Anda di halaman 1dari 305

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM BIOKIMIA
(ABKK 3506)

Dosen Pembimbing:
Dra. Hj. Leny, M.Si.
Dr. Syahmani M.Si.

Asisten:
Hakki Norhasanah
Helen Natalia Siregar

Oleh:
Kelas A1-2020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
JANUARI 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan tepat waktu. Laporan akhir ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Biokimia dengan dosen
pengampu Ibu Dra. Hj. Leny, M.Si. dan Bapak Dr. Syahmani, M.Si. dengan isi
yang mencakup percobaan I hingga percobaan X.
Laporan akhir ini, kami harapkan dapat menambah referensi yang berarti
bagi Bapak/Ibu dan rekan mahasiswa untuk mata kuliah Praktikum Biokimia,
khususnya di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan secara
umum di Universitas Lambung Mangkurat, dan bagi mahasiswa. Laporan akhir
ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran serta penambah khasanah
pengetahuan di bidang kimia khususnya pada kegiatan praktikum di laboratorium.
Harapannya, setelah memahami laporan akhir ini dengan baik, pembaca
dapat mengaplikasikan pemahamannya di segala bidang permasalahan terkait
substansi yang dijabarkan pada laporan akhir ini, dan berkontribusi untuk
perkembangan ilmu pengetahuan bangsa. Kami berharap adanya saran dan
pendapat dari para pembaca terhadap laporan akhir ini agar menjadi lebih baik
lagi.

Banjarmasin, 8 Januari 2023

Penyusun,

Kelas A1 Pendidikan Kimia

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………... ii
PERCOBAAN I
Karbohidrat…………………………………………………………………... 1
PERCOBAAN II
Isolasi Pati…………………………………………………………………… 28
PERCOBAAN III
Vitamin B1…………………………………………………………………… 49
PERCOBAAN IV
Vitamin C……………………………………………………………………. 67
PERCOBAAN V
Protein dan Asam Amino……………………………………………………. 90
PERCOBAAN VI
Kromatografi Kertas Daripada Asam-Asam Amino………………………… 125
PERCOBAAN VII
Titrasi Potensiometri Asam Amino………………………………………….. 154
PERCOBAAN VIII
Isolasi Kasein dari Susu………………………………………………………204
PERCOBAAN IX
Kolesterol……………………………………………………………………. 224
PERCOBAAN X
Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan Bromelin.. 256

ii
PERCOBAAN I

1
PERCOBAAN I

Judul : Karbohidrat
Tujuan : Untuk mengidentifikasi terdapatnya karbohidrat dalam suatu
sampel.
Hari/Tanggal : Jum’at/30 September 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik/Biokimia FKIP ULM Banjarmasin.

I. DASAR TEORI
Karbohidrat merupakan sumber energi kalori utama. Jumlah kalori yang
dapat dihasilkan oleh 1 g karbohidrat adalah 4 kali (kkal). Beberapa golongan
karbohidrat menghasilkan serat-serat yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat
mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan,
misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Yasrin, & Mukaramah, 2018).
Karbohidrat umumnya digolongkan berdasarkan strukturnya yaitu monosakarida,
Oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida merupakan gula yang sederhana
yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana. Oligosakarida
mengandung paling sedikit 2 dan biasanya 8 Sampai 10 satuan monosakarida.
Sedangkan polisakarida mengandung ratusan bahkan ribuan satuan monosakarida
(Leny et al., 2022).
Karbohidrat adalah kelompok senyawa yang dapat dihidrolisis menjadi
polisakarida, aldehid, dan keton. karbohidrat pada tumbuhan berupa amilum atau
pati (Wijayanti et al., 2019). Karbohidrat termasuk dalam penyusun dasar berbagai
gula dan serat yang ditemukan di alam. Karbohidrat berperan dalam menjaga proses
metabolisme dan integritas struktural organisme hidup (Shum et al., 2021).
Karbohidrat adalah disakarida yaitu gula. Senyawa sakarida adalah polihidroksi
yang mengandung unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), dengan rumus
empiris total (CH2O)n (Meggy & Thenawidjaja, 1990).
Pada umumnya karbohidrat berupa serbuk putih yang mempunyai sifat
sukar larut dalam pelarut nonpolar, tetapi mudah larut dalam air. Kecuali
polisakarida yang tidak larut dalam air. Monosakarida dan disakarida memiliki rasa
manis, sehingga sering disebut gula. Kebanyakan monosakarida dan disakarida

2
kecuali sukrosa adalah gula pereduksi. Sifat mereduksi disebabkan adanya gugus
aldehida atau keton bebas dalam molekul larutannya (Lehringer, 1982). Sumber-
sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serelia, umbi-umbian, kacang-
kacangan kering dan gula. Karbohidrat paling sederhana adalah monosakarida
diantaranya glukosa dengan rumus molekul (C6H12O6) (Nurfadilah et al., 2019).
Karbohidrat menyediakan energi untuk banyak reaksi dan proses yang
mengalir di dalam sel. Dalam karbohidrat, organisme dapat mengatur metabolisme
sesuai dengan ketersediaan komponen makanan. Efek fisiologi karbohidrat
tergantung pada jenis dan dosisnya. Asupan karbohidrat yang rendah dapat
membatasi energi organisme yang tersedia (Ramesh et al., 2019). Manusia
memiliki kemampuan terbatas untuk mendegradasi polisakarida kompleks dan
karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti pati resisten, polisakarida yang tidak
dapat dicerna, dan oligosakarida dan serat tanaman. Karbohidrat kompleks
dikonversi menjadi polisakarida melalui degradasi primer, yang kemudian diubah
menjadi oligosakarida (Wang, et al, 2020).
Analisis kualitatif karbohidrat umumnya didasarkan atas reaksi-reaksi
warna yang dipengaruhi oleh produk-produk hasil penguraian gula dalam asam-
asam kuat dengan berbagai senyawa organik, sifat mereduksi dari gugus karbonil
dan sifat oksidasi dari gugusan hidroksil yang berdekatan. Reaksi dengan asam-
asam kuat seperti asam sulfat, hidroklorat, dan fosfat pada karbohidrat
menghasilkan pembentukan produk terurai yang berwarna. Beberapa analisis
kualitatif karbohidrat yang sering dilakukan adalah Uji Molisch, Uji Seliwanof, Uji
Antron, dan Uji Fenol (Fitriana & Fitri, 2020).
1. Uji Antron
Uji Antron merupakan uji umum untuk karbohidrat. Antron merupakan bentuk
keton, bereaksi dengan karbohidrat dan menghasilkan suatu produk yang
berwarna hijau atau hijau biru.
2. Uji Pikrat
Uji Pikrat yaitu gula-gula pereduksi yang mengubah asam pikrat menjadi asam
pikramat (Syahmani, 2022).
3. Uji Tollens

3
Uji dengan pereaksi Tollens didasarkan pada mudahnya gugus aldehida
dioksidasi menjadi asam karbonat.
4. Uji Benedict
Uji Benedict berdasarkan reduksi Cu+ + kertas menjadi Cu+.
5. Uji Barfoed
Dengan menggunakan reagen Barfoed yang mengandung koper asetat dalam
asam asetat, maka kita dapat membedakan monosakarida dari disakarida
(Syahmani, 2021).
Dalam uji karbohidrat, terdapat berbagai sampel digunakan yaitu sebagai
berikut:
1. Amilum
Amilum adalah polisakarida yang terdiri dari banyak glukosa, sehingga mikroba
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengkonsumsinya karena harus
memecah amilum menjadi maltosa dan dekstrin terlebih dahulu dengan bantuan
enzim amilase.
2. Glukosa
Glukosa suatu monosakarida merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan yang memiliki
struktur kimia C6H12O6. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis
dan awal bagi respirasi. Glukosa-6 fosfat adalah perantara pertama dari
metabolisme glukosa dan memainkan peran sentral dalam metabolisme energi
hati (Rajas, et al, 2019).
3. Fruktosa
Fruktosa dimetabolisme melalui perubahan menjadi zat antara glikolisis.
4. Laktosa
Laktosa merupakan gula bentuk disakarida dan jenis gula yang mudah
dimetabolisme oleh bakteri asam laktat.
5. Galaktosa
Galaktosa difosforilasi menjadi galaktosa 1-fosfat dengan bantuan enzim
galaktokinase dan dapat diubah menjadi glukosa 1-fosfat. Kemudian glukosa 1-

4
fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat dan selanjutnya masuk ke jalur glikolitik
(Ainun & Suyati, 2018).
Metode untuk otomatis rantai oligosakarida yang meningkatkan kebutuhan
penyusun karbohidrat. Produksi penyusun karbohidrat disintetis dengan
menggunakan glinan dalam mensintesis monosakarida secara selektif dan otomatis
(Pan et al., 2020).

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Pipet tetes 15 buah
2. Gelas ukur 10 mL 14 buah
3. Rak tabung reaksi 5 buah
4. Tabung reaksi 36 buah
5. Pipet volume 1 buah
6. Gelas kimia 50 mL 2 buah
7. Gelas kimia 100 mL 1 buah
8. Gelas kimia 200 mL 8 buah
9. Hot plate 1 buah
10. Penjepit tabung reaksi 15 buah
B. Bahan
1. Larutan glukosa 1%
2. Larutan fruktosa 1%
3. Larutan galaktosa 1%
4. Larutan maltose 1%
5. Larutan laktosa 1%
6. Larutan sukrosa 1%
7. Larutan amilum 1%
8. Larutan antron 0,2%
9. Larutan Tollens
10. Larutan perak nitrat
11. Larutan natrium hidrosida

5
12. Larutan benedict
13. Reagen barfoed
14. Reagen molish
15. Asam asetat glasial
16. Asam sulfat 50%
17. Kertas saring
18. Aqades

III. PROSEDUR KERJA


1. Reaksi Pengenalan Terhadap Karbohidrat
A. Uji Molish
1) Memasukkan 2 mL larutan-larutan glukosa, matosa, fruktosa,
galaktosa, laktosa, sukrosa, dan amilum ke dalam masing-masing
tabung reaksi.
2) Menambahkan dua tetes reagen molish ke dalam masing-masing
tabung reaksi yang berisi larutan karbohidrat.
3) Mengaduk dengan baik.
4) Menambahkan 2 mL asam sulfat ke dalam masing-masing reaksi
yang telah berisi campuran dengan hati-hati dan perlahan melalui
dinding tabung.
B. Uji Antron
1) Memasukan 0,2 mL larutan-larutan karbohidrat ke dalam 7 tabung
reaksi yang berbeda.
2) Menambahkan 2 mL reagen antron dengan hati-hati ke dalam tabung
reaksi yang telah berisi larutan karbohidrat.
3) Memasukan hancuran kertas saring ke dalam tabung reaksi ke-8.
4) Menambahkan 2 mL reagen antron ke dalam reaksi ke-8.
5) Mengocok setiap tabung reaksi dengan hati-hati
6) Membiarkan beberapa saat.
7) Memperhatikan perubahan warna yang terjadi.

6
8) Mengencerkan dengan asam sulfat 50% apabila menghasilkan
produk berupa susu.

2. Reaksi Monosakarida Berdasarkan Sifat Reduksi


A. Uji Tollens
1) Memasukkan 4 tetes larutan-larutan karbohidrat ke dalam masing-
masing tabung reaksi.
2) Menambahkan 2 mL pereaksi tollens dengan mencampurkan 15 mL
larutan AgNO3 dan 15 mL NaOH ke dalam masing-masing tabung
reaksi.
3) Memanaskan campuran jika kaca perak tidak terbentuk.
B. Uji Benedict
1) Memasukkan 4 tetes larutan-larutan karbohidrat ke dalam masing-
masing tabung reaksi.
2) Menambahkan 2 mL reagen benedict ke dalam tiap tabung reaksi
yang telah berisi larutan karbohidrat.
3) Mengocok tabung reaksi.
4) Menampatkan tabung reaksi ke dalam penangas air didih selama 3
menit.
5) Membiarkan tabung reaksi dingin.
6) Membandingkan perubahan warna yang terjadi.
C. Uji Barfoed
1) Memasukkan 1 mL larutan-larutan karbohidrat ke dalam tabung
reaksi.
2) Menambahkan 3 mL reagen barfoed ke dalam masing-masing
tabung reaksi yang telah berisi larutan karbohidrat.
3) Menempatkan semua tabung reaksi didalam penangas air mendidih
selama 1 menit atau lebih, sampai terlihat adanya reduksi.

7
IV. HASIL PENGAMATAN
1. Reaksi Pengenalan terhadap Karbohidrat
A. Uji Molish
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 2 mL larutan-larutan glukosa,
matosa, fruktosa, galaktosa, laktosa,
Masing-masing sampel berwarna:
sukrosa, dan amilum ke dalam masing-
masing tabung reaksi
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 2 mL reagen antron dengan Setiap larutan sampel berwarna bening
hati-hati ke dalam tabung reaksi yang telah dan terdapat endapan berwarna merah
berisi larutan karbohidrat. muda.
3. Menambahkan 2 mL asam sulfat ke dalam
masing-masing reaksi yang telah berisi
Setelah penambahan, terbentuk:
campuran dengan hati-hati dan perlahan
melalui dinding tabung
- Larutan glukosa 1% - Larutan bias ungu.
- Larutan fruktosa 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening,
tengah cincin ungu, dan bawah
berwarna putih keruh.
- Larutan galaktosa 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening
keunguan, tengah cincin ungu, dan
bawah berwarna putih keruh.
- Larutan maltose 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening
bias ungu, tengah cincin ungu, dan
bawah berwarna putih keruh.
- Larutan laktosa 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening
bias ungu, tengah cincin ungu, dan
bawah berwarna putih keruh.

8
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
- Larutan sukrosa 1% - 2 lapisan, atas berwarna kuning
dan cincin ungu
- Larutan amilum 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening,
tengah ungu, dan bawah berwarna
putih.
B. Uji Antron
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukan 0,2 mL larutan-larutan
karbohidrat ke dalam 7 tabung reaksi yang Masing-masing sampel berwarna:
berbeda
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 2 mL reagen antron dengan Setelah penambahan, larutan
hati-hati ke dalam tabung reaksi yang telah berwarna:
berisi larutan karbohidrat
- Larutan glukosa 1% - Biru kehijauan
- Larutan fruktosa 1% - Biru sangat pekat
- Larutan galaktosa 1% - Biru kehijauan
- Larutan maltose 1% - Hijau kebiruan
- Larutan laktosa 1% - Hijau keruh
- Larutan sukrosa 1% - Biru sangat pekat
- Larutan amilum 1% - Biru kehujauan
3. Memasukan hancuran kertas saring ke Tabung reaksi ke-8 berisi kertas
dalam tabung reaksi ke-8. saring.
4. Menambahkan 2 mL reagen antron ke Setelah penambahan terdapat larutan
dalam reaksi ke-8, mengocok, membiarkan berwarna hijau pekat.
beberapa saat dan memperhatikan
perubahan warna terjadi.

2. Reaksi Monosakarida Berdasarkan Sifat Reduksi

9
A. Uji Tollens
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 4 tetes larutan-larutan
karbohidrat ke dalam masing-masing Masing-masing sampel berwarna:
tabung reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 2 mL pereaksi tollens Setelah penambahan, larutan
dengan mencampurkan 15 mL larutan berwarna:
AgNO3 dan 15 mL NaOH ke dalam
masing-masing tabung reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Hijau lumut bening
- Larutan fruktosa 1% - Coklat kehitaman
- Larutan galaktosa 1% - Coklat kehitaman
- Larutan maltose 1% - Bias kuning
- Larutan laktosa 1% - Bening kekuningan
- Larutan sukrosa 1% - Bening kekuningan
- Larutan amilum 1% - Bening
3. Memanaskan tabung reaksi dengan Setelah pemanasan, terjadi:
penangas air
- Larutan glukosa 1% - Terbentuk sedikit kaca perak
- Larutan fruktosa 1% - Terbentuk sedikit kaca perak
- Larutan galaktosa 1% - Terbentuk kaca perak
- Larutan maltose 1% - Terbentuk kaca perak
- Larutan laktosa 1% - Terbentuk kaca perak
- Larutan sukrosa 1% - Tidak terbentuk kaca perak
- Larutan amilum 1% - Tidak terbentuk kaca perak
B. Uji Benedict

10
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 4 tetes larutan-larutan Masing-masing larutan berwarna:
karbohidrat ke dalam masing-masing
tabung reaksi dan menambahkan 2 mL
reagen benedict lalu mengocok tabung
reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Biru tua
- Larutan fruktosa 1% - Biru tua
- Larutan galaktosa 1% - Biru muda
- Larutan maltose 1% - Biru muda
- Larutan laktosa 1% - Biru muda
- Larutan sukrosa 1% - Biru muda
- Larutan amilum 1% - Biru muda
2. Menampatkan tabung reaksi ke dalam Setelah pemanasan, larutan berwarna:
penangas air didih selama 3 menit
- Larutan glukosa 1% - Jingga
- Larutan fruktosa 1% - Jingga
- Larutan galaktosa 1% - Coklat pekat
- Larutan maltose 1% - Merah bata
- Larutan laktosa 1% - Merah bata
- Larutan sukrosa 1% - Hijau toska
- Larutan amilum 1% - Biru kehijauan
C. Uji Barfoed
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 1 mL larutan-larutan
Masing-masing sampel berwarna:
karbohidrat ke dalam tabung reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 3 mL reagen barfoed ke Setelah penambahan, larutan
dalam masing-masing tabung reaksi yang berwarna:
telah berisi larutan karbohidrat.

11
- Larutan glukosa 1% - Biru tua
- Larutan fruktosa 1% - Biru tua
- Larutan galaktosa 1% - Biru tua
- Larutan maltose 1% - Biru tua
- Larutan laktosa 1% - Biru tua
- Larutan sukrosa 1% - Biru tua
- Larutan amilum 1% - Biru tua
3. Menempatkan semua tabung reaksi Setelah pemanasan, terdapat:
didalam penangas air mendidih selama 1
menit atau lebih, sampai terlihat adanya
reduksi
- Larutan glukosa 1% - Endapan merah bata
- Larutan fruktosa 1% - Endapan merah bata
- Larutan galaktosa 1% - Endapan merah bata
- Larutan maltose 1% - Larutan tetap biru
- Larutan laktosa 1% - Larutan tetap biru
- Larutan sukrosa 1% - Tidak ada endapan
- Larutan amilum 1% - Tidak ada endapan

V. ANALISIS DATA
Percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi karbohidrat pada gula.
Sampel larutan yang digunakan pada percobaan ini yaitu glukosa, fruktosa,
galaktosa, maltosa, laktosa, sukrosa, dan amilum. Karbohidrat pada umumnya
digolongkan menurut strukturnya yaitu monosakarida, disakarida, polisakarida.
Sifat-sifat kimia karbohidrat berkaitan dengan gugus fungsional yang terdapat
dalam molekul yaitu gugus hidroksi, gugus aldehid, dan gugus keton. Beberapa
sifat kimia karbohidrat dapat digunakan untuk mengidentifikasin dan membedakan
senyawa karbohidrat yang satu dengan yang lainnya (Fitri & Fitriana, 2020).
Percobaan kali ini dilakukan pengujian karbohidrat dengan Uji Molisch, Uji
Antron, Uji Benedict, Uji Tollens, dan Uji Barfoed.
A. Uji Molish
Uji Molisch adalah uji yang didasari oleh reaksi karbohidrat oleh asam
sulfat dan membentuk cincin furfural atau hidroksi metal furfural yang berwarna

12
ungu (Suseno & Roswiem, 2018). Dari percobaan diperoleh bahwa larutan glukosa,
maltose, dan laktosa menghasilkan warna bias ungu dengan kata lain memberikan
hasil positif atau mengandung karbohidrat.
Penambahan asam sulfat pada uji Molisch berfungsi untuk menghidrolisis
karbohidrat untuk menghasilkan furfural atau turunannya. Reaksi pembentukan
furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari suatu senyawa.
Dehidrasi heksosa akan menghasilkan hidroksimetil furfural. Senyawa furfural ini
dapat membentuk senyawa yang berwarna ketika direaksikan dengan α-naftol.
Terbentuknya warna ungu ketika larutan direaksikan disebabkan oleh terjadinya
reaksi kondensasi antara hidroksimetil furfural dengan α-naftol.

B. Uji Antron
Uji Antron merupakan senyawa antron yang bereaksi secara spesifik dengan
karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas.
Pada percobaan pertama diperoleh larutan karbohidrat yaitu larutan galaktosa,
glukosa, dan amilum yang warnanya berubah menjadi biru kehijauan, sedangkan
larutan fruktosa dan sukrosa warnanya berubah menjadi biru sangat pekat, larutan
maltose berwarna hijau kebiruan, larutan laktosa berwarna hijau keruh setelah
ditambahkan reagen antron 0,2%. Hasil percobaan ini berbeda secara teoritis, hal
tersebut mungkin karena reagen yang kurang stabil. Reagen antron dibuat hanya
pada waktu hari akan digunakan sebab ketidakstabilannya dan hanya tahan satu
hari. Selain itu larutan yang direaksikan semuanya merupakan karbohidrat sehingga
seharusnya berwarna biru kehijauan secara teoritis jika positif merupakan
karbohidrat. Fruktosa, sukrosa, maltose, dan laktosa berbeda secara teoritis atau
tidak menunjukkan hasil positif karbohidrat.

13
Pada percobaan kedua dengan menggunakan hancuran kertas saring sebagai
sampel diperoleh larutan berwarna hijau pekat setelah direaksikan dengan reagen
antron. Hal ini menandakan bahwa kertas saring negatif mengandung karbohidrat.
Jika karbohidrat ada dalam bentuk karbohidrat bebas sebagai poli- atau
monisakarida, asam pekat dalam reagen antron pertama-tama menghidrolisisnya
menjadi komponen monosakarida. Asam pekat kemudian mengkatalisis dehidrasi
monosakarida untuk membentuk furfural (dari pentosa) atau hidroksi furfural (dari
heksosa). Furfural atau hidroksi furfural yang terbentuk mengembun dengan dua
molekul naftol dari reagen antron membentuk komplek biru-hijau.

C. Uji Tollens
Uji tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan
mana yang termasuk senyawa keton. Pereaksi tollens dibuat dengan mereaksikan
larutan perak nitrat (AgNO3) dengan larutan basa (NaOH) membantuk kompleks
perak amoniak (Ag(NH3)2+). Uji ini didasarkan pada mudahnya gugus aldehid
dioksidasi menjadi asam karboksilat. Gugus aktif pada pereaksi tollens adalah
Ag2O yang bila tereduksi akan menghasilkan endapan perak. Endapan perak ini
akan menempel pada tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, tidak ada larutan karbohidrat yang
membentuk lapisan kaca perak setelah ditambahkan pereaksi tollens. Namun
setelah dilakukan pemanasan larutan glukosa, fruktosa, galaktosa, maltose, dan
laktosa membentuk lapisan kaca perak, sehingga dapat dikatakan mempunyai hasil
yang positif yaitu mengandung aldehid. Reaksi dengan pereaksi tollens mampu
mengubah ikatan C-H pada aldehid menjadi ikatan C-O.

14
D. Uji Benedict
Uji Benedict digunakan untuk menguji keberadaan gula pereduksi dalam
suatu sampel, pereaksi Benedict merupakan larutan yang mengandung kuprisulfat,
natrium karbonat, dan natrium sitrat. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat
membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Larutan ini berwarna biru karena
adanya ion Cu2+.
Setelah pemanasan 3 menit, beberapa larutan mulai mengalami perubahan.
Larutab karbohidrat yaitu sukrosa berwarna hijau toska dan amilum berwarna biru
kehijauan. Larutan glukosa dan fruktosa berwarna jingga menandakan hasil positif,
larutan tersebut mampu mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang
kemudian menjadi Cu2O berwarna merah atau jingga.

E. Uji Barfoed
Uji Barfoed merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui adanya gula
monosakarida pereduksi. Pereaksi yang digunakan pada percobaan adalah larutan
Barfoed. Larutan Barfoed adalah campuran dari kupri asetat dan asam asetat dalam
air. Larutan ini akan bereaksi dengan gula-gula pereduksi sehingga dihasilkan Cu2O
(endapan berwarna merah bata).
Berdasarkan percobaan, larutan glukosa, fruktosa, dan galaktosa mengalami
perubahan dan terbentuk endapan merah bata setelah dipanaskan selama kurang
lebih 1 menit. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga larutan tersebut positif terdapat
gula monosakarida pereduksi.

15
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
1. Uji yang dilakukan dalam percobaan ini dapat digunakan untuk
mengindentifikasi terdapatnya karbohidrat dalam suatu sampel, yaitu Uji
Molisch, Antron, Tollens, Benedict, dan Barfoed.
2. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa, maltosa, dan laktosa
memberikan hasil yang positif terhadap uji molisc.
3. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa, galaktosa, dan amilum
memberikan hasil yang positif terhadap uji Antron.
4. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa,
dan laktosa memberikan hasil yang positif terhadap uji tollens.
5. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa dan fruktosa memberikan hasil
positif pada uji Benedict.
6. Berdasarkan hasil percobaan, larutan glukosa, galaktosa, dan fruktosa
memberikan hasil positif pada uji barfoed.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ainun, M., & Suyati, L. (2018). Bioelectricity of Various Carbon Sources on Series
Circuit from Microbial Fuel Cell System Using Lactobacillus Plantarum.
Jurnal Kimia Sains & Aplikasi, 21(2), 70- 74.
Fitriana, Y. A., & Fitri, A. S. (2020). Analisis Kadar Vitamin C Pada Buah Jeruk
Menggunakan Metode Titrasi Iodometri. Sainteks, 17(1), 27- 32.
Lehninger. (1982). Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.
Maggy, & Thenawidjaja. (1990). Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Nurfadilah, Yuntarso, A., & Herawati, D. (2019). Perbandingan Metode Standar
Nasional Indonesia dan Nonstandar Nasional Indonesia dalam Penentuan
Kadar Karbohidrat Total. Jurnal Sains Health, 3(2), 37-41.
Pan, L., Cai, C., Liu, C., & Linhardt, R. J. (2020). Recent Progress and Advanced
Technology in Carbohydrate-Based Drug Development. Biotechnology
Journal, 69(10), 191-198.
Rajas, F., Gautier-Stein, A., & Mithieux, G. (2019). Glucose-6 phosphate, a central
hub for liver carbohydrate metabolism. Metabolites, 9(12), 282.
Ramesh, B. Y., Neethu, B. K., & Harini, B. P. (2019). Carbohydrate and Protein
are an Attribute to Enhance the Life-History Determinants in Droshopila.
International Journal of Advanced Research, 2(1), 527-536.
Shum, C., Asha, A. B., & Narain, R. (2021). Carbohydrate Biosensors and
Aplications. Science and Chemical Engineering Journal, 26(5), 112-126.
Suseno, D., & Roswiem, A. P. (2018). Sulsolasi dan Identifikasi Gelatin pada
Sediaan Obat Tablet yang Tidak Berbahan Aktif Protein. Jurnal Envi
Science, 2(2), 85-90.
Syahmani. (2021). Pentunjuk Praktikum Biokimia. Banjarmasin: FKIP ULM.
Syahmani. (2022). Petunjuk Praktikum Biokimia. Banjarmasin: FKIP ULM.
Wang, S. Z., Yu, Y. J., & Adeli, K. (2020). Role of gut microbiota in
neuroendocrine regulation of carbohydrate and lipid metabolism via the
microbiota-gut-brain-liver axis. Microorganisms, 8(4), 527.
Wijayanti, Prasmita, D., Harianto, & Suryanto, A. (2019). Permintaan Pangan
Sumber Karbohidrat di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian,
17(1), 20-25.

17
Yasrin, & Mukaromah, A. H. (2018). Proses Hidrolisis Onggok dengan Variasi
Asam pada Pembuatan Etanol. Jurnal Nasional Unimus, 2(3), 20-25.

18
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Lingkari dan beri label gugus hemiasetal dan gugus asetal pada karbohidrat
berikut ini.
Jawaban:
a. Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang
terdiri dari glukosa dan fruktosa.

b. Laktosa sering disebut gula susu karena hanya terdapat dalam susu.

2. Sukrosa adalah suatu gula non pereduksi, setelah hidrolisis asam selesai
akankah ada gugus yang terdeteksi?
Jawaban:
Menurut literatur sukrosa bukanlah gula pereduksi. Namun dapat bereaksi
dengan reagen pikrat karena adanya pengaruh monomer fruktosa dan
glukosa dalam sukrosa. Adapun penambahan natrium karbonat (Na2CO3)
berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi larutan karbohidrat
dengan asam pikrat. Adapun reaksi yang terjadi sebagai berikut:

19
B. Foto
1. Reaksi Pengenalan terhadap Karbohidrat
A. Uji Molish

Memasukkan 2 mL larutan-larutan Menambahkan dua tetes reagen molish


glukosa, matosa, fruktosa, galaktosa, ke dalam masing-masing tabung reaksi
laktosa, sukrosa, dan amilum ke dalam yang berisi larutan karbohidrat.
masing-masing tabung reaksi.

Mengaduk dengan baik. Menambahkan 2 mL asam sulfat ke


dalam masing-masing reaksi yang telah
berisi campuran dengan hati-hati dan
perlahan melalui dinding tabung.

Mengamati hasil yang diperoleh

20
B. Uji Antron

Memasukan 0,2 mL larutan-larutan Menambahkan 2 mL reagen antron


karbohidrat ke dalam 7 tabung reaksi dengan hati-hati ke dalam tabung reaksi
yang berbeda yang telah berisi larutan karbohidrat.

Memasukkan hancaran kertas saring ke Menambahkan 2 mL reagen antron ke


dalam tabung reaksi ke-8. dalam reaksi ke-8.

Mengocok setiap tabung reaksi dengan Membiarkan beberapa saat dan


hati-hati memperhatikan perubahan warna yang
terjadi.

2. Reaksi Monosakarida Berdasarkan Sifat Reduksi


A. Uji Tollens

21
Memasukkan 4 tetes larutan-larutan Menambahkan 2 mL pereaksi tollens
karbohidrat ke dalam masing-masing dengan mencampurkan 15 mL larutan
tabung reaksi. AgNO3 dan 15 mL NaOH ke dalam
masing-masing tabung reaksi.

Memanaskan campuran jika kaca perak Mengamati perubahan yang terjadi


tidak terbentuk.

B. Uji Benedict

Memasukkan 4 tetes larutan-larutan Menambahkan 2 mL reagen benedict ke


karbohidrat ke dalam masing-masing dalam tiap tabung reaksi yang telah berisi
tabung reaksi. larutan karbohidrat.

22
Mengocok tabung reaksi Menempatkan tabung reaksi ke dalam
penangas air didih selama 3 menit

Membiarkan tabung reaksi dingin dan


membandingkan perubahan warna yang
terjadi

C. Uji Barfoed

Memasukkan 1 mL larutan-larutan Menambahkan 3 mL reagen barfoed ke


karbohidrat ke dalam tabung reaksi dalam masing-masing tabung reaksi yang
telah berisi larutan karbohidrat

23
Menempatkan semua tabung reaksi Mengamati perubahan yang terjadi
didalam penangas air mendidih selama 1
menit atau lebih, sampai terlihat adanya
reduksi

24
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN I
“KARBOHIDRAT"

A. Reaksi Pengenalan terhadap Karbohidrat


1. Uji Molish
2 mL larutan glukosa 1% + 0,1 mL reagen molish
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mengaduk

Larutan + 2 mL H2SO4 50%


- Memipet
- Mengukur
- Menambahkan perlahan melalui
dinding tabung

Larutan berwarna

NB: - Mengulangi percobaan yang sama dengan mengganti larutan glukosa


1% dengan larutan yang lain (larutan fruktosa 1%, larutan galaktosa
1%, larutan maltosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan sukrosa 1%,
larutan amilum 1%).
- Mengamati perubahan warna yang terjadi.

2. Uji Antron
Percobaan I
0,2 mL larutan glukosa 1% + 2 mL reagen antron 0,2%
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mengocok dengan hati-hati
- Mendiamkan

Larutan berwarna

25
NB: - Mengulangi percobaan yang sama dengan mengganti larutan glukosa
1% dengan larutan yang lain (larutan fruktosa 1%, larutan galaktosa
1%, larutan maltosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan sukrosa 1%,
larutan amilum 1%).
- Mengamati perubahan warna yang terjadi.
- Menencerkan dengan asam sulfat 50% apabila menghasilkan produk
berupa susu.
Percobaan II
Hancuran kertas saring + 2 mL reagen antron 0,2%
- Memasukkan
- Memanaskan
- Memipet
- Menambahkan
- Mengocok dengan hati-hati
- Mendiamkan

Larutan berwarna

NB: - Mengamati perubahan warna yang terjadi.


- Menencerkan dengan asam sulfat 50% apabila menghasilkan produk
berupa susu.

B. Reaksi Monosakarida Berdasarkan Sifat Reduksi


1. Uji Tollens
0,2 mL larutan glukosa + 2 mL reagen tollens
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Mencampurkan
- Memanaskan

Campuran

NB: - Mengamati perubahan warna yang terjadi.


- Mengulangi percobaan yang sama dengan mengganti larutan glukosa
1% dengan larutan yang lain (larutan fruktosa 1%, larutan galaktosa
1%, larutan maltosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan sukrosa 1%,
larutan amilum 1%).

26
2. Uji Benedict
0,2 mL larutan glukosa + 2 mL reagen benedict
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Mengocok
- Memanaskan selama 3 menit
- Mendinginkan

Campuran

NB: - Mengamati perubahan warna yang terjadi.


- Mengulangi percobaan yang sama dengan mengganti larutan glukosa
1% dengan larutan yang lain (larutan fruktosa 1%, larutan galaktosa
1%, larutan maltosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan sukrosa 1%,
larutan amilum 1%).
- Membandingkan perubahan yang terjadi.

3. Uji Barfoed
1 mL larutan glukosa + 3 mL reagen barfoed
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mengocok
- Memanaskan selama 1 menit atau
lebih

Campuran

NB: - Mengulangi percobaan yang sama dengan mengganti larutan glukosa


1% dengan larutan yang lain (larutan fruktosa 1%, larutan galaktosa
1%, larutan maltosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan sukrosa 1%,
larutan amilum 1%).
- Mengamati perubahan sampai terlihat adanya reduksi.

27
PERCOBAAN II

28
PERCOBAAN II

Judul : Isolasi Pati

Tujuan : Mengetahui cara isolasi dari bahan umbi-umbian


Hari/tanggal : Jum’at / 07 Oktober 2022

Tempat : Laboratorium Kimia Organik / Biokimia FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Karbohidrat merupakan zat organik yang paling melimpah dan tersebar luas
di alam, dan merupakan unsur penting dari semua makhluk hidup. Karbohidrat
dibentuk oleh tumbuhan hijau dari karbon dioksida dan air selama proses
fotosintesis, yang dikonversi dari energi matahari menjadi energi kimiawi dari
blomolekul menjadikan karbohidrat sebagai sumber utama bagi energi metabolit
untuk organisme hidup. Karbohidrat juga merupakan sumber karbon untuk sintesis
biomolekul dan sebagai bentuk energi polimerik. Karbohidrat juga merupakan
komponen dari unsur-unsur struktural sel merupakan bagian dari asam nukleat.
Karbohidrat dengan demikian mempunyai macam kegunaan fungsional (Leny et
al., 2022). Melalui proses fotosintesis tersebut, tumbuhan mengonversi karbon
dioksida atmosfer menjadi karbohidrat, terutama selulosa, pati dan gula (Finelli,
2019).
Kata karbohidrat timbul karena rumus molekul senyawa ini dapat dinyatakan
sebagai hidrat dari karbon. Contohnya glukosa memiliki rumus molekul C 6H12O6
yang dapat ditulis sebagai C6(H₂O)m. Meskipun jenis rumus ini tidak berguna
dalam mempelajari kimia karbohidrat, nama kuno ini tetap dipertahankan (Hart et
al., 2003). Karbohidrat termasuk dalam penyusun dasar berbagai gula dan serat
yang ditemukan di alam. Karbohidrat berperan dalam menjaga proses metabolisme
dan integritas struktural organisme hidup (Shum et al., 2021). Hasil metabolisme
karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat di dalam darah, sedangkan glikogen
adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada
jaringan otot sebagai sumber energi (Sutera & Aziza, 2022). Secara alami ada tiga

29
bentuk karbohidrat yang terpenting yaitu monosakarida, oligosakarida, dan
polisakarida. Polisakarida merupakan kelompok yang paling banyak di alam
(Nurfadilah et al., 2019).
Pati adalah nutrien polisakarida yang ditemukan dalam sel tumbuhan dan
beberapa mikroorganisme dan dalam beberapa hal mempunyai kesamaan dengan
glikogen. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil
yang sering disebut granula (Adrian et al., 2020). Pati dalam jaringan tanaman
mempunyai bentuk granula (butiran) yang berbeda. Dalam tumbuhan seperti
kentang, jagung, dll. Granula ini mempunyai diameter beberapa mikron, sedangkan
dalam mikroorganisme hanya sekitar 0,5-2 mikron. Granula pati mengandung
campuran dari dua polisakarida yang berbedá;amilosa dan amilopektin. Jumlah
kedua polisakarida ini berbeda-beda tergantung dari jenis pati. Dalam protozoa
persentase amilosa bervariasi antara ,0-45% (Leny et al., 2022).
Peran pati dalam makanan adalah nutrisi yang sangat penting dan juga
merupakan sumber energi utama dengan kontribusi kesehatan manusia secara
langsung dan spesifik. Pati berperan dalam mencegah kelainan hipoglikemia,
kemampuan probiotik, pencegahan kanker kolon, efek antihiperkolesterolemia,
pengurangan akumulasi lemak, dan penyerapan mineral (Bede & Zaixiang, 2021).
Pati terutama banyak terdapat dalam umbi-umbian seperti ubi jalar, ketela pohon,
dan kentang dan pada biji-bijian seperti beras, gandum dan bulgur (Tandra, 2021).
Pada tumbuhan fungsi pati hampir sama dengan fungsi glikogen dalam hati
yang merupakan suatu bentuk cadangan glukosa untuk digunakan pada saatnya
diperlukan. Pati dibentuk dari rantai glukosa melalui ikatan glikosida (Fitri &
Fitriana, 2020). Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung terutama lewat
ikatan 1,4- a glikosidik, meskipun rantainya dapat membentuk sejumlah cabang
yang melekat lewat ikatan 1,6-a-glikosidik yang tersusun secara berselang-seling
(Kong et al., 2020). Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari
panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya (Alam
& Muldiyana, 2019). Pati alam tidak larut dalam air dingin, membentuk warna biru
dengan larutan iodium. Jika pati dipanaskan dalam air, maka butir-butir tersebut
akan menyerap air, membengkak, pecah dan pati akan menyebar. Pada akhirnya

30
pati akan membentuk gel yang bersifat kental. Hal tersebut dapat terjadi pada saat
waktu pengolahan pangan, sehingga memungkinkan enzim-enzim pencernaan
menghidrolisisnya lebih mudah dibandingkan bila pati masih mentah (Rooyen et
al., 2022).
Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan maltosa, dan hidrolisis sempurna
hanya menghasilkan D-glukosa. Amilosa yang menyusun sekitar 20 % dari pati,
unit glukosa (50 sampai 300) membentuk rantai bersinambung, dengan tautan
ikatan alfa-1,4. Pada Hidrolisis sempurna oleh asam atau enzim spesifik terhadap
polisakarida menghasilkan monosakarida atau senyawa turunannya. Terbentuknya
monosakarida pada hidrolisis pati dapat diketahui dengan uji Benedict, iodine dan
fenilhidrazin. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.
Fraksi terlarut disebut amilosa dan yang tidak terlarut disebut amilopektin (Leny et
al., 2022). Sebagian besar zat-zat di alam semesta masih bercampur dengan zat lain,
khususnya zat-zat kimia baik anorganik maupun organik. Garam dapur dari laut
masih bercampur dengan garam-garam yang lain, logam masih bercampur dengan
pengotor dalam bijihnya, gula tebu masih harus dipisahkan dari tebunya dan
sebagainya. Untuk berbagai keperluan diperlukan zat murni, sehingga teknologi
pemisahan dan pemurnian mutlak diperlukan untuk memperoleh zat murni dari
campurannya (Leny et al., 2022).
Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu
sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah
padi dan jagung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar
air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5%
dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan,
namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Gunawan et al., 2019).
Sedangkan ubi jalar adalah tanaman merambat yang sangat banyak ragamnya. Ubi
jalar dalam bentuk segar mudah rusak akibat faktor mekanik, fisiologis, dan
makrobiologis yang berkaitan dengan kadar air yang tinggi serta tidak tahan lama
disimpan. Dalam penelitian Irhami et al. (2019) menyatakan nilai rata-rata kadar
pati secara keseluruhan yang diperoleh sebesar 73,49%.

31
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Labu erlenmeyer 2 buah
2. Gelas kimia 200 mL 1 buah
3. Gelas kimia 500 mL 2 buah
4. Gelas kimia 1000 mL 2 buah
5. Spatula 2 buah
6. Neraca analitik 2 buah
7. Batang pengaduk 2 buah
8. Corong Buchner 2 buah
9. Pompa vakum 1 buah
10. Kain jarang 2 buah
11. Pipet tetes 2 buah
12. Blender 2 buah
13. Pisau 2 buah

B. Bahan
1. Ubi jalar 300 g
2. Ubi jalar 300 g
3. Etanol 95% 100 mL
4. Aquades 1 L
5. Kertas saring

III. PROSEDUR KERJA


1. Memotong 300 g sampel ubi jalar dan singkong yang telah dikupas dan
dicuci kemudian menghomogenkan dengan 200 mL air dalam blender
selama 30 detik.
2. Menyaring campuran dengan kain dan menampung cairan yang kering
dalam gelas ukur 1000 mL.
3. Menambahkan 200 mL air pada campuran dan mengocok campuran.

