Anda di halaman 1dari 34

KONVERSI LIGNOSELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA

SAWIT MENJADI GULA PEREDUKSI MENGGUNAKAN


ENZIM XILANASE DAN SELULASE KOMERSIAL

FAIZAL GAYANG

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ABSTRAK

FAIZAL GAYANG. Konversi Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit


Menjadi Gula Pereduksi Menggunakan Enzim Xilanase dan Selulase Komersial.
Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan NUR RICHANA.

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) memiliki potensi untuk dihidrolisis


menjadi gula pereduksi. Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi dan
waktu terbaik hidrolisis enzimatis TKKS menggunakan xilanase dan selulase
komersial. Tahapan penelitian dimulai dari penggilingan TKKS, delignifikasi
TKKS, analisis proksimat, hidrolisis kimiawi, detoksifikasi dan dekolorisasi, dan
diakhiri hidrolisis enzimatis menggunakan enzim xilanase dan selulase komersial.
Hidrolisis enzimatis TKKS menggunakan dua enzim berbeda, yaitu xilanase dan
selulase dengan masing-masing konsentrasi 0.25% dan 0.5% serta waktu
hidrolisis selama 48 jam dan 96 jam. Kadar gula pereduksi terbesar yang
dihasilkan selama hidrolisis 48 jam dengan xilanase dan hidrolisis 96 jam dengan
selulase adalah 50.5 mg/L dan 56.7 mg/L. Hidrolisis dengan 0.5% selulase dan
netralisasi dengan HCl 1% maupun CH3COOH 1% menghasilkan gula pereduksi
lebih besar dibandingkan hidrolisis dengan konsentrasi 0.25% selulase, masing-
masing sebesar 56.7 mg/L dan 21.04 mg/L. Hidrolisis dengan 0.5% xilanase juga
menghasilkan gula pereduksi yang lebih besar dibandingkan hidrolisis dengan
konsentrasi 0.25% xilanase, masing-masing sebesar 50.5 mg/L dan 28.47 mg/L.

Kata kunci: hidrolisis enzimatis, selulase, tandan kosong kelapa sawit, xilanase
ABSTRACT

FAIZAL GAYANG. Conversion Lignocellulose of Oil Palm Empty Fruit


Bunches To Reducing Sugar Using of Xylanase and Cellulase. Under the
direction of MARIA BINTANG and NUR RICHANA.

Oil palm empty fruit bunches (OPEFB) has the potential to hydrolized into
reducing sugar. This research aimed to know best concentration and time of
enzymatic hydrolysis using commercial xylanase and cellulase. OPEFB was
milled, delignification of OPEFB, proximat analysis, chemical hydrolysis,
detoxification and decolorization, and enzymatic hydrolysis by commercial
xylanase and cellulase were done. Enzymatic Hydrolysis of OPEFB was used 2
different enzymes, xylanase and cellulase, which 2 different concentrations were
used, 0.25% and 0.5% as well as hydrolysis time for 48 hours and 96 hours. After
48 hours hydrolysis by xylanase showed reducing sugar level 50.5 mg/L, and after
96 hours hydrolysis by cellulase showed 56.7 mg/L. Combination hydrolysis by
0.5% cellulase and netralization by HCl 1% and CH3COOH 1% showed reducing
sugar level 56.7 mg/L and 21.04 mg/L respectively, larger than hydrolysis by
0.25% cellulase. Combination Hydrolysis by 0.5% xylanase and netralization by
1% HCl and 1% CH3COOH showed reducing sugar level 50.5 mg/L and 28.47
mg/L respectively, larger than hydrolysis by 0.25% xylanase.

Keywords: cellulase, enzymatic hydrolysis, oil palm empty fruit bunches,


xylanase
KONVERSI LIGNOSELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT MENJADI GULA PEREDUKSI MENGGUNAKAN
ENZIM XILANASE DAN SELULASE KOMERSIAL

FAIZAL GAYANG
G84080036

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Konversi Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit menjadi
Gula Pereduksi Menggunakan Enzim Xilanase dan Selulase
Komersial
Nama : Faizal Gayang
NIM : G84080036

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S Prof(Ris). Dr. Ir. Nur Richana, M.Si
Ketua Anggota

Diketahui,

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.sc


Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta Shalawat dan salam juga tercurahkan
pada Rasulallah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul Konversi Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit menjadi Gula
Pereduksi Menggunakan Enzim Xilanase dan Selulase Komersial. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan April 2012 hingga September 2012 di Laboratorium
Analisis Kimia, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Jl.
Tentara Pelajar No.12A, Cimanggu, Bogor.
Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan hasil penelitian ini secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS, sebagai
ketua pembimbing dan Prof(Ris). Dr. Ir. Nur Richana, M.Si sebagai anggota
pembimbing yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta kedua
orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, dan
semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa pula ucapan
terima kasih kepada ibu Pia, ibu Dini, teh Dewi, teh Citra, pak Yudhi, pak Tri,
serta segenap staf di Laboratorium Analisis Kimia, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen atas peran, bantuan, dan kerjasamanya dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Lega Krisda
Febriyanti, S.Pt yang selalu memberikan masukan dan dukungan, dan rekan
selama penelitian, kak Ihsan, Didit, Yusuf, Adit, Daviq, Restu, Naso, Yayuk,
Selvi, Sisca serta rekan-rekan Biokimia 45 dan 46 atas segala doa, pengalaman,
dan motivasinya yang telah diberikan kepada penulis. Semoga penelitian ini dapat
memberikan informasi dan manfaat bagi yang memerlukan.
.

Bogor, Februari 2013

Faizal Gayang
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1990 dari ayah Yusuf
Pangloli dan ibu Gayatri Sapta Murthi. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari SDN 011 Cipinang Melayu, Jakarta
dan melanjutkan pendidikan ke SMPN 109 Jakarta Timur. Penulis lulus tahun
2008 dari SMAN 61 Jakarta Timur dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar tahun 2010-2012 untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama,
pengajar Kimia di salah satu bimbel IPB tahun 2011. Penulis pernah melakukan
Praktik Lapangan (PL) di Balai Besar Pasca Panen Jalan Tentara Pelajar No.12,
Bogor selama periode Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan judul “Delignifikasi
Tandan Kosong Kelapa Sawit menggunakan NaOCl”.
Beberapa organisasi yang diikuti penulis selama perkuliahan, yaitu
Sekretaris Komisi I DPM TPB IPB 2008-2009, Anggota Uni Konservasi Fauna
(UKF) tahun 2008-2009, Staf Divisi HRD Himpunan Profesi Mahasiswa
Biokimia (CREBs) tahun 2009-2010 dan Ketua Divisi Bioanalisis Himpunan
Profesi Mahasiswa Biokimia (CREBs). Penulis juga pernah mengikuti berbagai
kepanitiaan seperti Seminar Kesehatan dan Keselamatan Kerja tahun 2010,
Lomba Karya Ilmiah Populer tahun 2009-2010, Masa Pengenalan Departemen
tahun 2010, Biokimia Expo tahun 2010, Seminar Kesehatan Biokimia tahun 2011,
dan Workshop Database Jamu Biofarmaka tahun 2012.
Penulis dalam bidang karya ilmiah pernah mendapat hibah dana bersaing
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) untuk kategori Bidang Kewirausahaan pada tahun 2011
dengan judul “Yoghurt Serbuk (Sachet) Berbasis Susu Kerbau dengan Fortifikasi
Propolis yang Kaya akan Probiotik”. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan
Temu Bisnis Badan Litbang Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Dunia Usaha
yang diselenggarakan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
pada tahun 2012, Pelatihan Bahasa Turki yang diselenggarakan Unit Pelatihan
Bahasa IPB pada tahun 2012, Pelatihan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3)
yang diselenggarakan oleh Merck pada tahun 2011, dan mengikuti kegiatan IPB
goes to Field di PTPN VII, Lebak-Banten
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tandan Kosong Kelapa Sawit ........................................................................ 2
Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin ............................................................... 2
Delignifikasi ................................................................................................... 4
Hidrolisis Kimiawi ......................................................................................... 5
Hidrolisis Enzimatis ....................................................................................... 6
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ............................................................................................... 7
Metode ............................................................................................................ 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot TKKS dari Hasil Penggilingan ............................................................ 8
Hasil Delignifikasi TKKS .............................................................................. 9
Hidrolisis Kimiawi ......................................................................................... 10
Detoksifikasi dan Dekolorisasi ....................................................................... 11
Hidrolisis Enzimatis ....................................................................................... 13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan......................................................................................................... 15
Saran ............................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16
LAMPIRAN ........................................................................................................ 18
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimiawi TKKS (Richana et al. 2011) ............................................. 2
2 Bobot TKKS setelah penggilingan dan pengayakan ......................................... 9
3 Persentase kehilangan bobot TKKS setelah delignifikasi ................................. 9
4 Analisis proksimat serbuk 80 mesh TKKS ..................................................... 10

