C sangat dibutuhkan keberadaannya dalam
makanan/minuman sehari-hari (Greswell, 1974).
Formulasi minuman dibuat agar produk per kemasan (240 ml)
mengandung tidak kurang atau lebih dari 60 mg (berdasarkan kebutuhan
per hari), oleh karena itu dalam formulasi penambahan vitamin C
diperhitungkan sebesar 100 mg/240 ml minuman (0,4167 gr/liter). Analisis
terhadap kandungan rata-rata vitamin C dalam minuman menunjukkan
nilai sebesar 37,11 mg/100ml, sama dengan 89,1 mg/240 ml (per cup).
Nilai ini sedikit lebih kecil dibanding dengan jumlah yang ditambahkan,
hal

ini

diakibatkan

oleh

rusak/hilangnya

sebagian

vitamin

C.

Kerusakan/kehilangan itu terjadi sekitar 10%. Pengaruh cahaya dan


perlakuan panas selama proses produksi bisa menjadi penyebab
hilang/rusaknya vitamin C.

Menurut Greswell (1974), penyebab utama rusak/hilangnya vitamin C


adalah akibat reaksi oksidasi. Kerusakan vitamin C juga bisa disebabkan
karena interaksi yang berlebihan dengan cahaya, terutama dengan adanya
oksigen.
Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), dalam produk yang diolah
kehilangan vitamin C banyak terjadi akibat degradasi kimiawi. Beberapa
ahli telah menunjukkan bahwa kecepatan kerusakan asam askorbat dalam
bahan pangan akan meningkat dengan meningkatnya aktifitas air. Dalam
pembuatan minuman sari buah

dan sejenisnya (termasuk minuman

isotonik) kehilangan vitamin C relatif sedikit, tetapi kehilangan vitamin C


selama penyimpanan mungkin terjadi dalam jumlah besar, dan sebaiknya
penyimpanan dilakukan pada suhu 10oC.
Gambar 5 menunjukkan pola degradasi asam askorbat pada temperatur
penyimpanan dan aktivitas air yang berbeda. Grafik menunjukkan bahwa
aw dan suhu penyimpanan yang semakin tinggi akan menyebabkan
kerusakan vitamin C semakin tinggi.

Sumber: Gregory III (1996)


Gambar 5. Pola degradasi asam askorbat pada temperatur penyimpanan
dan aktivitas air berbeda.

Kondisi penyimpanan produk selama distribusi dan penyimpanan akan


sangat mempengaruhi kondisi dan mutu produk minuman isotonik hingga
ditangan konsumen. Kondisi dan kemasan harus dirancang untuk
meminialisir kerusakan akibat kondisi-kondisi tersebut.
6. Mineral
Menurut Stofan dan Murray (2001), keberadaan mineral (elektrolit)
selain akan mempengaruhi cita rasa, dan sifat fungsional minuman, juga
memiliki peran dalam 1) menstimulir konsumsi cairan karena turut
mempengaruhi nilai osmolalitas, 2) menjamin kecukupan konsentrasi
elektrolit dalam cairan tuibuh, 3) menjaga volume cairan extracellular, dan
4) merangsang pemenuhan rehidrasi ketika cairan diminum selama
aktivitas fisik.
SNI 01-4452-1998, hanya mempersyaratkan mineral natrium dan
kalium dalam standar mutu untuk minuman isotonik. Jumlah natirum yang
dipersyaratkan dalam SNI maksimal 800-1000 mg/kg (sekitar 34 43
meq/L), sementara untuk kalium maksimal sebesar 125-175 mg/kg (sekitar
3 5 meq/L).
Natrium
Natrium dalam minuman yang diformulasi berasal dari NaCl, Natrium
Sitrat, juga Natrium Benzoat. Berdasarkan perhitungan jumlah Natrium
dalam minuman adalah sekitar 460 mg/l (20 meq/l), dan hasil analisis
terhadap minuman menggunakan AAS, menunjukkan bahwa kandungan
Natrium dalam minuman adalah sebesar 432,60 mg/l. Nilai ini tidak
berbeda jauh dengan yang diperhitungkan, dan telah memenuhi standar
SNI.
Kalium
Kalium dalam minuman berasal dari KCl yang diformulasikan.
Berdasarkan perhitungan jumlah Kalium adalah sekitar 156 mg/l (4
meq/l), dan hasil analisis dengan AAS menunjukkan bahwa kandungan
Kalium dalam minuman yang diformulasi adalah sebesar 213,4 mg/l. nilai