32
4. Membiarkan campuran mengendap dan melakukan dekantasi pada cairan
diatasnya.
5. Mensuspensi pati dengan 200 mL air dan mengulangi dekantasi.
6. Mensuspensi pati dengan 100 mL etanol 95% dan mengulangi dekantasi.
7. Menyaring menggunakan penyaring Buchner.
8. Mengeringkan pati dengan cara penyebaran (spread) pada suhu kamar.

IV. HASIL PENGAMATAN

A. Perlakuan Awal
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memotong 300 g sampel ubi jalar Campuran homogen
dan singkong yang telah dikupas dan - Ubi jalar : berwarna kuning
dicuci kemudian menghomogenkan - Ubi kayu : berwarna putih
dengan 200 mL air dalam blender
selama 30 detik
2. Menyaring campuran dengan kain Dihasilkan filtrat masing-
dan menampung cairan yang kering masing sampel
dalam gelas ukur 1000 mL - Ubi jalar : nerwarna kuning
- Ubi kayu : berwarna putih

3. Campuran berwarna
Menambahkan 200 mL air pada
campuran dan mengocok - Ubi jalar : Berwarna
campuran. kuning
- Ubi kayu : Berwarna
Putih

4. Membiarkan campuran mengendap dan Terbentuk 3 lapisan masing-masing


melakukan dekantasi pada cairan sampel
diatasnya
- Ubi jalar :
Lapisan atas : cairan berwarna
kuning keruh
Lapisan tengah : cairan berwarna
kuning sangat keruh
Lapisan bawah : endapan
berwarna putih susu

33
No Perlakuan Hasil Pengamatan
- Ubi kayu
Lapisan atas : cairan putih keruh

Perlakuan Hasil Pengamatan


No

Lapisan tengah : cairan putih


sangat keruh
Lapisan bawah : endapan
berwarna putih susu

5. Mensuspensi pati dengan 200 mL air Didapatkan campuran masing-masing


dan mengulangi dekantasi sampel berwarna putih susu. Setelah
dilakukan dekantasi diperoleh
endapan putih susu masing-masing
sampel.
Mensuspensi pati dengan 100 Didapatkan campuran masing-masing
6.
mL etanol 95% dan sampel berwarna putih susu, setelah
mengulangi dekantasi. dilakukan dekantasi diperoleh
endapan putih susu.
Menyaring menggunakan
7. Diperoleh residu diatas kertas saring
penyaring buchner
masing-masing sampel berwarna
putih
Mengeringkan pati dengan Diperoleh pati kering dengan massa :
8.
cara penyebaran (spread) pada Ubi jalar = berat keseluruhan – berat
suhu kamar kertas saring
= 16,2 g – 0,73 g
= 15,47 g
Ubi kayu = berat keseluruhan – berat
kertas saring
= 41,1424 g – 0,74 g
= 40,40 g

V. ANALISIS DATA
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara isolasi dari bahan umbi-
umbian. Bahan yang digunakan untuk sampel yaitu ubi jalar dan ubi kayu. Hal ini

34
disebabkan karena ubi jalar dan ubi kayu merupakan umbi-umbian yang
mengandung starch atau pati dengan komposisi amilopektin yang merupakan
bagian terbesar dan sisanya amilosa. Pati merupakan hasil polisakarida sebagai
partikel yang tidak larut dalam air. Menurut penelitian Yuliansar et al (2020) ubi
jalar mengandung amilosa sekitar 54% dan amilopektin sebesar 45%, sedangkan
penelitian dari Nisah (2018) ubi kayu mengandung 20,12% amilosa dan 85%
amilopektin. Amilosa dan amilopektin berpengaruh pada sifat pati yang dihasilkan.
Amilosa tersusun dari molekul-molekul α-glukosa dengan ikatan glikosida α-(1-4)
-D-glikosidik membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri dari rantai-
rantai amilosa (ikatan 1,4- α) yang saling terikat membentuk cabang dengan ikatan
glikosida (α-(1-6)-D-glikosidik). Amilopektin merupakan komponen yang

berperan penting dalam proses gelatinisasi, sedangkan amilosa apabila kadarnya


tinggi dapat menurunkan kemampuan pati untuk mengalami gelatinisasi. Struktur
dari amilosa dan amilopektin dapat dilihat dibawah ini :

Gambar struktur Amilosa


Dikutip: Rooyen et al (2022)

Gambar struktur Amilopektin


Dikutip : Rooyen et al (2022)

35
Percobaan diawali dengan mengupas dan memotong kecil1kecil sampel, yaitu
ubi jalar dan ubi kayu lalu mencuci hingga bersih agar tidak ada kotoran yang ikut
masuk dalam sampel. Sampel harus dipotong kecil-kecil agar memudahkan pada
proses menghaluskan di dalam blender. Selanjutnya menimbang masing-masing
sampel sebanyak 300 g di atas neraca analitik dan memasukkan masing-masing
sampel ke dalam blender, lalu menambahkan 200 mL aquades ke dalam masing-
masing sampel dan menghomogenkan selama 30 detik. Tujuan menghaluskan
sampel dengan blender ini yaitu agar pelarut lebih mudah untuk mengikat senyawa
pati yang ada di dalam masing-masing sampel, karena semakin kecil permukaan
suatu sampel akan semakin cepat pula proses pengikatan senyawa. Campuran
membentuk sistem koloid dalam aquades dikarenakan struktur amilosan dan
amilopektinnya yang sangat bercabang.

Prosedur selanjutnya, menghaluskan sampel diperoleh campuran ubi jalar


berwarna kuning dan sampel ubi kayu berwarna putih, sesuai dengan warna daging
masing-masing sampel. selanjutnya menyaring masing-masing campuran homogen
dengan kain yang memiliki pori-pori, hal ini dilakukan untuk memisahkan filtrat
dengan residunya. Pada penyaringan ini yang diambil hanya filtrat, dan untuk residu
sudah tidak digunakan lagi karena agar pati yang didapatkan benar-benar murni
tanpa ada campuran lain. Residu pertama lebih banyak berisi ampas dari serat-serat
sampel, sehingga pati lebih banyak didalam kandungan filtratnya. Untuk filtrat ubi
jalar berwarna kuning dan filtrat ubi kayu berwarna putih. selanjutnya
menambahkan kembali 200 mL aquades ke dalam masing-masing filtrat lalu
mengaduk dengan batang pengaduk hingga tercampur rata. Tujuan penambahan
aquades adalah agar ikatan hidrogen dalam pati tidak putus dan struktur pati tidak
berubah karena tidak ada molekul pati yang terlarut bersama aquades sehingga
massa pati dengan perendaman aquades lebih besar dan pati yang didapatkan lebih
banyak (Ardiansyah et al., 2018).

Langkah berikutnya mendiamkan masing-masing filtrat selama 1 hari 1


malam untuk mendapatkan endapan pati. Diperoleh endapan dari ubi jalar terdiri
dari 3 lapisan, yaitu lapisan atas berwarna kuning keruh, lapisan tengah berwarna

36
kuning sangat keruh dan lapisan bawah endapan berwarna putih susu. Sedangkan
pada ubi kayu lapisan atas berupa cairan putih keruh, lapisan tengah berwarna putih
sangat keruh, dan lapisan bawah endapan berwarna putih susu. Pengendapan
dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian lain seperti ampas dan
unsur-unsur lainnya. Pada pengendapan ini akan terdapat butiran pati termasuk
protein, lemak, dan komponen lain yang stabil dan kompleks. Jadi akan sulit
memisahkan butiran pati dengan komponen lainnya. Lapisan atas endapan ubi jalar
yang berwarna kuning keruh adalah ampas dan unsur dengan konsentrasi larutan
yang sama, sedangkan untuk endapan paling bawah yang berwarna putih susu
adalah amilum. Sedangkan pada ubi kayu dihasilkan endapan berwarna putih susu
dan filtrat berwarna putih keruh, endapan putih susu pada ubi kayu inilah yang
mengandung amilum.

Langkah selanjutnya di lakukan dekantasi pada masing-masing sampel.


Dekantasi merupakan proses pemisahan campuran larutan dan padatan yang paling
sederhana, yaitu dengan menuangkan cairan secara perlahan sehingga endapan
tertinggal di bagian dasar bejana. Tujuan pemisahan ini adalah untuk
menghilangkan cairan yang tidak diinginkan dari endapan yang terbentuk (filtrat
tidak digunakan lagi) sehingga hanya diambil residu. Dari proses dekantasi
dihasilkan residu ubi jalar dan ubi kayu endapan berwarna putih susu. Lalu
mensuspensi kembali masing-masing residu sampel dengan 200 mL aquades.
Tujuan dari suspensi ini pada dasarnya adalah untuk melarutkan atau melepaskan
pati dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya, campuran
ubi jalar dan ubi kayu berwarna putih susu. Lalu campuran yang sudah diaduk
didiamkan agar residu mengendap.

Selanjutnya mengulangi proses dekantasi pada masing-masing sampel dan


diambil residunya. Proses dekantasi dilakukan lebih dari satu kali yang tujuannya
supaya pati yang masih terdapat dan bercampur dalam cairan benar-benar terpisah.
Dihasilkan filtrat dan residu pada masing-masing sampel, yang diambil hanya
residunya saja, filtrat tidak digunakan lagi karena tidak mengandung pati. Pati
terendap bersama zat lain didasar gelas kimia. Untuk residu ubi jalar dan ubi kayu

37
berwarna putih susu. Selanjutnya, mensuspensi masing-masing residu dengan 100
mL etanol 95% lalu mengaduknya hingga tercampur rata. Penambahan ini
berfungsi untuk pemisahan terhadap zat-zat seperti lipid dan protein yang
terkandung dalam pati. selain itu tujuan dari pencampuran etanol 95% pada
filtratnya yaitu untuk memisahkan pati dari air sehingga pati akan terpisah dari
dalam larutannya. Dalam hal ini, pati yang merupakan polisakarida akan bereaksi
dengan air menghasilkan glukosa. Air dan etanol memiliki sifat kepolaran yang
sama yakni sama-sama polar sehingga air yang ada dalam pati akan larut dalam
etanol karena etanol mengikat H2O. Adapun persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut :

Setelah endapan mengendap, mendekantasi kembali cairan di atasnya untuk


membuang cairan air dan etanol sehingga yang tersisa endapannya saja (endapan
pati yang lebih bersih) dan di hasilkan residu ubi jalar dan singkong yang berwarna
putih susu. Selanjutnya, memisahkan antara pati yang sudah mengendap dengan air
yang masih terkandung di dalamnya menggunakan penyaring buchner agar endapan
terpisah dari pelarutnya untuk memperoleh endapan pati yang lebih kering dan
bebas dari pelarutnya. Hasil dari penyaringan ini adalah pati ubi jalar dan ubi kayu
berwarna putih. Sebelum disaring, menimbang kertas saring untuk menghitung
beratnya, adapun berat kertas saring untuk sampel ubi jalar yaitu 0,73 gram, dan
untuk kertas saring pada sampel ubi kayu diperoleh beratnya 0,74 gram.
Selanjutnya pati dikeringkan dengan cara penyebaran (spread) pada suhu
kamar. Pengeringan dilakukan agar sisa etanol menguap sehingga didapatkan lah
pati atau butir- butir amilum yang benar-benar murni. Setelah dikeringkan selama

38
3 hari, pati disimpan ke dalam desikator agar dikeringkan kembali untuk menjaga
kadar air tidak meningkat dan mempertahankan kelembaban bahan karena pati
merupakan bahan yang peka terhadap udara lembab. Setelah dikeringkan selama
seminggu, pati yang sudah kering kemudian ditimbang menggunakan neraca
analitik dan diperoleh endapan pati murni untuk sampel ubi jalar adalah 15,47 gram
dan untuk pati murni ubi kayu adalah seberat 40,40 gram. Pati yang dihasilkan oleh
ubi kayu lebih banyak daripada pati yang dihasilkan oleh ubi jalar, hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nisah, 2018) bahwa salah satu pengaruh
banyaknya amilum yang dihasilkan adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa ubi
jalar lebih besar daripada amilosa ubi kayu, yaitu ubi jalar 54% dan ubi kayu
20,12% maka dari itu, hal ini menurunkan proses gelatinisasi pati, sehingga pati
yang dihasilkan ubi jalar lebih sedikit daripada pati ubi kayu. Selain itu, tingkat
amilopektin yang semakin tinggi akan menghasilkan produk pati yang semakin
banyak pula, yang mana dalam penelitian Hermawati et al (2020) kadar amilopektin
ubi jalar sebesar 45% dan penelitian Nisah (2018) kadar amilopektin ubi kayu
sebesar 85%.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara Isolasi pati pada sampel ubi jalar dan ubi kayu dapat dilakukan
dengan cara suspensi dekantasi, penyaringan dan pengeringan dengan
cara penyebaran (spread) untuk didapatkan pati kering.
2. Berdasarkan percobaan diperoleh data sebagai berikut :
- Massa pati kering sampel ubi jalar sebesar 15,47 gram
- Massa pati kering sampel ubi kayu sebesar 40,40 gram

39
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, A., Syaiful, A. Z., Ridwan, R., & Hermawati, H. (2020). Sakarifikasi Pati
Ubi Jalar Putih Menjadi Gula Dekstrosa Secara Enzimatis. Jurnal Saintis,
1(1), 1-12.
Alam, B., & Muldiyana, T. (2019). Uji Kerapuhan Granul Pati Padi Dengan Metode
Granulasi Basah. Jurnal Ilmiah JOPHUS: Journal Of Pharmacy UMUS,
1(01), 28-36.
Bede, D., & Zaixiang, L. (2021). Recent developments in resistant starch as a
functional food. Starch‐Stärke, 73(3-4), 2000139-2000141.
Finelli, C. (2019). Contribution to molecular nutrition: Carbohydrates. In
Molecular Nutrition: Carbohydrates Journal, 1 (1), 91-112.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat.
Jurnal SAINTEKS, 17(1), 45-52.
Gunawan, A., Rizianiza, I., & Putri, L. (2019). Peningkatan Produktivitas Poklahsar
Swakarya Bersama Melalui Produksi Tortilla Olahan Rumput. Jurnal
SAINTEK, 17(1), 45-52.
Hart, Harold., Leslie E, Craine., David J. Hart. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah.
Singkat. Jakarta: Erlangga.
Irhami., Anwar, C., & Kemalawaty, M. (2003). Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati
Ubi Jalar. Jurnal Teknologi Pertanian, 20(1), 33-34.
Kong, H., Yu, L., Gu, Z., Li, C., Cheng, L., Hong, Y., & Li, Z. (2020). An
Innovative Short-Clustered Maltodextrin As Starch Substitute For
Ameliorating Postprandial Glucose Homeostasis. Journal of Agricultural
and Food Chemistry, 69(1), 354-367.
Lenny., Iriani, R., & Syahmani. (2021). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin
: FKIP ULM
Nurfadilah, Yuntarso, A., & Herawati, D. (2019). Perbandingan Metode Standar
Nasional Indonesia dan Nonstandar Nasional Indonesia dalam Penentuan
Kadar Karbohidrat Total. Jurnal Sains Health, 3(2), 37-41. 90
Nisah, K. (2018). Study Pengaruh Kandungan Amilosa dan Amilopektin
Umbi1Umbian Terhadap Karakteristik Fisik Plastik Biodegradable Dengan
Plastizicer Gliserol. Jurnal Biotik, 5(2), 106-113.
Shum, C., Asha, A. B., & Narain, R. (2021). Carbohydrate Biosensors and
Aplications. Science and Chemical Engineering Journal, 26(5), 112-126.
Sutera, R. D., & Aziza, N. (2022). Konsep Metabolisme Lipid Berdasarkan
Al1Qur’an dan Al-Hadist. Journal Development and Research in
Education, 2(1), 18-26.

40
Tandra, H. (2021). Penderita Diabetes Boleh Makan Apa Saja. Gramedia Pustaka
Utama.
Rooyen, J. V., Simsek, S., Oyeyinka, S. A., & Manley, M. (2022). Holistic View of
Starch Chemistry, Structure and Functionality in Dry Heat-Treated Whole
Wheat Kernels and Flour. Foods, 11(2), 207-210.
Yuliansar, Y., Ridwan, R., & Hermawati, H. (2020). KARAKTERISASI PATI UBI
JALAR PUTIH, ORANGE, DAN UNGU. Jurnal Saintis, 1(2), 1-13.

41
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Berapakah berat kertas saring yang digunakan?
Jawab:
Berat kertas saring yang digunakan pada sampel ubi jalar adalah 0,73 g
sedangkan berat kertas saring yang digunakan pada sampel ubi kayu
adalah 0,74 g.

2. Berapakah berat pati yang sudah dikeringkan selama 1 minggu?


Jawab :
Diketahui : Pati kering ubi jalar = 16,2 g
Kertas saring ubi jalar = 0,73 g
Pati kering ubi kayu = 41,42 g
Kertas saring ubi kayu = 0,74 g
Ditanya : a) Berat pati kering murni pada kentang?
b) Berat pati kering murni pada ubi kayu?
Dijawab :
a) Berat pati ubi jalar = (Berat total – berat kertas saring)
= (16,2 g – 0,73 g)
= 15,47 g
b) Berat pati ubi kayu = (Berat kering ubi kayu – berat kertas saring)
= (41,42 g – 0,74 g)
= 40,40 g

42
B. Foto
a. Ubi Jalar

Memotong 300 g ubi jalar yang telah Menghomogenkan ubi jalar yang
dikupas dan dicuci telah dipotong dengan 200 mL air
dalam blender selama 30 detik

Menyaring campuran dengan kain dan Menambahkan 200 mL air pada


menampung cairan yang kering dalam campuran dan mengocok campuran
gelas ukur 1000 mL

Membiarkan campuran mengendap Melakukan dekantasi pada cairan


diatasnya

43
Mensuspensi pati dengan 200 mL air Mensuspensi pati dengan 100 mL
dan mengulangi dekantasi etanol 95% dan mengulangi
dekantasi

Menyaring menggunakan penyaring Mengeringkan pati dengan cara


Buchner penyebaran (spread) pada suhu
kamar

Menimbang hasil akhir pati ubi jalar


yang telah kering

44
b. Ubi Kayu

Memotong 300 g ubi kayu yang telah Menghomogenkan ubi kayu yang
dikupas dan dicuci telah dipotong dengan 200 mL air
dalam blender selama 30 detik

Menyaring campuran dengan kain dan Menambahkan 200 mL air pada


menampung cairan yang kering dalam campuran dan mengocok campuran
gelas ukur 1000 mL

Membiarkan campuran mengendap Melakukan dekantasi pada cairan


diatasnya

45
Mensuspensi pati dengan 200 mL air Mensuspensi pati dengan 100 mL
dan mengulangi dekantasi etanol 95% dan mengulangi
dekantasi

Menyaring menggunakan penyaring Mengeringkan pati dengan cara


Buchner penyebaran (spread) pada suhu
kamar

Menimbang hasil akhir pati ubi kayu


yang telah kering

46
FLOWCHART
PRAKTIKUM KIMIA BIOKIMIA
PERCOBAAN II
“ISOLASI PATI”

300 g sampel ubi jalar + 200 mL aquades

- Memotong
- Mencuci
- Menimbang
- Memasukkan
- Mengukur
- Menghomogenkan

Campuran

Cairan kuning + 200 mL aquades Residu


- Mengukur
- Menambahkan
- Mengocok
Pati
- Mengendapkan
- Mendekantasi

Filtrat Endapan pati +200 mL aquades


- Mengukur
- Menambahkan
- Mendekantasi

Endapan + 100 mL etanol 95% Filtrat

47
Endapan + 100 mL etanol 95%

- Mengukur
- Menambahkan
- Mendekantasi dengan corong buchner

Filtrat Endapan pati

- Mengeringkan dengan
cara spread
Pati kering

NB : - Menghomogenkan dengan blender selama 30 detik


- Mengulangi percobaan dengan menggunakan sampel ubi kayu

48
PERCOBAAN III

49
PERCOBAAN III

Judul : Vitamin B1

Tujuan : Untuk membuktikan adanya vitamin B1 secara kualitatif

Hari/Tanggal : Jumat/14 Oktober 2022

Tempat : Laboratorium Kimia Organik/Biokimia FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI

Vitamin (Bahasa inggris : vitas amine, vitamin) adalah sekelompok


senyawa organic amina berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam
metabolisme setiap organisme yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Nama ini
berasal dari gabungan kata Bahasa latin vita yang artinya hidup dan amina (amine)
yang mengacu pada suatu gugus fungsi organic yang memiliki atom nitrogen (N),
karena pada awalnya vitamin dianggap demikian (Fessenden & Fessenden, 1986).
Vitamin merupakan senyawa organic yang paling penting bagi kehidupan manusia,
vitamin memiliki peran yang sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan
kesehatan dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan dengan
normal (Leny et al., 2022).

Vitamin merupakan satu senyawa kompleks yang diperlukan oleh tubuh


yang berfungsi sebagai pembantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh (Fitriyana,
2019). Vitamin memiliki peranan sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan
kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal.
Vitamin merupakan zat gizi esensial bagi tubuh manusia karena tubuh tidak dapat
memproduksi vitamin sendiri. Asupan vitamin harus dipenuhi dan luas, seperti
makanan atau suplemen (Leny et al., 2022).

Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula


memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi didalam
tubuh dan dapat pula memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak
mencukupi, tubuh dapat mengalami suatu penyakit. Tubuh hanya memerlukan

50
vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka
metabolisme di dalam tubuh akan terganggu karena fungsinya tidak dapat
digantikan senyawa lain (Winarno, 2004).

Berdasarkan kelarutannya vitamin dibagi dalam kelompok vitamin yang


larut air dan vitamin yang tidak larut air tetapi larut dalam lemak. Vitamin yang
larut lemak adalah vitamin A, D, E, dan K. Vitamin yang larut air adalah vitamin C
dan vitamin B kompleks seperti thiamin (B1). Sumber vitamin yang larut air banyak
terdapat dalam daging ikan, minyak ikan, biji-bijian, kacang tanah, kacang kedelai
dan lainnya (Du et al., 2018).

Vitamin B1 (tiamin) adalah salah satu dari macam vitamin yang


mempunyai tingkat kestabilan yang kurang. Berbagai operasi pengolahan makanan
dapat sangat mereduksi kandungan vitamin B1 dalam bahan pangan. Panas, oksigen
dan pH netral atau basa dapat mengakibatkan kerusakan vitamin B1. Thiamin
merupakan vitamin larut air yang stabil pada kondisi asam dan tidak stabil dalam
kondisi netral atau basa (Deman, 1997). Dalam makanan thiamin dapat ditemukan
dalam bentuk bebas atau bentuk kompleks dengan protein atau kompleks protein
fosfat (Fenti et al., 2018).

Thiamin adalah mikronutrien penting yang turunan fosfat memainkan


penting dalam sejumlah proses seluler. Thiamine merupakan vitamin yang larut
dalam air dan penting untuk kesehatan manusia. Kekurangan thiamin bersifat
kausal dan menimbulkan penyakit seperti beri-beri (Moskowitz & Donnino, 2020).
Thiamin juga memiliki perang penting mekanisme dalam produksi energi sekitar
serta melindungi terhadap kerusakan oksidatif jaringan (Hwang et al., 2020).
Sayuran dan buah-buahan mengandung sedikit vitamin B1 sedangkan biji-bijian
banyak mengandung vitamin B1 (Andarwulan & Koswara, 1992).

Thiamin merupakan kristal putih kekuningan yang larut dalam air.


Thiamin berfungsi sebagai berbagai reaksi metabolisme energi. Walaupun thiamin
hanya dibutuhkan dalam metabolisme lemak, protein, dan assam nukleat, peran
utamanya adalah dalam metabolisme karbohidrat (Garcia et al., 2018). Tidak ada

51
keuntungan memakai thiamine melebihi yang dibutuhkan karena kelebihan dan
disekresi. Kelebihan thiamin juga tidak akan menimbulkan bahaya keracunan
(Chandra & Putri, 2019). Thiamin memiliki ciri-ciri yaitu mudah terurai pada suhu
tinggi, selain itu thianine juga memiliki karakteristik sebagai senyawa yang
memiliki sifat kurang stabil. Stabilitas thiamin dapat dipengaruhi oleh suhu, pH dan
juga pengolahannya (Rahmawati & Sa’diyah, 2020). Thiamin mengandung sistem
dua cincin yaitu inti pirimidin dan thiazol. Dalam tanaman, terutama seredia,
vitamin B1 terdapat dalam keadaan bebas, sedangkan dalam jaringan hewan
terdapat berbagai koenzim yaitu thiamin pyrophosphate (TPP) (Estien et al., 2006).

Identifikasi vitamin B1 pada larutan sampel dapat dilakukan dengan


menggunakan reaksi warna diantaranya reaksi tiokrom, reaksi timbal asetat dan
reaksi diazotasi. Dari hasil yang didapatkan dari percobaan yang dilakukan Asra, et
al. (2018) pada reaksi tiokrom larutan sampel berflouresensi biru ungu, identifikasi
dengan reaksi diazotasi terbentuk endapan dan larutan berwarna merah jingga.

Buah S. caseolaris atau buah pedudu biasa disebut oleh masyarakat local
Kalimantan sebagai buah rambai berbentuk bulat, ujung bertangkai, dan bagian
dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah ini berwarna hijau dan memiliki aroma
yang sedap, rasa asam, tidak beracun, dan dapat langsung dimakan. Daging buah
ini memiliki kandungan gizi yang tinggi. Gizi yang banyak terkandung di
dalamnya, seperti vitamin A, B1, dan C, juga karbohidrat dan protein yang tinggi
(Dewi & Nursalam, 2021).

Kacang polong atau kacang hijau berbentuk silinder dan sewaktu muda
polong berwarna hijau lalu setelah tua berwarna hitam atau coklat. Setiap polong
berisi 10-15 biji. Kacang hijau memiliki nilai gizi yang cukup baik serta
mengandung vitamin B1 dan vitamin A yang cukup tinggi (Gumilar, 2018). Air
cucian beras banyak mengandung vitamin B1 (thiamin), B12, unsur N, P, K, C, dan
unsur lainnya (Himayana & Aini, 2018). Maka beras dan benih beras akan
mengandung lebih banyak vitamin B1 karena pada air cucian beras hanya mengikat
sebagian vitamin B1 yang dikandung. Pratiwi (2018) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan vitamin B1 pada hati ayam sebesar 0,4 mg per 100

52
gram. Makanan nabati mengandung thiamin terutama dalam bentuk bebas,
sedangkan hampir semua thiamin dalam produk hewan dalam bentuk thianin
difosfat yang lebih efisien.

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Tabung reaksi 8 buah
2. Rak tabung reaksi 2 buah
3. Lumping dan alu 2 buah
4. Gelas kimia 50 mL 5 buah
5. Pipet tetes 8 buah
6. Gelas ukur 10 mL 1 buah
7. Hot plate 1 buah
8. Penjepit tabung reaksi 4 buah
9. Gelas kimia 500 mL 1 buah
10. Batang pengaduk 2 buah
11. Pisau dapur 1 buah

B. Bahan
1. Beras gambut
2. Buah rambai
3. Larutan thiamin 1%
4. Pb-asetat 10%
5. NaOH 6 N
6. Bismuth nitrat
7. KI 5%
8. Aquades
9. Kapas wajah

53
III. PROSEDUR KERJA
A. Larutan Vitamin B1
1. Memasukkan 10 tetes larutan thiamin 1% dan 5 tetes larutan sampel ke
dalam masing-masing tabung reaksi.
2. Menambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL larutan NaOH
6 N ke dalam masing-masing tabung reaksi.
3. Mencampurkan dengan baik, kemudian memperhatikan timbulnya
warna kuning yang terjadi
4. Memanaskan hingga akan timbul endapan warna coklat hitam yang
menandakan vitamin B1 positif.
B. Larutan Sampel
1. Memasukkan 10 tetes larutan thiamin 1% dan 5 tetes larutan sampel
ke dalam masing-masing tabung reaksi.
2. Menambahkan 10 tetes bismuth nitrat. Mencampurkan dengan baik.
3. Kemudian menambahkan pula 2 tetes larutan KI 5%
4. Memperhatikan perubahan warna yang terjadi dan timbulnya endapan
warna jingga yang menandakan vitamin B1 positif.

IV. HASIL PENGAMATAN


A. Larutan Vitamin B1
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 10 tetes larutan thianin 1%
dan 5 tetes larutan sampel ke dalam
masing-masing tabung reaksi
- Larutan thiamin 1% - Bening
- Larutan beras - Putih keruh
- Larutan rambai - Putih susu
- Larutan kacang polong - Hijau susu
- Larutan hati ayam - Merah muda
2. Menambahkan 10 tetes Pb-asetat 10% dan
1 mL NaOH 6 N ke dalam masing-masing
tabung, serta mencampurkan dengan baik
- Larutan thiamin 1% Larutan menjadi berwarna
- Larutan beras - Kuning susu
- Putih susu, saat didiamkan cairan
bening dan endapan putih susu
- Larutan rambai - Putih kemerah mudaan, saat
didiamkan cairan bening dan
endapan putih kemerah mudaan

54
No Perlakuan Hasil Pengamatan
- Larutan kacang polong - Jingga kemerahan, saat didiamkan
cairan bening dan endapan jingga
kemerahan
- Larutan hati ayam
- Terdapat 2 lapisan
3. Memperhatikan timbulnya warna kuning Larutan thiamin 1% timbul warna kuning
yang terjadi
4. Memanaskan sehingga akan timbul
endapan warna coklat hitam yang
menandakan vitamin b1 positif Setelah pemanasan, didapatkan
- Larutan thianin 1% - Timbul endapan coklat hitan
- Larutan beras - Timbul endapan coklat
- Larutan rambai - Timbul endapan coklat
- Larutan kacang polong - Timbul endapan coklat
- Larutan hati ayam - Timbul endapan hitam kecoklatan

B. Larutan Sampel
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 10 tetes larutan thianin
1% dan 5 tetes larutan sampel ke
dalam masing-masing tabung reaksi Larutan berwarna
- Larutan thianin 1% - Bening
- Larutan beras - Putih keruh
- Larutan rambai - Putih susu kecoklatan
- Larutan kacang polong - Hijau susu
- Larutan hati ayam - Merah muda
2. Menambahkan 10 tetes larutan
bismuth nitrat dan mencampurkan
dengan baik Larutan berwarna
- Larutan thianin 1% - Putih keruh dan ada sedikit
endapan
- Larutan beras - Putih susu
- Larutan rambai - Kuning muda
- Larutan kacang polong - Kuning muda
- Larutan hati ayam - Merah muda
3. Menambahkan 2 tetes larutan KI 5%.
Memperhatikan perubahan warna yang
terjadi dan timbulnya endapan warna
jingga yang menandakan vitamin b1
positif Larutan berubah menjadi warna
- Larutan thiamin 1% - Bening dengan endapan
kuning kejinggaan
- Larutan beras - Keruh dengan endapan
- Bening
- Larutan rambai - Kuning kehijauan dengan
endapan kuning
- Larutan kacang polong - Kuning tanpa endapan
- Larutan hati ayam

55
V. ANALISIS DATA
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan adanya vitamin B1 secara
kualitatif terhadap beberapa sampel. Adapun sampel-sampel yang digunakan pada
percobaan ini yaitu beras, buah rambai, kacang polong, dan hati ayam. Selain itu
larutan thiamin 1% juga digunakan sebagai larutan pembanding dengan hasil uji
menggunakan sampel lainnya.

A. Larutan Vitamin B1
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan
10 tetes larutan thiamin 1% ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan 10
tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL larutan NaOH 6 N ke dalam tabung reaksi.
Penambahan NaOH bertujuan untuk merusak dan memecah ikatan vitamin dengan
protein sehingga dapat membentuk tiol. Thiamin memiliki sifat yang stabil pada pH
asam, tetapi tidak stabil pada larutan basa (Deman, 1997). Thiamin terurai oleh zat
– zat pengoksidasi dan dalam hal ini karena itulah ditambahkan pb-asetat untuk
mengoksidasi tiamin, dan ion Pb2+ akan tereduksi menjadi Pb+ yang akhirnya akan
mengendap sebagai endapan berwarna hitam (PbO2). Dalam percobaan ini didapat
endapan coklat kehitaman yang muncul setelah dilakukan pemanasan selama 2
menit yang sebelumnya larutan berwarna kuning. Pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Munculnya endapan berwarna coklat kehitaman tersebut
menandakan larutan tersebut positif mengandung vitamin B1.

Langkah selanjutnya yakni mengganti sampel tiamin 1% tersebut dengan


5 tetes larutan masing-masing sampel kedalam tabung reaksi. Pada percobaan ini
memiliki prosedur yang sama dengan perlakuan uji terhadap thiamin 1%
sebelumnya. 5 tetes sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan menambahkan
10 tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL larutan NaOH 6 N. Sampel yang digunakan
yaitu beras, buah rambai, kacang polong, dan hati ayam. Hasil yang didapat setelah

56
penambahan tersebut adalah pada beras yaitu larutan berwarna putih susu, pada
buah rambai yaitu larutan berwarna putih kemerah mudaan, pada kacang polong
larutan berwarna jingga kemerahan, dan pada hati ayam larutan berwarna merah
muda. Selanjutnya larutan tersebut dipanaskan hingga timbul endapan coklat
kehitaman. Hasil yang didapat setelah pemanasan adalah pada beras, buah rambai,
dan kacang polong terbentuk endapan berwarna coklat, serta pada hati ayam
terbentuk endapan berwarna hitam kecoklatan. Dari hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa semua sampel yang diujikan positif mengandung vitamin B1 karena endapan
yang terbentuk berwarna coklat hingga kehitaman.

B. Larutan Sampel
Pada percobaan ini memasukkan 10 tetes larutan thiamin 1% dan
menambahkan 10 tetes larutan bismuth nitrat kedalam tabung reaksi, hasilnya
membentuk larutan putih keruh dengan sedikit endapan. Kemudian menambahkan
2 tetes larutan KI 5% menghasilkan larutan bening dengan endapan kuning
kejinggaan. Setelah thianin habis bereaksi dengan ion, lalu sisa iod akan bereaksi
dengan ion bismuth (III) dan Bi(NO3)3 membentuk endapan bismuth (III) iodida
berwarna jingga yang menandakan positif mengandung vitamin B1 (Asra et al.,
2018).

Bi3+ + 3I- → BiI3

Larutan thiamin bereaksi dengan berbagai pereaksi yang ditambahkan


ketika percobaan. Hal ini dikarenaksan struktur thiamin yang terdiri atas pirimidin
dan tiazol dimana vitamin B1 memiliki gugus aktif yang berupa gugus tiazolnya.
Kemudian mengganti sampel thiamin 1% dengan 5 tetes masing-masing sampel.
Percobaan ini memiliki perlakuan yang sama dengan uji thianin 1%. 5 tetes sampel
dimasukkann ke dalam tabung reaksi lalu menambahkan 10 tetes bismuth nitrat dan
mencampurkan dengan baik. Hasil yang didapat setelah pencampuran adalah pada
beras yaitu larutan putih susu, pada buah rambai dan kacang polong yaitu larutan
berwarna kuning muda, serta pada hati ayam larutan berwarna merah muda.
Prosedur selanjutnya menambahkan 2 tetes larutan KI 5% ke dalam tiap
sampel. Hasil yang didapat setelah penambahan adalah pada beras yaitu larutan

57
keruh dengan endapan kuning, kemudian pada buah rambai yaitu larutan bening
kekuningan dengan endapan kuning tua, pada kacang polong yaitu larutan bening
kehijauan dengan endapan kuning dan pada hati ayam yaitu larutan kuning tanpa
endapan. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semua sampel positif
mengandung vitamin B1 karena menghasilkan larutan kuning atau endapan kuning
kejinggaan. Hal ini dikarenakan kurangnya pereaksi KI sehingga seluruh I- bereaksi
dengan vitamin B1 dan membentuk endapan kuning sedikit jingga sehingga tidak
sempat bereaksi dengan ion Bi3+ untuk membentuk endapan jingga.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal
berikut :
1. Larutan thiamin pada uji vitamin B1 dengan penambahan Pb-asetat dan
NaOH menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya endapan coklat
hitam. Pada percobaan ini, semua sampel yang diujikan positif
mengandung vitamin B1 karena endapan yang dihasilkan berwarna coklat
hingga hitam.
2. Larutan thiamin pada uji vitamin B1 dengan penambahan bismuth nitrat
dan KI menunjukkan hasil positif dengan menghasilkan larutan bening
dengan endapan kuning kejinggaan. Pada percobaan ini, semua sampel
yang diujikan positif mengandung vitamin B1 karena menghasilkan larutan
kuning dan endapan kuning kejinggaan.

58
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., & Koswara, S. (1992). Kimia vitamin. Jakarta: Rajawali.


Asra, K., Chandra, B., Zulharmita, Z., & Fitrianti, E. (2018). Analisis Kualitaif
Vitamin B1 Pada Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.) Menggunakan
Metode Konvensional dan KLTKT Silika Gel 60 F254. Jurnal Farmasi
Higea, 10 (2), 147 – 153.
Chandra, B., & Putri, W. D. (2019). Penetapan Kadar Vitamin C Dan B1 Pada Buah
Naga Merah (Hylocereus Lemairel (Hook.) Britton & Rose) Dengan
Metode Spektrofometri Uv-Vis. Jurnal Farmasi Higea, 11(1) , 62-74.
Curto-Garcia, N., Harrison, C. N., Mclornan, D. P., & Radia, D. H. (2018).
Thiamine Deficiency Appears Uncommon In Patients With
Myeloproliferative Neoplasms. Br J Haetamol, 178(2) , 338-340.
Deman, J. M. (1997). Kimia makanan. Penerjemah: K. Padmawinata. Bandung:
Penerbit ITB.
Dewi, I. P., & Nursalam, M. B. (2021). PENGOLAHAN BUAH RAMBAI
Sonneratia caseolaris SEBAGAI MINUMAN PENGUAT IMUNITAS
TUBUH DI MASA PANDEMI COVID-19. In PRO SEJAHTERA
(Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat), 3(1).
Du, X., Huang, Y., & Fu, Y. (2018). Vitamin B1 Helps To Limit Mycobacterium
Tuberculosis Growth Via Regulating Innate Immunity In A Peroxisme
ProliferatorActivated Receptor-Y-Dependent Manne. Front Immunology,
9(1778) , 1-9.
Estien, Yazid, & Nursanti, L. (2006). Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta
:CV Andi Offset.
Fenti, Widodo, A., & Jamaluddin. (2018). Analisis Kandungan Vitamin B Pada
Ikan Sidat (Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) Fase Elver Asal Danau
Poso. Ghidza: Jurnal Gizi dan Kesehatan, 2 (2) , 49-54.
Fessenden, R., & Fessenden, J. S. (1986). Kimia Organik Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta
: Erlangga.
Fitriyana, R. A. (2019). Perbandingan Kadar Vitamin C Pada Jeruk Nipis (Citrus x
Aurantiifolia) dan Jeruk Lemon (Citrus x Limon) yang Dijual di Pasar
Linggapura Kabupaten Brebes. PUBLICITAS AK, 1(1).

59
Himayana, A. T., & Aini, N. (2018). Pengaruh pemberian air limbah cucian beras
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy (Brassica rapa var.
chinensis). Jurnal Produksi Tanaman, 6(6), 1180-118.
Hwang, S. Y., Ryeo, S. M., Park, J. E., Jo, Y. H., Jang, D. H., Suh, G. J., …. &
Kim, W. Y. (2020). Combination therapy of vitamin C and thiamine for
septic shock : a multi-centre, double-blinded randomized, controlled study.
Intensive care medicine, 46(11), 2015-2025.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin
: FKIP ULM.
Moskowitz, A., & Donnino, M. W. (2020). Thiamine (vitamin B1) in septic shock:
a targeted therapy. Journal of thoracic disease, 12(Suppl 1), S78.
Pratiwi, T. D. (2018). Perbedaan Antara Asupan Vitamin B1, B6, dan B12 Dengan
Kejadian Dysmenorrhea pada Remaja Putri di SMAN 3 Kota Malang dan
MA Nurul Ulum Munjungan Kabupaten Trenggalek (Doctoral
dissertation, Universitas Brawijaya).
Rahmat Gumilar, D. (2018). PENGARUH KONSENTRASI PUPUK HAYATI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU
(Vigna radicato L.). (Doctoral dissertation, Universitas Siliwangi).
Rahmawati, P.Z., & Sa’diyah, D.S. (2020). Penetapan Kadar Vitamin B1 Pada
Genjer (Limnocharis Flava) dengan Pengukuran Menggunakan
Spektrofotometer Uv-Vis. The Journal of Muhammadiyah
MedicalLaboratory Technologist, 3 (2), 1 – 10.
Winarno, F. G. (2004). Kimia pangan dan gizi. Jakarta: PT. gramedia.