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tandan kosong kelapa sawit ............................................................................. 2
2 Struktur umum selulosa....................................................................................... 3
3 Gula penyusun hemiselulosa ............................................................................... 4
4 Prekursor lignin ................................................................................................... 4
5 Skema delignifikasi lignoselulosa ........................................................................ 5
6 Hubungan waktu hidrolisis kimiawi dengan [gula pereduksi] .......................... 11
7 Hubungan lama kontak arang aktif 5% dengan [gula pereduksi] ..................... 12
8 Hubungan waktu hidrolisis selulase dengan [gula pereduksi] .......................... 13
9 Hubungan waktu hidrolisis xilanase dengan [gula pereduksi] .......................... 15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian .................................................................................... 19
2 Dokumentasi selama penelitian....................................................................... 20
3 Absorban standar glukosa untuk hidrolisis kimiawi ....................................... 21
4 Absorban standar glukosa untuk detoksifikasi dan dekolorisasi..................... 22
5 Absorban standar glukosa untuk hidrolisis enzimatis selama 2 hari............... 23
6 Absorban standar glukosa untuk hidrolisis enzimatis selama 4 hari............... 24
PENDAHULUAN pemanfaatan limbah TKKS menjadi produk
yang lebih berdaya guna. Tandan kosong
Penggunaan sumber energi terbarukan kelapa sawit merupakan limbah padat terbesar
berupa bahan bakar nabati (BBN) atau pada industri kelapa sawit, yaitu mencapai 22-
bioenergi sudah perlu ditingkatkan. Hal ini 25% dari bobot tandan buah segar (Pusat
mengingat sumber bahan bakar yang berasal Penelitian Kelapa Sawit 2008). Pada tahun
dari fosil sudah semakin menipis dan 2004, jumlah TKKS yang dihasilkan sebanyak
harganya di dunia cukup melambung tinggi 12.4 juta ton dengan asumsi bahwa 1 Ha
beberapa tahun terakhir. Atas dasar alasan ini, kebun menghasilkan 20 ton tandan buah segar
pemerintah Indonesia melalui Inpres No (TBS) (Ditjen Perkebunan 2010). Menurut
1/2006 dan Perpres No 5/2006 mengenai Syafwina et al. (2002), TKKS mengandung
kebijakan energi nasional, mencanangkan 41.3% - 46.5% selulosa, 25.3% - 33.8%
pergantian bahan bakar fosil secara bertahap hemiselulosa, dan 27.6% - 32.5% lignin.
dengan bahan bakar nabati. BBN cair meliputi Kandungan selulosa dan hemiselulosa
biodiesel untuk menggantikan solar dan dalam TKKS berpotensi untuk digunakan
bioetanol sebagai pengganti bensin, yang sebagai sumber gula pereduksi melalui
keduanya merupakan bahan bakar yang ramah hidrolisis kimiawi atau enzimatis. Larutan
lingkungan. gula yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi
Salah satu cara yang pernah dilakukan berbagai produk seperti alkohol, aseton,
pemerintah Indonesia untuk menggantikan butanol, dan produk yang mempunyai nilai
bensin dan solar adalah menciptakan ekonomis lebih tinggi (Darnoko et al. 2001).
bioetanol dari singkong. Singkong tumbuh Pemanfaatan limbah kelapa sawit dengan cara
subur di Indonesia dan harganya cukup hidrolisis diharapkan dapat memberikan nilai
murah. Produktivitas singkong di Indonesia tambah ekonomis yang cukup besar.
dapat mencapai 102 ton/ha (Hartojo 2005). Kendala yang dihadapi dalam hidrolisis
Namun seiring berjalannya waktu, solusi serbuk TKKS dengan cara enzimatis dan
tersebut mengundang pro dan kontra. kimiawi adalah adanya kandungan lignin
Alasannya adalah singkong sebagai salah satu dalam serbuk dan rendahnya laju hidrolisis.
produk diversifikasi pangan Indonesia, Kadar lignin yang tinggi memperkecil
sehingga dikhawatirkan akan terjadi aksesibilitas enzim terhadap substrat dan
persaingan antara kebutuhan singkong sebagai akhirnya mengakibatkan laju hidrolisis
pangan dan sumber bahan bakar. Akibat enzimatis yang rendah. Laju hidrolisis
persaingan kebutuhan tersebut, maka perlu enzimatis yang cukup rendah juga akan
ditinjau kembali penggunaan bahan pangan mempengaruhi rendemen gula pereduksi yang
sebagai sumber bahan bakar nabati. dihasilkan, sehingga perlu dilakukan optimasi
Alternatif bahan non pangan yang cukup hidrolisis enzimatis
potensial untuk dikembangkan sebagai Penelitian Richana et al. (2011) terkait
sumber bahan bakar nabati adalah tandan optimasi suhu dan pH enzim xilanase dan
kosong kelapa sawit (TKKS). Setiap tahun selulase komersial menyatakan bahwa enzim
lahan sawit di Indonesia bertambah luas. Hal xilanase komersial memiliki pH dan suhu
ini mengakibatkan jumlah produksi minyak optimum yaitu 6 dan 500C, sedangkan enzim
sawit Indonesia mengalami kenaikan tiap selulase komersial memiliki pH dan suhu
tahunnya, bahkan Indonesia memperkirakan optimum yaitu 5 dan 600C. Sampai saat ini
15 juta ton/tahun, minyak sawit akan belum ada laporan penelitian tentang optimasi
diproduksi pada tahun 2012 (Ditjen konsentrasi dan waktu hidrolisis enzim
Perkebunan 2010). Namun sampai saat ini, xilanase dan selulase komersial untuk
minyak sawit Indonesia sebagian besar konversi lignoselulosa TKKS menjadi gula
diekspor dalam bentuk crude palm oil (CPO). pereduksi. Tujuan penelitian ini untuk
Proses produksi CPO akan menghasilkan menentukan konsentrasi dan waktu terbaik
limbah padat berupa tandan kosong kelapa dari hidrolisis enzimatis TKKS menggunakan
sawit (TKKS) dengan rata-rata 10 juta enzim xilanase dan selulase komersial.
ton/tahun yang sampai saat ini belum Hipotesis penelitian ini adalah rendemen gula
dimanfaatkan secara optimal dan sering pereduksi dapat ditingkatkan melalui
menimbulkan pencemaran lingkungan. Saat pemilihan konsentrasi dan waktu yang terbaik
ini TKKS terbatas pemanfaatannya hanya dari hidrolisis enzimatis TKKS. Penelitian ini
sebagai pupuk, bahan baku matras dan media diharapkan bisa dijadikan sebagai informasi
tumbuh bagi tanaman dan jamur (Irawati penting tentang pemilihan konsentrasi dan
2006). Oleh karena itu, perlu diupayakan
2

waktu yang terbaik dari hidrolisis enzimatis


serta dapat dijadikan acuan untuk
pengembangan bioetanol dalam industri sawit.

TINJAUAN PUSTAKA

Tandan Kosong Kelapa sawit


Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan
berupa pohon berbatang lurus dari famili
palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai
penghasil minyak goreng. Menurut
Setyamidjaja (2006), tanaman kelapa sawit Gambar 1 Tandan kosong kelapa sawit
diperkirakan berasal dari Guinea, pantai barat (Richana et al. 2011)
Afrika yang kemudian menyebar sampai ke
Indonesia. Benih kelapa sawit pertama kali Tandan buah segar kelapa sawit
ditanam di Indonesia tahun 1848. Kebun Raya mengandung 25-34 persen tandan kosong
Bogor merupakan tempat pertama yang (Syafwina et al. 2002), sedangkan menurut
ditanami kelapa sawit dan kemudian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2008), tandan
mengalami penyebaran di tepi-tepi jalan buah segar terdiri dari 65-70 persen buah
daerah Deli, Sumatera Utara. Pelopor segar dan sisanya, yaitu sebesar 30-35 persen
perkebunan pertama kali kelapa sawit oleh berupa tandan kosong. Penampakan tandan
Adrien Hallet berkebangsaan Belgia pada kosong kelapa sawit dapat dilihat pada
tahun 1911 di Sumatera Utara. Tanaman ini Gambar 1.
memiliki nama latin Elaeis guineensis JACQ Tandan kosong kelapa sawit merupakan
dengan taksonomi sebagai berikut, Divisi limbah utama dari industri pengolahan kelapa
Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, sawit menjadi minyak sawit. Persentase serat
Kelas Dicotyledonae, Famili Palmae, dan cangkang biji masing-masing sebesar 13
Subfamili Cocoidae, dan Genus Elaeis persen dan 5.5 persen dari tandan buah segar
(Setyamidjaja 2006). (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2008).
Tanaman mulai berbunga pada umur Komponen utama dari limbah padat kelapa
sekitar dua tahun. Dalam keadaan normal sawit adalah selulosa dan lignin sehingga
menghasilkan sekitar 20-22 tandan buah per limbah ini juga disebut limbah lignoselulosa
tahun dan semakin tua produktivitasnya (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2008).
menurun menjadi 12-14 tandan per tahun. Tandan kosong kelapa sawit memiliki tiga
Pada awal tahun, tanaman kelapa sawit komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa,
berbuah berat tandannya sekitar 3-6 kg. dan lignin. Limbah TKKS memiliki
Tanaman semakin tua, berat tandan bertambah kandungan holoselulosa (selulosa dan
antara 25-35 kg per tandan (Pusat Penelitian hemiselulosa) yaitu sekitar 70% dan
Kelapa Sawit 2008). Kelapa sawit dapat kandungan lignin sekitar 17% (Purwito dan
tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 0- Firmanti 2005). Hasil penelitian Richana et al.
500 meter di atas permukaan laut. Curah (2011) menunjukkan hasil yang tidak berbeda,
hujan yang baik berkisar antara 2000-2500 yaitu TKKS memiliki kandungan selulosa
mm/tahun dengan penyebaran hujan merata 50.29%, hemiselulosa 25.54%, dan lignin
sepanjang tahun sehingga tidak mengalami 24.15%. Komposisi kimiawi tandan kosong
defisit air. Suhu harian optimal berkisar antara kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
24-280C, kelembaban 80% dan membutuhkan
penyinaran matahari 5-7 jam/hari. Data curah Tabel 1 Komposisi kimiawi tandan kosong
hujan bulanan dan jumlah hari hujan sangat kelapa sawit
dibutuhkan karena berhubungan dengan sifat
kelapa sawit yang berbuah sepanjang tahun. Komponen Persentase
Fluktuasi curah hujan tiap bulan (bobot kering)
mempengaruhi secara langsung fluktuasi Abu 3.09
hasil. Kelapa sawit juga membutuhkan Air 8.93
kondisi tanah yang datar hingga berombak Lignin 24.15
dengan kemiringan lereng 0-15% dan Selulosa 50.29
memiliki drainase yang baik (Pusat Penelitian Hemiselulosa 25.54
Kelapa Sawit 2008). Sumber : Richana et al. (2011)
3

Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin


Selulosa adalah homopolimer linier dari Mikrofibril terdiri dari bagian kristalin dan
glukosa anhidrida dengan ikatan β-1,4- bagian amorf. Susunan bagian kristalin lebih
glikosida dan rumus empiris (C6H10O5)n teratur dan rapat sehingga sukar bereaksi
dengan n adalah banyaknya satuan glukosa dengan pereaksi tertentu. Pada bagian
berkisar antara 1000-10000 (Howard et al. kristalin, pengikatan antar molekul selulosa
2003). Selulosa merupakan jenis polisakarida terutama terjadi karena ikatan hidrogen.
yang paling melimpah pada hampir setiap Ikatan kimia hidrogen antara molekul selulosa
struktur tanaman terutama sebagai penyusun yang berdekatan berfungsi untuk memperkuat
utama serat dan dinding sel tanaman. struktur mikrofibril. Akibat yang ditimbulkan,
Kandungan selulosa kayu berkisar antara 48- bagian kristalin tidak larut dalam air dan
50% dan tandan kosong kelapa sawit sekitar bersifat sangat stabil (Fengel dan Wegener
45% (Syafwina et al. 2002). Menurut Fengel 2002). Bagian kristal selulosa banyak
dan Wegener (2002), secara ilmiah molekul mengandung jembatan hidrogen antar molekul
selulosa tersusun dari fibril yang terdiri dari dan bagian ini jumlahnya lebih dominan, yaitu
beberapa molekul selulosa paralel yang 85 persen dari selulosa. Bagian amorf hanya
dihubungkan dengan ikatan hidrogen. sedikit atau bahkan tidak mengandung
Selulosa memiliki dua jenis ikatan hidrogen jembatan hidrogen sama sekali dan jumlahnya
pada strukturnya, yaitu ikatan hidrogen hanya 15 persen dari selulosa. Stabil dan
intramolekuler yang akan mempertahankan kokohnya struktur kristal menyebabkan
kekakuan rantai selulosa dan ikatan selulosa sukar untuk dihidrolisa, alasan ini
intermolekuler yang menyebabkan rantai yang menjadi salah satu hambatan dalam
selulosa membentuk suatu mikrofibril (Fengel melakukan hidrolisis selulosa (Taherzadeh
dan Wegener 2002). Struktur umum selulosa dan Karimi 2008).
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur umum selulosa (Goldstein 2000)