ini lebih besar pada perhitungan, dan lebih besar dari standar SNI 014452-1998. Kemungkinan besar kelebihan kalium berasal dari bahan baku
NaCl karena yang bahan baku yang digunakan adalah garam dapur biasa,
yang memiliki sejumlah kalium biasanya sebagai KIO3 sekitar 30-80 ppm
juga bisa dari berasal dari bahan lain seperti gula, air dll. Namun masalah
ini bisa diatasi dengan memperhitungkan kandungan dari bahan-bahan
tersebut atau melalui pemilihan bahan baku yang lebih baik.
7. Total Plate Count
Jumlah mikroba sejalan dengan mutu makanan, secara umum
rendahnya jumlah mikroba menunjukkan tingginya kualitas dan keamanan
produk pangan. Menurut SNI 01-4452-1998, angka total mikroba pada
minuman isotonik yang diperbolehkan maksimum 2 x 102 koloni/ml. Hasil
analisis total mikroba pada produk yang dibuat adalah sebesar < 3,0 x 102
(0,5 x 101) koloni/ml. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan total
mikroba pada produk masih berada jauh dibawah ambang batas yang telah
ditetapkan.
Rendahnya total mikroba ini menggambarkan sanitasi, higienitas serta
penanganan proses thermal yang cukup baik dan mencapai tujuan yang
diharapkan, yakni tereduksinya jumlah mikroba hingga minimal. PH
produk yang cukup rendah (pH 3,5) dan juga adanya pengaruh
penggunaan pengawet natirum benzoat sebesar 200 mg/l, diharapkan
produk akan awet dalam waktu yang lama. Menurut Fardiaz (1992),
keasaman akan menghambat perumbuhan mikroba. Selain itu natrium
benzoat sangat efektif untuk produk pH asam.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
Terdapat beberapa aspek penting dalam formulasi dan pembuatan
minuman isotonik, hal tersebut adalah: aspek rasa pada minuman, kandungan
elektrolit terutama Na dan K, osmolalitas minuman, kandungan karbohidrat,
dan keamanan produk. Aspek rasa minuman dipengaruhi oleh komposisi
bahan-bahan penyusun minuman tersebut (gula, asam, dan elektrolit).
Hasil formulasi optimal minuman isotonik yang disukai adalah
formula B, dengan komposisi elektrolit Na+ 20 meq/L, K+ 4 meq/L, Mg2+ 0,5
meq/L, Ca2+ 1 meq/L, Cl- 15 meq/L, Sitrat3- 32 meq/L, Laktat- 1 meq/L, gula
(65 gr/l), Vitamin C (0,4167 gr/l), claudifier (0,5 gr/l), dan flavor terpilih 0,075
% lemon : orange (1:1).
Hasil analisis pada produk yang paling optimal tersebut adalah: pH
3.52, TPT 6,8 oBrix, nilai osmolalitas secara hitungan 281,85 mosmol/kg H2O,
Kadar Vitamin C 89,1 mg/cup (240 ml), gula pereduksi 0,35 %, kadar natrium
432,60 mg/l, kadar kalium 213,9 mg/l, dan Total Mikroba < 3,0 x 102 (0,5 x
101) koloni/ml. Hasil ini secara keseluruhan telah memenuhi standar minuman
isotonik SNI 01-4452-1998, kecuali untuk kandungan mineral kalium yang
lebih besar dari standar dan kurang sesuai dengan yang diformulasikan.