60
LAMPIRAN

A. Pertanyaan
1. Sebutkan fungsi utama vitamin B1!
Jawaban :
Fungsi utama vitamin B1 untuk membantu sel-sel tubuh mengubah
karbohidrat menjadi energy, sebagai kunci dalam struktur dan integrase sel-
sel otak, serta berperan dalam kontraksi otot dan konduksi sinyal saraf.
2. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin B1 dan gejalanya!
Jawaban :
Penyakit kekurangan vitamin B1 yaitu penyakit beri-beri pada orang yang
kurang gizi dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Gejala beri-beri
tergantung pada sistem tubuh, gejala dibedakan menjadi :
- Gejala beri-beri kering : keluhan jari-jari kaku, otot-otot kaku dan
pegal, kram pada betis dan sulit berdiri, kehilangan memori,
kebingungan dan ensefolites.
- Gejala beri-beri basah : kelelahan dan kelemahan, peningkatan denyut
jantung, esusi pleura, dan adema kaki serta diare, sembelit, dan
kehilangan nafsu makan.
3. Tuliskan struktur kimia vitamin B1
Jawaban :

61
B. Foto
C. Larutan Vitamin B1

Memasukkan 10 tetes larutan thianin Memasukkan 5 tetes larutan sampel


1% ke dalam tabung reaksi kedalam masing-masing tabung reaksi

Menambahkan 10 tetes larutan Pb- Menambahkan 1 mL larutan NaOH 6


asetat 10% ke dalam masing – masing N ke dalam masing – masing tabung
tabung reaksi reaksi

Reaksi warna pada sampel (beras


Reaksi warna pada thiamin coklat, buah rambai, kacang polong,
dan hati ayam)

62
Memanaskan campuran sampel pada Perubahan warna pada thiamin setelah
masing – masing tabung reaksi hingga dipanaskan
terbentuk endapan coklat hitam

Perubahan warna pada sampel (beras


coklat, buah rambai, kacang polong,
dan hati ayam) setelah dipanaskan

D. Larutan Sampel

Memasukkan 10 tetes larutan thianin Memasukkan 5 tetes larutan sampel


1% ke dalam tabung reaksi kedalam masing-masing tabung reaksi

63
Menambahkan 10 tetes larutan Mencampurkan dengan baik
bismuth nitrat

Menambahkan 2 tetes larutan KI 5% Perubahan warna yang terjadi

64
FLOWCHART

PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN III

“VITAMIN B1”

A. Larutan Vitamin B1
10 tetes larutan thianin 1% + 10 tetes larutan Pb-asetat 10% + 10 mL larutan
NaOH 6 N
- Memipet
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Mengukur
- Mencampurkan
Campuran berwarna

- Memanaskan

Endapan berwarna coklat hitam

NB : - Memperhatikan timbulnya warna kuning yang terjadi


- Memperhatikan endapan berwarna coklat hitam yang menandakan
vitamin B1 positif
- Mengulang percobaan dengan mengganti larutan thianin dengan 5
tetes larutan sampel (buah rambai, hati ayam, beras coklat, dan kacang
polong)

65
B. Larutan Sampel

10 tetes larutan thianin 1% + 10 tetes larutan Bismuth nitrat

- Memipet
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mencampurkan

Larutan + 2 tetes larutan KI 5%

- Memipet
- Menambahkan

Campuran berwarna dengan endapan kuning

NB : - Memperhatikan perubahan warna yang terjadinya dan timbulnya


endapan berwarna jingga yang menandakan vitamin B1 positif
- Mengulangi percobaan dengan mengganti larutan thianin 1% dengan
5 tetes larutan sampel (buah rambai, hati ayam, beras coklat, dan
kacang polong)

66
PERCOBAAN IV

67
68
PERCOBAAN IV

Judul : Vitamin C
Tujuan : Membuktikan adanya vitamin C secara kualitatif
Hari/ Tanggal : Jumat/ 21 Oktober 2022

Tempat : Laboratorium Kimia Organik/ Biokimia FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI

Vitamin adalah salah satu zat senyawa kompleks yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berfungsi sebagai pembantu pengaturaan atau proses kegiatan
tubuh. Tanpa adanya vitamin, maka manusia, hewan dan makhluk hidup tidak dapat
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dengan baik (Permana et al., 2018). Vitamin
adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan dalam jumlah
sedikit dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk fungsi metabolisme yang normal.
Vitamin dapat larut dalam air dan lemak. Vitamin yang larut dalam lemak adalah
vitamin A, D, E, K dan vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B dan C
(Dorland, 2006).

Vitamin merupakan senyawa yang penting bagi kehidupan manusia fungsi


utama dari vitamin adalah untuk pengaturan proses metabolisme tubuh agar
berjalan lancar dan mengatur fungsi otak. Vitamin kebanyakan tidak dapat
disintesis oleh tubuh. Walaupun ada beberapa vitamin yang dapat di dalam tubuh
namun kecepatan pembentukannya sangat kecil, sehingga jumlah vitamin yang
terbentuk tidak dapat memenuhi jumlah vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh
karena itu tubuh harus tetap memperoleh asupan vitamin dari luar yaitu dari
makanan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari (Fitria et al., 2019).

Vitamin merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh suatu organisme
dalam jumlah terbatas. Vitamin dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan
utama yaitu vitamin yang larut dalam air dan lemak. Sumber vitamin yang larut
dalam air banyak terdapat dalam daging ikan minyak ikan biji-bijian kacang tanah
kacang kedelai dan sebagainya (Du et al., 2018). Kebutuhan vitamin berbeda-beda

69
bagi tiap orang, tergantung kebiasaan masing-masing. Makhluk yang kekurangan
salah satu vitamin akan menderita gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan
vitamin tersebut. Asupan vitamin harus dipenuhi dari luar, seperti makanan atau
suplemen (Leny et al., 2022).

Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan dan
efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan termasuk
melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radiasi. Vitamin
C juga dapat mengurangi resiko kanker dan mengurangi kerusakan akibat radikal
bebas, mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon korteks
adrenal, pembentukan kolagen dan menurunkan kadar kolesterol di dalam darah,
dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral
untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain
(Hasanah, 2018).

Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Vitamin C
disebut juga sebagai asam askorbat merupakan yang larut dalam air. Dalam keadaan
kering sifat karakteristik vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut.
Vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama
terkena panas. Vitamin C tidak stabil dalam alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan
asam (Almatsier, 2004). Vitamin C merupakan suatu senyawa atau zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh dan prekursornya adalah karbohidrat. Dalam tubuh manusia
senyawa ini berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia. Oleh karena itu, jika jenis
katalis ini tidak terdapat dalam tubuh maka fungsi normal tubuh akan terganggu.
Tubuh manusia tidak dapat menghasilkan vitamin C sehingga kebutuhan vitamin C
dalam tubuh dipenuhi melalui asupan bahan makanan (Ngginak et al., 2019).

Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan
mudah rusak selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju perusakan meningkat
karena kerja logam, terutama tembaga, besi, dan juga oleh kerja enzim. Eksposur
oksigen pemanasan yang terlama dengan adanya oksigen, dan eksposur terhadap
cahaya semuanya merusak kandungan vitamin C makanan (Deman, 1997). Enzim
yang mengandung tembaga atau besi dalam gugus prostetik nya merupakan katalis

70
yang efisien untuk penguraian asam askorbat. Asam L-askorbat (vitamin C) adalah
laktan (ester dalam asam hidroksi karboksilat) dan diberi ciri oleh gugus enadiol,
yang menjadikannya senyawa pereduksi yang kuat (Day & Underwood, 1981).

Untuk memenuhi kebutuhan vitamin C kita bisa meningkatkan konsumsi


beraneka buah dan sayur seperti jeruk, tomat, arbei, susu, strawberry, sayur-mayur,
asparagus, kol, mentega, kentang, ikan, atau hati. Kalau suka jambu biji, akan lebih
baik lagi, karena buah ini tinggi kandungan vitamin C nya (Leny et al., 2022).
Kandungan vitamin C pada buah dan sayuran akan berubah pada berbagai kondisi
dan lama waktu penyimpanan (Maajid et al., 2018).

Vitamin C mudah larut dalam air pada waktu mengalami proses pengirisan,
pencucian, dan perebusan bahan yang akan menyebabkan penurunan kadar vitamin
C. Kandungan vitamin C dalam buah dan makanan akan rusak karena proses
oksidasi oleh udara dari luar, terutama jika dipanaskan .Oleh karena itu,
penyimpanan dilakukan pada suhu rendah dan pemasakan yang tidak sampai
menyebabkan perubahan warna pada makanan yang mengandung vitamin C.
Kandungan vitamin C yang sedikit jika dilakukan pemanasan maka kadar vitamin
C yang dihasilkan akan semakin kecil (Kurniawati & Riandini, 2019).

Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan


sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C disintesis
dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar
hewan. Vitamin C terdapat dalam 2 jenis di alam yaitu L-asam askorbat (bentuk
tereduksi) dan asam dehidroaskorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik
asam askorbat dan asam dehidroaskorbat terjadi apabila bersentuhan dengan
tembaga panas atau alkali (Sudha & Reshma, 2018).

71
Struktur Asam Askorbat
Dikutip oleh : Ravetti et al. (2019)
Vitamin C atau asam askorbat adalah senyawa beratom karbon 6 yang dapat
larut dalam air. Nama imi dari asam askorbat (2R)-2 [(15)-1,2-dihydroxyethyl)]-
3,4- dihydroxy-2 H-Furan-5 one Pubchem. Bentuk utama dari asam askorbat adalah
L-ascorbic dan dehydroascorbic acid (Soraya et al., 2019). Status vitamin C
seseorang sangat bergantung dari usia, jenis kelamin, asupan vitamin C harian,
kemampuan absorpsi, dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu. Rendahnya
asupan serat dapat mempengaruhi asupan vitamin C karena bahan makanan sumber
serat dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin C (Baggio et al., 2018).
Analisis kualitatif dari vitamin C dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi
Benedict. Cara kerja dari metode ini yaitu: ekstrak buah dan filtrat dimasukkan ke
dalam tabung reaksi menggunakan pipet sebanyak 5 tetes. Kemudian ditambah 15
tetes pereaksi Benedict dan dipanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2
menit. Adanya perubahan warna hijau kekuningan menandakan adanya vitamin C
pada sampel (Techinamuti & Pratiwi, 2018).

Kandungan vitamin C sangat bervariasi antara komoditas yang berbeda.


Dengan demikian, tingkat vitamin C bukan merupakan indikator kualitas itu
sendiri, tetapi karena vitamin rentan terhadap oksidasi kimiawi dan enzimatik, dan
sangat larut dalam air, maka ini adalah penanda yang sensitif dan tepat untuk
memantau perubahan kualitas selama pengangkutan, pemrosesan, dan
penyimpanan (Rozana & Sumardi, 2021). Kandungan vitamin C yang tinggi
dapat diperoleh melalui buah jambu biji atau psidium guajava dalam
bahasa latin. Kandungan vitamin C dalam buah jambu biji lebih tinggi

72
dibandingkan dengan buah lainnya. Kandungan vitamin C dalam 100
gram buah jambu biji adalah 87 mg. selain mengandung vitamin C buah
jambu biji juga mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin A, dan vitamin
B2 yang juga membantu dalam penyerapan zat besi (Andaruni & Nurbaety,
2018).

Kandungan gizi yang terdapat di dalam nanas antara lain, vitamin B6 B12
dan C serta asam folat. Kandungan gula yang cukup tinggi dan memiliki
kemampuan sebagai antioksidan penangkal radikal bebas yang paling tinggi (Marpa
et al., 2021). Kersen termasuk buah tropis dan dapat dimakan dengan rasa manis
dan aroma yang khas. Di dalam 100 g kersen mengandung rata-rata 76,3 g
air,2,1 g protein, 2,1 g lemak, 17,9 g karbohidrat, 6,0 g serat, 1,4 g abu, 125
mg kalsium, 94 mg fosfor, 0,015 mg vitamin A, 90 mg vitamin C. Nilai energi
adalah 380 kJ/100 g (Ameliya et al., 2018).

Limau kuit merupakan jenis jeruk khas Kalimantan Selatan yang sangat
populer dan umumnya digunakan sebagai penyedap rasa dan bumbu dapur.
Pengembangan penelitian terkait limau kuit juga telah dilakukan seperti adanya
kandungan asam askorbat yang berperan sebagai antioksidan juga
memegang peran penting dalam tercapainya tujuan terapeutik suatu
pengobatan dan memperbaiki metabolisme biologis tubuh (Ishak et al., 2020).

II. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

1. Tabung reaksi 8 buah


2. Rak tabung reaksi 2 buah
3. Lumpang dan alu 4 buah
4. Gelas kimia 50 mL 4 buah
5. Gelas ukur 10 mL 1 buah
6. Pipet tetes 8 buah
7. Hot plate 1 buah
8. Penjepit tabung reaksi 4 buah

73
9. Gelas kimia 500 mL 2 buah
10. Botol pembersih 2 buah
11. Pisau dapur 2 buah

B. Bahan

1. Ester C
2. Pereaksi benedict
3. Pb(CH3COO)2 10%
4. NaOH 6N
5. Aquades
6. Kapas wajah
7. Jambu biji
8. Limau kuit
9. Buah kersen
10. Buah nanas

III. PROSEDUR KERJA

A. Larutan Vitamin C

1. Memasukkan 5 tetes sampel ester C ke dalam tabung reaksi.


2. Menambahkan 15 tetes pereaksi benedict.
3. Memanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2 menit.
4. Menambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL NaOH 6N.
5. Memperhatikan adanya endapan yang terbentuk, warna hijau kekuningan
sampai merah bata menandakan vitamin C positif.

B. Larutan Sampel

1. Memasukkan 5 tetes sampel ke dalam tabung reaksi.


2. Menambahkan 15 tetes pereaksi benedict.
3. Memanaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2 menit.
4. Menambahkan 10 tetes Pb-asetat 10% dan 1 mL NaOH 6N.
5. Memperhatikan endapan yang terbentuk, warna hijau kekuningan.

74
6. sampai merah bata menandakan vitamin C positif.

IV. HASIL PENGAMATAN


A. Larutan Vitamin C
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 5 tetes sampel ester C ke 5 tetes sampel ester C berwarna coklat
dalam tabung reaksi kekuningan berada di dalam tabung reaksi
2. Larutan berubah warna menjadi kuning
Menambahkan 15 tetes pereaksi benedict
kecoklatan
3. Memanaskan di atas api kecil sampai Larutan berubah warna menjadi merah tua
mendidih selama 2 menit dan terbentuk endapan merah bata
4. Menambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat Larutan berwarna merah bata dan endapan
10% dan 1 mL NaOH 6N. Memperhatikan coklat
adanya endapan yang terbentuk, warna
hijau kekuningan sampai merah bata
menandakan vitamin C positif.

B. Larutan Sampel
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 5 tetes sampel ke dalam Masing-masing larutan sampel berwarna :
tabung reaksi
- Buah kersen - Putih keruh kekuningan
- Limau kuit - Putih keruh
- Nanas - Kuning keruh
- Jambu biji - Merah muda
2. Menambahkan 15 tetes pereaksi benedict Larutan sampel berubah warna menjadi:
- Buah kersen - Biru muda
- Limau kuit - Hijau kebiruan
- Nanas - Biru tosca
- Jambu biji - Biru terang
3. Memanaskan di atas api kecil sampai Setelah pemanasan larutan menjadi
mendidih selama 2 menit berwarna :
- Buah kersen - jingga terang
- Limau kuit - coklat kekuningan
- Nanas - jingga kecoklatan
- Jambu biji - coklat

75
4. Menambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat
10% dan 1 mL NaOH 6N. Memperhatikan
adanya endapan yang terbentuk, warna
hijau kekuningan sampai merah bata Setelah penambahan, larutan menjadi
menandakan vitamin C positif. berwarna :
- Buah kersen - Jingga keruh tanpa endapan
- Limau kuit - Coklat kekuningan dengan endapan
coklat muda
- Nanas - Kuning dengan endapan jingga
- Jambu biji - Coklat kejinggaan dengan endapan
coklat tua

V. ANALISIS DATA

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan adanya vitamin


C secara kualitatif. Adapun sampel yang digunakan yaitu buah kersen, limau kuit,
nanas, dan jambu biji.

A. Larutan Vitamin C

Perlakuan awal pada percobaan ini menggunakan larutan asam askorbat 1%


sebagai larutan baku pembanding. Langkah pertama yaitu memasukkan 5 tetes
larutan askorbat 1% ke dalam tabung reaksi. Kemudian, menambahkan 15 tetes
pereaksi benedict dan memanaskan hingga mendidih selama 2 menit. Larutan pada
mulanya berwarna biru bening berubah menjadi warna hijau kecoklatan pada
bagian atas dan warna biru pada bagian bawah. Setelah dipanaskan larutan menjadi
warna hijau kecoklatan pada bagian atas dan warna biru pada bagian bawah. Hal
ini sejalan dengan penelitian oleh Techinamurti & Pratiwi (2018) yang mengatakan
bahwa uji vitamin C menggunakan pereaksi benedict akan adanya perubahan warna
hijau kekuningan yang menandakan bahwa adanya kandungan vitamin C pada
sampel.

Langkah selanjutnya menambahkan larutan Pb-Asetat 10% sebanyak 10


tetes sehingga menghasilkan lapisan atas berwarna jingga dan lapisan bawah
berwarna biru. Selanjutnya, menambahkan sebanyak 1 mL NaOH 6N dan
campuran berubah warna sehingga hasil yang diperoleh yakni endapan berwarna
merah bata yang menunjukkan positif vitamin C. Penambahan ini akan mereduksi

76
vitamin C yang merupakan asam askorbat senyawa kimia yang larut dalam air.
Asam askorbat merupakan bentuk reduksi dari vitamin C sedangkan asam dehidro
askorbat adalah bentuk teroksidasi dari vitamin C. Berikut reaksi oksidasi vitamin
C:

Pemanasan dilakukan bertujuan untuk mempercepat laju reaksi pada


pencampuran dan penambahan larutan NaOH berfungsi untuk mempercepat
terjadinya reaksi oksidasi vitamin C. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan merah bata pada sampel, maka hasil yang diperoleh pada uji ini
menghasilkan positif mengandung vitamin C.

B. Larutan Sampel
Pada percobaan ini melakukan prosedur yang sama dengan percobaan
sebelumnya, tetapi larutan ester C diganti dengan larutan sampel (buah kersen,
limau kuit, nanas, dan jambu biji) sebanyak 5 tetes yang dimasukkan ke dalam
masing-masing tabung reaksi dan menambahkan sebanyak 15 tetes pereaksi
benedict yang akan menghasilkan berbagai macam hasil percobaan yang dapat
dilihat pada tabel berikut sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil penambahan 5 tetes larutan sampel dan 15 tetes pereaksi benedict

No. Sampel Warna


1. Buah kersen Biru muda
2. Limau kuit Hijau kekuningan
3. Nanas Biru tosca
4. Jambu biji Bitu terang

77
Kemudian memanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2 menit
di atas penangas air. Adapun hasil yang diperoleh dari perlakuan ini adalah sebagai
berikut:

Tabel 2. Hasil pemanasan selama 2 menit

No. Sampel Warna


1. Buah kersen Jingga terang
2. Limau kuit Coklat kekuningan
3. Nanas Jingga kecoklatan
4. Jambu biji Coklat
Setelah sampel dipanaskan, langkah selanjutnya sampel ditambahkan
sebanyak 10 tetes Pb-Asetat 10% dan 1 mL NaOH 6N. Berdasarkan perlakuan
tersebut didapatkan hasil yang diperoleh pada data sebagai berikut (tabel 3):

Tabel 3. Hasil penambahan 10 tetes Pb-Asetat 10% dan 1 mL NaOH 6N

No. Sampel Warna


1. Buah kersen Jingga keruh tanpa endapan
2. Limau kuit Coklat kekuningan dengan endapan
coklat tua
3. Nanas Kuning dengan endapan jingga
4. Jambu biji Coklat kejinggaan dengan endapan
coklat tua
Menurut Novalisha & Rimadhani (2019) mengatakan bahwa reaksi antara
vitamin C dan reagen benedict adalah vitamin C mampu mereduksi asam sulfat
dengan reagen benedict, sehingga menghasilkan endapan merah bata. Hal tersebut
juga dikuatkan dengan pendapat Chandra & Putri (2019), yang mengatakan bahwa
dihasilkannya endapan merah bata ini disebabkan oleh reagen benedict memiliki
ion Cu2+ yang dalam suasana basa dan diendapkan berwarna merah bata. Jika suatu
sampel direaksikan dengan pereaksi Benedict akan menghasilkan endapan hijau-
kuning-merah yang menandakan bahwa di dalam sampel tersebut mengandung
vitamin C. Hal ini dikarenakan vitamin C merupakan reduktor kuat dengan adanya

78
gugus enadiol sehingga mampu mereduksi ion Cu2+ dari pereaksi benedict dengan
membentuk endapan Cu2O yang berwarna merah-kuning atau hijau-kuning.
Penambahan Pb-Asetat dan NaOH bertujuan untuk mempercepat laju reaksi
oksidasi vitamin C dan pengoksidasi vitamin C (asam askorbat menjadi asam
dehidroaskorbat). Adapun reaksi persamaannya dapat dilihat sebagai berikut :

Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh data akhir seperti pada


tabel 3, dapat dilihat bahwa semua sampel yang di uji cobakan menghasilkan warna
atau endapan merah bata, jingga, hingga kecoklatan. Hal ini artinya semua sampel
positif mengandung vitamin C. Percobaan ini dapat dikatakan berhasil karena
kandungan vitamin C pada sampel dapat terdeteksi dengan baik dan percobaan ini
sejalan dengan beberapa penelitian, yaitu pada penelitian Saleh et al. (2021)
menyatakan bahwa nanas memiliki kandungan vitamin C 79%, vitamin B6 5%,
vitamin A 1%, besi 1%, magnesium 3%, folat dan zat lainnya yang bermanfaat bagi
tubuh. Andaruni & Nurbaety (2018)menyatakan bahwa jambu biji mengandung
vitamin C yang tinggi, dalam 100 g buah jambu biji mengandung 87 mg vitamin C.
Selanjutnya, pada penelitian Makahity et al. (2019), hasil penelitiannya
menyatakan bahwa dalam 100 g buah kersen mengandung 178,96 mg vitamin C.
Serta pada penelitian Nashucha et al. (2019), menyatakan bahwa limau
mengandung vitamin C, vitamin E, karoten, dan golongan senyawa fenolat yang
berpotensi sebagai antioksidan.

79
V. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Uji vitamin C dilakukan dengan penambahan pereaksi Benedict, Pb-asetat
10%, dan NaOH 6N. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan
berwarna merah bata.
2. Berdasarkan uji vitamin C pada semua sampel ( buah kersen, limau kuit, nanas,
dan jambu biji) dinyatakan positif mengandung vitamin C yang ditandai hasil
endapan berwarna jingga, coklat tua, dan coklat muda.

80
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Ameliya, R., & Handito, D. (2018). Pengaruh lama pemanasan terhadap vitamin C,
aktivitas antioksidan dan sifat sensoris sirup kersen (Muntingia calabura
L.). Pro Food, 4(1), 289-297.
Andaruni, N. Q. R., & Nurbaety, B. (2018). Efektivitas Pemberian Tablet Zat Besi
(Fe), Vitamin C Dan Jus Buah Jambu Biji Terhadap Peningkatan Kadar
Hemoglobin (Hb) Remaja Putri Di Universitas Muhammadiyah
Mataram. Midwifery Journal: Jurnal Kebidanan UM. Mataram, 3(2),
104-107.
Baggio, L., Laureano, A. M., Silla, L., & Lee, D. A. (2018). Natural killer cell
adoptive immunotheraphy: coming of age. Clin Immunol, 117(1), 3-11.
Chandra, B., Zulharmita, & Putri, W. D. (2019). Penetapan kadar vitamin c dan b1
pada buah naga merah (hylocerus lemairel (hook) britton rose) dengan
metode spektrofotometri uv-vis. Jurnal Farmasi Higea, 11(1), 62-74.
Day, R. A., & Underwood. (1981). Analisa kimia kuantitatif, Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga.
Deman, J. M. (1997). Kimia makanan. Bandung: ITB.
Dorland, W. (2006). Kamus kedokteran dorland. Jakarta : EGC.
Du, Y., Huang, Y., & Fu, Y. (2018). Vitamin b1 helps to limit mycobacterium
tubercolosis growth via regulating innate immunity in a peroxisme
proliferator-activated receptor-y-dependent manner. Front Immunology,
9(1778), 1-9.
Fauziah, N. A., & Maulany, N. (2021). Konsumsi buah kurma untuk meningkatkan
kadar hemoglobin ibu hamil trimester iii dengan gangguan anemia. Jurnal
Majalah Kesehatan Indonesia, 2(2), 49-54.
Fitria, F., Roslinda, R., & Angga, A. A. (2019). Penetapan kadar vitamin b1 pada
kacang kedelai dan tempe yang beredar di pasar raya padang secara
spektrofotometri visibel. Jurnal Farmasi Higea, 8(1), 1-7.

81
Hasanah, U. (2018). Penentuan kadar vitamin c pada mangga kweni dengan
menggunakan metodo iodometri. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 16(1),
90-96.
Ishak, N. I., Kasman, K., & Chandra, C. (2020). Efektifitas Perasan Buah Limau
Kuit (Citrus amblycarpa) SEBAGAI Larvasida Alami Terhadap Kematian
Larva Aedes aegypti. Promotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 6-
13.
Kurniawati, E., & Riandini, H. M. (2019). Analisis kadar vitamin c pada daging
buah kelengkeng (dimocarpus longan l.) Segar dan daging buah
kelengkeng kaleng dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Jurnal
Ilmiah: J-HESTECH, 2(2), 19-26.
Kusumiyati, Munawar, A. A., & Suhandy, D. (2020). Fast and contactless
assesment of intact mango fruit quality attributes using near infrared
spectroscopy (nirs). Earth and Environmental Science, 6(2), 1-7.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan praktikum biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.
Maajid, L. A., Sunarmi, A. G., & Kirwanto. (2018). Pengaruh lama penyimpanan
terhadap kadar vitamin c buah apel (malus sylvestris mill). Jurnal
Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, 3(2), 57-106.
Makahity, A. M., Dulanlebit, Y. H., & Nazudin, N. (2019). Analisis Kadar
Karbohidrat, Vitamin C, β-Karoten Dan Besi (Fe) Pada Buah Kersen
(Muntingia Calabura L) Secara Spektrofotometri Uv-Vis. Molluca
Journal of Chemistry Education (MJoCE), 9(1), 1-8.
Marpa, M. R., Kunah, M. R., & Akbar, H. (2021). Pemanfaatan buah nanas sebagai
antioksidan untuk meningkatkan imunitas tubuh di era pandemi covid-19.
Community Engagement and Emergence Journal, 2, 3-67.
Ngginak, J., Rupidaia, A., & David, Y. (2019). Analisis kandungan vitamin c dari
ekstrak buah tin (ficus carica l.) Dan gairah hutan (passiflora foctida l.).
Jurnal Sains dan Pendidikan Sains, 2(2), 54-59.
Novalisha, T., & Rimadhani, P. (2019). Review: metode analisis kadar vitamin c.
Farmaka Suplemen, 16(2), 309-315.

82
Nashucha, B. G., Niah, R., Anggraini, L., & Exliscia, W. (2019). Potensi ekstrak
kulit limau Banjar (Citrus reticulata) dengan metode DPPH sebagai
antioksidan. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 4(2), 295-304.
Ravetti, S., Clemente, C., Brignone, S., Hergert, L., Allemandi, D., & Palma, S.
(2019). Ascorbic acid in skin health. Cosmetics, 6(4), 58-66.
Rozana, & Sumardi. (2021). Minimally process pada buah rambutan dan perubahan
kandungan vitamin c selama penyimpanan beku. Journal of Food
Technology and Agroindustry, 3(1), 36-42.
Saleh, S. N. H., Agustin, A., Muzayyana, M., & Akbar, H. (2021). Edukasi
Pemanfaatan Hasil Olahan Buah Nanas Bagi Mahasiswi Usia Subur di
Institut Kesehatan Dan Teknologi Graha Medika. Community Engagement
and Emergence Journal (CEEJ), 2(3), 52-56.
Soraya, M., Stefan, B., & Markus, M. H. (2019). Immunomodulatory and
antimicrobial effect of vitamin C. European Journal of Microbiology and
Immunology, 9(3), 73-79.
Sudha, J. D., & Reshma, L. P. (2018). Vitamin c: sources, function, sensing, and
analysis. National Institute for Interdisciplinary Science and Technology,
1(2), 5-20.
Techinamuti, N., & Pratiwi, R. (2018). Review: metode analisis kadar vitamin c.
Farmaka Suplemen, 16(2), 309-315.

83
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa vitamin C positif terhadap benedict!
Jawab:
Vitamin C bereaksi positif pada uji benedict karena larutan uji benedict
mengandung tembaga atau ion Cu2+ yang dapat mempermudah proses oksidasi
pada vitamin C.
2. Vitamin C juga disebut asam askorbat, tuliskan struktur vitamin C, dimanakah
anda menemukan gugus asam? Lingkari itu pada strukturnya!
Jawab:

3. Apakah penyakit scurvy itu? Apa saja gejala-gejala dari penyakit scurvy?
Jawab:
Penyakit scurvy adalah penyakit akibat kekurangan vitamin C. Asam askorbat
atau vitamin C, tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga tubuh
memerlukan asupan tambahan dari makanan dan minuman yang dikonsumsi
sehari-hari. Adapun gejala dari penyakit ini antara lain menurunnya nafsu
makan dan berat badan, sering merasa kelelahan, mudah marah, dan lesu. Lalu
pada tahap selanjutnya, muncul bintik merah kebiruan di tempat timbulnya
rambut dan memar di bagian kulit tertentu, selain itu gusi bengkak dan berbarah
hingga menyebabkan gigi rontok serta nyeri sendi.
4. Berapa kebutuhan harian minum vitamin C untuk mencegah penyakit scurvy
pada orang dewasa?
Jawab:
Untuk penyakit scurvy, kebutuhan vitamin C adalah sebagai berikut;

84
Laki-laki : 90 mg/hari
Perempuan : 75 mg/hari
Ibu hamil : 85 mg/hari (80 mg/hari jika < 18 tahun)
Ibu menyusui : 120 mg/hari (115 mg/ hari jika < 18 tahun)
5. Enzim apa yang dioksidasi saat kekurangan/tidak ada vitamin C? produk alam
apa yang disintesis oleh enzim ini?
Jawab:
Vitamin C sangat penting dalam pembentukan kolagen, protein yang berfungsi
sebagai “semen” yang merekatkan antar jaringan tubuh, kolagen ini dibentuk
dari prokolagen yang mengandung asam amino hidroksiprolin dan
hidroksilisin. Dan asam amino ini diubah dari prolin dan lisin, setelah
sebelumnya prokolagen dibentuk. Proses perubahan prolin dan lisin dalam
prokolagen ini dilakukan oleh enzim prolil hidrokinase yang membutuhkan
keberadaan ion besi ferro, padahal ion besi ferro ini tidak stabil dan mudah
dioksidasi. Maka gugus vitamin C adalah menjaga agar ion besi ferro ini tidak
teroksidasi. Jadi, enzim yang dioksidasi saat kekurangan/tidak ada vitamin C
adalah enzim prolil hidroksilase. Kekurangan vitamin C mengakibatkan proses
hidroksilasi dalam prokolagen berkurang, sehingga serat kolagen yang
terbentuk jadi lebih rapuh. Produk alam yang disintesis oleh enzim ini yaitu
kolagen.
6. Berapa volume minuman buah yang dapat memenuhi kebutuhan harian
minuman vitamin C anda?
Jawab:
Kebutuhan kita akan vitamin C berbeda-beda untuk setiap orang, hal ini
dibedakan atas jenis kelamin, umur, tingkat aktivitasnya, dan lain sebagainya.
Pada umumnya kebutuhan vitamin C cukup 60 mg/hari atau setara dengan 1
gelas jus jeruk (80 – 100 mL).

85
B. Foto
E. Larutan Vitamin C

Memasukkan 5 tetes sampel ester C ke Menambahkan 15 tetes pereaksi


dalam tabung reaksi benedict

Memanaskan di atas api kecil sampai Menambahkan 10 tetes larutan Pb-


mendidih selama 2 menit asetat 10%

Menambahkan 1 mL NaOH 6N Endapan yang terbentuk

86
F. Larutan Sampel

Memasukkan 5 tetes sampel ke dalam Menambahkan 15 tetes pereaksi


tabung reaksi benedict

Memanaskan di atas penangas air


Menambahkan 10 tetes Pb-asetat 10%
sampai mendidih selama 2 menit

Endapan yang terbentuk pada masing-


masing sampel (Jambu biji merah,
Menambahkan 1 mL NaOH 6N
buah nanas, buah limau kuit, dan buah
kersen

87
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN IV
“VITAMIN C”

A. Larutan Vitamin C

5 tetes sampel ester C + 15 tetes pereaksi benedict

- Memipet
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Memanaskan di atas api kecil
selama 2 menit

Larutan panas + 10 tetes Pb-asetat 10% + 1 mL NaOH 6N

- Memipet
- Menambahkan
- Mengukur
- Memasukkan

Campuran berwarna

NB : - Mengamati adanya endapan yang terbentuk warna hijau kekuningan


sampai merah bata menandakan vitamin C positif

88
B. Larutan Sampel

5 tetes larutan sampel + 15 tetes pereaksi benedict

- Memipet
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Memanaskan di atas api kecil
selama 2 menit

Larutan panas + 10 tetes Pb-asetat 10% + 1 mL NaOH 6N

- Memipet
- Menambahkan
- Mengukur
- Memasukkan

Campuran berwarna

NB : - Mengamati adanya endapan yang terbentuk warna hijau kekuningan


sampai merah bata menandakan vitamin C positif

- Sampel yang digunakan yaitu jambu biji, buah kersen, buah nanas, dan
limau kuit

89
PERCOBAAN V

90
PERCOBAAN V
Judul : Protein dan Asam Amino
Tujuan : 1. Membuktikan adanya asam amino di dalam larutan protein.
2. Mengetahui sifat-sifat protein.
Hari/Tanggal : Jumat/ 28 Oktober 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik/Biokimia FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI

Protein merupakan senyawa organik kompleks yang dihasilkan dari


polimerisasi monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
melalui tkatan peptida (Winamo, 1992). Protein termasuk dalam kelompok
senyawa yang terpenting dalam organisme hewan. Sesuai dengan peranan ini, kata
protein berasal dari kata Yunani "protelos" yang artinya "pertama". Protein adalah
poliamida, dan hidrolisis protein menghasilkan asam-asam amino (Fessenden &
Fessenden, 1986). senyawa protein secara biologis merupakan zat yang sangat
penting bertujuan sebagai nutrisi untuk energi tubuh makhluk hidup, kerja kode
genetik, atau metabolisme sel (Syauqi, Fuadi, & Santoso, 2018). Protein merupakan
makromolekul yang menyusun lebih dan separuh bagian sel. Protein menentukan
ukuran dan struktur sel, komponen utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai
reaksi metabolisme dalam tubuh (Karsidin et al., 2022). Struktur protein yang
terdiri dan polipeptida yang mempunyai rantai panjang dan tersusun atas banyak
unit asam amino (Lehninger, 1982). Komponen penyusun protein adalah asam
amino yang masing-masing terhubung dengan ikatan peptida (Adawyah et al.,
2020). Di alam terdapat sekitar 300 jenis asam amino namun hanya dua puluh asam
amino yang secara alami merupakan bahan pembangun protein (Sumardjo, 2009).

Protein adalah salah satu kelas penting dan bromolekul yang melakukan
berbagai fungsi dalam tubuh manusia termasuk perbaikan dan pemeliharaan sel,
jaringan, dan organ sebagai sumber energi, pengatur beberapa proses tubuh sebagai
hormon, pengatur proses metabolisme sebagai enzim, transportasi, dan
penyimpanan molekul tertentu sebagai protein transportasi dan penyimpanan, dan

91
pertahanan terhadap penyakit sebagai antibodi (Pokhrel et al., 2020). Kualitas
protein dari suatu bahan makanan dapat dinilai dari daya cerna protein
(bioavailabilitas) dan keberagaman perbandingan kandungan asam amino yang
dimiliki makanan tersebut. Asam amino bagian dari protein yang masing-masing
memiliki peran dan fungsi spesifik bagi pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi
imun (Widya et al., 2019). Protein merupakan persenyawaan kompleks yang
dihasilkan dari polimerisasi asam asam amino yang terikat satu sama lain melalui
ikatan peptide (-CO-NH-) (Winarno, 1992).

Protein adalah makronutrien makanan yang sangat penting yang dibutuhkan


untuk kehidupan dengan berbagai fungsi metabolisme dan fisiologis, termasuk
pengaturan nafsu makan, asupan makanan, berat badan, dan komposisi tubuh.
Perannya dalam pengaturan tekanan darah, metabolisme glukosa dan lipid,
metabolisme tulang, dan sistem kekebalan (Górska et al., 2018). Protein adalah
salah satu kelas penting dari biomolekul yang melakukan berbagai fungsi dalam
tubuh manusia termasuk perbaikan dan pemeliharaan sel, jaringan, dan organ
sebagai sumber energi, pengatur beberapa proses tubuh sebagai hormon, pengatur
proses metabolisme sebagai enzim, transportasi dan penyimpanan molekul tertentu
sebagai protein transportasi dan penyimpanan, dan pertahanan terhadap penyakit
sebagai antibodi (Pokhrel et al., 2020). Kualitas protein dari suatu bahan makanan
dapat dinilai dari daya cerna protein (bioavailabilitas) dan keberagaman
perbandingan kandungan asam amino yang dimiliki makanan tersebut.

Asam amino adalah zat organik yang mengandung amina dan gugus fungsi
asam karboksilat yang merupakan unit dasar untuk sintesis protein dalam
metabolisme sel (Lee & Kim, 2019). Asam amino merupakan bagian dari protein
yang masing-masing memiliki peran dan fungsi spesifik bagi pertumbuhan,
perkembangan, dan fungsi imun (Widya et al., 2019).Asam amino merupakan
senyawa organik turunan dari protein yang molekulnya mengandung gugus
fungsional karbonil dan amina (Ramadayan et al., 2019). Berdasarkan strukturnya,
asam amino terdiri dari sebuah gugus amino (NH₂), gugus karboksil (COOH),
sebuah atom hidrogen (H) dan gugus radikal yang terikat pada sebuah atom C (Idrus

92
et al., 2018). Asam amino biasanya berbentuk serbuk dan mudah larut didalam air
tapi tidak dapat larut dalam pelarut organik non polar. Sifat asam amino merupakan
amfoterik yang lebih dominan menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa
pada larutan asam (Putra et al., 2020). Secara alamiah, terdapat dua puluh jenis
asam amino berbeda pada protein. Semua asam amino yang terionisasi secara
biologis dengan sempurna, kecuali prolin, memiliki struktur umum seperti berikut,

Karbon-α adalah atom sentral tempat sebuah gugus amino (-NH3+) dan sebuah
gugus karboksil (-COO-) melekat. Seiring meningkatnya pH melebihi kenetralan
(pH 7), lingkungan yang semakin basa cenderung menetralisasi gugus-gugus
karboksil yang asam dari protein, dan seiring menurunnya pH di bawah kenetralan,
lingkungan yang semakin asam cenderung menetralisasi gugus-gugus amino yang
basa (Elrod & Stanfield, 2007)

Asam amino berfungsi sebagai metabolit perantara yang mempengaruhi


biosintesis lipid, glutathione, nukledtida, glukosamin, dan poliamina juga
proliferasi sel dan karbon sirkulasi asam trikarboksilat. Asam amino berfungsi
sebagai prekursor neurotransmiter dan metabolit neuromodulator yang bertanggung
jawab untuk berbagai fungsi yang berkaitan dengan perhatian, suasana hati, gairah,
dan memori (Key et al., 2019). Asam amino non-esensial memainkan banyak peran
penting dalam metabolisme tumor. Fungsi yang beragam ini termasuk menyediakan
prekursor untuk biosintesis makromolekul, mengontrol status redoks dan sistem
antioksidan, dan berfungsi sebagai substrat untuk modifikasi pasca-translasi dan
epigenetik (Choi & Coloff, 2019).