Hemiselulosa selalu digambarkan sebagai pembuatan kertas (Fengel dan Wegener


polisakarida yang membangun dinding sel 2002). Rantai utama hemiselulosa dapat hanya
tanaman yang bergabung dengan selulosa terdiri dari satu macam monomer
dalam jaringan lignin. Gabungan hemiselulosa (homopolimer), misalnya xilan. Selain itu
dengan selulosa dan lignin menghasilkan dapat juga terdiri dari dua atau lebih monomer
dinding sel yang kokoh dan bersifat lentur (heteropolimer), misalnya glukomanan (Gong
(Gong dan Tsao 2001). Hemiselulosa dan Tsao 2001). Hemiselulosa mempunyai
merupakan suatu rantai yang amorf dari derajat polimerisasi lebih rendah dan mudah
campuran gula, biasanya berupa arabinosa, larut dalam alkali encer tetapi sukar larut
galaktosa, glukosa, mannosa dan xilosa. dalam asam. Hidrolisis hemiselulosa dengan
Rantai hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis asam kuat encer akan menghasilkan gula
menjadi komponen gula penyusunnya heksosa dan pentosa (sebagian besar gula
dibandingkan dengan selulosa. pentosa seperti xilosa dan arabinosa).
Molekul hemiselulosa lebih mudah Hidrolisis lebih lanjut menghasilkan furfural
menyerap air, bersifat plastis dan mempunyai dan produk lainnya (Gong dan Tsao 2001).
kontrol antar molekul yang lebih luas Hidrolisis hemiselulosa menghasilkan tiga
dibandingkan dengan selulosa, sehingga dapat jenis monosakarida yaitu xilosa dan arabinosa
memperbaiki ikatan antar serat pada dan glukosa (Gong dan Tsao 2001).
4

Glukosa Galaktosa Mannosa

Xilosa Arabinosa Asam


Glukoronat
Gambar 3 Gula penyusun hemiselulosa (Gong dan Tsao 2001)

Lignin merupakan fraksi non karbohidrat sederhana di antara polisakarida dinding sel,
yang bersifat kompleks dan sulit tetapi selalu berikatan dengan polisakarida
dikarakterisasi. Pada dasarnya lignin tersebut. Samsuri et al. (2007), menyatakan
merupakan polimer aromatik heterogen bahwa pada jaringan tanaman, lignin
dengan sistem jaringan yang bercabang serta berfungsi sebagai bahan pengawet dan
tidak memiliki bentuk yang tetap. Satuan bersifat mempererat masing-masing serat.
penyusun lignin yaitu fenil propana yang Selain itu berfungsi sebagai dinding sel
tersubtitusi pada dua atau tiga posisi dalam menjadi keras dan kaku. Bersama-sama
cincin benzennya serta dihubungkan dengan dengan hemiselulosa membetuk suatu lapisan
ikatan-ikatan karbon dan eter yang relatif pelindung terhadap mikroba asing (Zhang dan
stabil (Fengel dan Wegener 2002). Lignin Lynd 2004).
umumnya tidak pernah ditemui dalam bentuk

p-Kumaril Koniferil Sinapil alkohol


alkohol alkohol
Gambar 4 Prekursor lignin (Fengel dan Wegener 2002)

Delignifikasi
Konversi limbah lignoselulosa hingga komersial (Mosier et al. 2005). Oleh sebab
menjadi bioetanol melalui empat proses itu, proses perlakuan pendahuluan dan
utama, yaitu perlakuan pendahuluan, hidrolisis merupakan tahapan yang sangat
hidrolisis, fermentasi, dan terakhir pemisahan penting sehingga dapat mempengaruhi jumlah
serta pemurnian produk etanol. Perlakuan gula pereduksi yang dihasilkan.
pendahuluan biomassa lignoselulosa harus Perlakuan pendahuluan atau delignifikasi
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang merupakan tahapan yang banyak
tinggi. Nilai biokonversi yang tinggi penting menghabiskan biaya dan berpengaruh besar
bagi pengembangan teknologi dalam skala terhadap biaya total proses. Delignifikasi yang
5

baik dapat mengurangi jumlah enzim yang Delignifikasi menyediakan akses yang lebih
digunakan dalam hidrolisis (Mosier et al. mudah untuk kerja enzim sehingga hasil
2005). Metode delignifikasi yang tepat dapat glukosa dan xilosa dapat meningkat.
menghasilkan kadar gula yang tinggi sehingga Berbagai macam cara dapat dilakukan
biaya produksi biofuel yang efisien dapat untuk delignifikasi. Salah satunya adalah
dicapai. Gula pereduksi yang diperoleh tanpa menggunakan bahan kimia. Pemilihan bahan
delignifikasi kurang dari 20% sedangkan kimia yang digunakan berdasarkan bahan
dengan delignifikasi dapat mencapai hingga sampel yang dipakai, ketahanan alat terhadap
90% (Richana et al. 2011). Hambatan reaksi kimia yang ditimbulkan pereaksi, dan
hidrolisis selulosa, baik secara kimiawi sebagainya. Metode delignifikasi secara
maupun enzimatis adalah adanya struktur kimiawi yang biasa dilakukan menggunakan
kristalin selulosa dan asosiasi antara selulosa pereaksi alkali. Alkali ini berfungsi
dengan molekul lignin dan hemiselulosa. melarutkan lignin dan hemiselulosa serta
(Tsao et al. 1978). Masalah tersebut dapat dapat bertindak sebagai swelling agent untuk
diatasi melalui delignifikasi terhadap bahan selulosa. Silverstein et al. (2007) mempelajari
yang akan digunakan pada hidrolisis. keefektifan delignifikasi menggunakan
Delignifikasi bertujuan untuk membuka H2SO4, NaOH, H3O, dan O3. Hasil
kristalin selulosa agar selulosa lebih mudah penelitiannya menunjukkan delignifikasi
dihidrolisis dengan enzim yang memecah dengan NaOH meningkatkan level
polimer polisakarida dan monomer gula serta delignifikasi hingga 65% (2% NaOH, 90
menghilangkan kandungan lignin (Richana et menit, 1210C). Selain natrium hidroksida,
al. 2007). Menurut Gong dan Tsao (2001), pereaksi kimia yang dapat digunakan untuk
delignifikasi dilakukan untuk meningkatkan delignifikasi lignoselulosa adalah natrium
jumlah dan kecepatan hidrolisis lignoselulosa. hipoklorit (Richana et al. 2011).

Selulosa
Lignin

Bagian Delignifikasi
Amorf

Bagian
Kristalin

Hemiselulosa
Gambar 5 Skema delignifikasi lignoselulosa (Mosier et al. 2005)

Hidrolisis Kimiawi
Hidrolisis kimiawi lignoselulosa dapat Kelemahan yang lain dalam penggunaan asam
dilakukan dengan pereaksi asam maupun yang pekat adalah masalah korosif yang
basa. Asam yang digunakan untuk ditimbulkan dan dapat meninggalkan masalah
menghidrolisis lignoselulosa adalah asam pencemaran lingkungan (Sun dan Cheng
sulfat, asam klorida, atau asam fosfat. 2002). Masalah terakhir yang ditimbulkan
Kelemahan dalam menggunakan pereaksi oleh penggunaan asam pada hidrolisis adalah
asam adalah asam dapat menghidrolisis produk yang dihasilkan berupa senyawa
lignoselulosa secara acak, tanpa pola tertentu furfural dan hidroksi metil furfural, kedua
dalam pemutusan ikatan glikosidik pada senyawa ini dketahui sebagai inhibitor bagi
selulosa (Taherzadeh dan Karimi 2008). beberapa genus bakteri fermentasi gula
6

pereduksi (Taherzadeh dan Karimi 2007a). reaksi hidrolisis (temperatur, pH, dan waktu
Selain pereaksi asam, beberapa basa dapat hidrolisis). Upaya untuk meningkatkan hasil
digunakan untuk hidrolisis biomassa gula pereduksi dan laju hidrolisis enzim,
lignoselulosa. Pengaruh hidrolisis alkali mulai memfokuskan pada optimasi hidrolisis
tergantung seberapa banyak persentase lignin enzimatis dan peningkatan aktivitas enzim
di dalam lignoselulosa (Zhao et al. 2007). selulase.
Beberapa jurnal menyebutkan mekanisme Selulase dan hemiselulase telah diterapkan
hidrolisis alkali berawal dari saponifikasi dalam berbagai aplikasi dan memiliki
ikatan ester hemiselulosa dengan komponen potensial bioteknologi untuk dikembangkan
lignin maupun hemiselulosa lain yang terjadi dalam berbagai industri diantaranya bahan
secara intermolekuler. Porositas lignoselulosa kimia, bahan bakar, pembuatan bir dan wine,
semakin meningkat dengan adanya pemutusan pakan ternak, tekstil dan pakaian, serta pulp
ikatan silang tersebut (Tarkow dan Feist dan kertas (Sun dan Cheng 2002). Saat ini
2006). Perlakuan dengan NaOH encer diperkirakan 20% dari total penjualan enzim
menyebabkan pemekaran (swelling) selulosa. di dunia yang bernilai lebih dari 1 miliar US$
Pemekaran selulosa akan meningkatkan luas terdiri atas enzim selulase, hemiselulase dan
permukaan lignoselulosa, menurunkan derajat pektinase serta diperkirakan penjualan enzim
polimerisasi, mengurangi area kristalinitas, akan terus meningkat hingga 2 miliar US$
terjadi pemisahan ikatan antara lignin dan pada tahun 2005 (Bhat 2000).
karbohidrat, dan mengacaukan struktur lignin Selulase spesifik terhadap substrat
(Zhao et al. 2007). Beberapa penelitian selulosa, terdiri atas kompleks protein enzim
dilakukan oleh Millet et al. (1999) yang akan menghidrolisis ikatan glikosidik.
menyatakan bahwa perlakuan NaOH pada Hidrolisis selulosa menggunakan enzim
kayu keras (hardwood) dapat meningkatkan selulase merupakan sebuah rangkaian proses
daya cerna enzim terhadap selulosa dari 14% enzimatis yang sinergis antara endoglukanase,
menjadi 55%, diikuti pengurangan kadar eksoglukanase dan β-glukosidase. Ketiga
lignin didalam lignoselulosa dari kisaran 24- enzim ini disebut selulase atau enzim
55% menjadi 20%. Namun, hidrolisis NaOH selulolitik (Rabinovich et al. 2002). Penelitian
encer pada kayu lunak (softwood) tidak yang dilakukan oleh Richana et al. (2011)
memiliki pengaruh jika kadar lignin di dalam menyatakan bahwa hasil aktivitas enzim
lignoselulosa lebih besar dari 26%. optimum untuk selulase komersial adalah 7.72
x104 U/mL dengan optimasi pada pH 5. Hasil
Hidrolisis Enzimatis yang berbeda ditunjukkan oleh Resita (2006)
Hidrolisis enzimatis dari selulosa dengan melaporkan aktivitas enzim optimum
merupakan salah satu biokonversi untuk selulase dari Trichoderma viride adalah
lignoselulosa yang sangat potensial. Namun 2.614 IU/mL dengan optimasi pada pH 5.
proses ini memiliki kendala dengan adanya Selain itu juga telah dilakukan optimasi suhu
ikatan silang antara matriks selulosa dengan untuk selulase pada suhu 600C dengan
hemiselulosa dan ikatan ester antara perolehan aktivitas enzim 8.74 x104 U/mL
hemiselulosa dan lignin sehingga rendemen (Richana et al. 2011).
gula pereduksi yang diperoleh sangat rendah. Xilanase merupakan enzim ekstraseluler
Perlakuan pendahuluan atau delignifikasi yang dapat menghidrolisis xilan menjadi xilo-
untuk melemahkan ikatan tersebut sangat oligosakarida dan xilosa. Xilanase dapat
dibutuhkan untuk menghasilkan rendemen dihasilkan oleh mikroba melalui proses
gula pereduksi yang lebih tinggi. Berbagai fermentasi. Aplikasi xilanase untuk industri
metode telah dicoba untuk meningkatkan laju diantaranya adalah industri pangan, pakan,
hidrolisis enzimatis lignoselulosa. dan pemutih bubur kertas/pulp. Penggantian
Penelitian yang dilakukan oleh Loebis penggunaan klor dengan enzim xilanase untuk
(2008) menunjukkan hidrolisis enzimatis pemutihan pulp telah memberikan peluang
tandan kosong kelapa sawit optimum dengan untuk aplikasi bioteknologi dan sekarang telah
enzim selulase yang dihasilkan isolat digunakan pada beberapa pabrik kertas (Beg
Trichoderma sp. dan fermentasi oleh isolat et al. 2000).
Saccharomyces cereviseae secara simultan. Xilanase dapat dihasilkan oleh mikroba
Hasil hidrolisis pada kondisi ini menghasilkan melalui proses fermentasi, yang biasanya
gula pereduksi 1.46 g/L dan etanol 0.33%. dihasilkan oleh bakteri atau khamir. Untuk
Berbagai faktor dapat mempengaruhi pembuatan kertas diperlukan xilanase yang
hidrolisis enzimatis selulosa antara lain bersifat termostabil dan tahan pada pH alkali.
substrat, aktivitas enzim selulase, dan kondisi Xilanase komersial untuk proses pemutihan
7