B. SARAN
Penggunaan bahan baku yang lebih baik terutama NaCl perlu
dipertimbangakan untuk menghindari ketidaksesuaian yang jauh antara hasil
perhitungan formulasi dengan kandungan kalium sebenarnya dalam minuman,
atau dengan cara memperhitungkan keberadaan kalium dalam bahan lain jika
digunakan bahan baku yang sama.
Bentuk pengemasan yang baik untuk minuman isotonik ini akan
sangat mempengaruhi penilaian konsumen, bentuk dan disain cup berwarna
juga baik untuk mempertahankan mutu produk terutama untuk menjaga
vitamin C didalamnya agar tidak rusak lebih banyak, karena sifat vitamin C
yang peka terhadap sinar matahari.

DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, Nuri dan Sutrisno Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers
PAU IPB, Bogor.
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. Patricia
Cubbiff (editor). 19th edition. Maryland, USA.
APHA. 1998. Standard Methods For The Examination of Water and Waste Water.
20th edition. American Public Health Association, Washington DC.
Apriyantono, Anton. Dedi F,. Ni Luh Puspitasari. Sedarnawati. dan Slamet
Budijanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta IPB. Bogor.
Badan Standar Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4452-1998.
Minuman Isotonik. BSN.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-0222-95
Bahan Tambahan Makanan. BSN.
Baranowski, Elizabeth S. 1990. Miscellaneous Food Additives. Di dalam. A Larry
Branen (editor). Food Additives. Marcel Decker, Inc, New York.
Belitzh dan Grosch. 1999. Food Chemistry. M.M Burghagen et al.,translator. 2nd
edition. Springer. Berlin
Buckle. K, R.A Edward, G. H Fleet, M.Loutoon. 1987. Ilmu Pangan. Hari
Purnomo dan Adiono, Penerjemaah. UI Press, Jakarta.
Budijanto, Slamet. Suliantari. Purwiyatno Hariyadi, Lilis Nuraida, Arif Hartoyo,
Feri Kusnandar, Sutrisno Koswara, dan Dian herawati. 2002. Modul
Praktikum Terpadu Pengawetan dengan Suhu Tinggi. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan-FATETA IPB, Bogor.
Burdobk, G. A. 1977. Encyclopedia of Food Color and Additives. CRC Press, Inc.
Burke, Louise M. 2002. Sports Nutrition. Di dalam. Jim Mann & A Stewart
Truswell (editor) Essential of Human Nutrition. 2 nd edition. Oxford
University Press.
Doores, stephanie. 1989. PH Control agents and Acidulants. Di dalam. A.Larry
Bromen, p Michael Davidson, Seppo Salminen (editor). Food Aditives.
Marcell Dekker, Inc, New York.
Fardiaz, Dedi. 1996. Proses Termal dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis
untuk Menjamin Keamanan Pangan Dedi Fariaz. Orasi Ilmiah Guru Besar
Tetap Ilmu Proses Termal. 14 Desember 1996.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.
Ford, M.A. 1995. The Formulation of Sports Drink. Di dalam. P.R Ashurst et.al
(editor). Production and Packaging of Non-Carbonated Fruit Juice and Fruit
Beverages. 2nd edition. Blackie Academic and Profesional. London.
Gasgow, Weinheim, New York, Tokyo, Meulborne.
Frazier, W.C dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Publ.
Co ltd, New Delhi.
Gregory III, Jesse F. 1996. Vitamins. Di dalam. Food Chemistry. Owen R
Fennema (editor). 3rd edition. Marcel Dekker Inc, New York
Greswell, D. M. 1974. Vitamin C in Soft Drink and Fruit Juice. Di dalam.
Vitamin C Recent Aspect of Its Physiological and Technological
Importance. G.C Birch and K.J Parker (editor). Applied Science Publishers
ltd, London.
Hall, C.W. 1986. Processing Equipment for Agricultural Product Consulting
Associates. Inc. Reynoldburg, Ohio.
Heat, Henry B dan Gary R. 1986. Flavour Chemistry and Technology. an AVI
Book. Published by Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Herberg, T. 1978. Non-alcoholic Food Science Beverages Handbook. The AVI
publishing, Co. West Port, Connecticut.
Herro, A.C. 1980. Pasteurization. Encyclopedia of Food Technology and Food
Science. Vol 2: 677-678.
James, D. 1999. Sugar. Di dalam. Sugar Confectionery Manufacture. 2nd edition.
E B Jackson (editor). An Aspen Publication,Gaithersburg, Maryland.
Latief. 2000. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradable. Hayati-IPB. Bogor
Lieper, John B. 2001. Gastric Emptying and Intestinal Absorption of Fluids,
Carbohidrates, and Electrolytes. Di dalam. Maughan J. R dan Robert
Murray (editor). Sport Drink. CRC Press. Boca Raton-London-New YorkWashington DC.
Maughan, Ronald J. 2001. Fundamentals of Sport Nutrition: Application to Sport
Drinks. Di dalam. Maughan J. R dan Robert Murray (editor). Sport Drink.
CRC Press. Boca Raton-London-New York-Washington DC.
Merck. 1976. Martha Windholz et ai (editor). An encyclopedia of Chemical and
Drugs. 9th edition. Merck & Co Inc. New Jersey.