Reaksi warna protein menurut Leny et al. (2022), yaitu:

93
1. Reaksi Biuret
Reaksi biuret merupakan reaksi warna yang umum untuk gugus peptida (-
CO-NH) dan protein. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu
karena terbentuknya senyawa kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan
peptida. Banyakny asam amino yang terikat pada ikatam peptida mempengaruhi
warna reaksi ini.
2. Reaksi Millon
Pereaksi millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam protein,
senyawa menghasilkan endapa\n putih dari senyawa merkuri. Untuk protein yang
mengandung tirosin atau triptopan memberikan warna merah.
3. Reaksi Hopkins Cole
Reaksi warna protein menunjukkan positif bila ditandai terbentuknya cincin
ungu pada bidang batas antara larutan protein dengan pereaksi, yang disebabkan
karena terbentuknya kondensasi 2 inti indol dari triptofan dengan aldehid (yang
diperoleh dari asam glioksalat).
4. Reaksi Ninhidrin
Reaksi protein dengan ninhidrin menunjukkan positif bila memberikan
warna biru atau ungu. Reaksi ini terjadi pada gugus amino bebas

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Tabung reaksi 24 buah
2. Rak tabung reaksi 4 buah
3. Penjepit tabung reaksi 4 buah
4. Hotplate 1 buah
5. Corong kaca 4 buah
6. Lumpang 1 buah
7. Alu 1 buah
8. Pipet tetes 14 buah
9. Spatula 2 buah
10. Gelas kimia 10 mL 4 buah
11. Gelas kimia 20 mL 4 buah
12. Gelas kimia 30 mL 2 buah
13. Gelas kimia 50 mL 2 buah
14. Gelas kimia 100 mL 6 buah

94
15. Gelas kimia 200 mL 4 buah
16. Gelas kimia 500 mL 2 buah
17. Gelas kimia 1000 mL 2 buah
18. Gelas ukur 10 mL 9 buah
19. Botol reagen gelap 2 buah
20. Batang pengaduk 2 buah
21. Erlenmeyer 100 mL 4 buah

B. Bahan
1. Susu kedelai
2. Susu sapi murni
3. Telur ayam ras
4. Telur ayam kampung
5. Telur itik tambak
6. Air kelapa murni
7. Santan kemasan
8. Kacang hijau
9. Etanol 95 %
10. Glisin
11. HCl 1 N
12. NaOH 0,25 N
13. NaOH 0,01 N
14. Ninhidrin 0,1 %
15. CH3COOH 1 M
16. CuSO4 0,01 M
17. (NH4)2SO4 30 %
18. Indikator PP
19. Kertas saring
20. Aquades
21. Indikator kongo

III. PROSEDUR KERJA


1. Reaksi Warna Protein
a. Uji Biuret
1) Menambahkan 1 mL NaOH 0,25N ke dalam 2 mL larutan protein dan
mengaduknya
2) Menambahkan setetes CuSO4 0,01M lalu mengaduknya
3) Jika tidak timbul warna, tambahkan lagi setetes atau 2 tetes CuSO4
0,01M
b. Uji Ninhidrin

95
1) Menambahkan 0,5 mL larutan ninhidrin 0,1% ke dalam 2 mL larutan
protein
2) Memanaskan hingga mendidih
3) Mengulangi percobaan dengan menggunakan glisin

2. Sifat Protein
a. Sifat Amfoter Protein
 Suasana Asam
1) Menambahkan 3 mL aquades ke dalam tabung reaksi. Menambahkan 1
tetes HCl 1N dan 3 tetes indikator kongo ke dalam tabung reaksi
2) Menambahkan 2 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi
3) Mencatat perubahan yang terjadi.
 Suasana Basa
1) Menambahkan 3 mL NaOH 0,01N dan 3 tetes indikator PP ke dalam
tabung reaksi
2) Menambahkan 2 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi yang berbeda
3) Menambahkan tetes demi tetes larutan NaOH 0,01N yang sudah
ditambahkan indikator PP ke dalam masing-masing tabung reaksi yang
berisi larutan protein
b. Pengendapan dengan Garam
1) Memasukkan 5 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi
2) Menambahkan 3 mL (NH4)2SO4 30% hingga larutan jenuh
3) Menyaring larutan jenuh hingga terpisah filtrat dan residu
4) Menguji filtrat dengan uji biuret
5) Menguji residu terhadap kelarutan dalam air dengan menambahkan 2 mL
aquades
c. Denaturasi Protein
1) Menambahkan 2 tetes CH3COOH 1M ke dalam 2 mL larutan protein
2) Memasukkan larutan dalam air mendidih selama 5 menit
3) Menyaring campuran hingga terpisah filtrat dan residu
4) Menguji residu terhadap kelarutan dalam air dengan menambahkan 2 mL
aquades

IV. HASIL PENGAMATAN


1. Reaksi Warna Protein
a. Uji Biuret

96
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 2 mL larutan protein ke Diperoleh 2 mL larutan protein dalam
dalam tabung reaksi masing-masing tabung reaksi, berwarna:
- Telur ayam ras - Bias kekuningan (agak kental)
- Telur itik tambak - Bening (kental)
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih (kental)
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Bening sedikit keruh
- Telur ayam kampung - Bening
- Kacang hijau - Hijau
2. Menambahkan 1 mL NaOH 0,25 N ke Setelah penambahan didapatkan hasil:
dalam masing-masing tabung reaksi
- Telur ayam ras - Bias kekuningan (cair)
- Telur itik tambak - Bening (cair)
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih susu (cair)
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Bening (endapan kuning)
- Telur ayam kampung - Bening
- Kacang hijau - Putih susu
3. Menambahkan 1-3 tetes CuSO4 0,01 M Setelah penambahan didapatkan hasil:
sampai terjadi perubahan warna
- Telur ayam ras - Bias ungu muda
- Telur itik tambak - Bias ungu muda
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih bias merah muda
- Susu sapi murni - Putih bias merah muda
- Air kelapa - Bias kuning
- Telur ayam kampung - Bias merah muda
- Kacang hijau - Kuning kecoklatan

b. Uji Ninhidrin

97
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 2 mL larutan protein dan Diperoleh 2 mL larutan protein dan larutan
larutan glisin ke dalam tabung reaksi glisin dalam masing-masing tabung reaksi,
berwarna:
- Telur ayam ras - Bias kekuningan (agak kental)
- Telur itik tambak - Bening (kental)
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih (kental)
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Bening sedikit keruh
- Telur ayam kampung - Bening
- Kacang hijau - Hijau
- Glisin - Bening
2. Menambahkan 0,5 mL larutan ninhidrin Setelah penambahan didapatkan hasil:
0,1 % ke dalam masing-masing tabung
reaksi
- Telur ayam ras - Gumpalan putih
- Telur itik tambak - Gumpalan putih
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Sedikit bercak kuning
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Putih keruh
- Telur ayam kampung - 2 lapisan (atas: putih, bawah: bening)
- Kacang hijau - Putih kekuningan
- Glisin - Bening
3. Memanaskan hingga mendidih Setelah pemanasan didapatkan hasil:
- Telur ayam ras - 2 lapisan (atas: pink, bawah: putih)
- Telur itik tambak - Bias ungu muda
- Susu kedelai - 2 lapisan (atas: pink, bawah: putih)
- Santan kemasan - Putih keunguan
- Susu sapi murni - 2 lapisan (atas: putih, bawah: ungu muda)
- Air kelapa - Bening
- Telur ayam kampung - 2 lapisan (atas: pink, bawah: putih)
- Kacang hijau - Putih bias hijau
- Glisin - Ungu tua

2. Sifat Protein
a. Sifat Amfoter Protein
 Sifat Asam

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Menambahkan 3 mL aquades dan 1 tetes Larutan berubah warna menjadi ungu
HCl 1 N dan 3 tetes indikator kongo ke
dalam tabung reaksi
2. Menambahkan 2 mL sampel ke dalam Setelah penambahan didapatkan hasil:
tabung reaksi
- Telur ayam ras - Pink muda kekuningan (terbentuk busa)
- Telur itik tambak - Pink tua (terbentuk busa)
- Susu kedelai - Pink muda (endapan putih)
- Santan kemasan - 2 lapisan (atas: pink pudar, bawah: bias
pink)
- Susu sapi murni - Merah jambu
- Air kelapa - Bias ungu (endapan merah)

98
- Telur ayam kampung - Bias jingga (endapan merah)
- Kacang hijau - 2 lapisan (atas: bening, bawah:
 Sifat Basa

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Menambahkan 3 mL NaOH 1 N dan 3 Larutan berubah warna menjadi ungu
tetes NaOH 1 N dan 3 tetes indikator PP kemerahan
ke dalam tabung reaksi
2. Menambahkan 2 mL sampel ke dalam Setelah penambahan didapatkan hasil:
tabung reaksi
- Telur ayam ras - Ungu kemerahan (terbentuk gumpalan)
- Telur itik tambak - Ungu kemerahan (terbentuk gumpalan)
- Susu kedelai - Ungu kemerahan keruh
- Santan kemasan - Ungu kemerahan keruh
- Susu sapi murni - Merah muda
- Air kelapa - Bias ungu kemerahan
- Telur ayam kampung - Bias ungu kemerahan
- Kacang hijau - Bias ungu kemerahan

b. Pengendapan dengan Garam

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Memasukkan 5 mL larutan sampel ke Larutan sampel berada dalam tabung reaksi
dalam masing-masing tabung reaksi
2. Menambahkan 3 mL (NH4)2SO4 30 % Setelah penambahan didapatkan hasil:
hingga larutan jenuh. Menyaring dan
melakukan uji filtrat dan residu kemudian
menguji filtrat dengan uji biuret dan residu
terhadap kelarutan dalam air (apabila
terdapat residu)
- Telur ayam ras - Larutan bening (muncul gelembung)
- Telur itik tambak - Larutan bening sedikit keruh (muncul
gelembung)
- Susu kedelai - Putih kecoklatan
- Santan kemasan - Larutan putih
- Susu sapi murni - Merah muda
- Air kelapa - Bias ungu kemerahan
- Telur ayam kampung - Bias ungu kemerahan
- Kacang hijau - Bias ungu kemerahan

3. Denaturasi Protein

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Memasukkan 2 mL larutan protein ke Tidak ada perubahan warna pada larutan
dalam tabung reaksi dan menambahkan 2
tetes CH3COOH 1 M ke dalam larutan
protein
2. Memanaskan larutan ke dalam air Setelah pemanasan didapatkan hasil:
mendidih selama 5 menit
- Telur ayam ras - Padatan putih sedikit kuning
- Telur itik tambak - Padatan putih
- Susu kedelai - Putih keruh dan gumpalan jingga

99
- Santan kemasan - Padatan putih
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Putih bening
- Telur ayam kampung - 2 lapisan
- Kacang hijau - Putih susu
3. Menyaring campuran hingga terpisah Residu dan filtrat terpisah
4. Menguji residu terhadap larutan dalam air Setelah pengujian didapatkan hasil:
dengan menambahkan 2 mL aquades
- Telur ayam ras - Tidak ada residu
- Telur itik tambak - Tidak ada residu
- Susu kedelai - Tidak ada residu
- Santan kemasan - Tidak ada residu
- Susu sapi murni - Tidak larut (endapan putih)
- Air kelapa - Tidak larut (endapan menggumpal)
- Telur ayam kampung - Endapan putih
- Kacang hijau - Tidak ada residu

V. ANALISIS DATA
Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan adanya asam amino didalam
larutan protein dan mengetahui bagaimana sifat-sifatnya. Sampel yang digunakan
pada percobaan ini adalah telur ayam ras, telur itik tambak, santan kemasan, susu
kedelai, air kelapa, susu sapi murni, telur ayam kampung dan kacang hijau. Adapun
pengujian iidentifikasi semua sampel adalah sebagai berikut:
1. Reaksi Warna Protein
a) Uji Biuret

Percobaan ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan ikatan peptida


didalam sampel. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengukur 2 mL larutan
protein dan memasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi, kemudian
dilakukan penambahan 1 mL NaOH 0,25 N ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Perlakuan ini didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dari sebelum penambahan
NaOH yaitu sampel telur ayam ras menghasilkan bias kekuningan (cair), telur itik
tambak menghasilkan bening (cair), susu kedelai menghasilkan putih kecoklatam
(cair), santan kemasan menghasilkan putih susu (cair), susu sapi murni
menghasilkan putih susu , air kelapa tetap bening (endapan kuning), telur ayam
kampung menghasilkan bening, kacang hijau menghasilkan putih susu.
Penambahan NaOH akan mendukung terbentuknyya Cu2+ dengan gugus CO dan
NH pada penambahan CuSO4 diperlakuan selanjutnya. Persamaan reaksi yang
terjadi pada saat penambahan larutan protein dengan CuSO4 sebagai berikut:

100
Langkah selanjutnya dilakukan penambahan CuSO4, semua larutan protein
mengalami perubahan yakni munculnya bias ungu kecuali pada larutan susu
kedelai, air kelapa, dan kacang hijau berwarna bias kuning. Adanya perbedaan
perubahan warna pada larutan protein menunjukkan bahwa adanya perbedaan
banyak asam amino yang terikat pada larutan peptida. Semakin banyak atau
panjang ikatan peptida dalam protein, maka warna ungu akan semakin kuat
intensitasnya. Dengan demikian, banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan
peptida secara teoritis mempengaruhi warna dari hasil reaksi ini. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa telur ayam ras dan telur itik tambak
terdapat ikatan peptida (memberikan warna ungu), kemudian untuk sampel telur
ayam kampung, susu sapi murni, dan santan kemasan juga terdapat ikatan peptida
(menunjukkan warna merah muda), sedangkan susu kedelai, air kelapa, dan kacang
hijau berwarna bias kuning yang menunjukkan uji yang negatif (-).
Uji positif protein pada percobaan ini, sejalan dengan penelitian Purnama et
al. (2019) yang menggunakan uji biuret dalam penelitiannya dan menyatakan susu
murni positif mengandung protein dengan timbulnya warna ungu begitu juga
dengan sampel telur ayam ras, telur itik tambak, dan telur ayam kampung karena
juga timbul warna ungu. Hal ini juga sejalan dan dibuktikan oleh penelitian Herlina
& Pratiwi (2018) yang menguji telur menggunakan penambahan CuSO4 dan terjadi
perubahan warna menjadi ungu. Sehingga larutan susu sapi murni, telur ayam ras,
telur ayam kampung, santan kemasan, dan telur itik tambak dapat dinyatakan positif
(+)
b) Uji Ninhidrin

Uji ninhidrin bertujuan untuk menunjukkan adanya asam amino dalam zat
yang diuji. Ninhidrin merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi
gugus amina dalam molekul asam amino. Langkah pertama yang dilakukan adalah
memasukkan 2 mL larutan protein dan memasukkan ke dalam masing-masing
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan ninhdrin 0,1 % dan kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Pemanasan bertujuan untuk memberikan efek kepada

101
protein yaitu terjadinya denaturasi. Dimana protein akan membentuk struktur utama
jaringan utama disemua sistem campuran dan menyebabkan melemahya kekuatan
ikatan dalam struktur protein. Berdasarkan perlakuan yang dilakukan maka
didapatkan hasil sampel telur ayam ras, telur ayam kampung dan telur itik tambak
membentuk dua lapsan yaitu lapisan atas merah muda dan lapisan bawah putih.
Sedangkan untuk sampel susu kedelai tidak mengalami perubahan; sampel santan
kemasan menghasilkan putih keunguan; susu sapi murni terbentuk dua lapisan
(lapisan atas putih dan lapisan bawah ungu muda); sampel air kelapa menghasilkan
bening; dan sampel kacang hijau menghasilkan bias hijau. Adapun persamaan
reaksi penambahan protein dengan larutan ninhidrin adalah sebagai berikut:

Langkah selanjutnya melakukan perlakuan dengan mengganti larutan


sampel (protein) dengan glisin. Berdasarkan perlakuan ini didapatkan hasil
berwarna ungu tua. Pengujian glisin bertujuan untuk menjadi pembanding dengan
larutan protein yang lain. Berdasarkan penelitian Prastika et al. (2018) yang
menunjukkan hasil positif jika larutan berubah warna menjadi biru – ungu.
Sehingga dapat dikatakan positif pada sampel telur ayam ras, telur ayam kampung,
santan kemasan, susu sapi murni, serta glisin. Sedangkan susu kedelai, air kelapa,
dan kacang hijau dikatakan negatif

2. Sifat Protein
A. Sifat Amfoter Protein

102
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat amfoter protein yang dapat
bereaksi dengan asam maupun basa. Hal ini disebabkan karena molekulnya
mempunyai muatan positif dan negatif.
 Suasana Asam

Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan pembanding


dengan memasukkan HCl 1 Nsebanyak 3 mL. Kemudian ditambahkan indikator
kango ke dalam tabung reaksi sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi
ungu tua. Perubahan warna terjadi setelah penambahan 30 tetes indikator kongo.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan 3 mL aquades kedalam masing-masing
tabung reaksi kemudian ditambahkan 3 tetes indikator kongo dan 1 tetes HCl 1 M.
Kemudian menambahkan 2 mL larutan protein yang berbeda kedalam masing-
masing tabung reaksi. Adapun persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:

Berdasarkan hasil pengamatan, masing-masing larutan protein


menghasilkan perubahan sebagai berikut; telur ayam ras menghasilkan pink muda
kekuningan (terbentuk busa); telur itik tambak menghasilkan pink tua (terbentuk
busa); susu kedelai menghasilkan pink muda (endapan putih); santan kemasan
menghasilkan 2 lapisan (atas: pink pudar, bawah: bias pink); susu sapi murni
menghasilkan merah jambu; air kelapa menghasilkan bias ungu (endapan merah);
telur ayam kampung menghasilkan bias jingga (endapan merah); dan kacang hijau
menghasilkan 2 lapisan. Berdasarkan literatur ketika asam ditambahkan larutan
protein larutan tidak membentuk suspensi warna putih, tetapi hanya membentuk
larutan yang berbeda fasa. Maka dari hasil percobaan yang bersifat asam adalah
santan dan kacang hijau.

 Suasana Basa

Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan pembanding


dengan memasukkan 3 mL NaOH 0,01 N kemudian ditambahkan indikator PP ke
dalam tabung reaksi sampai terjadi perubahan dari warna awal bening menjadi ungu
kemerahan. Perubahan ini terjadi setelah penambahan 30 tetes indikator PP.
Langkah selanjutnya memasukkan 2 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi dan

103
menambahkan NaOH 0,01 N dan indikator PP tetes demi tetes sampai larutan
protein terjadi perubahan warna. Mekanisme yang terjadi dalam suasana basa ini
adalah:

Pada basa hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan keruh atau
gumpalan. Berdasarkan hasil yang diperoleh uji sifat basa protein maka telur ayam
ras dan telur itik tambak merupakan protein yang bersifat basa karena larutannya
keruh dan terdapat gumpalan.

B. Pengendapan dengan Garam

Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan protein dari monosakarida,


oligosakarida, asam amino bebas, nukliotida, dan protein lain yang masih terlarut.
Proses engendapan dengan melibatkan konsentrasi garam (NH4)2SO4 30 %.
Langkah pertama yang dilakukan adalah memasukan 5 mL larutan protein yang
berbeda kedalam masing-masing tabung reaksi kemudian menambahkan 3 mL
(NH4)2SO4 30 % hingga larutan jenuh kemudian menyaring dan melakukan uji
filtrat dengan biuret dan uji residu terhadap kelarutan dalam air (apabila terdapat
residu). Penambahan (NH4)2SO4 30 % berfungsi untuk mendapatkan endapan dari
larutan protein. Berdasarkan data yang didapatkan telur ayam ras, telur itik tambak,
susu kedelai, santan kemasan, dan telur ayam kampung tidak terjadi pengendapan.
Kesalahan dapat terjadi karena penambahan (NH4)2SO4 yang masug kurang.
Berdasarkan literarur, larutan protein yang menjadi keruh setelah
penambahan (NH4)2SO4 tetap dianggap protein mengendap. Penambahan
dilakukan sedikit demi sedikit dengan pengadukkan secara hati-hato. Kemudian
larutan yang telah jenuh disarung untuk memisahkan filtrat dan residu. Berdasarkan
hasil pengamatan yang menghasilkan residu asalah sampel susu murni, air kelapa,
dan kacang hijau berwarna putih. Filtrat yang dihasilkan diuji dengan uji biuret
menghasilkan warna ungu. Residu yang didapatkan diuji kembali dengan
menambahkan 2 mL aquades. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kelarutan
protein. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk
menghidrasi.

104
C. Denaturasi Protein

Dalam proses ini, terjadi pemecahan ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik,


ikatan garam, serta terbukanya lipatan molekul protein. Salah satu penyebab
denaturasi adalah deterzen, radiasi zat pengoksidasi atau pereduksi dan
penambahan jenis pelarut. Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan 2
mL larutan protein ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian menambahkan
2 tetes CH3COOH 1 M dan dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Setelah
pemanasan dihasilkan residu yang akan diuji kelarutannua. Persamaan reaks yang
terjadi adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil pecobaan, semua larutan protein terjadi penggumpalan


atau terentuknya endapan. Hal sejalan dengan penelitian Rosli & Lusi (2020), yang
mengatakan bahwa proses denaturasi protein dapat diinduksi oleh pemanasan
sehingga akan terjadi perubahan struktur dari protein dan mengakibatkan perubahan
peranan biologis dari protein tersebut, salah satu penyebab adalah suhu yang
mengakibatkan denaturasi protein. Langkah berikutnya menyaring campuran
hingga terpisah filtrat dan residu. Kemudian menguji residunya terhadap kelarutan
2 mL aquades. Semua larutan protein yang dilarutkan dalam aquades tidak larut.
Hal ini disebabkan karena kemampuan mengikat airnya menurun akibat terjadnya
denaturasi.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Uji biuret pada larutan protein menghasilkan uji positif pada susu sapi
murni, telur ayam kampung, telur ayam ras, telur itik tambak, dan santan
kemasan. Uji negatif dihasilkan pada air kelapa murni, kacang hijau dan
susu kedelai.

105
2. Uji ninhidrin pada larutan protein menghasilkan uji positif pada susu sapi
murni, telur ayam kampung, telur ayam ras, telur itik tambak, dan santan
kemasan. Uji negatif dihasilkan pada air kelapa murni, kacang hijau, dan
susu kedelai.
3. Pengujian sifat amfoter protein, larutan protein menunjukkan rasa yang
berbeda-beda, membentuk endapan, campuran keruh, dan terdapat
gumpalan.
4. Pengujian melalui pengendapan garam menghasilkan hampir semua larutan
mengalami pengendapan atau sukar larut.
5. Pengujian melalui denaturasi menghasilkan bahwa hampir semua larutan
protein yang diuji membentuk endapan setelah dipanaskan dan sukar larut.

106
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R., khotiffah, S.K., & Puspitasan, F. (2020). Pengaruh Lama Pemasakan
terhadap kadar Protem, Lemak, Profil Asam Amino, dan Asam lemak
Tepung Ikan Sepat Rawa (Trichogaster tric hopterus). Jumal Pengolahan
Hasil Perikanan Indonesia, 13(2), 286-294.
Choi, B. H., & Coloff, J. L. (2019). The diverse functions of non-essential amino
acids in cancer. Cancers, 11(5), 675.
Elrod, S. L., & Stansfield, W. D. (2007). Schaum’s outlines: genetika edisi keempat.
Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R.J. (1986). Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Górska, W. H., Laskowski, W., Kulykovets, O., Kudlińska-Chylak, A., Czeczotko,
M., & Rejman, K. (2018). Food products as sources of protein and amino
acids—The case of Poland. Nutrients, 10(12), 1977.
Idrus, S., Hadinoto, S., & Folanus, J.P. (2018). Karakterisasi kolagen Gelem. bung
Penang Tuna Sirip kuning (Thunnus Albacares) Dan Perairan Maluku
Menggunakan Ekstraksi Asam. Biopropal Industri, 9(2), 87-94.
Karsidin, B., Wahyuni, Y.S., & Duriyanti, M. (2022), Uji Penetapan Kadar Protein
Pada kolagen Dan Uji Hedonik Sediaan Gel Kolagen Umbah Ikan kakap
Merah (Lutjanus russelli). Praeparandi, 5(2), 121-133.
Key, M. N., Zwilling, C. E., Talukdar, T., & Barbey, A. K. (2019). Essential amino
acids, vitamins, and minerals moderate the relationship between the right
frontal pole and measures of memory. Molecular nutrition & food
research, 63(15), 1801048.
Lee, D. Y., & Kim, E. H. (2019). Therapeutic effects of amino acids in liver
diseases: current studies and future perspectives. Journal of Cancer
Prevention, 24(2), 72.
Lehninger, A.L. (1982). Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta: Erlangga.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.
Pokhrel, P., Jha, S., & Gri, B. (2020). Selection of Appropriate Protein Assay
Method for a paper Microfluidies platform. Practical laboratory
Medicine, 21(1), 1-9.
Prastika, H. H., Ratnayani, K., Puspawati, N. M., & Laksmiwati, A. M. (2019).
Penggunaan enzim pepsin untuk produksi hidrolisat protein kacang gude

107
(Cajanus cajan (L.) Millsp.) yang aktif antioksidan. CAKRA KIMIA
(Indonesian E-Journal of Applied Chemistry), 7(2), 180-188.
Putra, M.D.H., Putri, R.M.S., Oktavia, Y., & Ilham dy A. F. (2020). Karakteristik
Asaim Amino dan Asam Lemak Bekasam Kerang Bulu (Anadara
antiquate) di Desa Benan kabupaten Lingga. Mananade, 3(2), 159-167.
Ramadayanti, R.A., Swastawati, F., & Suharto, s. (2019). Profil Asam Amino
Dendeng Giling Ikan Lele Dumbo (Claras ganepinus) dengan Penambahan
konsentrasi Asap cair yang Berbeda (Amino acid profiles of Dumbo
Catfish (Clarias gartepinus) Jerked Meat Processed with Different
concentration of liquid Smoke). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of
Fishenes Science and Technology, 14(2), 136-140.
Rusli, Z.,& Lusi, A. S. (2020). Modifikasi Metode Analisis Daya Hambat terhadap
Proses Denaturasi Protein yang Diinduksi oleh Panas. CHEESA: Chemical
Engineering Research Articles, 3(2), 55-62.
Sumardjo, D. (2009). Pengantar kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
kedokteran dan Program Studi Strata Fakultas bioeksakta. Jakarta: Buku
kedokteran EGC.
Syauqi, A., Fuadi, M., & Santoso, H. (2013). Comparative Study of References and
Protein Quantifications Using Biuret-spectrophotometric Method.
Chimica et Natura Acta, 6(2), 92-48.
Widya, F. C., Anjani, G., & Syauqy, A. (2019). Analisis Kadar Protein, Asam
Amino, Dan Daya Terima Pemberian Makanan Tambahan (Pmt)
Pemulihan Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Batita Gizi
Kurang. Journal of Nutrition College, 8(4), 207-218.
Winarmo, F. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

108
LAMPIRAN

A. Pertanyaan
1. Reaksi Warna Protein
a. Uji Biuret
1. Apa yang ditunjukkan pada uji biuret pada percobaan diatas? Mengapa
warna tersebut terjadi?
Jawab:
Warna yang timbul dari uji biuret pada percobaan diatas sangat
beragam, diantaranya sampel telur ayam ras dan telur itik tambak
menunjukkan bias ungu. Sedangkan sampel santan kemasan, susu sapi
murni, & telur ayam kampung menunjukkan bias merah muda serta
sampel air kelapa dan kacang hijau menunjukkan bias kuning.
Seharusnya, reaksi positif akan ditandai dengan terbentuknya warna
ungu setelah penambahan tete demi tetes CuSO4 0,01 M ke dalam
sampel protein yang sudah mengandung 1 mL NaOH 2,5 N karena
terbentuk senyawa Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida. Hal lainnya
yaitu apabila warna ungu semakin pekat, artinya kandungan protein
semakin banyak, maka semakin banyak pula peptida yang berikatan
dengan ion Cu2+. Banyaknya asam amino yang terjadi pada ikatan
peptida dapat pula memengaruhi warna pada reaksi ini.

2. Tuliskan persamaan reaksi pada hasil uji biuret!


Jawab:
Reaksi pada hasil uji biuret

109
3. Apa fungsi penambahan NaOH pada uji biuret diatas?
Jawab:
Penambahan NaOH pada uji biuret bertujuan untuk menciptakan
suasana basa pada larutan yang akan mendukung terbentuknya
kompleks Cu2+ dengan gugus CO dan NH yang ditandai dengan
munculnya warna ungu pada larutan setelah penambahan beberapa tetes
CuSO4 (positif).

4. Apakah asam amino glisin memberikan uji biuret yang positif?


Jelaskan!
Jawab:
Asam amino glisin akan memberikan uji biuret yang positif karena
akan mendukung terbentuknya senyawa kompleks antara ion Cu2+ dan
N dari molekul ikatan peptida yang terbentuk dari asam amino glisin.

b. Uji Ninhidrin
1. Warna apa yang terbentuk pada uji ninhidrin?
Jawab:
Prinsip kerja uji ninhidrin yaitu menguji ada atau tidaknya protein
dalam suatu senyawa dengan penambahan reagen ninhidrin untuk
mengetahui jumlah atau kadar asam amino bebas yang terkandung
didalamnya, dimana asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin
dan membentuk kompleks berwarna ungu atau kuning untuk prolin dan
hidroksipolin. Apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino maka
akan terbentuk kompleks berwarna biru yang dihasilkan dari reaksi
ninhidrin dengan hasil reduksinya, yaitu ninhidrindatin dan amonia.

2. Tulis persamaan reaksi yang terjadi pada uji ninhidrin diatas?


Jawab:

110
3. Gugus apa yang memberikan uji positif pada uji ninhidrin?
Jawab:
Reaksi ninhidrin merupakan reagen yang berguna untuk mendeteksi
asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini
merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila direaksikan dengan asam
amino, menghasilkan zat berwarna ungu. Tetapi, zat berwarna ungu
yang sama juga dihasilkan dari emua asam amino-⍺ dengan gugus
amino primer. Adapun asam amino dengan gugus amino primer yang
memberikan uji positif pada uji ninhidrin adalah glisin, alanin, valin,
leusin, isoeluen, serin, treonin, sistein, metionin, fenilanin, tirosin,
triptofan, asam aspartat, asam glutamat, asparagin, glutamin, lisin,
arginin, dan histidin.

2. Sifat Protein
a. Sifat Amfoter Protein
1. Apakah zwitterions itu? Mengapa disebut sebagai senyawa amfoter?
Gambarkan struktur umumnya!
Jawab:
Zwittwerions adalah senyawa yang dapat membentuk ion yang
bermuatan positif dan juga bermuatan negatif. Keadaan senyawa ini
sempat tergantung pada pH larutan.

Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan


melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+.
Asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bemuatan positif
juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion).

2. Jelaskan sifat amfoter protein berdasarkam definisi asam-basa


Bronsterd-Lowry?

111
Jawab:
Berdasarkan definisi asam basa Bronsterd-Lowry, amfoter basa
yang dapat bersifat asam atau basa bergantung pada lingkungannya.
Untuk sifat amfoter protein yaitu dapat bersifat sebagai asam dengan
memberikan proton kepada basa kuat, atau juga dapat bersifat sebagai
basa dan menerima proton dari basa kuat.

b. Pengendapan dengan Garam


1. Apa tujuan dilakukannya uji biuret pada filtrat?
Jawab:
Untuk menunjukkan bahwa filtrat sampel mengandung ikatan
peptida. Hal ini terjadi karena terbentuknya senyawa kompleks antara
Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida.

c. Denaturasi Protein
1. Jelaskan mengenai denaturasi protrin?
Jawab:
Denaturasi protein adalah perubahan bentuk protein melalui
beberapa bentuk tekanan eksternal sehingga tidak dapat lagi
menjalankan fungsi selulernya. Penyebab denaturasi protein dapat
berupa pemanasan, penambahan asam atau alkali. Fungsi dilakukan
denaturasi protein antara lain digunakan oleh tubuh untuk membunuh
berbagai patogen, selain itu denaturasi protein juga merupakan bagian
penting selama pencernaan makanan karena protein dalam makanan
denaturasi oleh aksi enzim pencernaan yang dilepaskan.

112
B. Foto
1. Reaksi Warna Protein
a. Uji Biuret

Memasukkan 2 mL protein 8 sampel Menambahkan 1 ml NaOH ke dalam


ke dalam 8 tabung reaksi yang masing-masing sampel
berbeda

Menambahkan setetes CuSO4 0,01 M Jika tidak timbul warna menambahkan


ke dalam semua sampel, lalu setetes atau dua tetes lagi CuSO4 0,01
mengaduknya
M

Hasil Uji Biuret sampel telur ayam Hasil Uji Biuret sampel telur ayam
kampung, susu sapi murni, kacang ras, susu kedelai, telur itik tambak,
hijau dan Air kelapa murni santan kemasan

113
b. Uji Ninhidrin

Memasukkan 2 mL protein 8 sampel Menambahkan 0,5 ml Larutan


ke dalam 8 tabung reaksi yang ninhidrin 0,1% ke dalam semua
berbeda sampel protein

Memanaskan semua sampel hingga Hasil Uji Ninhidrin sampel telur ayam
mendidih kampung, susu sapi murni, kacang
hijau Air kelapa murni

Hasil Uji Ninhidrin sampel telur ayam Hasil Uji Ninhidrin pada glisin
ras, susu kedelai, telur itik tambak,
santan kemasan

114
2. Sifat Protein
a) Sifat Amfoter Protein
• Suasana Asam

Memasukkan 3 ml aquades ke dalam Menambahkan 1 tetes HCl 1 N


8 tabung reaksi

Menambahkan 3 tetes indicator Menambahkan 8 sampel protein


Kongo kedalam masing-masing tabung

Hasilsuasana asam sampel telur ayam Hasil suasana asam sampel telur ayam
kampung, susu sapi murni, kacang ras, susu kedelai, telur itik tambak,
hijau Air kelapa murni santan kemasan

 Suasana Basa

115
Mengukur 3 mL NaOH 0,01 N dan Menambahkan 3 tetes indikator PP
memasukkan ke dalam tabung reaksi

Hasil penambahan 3 tetes indikator PP Menambahkan 2 mL larutan protein


ke dalam masing-masing tabung
reaksi

Menambahkan tetes demi tetes larutan Hasil penambahan pada masing-


NaOH 0,01N sampai terjadi perubahan masing larutan protein

116
Hasil penambahan pada masing-masing
larutan protein

b. Pengendapan dengan Garam

Memasukkan ke dalam masing-masing 5 mL larutan protein pada masing


tabung reaksi 5 mL larutan protein masing tabung reaksi

Mengukur 3 mL (NH4)2SO4 30% Menambahkan 3 mL (NH4)2SO4


hingga 30% hingga larutan jenuh

117
Hasil penambahan pada masing-masing Menyaring larutan jenuh hingga
larutan protein terpisah filtrat dan residu

Filtrat masing-masing larutan protein Memasukkan 1 mL NaOH 0,25 N ke


dalam masing-masing filtrat

Menambahkan beberapa tetes CuSO4 Hasil filtrat sampel dengan uji biuret
0,01M lalu mengaduknya

118
Hasil penambahan pada masing-masing Menyaring larutan jenuh hingga
larutan protein terpisah filtrat dan residu

3. Denaturasi Protein

Memasukkan ke dalam masing-masing Menambahkan 2 tetes CH3COOH


tabung reaksi 2 mL larutan protein

119
Memasukkan larutan dalam air Hasil pemanasan selama 5 menit
mendidih selama 5 menit

Menyaring campuran hingga terpisah Hasil penambahan 2 mL aquades


filtrat dan residu pada masing-masing residu

Hasil penambahan 2 mL aquades pada


masing-masing residu

120
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN V
“PROTEIN DAN ASAM AMINO”

1. Reaksi Warna Protein


a) Uji Biuret
2 mL larutan protein + 1 mL NaOH 0,25 N + 1 tetes CuSO4 0,01 M

- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mengaduk
Larutan berwarna

NB:- Jika tidak timbul warna, tambahkan lagi setetes atau dua tetes CuSO4
0,01 M
- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan
b) Uji Ninhidrin

2 mL larutan protein + 0,5 mL larutan ninhidrin 0,1 %

- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Memanaskan hingga mendidih
Larutan berwarna

NB:- Mengulangi percobaan yang sama menggunakan glisin


- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan

121
2. Sifat Protein
a) Sifat Amfoter Protein
 Suasana Asam

3 mL aquades + 1 tetes HCN 1 N + 3 tetes indikator kongo + 2 mL larutan


protein
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
Larutan bewarna

NB:- Mencatat perubahan warna yang terjadi


- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan
 Suasana Basa
3 mL NaOH 0,01 N + 3 tetes indikator PP

- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
Larutan berwarna merah jambu

2 mL larutan protein + tetes demi tetes larutan merah jambu

- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
Larutan bewarna

122
NB:- Mencatat perubahan warna yang terjadi
- Menyiapkan 2 mL larutan protein pada tabung reaksi yang berbeda
- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan

b) Pengendapan dengan Garam


5 mL larutan protein + 3 mL (NH4)2SO4 30 %

- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam
erlenmeyer
- Menambahkan
- Menggoncang-goncangkan

Larutan jenuh
- Menyaring

Filtrat Residu

NB:- Menjenuhkan larutan protein dan (NH4)2SO4 30%


- Melakukan uji kelarutan dari endapan di dalam air, dimana filtrat diuji
dengan uji biuret dan residu diuji dengan menambahkan 2 mL
aquades
- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan

123
C. Denaturasi Protein
2 mL larutan protein + 2 tetes CH3COOH 1 M

- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam
erlenmeyer
- Menambahkan
- Menggoncang-goncangkan

Filtrat Residu

NB:- Menguji residu terhadap kelarutan dalam air dengan menambahkan


aquades
- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan

124
PERCOBAAN VI

125
PERCOBAAN VI

Judul : Kromatografi Kertas Daripada Asam-Asam Amino


Tujuan : Untuk mempelajari pemisahan asam amino dengan cara
kromatografi kertas
Hari/Tanggal : Jumat/ 4 November 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik /Biokimia FKIP ULM
Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang dihasilkan dari
polimerisasi monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
melalui ikatan peptida (Winamo, 1992). Komponen penyusun protein adalah asam
amino yang masing-masing terhubung dengan ikatan peptida (Adawyah et al.,
2020). Ikatan peptida terbentuk antara gugus karboksil dan gugus amina dari asam
amino yang bersebelahan (Nisah et al., 2019). Asam amino merupakan senyawa
organik turunan dari protein. Asam amino terdiri atas asam amino kondisional,
asam amino non esensial, asam amino esensial, dan semi esensial (Cahyono &
Mardani, 2020). Terdapat dua puluh asam amino alami yang lazim dimana
memiliki rangka yang terdiri dari gugus asam karboksilat dan gugus yang terikat
secara kovalen pada atom pusat (karbon alfa). Dua gugus lainnya pada karbon alfa
merupakan atom hidrogen dan gugus R yang merupakan rantai samping asam
amino. Sifat kimia gugus rantai samping menyebabkan perbedaan sifat asam
amino (Fessenden & Fessenden, 1997). Asam amino adalah zat organik yang
mengandung amina dan gugus fungsi asam karboksilat yang merupakan unit dasar
untuk sintesis protein dalam metabolisme sel (Lee & Kim (2019). Berdasarkan
strukturnya, asam amino ter diri dari sebuah gugus amino (-NH₂), gugus karboksil
(-COOH), sebuah atom hidrogen (H) dan gugus radikal yang terikat pada sebuah
atom C (Idrus et al., 2018). Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:

126
Gambar Struktur Asam Amino
Dikutip : Winarno (1992)

Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksil akan melepaskan ion
H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+ . Oleh adanya kedua gugus
asam amino tersebut dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif
dan juga bermuatan negatif atau disebut juga dengan ion amfoter (zwitter ion)
(Winarno, 1992). Adapun untuk reaksinya adalah sebagai berikut:

Dikutip : Khopkar (1990)

Asam amino penyusun protein dapat digolongkan berdasarkan berbagai


kategori. Berdasarkan komposisi kimia gugus R, asam amino dapat digolongkan
menjadi asam amino alifatik (glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin), asam amino
hidroksil (serin, treonin), asam amino sulfur (sistein, metionin), asam amino
aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan), asam amino (asam aspartat, asparagin,
asam glutamat, glutamin), asam amino basa (arginin, histidin, lisin) dan asam
amino amino (prolin). Selanjutnya asam-asam amino juga dapat digolongkan
berdasarkan kemampuan sintesis tubuh manusia dan hewan yaitu asam amino non
esensial (alanin, prolin, glisin, serin, sistein, tirosin, asparagin, glutamin, asam
aspartat, dan asam glutamat) dan asam amino esensial (arginin, histidin, isoleusin,
lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin (Toha & Hamid, 2001).
Jenis asam amino tersebut memiliki perbedaan sifat karena perbedaan rantai
samping dari asam amino. Perbedaan sifat yang dimiliki oleh asam amino

127
merupakan sifat yang khas dan berbeda dengan asam amino yang lain. Hal ini
menyebabkan asam amino dapat dipisahkan dan diidentifikasi keberadaannya
menggunakan metode pemisahan. Ada beberapa metode analisis asam amino,
misalnya metode gravimetri, kalorimeter, mikrobiologi, kromatografi, dan
elektroforesis. Salah satu metode yang banyak memperoleh pengembangan adalah
metode kromatografi . asam amino tersebut dapat diidentifikasi menggunakan
kromatografi sederhana yaitu kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.
(Poedjiadi, 1994).
Kromatografi didefinisikan sebagai seperangkat teknik yang digunakan
untuk pemisahan konstituen dalam campuran. Teknik ini melibatkan 2 fase yaitu
fase diam dan fase gerak. Pemisahan konstituen didasarkan pada perbedaan antara
koefisien partisi dari dua fase (Goel & Sharma (2019). Fase gerak mengalir
melalui fase diam dan membawa komponen-komponen pada campuran.
Komponen yang berbeda akan bergerak dengan kecepatan berbeda (Day &
Underwood, 2006). Macam-macam kromatografi ialah kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, dan kromatografi penukar ion (Goel & Sharma, 2019).
Kromatografi lapis tipis pada saat berlangsung, fase diam ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah
pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler
(pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV
(Sudjadi, 1988).
Kromatografi kertas (paper chromatography) adalah metode kromatografi
yang paling penting dan sederhana yang digunakan untuk memisahkan dan
mengidentifikasi komponen-komponen campuran. Kromatografi kertas ini baik
digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Day & Underwood, 2006).
Kromatografi kertas bekerja untuk memisahkan zat terlarut antara serat kertas
(fase diam) dan pelarut (fase gerak) (Patil et al., 2020). Dimana kromatografi
kertas adalah teknik yang melibatkan penempatan titik kecil atau garis larutan

128
sampel ke selembar kertas kromatografi.Untuk melakukan pemisahan campuran
asam amino hanya dibutuhkan sedikit sampel yang akan ditotolkan pada kertas
kromatografi. Sampel kemudian akan bergerak dalam eluen (fase gerak) yang
ditambahkan dan akan terjadi pemisahan. Fase gerak dalam pemisahan campuran
asam amino misalnya eluen fenol yang jenuh. Sebagai fase diam, pada umumnya
air yang terserap pada pori-pori kertas. (Liu et al., 2020).
Berdasarkan arahnya, kromatografi kertas dapat dilakukan dengan tiga
metode yaitu metode ascending (menaik), descending (menurun), dan radial
(mendatar) (Ebere et al., 2019). Kromatografi ascending merupakan kromatografi
kertas yang arah fase geraknya menaik, dengan memanfaatkan gaya kapiler.
Sedangkan pada kromatografi descending dalam pelaksanaannya memanfaatkan
gaya gravitasi sehingga arah fase geraknya menurun. Dalam kromatografi radial
memanfaatkan bentuk bulat dan kertas, komponen-komponen akan dielusikan
melingkar (Khopkar, 1990). Selain itu, hasil yang diperoleh dari metode ini akan
terlihat jelas dengan adanya pergerakan pada kertas terlebih lagi apabila sampel
dan standar baku pembanding diletakkan berdampingan pada kertas yang sama
sehingga pergerakan elusi pada keduanya dapat mudah diamati (Wertheim, 2000).
Asam amino yang mudah larut dalam pelarut tertentu seperti pelarut
organik akan terbawa naik lebih jauh daripada yang sukar larut. Setelahnya
dengan proses ini asam-asam amino akan terpisah satu dengan yang lain, dengan
penyemprotan pereaksi ninhidrin pada kertas kromatografi tersebut akan tampak
noda-noda yang membuktikan adanya asam amino yang terpisah. Jarak yang telah
ditempuh oleh suatu asam amino tertentu (b), dibandingkan dengan jarak yang
ditempuh oleh suatu pelarut dari garis awal hingga garis akhir (a) diberi lambang
Rf (Poedjiadi, 1994). nilai Rf diidentifikasi sebagai perbandingan jarak yang
ditempuh oleh senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel
maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada kromatografi
kertas (Fardani et al., 2020). Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di
bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:

129
(Khopkar,1990).
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila
identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf standar dari
senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakter yang
sama. Sedangkan bila nilai Rf nya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan
merupakan senyawa yang berbeda (Khopkar, 1990).