pulp telah mulai dipasarkan. Namun demikian NaOCl diencerkan dengan air, perbandingan
semua enzim komersial ini masih belum masing-masing 1:4. Campuran keduanya
memenuhi kriteria ideal yang dibutuhkan direndam selama 12 jam. Perendaman
untuk aktivitas enzimatis yang diperlukan, dilakukan pada suhu ruang. Hasil rendaman
yaitu akitvitas optimum pada pH 10 dan suhu dengan NaOCl dibilas dengan air sampai
lebih dari 900C (Kulkarni dan Rao 1999). bersih dan disaring dengan saringan santan
Optimasi enzim xilanase komersial pernah dan kain saring selanjutnya dikeringkan
dilakukan terhadap pH dan suhu. Richana et dengan oven pada suhu 40-500C selama 1
al. (2011) menyatakan xilanase memiliki jam. Hasil rendaman yang telah kering
aktivitas optimum pada pH 6 dan suhu 500C. ditimbang. TKKS dengan penyusutan bobot
yang terbaik digunakan untuk analisis
BAHAN DAN METODE selanjutnya. Analisis proksimat meliputi kadar
air, kadar abu dan kadar serat dilakukan
Alat dan Bahan sebelum maupun sesudah delignifikasi
Bahan-bahan yang digunakan pada (Modifikasi Richana et al. 2007).
penelitian ini adalah tandan kosong kelapa
sawit yang berasal dari Palembang, larutan Penentuan Kadar Air
NaOCl 10%, akuades, larutan H2SO4 0.25 N, Sebanyak 2 gram contoh ditimbang
NaOH 1.25 N, aseton, NaOH 4% (hidrolisis dalam cawan porselin yang sudah diketahui
kimiawi), arang aktif teknis, HCL 1% dan bobotnya. Cawan yang telah berisi contoh
CH3COOH 1% (netralisasi), pereaksi DNS dimasukkan kedalam oven yang bersuhu
merupakan campuran larutan asam 3,5 1050C selama 3 jam. Setelah 3 jam, cawan
dinitrosalisilat dan NaOH dilarutkan dalam didinginkan dalam eksikator dan timbang
aquades (larutan A) dan natrium kalium kembali bobot contoh setelah mengalami
tartarat dilarutkan dalam aquades (larutan B), pengeringan (AOAC 1995).
glukosa standar 10 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 100
ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm,
Kadar air =
enzim xilanase (Novozymes) 0.25% dan 0.5%
pH 6 T 50oC, dan enzim selulase (Celluclast) W = Bobot contoh sebelum dikeringkan
0.25% dan 0.5% pH 5 T 60oC. (gram).
Peralatan yang digunakan selama W1 = Kehilangan bobot setelah dikeringkan
penelitian adalah pengering oven, penepung (gram).
halus, pengayak berukuran 60 dan 80 mesh,
saringan berukuran 80 mesh (lazim disebut Penentuan Kadar Abu
saringan santan), kain saring, pengaduk kayu, Sebanyak 2 gram contoh ditimbang
sudip, timbangan analitik, ember, eksikator, dalam cawan porselin yang telah diketahui
cawan platina, penangas Bunsen, gegep, tanur bobotnya (A), kemudian dijadikan arang
listrik, labu Erlenmeyer 500 mL, autoklaf, dengan pemanas Bunsen hingga tidak
kertas saring, labu Erlenmeyer 250 mL, pipet mengeluarkan asap. Cawan porselin berisi
tetes, pipet Mohr, bulp, tabung sentrifus, contoh yang diarangkan kemudian
sentrifus, kuvet, spektofotometer UV-VIS, dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 6000C
tabung reaksi, stirer dan vorteks. selama 2 jam untuk mengubah arang menjadi
abu (B). Cawan berisi abu didinginkan dalam
Metode Penelitian eksikator dan ditimbang kembali (AOAC
Penggilingan TKKS 1995).
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
dikumpulkan dan dijemur di bawah sinar Kadar abu =
matahari hingga kering. Tandan kosong sawit A = Bobot bahan awal.
yang kering dihaluskan dengan penepung B = Bobot residu abu.
halus sampai ukuran yang lebih halus. Setelah
TKKS cukup halus, dilakukan pengayakan Penentuan Kadar Serat
dengan ukuran 60 dan 80 mesh sehingga Sebanyak 2 gram contoh ditimbang dan
TKKS berbentuk serbuk (Richana et al. dimasukkan ke dalam labu Erlemeyer 500
2011). mL. Selanjutnya ditambahkan 100 mL H2SO4
0.25 N. Hidrolisis dilakukan dalam autoklaf
Delignifikasi TKKS (105oC, 1 atm) selama 15 menit, setelah
Sebanyak 1 kg Serbuk TKKS dilarutkan dingin ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak
dalam 10 L NaOCl 10%. Sebelumnya larutan 50 mL. Hidrolisis dilakukan kembali dengan
8

cara yang sama kemudian contoh disaring ditambahkan enzim xilanase (Novozymes)
dengan kertas saring kasar. Kertas saring dengan konsentrasi 0.25% dan 0.5%. Kondisi
dicuci dengan 25 mL air panas, 25 mL H2SO4 optimum xilanase dilakukan pada suhu 50oC
0.25 N lalu 25 mL air panas dan aseton 25 dan pH 6. Selanjutnya dilakukan pengukuran
mL. Kertas saring dikeringkan dalam oven kadar gula pereduksi dengan metode DNS.
suhu 105oC selama 2 jam (AOAC 1995). Pengamatan gula pereduksi dilakukan setelah
hidrolisis (2 dan 4 hari).
Kadar serat kasar = Perlakuan Selulase. Larutan yang telah
mengalami hidrolisis kimiawi dan netralisasi
A = Bobot kertas saring.
ditambahkan enzim selulase (Celluclast)
B = Bobot bahan awal.
dengan konsentrasi 0.25% dan 0.5%. Kondisi
C = Bobot residu serat dengan kertas saring.
optimum selulase dilakukan pada suhu 60oC
dan pH 5. Selanjutnya dilakukan pengukuran
Hidrolisis Kimiawi TKKS
kadar gula pereduksi dengan metode DNS.
Sebanyak 5 gram serbuk TKKS 80 mesh
Pengamatan gula pereduksi dilakukan setelah
ditimbang dan dilarutkan ke dalam 100 mL
hidrolisis (2 dan 4 hari).
NaOH 4%. Campuran larutan didiamkan
dalam suhu kamar selama 24 jam. Setelah 24
Pengukuran Gula Pereduksi
jam campuran larutan di autoklaf (121oC, 1
Pengukuran gula pereduksi berdasarkan
atm) dengan gradasi waktu 30, 60, dan 90
metode Dinitro Salicylic Acid/ DNS. Sampel
menit. Selanjutnya campuran larutan untuk
yang telah jernih dimasukkan sebanyak 1 mL
analisis gula pereduksi dan hidrolisis
ke dalam tabung reaksi, ditambah 3 mL
enzimatis dibuat terpisah. Larutan untuk
pereaksi DNS, dikocok hingga homogen
hidrolisis enzimatis, dipisahkan antara cairan
menggunakan vortex dan dimasukkan dalam
dan endapan serbuknya menggunakan kertas
air mendidih selama 15 menit kemudian
saring kasar. Cairan yang telah disaring
didinginkan sampai suhu ruang. Bila terlalu
dinetralisasi dengan HCL 1% dan CH3COOH
pekat sampel dapat diencerkan agar dapat
1% hingga kisaran pH 5-6 kemudian
terukur pada panjang gelombang 540 nm.
dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan
Pengukuran blanko menggunakan akuades.
garam yang terbentuk akibat reaksi dengan
Kurva standar dibuat dengan menggunakan
cairan yang telah dinetralisasi. Endapan yang
larutan glukosa standar 10, 25, 50, 100, 200,
telah disaring dimasukkan kembali ke dalam
300, 400, 500 ppm. Setelah dapat data hasil
cairan yang telah dinetralisasi (Modifikasi
pengukuran, dilakukan penghitungan kadar
Richana et al. 2011)
gula pereduksinya.
Detoksifikasi dan Dekolorisasi Hidrolisat
Kimiawi A rata-rata = =Y
Detoksifikasi dilakukan setelah hidrolisis A1 = Absorban ulangan pertama
kimiawi dan netralisasi sampai pH yang A2 = Absorban ulangan kedua
diinginkan. Penambahan arang aktif Selanjutnya absorban rata-rata dimasukkan ke
konsentrasi 5% pada hidrolisat dengan waktu dalam persamaan garis dari data kurva
hidrolisis terbaik dilakukan selama 30, 60, dan standar.
90 menit pada suhu 400C kemudian dilakukan
pengadukan pada kecepatan 150 rpm sehingga Y = aX( ⁄ b
diharapkan kandungan toksik yang dihasilkan Y = Absorban rata-rata
selama hidrolisis kimiawi dapat diserap X = Konsentrasi gula pereduksi (mg/L)
dengan baik dan intensitas warna larutan pada
hidrolisat dapat dideteksi oleh HASIL DAN PEMBAHASAN
spektrofotometer. Arang aktif yang digunakan
merupakan arang aktif teknis. Sebelum
Bobot TKKS dari Hasil Penggilingan
dipakai, arang aktif dipanaskan terlebih
Bobot awal TKKS secara utuh adalah 20
dahulu pada oven bersuhu 600C, lalu
kg. Setelah mengalami penggilingan, TKKS
didinginkan selama 3 menit dan arang aktif
dibedakan menjadi 2 ukuran, yaitu 80 mesh
sudah siap dipakai (Saud 2011).
dan 60 mesh dengan masing bobot yang
dimiliki adalah 12.06 kg dan 7.78 kg.
Hidrolisis Enzimatis TKKS
Penimbangan bobot TKKS setelah
Perlakuan Xilanase. Larutan yang telah
penggilingan perlu dilakukan untuk
mengalami hidrolisis kimiawi dan netralisasi
mengetahui besarnya efisiensi TKKS kering
9