Muchtadi, Tien R dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan


Bahan Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi
IPB , Bogor.
Skeaff, Murray. 2002. Vitamin C dan E. Di dalam. Jim Mann & A Stewart
Truswell (editor) Essential of Human Nutrition. 2 nd edition. Oxford
University Press.
Nicol, W.M.1979. Sucrose and Food Technology. Di dalam. G.G Birch dan K.J
Parker (editor). Sugar: Science of Technology. Applied science Publ:
London.
Ostendorf, J.P. 1978. Flovours. Di dalam. L. F Green (editor). Development in
Soft Drink Technology, Applied Science Publ, London.
Palmer, Q. 1998. Special Topics. Di dalam. Philip R Ashurst (editor). The
Chemistry and Technology of Sport Drink and Fruit Juice. CRC Press.
Florida
Philips, G. F. 1981. Immitation Fruit Flavoured Carbonated Beverages and Fruit
Juices Base. Di dalam. D.K Tressler dan M.A Joslyn (editor). Fruit and
Vegetable Juice Processing Technology. The AVI Publishing, West Port.
Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor:
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Robinson, James. 2002. Water, Electrolytes, And Acid-Base Balance. Di dalam.
Jim Mann & A Stewart Truswell (editor) Essential of Human Nutrition. 2 nd
edition. Oxford University Press.
Sadler, George D dan Patricia A murphy. 2003. pH and Titratable Acidity. Di
Dalam. Suzanne nielsen (editor). Food Analysis. Kluwer academic/Plenum
Publisher, New York.
Stofan, John dan Robert Murray. 2001. Formulating Carbohydrate-Electrolyte
Drinks for Optimal Efficacy. Di dalam. Maughan J. R dan Robert Murray
(editor). Sport Drink. CRC Press. Boca Raton-London-New YorkWashington DC.
Sudar madji, S. 1982. Bahan-bahan Pemanis. Yogyakarta, Penerbit Agritech.
Syarief, R. S Santausa, dan St Lsyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Bogor, Lab Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi.
Taufik Hidayat. 2006. Ramai-ramai mengepung Pocari Sweat. 16 Januari 2006.
www.swa.co.id

Taylor, R.B. 1998. Ingredients. Di dalam. Ashrust, P.R (editor). The Chemistry
and Technology of Sport Drink and Fruit Juice. CRC Press, Florida.
Winarno, F.G, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pusataka Utama,
Jakarta.
Woodroof, J. G dan B. S Luh. 1975. Commercial Fruit Processing. AVI Publ,
Connecticut.

Lampiran 1. Komposisi elektrolit produk yang formulasi dengan beberapa produk dipasaran.