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Pipet tetes 6 buah
2. Corong kaca 2 buah
3. Gelas ukur 10 mL 1 buah
4. Gelas ukur 50 mL 1 buah
5. Gelas ukur 100 mL 2 buah
6. Gelas kimia 20 mL 2 buah
7. Gelas kimia 50 mL 2 buah
8. Gelas kimia 100 mL 2 buah
9. Chamber 1 buah
10. Botol semprotan 1 buah
11. Cawan penguapan 2 buah
12. Lumpang 2 buah
13. Alu 2 buah
14. Oven 1 buah
15. Corong pisah 1 buah
16. Statif dan klem 1 set
17. Erlenmeyer 500 mL 1 buah
18. Hair dryer 1 buah

130
B. Bahan
1. n-Butanol
2. CH3COOH
3. Plat KLT 13 x 15 cm
4. Glisin
5. Alanin
6. Bayam
7. Tahu
8. Ninhidrin 0,25%
9. Aquades
10. Pipa kapiler
11. Kertas saring
12. Plastik warp

III. PROSEDUR KERJA


1. Menyiapkan plat KLT dengan ukuran 13 × 15 cm.
2. Menotolkan sampel pada kromatografi berdampingan dengan jarak 3 cm.
Larutan ujung ada pada 5 cm dari pinggir kertas.
3. Mengeringkan tiap-tiap tetesan berikutnya, misalnya dengan alat
pengering rambut.
4. Memasukkan plat KLT yang telah mengandung cuplikan ke dalam
chamber yang terlebih dahulu jenuh dengan fase gerak berupa n-Butanol,
asam asetat, dan aquades dengan perbandingan 100 mL: 48 mL : 100 mL.
5. Memulai elusi dan membiarkan fase gerak sampel.
6. Setelah larutan elusi cukup jauh, kertas kromatografi dikeluarkan.
7. Lalu menandai batas larutan dengan pensil dan kertas kromatografi
dikeringkan pada 105℃-110℃ selama 5 menit.
8. Menyemprotkan kertas dengan larutan ninhidrin dan mengeringkan lagi
pada suhu 105℃ - 110℃ selama 5 menit. Noda – noda asam amino yang
berwarna akan terlihat.

131
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Sampel Gilisin (A) dan Sampel Tahu (B)
No. Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menyiapkan plat KLT dengan Plat KLT dengan ukuran 13 x 15 cm siap
ukuran 13x15 cm digunakan
2. Membuat larutan eluen dengan Didapatkan eluen jenuh larutan berwarna
perbandingan 100 mL n-butanol, bening
100 mL aquades, dan 48 mL
CH3COOH lalu munggojok dalam
corong pisah dan di diamkan
hingga terbentuk dua lapisan,
lapisan atas dimasukkan ke dalam
chamber hingga jenuh
3. Menngerus sampel daun bayam Dihasilkan larutan berwarna hijau tua
hingga halus dan menambahakan
etanol
4. Menyaring dengan kapas hingga Dihasilkan larutan berwarna hijau tua
didapat filtrat
5. Menotolkan sampel pada  Sampel glisin ditotolkan pada titik
kromatografi berdampingan dengan A
jarak 3 cm. Larutan ujung ada pada  Sampel bayam ditotolkan pada
5 cm dari pinggir kertas. titik B
6. Memasukkan plat KLT ke dalam Fase gerak eluen/ eluen mulai bergerak
chumber berisi eluen jenuh dan keatas
membiarkan eluen bergerak
7. Mengangkat dan mengeringkan Plat KLT kering
pada 105℃ - 110℃ selama 5
menit.
8. Menyemprotkan kertas dengan Plat Kembali basah
larutan ninhydrin
9 Mengeringkan lagi pada suhu yang  Sampel A (Glisin) terdapat noda
sama selama 5 menit, noda-noda berwarna coklat dengan jarak tempuh
asam amino yang berwarna akan 2,1 cm
terlihat Rf
 Sampel B (Bayam) terdapat noda
berwarna jingga pudar dengan jarak
tempuh 3,4 cm
Rf =

B. Sampel Gilisin (A) dan Sampel Tahu (B)


No. Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menyiapkan plat KLT dengan Plat KLT dengan ukuran 13 x 15 cm siap
ukuran 13x15 cm digunakan
2. Membuat larutan eluen dengan Didapatkan eluen jenuh larutan berwarna
perbandingan 100 mL n-butanol, bening
100 mL aquades, dan 48 mL
CH3COOH lalu menggojok dalam
corong pisah dan di diamkan
hingga terbentuk dua lapisan,
lapisan atas dimasukkan nedalam
chamber hingga Jenuh

132
No. Percobaan Hasil Pengamatan
3. Menggerus sampel daun bayam Dihasilkan larutan berwarna putih keruh
hingga halus dan menambahkan
etanol
4. Menyaring dengan kapas hingga Dihasilkan larutan berwarna putih keruh
didapat filtrate
5. Menotolkan sampel pada  Sampel alanin ditotolkan pada titik
kromatografi berdampingan dengan A
jarak 3 cm. Larutan ujung ada pada  Sampel tahu ditotolkan pada titik
5 cm dari pinggir kertas. B
6. Memasukkan plat KLT ke dalam Fase gerak eluen/ eluen mulai bergerak
chamber berisi eluen jenuh dan ke atas
membiarkan eluen bergerak
7. Mengangkat dan mengeringkan Plat KLT kering
pada 105℃ - 110℃ selama 5
menit.

8. Menyemprotkan kertas dengan Plat Kembali basah


larutan ninhydrin
9 Mengeringkan lagi pada suhu yang  Sampel A (Alanin) terdapat noda
sama selama 5 menit, noda-noda berwarna coklat dengan jarak tempuh
asam amino yang berwarna akan 3 cm
terlihat Rf
 Sampel B (Tahu) terdapat noda
berwarna jingga pudar dengan jarak
tempuh 0,2 cm
Rf =

V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini digunakan metode pemisahan asam amino dengan cara
kromatografi kertas. kromatografi kertas yang merupakan pemisahan berdasarkan
system partisi, dimana fase diamnya berupa KLT dan fase geraknya berupa cairan
pelarut (eluen). Pelarut (eluen) yang digunakan merupakan campuran beberapa
larutan. Dalam percobaan ini, teknik kromatografi kertas dilakukan dengan cara 1
dimensi, yaitu menggunakan satu macam larutan eluen yakni pertama berupa n-
butanol; aquades; CH3COOH dengan perbandingan 100 mL; 100 mL; 48 mL.
Prinsip kerja KLT ini menggunakan metode ascending (naik) kemudian fase gerak
naik sampai hampir mendekati batas atas plat. Fase gerak naik secara perlahan-
lahan meskipun melawan gaya gravitasi. Namun eluen dapat naik dikarenakan
adanya afinitas. Dalam proses naiknya fase gerak, komponen-komponen yang

133
berbeda akan berjalan pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya
(Samosir, Bialangi, & Ibayu, 2018).
Langkah pertama menyiapkan plat KLT dengan ukuran 13 × 15 cm.
Tujuan pembuatan ini berfungsi sebagai fase diam dalam proses pemisahan asam
amino dengan KLT dan berfungsi sebagai penyerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 serta berfungsi sebagai jalan yang dilalui oleh
fase gerak untuk memisahkan komponen-komponen yang ada di dalam campuran
sampel. Langkah berikutnya membuat larutan eluen berupa n-butanol; aquades;
CH3COOH dengan perbandingan 100 mL; 100 mL; 48 mL. Lalu mencampurkan
ketiga Pelarut ke dalam erlenmeyer terbentuk lapisan berwarna agak keruh di
bagian atas dan berwarna bening di bagian bawah. Selanjutnya, memasukkan
campuran ke dalam corong pisah dan menggojoknya. Penggojokan bertujuan.
untuk mengefisiensikan ekstraksi fase cair dan fase organik harus bercampur
secara keseluruhan, proses penggojokan tidak boleh terlalu cepat dan kuat.
Diperoleh hasil yakni terbentuk 2 lapisan yaitu kental bening sedangkan pada
lapisan bawah terdapat larutan bening. Hal ini dapat terjadi karena n-butanol
bersifat non-polar, sedangkan asam asetat dan air bersifat polar. Jadi asam asetat
dan air akan saling bercampur, sedangkan n-butanol dan 2 pelarut lain tidak akan
saling campur (Joshi & Adhikari, 2019).
Eluen kemudian dipisahkan menggunakan corong pisah. Pemisahan
lapisan bawah di masukkan ke dalam gelas Kimia. Larutan bagian atas
dimasukkan ke dalam chamber yang kemudian ditutup selama beberapa waktu
dengan tujuan untuk menjenuhkan eluen, sehingga akan mempercepat pemisahan.
Tujuan chamber ditutup rapat ini untuk memungkinkan bahwa kondisi dalam
gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk menempatkan kodisi dalam
gelas kimia biasanya ditempatkan kertas saring yang mengelilingi sisi chamber
yang terbasahi oleh pelarut karena pelarut bergerak lambat pada kertas,
komponen-komponen berbeda dari campuran akan bergerak pada kecepatan yang
berbeda-beda akan tampak sebagai penanda noda-noda amino.

134
Sampel asam amino yang digunakan yaitu alanin, glisin, tahu dan bayam.
Dimana sampel bayam akan dielusi dengan kandungan dari glisin dan sampel
tahu dielusi dengan kandungan dari Alanin. Perlakuan selanjutnya ini membuat
terlebih dahulu larutan sampel dengan cara menggerus sampel daun bayam dan
tahu dengan alu agar didapatkan ekstrak sampel yang halus dan banyak.
Kemudian, melakukan preparasi sampel bayam dan tahu dengan etanol sebanyak
5 mL untuk pengenceran ekstrak bayam dan diperoleh larutan tahu warna putih
dan bayam menjadi hijau tua. Kemudian disaring dan diambil filtratnya
menghasilkan larutan hijau tua dan sampel tahu putih keruh. Sampel inilah yang
akan digunakan untuk menguji kandungan glisin dari bayam dan alanin dari
sampel tahu. Adapun fungsi penambahan etanol untuk melarutkan asam amino
sehingga mudah dipisahkan lebih lanjut pada saat penambahan etanol ini terjadi
reaksi esterifikasi oleh adanya alkohol dalam kondisi asam. Adapun persamaan
reaksinya untuk sampel asam amino adalah sebagai berikut :

Kemudian masing-masing sampel tersebut akan ditotolkan pada Plat KLT


yang berukuran 13 cm x 15 cm. Plat KLT diberikan batas atas dan batas bawah
dengan ukuran 2,5 cm dan 2,5 cm dan sampel yang ingin ditotolkan
berdampingan dengan jarak 3 cm. Pemberian batas tersebut bertujuan agar pada
batas bawah untuk membatasi di daerah mana sampel akan di totolkan dimana
pada tempat penotolan sampel tersebut tidak larut dalam fase gerak. Penotolan
sampel di beri jarak agar proses pembawa sampel atau gerak eluen dapat dideteksi
seberapa jauh bergerak pada fase diamnya. Pada saat menggaris batas bawah dan
batas atas harus menggunakann pensil, karena pensil terbuat dari grafit yang tidak
akan larut dalam eluen. Kemudian menotolkan sampel A, B, C dan D pada plat
KLT yang sudah di siapkan, penotolannya menggunakan pipa kapiler dan

135
memasukkan plat KLT yang telah mengandung cuplikan ke dalam chamber yang
berisi eluen. Penggunaan pipa kapiler pada saat penotolan adalah agar tetesan
asam amino yang diteteskan tidaklah terlalu banyak sehingga dalam satu kertas
saring mampu menampung tiga jenis sampel asam amino.
Langkah selanjutnya yakni memasukkan plat KLT yang sudah ditotolkan
pada kertas kromatografi. Selanjutnya membiarkan fase gerak memulai elusi, fase
gerak mulai bergerak naik ke atas. Pada saat memulai elusi, pelarut organik
merambat ke atas melalui kapiler. Di mana asam amino yang paling kurang larut
akan tertinggal di bawah sedangkan sampel yang mudah larut / yang bersifat non
polar akan berada di atas dan mempunyai Rf yang relatif tinggi. Sehingga sampel
yang paling atas merupakan sampel yang paling larut dalam pelarut yang artinya
bersifat nonpolar, dibandingkan sampel asam amino lainnya. Molekul-molekul
seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkat oleh pelarut. Mereka akan
memiliki nilai Rf yang relatif tinggi. Dengan kata lain, molekul-molekul polar
akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk
pelarut yang nonpolar, sehingga cenderung larut pada lapisan tipis air sekitar serat
lebih besar daripada pelarut yang bergerak, karena molekul-molekul ini
menghabiskan waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang dalam fase gerak,
molekul-molekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.
Langkah berikutnya mengangkat plat KLT dan memanaskan plat KLT ke
dalam oven dengan suhu 105°C - 110°C selama 5 menit. Pemanasan dilakukan
bertujuan mengeringkan sampel agar noda yang diperoleh dapat nampak jelas.
Kemudian mengangkat plat KLT dari oven dan menyemprotkan plat KLT dengan
larutan ninhidrin. Hal ini dilakukan karena asam amino tidak berwarna sehingga
diperlukan pereaksi lokasi untuk mengetahui letak noda. Penyemprotan ninhydrin
yang dipanaskan bersama asam amino akan terbentuk kompleks warna, yang akan
menyebabkan timbulnya warna pada kromatografi kertas. Adapun reaksi yang
terjadi antara ninhidrin dengan asam amino yaitu: Sumber : Prastika et al. (2019)

136
Reaksi ninhydrin dengan asam amino secara detail sebagai berikut :

Sumber : Khafidzin (2021)

Adapun reaksi yang terjadi antara alanin dan ninhydrin sebagai berikut :

Sumber : Hart et al. (2003)

Reaksi alanin dengan ninhydrin secara terperinci adalah:

Sumber: Hart et al. (2003)

137
Reaksi glisin dengan ninhidrin sebagai berikut :

Sumber : Worsfold et al. (2019)

Reaksi glisin dengan ninhidrin secara terperinci ialah:

Sumber : Worsfold et al. (2019)

Noda-noda ini kemudian diukur dengan membandingkan jarak komponen


yang dipisahkan (analit) dengan jarak pergerakan pelarut, disimbolkan dengan Rf,
rumusnya:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎


𝑅𝑓
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Pengukuran diperoleh dari kertas untuk memudahkan identitas senyawa-


senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh
oleh pelarut dan jarak yang ditempuh oleh bercak warna masing-masing.

Didapatkan hasil data sebagai berikut :

138
Sampel Warna Harga Rf
Tahu Jingga muda 0,02
Bayam Jingga 0,34
Alanin Coklat 0,3
Glisin Coklat 0,21

Berdasarkan hasil percobaan pada sampel bayam terdapat noda berwarna


coklat dengan jarak tempuh 3,4 cm dan dengan jarak eluen 10 cm sehingga
diperoleh Rf 0,34. Pada glisin menghasilkan noda berwarna jingga pudar dengan
jarak tempuh 2,1 cm dan dengan jarak eluen 10 cm sehingga diperoleh Rf 0.21
cm. Pada sampel tahu noda yang dihasilkan berwarna jingga muda dengan jarak
tempuh 0,2 cm dan dengan jarak eluen 10 cm sehingga diperoleh Rf 0.02.
Sedangkan alanin memiliki noda pada jarak tempuh 3 cm dengan jarak eluen 10
cm, sehingga nilai Rf yang di peroleh yaitu sebesar 0,3 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa masing masing larutan sampel terdeteksi adanya komponen asam amino.
Berdasarkan hasil percobaan nilai Rf dari sampel (bayam) hampir
mendekati nilai Rf dari alanin, maka dapat disimpulkan bahwa asam amino pada
sampel bayam berupa asam amino alanin. Hal ini sejalan penelitian dari Ejiofor et
al (2022) menyatakan bahwa bayam hijau mengandunga asam amino bebas,asam
amino yang paling banyak adalah asam aspartat, sistein, asam glutamat, alanin,
leusin.. Sedangkan sampel tahu memiliki nilai Rf yang jauh dari nilai Rf satandar
dan warnanya nodanya terlalu nampak, sehingga sulit menentukan jenis asam
amino apa yang terdapat dalam sampel tahu. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian sebelumnya, berdasarkan penelitian Kurniawan & Hasdiansah (2022),
dari hasil penelitiannya olahan dari sari kedelai seperti tahu mengandung delapan
asam amino esensial, yaitu lisin, tritofan, fenilananin, leusin, isoleusin, treonin,
metionin, dan valin. Harga Rf yang jauh dari Rf standar asam amino nya hal ini
disebabkan karena kurang telitinya pengukuran dan perhitungan pada saat
praktikum.
Berdasarkan perhitungan diperoleh bawah masing-masing asam amino
memiliki harga Rf yang berbeda, harga Rf alanin = 0,3, sedangkan Rf glisin =

139
0,21. Perbedaan ini dipengaruhi oleh keterikatan analit terhadap eluen, karena
eluen yang digunakan bersifat non polar maka nyawa yang lebih nonpolar akan
terikat lebih kuat pada eluen sehingga harga Rf nya akan semakin besar.
Adapun harga Rf asam amino secara teori (Rediantning, 1987) :
Jenis asam amino Nilai Rf
Glisin 0,26
Alanin 0,38
Berdasarkan literatur nilai Rf standar asam amino untuk alanin (Rf=0,38)
dan glisin (Rf=0,26) (Rediantning, 1987). Dilihat dari nilai Rf yang diperoleh
pada percobaan ini harga Rf alanin = 0,3 sedangkan Rf glisin = 0,21, nilai Rf
percobaan ini berbeda dengan nilai standar yang ada pada literatur. Hal ini
disebabkan karena harga Rf dipengaruhi oleh eluen, sedangkan harga Rf standar
tidak diketahui eluen yang digunakan, bisa saja eluen yang digunakan berbeda
dengan eluen pada percobaan ini sehingga hasil daripada harga Rf juga berbeda.
Tetapi jika dilihat antara harga Rf hasil percobaan dengan harga Rf standar
diperoleh suatu urutan yang sama yaitu harga Rf untuk alanin lebih besar daripada
glisin.
Rf alanin lebih besar dari glisin ini disebabkan oleh adanya sifat – sifat
kepolaran asam amino tersebut dan dapat dibuktikan dari struktur masing –
masing asam amino. Dimana alanin mempunyai gugus R non polar, sedangkan
glisin mempunyai gugus R polar, tetapi gugus R pada glisin yaitu suatu atom
hidrogen terlalu kecil untuk mempengaruhi derajat polaritas gugus dan karboksil
yang tertinggi sehingga glisin lebih polar dibandingkan dengan alanin. Adapun
struktur masing-masing asam amino sebagai berikut :

Struktur glisin
Dikutip dari: Fessenden & Fessenden (1997)

140
Struktur alanin
Dikutip oleh: Fessenden & Fessenden (1997)
Berdasarkan struktur diatas glisin lebih polar dibandingkan dengan alanin,
karena alanin mempunyai gugus R nonpolar sedangkan glisin mempunyai gugus
R polar. Hal ini sesuai dengan hasil Rf yang diperoleh masing-masing asam
amino. Adapun urutan kepolarannya dari yang paling polar yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan hasil perhitungan harga Rf di atas dibandingkan dengan harga


Rf asam-asam amino standar menunjukan terdapat komponen-komponen asam
amino dalam larutan, dimana dari hasil percobaan semua sampel yakni glisin,
tahu, bayam, dan alanin menghasilkan noda pada uji ini. Hal ini dibuktikan
dengan hasil perhitungan yang paling mendekati dengan harga asam amino
standar dan jenis asam amino tersebut. Dengan harga glisin, bayam, alanin dan
tahu berturut turut yaitu 0,21; 0,34; 0,3 dan 0.02. Hal ini juga dibuktikan dengan
hasil percobaan yang mengasilkan berwarna jingga hingga merah ketika
disemprotkan ninhydrin.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan yakni:
1. Kromatografi kertas dapat digunakan untuk mengidentifikasi/memisahkan
asam amino dalam suatu campuran
2. Prinsip pemisahan dengan KLT yaitu berdasarkan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang digunakan
3. Harga Rf dari hasil percobaan diperoleh, pada sampel glisin Rf nya 0,21,
untuk sampel bayam Rf nya 0,34, alanin harga Rf 0,3 dan sampel tahu
harga Rf 0,02

141
masing-masing sampel glisin, bayam, alanin dan tahu be rturut turut yaitu
0,21; 0,34 ; 0,3 dan 0.02.
4. Dari hasil percobaan hasil Rf nya berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi
oleh keterkaitan analit terhadap eluen karena eluen yang digunakan
bersifat non polar maka semakin senyawa itu lebih non polar maka akan
terikat lebih kuat pada eluen sehingga harga Rf nya akan semakin besar.
Sifat kepolaran asam amino tersebut dapat dibuktikan dari struktur
masing-masing asam amino dan mempengaruhi derajat polaritas gugus
pada alanin mempunyai gugus R nonpolar, sedangkan glisin mempunyai
gugus R polar sehingga glisin lebih polar dibandingkan dengan alanin.

142
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R., Khotiffah, S.K., & Puspitasan, F. (2020). Pengaruh Lama
Pemasakan terhadap kadar Protem, Lemak, Profil Asam Amino, dan Asam
lemak Tepung Ikan Sepat Rawa (Trichogaster tric hopterus). Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 13(2), 286-294

Cahyono, E., & Mardani, I. (2020). Identifikasi Asam Amino Ikan Layng
(Decapterus Russelli) pada Lokasi Penangkapan Berbeda. Jurnal
Pengolahan Pangan, 5(1), 1-6.

Day, R. A., & Underwood, A. L. (1994). Analisis Kimia Kuantitatif. Surabaya:


Erlangga.

Ebere, E. C., Obisina, I. B., & Wimkor, V. A. (2019). Applications of Column,


Paper, Thin Layer and Ion Exchange Chromatography m Purifying
samples: Mini Review. SF Journal Pharmaceutical and Analytical
Chemistry, 2(2), 1-6.

Ejiofor, E. U., Oyedemi, S. O., Onoja, S. O., & Omeh, N. Y. (2022). Amaranthus
hybridus Linn leaf extract ameliorates oxidative stress and hepatic damage
abnormalities induced by thioacetamide in rats. South African Journal of
Botany, 146, 213-221.

Fardani, R. A., Ramadanti, E., & Ustiawaty, J. (2020). Analisis Kansungan


Rhodamin B dan Methanyl Yellow Pada Jajanan Pasar di Kota Mataram
dengan Kromatografi Kertas. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah
Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram, 6(1), 105-111.

Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1997). Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta:


Erlangga.

Goel, A., & Sharma, S. (2019). A Review on High Performace Liquid


Chromatography (HPLC). Journal of Scientific Computing, 8(8), 1-9.

Hart, H., L. E. Craine, D. J. Hart. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat.
Erlangga. Jakarta.

Idrus, S., Hadinoto, S., & Folanus, J.P. (2018). Karakterisasi kolagen Gelem. bung
Penang Tuna Sirip kuning (Thunnus Albacares) Dan Perairan Maluku
Menggunakan Ekstraksi Asam. Biopropal Industri, 9(2), 87-94

Joshi, D. R., & Adhikari, N. (2019). An Overview on Common Organic Solvent


and Their Toxicity. Journal Pharm. Res. lut, 28(3), 1-18

143
Khafidzin (2021). https://www.noorkhafidzin.com/2021/03/analisis-uji-ninhidrin
pada-protein.

Khopkar. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Pres

Kurniawan, Z., & Hasdiansah, H. (2022). Pengabdian Kepada Masyarakat Mesin


Penggiling Kedelai Untuk Produksi Susu Kedelai Pada Industri Rumah
Tangga. Jurnal Pengabdian Masyarakat Polmanbabel, 2(02), 76-81.

Lee, D. Y., & Kim, E. H. (2019). Therapeutic Effects of Amino Acids in Liver
Diseases: Current Studies and Future Perspectives. Journal Of Cancer
Prevention, 24 (2), 72 – 78.

Liu, F., Wang, M., & Li, X. (2020). Simultancous Qualitative Characterization of
Four Herbs in Werkangling Capsules by a Validated High-Performance
Thin-Layer Chromatography Method. JPC-Journal of Planar
Chromatography- Modern TLC, 33(5), 449-455

Nisah, K., Afkar, M., & Sa'drah, H. (2019). Analisis Kadar Protein Pada Tepung
Jagung, Tepung Ubi Kayu, dan Tepung Labu Kuning dengan Metode
Kjedhal. Amina, 1(3), 108-113.

Patil, A. R., Ghagare, D. M., Deshmane, B. J., & Kondawar, M. S. (2020).


Review on Chromatography Principal Types and its Application. Research
Journal of Pharmaceutical Dosage Forms and Technology, 12(1), 27-
32.G

Poedjiadi, A. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Prastika, H. H., Ratnayani, K., Puspawati, N. M., & Laksmiwati, A. M. (2019).


Penggunaan enzim pepsin untuk produksi hidrolisat protein kacang gude
(Cajanus cajan (L.) Millsp.) yang aktif antioksidan. CAKRA KIMIA
(Indonesian E-Journal of Applied Chemistry), 7(2), 180-188.

Rediatning, W., & Dan Kartini, N. (1987). Analisis Asam Amino Dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom Dan
Pascakolom. Proceedings ITB, 20.

Samosir, S. A., Bialangi, N., & Ibayu, H. (2018). Analisis Kandungan Rhodamin
B Pada Saos Tomat Metode KLT. Jurnal Entropi, 3(1), 45-49.

Sudjadi. (1988). Metode Pemisahan. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas


Gadjah Mada

144
Toha, A., & Hamid, A. (2001). Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Bandung:
Alfabeta.

Wertheim. (2000). Kamus Kimia Bergambar. Jakarta: Erlangga.

Winarmo, F. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Worsfold, P., Townshend, A., Poole, C. F., & Miró, M. (2019). Encyclopedia of
analytical science. Elsevier : Inggris.

145
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Hitung harga Rf tiap-tiap noda dan catat warnanya. Kemudian tetapkan
komponen asam-asam amino dalam larutan yang diselidiki dengan
membandingkan Rf-nya dengan Rf asam-asam amino standar.
Jawab:
Pengukuran harga Rf untuk tiap noda pada kromatografi kertas melalui
rumus:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑛𝑜𝑑𝑎
𝑅𝑓
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

Adapun data jarak noda yang diperoleh:


Diketahui:
Jarak eluen = 10 cm
Jarak sampel tahu = 3,4 cm
Jarak sampel alanin = 2,1 cm
Jarak sampel bayam = 0,2 cm
Jarak sampel glisin = 3 cm

Ditanya: Rf setiap noda dan warnanya serta membandingkan dengan Rf


asam-asam amino standar?
Penyelesaian :
 Pada sampel bayam, noda berwarna jingga pudar

 Pada sampel glisin, noda berwarna coklat

146
 Pada sampel alanin, noda berwarna merah bata

 Pada sampel tahu, noda berwarna jingga pudar

Berdasarkan hasil perhitungan harga Rf di atas dapat dibandingkan


dengan harga Rf asam-asam amino standar yang mana menunjukkan
bahwa komponen-komponen asam amino dalam larutan yang
menghasilkan noda pada uji ini adalah alanin dan glisin. Hal ini
dibuktikan dengan hasil perhitungan di atas yang paling mendekati
dengan harga asam amino dan jenis asam amino tersebut. Dengan
harga glisin, bayam, alanin dan tahu berturut-turut yaitu 0,21 ;0,34;0,3
; 0,02. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil percobaan yang
menghasilkan noda berwarna jingga hingga merah bata ketika
disemprot dengan senyawa ninhidrin.

2. Jika suatu asam amino memiliki harga Rf 0,45, seberapa jauh asam amino
itu akan bergerak pada plat kromatografi kertas dimana pelarut bergerak
15,2 cm?
Jawab :
Jarak atau jauh asam amino itu bergerak pada plat kromatografi kertas
dapat ditentukan dengan perhitungan di bawah :

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑅𝑓 𝑥 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

= 6,84
Jadi jauh asam amino tersebut akan bergerak pada pelat kromatografi
kertas adalah dengan jarak 6,84 cm.

147
3. Apa yang terjadi jika anda tidak menggunakan sarung tangan dan jari anda
terkena semprotan ninhydrin
Jawab :
Apabila jari tangan terkena semprotan ninhidrin maka akan menyebabkan
kulit yang terkena berwarna ungu. Hal ini dikarenakan pada kulit tangan
kita juga mengandung asam amino jenis non esensial.

4. Apa keuntungan dan kerugian metode pemisahan dengan kromatografi


kertas?
Jawab :
 Keuntungan metode pemisahan dengan kromatografi kertas antara lain:
1) Tidak diperlukan peralatan yang teliti dan mahal.
2) Hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan materi yang
sangat sederhana.
3) Senyawa yang terpisah dapat dideteksi pada kertas dan dapat
diidentifikasi.
 Kerugian metode pemisahan dengan kromatografi kertas antara lain:
1) Banyaknya masalah yang menyangkut cara memasukkan fase
2) gerak dan perambatan fase gerak serta penggumpalan.
3) Lebih lama karena panjang kertas bisa hingga 50 cm.
4) Keterbatasan parameter senyawa yang diuji.

5. Apakah metode kromatografi kertas dapat digunakan untuk analisa


kuantitatif?
Jawab :
Dengan metode kromatografi kertas ini tidak dapat melakukan analisis
yang bersifat kuantitatif, tetapi hanya dapat digunakan untuk analisis
kualitatif terhadap suatu larutan yang berisi bermacam-macam komponen,
misalnya seperti pada percobaan ini yaitu analisis kualitatif terhadap suatu
larutan yang berisi bermacam-macam asam amino dan hal ini semua

148
ditandai dengan adanya warna merah bata serta dari harga Rf sampel yang
diselidiki lalu dibandingkan dengan harga Rf standarnya.

6. Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai Rf?


Jawab :
 Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-
perubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat
menyebabkan perubahan-perubahan harga Rf.
 Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga
kecepatan aliran.
 Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas
dari atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari
komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar digunakan,
ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahan komposisi
pelarut sepanjang kertas maka koefisien partisi akan berubah juga. Dua
faktor yaitu penguapan dan komposisi mempengaruhi harga Rf.
 Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion
dan serapan yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas
mempengaruhi kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan
partisi.
 Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi di antara
volume-volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka
hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap
lainnya hingga terhadap harga Rf mereka.

149
B. Foto

A. Preparasi Sampel

Menggerus sampel (bayam dan tahu)


Menambahkan etanol
hingga halus

Menyaring dengan kapas hingga


didapat filtrat

B. Uji Kromatografi

Membuat eluen (100 mL n-Butanol,


Menyiapkan plat KLT dengan ukuran
100 mL aquades, dan 48 mL
13 × 15 cm
CH3COOH)

150
Menotolkan sampel dan larutan asam
Lapisan atas dimasukkan ke dalam
amino pembanding pada plat KLT yang
chamber hingga jenuh
telah diberi batas

Memasukkan plat KLT yang telah


mengandung cuplikan ke dalam
Mengeluarkan plat KLT
chumber yang terlebih dahulu jenuh
dengan fase gerak

Mengeringkan plat KLT pada suhu Menyemprotkan kertas dengan larutan


105℃ - 110℃ selama 5 menit. ninhydrin

151
Mengeringkan lagi pada suhu 105℃ - Noda – noda asam amino yang
110℃ selama 5 menit berwarna terlihat

152
FLOWCHART

PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN VI

“KROMATOGRAFI KERTAS DARI PADA ASAM-ASAM AMINO”

KLT 13 x 15 cm + Sampel

- Menyiapkan plat KLT 13 x 15 cm


- Menotolkan sampel
- Mengeringkan tiap-tiap tetesan
berikutnya

Plat KLT dengan cuplikan

- Memasukkan kedalam chumber


- Memulai elusi
- Mengeluarkan kertas kromatografi
- Menandai batas larutan kromatografi
menjadi batas larutan dengan pensil
dan mengeringkan pada 105℃ -
110℃
- Menyemprotkan dengan larutan
ninhydrin dan mengeringkannya
pada 105℃ - 110℃

Kromatografi tetes dengan noda-


noda asam amino

NB : - Sampel yang digunakan yaitu bayam tahu, glisin, dan alanin


- Larutan ujung pada 5 cm dari pinggir kertas
- Chumber jenuh dengan fase gerak berupa fenol, asam asetat dan
aquades
- Membiarkan fase gerak sampel
- Mengamati noda

153
PERCOBAAN VII

154
PERCOBAAN VII

Judul : Titrasi Potensiometri Asam Amino


Tujuan : Untuk mempelajari reaksi-reaksi asam amino dengan ion-ion
hidrogen
Hari/Tanggal : Jum’at/11 November 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik/Biokimia FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Titrasi adalah analisis dengan mengukur jumLah larutan yang diperlukan
untuk bereaksi tepat sama dengan larutan lain. Dimana digunakan pada reaksi
netralisasi asam dengan basa pada titik ekuivalen (Anshory, 1987). Titrasi ini
merupakan cara untuk menentukan konsentrasi larutan asam ataupun basa dengan
menggunakan larutan standar. Dimana larutan standar merupakan larutan yang
sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar asam diperlukan untuk
menentukan konsentrasi basa begitupun sebaliknya (Febriana & Kasmui, 2021).
Dimana cara untuk menitrasi yaitu dengan menambahkan setetes demi setetes
larutan basa kepada larutan asam. Setiap basa yang diteteskan dihentikan setelah
jumLah mol H+ setara atau sama dengan dengan jumLah ion OH- . Dan pada saat
itu larutan bersifat netral (titik ekuivalen). Hal ini dapat ditunjukkan hubungan
antara volume titran dengan pH larutan (Ahmad, 1991).
Titrasi potensiometri menyangkut perbedaan potensial antara suatu elektroda
indikator dan suatu elektroda pembanding sewaktu titrasi. Perbedaan potensial
dapat diukur dengan potensial (potensiometri) atau pH meter. Pada umumnya
pengukuran-pengukuran teliti dari perbedaan potensial dilakukan dengan
potensiometri, akan tetapi untuk ketelitian yang diperlukan dalam titrasi, pH meter
memberikan hasil-hasil yang memuaskan dan lebih sesuai untuk menggunakannya
(Day & Underwood, 1999). Prinsip analisis titrasi potensiometri ini
menggabungkan antara pengukuran potensial dengan volume titran (Piluharto et
al., 2018).
Metode potensiometri ini juga ditunjukkan agar dapat menentukan titik
ekuivalen suatu titrasi secara instrument sebagai pengganti indikator visual, yang

155
menggunakan indikator universal (Day & Underwood, 1994). Dimana menurut
Wang & Lin (2019), metode ini digunakan untuk menentukan atau mengukur
potensial, pH suatu larutan, menentukan konsentrasi ion-ion tertentu dengan
elektroda selektif ion. Hal ini sejalan dengan penelitian (Sihombing & Hakim,
2021) bahwa proses potensiometri dapat diukur dan dilakukan dengan bantuan
elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Adapun 2 jenis
elektroda pengukur yaitu elektroda indikator logam dan elektroda indikator
selaput (Fizer et al., 2021).
Potensiometri merupakan pengukuran tunggal terhadap potensial dan suhu
aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH
larutan (Basset, 1994). Dimana Potensial dalam titrasi secara berturut-turut atau
secara kontinu dengan perangkat automatik (Khopkar, 1990). Dalam titrasi secara
manual, potensiometri diukur setelah penambahan titran secara berurutan dan
hasil pengamatan digambarkan pada suatu grafik pada kertas, dimana volume
titran untuk memperoleh suatu kurva titrasi. Dari grafik tersebut dapat
diperkirakan titik akhir titrasi (Huljani & Rahma, 2018). Umumnya pada titrasi
potensiometri yang melibatkan ion H+ dalam larutan, alat ukur yang digunakan
yaitu pH meter. pH meter merupakan alat ukur pH yang menggunakan elektroda
membran sebagai elektroda indikator. Alat ini dilengkapi pula elektroda
pembanding gelas/kalomel atau kondisi keduanya (Sumar, 1994).
Asam amino merupakan suatu zat penyusun protein yang saling berikatan
membentuk ikatan peptida (Sumandiarsa et al., 2020). Asam amino adalah zat
organik yang mengandung Amina dan gugus fungsi asam karboksilat yang
merupakan unit dasar untuk sintesis protein dalam metabolisme sel. Asam amino
juga berfungsi sebagai metabolit perantara yang mempengaruhi biosintesis lipid,
glutathione, nukleotida, glukosamina, dan poliamina juga proliferasi sel dan
karbon sirkulasi Asam trikarboksilat (Lee & Kim, 2019). Asam amino terdiri dari
satu atom karbon yang mengikat empat gugus: gugus amina (-NH2), gugus
karboksil (-COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R) atau juga disebut
rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya

156
(Thoume, et al., 2020). Dimana menurut Fessenden & Fessenden (1997), gugus
rantai sampinglah yang menyebabkan perbedaan sifat asam amino.
Asam amino larut dalam air, di mana gugus karboksil melepaskan ion H+
sedangkan gugus Amina akan menerima ion H+. Karena adanya kedua gugus
tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif
dan juga bermuatan negatif atau disebut juga amfoter (Winarno, 1992). Di mana
sejalan dengan Putra et al. (2020), bahwa sifat asam amino merupakan senyawa
amfoter yang lebih dominan menjadi asam pada larutan basa dan basa pada
larutan asam, hal ini disebabkan asam amino mampu menjadi zwitter ions,
karakteristik protein ditentukan oleh jenis asam amino dan urutannya dalam
polipeptida. Asam amino sendiri merupakan senyawa organik turunan dari protein
yang terdiri dari asam amino kondisional, asam amino non esensial, asam amino
esensial, dan semi esensial (Cahyono & Mardani, 2020).
Asam amino mengandung setidaknya dua kelompok asam lemak, namun
gugus karboksil adalah asam yang jauh lebih kuat daripada gugus amino. Pada pH
7,4 gugus karboksil tidak berproduksi dan gugus amino diprotonasi. Asam amino
tanpa gugus R terionisasi akan netral secara pada pH ini dan membentuk zwitter
ions (Tripathy et al., 2018). Asam amino mempunyai sifat zwitter ion atau dipolar
karena dalam struktur kimianya mempunyai gugus fungsi negatif (COO-) dan
gugus fungsi positif (NH3+). Asam amino juga berfungsi amfoter yaitu dapat
bersifat asam, basa, atau netral (Mufida et al., 2020).
Setiap asam amino bebas dan juga protein apapun, pada pH tertentu, akan
ada dalam bentuk Zwitter ion. Artinya semua asam amino dan semua protein,
ketika mengalami perubahan pH, melewati keadaan dimana ada jumLah muatan
positif dan negatif yang sama pada molek. pH dana ini terjadi dikenal sebagai titik
isoelektrik (pH isoelektrik) dan dilambangkan sebagai pI. Ketika dilarutkan dalam
air, semua asam amino dan protein hadir terutama dalam bentuk isoelektriknya.
Dengan kata lain, ada pH (titik isoelektrik) dimana molekul memiliki muatan nol
bersih (jumLah yang sama dari muatan positif dan negatif). Tetapi tidak ada pH
dimana molekul memiliki muatan nol mutlak (tidak ada sama sekali muatan
positif dan negatif) (Khadka, 2021).

157
Semua asam amino adalah amfoter, dimana mempunyai paling sedikit satu
gugusan asam amino dan satu gugusan karboksil. Gugusan-gugusan yang mudah
mengion pada asam-asam amino yang dapat dijumpai selain gugusan karboksil
dan gugusan asam amino adalah gugusan-gugusan p-hidroksifenil, sulfurik,
guanin, imidazol (Leny et al., 2022). Asam amino glutamat, glisin, dan sistein
merupakan zat atau substrat (precursor) untuk sintesis glutation (GSH) dalam sel
tubuh (Sugiar & Sukaman, 2019).
𝛽-alanin adalah asam amino non-proteinogenik, dimana gugus amino berada
pada posisi dari gugus karboksilat (nama IUPAC = asam 3-aminopropenat).
Berbeda dengan L-alanin, yang merupakan asam amino proteinognik, p-alanin
tidak memiliki pusat stereo. B-Alanin dimasukkan ke dalam pantotenat (vitamin
B5) dan oleh karena itu, merupakan prekursor koenzim A (CoA) dan komponen
carnonine, dipeptide yang terkonsentrasi di otot dan jaringan otak, yang mendasari
penggunaan B-Alanin secara luas pada manusia sebagai suplemen penambah
kekuatan (Parthasarathy et al., 2019).
Glisin (G) adalah asam amino alifatik. Leusin termasuk dalam non polar dan
esensial sedangkan glisin termasuk kedalam asam amino esensial yang bersifat
hidrofobik. Asam amino ketiga yaitu fenilalanin (F) merupakan asam amino
esensial non polar yang berikatan dengan asam glutamat ada glisin yang bersifat
hidrofobik sehingga ikatannya yang cenderung stabil. Asam amino alanin (A)
yang merupakan asam amino non-esensial yang tidak dapat diproduksi oleh
tubuh, bersifat netral dan alifatik pada pH mendekati 7 serta memiliki rantai
cabang hidrokarbon (Ningsih dan Lisdiana, 2022).