yang menjadi serbuk. Efisiensi dalam warna dan bobot serbuk TKKS. Warna serbuk
penggunaan substrat merupakan salah satu TKKS lebih cerah dibandingkan serbuk
pertimbangan penting bagi pengembangan TKKS sebelum delignifikasi. Pemudaran
pilot project. Tertera pada tabel 2, ukuran 80 warna coklat pada serbuk TKKS menjadi
mesh menghasilkan rendemen yang lebih lebih cerah diakibatkan pelarutan lignin oleh
besar dibandingkan ukuran 60 mesh. Hal ini NaOCl. Pelarut NaOCl mengandung ion-ion
dikarenakan semakin kecil ukuran mesh yang hipoklorit yang menyebabkan renggangnya
digunakan akan semakin memudahkan ikatan-ikatan karbon dalam struktur lignin.
partikel TKKS untuk lolos dalam pengayakan, Berdasarkan hasil perhitungan
sedangkan bagian yang besar pada TKKS kehilangan bobot rata-rata pada ukuran 60
akan tertinggal dalam proses pengayakan mesh mencapai 26.91% dan ukuran 80 mesh
(Richana et al. 2011). mencapai 64%. Persentase kehilangan bobot
Alasan pemilihan bobot serbuk antara 60- dihitung berdasarkan perbandingan bobot
80 mesh agar rendemen serat yang dihasilkan serbuk setelah delignifikasi dan bobot serbuk
lebih banyak. Hal ini didukung oleh sebelum delignifikasi. Ukuran 80 mesh lebih
pernyataan Hirsham (2008) bahwa ukuran banyak mengalami kehilangan bobot setelah
serbuk yang cukup kasar (sekitar 20-40 mesh) delignifikasi karena luas permukaan yang
membutuhkan variasi metode delignifikasi. lebih besar untuk kontak dengan NaOCl,
Kedua ukuran baik 60 dan 80 mesh yang akan sehingga kemungkinan NaOCl untuk merusak
dipakai untuk proses selanjutnya, yaitu struktur lignin lebih besar dibandingkan
delignifikasi. Hasil rendemen setelah ukuran 60 mesh. Bobot yang hilang (%)
penggilingan berdasarkan ukuran mesh seperti dapat mengindikasikan adanya kehilangan
tertera pada Tabel 2. lignin, hal ini sesuai dengan penelitian
Richana et al. (2011) yang menyatakan bahwa
Tabel 2 Bobot TKKS setelah penggilingan semakin besar bobot TKKS yang hilang,
dan pengayakan maka kemungkinan besar bobot yang hilang
Ukuran Bobot Bersih % merupakan lignin dan bobot yang tersisa
TKKS (Kg) Rendemen merupakan selulosa dan hemiselulosa. Data
80 mesh 12.06 60.3 hasil delignifikasi secara keseluruhan tersaji
60 mesh 7.78 38.9 pada Tabel 3.

Hasil Delignifikasi TKKS Tabel 3 Persentase kehilangan bobot TKKS


Delignifikasi merupakan proses setelah delignifikasi
penghilangan lignin dari TKKS agar hidrolisis Ukuran Bobot Bobot Kehilan
lignoselulosa berlangsung dengan sempurna. (Mesh) sebelum setelah gan
Metode delignifikasi dapat digolongkan ke delignifik delignifi bobot
dalam 4 jenis, yaitu delignifikasi secara fisik, asi (g) kasi (g) (%)
delignifikasi secara kimia fisik, delignifikasi 80 1000 360 64
secara kimia, dan delignifikasi secara biologi 60 1000 730.9 26.91
(Taherzadeh dan Karimi 2008). Salah satu
metode delignifikasi yang telah dilakukan Selulosa dan hemiselulosa dilindungi
adalah penambahan pelarut natrium hipoklorit oleh lignin. Lignin ini berperan menjaga
(NaOCl). integritas dan membentuk struktur yang kaku.
Konsentrasi NaOCl yang digunakan Beberapa studi mengungkapkan bahwa lignin
dalam penelitian ini adalah 10%, konsentrasi akan menghambat aktivitas enzim dengan
ini ditentukan berdasarkan banyaknya lignin memblokir atau memperkecil ruang kerja
yang dapat diurai. Hal ini didasarkan enzim pada bahan lignoselulosa. Biomassa
penelitian Widyani (2002) yang berkaitan yang mengandung lignin cukup tinggi seperti
dengan penentuan konsentrasi NaOCl untuk TKKS umumnya resisten terhadap serangan
delignifikasi. Penelitian yang dilakukan enzim. Tujuan awal dalam perlakuan
Widyani (2002) menyimpulkan bahwa lignoselulosa adalah membuat komponen-
semakin tinggi konsentrasi NaOCl maka komponen yang tahan terhadap serangan
semakin banyak pula lignin yang mampu enzim menjadi mudah untuk dihidrolisis oleh
diurai, konsentrasi maksimum yang enzim. Perlakuan awal pada lignoselulosa
digunakan adalah 10% karena jika konsentrasi sering disebut delignifikasi. Proses
NaOCl yang digunakan lebih dari 10% akan delignifikasi akan menghilangkan struktur
merusak xilan yang berstruktur amorf. lignin dalam lignoselulosa sehingga laju
Delignifikasi menyebabkan perubahan hidrolisis enzim dapat meningkat. Parameter
10

yang akan mengalami perubahan selama hemiselulosa disebabkan pelarut NaOH akan
proses delignifikasi adalah luas permukaan menyerang lignin terlebih dahulu dan
yang dapat kontak dengan enzim, kristalinitas kemudian hemiselulosa. Komponen kimia
pada serat selulosa, kadar lignin, dan kadar TKKS yang paling penting untuk pembuatan
hemiselulosa (Taherzadeh dan karimi 2008). bioetanol adalah selulosa. Semakin tinggi
TKKS yang telah direndam dalam NaOCl kandungan selulosa pada bahan akan semakin
10% diletakkan dalam wadah ember dan baik untuk bahan baku pembuatan bioetanol.
didiamkan selama 12 jam pada suhu ruang. Kandungan selulosa setelah delignifikasi lebih
Lamanya perendaman dimodifikasi dari tinggi dibandingkan sebelum delignifikasi,
penelitian yang dilakukan oleh Richana et al. kemungkinan disebabkan penurunan
(2007), yaitu sekitar 5 jam pada suhu 280C. komponen lain selain selulosa akibat
Proses ini disebut maserasi dan dilakukan degradasi oleh pelarut (Taherzadeh dan
hanya 1 kali. Alasan dilakukannya modifikasi Karimi 2008).
perendaman agar hemiselulosa, lignin, dan Kadar abu contoh mengalami penurunan
selulosa larut lebih banyak sedangkan gula hingga 2.89%, sedangkan kadar serat
reduksi terutama xilan tertinggal dan tidak mengalami penurunan menjadi 34.85%. Kadar
larut. Sifatnya yang tidak larut dalam NaOCl abu contoh berkurang disebabkan hilangnya
disebabkan sifat xilan yang tahan terhadap bobot TKKS dari bobot awalnya (Tabel 4).
kondisi delignifikasi. Suhu yang digunakan Kemungkinan kadar serat mengalami
dalam perendaman adalah suhu ruang sekitar penurunan disebabkan kandungan lignin dan
280C, suhu yang sangat baik untuk hemiselulosa terdegradasi selama
perendaman serbuk TKKS, karena semakin delignifikasi. Namun persentase kandungan
tinggi suhu yang digunakan dapat merusak selulosa, hemiselulosa dan lignin terhadap
struktur hemiselulosa tersebut (Richana et al. kandungan serat tidak dilakukan. Kadar serat
2011). yang mencapai 35% diharapkan akan
Serbuk TKKS sebelum mengalami proses meningkatkan rendemen selulosa dan xilan
delignifikasi dan sesudahnya dianalisis kadar yang dihasilkan. Kadar air merupakan
air, abu, dan serat melalui metode AOAC parameter penting dalam delignifikasi dan air
(1995). Analisis ini diperlukan untuk dapat menganggu aktivitas enzim dan
mengetahui komposisi kimia dari bahan aksesibilitas enzim terhadap substrat,
lignoselulosa yang akan dihidrolisis secara sehingga air perlu disingkirkan dalam bahan
kimia maupun enzimatis. Selain itu data lignoselulosa. Kadar air pada serbuk 80 mesh
proksimat juga dapat dibandingkan dengan TKKS sebelum mengalami delignifikasi
penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. sebesar 10.72%. Namun setelah mengalami
Analisis proksimat dilakukan pada serbuk delignifikasi, kadar air contoh mengalami
TKKS yang berukuran 80 mesh karena penurunan hingga 5.24%. Penurunan kadar air
mengalami kehilangan bobot (%) lebih besar dapat disebabkan ikatan antara hemiselulosa
dibandingkan serbuk 60 mesh, yaitu 64%. dengan lignin menjadi renggang setelah
mengalami delignifikasi sehingga
Tabel 4 Analisis proksimat serbuk TKKS 80 hemiselulosa tidak dapat kembali mengikat
mesh air.
Komposisi Air (%) Abu Serat
(%) (%) Hidrolisis Kimiawi TKKS
Sebelum 10.72 4.21 51.51 Lignoselulosa pada TKKS yang telah
delignifikasi mengalami delignifikasi, selanjutnya dapat
Setelah 5.24 2.89 34.85 diberi perlakuan hidrolisis kimiawi. Hidrolisis
delignifikasi ini dilakukan untuk mengurangi lignin yang
masih terdapat dalam lignoselulosa,
Penelitian yang telah dilakukan mengurangi derajat kristalinitas pada selulosa,
melemahkan ikatan antara selulosa dan
sebelumnya oleh Darnoko et al. (2001)
menggunakan pelarut NaOH menyatakan hemiselulosa (Taherzadeh dan Karimi 2007a).
bahwa setelah proses delignifikasi kandungan Gong dan Tsao (2001) menyatakan bahwa
hemiselulosa dan lignin akan menurun. hidrolisis lignoselulosa akan menghasilkan
Persentase berkurangnya lignin sebanyak 10- campuran gula dengan glukosa dan xilosa
sebagai komponen utamanya. Kedua gula
15% dalam lignoselulosa sudah dikategorikan
monomer ini termasuk gula pereduksi. Selain
baik (Darnoko et al. 2001). Proses
berkurangnya lignin lebih cepat dibandingkan glukosa dan xilosa yang ditemukan pada
hidrolisat, senyawa arabinosa dan selobiosa
11