No

elektrolit

Merk 1

Merk 2

Merk 3

1
2
3
4

Natrium (Na+)
Kalium (K+)
Kalsium (Ca2+)
Magnesium (Mg2+)

21
5
1
0,5

21
4
2
1

20
3,5
0,2
-

5
6
7
8
9

Klorida (Cl-)
Sitrat3LaktatSulfat2HPO42-

16
10
1
-

13
31
11
2

11
12
-

Note : - Informasi berdasarkan label pada kemasan produk

Merk 4
meq/L
15
4
1
1
11
8
1
0,5
-

Formula A

Formula B (terpilih)

22
4
1
0,5

20
4
1
0,5

16
39
1
-

15
32
1
-

ampiran 2. Kontribusi Bahan Terhadap Osmolalitas Minuman Formula A

no
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Bahan-bahan

NaCl
Na. Sitrat
Na. Benzoat
KCl
MgCO3
Ca. Laktat
Vitamin C
Asam sitrat
Gula
Air
Flavour
Claudifier
Total Osmolalitas
(mosmol/Kg H2O)

Osmolalitas
24.99
12.43
2.89
8.30
0.52
1.56
2.46
38.99
197.77
0
0
0
289.93

Lampiran 3. Form uji hedonik tahap pemilihan flavor

FORM UJI HEDONIK


Nama

Sample

: Minuman Isotonik

Tanggal :

Maret 2006

Instruksi
1. Cicipilah sampel satu-persatu dari kiri ke kanan dengan menggunakan sedotan
yang disediakan
2. Setiap Anda selesai mencicipi satu sampel berikan penilaian Anda berdasarkan
tingkat kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberi check list ( )
3. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel
4. Netralkan pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel
Over all (keseluruhan)
Kode sample

Respon
Sangat suka
suka
Agak suka
netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Komentar

________________________________________________________________
________________________________________________________________
___________

Lampiran 4. Rekapitulasi data uji hedonik tahap pemilihan flavor

No Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

A1
6
6
4
2
3
6
2
2
5
3
5
2
3
7
2
6
6
7
6
5
6
5
6
2
5
5
3
6
3
2

Skor kesukaan terhadap sampel


A2
A3
A4
A5
4
5
5
4
3
6
6
6
3
3
4
5
3
4
5
5
2
5
3
4
3
6
5
3
4
1
2
1
4
3
3
4
3
4
5
3
6
2
5
7
4
3
4
4
3
2
4
6
2
2
4
5
5
6
6
5
2
1
4
3
6
3
5
6
5
5
5
6
7
6
6
6
2
5
5
3
5
5
6
6
6
5
4
4
5
5
6
6
4
3
4
3
3
3
6
6
4
6
7
6
4
3
4
6
3
3
3
5
7
7
3
5
5
3
6
6
2
2
5
5

keterangan:
(A1)

= flavor 0,05 %, Lemon: orange (1:1)

(A2)

= flavor 0,05 %, Lemon: orange (2:1)

(A3)

= flavor 0,05 %, Lemon: orange (3:1)

(A4)

= flavor 0,075 %, Lemon: orange (1:1)

(A5)

= flavor 0,075 %, Lemon: orange (2:1)

(A6)

= flavor 0,075 %, Lemon: orange (3:1)

A6
3
4
4
6
4
5
3
4
6
5
4
4
4
6
6
6
4
6
3
6
5
5
7
6
6
3
5
5
6
6

Lampiran 5. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pemilihan flavor

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: skor
Type III Sum
of Squares
3721.733a
27.400
156.533
208.267
3930.000

Source
Model
sample
panelis
Error
Total

df
35
5
29
145
180

Mean Square
106.335
5.480
5.398
1.436

a. R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .934)

Post Hoc Tests


sample
Homogeneous Subsets
skor
Duncan

a,b

sample
3
2
1
4
5
6
Sig.

N
30
30
30
30
30
30

Subset
1
3.90
3.97
4.37

.157

4.37
4.67
4.80
4.90
.119

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.436.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

keterangan:
1

= flavor 0,05 %, Lemon: orange (1:1)

= flavor 0,05 %, Lemon: orange (2:1)

= flavor 0,05 %, Lemon: orange (3:1)

= flavor 0,075 %, Lemon: orange (1:1)

= flavor 0,075 %, Lemon: orange (2:1)

= flavor 0,075 %, Lemon: orange (3:1)

F
74.033
3.815
3.758

Sig.
.000
.003
.000

Lampiran 6. Form uji hedonik tahap pengembangan formula (perlakuan variasi


keasaman)
FORM UJI HEDONIK
Produk
: Minuman Isotonik
Nama panelis :

Tanggal
Telp

:
:

April 2006

UJI HEDONIK
Instruksi :
1. Cicipilah sampel satu persatu dari kiri ke kanan dengan menggunakan
sedotan yang disediakan
2. Setiap anda selesai mencicipi berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat
kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberikan check list ()
3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi
satu sampel
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel
5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan
Uji Rasa
Respon

Kode sampel

Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Komentar

: ___________________________________________________
___________________________________________________
____________________________________________________

Lampiran 7. Rekapitulasi data uji hedonik tahap pengembangan formula


(perlakuan variasi keasaman)

No Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Skor kesukaan terhadap sampel


pH 3,5
pH 3,6
pH 3,7
pH 3,8
3
5
4
3
6
5
5
2
6
6
5
5
3
6
7
6
6
3
3
5
7
3
3
3
6
5
4
5
6
6
6
5
5
6
3
2
3
5
4
4
7
7
7
6
4
4
2
3
5
5
4
4
7
6
6
6
2
3
5
5
6
3
6
3
3
3
4
5
3
2
2
2
5
6
3
6
6
4
5
3
6
7
5
3
4
2
4
3
7
6
6
5
6
7
5
5
3
5
3
5
5
3
4
5
3
3
6
5
4
3
5
4
5
3
6
5
6
3
6
3

Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan formula
(perlakuan variasi keasaman)

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: SKOR
Type III Sum
of Squares
2612,975a
111,342
8,225
128,025
2741,000

Source
Model
PANELIS
SAMPLE
Error
Total

df
33
29
3
87
120

Mean Square
79,181
3,839
2,742
1,472

a. R Squared = ,953 (Adjusted R Squared = ,936)

Post Hoc Tests


SAMPLE
Homogeneous Subsets
SKOR
Duncan

a,b

Subset
SAMPLE
4
2
3
1
Sig.

1
30
30
30
30

2
4,20
4,50
4,60
,233

4,50
4,60
4,93
,196

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1,472.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
b. Alpha = ,05.

Keterangan :
1

= pH 3,5

= pH 3,6

= pH 3,7

= pH 3,8

F
53,808
2,609
1,863

Sig.
,000
,000
,142

Lampiran 9. Form uji hedonik tahap pengembangan formula (perlakuan


kombinasi formula elektrolit)
FORM UJI HEDONIK
Produk
: Minuman Isotonik
Nama panelis :

Tanggal
Telp

:
:

Juni 2006

UJI HEDONIK
Instruksi :
1. Cicipilah sampel satu persatu dari kiri ke kanan dengan menggunakan
sedotan yang disediakan
2. Setiap anda selesai mencicipi berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat
kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberikan check list ()
3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi
satu sampel
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel
5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan
Rasa
Respon

Kode sampel

Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka

Komentar

_______________________________________________________
_______________________________________________________

Lampiran 10. Rekapitulasi data tahap pengembangan formula (perlakuan


kombinasi formula elektrolit)
Skor kesukaan terhadap sampel
No Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Kombinasi elektrolit A
6
6
6
5
5
6
6
6
6
5
2
5
6
3
5
5
5
2
5
4
5
5
5
5
5
5
5
6
4
5

Kombinasi elektrolit B
(hasil pengembangan)
5
3
5
3
4
6
6
6
6
6
5
6
7
5
6
6
6
6
6
5
6
6
6
6
6
6
7
7
6
6

Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan formula (perlakuan kombinasi formula elektrolit)

T-Test
Paired Samples Statistics

Pair
1

sampel_A
sampel_B

Mean
4.97
5.67

N
30
30

Std. Deviation
1.066
.959

Std. Error
Mean
.195
.175

Paired Samples Correlations


N
Pair 1

sampel_A & sampel_B

30

Correlation
.090

Sig.
.636

Paired Samples Test


Paired Differences

Pair 1

sampel_A - sampel_B

Mean
-.700

Std. Deviation
1.368

Keterangan :
A

= Formula Garam elektrolit A

= Formula Garam elektrolit B (hasil perbaikan)

Std. Error
Mean
.250

95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
-1.211
-.189

t
-2.802

df
29

Sig. (2-tailed)
.009

Anda mungkin juga menyukai