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. pH meter 2 buah
2. Pipet tetes 3 buah
3. Gelas ukur 50 mL 2 buah
4. Gelas kimia 1000 mL 1 buah
5. Gelas kimia 250 mL 4 buah

158
6. Gelas kimia 100 mL 7 buah
7. Neraca analitik 2 buah
8. Spatula 2 buah
9. Batang pengaduk 2 buah
10. Stirer 2 buah
11. Batang magnetik 4 buah
12. Buret 2 buah
13. Botol pencuci 2 buah
14. Statif dan Klem 2 set
15. Corong kaca 2 buah

B. Bahan
1. Glisin
2. Alanin
3. Larutan Buffer pH 4, pH 7, pH 10
4. Aquades
5. H2SO4 2 N
6. NaOH 2 N

III. PROSEDUR KERJA


A. Menitrasi Larutan Bahan
1. Melarutkan 0,4 gram glisin dalam 40 mL aquades.
2. Mengukur pH awal larutan glisin.
3. Menitrasi larutan dengan H2SO4 2 N dengan buret di atas stirer,
kemudian mengukur pH larutan.
4. Menitrasi terus menerus sampai dicapai pH=1,2.
5. Mengulang prosedur 1-3, tetapi larutan yang digunakan untuk
menitrasi diganti dengan NaOH 2N. Titrasi dilakukan sampai tercapai
pH=12.
6. Mengulangi prosedur yang sama untuk alanin.

159
B. Menitrasi Aquades
1. Menitrasi aquades 40 mL dengan H2SO4 2 N sampai pH 1,2
menggunakan buret di atas stirer.
2. Menitrasi aquades 40 mL dengan NaOH 2 N sampai pH 12
menggunakan buret di atas stirer.

IV. HASIL PENGAMATAN


A. Menitrasi Larutan Bahan
 Menitrasi Larutan Bahan dengan H2SO4 2 N

No. Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Melarutkan 0,4 g glisin dan Masing-masing larutan berwarna
alanine masing-masing dalam 40 bening
mL aquades
2. Mengukur pH awal larutan pH awal larutan
 Glisin  6.7
 Alanin  5.1

3. Menitrasi larutan glisin dengan Tetes Volume (mL) pH glisin


H2SO4 2 N dengan buret di atas 3 0.15 3.9
stirer, kemudian mengukur pH
6 0.3 3.6
larutan sampai dicapai pH=1,2
9 0.45 3.4
12 0.6 3.3
15 0.75 3.2
18 0.9 3.1
21 1.05 3.0
24 1.2 2.9
27 1.35 2.8
30 1.5 2.7
33 1.65 2.6
36 1.8 2.6
39 1.95 2.6
42 2.1 2.5

160
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH glisin
45 2.25 2.5
48 2.4 2.4
51 2.55 2.4
54 2.7 2.3
57 2.85 2.4
60 3 2.4
63 3.15 2.3
66 3.3 2.3
69 3.45 2.3
75 3.75 2.3
81 4.05 2.2
87 4.35 2.1
93 4.65 2.1
99 4.95 2.1
108 5.4 2.1
120 6 2.1
132 6.6 2.1
144 7.2 2.1
159 7.95 2.0
164 8.2 2.0
179 8.95 2.0
197 9.85 2.0
218 10.9 2.0
242 12.1 2.0
269 13.45 2.0
299 14.95 1.9
329 16.45 1.9
359 17.95 1.8

161
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH glisin
389 19.45 1.8
419 20.95 1.8
449 22.45 1.8
479 23.95 1.8
515 25.75 1.8
551 27.55 1.8
593 29.65 1.8
635 31.75 1.8
677 33.85 1.8
722 36.1 1.8
770 38.5 1.0
4. Menitrasi larutan alanin dengan Tetes Volume (mL) pH alanin
H2SO4 2 N dengan buret di atas
stirer, kemudian mengukur pH 3 0.15 3.3
larutan sampai dicapai pH=1,2 6 0.3 3.1
9 0.45 3.0
12 0.6 2.8
15 0.75 2.7
18 0.9 2.6
21 1.05 2.6
24 1.2 2.4
27 1.35 2.3
30 1.5 2.2
33 1.65 2.1
36 1.8 2.1
39 1.95 2.0
42 2.1 2.0
51 2.25 1.9
63 2.55 1.8
69 2.85 1.7

162
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH alanin
75 3.75 1.6
81 4.05 1.5
93 4.65 1.5
99 4.95 1.5
105 5.25 1.5
111 5.55 1.5
117 5.85 1.3
120 6.00 1.3
123 6.15 1.3
126 6.3 1.3
129 6.45 1.3
132 6.6 1.3
135 6.75 1.3
138 6.9 1.3
141 7.05 1.2

 Menitrasi Larutan Bahan dengan NaOH 2 N

No. Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Melarutkan 0,4 g glisin dan alanin Masing-masing larutan berwarna
masing-masing dalam 40 mL bening
aquades
2. Mengukur pH awal larutan pH awal larutan
 Glisin  6.5
 Alanin  7.0

3. Menitrasi larutan glisin dengan Tetes Volume (mL) pH glisin


NaOH 2 N dengan buret di atas 3 0.15 8.5
stirer, kemudian mengukur pH 6 0.3 8.8
larutan sampai dicapai pH=12
9 0.45 9.1
12 0.6 9.2

163
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH glisin
15 0.75 9.3
18 0.9 9.4
21 1.05 9.5
24 1.2 9.6
27 1.35 9.7
30 1.5 9.8
33 1.65 9.9
36 1.8 10.1
39 1.95 10.3
42 2.1 10.5
45 2.25 10.9
48 2.4 11.4
51 2.55 11.8
54 2.7 11.9
57 2.85 12
4. Menitrasi larutan alanin dengan Tetes Volume (mL) pH alanin
NaOH 2 N dengan buret di atas 5 0.25 8.9
stirer, kemudian mengukur pH
10 0.5 8.3
larutan sampai dicapai pH=12
15 0.75 9.5
20 1 9.8
25 1.25 10.0
30 1.5 10.3
35 1.75 10.8
40 2 11.6
45 2.25 12

164
B. Menitrasi Aquades

No. Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Menitrasi 40 mL aquades dengan Tetes Volume (mL) pH alanin
H2SO4 2 N dengan buret di atas 0 0 7
stirer, kemudian mengukur pH
1 0.05 4.5
larutan sampai dicapai pH=1,2
2 0.1 4.3
3 0.15 4.1
5 0.25 4.0
8 0.4 3.9
13 0.65 1.8
16 0.8 1.7
19 0.95 1.7
22 1.1 1.7
27 1.35 1.6
32 1.6 1.5
37 1.85 1.4
42 2.1 1.4
47 2.35 1.4
52 2.6 1.4
57 2.85 1.3
62 3.1 1.2

V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini dilakukan titrasi potensiometri pada sampel asam amino
(alanin dan glisin) serta dilakukan pula titrasi pada aquades sebagai pembanding.
Dalam proses ini sampel akan dititrasi dengan dua pereaksi yaitu asam (H2SO4
2N) dan basa (NaOH 2N).
A. Titrasi Glisin
Pada percobaan ini yaitu menitrasi glisin dengan H2SO4 2 N dan NaOH
2N. Asam amino glisin termasuk dalam klasifikasi asam amino bersifat netral,
non polar (hidrofobik), non-esensial, dan memiliki rantai samping terbuka

165
sehingga tergolong asam amino alifatik (Pratama et al., 2018). Glisin akan
larut dalam air dengan membentuk ion amfoter atau ion zwitter (ion dipolar)
dengan struktur sebagai berikut:

Struktur Zwitter Ion Glisin

Glisin memiliki gugus karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2)


sehingga dapat membentuk ion karboksilat (-COO-) dan ion amonium (-
NH3+), dalam sebuah molekul glisin dengan melepaskan proton dari masing-
masing gugus. Karenanya glisin bersifat amfoter, yakni dapat bereaksi dengan
asam ataupun dengan basa. Selain itu glisin dapat menyesuaikan diri dengan
situasi karena strukturnya sederhana (Putra et al., 2020). Keadaan glisin dalam
bentuk ion yaitu dalam bentuk larutan glisin sebelum dititrasi pada saat pH
6,7.
Ketika larutan glisin dititrasi dengan H2SO4 2 N maka dapat membentuk
suatu kation, sedangkan ketika larutan glisin dititrasi dengan NaOH 2 N maka
dapat menghasilkan suatu anion, dengan persamaan reaksi berikut:

Larutan glisin yang dititrasi dengan H2SO4 2 N akan mengakibatkan


meningkatnya konsentrasi ion H+, sehingga dapat berikatan dengan ion -COO-

166
dan membentuk gugus -COOH, sehingga glisin terdapat dalam bentuk
kationnya. Dalam hal ini glisin berperan sebagai basa Bronsted-Lowry yaitu
ion yang mampu menerima Proton (H+). Sedangkan glisin yang ditambahkan
dengan basa NaOH 2 N, akibatnya glisin akan terdapat dalam bentuk anionnya
karena ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada
gugus -NH3+, membentuk gugus -NH2 dan H2O. Dalam hal ini glisin berperan
sebagai asam Bronsted-Lowry yaitu ion yang mampu memberikan proton
(H+).
Titik akhir titrasi glisin dalam asam berakhir pada pH = 1,2 yaitu semua
glisin dalam bentuk positif sebagai kation dan bersifat asam. Sedangkan titik
akhir titrasi glisin dalam basa berakhir pada pH = 12, pada saat ini sebagian
besar glisin berbentuk anion, sehingga larutan bersifat basa. Jadi, larutan glisin
mengalami keseimbangan adalah sebagai berikut:

Berdasarkan persamaan diatas, dapat dilihat bahwa dalam suasana asam (pH
rendah) ion dipol glisin mengikat ion H+ membentuk kation. Sehingga ion
amfoter glisin bersifat basa sedangkan dalam suasana basa (pH tinggi)
mengikat OH- menghasilkan anion dan ion dipol glisin bersifat asam.
Titik isoelektrik dapat ditetapkan dengan titrasi. Titrasi kation dari glisin
NH3+CH2CO2H dengan basa, ketika basa ditambahkan ion yang terprotonkan
sempurna diubah menjadi ion dipolar yang netral, H3N+-CH2CO2-. Ketika basa
lebih banyak ditambahkan, semua bentuk kation diubah menjadi ion dipolar
yang netral. pH pada saat terjadinya hal ini adalah titik isoelektrik. Dengan

167
penambahan basa yang lebih banyak lagi, ion dipolar diubah menjadi anion.
Menurut literatur harga titik isoelektrik adalah 6,06, sedangkan harga titik
isoelektrik hasil percobaan adalah 7,35 maka hasil perhitungan harga titik
elektrik dibanding dengan literatur tidak terlalu jauh dengan selisih 1,29.
Memperhatikan volume H2SO4 2N ataupun NaOH 2N yang dititrasikan
pada larutan glisin dengan nilai pH yang terbentuk maka dapat diperoleh suatu
grafik yang disebut kurva titrasi. Adapun gambar grafik tersebut adalah
terlampir. Berdasarkan kedua grafik (terlampir) dapat terlihat bahwa
penambahan sedikit asam ataupun basa memberikan perubahan pH larutan
glisin yang lebih kecil jika dibandingkan dengan aquades. Penambahan tiga
tetes H2SO4 2N menyebabkan pH larutan gliserin turun sebesar 2,8 sedangkan
pada aquades penurunannya sebesar 2,9. Kemudian pada penambahan tiga
tetes NaOH 2N pada larutan glisin menyebabkan kenaikan nilai pH sebesar 2.
Sedangkan pada aquades penurunannya sebesar 4,7. Ini berarti bahwa larutan
glisin memiliki sedikit sifat Buffer. Sifat ini disebabkan karena kemampuan
glisin untuk membentuk suatu zwitter ions sehingga saat di titrasi dengan
asam maka glisin akan berperan sebagai basa dan ketika dititrasi dengan asam
maka glisin akan berperan sebagai asam, sehingga akan sedikit menetralkan
larutan.

B. Titrasi Alanin
Pada percobaan ini, menitrasi alanin dengan H2SO4 2 N dan NaOH 2 N.
Larutan alanin membentuk ion amfoter atau ion zwitter atau ion dipolar di
dalam air. Alanin merupakan ion dipolar yang dapat bersifat sebagai suatu
asam (donor proton) atau sebagai basa (akseptor proton) dengan strukturnya
sebagai berikut:

Struktur Zwitter Ion Alanin


Dikutip dari Ningsih & Lisdiana (2022).

168
Terbentuknya ion zwitter pada alanin karena alanin memiliki gugus
karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2) yang apabila dalam larutan
dapat membentuk ion karboksilat (-COO) dan ion amonium (-NH3+) dengan
cara melepaskan proton dari masing-masing gugus. Karenanya alanin bersifat
amfoter, yakni dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Larutan alanin
sebelum dititrasi dengan H2SO4 2 N memiliki pH 5,1 dan sebelum dititrasi
dengan NaOH 2 N memiliki pH 7. Oleh karena itu, ketika larutan alanin
dititrasi dengan H2SO4 2 N maka dapat membentuk suatu kation, sedangkan
ketika larutan alanin dititrasi dengan NaOH 2 N maka dapat menghasilkan
suatu anion, dengan persamaan reaksi berikut:

Larutan alanin yang ditambahkan H2SO4 2 N akan mengakibatkan


konsentrasi ion H+ yang tinggi, sehingga mampu berikatan dengan ion -COO-
dan terbentuk gugus -COOH, dan dengan demikian alanin terdapat dalam
bentuk kationnya. Dalam hal ini alanin berperan sebagai basa Bronsted Lowry
yaitu ion yang mampu menerima Proton (H+). Sedangkan alanin yang
ditambahkan dengan basa NaOH 2 N, maka akan terdapat dalam bentuk
anionnya karena ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang
terdapat pada gugus -NH3+, membentuk gugus -NH2 dan H2O. Dalam hal ini
alanin berperan sebagai asam Bronsted Lowry yaitu ion yang mampu
memberikan proton (H+).

169
Asam amino alanin yang tergolong asam amino netral, tidak bersifat
benar-benar netral, melainkan bersifat agak asam karena keasamaan gugus -
NH3+ lebih kuat daripada kebasaan gugus -COO-. Akibat perbedaan dalam
keasaman dan kebasaan ini adalah larutan alanin mengandung lebih banyak
anion asam amino daripada kation. Dikatakan bahwa alanin mengemban
muatan negatif netto dalam larutan berair. Berikut ini gambar alanin
mengemban muatan negatif netto pada pH 7:

Penambahan asam pada larutan ini, akan memperbesar jumLah H3O+,


sehingga mengakibatkan bergesernya kesetimbangan ke arah kiri. Pada pH
tertentu, alanin tidak mengemban muatan ion netto yang didefinisikan sebagai
titik isoelektrik. Dari literatur, titik isoelektrik alanin adalah pada pH 6, dapat
dilihat pada gambar berikut:

Anion Alanin Bentuk ion dipol


(pH tinggi) (pH netral)

Jadi, larutan alanin memiliki tiga bentuk ion dengan persamaan


kesetimbangan berikut:

170
Berdasarkan hasil percobaan, dapat dilihat bahwa dalam suasana asam
(pH rendah) ion dipol alanin mengikat ion H+ membentuk kation alanin
sehingga ion amfoter alanin bersifat basa, sedangkan dalam suasana basa (pH
tinggi) mengikat OH- menghasilkan anion dan ion dipol alanin bersifat asam.
Titik isoelektrik dapat ditetapkan dengan titrasi. Berdasarkan perhitungan,
didapatkan nilai titik isoelektrik untuk titrasi alanin dengan asam sulfat adalah
7,25. Sedangkan, menurut literatur harga titik isoelektrik adalah 6,00. Maka,
hasil perhitungan harga titik isoelektrik pada percobaan ini dibandingkan
dengan literatur memiliki selisih tidak terlalu jauh hanya sebesar 1,25.
Memperhatikan volume H2SO4 2N ataupun NaOH 2N dititrasikan pada
larutan alanin dengan nilai pH yang terbentuk maka dapat diperoleh suatu
grafik yang disebut kurva titrasi. Adapun gambar grafik tersebut adalah
terlampir. Berdasarkan kedua grafik terlampir tersebut terlihat bahwa
penambahan sedikit asam atau sedikit basa memberikan perubahan pH larutan
alami yang lebih kecil jika dibandingkan dengan aquades. Penambahan tiga
tetes H2SO4 2N menyebabkan pH turun sebesar 1,8. Sedangkan pada aquades
penurunannya sebesar 2,9. Kemudian pada penambahan tiga tetes NaOH 2N
pada larutan alanin menyebabkan kenaikan pH sebesar 1,9 sedangkan pada
aquades kenaikannya sebesar 4,2. Ini berarti bahwa larutan alanin memiliki
sedikit sifat buffer. Sifat ini disebabkan karena kemampuan alanin untuk
membentuk suatu zwitter ions sehingga saat titrasi dengan asam maka alainin
akan berperan sebagai basa dan ketika dititrasi dengan basa maka alanin akan
berperan sebagai asam, sehingga akan sedikit menetralkan larutan.
Jika dibandingkan antara alanin dengan glisin, sifat buffer alanin lebih
kuat karena perubahan pH yang dihasilkan dengan penambahan H2SO4 2N
ataupun NaOH 2N lebih kecil. Penambahan H2SO4 2N pada larutan glisin
menyebabkan penurunan pH sebesar 2,8 sedangkan pada alanin hanya 1,8.
Penambahan NaOH 2N pada larutan glisin menyebabkan kenaikan pH sebesar
2 sedangkan pada alanin hanya 1,9. Bila dibandingkan antara titrasi dengan
H2SO4 2N dan NaOH 2N, maka titrasi dengan NaOH 2N lebih cepat dalam
memberikan perubahan pH sehingga jumLah tetesan NaOH yang diperlukan

171
lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu
mengikat ion ion H+ yang terdapat pada gugus -NH3+ membentuk gugus NH2
dan H2O.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa
hal yaitu sebagai berikut:
1. Asam amino di dalam air akan membentuk ion dipol atau zwitter ions (ion
amfoter) dimana gugus karboksilat dan gugus amino akan kehilangan satu
protonnya sehingga membentuk ion karboksilat dan ion ammonium.
2. Larutan glisin dititrasi dengan H2SO4 dapat membentuk suatu kation,
sedangkan ketika dititrasi dengan NaOH menghasilkan anion.
3. Larutan alanin dititrasi dengan H2SO4 membentuk kation, sedangkan
ketika dititrasi dengan NaOH menghasilkan anion.
4. Hasil perhitungan harga titik isoelektrik glisin dalam percobaan adalah
7,35 sedangkan besarnya titik isoelektrik menurut literatur sebesar 6,06.
Terdapat selisih 1,29.
5. Hasil perhitungan harga titik isoelektrik alanin dalam percobaan adalah
sebesar 7,25 sedangkan besarnya titik isoelektrik menurut literatur sebesar
6,00. Terdapat selisih 1,25.

172
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. (1991). Penuntun Belajar Kimia, Stoikiometri dan Energetika.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Anshory, I. (1987). Penuntun Pelajaran Kimia. Bandung: Ganesa Exact.

Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Cahyono, E., & Mardani, I. (2020). Identifikasi Asam Amino Ikan Layng
(Decapterus Russelli) pada Lokasi Penangkapan Berbeda. Jurnal
Pengolahan Pangan, 5(1), 1-6.

Day, R. A., & Underwood, A. L. (1994). Analisis Kimia Kuantitatif. Surabaya:


Erlangga.

Febriana, Z., & Kasmui, K. (2021). Desain Media Pembelajaran Chemistry is Fun
Berbasis Android pada Materi Titrasi Asam Basa. Chemistry in Education,
10(2), 17-23.

Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1997). Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta:


Erlangga.

Fizer, O., Fizer, M., Slidey, V., & Studenyak, Y. (2021). Predicting the End Point
Potential Break Values: A Case of Potentiometric Titration of Lipophilic
Anions With Cetylpyridinium Chloride. Microchemical Journal, 160, 105-
108.

Huljani, M., & Rahma, N. (2018). Analisis Kadar Klorida Air Sumur Bor Sekitar
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) II Musi II Palembang dengan Metode
Titrasi Argentometri. ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan, 2(2), 5-
9.

Khadka, Y. R. (2021). Amino Acid-Essentiality to Hurran Body. Patun Progya,


8(1). 196-206.

Khopkar. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Lee. D. Y., & Kim, E. H. (2019). Therapeutic Effects of Amino Acids in Liver
Derases: Current Studies and Future Perspectives. Journal of cancer
Preventon, 24 (2), 72-74.

Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2021). Petunjuk Praktikum Biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.

173
Mufida, R. T., Darmanto. Y. S., & Suharto, S. (2020). Karaktertitik Permen Jelly
dengan Perambatan Gelati Susik Ikan yang Berbeda. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Peritoron, 2(1), 29-36.

Ningsih, D. A., & Lisdiana. L. (2022). Analisis In-Sllico Struktur Enzim Erdo-1,
4- B- Glucarase Paca Bakteri Ferui dobacterium nodosum dan Bacillus
subtilis. Lentera Bio : Berkala Ilmiah Blologi, 2(1), 153-160.

Parthasarathy, A., Savka, M. A., & Hudson, A. O. (2019). The Synthesis and Role
of B-Alanine In Plants. Frontiers In Plant Science, 10(1). 1-8.

Piluharto, B., Nurhayati, M., & Asnawati. (2018). Koagulan Berbasis Kitosan dan
Modifikasinya dalam koogulasi - Flokulasi Suspensi Kaolin. Jurnal kimia
Mulawarman,16 (1), 16-21.

Pratama, R. I., Rostini, I., & Rochima, E. (2018). Profil Asam Amino, Asam
Lemak, dan Komponen Volatil Ikan Gurame Segar (Osphronemus
Gouramy) dan Kukus. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
21(2), 218-231.

Putra, M. D., Putri, R. M., Oktavia, Y., & Ilhamdy, A. F. (2020). Karakteristik
Asam Amino dan Asam Lemak Bekasam Kerang Bulu (Anadara
Antiquate) di Desa Benan Kabupaten Lingga. Marinade, 3(2), 159-167.

Sihombing, V. H., & Abd Hakim, S. (2021). Penggunaan Wolfram pada


Potensiometri untuk Mendeteksi Baffepospat dan Enzim Urease.
EINSTEIN (e-journal), 9(1), 46-52.

Sugiar & Sukaman. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Memperganuti Produksi


Jongkrik di Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Wahara Inovosi, 8(2), 147-
154.

Sumandiarsa, L. K., Siregar, R. R., & Dewi, K. A. (2020). Pengaruh Metode


Pemasakan Terhadap Nilai Sensor dan Profil Aram Amino Cakaking
(Katsuwonus pelamis) Masak. Jurnal Kelautan dan Perikanan Terapan,
3(2), 51-57.

Sumar, H. (1994). Kimia Analatik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.

Thoume, A., Elmakssoudi, A., Left, D. B., Benzbiria, N., Benhiba, F., Dakir, M.,
et al. (2020). Amino Acid Structure Analog As A Corrosion Inhibitor of
Carbon Steel in 0,5 M H2SO4: Electrochemical, Synergic Effect and
Theoretical Studies. Chemical Data Collections, 30, 100586.

174
Tripathy, D. B., Mishra, A., Clark, J., & Famer, T. (2018). Synthesis, Chemistry,
Physicochemical Properties and Industrial Applications of Amino Acid
Surfactants: A Review. Comptes Rendus Chimie, 21 (2), (12-18.

Wang, L., & Lin, S. (2019). Mechanism of Selective Ion Removal in Membrane
Capacitive Deionization for Water Softening. Environmental Science &
Technology, 53(10), 5797-5804.

Winarno. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

175
LAMPIRAN

A. Perhitungan
1. Titrasi 0,4 g Glisin + 40 mL aquades H2SO4 2 N. pH awal larutan = 6,7
a. Volume koreksi
Vtitrasi asam amino = 770 tetes
Vblanko = 62 tetes

Vkoreksi =

Vkoreksi 1 = = 2,76 Vkoreksi 21 = = 57,93


Vkoreksi 2 = = 5,52 Vkoreksi 22 = = 60,68
Vkoreksi 3 = = 8.28 Vkoreksi 23= = 63,44
Vkoreksi 4 = = 11,03 Vkoreksi 24= = 68,96
Vkoreksi 5 = = 13,39 Vkoreksi 25= = 74,48
Vkoreksi 6 = = 16,55 Vkoreksi 26= = 79,99
Vkoreksi 7 = = 19,31 Vkoreksi 27= = 85,51
Vkoreksi 8 = = 22,06 Vkoreksi 28= = 91,03
Vkoreksi 9 = = 24,83 Vkoreksi 29= = 99,30
Vkoreksi 10 = = 27,58 Vkoreksi 30= = 110,34
Vkoreksi 11 = = 30,34 Vkoreksi 31= = 121,37
Vkoreksi 12 = = 33,1 Vkoreksi 32= = 132,40
Vkoreksi 13 = = 35,86 Vkoreksi 33= = 146,20
Vkoreksi 14 = = 38,62 Vkoreksi 34= = 150,79
Vkoreksi 15 = = 41,38 Vkoreksi 35= = 164,59
Vkoreksi 16 = = 44,13 Vkoreksi 36= = 181,14
Vkoreksi 17 = = 46,89 Vkoreksi 37= = 200,45
Vkoreksi 18 = = 49,65
Vkoreksi 38= = 225,51
Vkoreksi 19 = = 52,41 Vkoreksi 39= = 247,34
Vkoreksi 20 = = 55,17

176
Vkoreksi 40= = 274,92 Vkoreksi 47= = 473,53
Vkoreksi 41= = 302,51 Vkoreksi 48= = 506,63
Vkoreksi 42= = 330,09 Vkoreksi 49= = 545,25
Vkoreksi 43= = 357,68 Vkoreksi 50= = 583,87
Vkoreksi 44= = 385,26 Vkoreksi 51= = 622,49
Vkoreksi 45= = 412,85 Vkoreksi 52= = 663,86
Vkoreksi 46= = 440,43 Vkoreksi 53= = 708

b. Volume mili ekuivalen asam


V1= = 1,38 V15= = 20,69

V2= = 2,76 V16= = 22,07

V3= = 4,14 V17= = 23,45

V4= = 5,15 V18= = 24,45

V5= = 6,895 V19= = 26,21

V6= = 8,28 V20= = 27,59

V7= = 9,66 V21 = = 28,97

V8= = 11,03 V22 = = 30,34

V9= = 112,42 V23 = = 31,72

V10= = 13,79 V24 = = 34,48

V11= = 15,17 V25 = = 37,24

V12= = 16,55 V26 = = 39,995

V13= = 17,93 V27 = = 42,76

V14= = 19,31 V28 = = 45,82

177
V29 = = 49,65 V50 = = 291,44

V30 = = 55,17 V51 = = 311,25

V31 = = 60,61 V52 = = 331,33

V32 = = 73,1 V53 = = 35

V33 = = 73,1

V34 = = 75,395

V35 = = 82,295

V36 = = 90,57

V37 = = 100,21

V38 = = 111,26

V39 = = 123,695

V40 = = 137,46

V41 = = 151,26

V42 = = 165,045

V43 = = 178,84

V44 = = 192,63

V45 = = 206,43

V46 = = 220,22

V47 = = 236,77

V48 = = 253,32

V49 = = 272,63

178
2. Titrasi 0,4 g Glisin + 40 mL aquades dengan NaOH 2 N. pH awal sebesar = 6,5
Jawab:
a. Volume koreksi (volume NaOH yang diperlukan oleh Glisin berdasarkan
teori)
Vtitrasi glisin = 57 tetes
Vblanko = 6 tetes

Vkoreksi =

Vkoreksi 1 = = 2,68 Vkoreksi 10 = = 26,84


Vkoreksi 2 = = 5,37 Vkoreksi 11 = = 32,21
Vkoreksi 3 = = 8,05 Vkoreksi 12 = = 34,89
Vkoreksi 4 = = 10,74 Vkoreksi 13 = = 37,58
Vkoreksi 5 = = 13,42 Vkoreksi 14 = = 40,26
Vkoreksi 6 = = 16,11 Vkoreksi 15 = = 42,95
Vkoreksi 7 = = 18,79 Vkoreksi 16 = = 45,63
Vkoreksi 8 = = 21,47 Vkoreksi 17 = = 48,32
Vkoreksi 9 = = 24,16 Vkoreksi 18 = = 51,00

b. Volume mili ekuivalen basa

V1= = 2,68 V6= = 16,11

V2= = 5,37 V7= = 18,79

V3= = 8,05 V8= = 21,47

V4= = 10,74 V9= = 24,16

V5= = 13,42 V10= = 26,84

179
V11= = 32,21 V15= = 42,95

V12= = 34,89 V16= = 45,63

V13= = 37,58 V17= = 48,32

V14= = 40,26 V18= = 51,00

3. Titrasi 0,4 g Alonin + 40 mL aquades H2SO4 2 N. pH awal sebesar = 5,1


c. Volume koreksi
Vtitrasi alanin = 151 tetes
Vblanko = 62 tetes

Vkoreksi =

Vkoreksi 1 = = 1,68
Vkoreksi 2 = = 3,36
Vkoreksi 3 = = 5,04
Vkoreksi 4 = = 6,72
Vkoreksi 5 = = 8,40
Vkoreksi 6 = = 10,09
Vkoreksi 7 = = 11,77
Vkoreksi 8 = = 13,45
Vkoreksi 9 = = 15,13
Vkoreksi 10 = = 16,81
Vkoreksi 11 = = 18,49
Vkoreksi 12 = = 20,17
Vkoreksi 13 = = 21,87
Vkoreksi 14 = = 23,53

180
Vkoreksi 15 = = 25,21
Vkoreksi 16 = = 28,57
Vkoreksi 17 = = 31,94
Vkoreksi 18 = = 35,30
Vkoreksi 19 = = 38,66
Vkoreksi 20 = = 42,02
Vkoreksi 21 = = 45,38
Vkoreksi 22 = = 48,74
Vkoreksi 23 = = 52,11
Vkoreksi 24 = = 55,47
Vkoreksi 25 = = 58,83
Vkoreksi 26 = = 62,19
Vkoreksi 27 = = 65,55
Vkoreksi 28 = = 67,23
Vkoreksi 29 = = 68,91
Vkoreksi 30 = = 70,60
Vkoreksi 31 = = 72,28
Vkoreksi 32 = = 73,96
Vkoreksi 33 = = 75,64
Vkoreksi 34 = = 77,32
Vkoreksi 35 = = 79,00

b. Volume mili ekuivalen asam

V1 = = 0,84 V3 = = 2,52

V2 = = 1,68 V4 = = 3,36

181
V5 = = 4,2 V24 = = 27,73

V6 = = 5,045 V25 = = 29,41

V7 = = 5,88 V26 = = 31,10

V8 = = 6,72 V27 = = 32,78

V9 = = 7,56 V28 = = 33,63

V10 = = 8,40 V29 = = 34,46

V11 = = 9,24 V30 = = 35,30

V12 = = 10,09 V31 = = 36,14

V13 = = 10,04 V32 = = 36,98

V14 = = 11,77 V33 = = 37,82

V15 = = 12,61 V34 = = 38,66

V16 = = 14,29 V35 = = 39,50

V17 = = 15,97

V18 = = 17,65

V19 = = 19,33

V20 = = 21,01

V21 = = 22,69

V22 = = 24,37

V23 = = 26,055

182
4. Titrasi 0,4 g Alanin + 40 mL aquades dengan NaOH 2 N
pH awal sebesar 7
a. Volume koreksi
Vtitrasi alanin = 45 tetes
Vblanko = 6 tetes

Vkoreksi =

Vkoreksi 1

Vkoreksi 2

Vkoreksi 3

Vkoreksi 4

Vkoreksi 5

Vkoreksi 6

Vkoreksi 7

Vkoreksi 8

Vkoreksi 9

b. Volume mili ekivalen basa


V1 V7

V2 V8

V3 V9

V4

V6

183
5. Titik Isoelektrok Glisin
a. Glisin dengan H2SO4 2 N
Diketahui: M H2SO4 =2N=4M
M glisin = 0,4 g
Mr glisin = 75 g/mol
mol glisin = = 0,0053 mol = 5,33 mmol

Ditanya: Titik Isoelektrik glisin dengan H2SO4 ?


Jawab:
- V H2SO4 pada saat titik ekivalen
Mol H2SO4 = mol glisin
(M.V) H2SO4 = 5,33 mmol
4M. V H2SO4 = 5,33 mmol
V H2SO4 = = 1,3325 mL
→ 1,3325 mL = 26,65 tetes ≈ 27 tetes
Jadi, pH pada saat V = 27 tetes adalah 2,8
[glisin] = [H2SO4]
Maka, pH = pK1, jadi pK1 = 2,8

b. Glisin dengan NaOH 2 N


Diketahui: M NaOH =2N=2M
M glisin = 0,4 g
Mr glisin = 75 g/mol
mol glisin = 5,33 mmol
Ditanya: Titik Isoelektrik glisin dengan NaOH ?
Jawab:
- V NaOH pada saat titik ekivalen
Mol NaOH = mol glisin
(M.V) NaOH = 5,33 mmol
2 M. V NaOH = 5,33 mmol
V NaOH = = 2,665 mL

184
→ 2,665 mL = 53,3 tetes ≈ 53 tetes
Jadi, pH pada saat V = 53 tetes adalah 11,9
[glisin] = [NaOH]
Maka, pH = pK2, jadi pK2 = 11,9
→ Jadi, Titik Isoelektrik Glisin:

= = 7,35
Jadi, titik isoelektrik glisin adalah 7,35 sedangkan berdasarkan
literatur 6,06. Terdapat selisih 1,29

6. Titik Isoelektrik Alanin


a. Dengan H2SO4 2 N
Diketahui: m H2SO4 =2N=4M
m alanin = 0,4 g
Mr alanin = 89 g/mol

mol alanin = = 0,0045 mol = 4,5 mmol

Ditanya: Titik isoelektrik alanin dengan H2SO4 ?


Jawab:
- V H2SO4 pada saat titik ekivalen
Mol H2SO4 = mol alanin
(M.V) H2SO4 = 4,5 mmol
4 M. V H2SO4= 4,5 mmol
V H2SO4 = = 1,125 mL
→ 1,125 mL = 22,5 tetes ≈ 23 tetes
Jadi, pH pada saat V = 23 tetes adalah 2,5
[alanin] = [H2SO4]
Maka, pH = pK1, jadi pK1 = 2,5

185
b. Dengan NaOH 2 N
Diketahui: M NaOH =2N=2M
M alanin = 0,4 g
Mr alanin = 89 g/mol
mol alanin = 4,5 mmol
Ditanya: Titik Isoelektrik alanin dengan NaOH ?
Jawab:
- V NaOH pada saat titik ekivalen
Mol NaOH = mol alanin
(M.V) NaOH = 4,5 mmol
2 M. V NaOH = 4,5 mmol
V NaOH = = 2,25 mL
→ 2,25 mL = 45 tetes
Jadi, pH pada saat V = 45 tetes adalah 12
[alanin] = [NaOH]
Maka, pH = pK2, jadi pK2 = 12
→ Jadi, Titik Isoelektrik Glisin:

= 7,25
Jadi, titik isoelektrik alanin adalah 7,25 sedangkan berdasarkan
literatur adalah 6,00. Terdapat selisih sebesar 1,25

186
B. Pertanyaan
1. Buatlah kurva titrasi asam amino yang diselidiki (pH Vs mL H2SO4 2N
dan NaOH 2N) yang telah dikoreksi!
Jawab:
a. Titrasi Glisin dengan Volume Koreksi H2SO4 2N

Grafik Titrasi Larutan Glisin dengan


Volume Koreksi H2SO4 2N
8
7
6
5
pH

4
3
2
1
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Volume Koreksi (Tetes)

b. Titrasi Glisin dengan Volume Koreksi NaOH 2N

Grafik Titrasi Larutan Glisin dengan


Volume Koreksi NaOH 2N
14

12

10

8
pH

0
0 10 20 30 40 50 60
Volume Koreksi (Tetes)

187
c. Titrasi Alanin dengan Volume Koreksi H2SO4 2N

Grafik Titrasi Larutan Alanin dengan


Volume Koreksi H2SO4 2N
6

4
pH

0
0 10 20 30 40 50
Volume Koreksi (Tetes)

d. Titrasi Alanin dengan Volume Koreksi NaOH 2N

Grafik Titrasi Larutan Alanin dengan


Volume Koreksi NaOH 2N
14

12

10

8
pH

0
0 10 20 30 40 50
Volume Koreksi (Tetes)

188
2. Buatlah kurva titrasi asam amino yang diselidiki (pH Vs mili ekivalen
asam dan alkali)!
Jawab:
a. Titrasi Glisin dengan Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N

Grafik Titrasi Larutan Glisin dengan


Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N
8
7
6
5
pH

4
3
2
1
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N

b. Titrasi Glisin dengan Volume Mili Ekivalen NaOH 2N

Grafik Titrasi Larutan Glisin dengan


Volume Mili Ekivalen NaOH 2N
14

12

10

8
pH

0
0 10 20 30 40 50 60
Volume Mili Ekivalen NaOH 2N

189
c. Titrasi Alanin dengan Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N

Grafik Titrasi Larutan Alanin dengan


Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N
6

4
pH

0
0 20 40 60 80 100
Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N

d. Titrasi Alanin dengan Volume Mili Ekivalen NaOH 2N

Grafik Titrasi Larutan Alanin dengan


Volume Mili Ekivalen NaOH 2N
14

12

10

8
pH

0
0 10 20 30 40 50
Volume Mili Ekivalen NaOH 2N

190
C. Tabel dan Grafik
1. Tabel
a. Titrasi Larutan Glisin dengan H2SO4 2N
H2SO4 2N Volume Volume koreksi Volume mili
pH
(Tetes) (mL) (Tetes) (Ekivalen Asam)
0 0 6.7 0 0
3 0.15 3.9 2.76 1.38
6 0.3 3.6 5.52 2.76
9 0.45 3.4 8.28 4.14
12 0.6 3.3 11.03 5.515
15 0.75 3.2 13.79 6.895
18 0.9 3.1 16.55 8.275
21 1.05 3.0 19.31 9.655
24 1.2 2.9 22.06 11.03
27 1.35 2.8 24.83 12.415
30 1.5 2.7 27.58 13.79
33 1.65 2.6 30.94 15.47
36 1.8 2.6 33.1 16.55
39 1.95 2.6 35.86 17.93
42 2.1 2.5 38.62 19.31
45 2.25 2.5 41.38 20.69
48 2.4 2.4 44.13 22.065
51 2.55 2.4 46.89 23.445
54 2.7 2.3 49.65 24.825
57 2.85 2.4 52.41 26.205
60 3 2.4 55.17 27.585
63 3.15 2.3 57.93 28.965
66 3.3 2.3 60.68 30.34
69 3.45 2.3 63.44 31.72
75 3.75 2.3 68.96 34.48
81 4.05 2.2 74.48 37.24
87 4.35 2.1 79.99 39.995
93 4.65 2.1 85.51 42.755
99 4.95 2.1 91.03 45.515
108 5.4 2.1 99.30 49.65
120 6 2.1 110.34 55.17
132 6.6 2.1 121.37 60.685
144 7.2 2.1 132.40 66.2
159 7.95 2.0 146.20 73.1
164 8.2 2.0 150.79 75.395
179 8.95 2.0 164.59 82.295
197 9.85 2.0 181.14 90.57
218 10.9 2.0 200.45 100.225

191
242 12.1 2.0 222.51 111.255
269 13.45 2.0 247.34 123.67
299 14.95 1.9 274.92 137.46
329 16.45 1.9 302.51 151.255
359 17.95 1.8 330.09 165.045
389 19.45 1.8 357.68 178.84
419 20.95 1.8 385.26 192.63
449 22.45 1.8 412.85 206.425
479 23.95 1.8 440.43 220.215
515 25.75 1.8 473.53 236.765
551 27.55 1.8 506.63 253.315
593 29.65 1.8 545.25 272.625
635 31.75 1.8 583.87 291.935
677 33.85 1.8 622.49 311.245
722 36.1 1.8 663.86 331.93
770 38.5 1.0 708 354

b. Titrasi larrutan Glisin dengan NaOH 2N


NaOH 2N Volume Volume koreksi Volume mili
pH
(Tetes) (mL) (Tetes) (Ekivalen Basa)
0 0 6.5 0 0
3 0.15 8.5 2.68 2.68
6 0.3 8.8 5.37 5.37
9 0.45 9.1 8.05 8.05
12 0.6 9.2 10.74 10.74
15 0.75 9.3 13.42 13.42
18 0.9 9.4 16.11 16.11
21 1.05 9.5 18.79 18.79
24 1.2 9.6 21.47 21.47
27 1.35 9.7 24.16 24.16
30 1.5 9.8 26.84 26.84
33 1.65 9.9 29.53 29.53
36 1.8 10.1 32.21 32.21
39 1.95 10.3 34.89 34.89
42 2.1 10.5 37.58 37.58
45 2.25 10.9 40.26 40.26
48 2.4 11.4 42.95 42.95
51 2.55 11.8 45.63 45.63
54 2.7 11.9 48.32 48.32
57 2.85 12 51 51

192
c. Titrasi Larutan Alanin dengan H2SO4 2N
H2SO4 2N Volume Volume koreksi Volume mili
pH
(Tetes) (mL) (Tetes) (Ekivalen Asam)
0 0 5.1 0 0
3 0.15 3.3 1.68 0.84
6 0.3 3.1 3.36 1.68
9 0.45 3.0 5.04 2.52
12 0.6 2.8 6.72 3.36
15 0.75 2.7 8.40 4.20
18 0.9 2.6 10.09 5.04
21 1.05 2.6 11.77 5.88
24 1.2 2.4 13.45 6.72
27 1.35 2.3 15.13 7.56
30 1.5 2.2 16.81 8.40
33 1.65 2.1 18.49 9.24
36 1.8 2.1 20.17 10.09
39 1.95 2.0 21.85 10.93
42 2.1 2.0 23.53 11.77
45 2.25 1.9 25.21 12.61
51 2.55 1.8 28.57 14.29
57 2.85 1.7 31.94 15.97
63 3.15 1.7 35.30 17.65
69 3.45 1.7 38.66 19.33
75 3.75 1.6 42.02 21.01
81 4.05 1.5 45.38 22.69
93 4.65 1.5 52.11 26.05
99 4.95 1.5 55.47 27.73
105 5.25 1.5 58.83 29.41
111 5.55 1.5 62.19 31.10
117 5.85 1.3 65.55 32.78
120 6.00 1.3 67.23 33.62
123 6.15 1.3 68.91 34.46
126 6.3 1.3 70.60 35.30
129 6.45 1.3 72.28 36.14
132 6.6 1.3 73.96 36.98
135 6.75 1.3 75.64 37.82
138 6.9 1.3 77.32 38.66
141 7.05 1.2 79 39.50

193
d. Titrasi Larutan Alanin dengan NaOH 2N
NaOH 2N Volume Volume koreksi Volume mili
pH
(Tetes) (mL) (Tetes) (Ekivalen Basa)
0 0 7 0 0
5 0.25 8.9 4.33 4.33
10 0.5 8.3 8.67 8.67
15 0.75 9.5 13.00 13.00
20 1 9.8 17.33 17.33
25 1.25 10.0 21.67 21.67
30 1.5 10.3 26.00 26.00
35 1.75 10.8 30.33 30.33
40 2 11.6 34.67 34.67
45 2.25 12 39.00 39.00

194
2. Grafik
a. Titrasi Larutan Glisin dengan H2SO4 2N

Grafik Titrasi Larutan Glisin dengan H2SO4 2N


8
7
6
5
pH

4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
V H2SO4 2N

b. Titrasi Larutan Glisin dengan NaOH 2N

Grafik Titrasi Larutan Glisin dengan NaOH 2N


14

12

10

8
pH

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
V NaOH 2N

195
c. Titrasi Larutan Alanin dengan H2SO4 2N

Grafik Titrasi Larutan Alanin dengan H2SO4 2N


6

4
pH

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
V H2SO4 2N

d. Titrasi Larutan Alanin dengan NaOH 2N

Grafik Titrasi Larutan Alanin dengan NaOH 2N


14

12

10

8
pH

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
V NaOH 2N

196
D. Foto
1. Menitrasi Larutan Glisin dengan H2SO4 2 N

Melarutkan 0,4 g glisin + 40 mL


Mengukur pH awal larutan yaitu 6,7
aquades

Menitrasi larutan dengan H2SO4 2 N Mengukur pH larutan menggunakan pH


dengan buret diatas stirer meter per 3 tetes larutan H2SO4 2N

Setelah ditetesi sebanyak 770 tetes atau


38,5 mL didapat pH 1,2

197
2. Menitrasi Larutan Glisin dengan NaOH 2 N

Melarutkan 0,4 g glisin + 40 mL


Mengukur pH awal larutan yaitu
aquades

Menitrasi larutan dengan NaOH 2 N Mengukur pH larutan menggunakan pH


dengan buret diatas stirer meter per 3 tetes larutan NaOH 2N

Setelah ditetesi sebanyak 57 tetes atau


2,85 mL didapat pH 12,0

198
3. Menitrasi Larutan Alanin dengan H2SO4 2 N

Melarutkan 0,4 g alanin + 40 mL


Mengukur pH awal larutan yaitu 5,0
aquades

Menitrasi larutan dengan H2SO4 2 N Mengukur pH larutan menggunakan pH


dengan buret diatas stirrer meter

Setelah ditambah 141 tetes larutan


H2SO4 2 N menghasilkan pH = 1,2

199
4. Menitrasi Larutan Alanin dengan NaOH 2 N

Melarutkan 0,4 g alanin + 40 mL


Mengukur pH awal larutan yaitu 5,1
aquades

Menitrasi larutan dengan NaOH 2 N Mengukur pH larutan menggunakan pH


dengan buret diatas stirrer meter per 3 tetes

Setelah ditambah 45 tetes larutan


NaOH 2 N menghasilkan pH = 12,0

200
5. Menitrasi Larutan aquades dengan H2SO4 2 N

Mengambil 40 mL aquades Mengukur pH awal larutan yaitu 7,0

Menitrasi larutan dengan H2SO4 2 N Mengukur pH larutan menggunakan pH


dengan buret diatas stirrer meter

Setelah ditambah 62 tetes larutan


H2SO4 2 N menghasilkan pH = 1,2

201
6. Menitrasi Larutan Glisin dengan NaOH 2 N

Mengambil 40 mL aquades Mengukur pH awal larutan yaitu 6,5

Menitrasi larutan dengan NaOH 2 N Mengukur pH larutan menggunakan pH


dengan buret diatas stirrer meter

Setelah ditambah 6 tetes larutan NaOH


2 N menghasilkan pH = 12,0

202
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN VII
“TITRASI POTENSIOMETRI ASAM AMINO”

A. Menitrasi Larutan Bahan

40 mL aquades + 0,4 g Glisin


- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan kedalam gelas kimia
- Menimbang
- Menambahkan
- Melarutkan
Larutan Glisin + H2SO4 2 N
- Mengukur pH awal
- Menitrasi dengan buret diatas stirrer
- Mengukur pH larutan
Larutan

NB:
- Menitrasi terus-menerus sampai dicapai pH = 1,2
- Mengulangi prosedur di atas, tetapi larutan yang digunakan untuk mentitrasi
diganti dengan NaOH 2 N. Titrasi dilakukan sampai mencapai pH = 12
- Mengulangi prosedur yang sama untuk alanin.