juga pernah ditemukan didalamnya (Darnoko selulosa dan hemiselulosa. Selanjutnya terjadi
et al. 2001). perusakan striktur lignin dan derajat
Perbedaan senyawa yang digunakan kristalinitas pada selulosa semakin berkurang
untuk hidrolisis kimiawi memberikan efek sehingga memperbesar area selulosa yang
dan pengaruh yang berbeda terhadap akan dihidrolisis dengan enzim.
lignoselulosa yang terdapat dalam TKKS. Berdasarkan uji gula pereduksi setelah
Umumnya senyawa yang digunakan adalah hidrolisis lignoselulosa dengan NaOH 4%
asam dan basa. Penggunaan hidrolisis dengan (Gambar 6), waktu hidrolisis selama 30 menit
asam sudah lebih dulu dilakukan merupakan waktu optimum untuk
dibandingkan senyawa basa. Menurut menghasilkan gula pereduksi sebesar 4.716
Taherzadeh dan Karimi (2007), keuntungan mg/L dari bobot TKKS 5 gram, sedangkan
menggunakan asam sulfat pekat adalah hidrolisis menggunakan NaOH 4% selama 60
tingkat konversi selulosa menjadi glukosa menit dan 90 menit masing-masing hanya
yang tinggi, namun biayanya cukup mahal. menghasilkan gula pereduksi 4.401 mg/L dan
Hidrolisis dengan asam encer memberikan 4.120 mg/L.. Adanya penurunan konsentrasi
hasil yang rendah dan banyak mengandung gula pereduksi yang dihasilkan jika waktu
produk sampingan yang dapat menghambat hidrolisis semakin lama dilakukan (lihat
aktivitas mikroba maupun khamir selama Gambar 6). Kemungkinan penyebabnya
fermentasi. Selain biaya mahal dan konversi adalah terjadinya reaksi browning non
yang rendah, penggunaan asam terlalu pekat enzimatis (Lievonen et al. 2002). Ciri-ciri
dapat menimbulkan masalah pencemaran reaksi browning non enzimatis ditandai
lingkungan melalui limbah cairannya. Salah dengan terlihatnya efek pencoklatan pada
satu solusi yang pernah dilakukan adalah warna sampel. Reaksi browning ini terjadi
hidrolisis TKKS menggunakan senyawa basa. karena semakin lama dipanaskan dengan suhu
Ketika lignoselulosa dihidrolisis dengan tinggi yang konstan, gula pereduksi berubah
basa encer (NaOH 4%) pada suhu tinggi yang bentuknya teroksidasi dan mengurangi
konstan menyebabkan degradasi ikatan ester pembentukan gula pereduksi (Lievonen et al.
antara lignin dan hemiselulosa serta terjadi 2002).
pelemahan ikatan silang antara matriks

5 4.716
[Gula pereduksi]

4.401
(mg/L)

4.5
4.12
4

3.5
Waktu Hidrolisis (Menit)
30 60 90
Gambar 6 Hubungan waktu hidrolisis kimiawi dengan konsentrasi gula pereduksi pada suhu 121 0C

Detoksifikasi dan Dekolorisasi Identifikasi senyawa toksik dalam hidrolisat


Hidrolisis kimiawi dan netralisasi pada dan menentukan metode detoksifikasi yang
hidrolisat memicu munculnya inhibitor dilakukan merupakan tahapan yang penting
aktifitas enzim maupun mikroorganisme yang untuk meningkatkan efisiensi dari hidrolisis
akan melakukan fermentasi. Inhibitor yang enzimatis dan fermentasi. Berbagai metode
ditemukan biasanya senyawa furfural atau detoksifikasi telah banyak dikenal dan
hidroksi metil furfural. Tujuan detoksifikasi dilakukan untuk mengurangi konsentrasi
pada penelitian ini adalah mengurangi toksik di dalam hidrolisat. Namun, efisiensi
senyawa inhibitor bagi khamir Saccharomyces pada metode yang digunakan tergantung
yang akan mengambat fermentasi menjadi komposisi hidrolisat menurut bahan baku
bioetanol, sedangkan tujuan dekolorisasi yang digunakan dan pada kondisi
adalah mengurangi intensitas warna yang hidrolisisnya (Saud 2011).
dihasilkan setelah hidrolisis kimiawi TKKS Salah satu detoksifikasi yang sering
sehingga pembacaan absorban pada dilakukan adalah metode penjerapan dengan
spektrofotometer lebih tepat dan akurat. arang aktif. Menurut Saud (2011), mekanisme
12

penjerapan arang aktif dapat diterangkan pereduksi yang ada di dalam hidrolisat setelah
sebagai berikut, molekul adsorbat berdifusi proses detoksifikasi dan pengaruh
melalui suatu lapisan batas ke permukaan detoksifikasi terhadap konsentrasi gula
luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pereduksi. Berdasarkan uji gula pereduksi,
pori-pori adsorben, biasanya disebut difusi hidrolisat yang mengalami detoksifikasi arang
internal. Proses adsorpsi pada arang aktif aktif 5% memiliki konsentrasi yang lebih
terjadi melalui 3 tahap dasar, yaitu zat terjerap kecil dibandingkan hidrolisat yang tidak
pada bagian luar, zat bergerak menuju pori- mengalami detoksifikasi. Pada Gambar 8
pori arang aktif dan zat terjerap ke bagian menunjukkan, konsentrasi arang aktif sebesar
dinding dalam dari arang aktif. 5% menyebabkan gula pereduksi berkurang
Hidrolisat yang telah mengalami proses akibat dijerat oleh arang aktif. Hal ini
netralisasi dengan HCl 1% dan CH3COOH dikarenakan semakin besar konsentrasi arang
1% dilakukan detoksifikasi dan dekolorisasi. aktif yang digunakan maka luas permukaan
Pada penelitian ini dilakukan uji gula yang dapat menjerap gula pereduksi semakin
pereduksi antara hidrolisat yang mengalami besar. Ukuran molekul gula pereduksi yang
detoksifikasi dan hidrolisat yang tidak lebih kecil dari ukuran pori arang aktif
mengalami detoksifikasi. Selanjutnya menyebabkan gula pereduksi dapat terjerap
dilakukan analisa pengaruh lama waktu oleh gaya kapiler yang dimiliki arang aktif.
kontak arang aktif terhadap konsentrasi gula

3.772 3.663
4 3.379
[Gula pereduksi] (mg/L)

2.793
3 2.249 2.325

0
30 60 90
Waktu Kontak (Menit)
Gambar 7 Hubungan lama kontak arang aktif 5% dengan konsentrasi gula pereduksi pada suhu
400C
Keterangan : : Tanpa Arang Aktif 5% ; : Arang Aktif 5%

Hasil analisa terhadap lama waktu kontak mengenai detoksifikasi hidrolisat asam dari
menunjukkan semakin lama waktu kontak ubi kayu menggunakan arang aktif untuk
arang aktif menyebabkan penurunan produksi bioetanol. Saud (2011) dalam
konsentrasi gula pereduksi di dalam hidrolisat penelitiannya menggunakan dua metode
(Gambar 7). Hidrolisat yang kontak dengan detoksifikasi, yaitu metode overliming
arang aktif 5% selama 30 menit memiliki gula menggunakan Ca(OH)2 yang selanjutnya
pereduksi terbesar dibandingkan hidrolisat dilakukan detoksifikasi dengan penjerapan
lainnya yang mengalami detoksifikasi, yaitu arang aktif. Hasilnya menunjukkan penurunan
sebesar 2.793 mg/L. Namun pada perlakuan gula pereduksi sebesar 6.23% dengan metode
lama waktu kontak 90 menit konsentrasi arang overliming (sebelum perlakuan 218.09 g/L
aktif terjadi peningkatan konsentrasi gula dan sesudah perlakuan 204.50 g/L), kemudian
pereduksi di dalam hidrolisat dibandingkan gula pereduksi semakin menurun menjadi
waktu kontak 60 menit. Kemungkinan terjadi 145.51 g/L dengan persentase penurunan
kenaikan gula pereduksi pada perlakuan 90 33.3% setelah dilanjutkan detoksifikasi
menit karena kondisi arang aktif yang telah dengan penjerapan arang aktif 5% dengan
jenuh sehingga tidak dapat mengadsorpsi waktu kontak terbaik 30 menit. Selain
lebih banyak lagi gula pereduksi. konsentrasi gula pereduksi yang menurun,
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil konsentrasi furfural dan hidroksi metil
penelitian yang dilakukan Saud (2011)
13