B. Menitrasi Aquades

40 mL aquades H2SO4 2 N

- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Mengukur pH awal
- Menitrasi sampai pH 1,2

Larutan

NB: - Mengulangi percobaan dengan mengganti H2SO4 2 N dengan larutan


NaOH 2 N sebagai titran. Titrasi dilakukan sampai mencapai pH = 12.

203
PERCOBAAN VIII

204
PERCOBAAN VIII

Judul : Isolasi Kasein dari Susu


Tujuan : Mengetahui kasein dari susu sapi dan susu kedelai
Hari/Tanggal : Jumat / 18 November 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik / Biokimia FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Biomolekul adalah komponen vital dari bentuk kehidupan hidup. Biomolekul
tersebut sering kali bersifat endogen, dibuat di dalam organisme tetapi makhluk
hidup lebih sering membutuhkan biomolekul eksogen. Biomolekul mencakup
makromolekul besar (atau polyanion) seperti protein, karbohidrat, lipid, dan asam
nukleat serta molekul kecil sepert metabolit esensial, metabolit tabahan serta zat
berkarakteristik (Liu, 2021).
Susu adalah cairan berwarna putih, yang diperoleh dari perasan hewan yang
menyusui, yang dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan pangan yang sehat,
serta padanya tidak dikurangi atau ditambah tambahi bahan lainnya. Susu
merupakan protein nabati, yang mempunyai kandungan asam amino esensial yang
lengkap (Hadiwiyoto 1994).
Susu tidak hanya bermanfaat untuk pertumbuhan pada masa kanak - kanak,
tetapi juga untuk ibu hamil, menyusui, orang yang melakukan aktivitas berat, dan
orang tua (lansia). Hal tersebut dikarenakan kandungan gizi dalam susu yang
lengkap sehingga dapat membantu mengurangi malnutrisi atau melengkapi gizi
yang kurang terpenuhi. Susu yang berasal dari hewan seperti sapi, kerbau, domba,
kambing, dan unta memiliki kandungan seperti protein, lemak, dan mineral.
Kandungan gizi tersebut meliputi lemak, protein, karbohidrat, vitamin A, D, E, K
(vitamin yang dapat larut dalam lemak), dan vitamin yang larut air yaitu B1, B2,
B6, B12, niasin, folat, asam pantotenat, kalsium, fosfor, dan mineral seperti
kalsium, fosfor, magnesium, kalium, zinc, fluoride (Ismailia et al., 2021).
Susu adalah bahan makanan dan bahan makanan di mana-mana, dan kasein
susu adalah kunci untuk sifat struktural susu selama pemrosesan dan

205
penyimpanan. Kasein berkumpul sendiri menjadi koloid berukuran nanometer,
disebut sebagai "misel", dan partikel dengan ukuran ini sangat cocok untuk
dipelajari dengan hamburan sudut kecil (SAS) (Smith et al., 2020).
Susu sapi merupakan salah satu susu yang memiliki sumber protein hewani
yang banyak banyak sekali manfaatnya, dan sebagai bahan pangan yang kaya
akan kandungan berbagai zat gizi. (Zakiyyah, 2021). Zat gizi yang terdapat dalam
susu sapi membuat susu memiliki banyak khasiat bagi tubuh, antara lain untuk
pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan kecerdasan (Achroni, 2013).
Salah satu manfaat dari kandungan olahan kacang kedelai adalah adanya kefir
atau susu kedelai. Kefir merupakan minuman probiotik hasil fermentasi susu oleh
bakteri asam laktat dah khamir yang memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan,
terutama teradap saluran pencernaan. Kefir mempunyai manfaat bagi kesehatan
antaralain dapat memperbaiki proses pencernaan dan mempunyai kandungan
protein yang tinggi. Mutu protein pada kacang kedelai tidak kalah dengan susu.
Hal tersebut menjadikan kandungan kacang kedelai menjadi penting bagi
kesehatan tubuh manusia (Puspita, & Komarudin, 2021).
Susu kedelai adalah produk alami yang berasal dari kedelai, yang sejarah
penggunaannya kembali ke lebih dari 2000 tahun yang lalu dikalangan orang
China. Susu ini merupakan salah satu pengganti susu yang paling populer untuk
individu dengan intoleransi laktosa atau mereka yang alergi terhadap protein susu
sapi. Seperti halnya produk kedelai lainnya, dalam beberapa tahun terakhir, minat
yang meningkat telah dibayarkan pada efek hipolipidemik susu kedelai (Eslami, &
Shidfar, 2019).
Susu sapi dan susu kedelai cocok untuk pengayaan minyak ikan karena
merupakan makanan yang populer dan bergizi produk yang dikonsumsi oleh
orang-orang di seluruh dunia. Susu kedelai adalah ekstrak air kedelai. Isinya
sejumlah besar protein dan lipid tak jenuh dan menyerupai susu sapi dalam
penampilan (Qiu et al., 2018). Kasein mrupakan salah satu bentuk dari protein
(Leny et al., 2022). Protein berarti “pertama atau utama” merupakan
makromolekul yang paling berlimpah didalam sel dan menyusun lebih dari
setengah berat kering pada hampir semua organisme (Lehninger, 1982).

206
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena
zat ini berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur.
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O
dan N yang tidak memiliki oleh lemak atau karbohidrat (Natsir, 2018). Prosstein
berperan penting dalam pembentukan struktur, fungsi, serta regulasi sel-sel
makhluk hidup dan virus. Protein ini bisa didapatkan dari sejumlah sumber,
diantaranya adalah daging, ikan,telur, kacang-kacangan, ekstrak jamur, susu, dan
ungags (Verawati et al., 2021). Kasein merupakan protein utama susu, suatu
makromolekul yang tersusun atas sub unit asam amino yang dihubungkan dengan
ikatan peptide.
Kasein adalah protein yang banyak terkandung dalam susu sapi dan olahan
susu lainya. (Nurhidayah et al., 2021). Adapun struktur kasein adalah sebagai
berikut :

Kasein berfungsi sebagai substrat bagi enzim protease (Inayatul et al., 2018).
Kasein jenis misel merupakan Protein koloid dalam susu yang dapat menyebarkan
cahaya cukup kuat untuk memberikan penampilan putih pada cairan yang disebut
sebagai. Namun, warna putih akan hilang jika misel terganggu dengan
penambahan etanol, urea, ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) atau dengan
meningkatkan pH (Rehan et al., 2019).

207
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Labu Erlenmeyer 250 mL; dan 500 mL 2 buah
2. Gelas Kimia 200 mL; 500 mL; dan 1000 mL 2 buah
3. Gelas Kimia 500 mL; dan 1000 mL 2 buah
4. Gelas ukur 100 mL; dan 50 mL 2 buah
5. Corong kaca 2 buah
6. Spatula 2 buah
7. Batang Pengaduk 2 buah
8. Neraca Analitik 1 buah
9. Penangas air 1 buah
10. Corong buchner 2 buah
11. Pompa Vakum 1 buah
12. Pipet tetes 6 buah
13. Kaca arloji 2 buah
14. Termometer 2 buah

B. Bahan
1. Bubuk susu sapi (putih)
2. Susu kedelai murni
3. Asam asetat glasial 6 N
4. Etanol 90%
5. Campuran etanol : eter
6. Aquades 1L
7. Kertas saring
8. Eter

III. PROSEDUR KERJA


1. Memanaskan 100 mL susu sapi segar dan susu kedelai ke dalam penangas
yang berisi air panas sampai temperatur mencapai 40°C.

208
2. Menambahkan setetes demi setetes asam asetat glasial 6N sambil
mengaduknya sehingga semua kasein mengendap.
3. Menyaring endapan dengan kertas saring dan menampung cairan yang
kering ke dalam gelas kimia 1000 mL.
4. Mensuspensi endapan dengan 50 mL etanol 95%.
5. Mendekantasi larutan.
6. Mensuspensi kembali dengen 50 mL etanol, eter dengan perbandingan
(1:1).
7. Memindahkan kasein ke dalam corong Buchner dan mencuci endapan
dengan 50 mL eter.
8. Mengeringkan endapan pada suhu ruangan selama 3 hari kemudian
memasukkan ke dalam desikator selama 3 hari.
9. Menimbang endapan yang dihasilkan.
10. Menghitung persentase hasil kasein.

IV. HASIL PENGAMATAN


No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memanaskan 100 mL susu sapi segar dan Didapatkan susu sapi segar dan susu kedelai
susu kedelai ke dalam penangas air panas bersuhu 40 ℃
sampai temperature 40℃

2. Menambahkan setetes demi setets asam Didapatkan semua kasein mengendap pada
asetat glasial 6 N sambal mengaduknya penambahan :
sampai semua kasein mengendap - Susu sapi segar : 120 tetes
- Susu kedelai : 90 tetes

3. Menyaring endapan dengan kertas saring Didapatkan residu dan filtrat


dan menampung cairannya ke dalam - Susu sapi segar :
Erlenmeyer  Residu : Putih
 Filtrat : Putih kekuningan
- Susu kedelai :
 Residu : Putih kekuningan
 Filtrat : Bias kuning

4. Mensuspensi endapan dengan 50 mL Didapatkan hasil suspensi dan dekantasi


etanol 90% dan mendekantasi larutan. yaitu :
- Residu susu sapi murni putih
- Residu susu kedelai putih susu

209
No Perlakuan Hasil Pengamatan
5. Mensuspensi Kembali dengan 50 mL Didapatkan hasil dekantasi campuran
campuran (etanol : eter) dengan - Residu susu sapi murni putih kekuningan
perbandingan campuran 1:1 (25 mL - Residu susu kedelai putih susu
etanol dan 25 mL eter) dan mendekantasi kekuningan
kembali.
6. Menimbang kertas saring yang kering Didapatkan berat kertas saring :
yang akan digunakan pada corong - Susu sapi murni : 0,73 g
buchner di prosedur selanjutnya - Susu kedelai : 0,75 g

7. Memindahkan kasein ke dalam corong Didapatkan kasein berwarna:


buchner dan mencuci endapan dengan 50 - Kasein susu sapi murni : Putih
mL eter. - Kasein susu kedelai : Krem
8. Mengeringkan endapan pada suhu Didapatkan kasein dari susu sapi dan susu
ruangan selama 3 hari kemudian kedelai telah kering.
memasukkan ke dalam desikator selama 3
hari

9. Menimbang endapan yang dihasilkan Didapatkan berat total kasein dengan kertas
dengan kertas saring dibawahnya dan saring yaitu :
mengurangkan dengan berat kertas saring - Susu sapi murni : 3,28 g
yang digunakan - Susu kedelai putih: 1,04 g
Didapatkan berat berat kasein murni (Berat
total kasein-berat kertas saring) yaitu :
- Susu sapi murni : 2,55 g
- Susu kedelai : 0,29 g
10. Menghitung persentase hasil kasein Didapatkan hasil persentase kasein yaitu :
(Perhitungan terlampir) - Susu sapi murni : 4,26 %
- Susu kedelai : 0,28 %

V. ANALISIS DATA
Percobaan dengan judul “Isolasi Kasein dari Susu” ini bertujuan untuk
mengisolasi kasein dari susu sapi dan susu kedelai. Langkah pertama yang
dilakukan memanaskan susu sapi murni 100 mL susu sapi dan susu kedelai
sampai 40oC (termometer dimasukkan pada susu murni saat dipanaskan).
Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan kelarutan protein sehingga dapat
mengendapkan protein susu pada kondisi yang sesuai atau pemanasan ini dapat
menyebabkan denaturasi atau rusaknya struktur protein sehingga mempercepat
pengendapan protein (Rizqiati et al., 2020). Tapi pemanasan pada suhu ini, kasein
tidak mengalami pengendapan. Pada dasarnya kasein merupakan protein yang
stabil terhadap pemanasan dan tidak mengalami denaturasi apabila air susu

210
dipanaskan. Tapi pemanasan ini akan mengubah stabilitas kasein dan
menyebabkan kasein nantinya mudah dilakukan pengendapan.
Langkah selanjutnya adalah menambahkan tetes demi tetes asam asetat
glasial 6 N dan mengaduknya sampai semua kasein mengendap. Hasil dari
perlakuan ini adalah terbentuk endapan setelah 120 tetes asam asetat glasial 6 N
pada sampel susu sapi segar dan terbentuk endapan setelah 90 tetes asam asetat
glasial 6 N pada sampel susu kedelai. Penambahan asam asetat glasial
dikarenakan merupakan larutan penyangga (buffer) yang bersifat asam.
Penambahan buffer yang bersifat asam ini akan mengakibatkan penambahan ion
H+ sehingga akan menetralkan protein dan menuju terdapatnya pH isoelektrik
dengan cara menurunkan pH (Thorman & Mosher, 2021). Pada titik isoelektrik ini
kasein bersifat hidrofobik, kasein akan berikatan antar muatannya sendiri
membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi pengendapan yang relatif cepat.
Semakin banyak konsentrasi buffer yang ditambahkan maka semakin
banyak pula penurunan pH dari susu sehingga titik isoelektriknya semakin dekat
pada titik inilah kasein mudah mengendap. Penambahan buffer asam dapat
menghilangkan muatan listrik dari partikel kasein karena kelebihan asam (ingat
konsep larutan buffer yang bersifat lebih lemah dia yang akan bersisa) akan
mengikat kalsium dan kalsium kaseinat, sehingga kasein menjadi terlepas dan
terbentuk endapan. Adapun reaksi pengendapan dengan cara pengasaman sebagai
berikut :
H2NR – COO- + H+ (sisa) +
H3NR – COO
(Kasein misel) (Kasein asam)

(Rl kasein protein)

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh larutan dan endapan. Kemudian


disaring menggunakan kertas saring dan filtrat ditampung ke dalam Erlenmeyer.
Hasil dari perlakuan ini adalah sampel susu sapi segar (filtrat putih kekuningan
dan residu putih) dan sampel susu kedelai (filtrat bias kuning dan residu putih).
Endapan yang terbentuk disuspensi dengan menggunakan etanol 90%. Hal ini
dikarenakan kasein tidak larut dalam etanol, sehingga dapat memisahkan kasein

211
dengan protein lain dan diperoleh hanya kasein murni. Protein selain kasein akan
melarut sedangkan kasein tetap berbentuk endapan yang tidak dapat melarut.
Endapan yang diperoleh disuspensi kembali dengan campuran etanol dan eter
dengan perbandingan 1:1 (25 mL etanol dan 25 mL eter). Hal ini bertujuan untuk
memisahkan lemak dari endapan kasein di mana lemak akan ikut melarut bersama
dengan eter, hal ini dikarenakan eter dan lemak memiliki sifat kepolaran yang
tidak berbeda jauh. Sedangkan etanol akan melarutkan protein atau senyawa lain
selain kasein sedangkan kasein masih berada dalam bentuk endapannya karena
kasein tidak larut dalam etanol sehingga akan diperoleh kasein yang lebih murni.
Selanjutnya mendekantasi kembali untuk mengambil endapannya. Sesuai dengan
prinsip kepolaran “like disolve like” dimana pelarut yang bersifat plar akan
berikatan dengan senyawa yang bersifat polar juga dan sebaliknya.
Langkah selanjutnya adalah menimbang kertas saring kering yang akan
digunakan ke corong buchner pada prosedur selanjutnya. Penimbangan kertas
saring ini bertujuan agar dapat menghitung berat kasein murni. Kemudian
memindahkan endapan ke dalam corong buchner dan dibilas menggunakan 50 mL
eter. Tujuan pembilasan atau pencucian dengan eter bertujuan memurnikan
endapan kasein yang diperoleh. Endapan yang diperoleh kemudian dikeringkan
pada temperature ruang selama 3 hari dan kemudian dimasukkan ke dalam
desikator selama 3 hari. Hal ini bertujuan mendapatkan kasein kering sebelum
dilakukan penimbangan.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh
kandungan kasein murni (setelah dilakukan pengurangan dengan berat kertas
saring) maka diperoleh berat kasiein murni pada sampel susu sapi murni yaitu
2,55 g dan berat kasein murni pada sampel susu kedelai adalah 0,29 g. Kemudian
menghitung persentase hasil kasein (perhitungan terlampir) untuk sampel susu
sapi murni yaitu 4,26% dan sampel susu kedelai 0,28%. Kasein yang terbentuk ini
merupakan gugus kompleks dari kumpulan molekul -molekul (biasanya disebut
kalsium-phospho-kaseinat) disebut juga “micelles”. Misel terdiri dari molekul
kasein, kalsium, phosphate anorganik dan ion sitrat dengan karakteristik

212
mempunyai berat molekul yang besar. Dalam keadaan ini misel kasein merupakan
koloid dispersi yang stabil.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan
beberapa hal berikut ini:
1. Kandungan kasein dalam sampel susu sapi segar adalah 2,55 g dan
kandungan kasein dalam sampel susu kedelai adalah 0,29 g.
2. Hasil persentase kasein untuk susu sapi segar adalah 4,26 % dan untuk
susu kedelai adalah 0,28 %.

213
DAFTAR PUSTAKA

Achroni, D. (2013). Kiat Sukses Usaha Ternak Sapi Perah Skala Kecil.
Jogyakarta: Trans Idea Publishing

Eslami, O., & Shidfar, F. (2019). Soy milk: A functional beverage with
hypocholesterolemic effects? A systematic review of randomized
controlled trials. Complementary therapies in medicine, 42, 82-88.

Hadiwiyoto, S. (1994). Teori Dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil
Olahannya. Sulawesi Tengah : Universitas Sintuwu Maroto.

Inayatul, W. O., Muchlissin, S. I., Mukaromah, A. H., Darmawati, S., & Ethica,
S. N. (2018). Isolasi Dan Identifikasi Molekuler Bakteri Penghasil Enzim
Protease Pseudomonas Stutzeri ISTD4 dari Tempe Gembus Pasca
Fermentasi 1 Hari. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional, 1(1).

Ismailia, T., Miqawati, A. H., & Wijayanti, F. (2021). Analisis Kebutuhan


Pengembangan Media Promosi Dan Identifikasi Strategi Promosi Produk
Susu Sapi Kedai Nyoesoe Cak Nanang Rembangan Jember. In Prosiding
Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif (SENTRINOV), 7(3), 278-286.

Lehninger, A. L. (1982). Dasar-dasar biokimia.Jakarta; PT Gelora Aksara


Pratama.

Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin
: FKIP ULM.

Liu, J. P. (2021). Biological Molecules And Morphogenesis. Biology And


Medicine, 13(5), 1- 2.

Natsir, N. A. (2018). Analisis kandungan protein total ikan kakap merah dan ikan
kerapu bebek. Biosel: Biology Science and Education, 7(1), 49-55.

Nurhidayah, I., Achadiyanti, D., & Ramdhanie, G. G. (2021). Pengetahuan Ibu


Tentang Diet Gluten dan Kasein Pada Anak Penyandang Autis di SLB
Wilayah Kabupaten Garut. Jurnal Perawat Indonesia, 5(1), 599-611.

Puspita, L., & Komarudin, K. (2021). Peningkatan Ekonomi Masyarakat: Dampak


Pemanfaatan Ampas Susu Kedelai Menjadi Nugget. Dinamisia: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(1).

214
Qiu, X., Jacobsen, C., & Sorensen, A. D. M. (2018). The effect of rosemary
(Rosmarinus officinalis L.) extract on the oxidative stability of lipids in
cow and soy milk enriched with fish oil. Food chemistry, 263, 119-126.

Rehan, F., Ahemad, N., & Gupta, M. (2019). Casein nanomicelle as an emerging
biomaterial-A comprehensive review. Colloids and Surfaces B:
Biointerfaces, 179(1), 280-292.

Rizqiati, H., Nurwantoro, N., Febrisiantosa, A., Shauma, C. A., & Khasanah, R.
(2020). Pengaruh isolat protein kedelai terhadap karakteristik fisik dan
kimia kefir bubuk. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 8(3), 111-121.

Smith, G. N., Brok, E., Christiansen, M. V., & Ahrne, L. (2020). Casein micelles
in milk as sticky spheres. Soft Matter, 16(43), 9955-9963.

Thormann, W., & Mosher, R. A. (2021). Instabilities of the pH gradient in carrier


ampholyte‐based isoelectric focusing: Elucidation of the contributing
electrokinetic processes by computer simulation. Electrophoresis, 42(7-8),
814-833.

Verawati, B., Afrinis, N., & danYanto, N. (2021). Hubungan Asupan Protein dan
Ketahanan Pangan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Masa Pendemi
COVID 19. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1), 415-423.

Zakiyyah, H. N. S. (2021). Susu Sapi sebagai Obat bagi Kesehatan Tubuh: Studi
Takhrij dan Syarah Hadits. Jurnal Riset Agama, 1(2), 375-388.

215
LAMPIRAN

A. Perhitungan
1. Menimbang endapan yang dihasilkan
Diketahui :
- Berat kertas saring untuk susu sapi : 0,73 g
- Berat kertas saring untuk susu kedelai : 0,75 g
- Berat endapan total susu sapi : 3,28 g
- Berat endapan total susu kedelai : 1,04 g
Ditanya :
a. Berat endapan murni dari susu sapi?
b. Berat endapan murni dari susu kedelai?

Penyelesaian :

a. Berat endapan murni dati susu sapi


Berat endapan murni = Berat total – berat kertas saring
= 3,28 g – 0,73 g
= 2,55 g
Jadi, berat endapan murni yang dihasilkan dari sampel susu sapi segar
adalah 2,55 g.
b. Berat endapan murni dari susu kedelai
Berat endapan murni = Berat total – berat kertas saring

= 1,04 g – 0,75 g

= 0,29 g

Jadi, berat endapan murni yang dihasilkan dari sampel susu kedelai
adalah 0,29 g.
2. Menghitung persentase hasil kasein
Diketahui :
- Massa akhir kasein dari susu sapi : 2,55 g
- Massa akhir kasein dari susu kedelai : 0,29 g

216
- Massa awal kasein dari susu sapi : 59,83 g
- Massa awal kasein dari susu kedelai : 100 mL 104 g
Ditanya :
a. Persentase hasil kasein dari susu sapi ?
b. Persentase hasil kasein dari susu kedelai?

Penyelesaian :

a. Persentase hasil kasein dari susu sapi


Massa akhir
= Massa awal 100 %

100 %

Jadi, persentase hasil kasein dari susu sapi segar sebesar 4,26 %
b. Persentase hasil kasein dari susu kedelai

100 %

100 %

Jadi, persentase hasil kasein dari susu sapi segar sebesar 0,28 %

217
B. Pertanyaan
1. Bagaimana anda memisahkan lemak dari protein dalam presipitat
kasein?
Jawaban:
Untuk memisahkan lemak dari protein dalam presipitat kasein dapat
dengan mensuspensi endapan kasein dengan etanol dan eter. Dimana
lemak akan ikut (melarut) bersamaan dengan eter, hal ini karena eter
dan lemak memiliki sifat kepolaran yang tidak berbeda jauh.
Sedangkan etanol akan melarutkan protein atau senyawa lain selain
kasein, sedangkan kasein masih berada dalam bentuk endapannya
karena kasein tidak larut dalam etanol sehingga akan diperoleh kasein
yang lebih murni.
2. Jelaskan mengapa presipitat kasein mengendap saat ditambahkan asam
asetat?
Jawaban :
Penambahan asam cuka (asam asetat glisial) pada suhu yang telah
dipanaskan berarti menambahkan konsentrasi ion H+ yang kemudian
akan mengadakan reaksi dengan muatan negatif protein yang berasal
dari gugus hidroksil bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H+ yang
ditambahkan maka semakin banyak pula penurunan pH dari susu
sehingga titik isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik
sudah tercapai maka muatan yang saling berlawanan akan saling
menetralkan sehingga akan terbentuk gumpalan. Titik isoelektrik
kasein pH 4,6 -5,0 dan pada titik ini kasein mudah sekali mengendap.
Secara kimia, pengendapan terjadi bila tercapai titik isoelektrik pada
protein, dimana muatan pada permukaan protein sama dengan nol.
Protein pada susu mengandung muatan negative sehingga dalam
larutan protein tersebut akan terbentuk suspensi. Molekul dari asam
laktat yang terbentuk selama fermentasi berumuatan positif sehingga
apabila terjadi terjadi persinggungan antara kedua bahan tersebut maka

218
akan terjadi proses netralisasi sengga menyebabkan protein
mengendap.
3. Dalam isolasi kasein diikuti oleh pengasaman. Anda menghilangkan
presipitat melalui penyaringan dengan kain dan memerasnya. Jika
Anda tidak memeras semua cairan akankah hasil kasein menjadi
berbeda?
Jawaban :
Hasil kasein menjadi berbeda, kemungkinan hasil kasein akan lebih
sedikit. Hal ini karena pada cairan masih terdapat kasein walaupun
sedikit sehingga perlu untuk memeras semua cairan karena sangat
mempengaruhi hasil kasein yang diperoleh.
4. Mengapa susu atau telur mentah digunakan sebagai penawar racun
karena keracunan ion logam berat?
Jawaban :
Ion – ion positif yang dapat mengendapkan protein antara lain ialah
Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, dan Pb2+ sedangkan ion-ion negative
yang dapat mengendapkan protein ialah ion salisilat, trilopasetat,
pikrat, tanat, dan sulfo salisilat.
Berdasarkan sifat tersebut putih telur atau susu dapat digunakan
sebagai antidotum atau penawar racun apabila orang keracunan logam
berat. Adanya ion logam berat menyebabkan denaturasi dan
penggumpalan protein. Pemekaran / pengembangan molekul proterin
yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai
polipeptida. Sebagai ion logam berat yang masuk dalam tubuh akan
bereaksi dengan protein yang terdapat dalam susu atau telur mentah
dan dapat dikeluarkan bersama dengan protein yang terdenaturasi dan
menggumpal.

219
C. Foto

Memanaskan dalam penangas


Memasukkan 100 mL susu sapi
yang berisi air panas sampai
segar dan susu kedelai ke dalam
temperatur mencapai 40°C.
gelas kimia

Menambahkan setetes demi setetes


Menyaring endapan dengan kertas
asam asetat glasial 6 N sambil
saring dan menampung cairan
mengaduknya sehingga semua
yang kering ke dalam gelas kimia
kasein mengendap.
1000 mL.

Mensuspensi endapan dengan 50


Mendekantasi larutan.
mL etanol 90%.

220
Memindahkan kasein ke dalam corong
Mensuspensi kembali dengen 50 mL
Buchner dan mencuci endapan
etanol, eter dengan perbandingan
dengan 50 mL eter.
(1:1).

Mengeringkan endapan pada suhu


ruangan selama 3 hari kemudian
Menimbang endapan yang dihasilkan.
memasukkan ke dalam desikator
selama 3 hari.

221
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN VIII
“ ISOLASI KASEIN DARI SUSU ”

100 mL susu sapi segar + beberapa tetes asam asetat glasial


6N
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam gelas kimia
- Memanaskan sampai suhu 40 ℃
- Menambahkan tetes demi tetes
- Mengaduk hingga kasein
mengendap
- Mendinginkan
- Menyaring

Endapan + 50 mL etanol 90 % Filtrat


- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Mensuspensi
- Mendekantasi

Endapan + 50 mL campuran etanol : eter Filtrat


- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Mensuspensi

Endapan + 50 mL eter

222
Endapan + 50 mL eter

- Menyaring dengan corong buchner


- Mencuci

Filtrat Endapan

NB : - Membuat campuran etanol dan eter dengan perbandingan 1 : 1


- Mengeringkan pada suhu ruangan selama 3 hari kemudian
memasukkan ke dalam desikator selama 3 hari
- Menimbang endapan yang dihasilkan
- Menghitung presentasi hasil kasein
- Mengulangi percobaan dengan mengganti susu sapi segar dengan susu
kedelai

223
PERCOBAAN IX

224
PERCOBAAN IX
Judul : Kolesterol
Tujuan : 1. Mengamati reaksi oksidasi kolesterol.
2. Mengetahui adanya sterol (kolesterol) dalam bahan secara
kualitatif dan bentuk kristal kolesterol
Hari / Tanggal : Jum‟at / 25 November 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik / Biokimia FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Gliserol merupakan suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom
karbon. Setiap atom karbon mempunyai gugus (-OH). Gliserol dapat diperoleh
dengan cara penguapan, kemudian dimurnikan dengan destilasi pada tekanan
rendah. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah
suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis (Leny,
2022). Gliserol digunakan dalam banyak aplikasi sains dalam kehidupan sehari-
hari karena murah dan secara biologis non-invasif. Dalam sains, larutan gliserol
dalam air biasanya digunakan untuk penyelidikan eksperimental karena
kepadatannya dapat disesuaikan dengan mengubah kandungan gliserol dalam
larutan (Volk & Kahler, 2018). Berikut struktur kimia gliserol, yaitu :

Gambar 1. Struktur Kimia Gliserol


Kolesterol adalah senyawa lemak kompleks yang 80% dihasilkan dari
dalam tubuh (organ hati) dan 20% sisanya dari luar tubuh (zat makanan) untuk
bermacam-macam fungsi di dalam tubuh, antara lain membentuk dinding sel. 224
Kolesterol tidak larut dalam cairan darah, untuk itu agar dapat dikirim ke seluruh
tubuh perlu dikema bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein,
yang dianggap sebagai „pembawa‟ (carier) kolesterol dalam darah (Almatsier,
2009). Berikut ini merupakan gambar struktur kolesterol:

225
Gambar 2. Struktur Kolesterol (Kuchel & Ralston, 2006)
Kolesterol disintesis dari asetil koenzim A melalui bagian tahapan reaksi.
Secara garis bear dapat dikatakan bahwa asetil koenzim A diubah menjadi
isopentenil pirofosfat dan dimetalil pirofosfat melalui beberapa reaksi yang
melibatkan beberapa enzim. Selanjutnya isopentenil pirofosfat dan dimetalil
pirofosfat bereaksi membentuk kolesterol. Pembentukan kolesterol ini juga
berlangsung melalui beberapa reaksi yang membentuk senyawa-senyawa antara,
yaitu geranil pirofosfat, squalen, dan lanosterol (Poedjiadi, 1994). Kolesterol
adalah salah satu sterol yang penting dan terdapat banyak di alam. Dari rumus
kolesterol dapat dilihat bahwa gugus hidroksil yang terdapat pada atom nomor 3
mempunyai posisi beta oleh karena dihubungkan dengan garis penuh. Adanya
kolesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa reaksi warna yaitu
reaksi Salkowski dan reaksi Lieberman Burchard (Leny, 2022). Berikut adalah
penjelasan mengenai uji-uji tersebut:
A. Reaksi Salkowski
Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang
sama ditambahkan asam sulfat. kloroform berfungsi untuk melarutkan kolesterol
yang terkandung dalam sampel. Fungsi dari kloroform adalah untuk melarutkan
lemak karena sifat dari lemak atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan prinsip
"like dissolve like" yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian
juga sebaliknya pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, selain itu
pelarut organik akan melarutkan senyawa organik (Arsa & Achmad, 2020).
Apabila dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di

226
bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi
kuning dengan warna fluoresens hijau (Mamuaja, 2017).
B. Reaksi Lieberman Burchard
Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan
penambahan asam sulfat ke dalam campuran. Sebanyak 10 tetes asam asetat
dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkowski).
Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan
dibiarkan beberapa menit. Reaksi positif uji ini ditandai dengan adanya perubahan
warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru ungu dan akhirnya
menjadi hijau tua (Mamuaja, 2017). Jika suatu sampel positif terdapat kolesterol
maka akan berubah warna menjadi biru, ungu, merah bata, kuning dan hijau.
Maka semua sampel terindifikasi mengandung kolesterol (Zhang et al, 2019).

Kolesterol yang berlebihan di dalam darah dapat membentuk plak pada


dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan lumen yang
dinamakan aterosklerosis. Keadaan ini juga akan dapat mengakibatkan terjadinya
penyakit kardiovaskular (Susiwati et al, 2018). Makin tinggi kadar kolesterol
maka akan semakin tinggi pula proses aterosklerosis berlangsung. Berbagai
penelitian epidemiologi, biokimia maupun eksperimental menyatakan bahwa yang
memegang peranan penting terhadap terbentuknya aterosklerosis adalah
kolesterol. Telah dibuktikan bahwa konsentrasi LDL (Low Density Lipoprotein)
kolesterol yang tinggi dalam darah akan menyebabkan terbentuknya aterosklerosis
(Naim et al, 2019). Akibat penyempitan pembuluh darah tersebut aliran darah
yang ke jantung akan kekurangan oksigen yang dapat menimbulkan gejala nyeri
dada yang merupakan gejala khas penyakit jantung koroner (Daniati & Erawati,
2018).
Kolesterol menyumbang 0,25%-0,40% dari total lipid yang terkandung
dalam susu mentah dan itu ada di dalam membran globul lemak, inti lemak itu
sendiri serta kompleks dengan protein susu terutama pada susu krim (Shingla &
Mehta, 2018). Asupan protein susu yang direkomendasikan oleh asosiasi
profesional maksimum 300 mg per hari untuk orang dewasa (Bertolin et al, 2018).

227
Mentega adalah emulsi air dalam minyak, umumnya mengandung minimal 80 g
lemak susu/100 g dan maksimal 16 g/100 g air (Lee et al., 2018). Pada produk
alam lain, misalnya saja telur. Telur itik memiliki kelemahan yaitu memiliki
lemak dan kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan telur Ayam (Indriati &
Yuniarsih, 2021). Selain telur, mentega juga mengandung kolesterol. Sterol utama
mentega adalah kolesterol. Biasanya kadar kolesterol mentega berkisar antara 204
hingga 382,4 mg/100g lemak (El-Malek, 2019). Namun mentega mengandung
kolesterol yang tinggi dan lemak jenuh yang dapat menyebabkan peningkatan
kolesterol dalam darah manusia (Arifin et al, 2019). Keju adalah sebuah makanan
yang dihasilkan dengan memisahkan zat zat padat dalam susu melalui proses
pengentalan atau koagulasi, proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan
bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Keju rendah lemak bermanfaat
untuk kesehatan, mengurangi konsumsi lemak jenuh juga berarti mengurangi
kolesterol jahat (LDL) dan resiko pada penyakit jantung koroner (Novianti et al,
2018).
Roti khususnya roti tawar merupakan salah satu pangan olahan dari terigu
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Roti tawar merupakan salah satu
jenis roti sponge yang sebagian besar tersusun dari gelembung-gelembung gas.
Harga yang relatif murah, menyebabkan roti tawar mudah dijangkau oleh seluruh
lapisan mayarakat baik dari lapisan bawah, menengah hingga atas. Hal ini dapat
dibuktikan dengan semakin banyaknya industri roti baik dalam skala rumah
tangga maupun industri menengah (Pusuma et al, 2018).
Cumi-cumi merupakan biota bernilai ekonomis tinggi. Keunggulannya
adalah hampir semua bagian tubuhnya dapat dimakan mencapai 80%. Selain itu
cumi-cumi mengandung zat gizi seperti asam lemak jenuh omeega 3 yang sangat
bermanfaat bagi tubuh (Rasyid et al., 2020). Margarin adalah produk emulsi (w/b)
baik padat maupun cair yang dibuat dari lemak yang dimakan. Baik sumber
hewani maupun nabati dengan atau tanpa perubahan kimia termasuk proses
belnding, hidrogenasi, maupun infesterifikasi setelah melalui proses pemurnoan
sebagai bahan utama yang dikenal dengan lemak margarin. Margarin mengandung

228
sekitar 80% lemak dan 18% air sertaan bahan antara lain meliputi tecifen, cita rasa
aroma, vitamin E dan A (Ginting et al, 2019).
Biasanya kadar koleterol margarin berkisar antara 204 hingga 382,4
mg/100g lemak (Etmalek, 2019). Selain itu produk alam lainnya yaitu telur. Telur
ayam pada bagian kuning telur mengandung kolesterol yang tinggi yang dapat
memberikan dampak negatif pada kesehatan tubuh (Nurazizah et al, 2020). Selain
telur ayam, telur burung puyuh yang memiliki gizi yang tinggi dan disukai oleh
banyak orang juga perlu diperhatikan dalam konsumsinya karena mengandung
kolesterol sebanyak 16-17% (Akerina, 2021).
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Rak tabung reaksi 4 buah
2. Tabung reaksi 44 buah
3. Gelas ukur 10 mL 13 buah
4. Pipet tetes 16 buah
5. Hot plate 1 buah
6. Penjepit tabung reaksi 16 buah
7. Lumpang dan alu 4 buah
8. Gelas kimia 500 mL 4 buah
9. Botol reagen gelap 2 buah
10. Gelas kimia 50 mL 5 buah
11. Botol pembersih 2 buah
B. Bahan
1. Gliserol 1%
2. Kolesterol 0,5%
3. Kloroform
4. H2SO4 pekat
5. NaOH 20%
6. Aquades
7. Anhidrat asetat
8. CuSO4 1%

229
9. Kapas wajah
10. Sampel ( margarin, roti tawar sisir, keju, telur ayam, susu UHT,
santan kemasan, telur burung puyuh, dan cumi-cumi).