furfural (HMF), juga menurun dengan kedua kristalin selulosa resisten terhadap aksi
detoksfikasi tersebut. individual selulase, sehingga perlu dilakukan
Selain dilakukan detoksifikasi pada perlakuan pendahuluan dengan suhu yang
hidrolisat, metode dekolorisasi juga dapat tinggi dan hidrolisis dengan kimiawi.
dilakukan. Kedua metode ini dapat dijadikan Rangkaian proses hidrolisis selulosa dengan
sebuah kesatuan sistem dalam menganalisa selulase terdiri dari adsorpsi selulase pada
gula pereduksi. Metode dekolorisasi permukaan selulosa, biodegradasi selulosa
dilakukan karena saat pembacaan awal gula menjadi gula pereduksi, dan desorpsi selulase.
pereduksi pada hidrolisat dengan Degradasi selulosa menjadi glukosa,
spektrofotometri sangat tinggi, sehingga data umumnya merupakan proses sinergis antara
yang didapat tidak akurat. Ketika hidrolisis endoglukanase, eksoglukanase dan β-
kimiawi selesai, intensitas warna hidrolisat glukosidase yang ketiganya merupakan bagian
coklat gelap akibat reaksi browning, akibatnya dari selulase (Rabinovich et al. 2002).
cahaya yang diserap sangat pekat dan cahaya Endoglukanase menyerang bagian yang
yang diteruskanoleh kuvet sangat kecil. sedikit kristalin pada serat selulosa.
Setelah dekolorisasi, intensitas warna Selanjutnya eksoglukanase memotong rantai
hidrolisat menjadi lebih cerah sehingga utama selulosa dengan menghasilkan
pembacaan larutan akan lebih tepat. beberapa unit selobiosa. Terakhir selobiosa
didegradasi menjadi unit yang lebih kecil
Hidrolisis Enzimatis TKKS yaitu glukosa oleh enzim β-glukosidase
Hidrolisis enzimatis merupakan salah satu (Taherzadeh dan Karimi 2007b). Hasil
tahapan konversi selulosa maupun análisis gula pereduksi melalui hidrolisis
hemiselulosa menjadi gula pereduksi dengan selulase menggambarkan bahwa semakin
menggunakan enzim. Enzim yang digunakan lama waktu hidrolisis yang dilakukan maka
dapat diisolasi dari bakteri atau khamir dan semakin banyak gula pereduksi yang
enzim murni komersial yang diproduksi dihasilkan (Gambar 8). Hasil ini serupa
massal oleh pabrik. Penelitian ini dengan hasil penelitian Richana et al. (2011)
menggunakan dua jenis enzim yang berbeda yang menyatakan bahwa perlakuan basa,
untuk dapat menghidrolisis holoselulosa yang autoklaf, dan enzim pada holoselulosa selama
terdapat dalam TKKS. 6 hari menghasilkan 20.56% gula pereduksi.
Pertama, enzim selulase digunakan untuk Selama 6 hari hidrolisis juga terjadi
menghidrolisis selulosa menjadi glukosa. peningkatan gula pereduksi.
Struktur yang rapat pada selulosa, bagian

56.7
[Gula pereduksi] (mg/L)

60
50 37.05 35.08
40 28.76
30 19.89 21.04
16.41 15.69
20
10
0
48 96
Waktu Hidrolisis (Jam)

TKKS + HCl + selulase 0.25% TKKS + HCl + selulase 0.5%


TKKS + CH3COOH + selulase 0.25% TKKS + CH3COOH + selulase 0.5%

Gambar 8 Hubungan waktu hidrolisis dengan konsentrasi gula pereduksi melalui hidrolisis
selulase

Pada penelitian ini, sebelum hidrolisis jenis asam dengan konsentrasi sebesar 1%.
enzim dilakukan netralisasi menggunakan dua Netralisasi dilakukan hingga mencapai
14

kondisi pH optimum enzim selulase, yaitu pH dan sejumlah oligosakarida rantai pendek.
5. Selama 96 jam hidrolisis, netralisasi Endoxilanase mampu memutus ikatan β- 1,4
menggunakan asam klorida (HCl) 1% akan pada bagian dalam rantai xilan secara teratur.
menghasilkan lebih banyak gula pereduksi Berdasarkan Gambar 9, terdapat beberapa
jika dibandingkan netralisasi menggunakan perbedaan hasil gula pereduksi terhadap
asam asetat (CH3COOH) 1%. Perbedaan gula lamanya hidrolisis. Hidrolisis melalui
pereduksi yang dihasilkan dari dua perlakuan penambahan 0.25% xilanase dan netralisasi
tersebut dapat disebabkan kemampuan asam menggunakan HCL 1% atau CH3COOH 1%
kuat (HCl) yang lebih kuat untuk memutus selama 96 jam mengalami peningkatan gula
ikatan antara selulosa dan hemiselulosa dan pereduksi. Lain halnya terjadi pada hidrolisis
mengkonversikannya menjadi gula pereduksi dengan penambahan 0.5% xilanase dan
walaupun dilakukan pada temperatur yang netralisasi menggunakan HCL 1% atau
rendah. Selain itu asam kuat memiliki CH3COOH 1% selama 96 jam mengalami
kemampuan lebih baik untuk menurunkan penurunan gula pereduksi. Terkait penurunan
derajat krisatalinitas selulosa sehingga gula pereduksi adanya kemungkinan produk
memberikan akses enzim lebih besar untuk hasil hidrolisis menghambat aktifitas enzim
menghidrolisis (Taherzadeh dan Karimi itu sendiri. Dalam hal ini, produk hidrolisis
2007a). enzim, yaitu xilosa dapat menghambat
Penambahan selulase dengan konsentrasi aktifitas selulase yang mengakibatkan gula
yang berbeda juga dianalisis pada penelitian pereduksi menurun (Sun dan Cheng 2002).
ini. Penambahan dengan konsentrasi 0.5% Beberapa metode telah dikembangkan untuk
selulase lebih banyak menghasilkan gula mengurangi produk yang menghambat kerja
pereduksi jika dibandingkan dengan enzim, salah satunya melalui simultaneous
penambahan 0.25% baik pada netralisasi saccharification and fermentation (SSF).
menggunakan HCl atau CH3COOH. Menurut Mengenai prosesnya, gula pereduksi yang
Sun dan Cheng (2002), penambahan jumlah dihasilkan selama hidrolisis selulosa maupun
dosis selulase ke dalam proses hidrolisis dapat hemiselulosa akan langsung dilanjutkan
meningkatkan hasil dan laju hidrolisis, namun fermentasi dalam suatu batch yang sama dan
juga bisa meningkatkan biaya selama proses. menghasilkan etanol pada proses akhirnya
Gula pereduksi terbesar yang dihasilkan (Sun dan Cheng 2002).
melalui hidrolisis enzim selulase, yaitu 56.7 Keuntungan yang diperoleh dengan
mg/L (Gambar 9) lebih banyak dibandingkan menggunakan SSF adalah meningkatkan laju
hasil hidrolisis kimiawi yang hanya 4.716 hidrolisis melalui konversi gula pereduksi
mg/L (Gambar 6). Hal ini berkaitan dengan yang secara simultan, sedikit enzim yang
teori lock and key pada enzim. Enzim akan digunakan, hasil hidrolisis dan fermentasi
bekerja pada kondisi spesifik, yaitu substrat menjadi tinggi, pengerjaan waktu yang lebih
yang sesuai, pH dan suhu optimum. Selulase singkat, dan penggunaan batch yang lebih
yang diproduksi oleh Novozyme bekerja pada efisien karena hanya menggunakan single
substrat selulosa, pH 5 dan suhu 600C. batch (Sun dan Cheng 2002). Metode lain
Selanjutnya selulosa akan dihidrolisis menjadi yang dapat digunakan adalah penggunaan
glukosa yang merupakan gula pereduksi. enzim xilanase dan selulase secara bersamaan.
Enzim kedua yang digunakan pada Berdasarkan penelitian yang dilakukan
penelitian ini adalah xilanase. Xilanase Richana et al. (2011), kadar gula hasil reduksi
merupakan enzim yang memiliki kemampuan hasil hidrolisis kimia (NaOH) dilanjutkan
menghidrolisis hemiselulosa dalam hal ini hidrolisis enzimatis dengan cara simultan
berupa xilan menjadi monomer gula, yaitu yang dihasilkan setelah 6 hari hidrolisis
xilosa. Xilanase dapat diklasifikasikan sebesar 14.42%. Hasil tersebut lebih tinggi
berdasarkan substrat yang dihidrolisis, yaitu dibandingkan hidrolisis enzimatis secara
β-xilosidase, eksoxilanase, dan endoxilanase bertahap, kadar gula pereduksi yang
(Richana et al. 2007). dihasilkan selama 6 hari hanya sebesar 4.66%.
β-xilosidase, yaitu xilanase yang mampu Adanya potensi yang lebih baik jika TKKS
menghidrolisis xilo-oligosakarida rantai dihidrolisis enzimatis secara bersamaan untuk
pendek xilosa. Aktivitas enzim akan menurun penelitian selanjutnya.
dengan meningkatnya rantai xilo- Pada penelitian ini, sebelum dilakukan
oligosakarida (Richana et al. 2007). hidrolisis dengan xilanase, sampel diberi
Eksoxilanase mampu memutus rantai polimer perlakuan netralisasi dengan senyawa asam,
xilosa (xilan) pada ujung reduksi, sehingga yaitu HCl 1% dan CH3COOH 1%. Tujuannya
menghasilkan xilosa sebagai produk utama untuk menurunkan pH yang awalnya basa
15

hingga pH optimum untuk xilanase dikisaran hanya menghasilkan 4.716 mg/L gula
5.5 - 6.0. Sama seperti hidrolisis selulase pereduksi. Alasannya enzim secara spesifik
(Gambar 8), hidrolisis holoselulosa dengan mampu mengubah substrat yang dikenali
xilanase (Gambar 9) juga memberikan gula menjadi sebuah produk. Bukan hanya
pereduksi lebih tinggi dibandingkan hidrolisis substrat, laju hidrolisis enzim juga dapat
kimiawi. Hidrolisis dengan xilanase ditemui diperbaiki melalui optimasi pada pH dan
pada 0.5% xilanase dan netralisasi HCl 1% suhu. Enzim xilanase yang digunakan pada
menghasilkan 50.5 mg/L gula pereduksi lebih penelitian ini diproduksi oleh Novozyme yang
tinggi dibandingkan hidrolisis kimiawi yang optimum pada pH 6 dan suhu 50oC.
[Gula pereduksi] (mg/L)

60 50.5
50 39.29
40 27.1 28.47 28.56 26.13
30 19.37 22.43
20
10
0
48 96
Waktu Hidrolisis (Jam)

TKKS + HCl + xilanase 0.25% TKKS + HCl + xilanase 0.5%


TKKS + CH3COOH + xilanase 0.25% TKKS + CH3COOH + xilanase 0.5%

Gambar 9 Hubungan waktu hidrolisis dengan konsentrasi gula pereduksi melalui hidrolisis
xilanase

SIMPULAN DAN SARAN menggunakan enzim selulase dan xilanase


secara bersamaan.
Simpulan
Konsentrasi enzim xilanase dan selulase DAFTAR PUSTAKA
dapat mempengaruhi rendemen gula
AOAC. 1995. Official Method of
pereduksi dari TKKS. Semakin besar
Analysis.Association of Official
konsentrasi enzim yang digunakan maka
AnaliticalChemists.Washington D.C.
semakin besar gula pereduksi yang dihasilkan.
Rendemen gula pereduksi terbesar yang Beg QK, Kapoor M, Mahajan L, Hoondal GS.
dihasilkan dengan penambahan 0.5 % xilanase 2000. Microbial Xylanases and Their
dan 0.5% selulase, masing-masing sebesar Industrial Applications. Biotechnol. 56:
50.5 mg/L dan 56.7 mg/L. Waktu hidrolisis 326-338.
enzim memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap gula pereduksi dari TKKS. Waktu Bhat MK. 2000. Cellulases and Related
hidrolisis terbaik menggunakan enzim Enzymes in Biotechnology. Biotechnol
selulase selama 96 jam dengan gula pereduksi Adv. 18:355-383.
sebesar 56.7 mg/L, sedangkan waktu
hidrolisis menggunakan enzim xilanase lebih Bintang M. 2010. Biokimia: Teknik
singkat, yaitu selama 48 jam dengan gula Penelitian. Jakarta: Erlangga..
pereduksi sebesar 50.5 mg/L.
Saran Darnoko D, Herawan T, Guritno P. 2001.
Perlu dilakukan analisis kadar lignin, Teknologi Produksi Biodiesel dan
selulosa dan hemiselulosa sebelum dan Prospek Pengembangannya di
setelah delignifikasi. Perlu dilakukan analisis Indonesia. Warta PPKS 9 (1): 17-27.
hidroksi metil furfural dan furfural untuk
Ditjen Perkebunan. 2010. Prospek
memperkuat hasil detoksifikasi. Selanjutnya
Perkebunan dan Industri Minyak
perlu dilakukan hidrolisis enzimatis TKKS
16

Kelapa Sawit di Indonesia. Tangerang: Pretreatment of Lignocellulosic


PT. Bisinfocus Data Pratama. Biomass. Bioresource Technology 96(6):
673 - 686.
Fengel D, Wegener G. 2002. Wood
Chemistry. New York: Walter De Gruter. Purwito dan Firmanti A. 2005. Pemanfaatan
Limbah Sawit Untuk Bahan Pencegah
Goldstein IS. 2000. Chemicals from
Serangan Rayap Tanah. Pusat Penelitian
Lignocellulose. Bioeng. Symp : 293- 301.
dan Pengembangan Perkebunan. 89 hal.
Gong CS, Tsao GT. 2001. Cellulose and
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2008. Aplikasi
Biosynthesis Regulation. Annual Report
Kompos TKS Pada Kelapa Sawit TM.
on Fermentation Process. New York:
Publikasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Academic Press.
Medan.
Hartojo K. 2005. Pemberdayaan Ubi Kayu
Rabinovich ML, Melnik MS, Bolobova AV.
Mendukung Ketahanan Pangan Nasional
2002. Microbial Cellulases. Microbiol.
dan Pengembangan Agribisnis
38(4): 305-321.
Kerakyatan. Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Richana N, Irawadi TT, Nur MA, Sailah I,
Jakarta: Badan Penelitian dan Syamsu K, Arkenan Y. 2007. Ekstraksi
Pengembangan Pertanian xilan dari tongkol jagung. J.
Pascapanen. 4(1). 38 - 43.
Hirsham FM, Eid MA. 2008. Lignocellulosic
Biomass Conversion Technologies to Richana N, Prastowo B, Purwantana B,
Biofuels, Potential in Egypt. Annual Nuralamsyah A. 2011. Diversifikasi
Report on UNIDO. IMC Press, Kairo. Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk
Biofuel Generasi 2 dan Reduksi 3 MCPD.
Howard RL, Abotsi E, van Rensburg JEL,
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Howard S. 2003. Lignocellulose
Perkebunan. 106 hal.
Biotechnology: Issues of Bioconversion
and Enzyme Production. J. Biotechnol. Samsuri M, Gozan M, Prasetya B, Nasikin M.
2(12): 602-619. 2007. Sakarifikasi dan Fermentasi Bagas
Menjadi Etanol Menggunakan Enzim
Irawati D. 2006. Pemanfaatan Serbuk Kayu
Selulase dan Selobiase. J. Teknologi
Untuk Produksi Etanol. [Tesis]. Bogor.
FTUI. 11(1): 17-24
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Saud RJ. 2011. Detoksifikasi Hidrolisat Asam
dari Ubi Kayu dengan Metode Arang
Kulkarni N, Rao M. 1999. Appication of
Aktif Untuk Produksi Bioetanol. [Tesis].
Xylanase from alkaliphilic thermophilic
Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut
Bacillus sp. for pulp. Biotechnol. 51:
Pertanian Bogor.
167-173.
Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit.
Lievonen SM, Laaksonen TJ, Ross YH. 2002.
Yogyakarta: Kanisius.
Non enzymatic browning in the vicinity
of glass transition: Effects of fructose, Silverstein RA, Chen Y, Sharma RR, Boyette
glucose, and xylose as reducing sugar. MD, Osborne J. 2007. A Comparison of
Journal of Agriculture and Food Chemical Pretreatment Methods for
Chemistry. 50: 7034-7041 Improving Saccharification of Cotton
Stalks. Bioresource Technol. 99: 3729-
Loebis EH. 2008. Optimasi Proses Hidrolisis
3736.
Kimiawi dan Enzimatis TKKS Menjadi
Glukosa Untuk Produksi Etanol. [Tesis]. Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of
Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Lignocellulosic Materials for Ethanol
Pertanian Bogor. Production. Bioresource Tech. 83: 1-11.
Millet MA, Baker AJ, Scatter LD, 1999. Syafwina, Honda Y, Watanabe T, Kuwahara
Physical and chemical pretreatment M. 2002. Pretreatment of Oil Palm
for enhancing cellulose saccharification. Empty Fruit Bunch by White Rot Fungi
Bioeng. Symp. 6: 125 - 153. for Enzymatic Saccharification. Wood
Res. 89: 19-20.
Mosier N, Wyman C, Dale B, Elander R, Lee
YY, Holtzapple MT, Ladisch M. 2005. Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007a. Process for
Features of Promising Technologies for Ethanol from Lignocellulosic Materials :
17

Acid based Hydrolysis Process.


Bioresources. 2(3): 472-499.
Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007b. Process for
Ethanol from Lignocellulosic Materials :
Enzyme based Hydrolysis Process.
Bioresources. 2(4): 707-738.
Taherzadeh MJ, Karimi K. 2008. Pretreatment
of Lignocellulosic Wastes to Improve
Ethanol and Biogas Production.
International Journal of Molecular
Sciences. 9: 1621-1651.
Tarkow H, Feist WC. 2006. A Mechanism
for Improving the Digestibility of
Lignocellulosic Materials with Dilute
Alkali and Liquid NH3. Advance
Chemistry Series 95. American Chemical
Society, pp.197 - 218.
Widyani IGA. 2002. Ekstraksi Xilan dari
Tongkol Jagung dan Kulit Ari Kedelai.
[Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Zhang YHP, Lynd LR. 2004. Toward an
Aggregated Understanding of Enzymatic
Hydrolysis of Cellulose. Biotechnology
and Bioengineering. 88 :797-824.
Zhao X, Zhang L, Liu D. 2007. Comparative
Study on Chemical Pretreatment Methods
for Improving Enzymatic Digestibility of
Cotton Stalks. Bioresource Technol. 99:
3729-3736.
LAMPIRAN
19

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Penjemuran, Penggilingan, Pengayakan TKKS

Analisis Proksimat (AOAC 1995)

Delignifikasi TKKS (Modifikasi Richana et al. 2007)

Analisis Proksimat (AOAC 1995)

HidrolisisHidrolisis
KimiawiKimiawi
(Modifikasi
dan Richana et al. 2011)
Pengukuran
dan Pengukuran Gula Reduksi
Gula Reduksi (Metode(Metode
DNS) DNS)

Dekolorisasi dan Detoksifikasi Hidrolisat Kimiawi


(Saud 2011)

Hidrolisis Enzimatis dan Pengukuran Gula Reduksi


(Metode DNS)
20

Lampiran 2 Dokumentasi Selama Penelitian

TKKS Penggilingan TKKS

TKKS Setelah Delignifikasi Hidrolisis Kimiawi

Sesudah Autoklaf Detoksifikasi dan Dekolorisasi


21

Lampiran 3 Kurva standar glukosa untuk hidrolisis kimiawi pada panjang


gelombang (λ) 540 nm

Ulangan Konsentrasi Glukosa (ppm)


10 25 50 100 150 200
1 0.090 0.182 0.278 0.422 0.537 0.671
Absorban 2 0.090 0.182 0.278 0.422 0.537 0.671
Rata-Rata 0.090 0.182 0.278 0.422 0.537 0.671

Kurva Standar Glukosa


0.8
0.7
0.6
0.5
Absorban

0.4
0.3
0.2
0.1 y = 0.1175x - 0.0481
R² = 0.9944
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Sampel Glukosa

Keterangan :
1 : 10 ppm 4 : 100 ppm
2 : 25 ppm 5 : 150 ppm
3 : 50 ppm 6 : 200 ppm
22

Lampiran 4 Kurva standar glukosa untuk detoksifikasi dan dekolorisasi pada


panjang gelombang (λ) 540 nm

Ulangan Konsentrasi Glukosa (ppm)


10 25 50 100 150 200
1 0.082 0.170 0.265 0.402 0.537 0.671
Absorban 2 0.082 0.170 0.265 0.402 0.537 0.671
Rata-Rata 0.082 0.170 0.265 0.402 0.537 0.671

Kurva Standar Glukosa


0.8
0.7
0.6
Absorban

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1 y = 0.1195x - 0.0638
R² = 0.9918
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Sampel Glukosa

Keterangan :
1 : 10 ppm 4 : 100 ppm
2 : 25 ppm 5 : 150 ppm
3 : 50 ppm 6 : 200 ppm
23

Lampiran 5 Kurva standar glukosa untuk hidrolisis enzimatis selama 2 hari pada
panjang gelombang (λ) 540 nm

Ulangan Konsentrasi Glukosa (ppm)


50 100 200 300 400 500
1 0.036 0.146 0.474 0.775 1.111 1.551
Absorban 2 0.036 0.146 0.474 0.775 1.111 1.551
Rata-Rata 0.036 0.146 0.474 0.775 1.111 1.551

Kurva Standar Glukosa


1.8
1.6
1.4
1.2
Absorban

1
0.8
0.6
0.4
0.2 y = 0.3077x - 0.3949
R² = 0.9774
0
-0.2 0 1 2 3 4 5 6 7
Sampel Glukosa

Keterangan :
1 : 50 ppm 4 : 300 ppm
2 : 100 ppm 5 : 400 ppm
3 : 200 ppm 6 : 500 ppm
24

Lampiran 6 Kurva standar glukosa untuk hidrolisis enzimatis selama 4 hari pada
panjang gelombang (λ) 540 nm

Ulangan Konsentrasi Glukosa (ppm)


50 100 200 300 400 500
1 0.032 0.130 0.344 0.588 0.851 1.195
Absorban 2 0.032 0.130 0.344 0.588 0.851 1.195
Rata-Rata 0.032 0.130 0.344 0.588 0.851 1.195

Kurva Standar Glukosa


1.4

1.2

0.8
Absorban

0.6

0.4

0.2 y = 0.2351x - 0.2998


R² = 0.975
0
0 1 2 3 4 5 6 7
-0.2
Sampel Glukosa

Keterangan :
1 : 50 ppm 4 : 300 ppm
2 : 100 ppm 5 : 400 ppm
3 : 200 ppm 6 : 500 ppm

Anda mungkin juga menyukai