III. PROSEDUR KERJA


A. Oksidasi Gliserol, Kolesterol dan Sampel
1. Menambahkan 2 mL reagen Benedict ke dalam tabung reaksi yang
sudah berisi 2 mL gliserol. Mencampurkan dengan baik.
2. Memanaskan tabung reaksi tersebut dalam penangas air dan
mencatat perubahan yang terjadi.
3. Mengulang prosedur 1-2, tetapi gliserol yang digunakan diganti
dengan 2 mL kolesterol dan sampel.
4. Mengganti reagen Benedict pada percobaan di atas dengan
campuran 1 mL tembaga (II) sulfat dan 0,5 mL NaOH.
5. Mencatat perubahan yang terjadi.
B. Identifikasi Kolesterol
1. Memasukkan 1 mL sampel ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering, menambahkan 2 mL kloroform dan 10 tetes anhidrat asetat
ke dalam tabung reaksi. Menambahkan dengan hati-hati kira-kira 3
tetes asam sulfat pekat melalui dinding tabung, mengocok dengan
hati-hati dan mengamati perubahan warna yang terjadi. Bila
muncul warna merah, hijau, dan biru menandakan adanya
kolesterol.
2. Memasukkan 5 tetes kolesterol 0,5 % ke dalam tabung reaksi.
Menambahkan 1 tetes asam sulfat pekat dan 3 tetes anhidrat asetat.
Memperhatikan perubahan warna yang terjadi.
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Oksidasi Gliserol, Kolesterol dan Sampel
No. Perlakuan Hasil Pengamatan

1. Memasukkan 2 mL sampel ke dalam masing-


Masing-masing tabung berisi sampel
masing tabung reaksi

230
No. Perlakuan Hasil Pengamatan

2. Larutan bendict berwarna biru tua


setelah dimasukkan ke dalam masing-
masing tabung reaksi
 Larutan berubah menjadi
biru muda
 Terbentuk dua lapisan,
Memasukkan 2 mL reagen Benedict ke dalam
lapisan atas biru, lapisan
maing-masing tabung reaksi yang berisi 2 mL
bawah keruh
sampel
 Larutan berubah menjadi
 Gliserol
hijau muda
 Kolesterol
 Larutan berubah menjadi
 Margarin
biru keruh
 Roti tawar sisir
 Terbentuk dua lapisan.
 Keju
Lapisan atas kuning dan
 Telur ayam
lapisan bawah biru keruh
 Susu UHT
 Larutan berubah menjadi
 Santan kemasan
biru
 Telur burung puyuh
 Larutan berubah menjadi
 Cumi-cumi
biru denim
 Larutan berubah menjadi
biru tosca dan setelah
dikocok berbusa
 Larutan berubah menjadi
biru tosca
3. Memanaskan masing-masing tabung reaksi ke Setelah dilakukan pemanasan
dalam penangas air didapatkan hasil:

 Gliserol  Berwarna biru malam


 Kolesterol  Berwarna biru kehitaman
 Margarin  Bagian atas kuning, bawah
 Roti tawar sisir biru
 Keju  Berwarna jingga dan
 Telur ayam berendapan biru
 Susu UHT  Terdapat 3 warna, atas putih
 Santan kemasan berbusa, tengah ungu

231
No. Perlakuan Hasil Pengamatan

 Telur burung puyuh berbusa dan bawah ungu


 Cumi-cumi encer.
 Larutan memadat dan
berubah warna menjadi abu-
abu.
 Berubah warna menjadi
jingga dan memiliki endapan
 Larutan berwarna kuning
kehijauan
 Larutan berwarna putih
keruh
 Lapisan atas berwarna ungu
dan bawah biru
4. Memasukkan 2 mL sampel + 1 mL Tembaga (II) Setelah dilakukan penambahan
Sulfat + 0,5 mL NaOH didapatkan hasil:

 Gliserol  Larutan berwarna biru


 Kolesterol malam
 Margarin  Terdapat 2 lapisan, atas biru
 Roti tawar sisir dan bawah bening
 Keju  Larutan berwarna hijau
 Telur ayam kekuningan kental

 Susu UHT  Terdapat 2 lapisan, lapisan

 Santan kemasan atas hijau muda dan bawah

 Telur burung puyuh bening

 Cumi-cumi  Larutan berwarna ungu


muda
 Larutan berwarna ungu
bergradasi putih
 Larutan berwarna ungu pekat
5. Memanaskan semua tabung reaksi ke dalam Setelah dilakukan pemanasan

penangas air didapatkan hasil:

 Gliserol
 Kolesterol  Larutan berwarna biru

232
No. Perlakuan Hasil Pengamatan

malam
 Margarin

 Berwarna coklat dengan


 Roti tawar sisir
endapan jingga
 Keju
 Terdapat 2 lapisan, lapisan
atas kuning dan bawah hijau
 Telur ayam
kehitaman

 Larutan berwarna jingga


 Susu UHT
kecoklatan
 Terdapat 2 lapisan, lapisan
 Santan kemasan
atas ungu taro dan bawah
 Telur burung puyuh
ungu tua keruh

 Cumi-cumi
 Larutan berwarna hijau
kehitaman dengan bercak
kuning

 Larutan berwarna jingga


kecoklatan dengan endapan
warna yang sama

 Larutan berwarna putih


kecoklatan
 Larutan berwarna ungu
bergradasi putih

 Larutan berwarna ungu pekat

B. Identifikasi Kolesterol
No. Perlakuan Hasil pengamatan

233
No. Perlakuan Hasil pengamatan

Memasukkan 1 mL sampel ke dalam tabung reaksi Setelah dilakukan penambahan


yang bersih dan kering, menambahkan 2 mL didapatkan hasil:
kloroform dan 10 tetes anhidrat asetat ke dalam
tabung reaksi

 Larutan bening
 Margarin
 Roti tawar sisir
 Terdapat 2 lapisan, lapisan

atas putih susu dan bawah
 Keju
bening
 Terdapat 2 lapisan, lapisan
 Telur ayam
atas putih susu dan keju
agak mengeras
 Susu UHT
 Telur mengeras dan
berwarna kuning susu
 Santan kemasan

 Terdapat 2 lapisan, lapisan


atas putih susu dan bening
 Telur burung puyuh keruh
 Terdapat 2 lapisan, lapisan
atas putih susu dan bawah
 Cumi-cumi keruh

 Terdapat 2 lapisan, lapisan


atas kuning susu dan bawah
kuning bening

 Terdapat 2 lapisan, lapisan


atas abu muda dan bawah
bening
2. Menambahkan 3 tetes H2SO4 pekat ke dalam Setelah dilakukan penambahan
campuran dihasilkan

 Margarin  Berwarna kuning sangat

234
No. Perlakuan Hasil pengamatan

muda
 Roti tawar sisir
 Lapisan atas putih, lapisan
bawah bening kekuningan
 Keju

 Telur ayam  Larutan berwarna putih


 Susu UHT keruh

 Santan kemasan  Larutan kuning berbusa

 Telur burung puyuh  Tidak ada perubahan

 Lapisan atas putih dan


 Cumi-cumi
lapisan bawah keruh

 Larutan berwarna kuning


muda dengan sedikit
endapan

 Larutan berwarna coklat


3. Memasukkan 5 tetes larutan kolesterol 0,5 % Larutan kolesterol berwarna bening,
kemudian ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat dan 3 setelah dilakukan penambahan
tetes anhidrat asetat ke dalam tabung reaksi. Lalu larutan berubah menjadi bias kuning
memperhatikan perubahan warna yang terjadi. muda.

V. ANALISIS DATA
A. Oksidasi Gliserol Kolestrol dan Sampel
Percobaan ini bertujuan untuk mengamati reaksi oksidasi. Ada 3 hal yang
menjasi fokus sifat reaksi oksidasinya yaitu gliserol. Kolestrol dan sampel pada
percobaan ini digunakan regaen benedict CuSO4 dan NaOH yang bertindak

235
sebagai pengidentifikasi reaksi oksidasi dalam suatu larutan serta H2SO4.
Selanjutnya untuk percobaan ini diawali dengan sampel yang digunakan yaitu
( margarin, roti tawar sisir, keju, telur ayam, susu UHT, santan kemasan, telur
burung puyuh, dan cumi-cumi ). Kemudian menambahkan 2 ml ragen benedict
pada masing-masing tabung reaksi. Tujuan dari penambahan reagen benedict
adalah untuk mengetahui adanya kandungan monosakarida dan disakarida
produksi pada makanan.
Larutan kemudian dipanaskan dalam suatu penangas air selama 4 sampai
10 mennit. Selama proses pemanasan ini , larutan meengalami perubahhan warna.
Adanya perubahan warna menjadi biru menunjukkan ( tidak adanya glukosa ).
Sedangkan warna hijau, kuning orange, merah atau merah bata menunjukkan
adanya kandungan glukosa tinggi. Setelah penambahan reagen benedict dan
dilakukan pemanasan pada sampel kolestrol munculnya warna biru malam, pada
gliserol setelah pemanasan muncul warna biru kehitaman. Selanjutnya untuk
sampel margarin setelah pemanasan terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas berwarna
kuning dan lapisan bawah berwarna biru. Sampel roti tawar yang menghasilkan
warna oren dengan adanya endpan biru setelah pemanasan. Sedangkan keju
terdapat 3 lapisan warna yang berbeda setelah melakukan pemanasan yaitu untuk
lapisan atas berwarna putih, lapisan tengah berwarna biru, dan lapisan bawah
berwarna ungu encer. Selanjutnya untuk sampel telur ayam larutan memadat
setelah pemanasan dan warna berubah menjadi abu-abu. Pada sampel susu UHT
setelah pemanasan mendaptkan hasil berwarna oren dan endapan yang juga
berwarna oren. Setelah pemanasan pada sampel santan kemasan menghasilkan
warna kuning kehijauan. Sedangkan pada sampel telur burung puyuh setelah
pemanasan berwarna putih keruh, dan hasil pemanasan dari sampel cumi-cumi
yaitu terdapat 2 lapisan yang berbeda yaitu lapisan atas berwarna ungu dan lapisan
bawah berwarna biru.
Kemudian menambahkan campuran CuSO4 1% sebanyak 1 mL dan 0,5 ml
NaOH 20 % dalam tabung reaksi yang masing-masing telah terisi larutan koletrol
0,5 % gliserol 1 % dan 8 sampel. Pada masing - masing tabung reaksi, terjadi
perubahan warna larutan. Sampel yang mengalami perubahan warna menunjukkan

236
terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi yang terjadi karen adanya logam Cu
yang berassal dari reagen benedict . Logam Cu merupakan logam berat sehingga
dapat mempercepat pembuatan radikal bebas dari senyawa lipid.
Hasil dari pemanasan sampel tidak hanya terjadi perubahan warna, namun
terdapat endapan pada beberapa sampel. Hal ini menandakan adanya reaksi
oksidasi kolestrol dan gliserol, maka hasil dari percobaan reaksi oksidasi kolestrol
yaitu pada sampel kolesterol setelah pemanasan menjadi berwarna coklat dengan
endapan yang berwarrna jingga menunjukkan hasil yang positif. Gliserol
menghasilkan warna biru malam setelah pemanasan. Pada margarin setelah
pemanasan terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas berwarna kuning dan lapisan
bawah berwarna hijau kehitaman menunjukkan hasil positif. Begitu juga pada
keju yang menunjukkan hasil positif karena hasil setelah pemanasan terdapat 2
lapisan yaitu lapisan atas berwarna ungu muda dan lapisan bawah unggu tua
keruh. Untuk telur ayam setelah pemanasan berwarna hijau kehitaman dan adanya
bercak kuning menunjukkan hasil yang positif. Sedangkan untuk susu UHT
setelah pemanasan menjadi warna orange kehitaman dengan endapan warna yang
sama meunjukkan hasil yang negatif. Adapun santan kemasan yang menghasilkan
warna putih kecoklatan juga menunjukkan hasil yang negatif. Begitu juga dengan
telur burung puyuh yang menunjukkan hasil negatif setelah pemanasan
mendapatkan hasil berwarna ungu bergradasi putih dan untuk hasil pemanasan
sampel cumi-cumi berwarna ungu pekat yang menunjukkan hasil negatif.
Sampai mengalami perubahan warna menjadi coklat menandakan
terjadinya reaksi Maillard melalui mekanisme radikal bebas. Radikal oksigen
menjadikan tingkah laku yang berbeda sebagai indikator kolesterol. Hal ini berarti
bahwa radikal bebas hidroksil yang dibentuk dari superoksida dengan hidrogen
peroksida kemungkinan terlibat dalam mekanisme oksidasinya. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard seperti suhu, pH, waktu, reaksi, dan
tekanan tinggi reaksinya. Menginvestigasi pengaruh gula tereduksi (Fahmiati, et
al, 2019). Pada penelitian yang dilakukan Balfiah (2021) menyatakan bahwa pada
senyawa yang terdapat pada jahe adalah senyawa volatil dan non volatile.
Senyawa volatil terdiri dari gliserol, paradol, zinggnong dan turunan serta

237
senyawa-senyawa plavonoid dan polifenol yang mempunyai efek antioksidan
dapat mencegah radikal bebas di dalam tubuh.
B. Identifikasi Kolesterol
Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui adanya sterol/kolesterol dalam
Bahasa kualitatif dan bentuk kristal kolesterol yang di analisis secara teoritis. Pada
percobaan ini digunakan asam anhidrat kloroform dan asam sulfat pekat yang
bertindak sebagai pereaksi Libermann Burchard dan reaksi Salkowksi yang
berfungsi untuk mengidentifikasi adanya sterol dalam suatu larutan. Reaksi
Libermann Burchard merupakan suatu dasar penentu fotometri kolesterol.
Langkah pertama yaitu memasukkan sampel 1 mL sampel ke dalam
tabung reaksi dan menambahkan 3 mL kloroform dan 10 tetes anhidrat asetat dan
3 tetes H2SO4. Jika positif kolesterol maka akan terbentuk lapisan merah pada
permukaan larutan dan H2SO4 berwarna kuning. Percobaan ini menjelaskan
bahwa adanya kandungan kolesterol terlihat jika warna tersebut dimulai dari
merah, biru, sampai hijau.
Warna ini disebabkan karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari kolesterol
yang bereaksi dengan pereaksi Libermann Burchard dan meningkatkan konjugasi
dari ikatan tak jauh dalam cicin yang berdekatan. Jika dalam larutan terdapat
molekul air, maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat.
Sebelum reaksi reaksi berjalan dan turunan asetat tidak terbentuk. Karena itu yang
akan digunakan kloroform merupakan senyawa non polar sehingga tidak
mengandung air yang bersifat polar.
Adanya kolesterol dapat dilakukan dengan beberapa reaksi warna. Salah
satunya adalah reaksi Salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan dengan asam sulfat
pekat dengan hati-hati maka bagian yang berwarna kekuningan dengan Fluore
sensi hijau apabila dikenai cahaya. Bagian kromosom yang berwarna biru dan
yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam kloroform bila
ditambah anhidrat asetat dan asam sulfat pekat maka larutan tersebut mula-mula
berwarna merah kemudian biru dan hijau yang disebut dengan reaksi Libermann
Burchard.

238
Penambahan kloroform berfungsi untuk melarutkan kolesterol yang
terkandung sampel dan fungsi dari penambahan asam sulfat pekat adalah untuk
melarutkan lemak karena sifat lemak atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan
prinsip “uji dissolve” yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa non polar.
Selain itu pelarut organik akan melarutkan senyawa organik (Arsa & Achmad,
2020). Kloroform yang mengandung kolesterol ditambahkan anhidrat asetat.
Alasan digunakannya anhidrat asetat adalah untuk membentuk turunan asetil dari
steroid yang akan membentuk turunan asetil yang akan bereaksi dengan asam
sulfat pekat membentuk larutan berwarna. H2SO4 berfungsi untuk memutuskan
ikatan.
Percobaan dihasilkan perubahan warna redup larutan dalam tabung reaksi
yaitu membentuk kuning, putih keruh, dan cokelat, Berdasarkan literatur jika
suatu sampel positif terdapat kolesterol maka akan berubah warna menjadi biru,
ungu, merah bara, kuning, hijau. Maka beberapa sampel teridentifikasi
mengandung kolesterol (Zhang, et al, 2019). Hasil uji pada larutan pembanding 5
tetes kolesterol 0,5% ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat dan 3 tetes anhidrat
asetat larutan menunjukkan hasil berwarna bias kuning muda.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut ;
1. Pada reaksi oksidasi kolesterol, sampel yang positif yaitu kolesterol,
gliserol, margarin, roti tawar, telur ayam, telur burung puyuh, dan cumi-
cumi. Hal ini menunjukkan adanya kandungan kolesterol pada setiap
sampel.
2. Pada percobaan identifikasi kolesterol dengan uji Lieberman Burchard
seluruh sampel dan larutan menghasilkan warna kuning, jingga kemerahan,
jingga, bias merah muda, hijau muda, hijau tua dan kebiruan. Berdasarkan
literasi maka seluruh sampel positif kolesterol, yaitu margarin, roti tawar,
telur ayam, telur burung puyuh, dan cumi-cumi.

239
DAFTAR PUSTAKA

Alkerina, A. (2021). Analisis Kandungan Kolesterol Telur Burung Puyuh yang


Diberikan Pakan Komersial Dengan Penambahan Tepung Rumput Laut.
Agrinimal Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman, 9(2), 92-100.

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Arifin, N., Izyan, S. N., & Fauzan, N. (2019). Physical Properties and Consumer
Acceptability of Basic Muffin Made from Pumpkin Puree as Butter
Replacer. Food Research, 3(6), 840-845.

Arsa, A. K., & Achmad, Z. (2020). Ekstraksi Minyak Atsiri dari Rimpang Temu
Ireng (Curcuma Aeruginosa Roxb) dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana.
Jurnal Teknologi Technoscientia, 13(1), 83-94.

Astuti, G. D., Fitranti, D. Y., Anjani, G. Y., Afifah, D. N., & Rustanti, N. (2020).
Pengaruh Pemberian Yoghurt dan Soyghurt Sinbiotik Kayu Manis
(Cinnamomum Burmanii) terhadap Kadar Trigliserida dan Total
Kolesterol pada Tikus Pra-Sindrom Metabolik. Gizi Indonesia, 43(2), 57-
66.

Bertolin, J. R., Joy, M., Rufino-Moya, P. J., Lobon, S., & Blanco, M. (2018).
Simultaneous determination of carotenoids, tocopherols, retinol, and
cholesterol in ovine lyophilised sample of milk, meat, and liver and in
unprocessed/raw samples of fat. Food Chem , 257 (1), 182-188.

Bulfiah, S. N. F. (2021). Manfaat Jahe Merah dalam Menurunkan Kadar


Kolesterol Darah. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 3(1), 81-88.

Daniati, & Erawati. (2018). Hubungan Tekanan Darah Dengan Kadar Kolesterol

240
LDL (Low Density Lipoprotein) Pada Penderita Penyakita Jantung Koroner
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Perintis (perintis's
Health Journal) , 5 (2), 129-132.

El-Malek, A. (2019). Methods for Detecting Butter Adulteration. Journal of Food


and Diary Sciences, 10(2), 47-52.

Fahmiati, S., Triwulandari, E., Umam, E. F., Ghozali, M., Sampora, Y., Devi, Y.
A., & Sondari, D. (2019). Pembuatan Kitosan Termodifikasi Melalui Reaksi
Maillard. Jurnal Kimia dan Kemasan, 41(2), 105-109.

Indriati, M., & Yuniarsih, E. (2021). Pengaruh Penambahan Tepung Daun Kelor
pada Ransum terhadap Kandungan Nutrisi dan Fisik Telur Itik. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 9(1), 42-48.

Karyawan, I. W., & Haryawan, I. G. (2020). Pendampingan terhadap Masyarakat


dalam Pembuatan Minyak Kelapa (Virgin Coconut Oil) Supaya Berkualitas
Tinggi di Desa Senganan Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Bali Health
Journal, 3(2), 593-598.

Kuchel, P. W., & Ralston, G. B. (2006). Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Lee, C. L., Liao, H. L., Lee, W. C., Hsu, C. K., Hseuh, F. C., Pan, J. Q., et al.
(2018). Standars and labelling of milk fat and spread products in different
countries. J. Food Drug Anal , 26 91), 469-480.

Mamuaja, C. F. (2017). Lipida. Manado: Unsrat Press.

Naim, M. R., Sulastri, S., & Hadi, S. (2019). Gambaran Hasil Pemeriksaan Kadar
Kolesterol Pada Penderita Hipertensi Di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten
Gowa. Jurnal Media Laboran , 9 (2), 33-38.

241
Novianti, N., Hasin, A., & Fitriani, M. (2018). Analisis Kuantitas Lemak pada
Keju yang Tidak Bermerek yang Diperjualbelikan di Pasar Terong Kota
Makassar. Jurnal Media Laboran, 8(1), 1-4.

Poedjiadi, A. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Pusuma, D. A., Praptiningsih, Y., & Choiron, M. (2018). Karakteristik Roti Tawar
Kaya Serat yang Disubstitusi Menggunakan Tepung Ampas Kelapa. Jurnal
Agroteknologi, 12(1), 29-42.

Shingla, K. M., & Mehta, B. M. (2018). Cholesterol and its oxidation products:
Occurrene and analysis in milk and milk products. Int. J. Health Anim. Sci.
Food Saf , 5 (1), 13-39.

Susiwati, Sunita, R. S., & Farizal, J. (2018). Analisis Koleterol Low Density
Lipoprotein (LDL) Pada Pengkonsumsi Minuman Herbal "X". JNPH , 6 (2),
95-99.

Syahmani. (2022). Petunjuk Praktikum Biokimia . Banjarmasin: FKIP ULM.

Volk, A., & Kahler, C. J. (2018). Density Model for Aqueous Glycerol Solutions.
Experiments in Fluids, 59(5), 1-4.

Zhang, Y., Vittinghoff, E., Pletcher, M. J., Allen, N. B., & Alhazzouri, A. Z.
(2019). Association of Blood Presscure and Cholesterol Level During
Young Adulthood with Later Cardiovascular Event. Journal of The
American College of Cardiology, 74(3), 330-341.

242
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Kolesterol memiliki sebuah gugus alkohol. Satu dapat juga mendehidrasi
kolesterol (menghilangkan satu molekul air melalui pemanasan).
Tunjukkan struktur yang dapat Anda perkirakan dari dehidrasi kolesterol
itu.
Jawab:
Kolesterol yang terhidrasi memiliki struktur sebagai berikut:

243
2. Dapatkah senyawa dari struktur pada pertanyaan nomor 1 memberikan
hasil positif pada uji Lieberman-Burchard?
Jawab:
Tidak dapat, karena uji Lieberman-Burchard memberikan hasil yang
positif jika ditandai dengan munculnya warna biru. Warna ini disebabkan
karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari kolesterol bereaksi dengan
pereaksi Lieberman Burchard dan meningkatkan konjugasi dari ikatan tak
jenuh dalam cincin yang berdekatan. Jadi, pada kolesterol yang telah
terhidrasi maka tidak ada lagi gugus hidroksi yang akan bereaksi dengan
pereaksi Lieberman Burchard dan tidak terbentuk warna hijau sehingga
dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut memberikan hasil negatif.
3. Kolesterol dalam jaringan kadang ter-esterifikasi oleh asam-asam lemak.
a) Gambarlah struktur dari kolesterol oleat.
b) Apakah ester ini memberikan hasil positif pada uji Lieberman-
Burchard?
Jawab:
a)

244
b) Tidak dapat, dikarenakan uji Lieberman-Burchard memberikan hasil
positif jika ditandai dengan munculnya warna biru. Warna ini
disebabkan karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari kolesterol
bereaksi dengan pereaksi Tidak dapat, karena uji Lieberman-Burchard
memberikan hasil yang positif jika ditandai dengan munculnya warna
biru. Warna ini disebabkan karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari
kolesterol bereaksi dengan pereaksi Lieberman Burchard dan
meningkatkan konjugasi dari ikatan tak jenuh dalam cincin yang
berdekatan. Sama halnya dengan kolesterol yang terhidrasi maka pada
kolesterol dalam jaringan yang ter-esterifikasi oleh asam-asam lemak
juga tidak ada lagi gugus hidroksi yang akan bereaksi dengan pereaksi
Lieberman Burchard dan tidak terbentuk warna hijau sehingga dapat
dikatakan bahwa senyawa tersebut memberikan hasil negatif.

245
A. Foto
A. Oksidasi Gliserol, Kolesterol, dan Sampel

Memasukkan 2 mL sampel kedalam 2 Memasukkan 2 mL sampel kedalam


tabung reaksi (Gliserol) 2 tabung reaksi (Kolesterol)

Memasukkan 2 mL sampel kedalam 2 Memasukkan 2 mL sampel kedalam


tabung reaksi (Telur ayam) 2 tabung reaksi (Keju)

Menambahkan 2 mL reagen benedict ke Menambahkan 2 mL reagen


dalam 1 tabung reaksi (Gliserol) benedict ke dalam 1 tabung reaksi
(Kolesterol)

246
Menambahkan 2 mL reagen benedict ke Menambahkan 2 mL reagen
dalam 1 tabung reaksi (Telur Ayam) benedict ke dalam 1 tabung reaksi
(Kaju)

Menambahkan 2 mL reagen benedict ke Menambahkan 2 mL reagen


dalam 1 tabung reaksi (Telur Puyuh) benedict ke dalam 1 tabung reaksi
(Cumi-cumi)

Menambahkan 2 mL reagen benedict ke Menambahkan 2 mL reagen


dalam 1 tabung reaksi (Roti Tawar Sisir) benedict ke dalam 1 tabung reaksi
(Santan)

247
Menambahkan 2 mL reagen benedict ke Menambahkan 2 mL reagen
dalam 1 tabung reaksi (Susu UHT) benedict ke dalam 1 tabung reaksi
(Margarin)

Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung


dengan penangas air (Gliserol) reaksi dengan penangas air
(Kolesterol)

Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung


dengan penangas air (Telur Ayam) reaksi dengan penangas air (Keju)

248
Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung
dengan penangas air (Roti tawar sisir) reaksi dengan penangas air (Santan)

Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung


dengan penangas air (Telur puyuh ) reaksi dengan penangas air (Cumi-
Cumi)

Mengganti reagen benedict dengan Mengganti reagen benedict dengan


campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat dan campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat
0,5 mL NaOH pada masing-masing tabung dan 0,5 mL NaOH pada masing-
reaksi (Gliserol) masing tabung reaksi (Kolesterol)

249
Mengganti reagen benedict dengan Mengganti reagen benedict dengan
campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat dan campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat
0,5 mL NaOH pada masing-masing tabung dan 0,5 mL NaOH pada masing-
reaksi (Telur Ayam) masing tabung reaksi (Keju)

Mengganti reagen benedict dengan Mengganti reagen benedict dengan


campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat dan campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat
0,5 mL NaOH pada masing-masing tabung dan 0,5 mL NaOH pada masing-
reaksi (Roti Tawar Sisir) masing tabung reaksi (Santan)

Mengganti reagen benedict dengan Mengganti reagen benedict dengan


campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat dan campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat
0,5 mL NaOH pada masing-masing tabung dan 0,5 mL NaOH pada masing-
reaksi (Telur Puyuh) masing tabung reaksi (Cumi-cumi)

250
Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung
tersebut dengan penangas air (Gliserol) reaksi tersebut dengan penangas air
(Kolesterol)

Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung


tersebut dengan penangas air (Telur reaksi tersebut dengan penangas air
Ayam) (Keju)

251
Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung
tersebut dengan penangas air (Roti Tawar reaksi tersebut dengan penangas air
sisir) (Santan)

Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung


tersebut dengan penangas air (Susu UHT) reaksi tersebut dengan penangas air
(Margarin)

252
B. Identifikasi Kolesterol

Memasukkan 2 mL Kloroform dan 10 Memasukkan 2 mL Kloroform dan 10


tetes Anhidrat Asetat kedalam tabung tetes Anhidrat Asetat kedalam tabung
reaksi ditambahkan (Telur Ayam) reaksi ditambahkan (Keju)

Menambahkan 3 tetes Asam Sulfat Menambahkan 3 tetes Asam Sulfat


Pekat melalui dinding tabung dan Pekat melalui dinding tabung dan
mengocok dengan hati-hati(Telur mengocok dengan hati-hati (Keju)
Ayam)

Hasil pencampuran sampel (Telur Hasil pencampuran sampel (Telur


Ayam) Keju)

253
Memasukkan 5 tetes kolesterol 0,5%
kedalam tabung reaksi. Menambahkan
1 tetes asam sulfat dan 3 tetes anhidrat
asetat

254
FLOWCHART

PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN IX

“KOLESTEROL”

A. Oksidasi Gliserol, Kolesterol dan Sampel

2 mL gliserol 1 % + 2 mL reagen Benedict


- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan kedalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Mencampurkan
- Memanaskan diatas penangas air

Larutan berwarna

NB: - Mencatat perubahan yang terjadi


- Mengulangi percobaan dengan mengganti gliserol dengan
kolesterol dan sampel (margarin, roti tawar sisir, keju, telur ayam,
susu UHT, santan, telur burung puyuhm dan cumi-cumi)
- Mengganti reagen benedict dengan campuran 1 mL CuSO4 dan 0,5
mL NaOH 20%
- Memanaskan tabung reaksi dan mencatat perubahan yang terjadi

255
B. Identifikasi Kolesterol

1 mL sampel + 2 mL Kloroform + 10 tetes anhidrat


- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan kedalam
tabung reaksi
- Meneteskan
- Menambahkan

Larutan + 3 tetes H2SO4


- Memipet
- Menambahkan dengan hati-
hati melalui dinding tabung
- Mengocok dengan hati-hati

Larutan berwarna

L5 tetes kolesterol 0,5 % + 1 tetes H2SO4 pekat


+ 3 tetes anhidrat asetat arutan berwarna
- Memipet
- Memasukkan kedalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Meneteskan

Larutan berwarna

NB: - Mencatat perubahan yang terjadi


- Bila muncul warna merah, hijau, dan biru menandakan adanya
kolesterol

256
PERCOBAAN X

256
PERCOBAAN X

Judul : Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain


dan Bromelin
Tujuan : Untuk mengetahui proses pembuatan VCO dengan metode
enzimatis
Hari / Tanggal : Jum’at / 09 Desember 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik / Biokimia FKIP ULM
Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak pulau dan
Indonesia termasuk negara produsen kelapa terbesar di dunia setelah Filipina. Hal
ini merupakan peluang untuk pengembangan kelapa menjadi aneka produk yang
bermanfaat, misalnya dengan menjadikan kelapa sebagai bahan baku pembuatan
minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sehingga menaikkan nilai jual dari
kelapa. Minyak kelapa murni memiliki banyak keunggulan yaitu proses
pembuatan tidak membutuhkan biaya yang mahal, pengolahan yang sederhana
dan tidak terlalu rumit (Rifdah et al., 2021). Terdapat berbagai produk pertanian
yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut secara ekonomis atau didaur ulang dengan
baik sehingga memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Minyak kelapa
dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu Refined, Bleached, Deodorized
(RBD) dan Virgin Coconut Oil (VCO) (Rahmalia, & Kusumayanti, 2021).
Sedangkan RBD terbuat dari kopra (daging kelapa yang dikeringkan atau diasap),
VCO dibuat dari santan segar. Santan bernutrisi karena mengandung lemak
sebesar 33,80%, protein sebesar 6,10%, dan karbohidrat sebesar 5,60%. Produksi
VCO dapat dianggap hemat biaya dan hemat energi. Dibandingkan dengan
minyak kelapa kopra, VCO memiliki kualitas yang lebih baik dalam hal umur
simpannya. Proses pembuatan VCO meliputi pemanasan, pemanasan bertahap,
pengasaman, penggaraman, penyaringan, fermentasi dan proses enzimatik (Roni,
et al., 2022).

257
Kelapa adalah tanaman yang telah cukup lama dikenal di Indonesia dan
banyak tumbuh di daerah pantai. Pusat produksi kelapa menyebar di Sulawesi,
Jawa, Sumatra, Maluku dan NTT. Pada tahun 2015 luas areal perkebunan kelapa
di Indonesia mencapai 3.585.599 Ha. Permasalahan pada komoditas kelapa tidak
terletak pada produktivitas dan jumLah lahan melainkan pada produk yang
dihasilkan masih dalam jumLah terbatas serta dipasarkan dalam bentuk produk
primer, belum diolah menjadi produk sekunder maupun tersier. Hal ini menye-
babkan nilai jual dari kelapa masih belum optimal (Perdani et al., 2019). Tanaman
kelapa adalah salah satu komoditi dalam sektor pertanian yang memberikan hasil
disepanjang tahun. Kelapa pada umumnya, dikonsumsi langsung tanpa diolah
sehingga menyebabkan harga bahan mentah menjadi rendah. Pengolahan kelapa
menjadi suatu produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi dapat dilakukan.
Salah satu hasil olahan buah kelapa adalah minyak kelapa murni atau Virgin
Coconut Oil (VCO) (Maahury et al., 2021).
Santan merupakan salah satu produk olahan dari daging buah kelapa yang
dapat diolah menjadi minyak kelapa. Santan adalah emulsi yang terbentuk secara
alami. Dalam santan terdapat minyak kelapa, air dan pengemulsi. Minyak kelapa
mengandung asam laurat 52,26%, asam miristat 16,82%, asam kaprilat 8,21%,
asam kaprat 7,79%, asam kaproat 0,24%, asam palmitat 6,59%, asam stearat
1,51%, asam oleat 4,83% dan asam linoleat 1,33%. Minyak kelapa banyak
mengandung asam lemak rantai sedang (MCFA) seperti asam kaprat dan asam
miristat yang sangat bermanfaat sebagai anti bakteri, anti mikroba, dapat
menghambat perkembangan virus HIV, virus herpes, influenza dan sarkoma.
Selain itu, asam laurat dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Asam lemak ini
dapat menghambat pertumbuhan Pneumococci, Streptococcus, Micrococci,
Candida, S. aureus, dan S. epidermis. Asam laurat hanya membutuhkan
konsentrasi 0,062 mikro mol/mL yang dapat menghambat pneumokokus.
Sedangkan asam kaprat dan asam miristat masing-masing membutuhkan 1,45
mikro mol/mL dan 0,218 mikro mol/mL untuk menghambat mikroba yang sama
(Anwar et al., 2020).

258
Minyak merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sumber minyak
dapat diperoleh dari sumber nabati dan hewani, minyak biji-bijian, minyak
kedelai, dan sebagainya. Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tanaman yang
hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Mulai dari daging
buah, air kelapa (untuk nata de coco), tempurung, serat, daun muda, batang, dan
batangnya. Namun yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi adalah daging
buahnya sebagai santan dan minyak kelapa. Minyak kelapa sering digunakan
sebagai bahan baku industri dan dalam pembuatan minyak goreng. Selain itu,
minyak kelapa baik digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
(Ningrum & Zulaika, 2022). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang
dihasilkan dari daging buah kelapa. Berdasarkan kandungan asam lemaknya
minyak kelapa digolongkan kedalam minyak asam laurat karena kandungan asam
lauratnya paling besar (44%) dibandingkan asam lemak lainnya. Lemak dan
minyak yang terdapat dalam bahan makanan sebagian besar adalah trigliserida
yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak (Ketaren, 2005).
Minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
merupakan minyak kelapa yang dimodifikasi proses pembuatannya sehingga
dapat mengihasilkan produk minyak dengan kadar air dan kadar asam lemak
bebas yang rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya
simpan yang cukup lama yaitu lebih dari 12 bulan (Rindengan. 2007). Jika
dibandingkan dengan minyak kelapa biasa atau sering disebut dengan minyak
goreng (minyak kelapa kopra) dimana minyak kelapa murni (VCO) mempunyai
kualitas yang lebih baik. Minyak kelapa kopra akan berwarna kuning kecoklatan,
berbau tidak harum dan mudah tengik sehingga daya simpannya tidak bertahan
lama (Siahaya et al., 2020).
Virgin Coconut Oil mendukung sistem kekebalan tubuh, membantu
mencegah infeksi virus, mengurangi risiko kanker karena mengandung
antioksidan dan vitamin E dan juga mencegah berbagai penyakit degeneratif
lainnya. Kandungan MCFA dalam Virgin Coconut Oil sama dengan kandungan
MCFA pada ASI yaitu memberi gizi dan melindungi tubuh dari penyakit menular
dan penyakit degenerative. Selain itu Virgin Coconut Oil dapat menghambat

259
pertumbuhan bakteri, mencegah penyakit jantung karena minyak tersebut tidak
menimbulkan penyumbatan pembuluh darah, menurunkan kolesterol, sebagai anti
kanker, mencegah HIV/AIDS, mencegah osteoporosis, menjaga kesehatan lever,
untuk pertumbuhan anak, dapat merangsang produksi insulin sehingga proses
metabolisme glukosa dapat berjalan normal, dan untuk kecantikan (Rachmania, &
Wardani, 2019). Minyak ini mengandung komponen lemak jenuh (92%), dan
asam lemak tidak jenuh 10%. Asam lemak jenuh ini didominasi oleh asam laurat,
sehingga minyak kelapa ini sering disebut dengan minyak laurat. Asam laurat dan
asam kapriat yang ada dalam Virgin Coconut Oil merupakan asam lemak jenuh
rantai sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat anti mikroba (anti virus, anti
bakteri, dan anti jamur) sehingga dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan mudah
diubah menjadi energi. Semua patogen berlapis lemak. Dengan demikian asam
laurat yang juga berupa minyak dapat menyatu dengan organisme itu untuk
kemudian mematikannya (Maahury et al., 2021; Setiaji et al., 2006).
Pembuatan minyak kelapa murni atau VCO terbagi atas 4 cara yaitu
dengan cara enzimatis, pengasaman, sentrifugasi, dan biskuit. Dari empat cara
tersebut cara yang paling efisien pada pembuatan VCO tersebut yaitu dengan
metode pendinginan. Metode penanganan yang di gunakan pada penelitian ini
sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan
pada penelitian ini ragi tempe yang digunakan untuk membuat VCO tanpa diberi
perlakuan pencegahan.
Metode enzimatis adalah salah satu metode dalam produksi VCO yang
dapat menghasilkan produk dengan rendemen yang lebih banyak. Salah satu
enzim yang bisa digunakan adalah enzim bromelin, dimana enzim ini akan
menghidrolisis protein dan membuat minyak dapat terpisah dengan air dalam
emulsi santan. Krim santan yang digunakan adalah 200 mL dan variabel yang
digunakan untuk diteliti adalah variasi waktu yaitu 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60
jam, dan juga variasi konsentrasi ekstrak bonggol nanas yaitu 5%, 10%, 15%, dan
20%.
Enzim Papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah
pepaya, baik dalam buah, batang dan daunnya. Enzim ini memiliki potensi yang

260
cukup besar karena dapat diproduksi melalui banyak sumber seperti daun dan
buah pepaya, dan penggunaan enzim papain akan menjadi proses hijau alternatif
untuk pembuatan VCO (Hidayat et al., 2022). Papain terkandung dalam getah
papaya sedangkan bromelain terkandung dalam buah nanas. Enzim bromelin
adalah salah satu enzim proteolitik atau protease, yaitu enzim yang mengkatalisa
penguraian protein menjadi asam amino dengan membangun blok melalui reaksi
hidrolisis. Dalam pemecahan protein, ikatan peptidase terputus dengan penyisipan
komponen air, -H, -OH pada rantai akhir.
Hasil penelitian pembuatan VCO dengan metode enzimatis menggunakan
sari bonggol nanas yang terbaik sesuai adalah pada waktu inkubasi 24 jam dan
konsentrasi ekstrak bonggol nanas 5% (SNI, 7381:2008). Dimana massa jenisnya
adalah 0,9150 g/cm3, asam lemak bebas 0,133%, bilangan asam 0,1870, bilangan
peroksida 1,8 meq/kg, dan untuk warnanya kuning bening (Rifdah et al., 2021).

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Baskom 2 buah
2. Sendok Stainless Steel 2 buah
3. Saringan 2 buah
4. Plastik Transparan 4 buah
5. Toples Transparan 1 L 2 buah
6. Sendok Nasi 2 buah
7. Corong Plastik 2 buah
8. Termometer 2 buah
9. Stopwatch 2 buah
10. Neraca Analitik 2 buah
11. Gelas kaca 6 buah
12. Botol gelap 2 buah
13. Hot plate 1 buah
14. Kaca Arloji 2 buah
15. Pipet tetes 24 buah

261
16. Pipet Volume 10 mL 3 buah
17. Spatula 4 buah
18. Batang Pengaduk 6 buah
19. Erlenmeyer 100 mL 6 buah
20. Labu Pengenceran 25 mL 2 buah
21. Labu Pengenceran 250 mL 1 buah
22. Labu Pengenceran 500 mL 1 buah
23. Gelas Ukur 5 mL 2 buah
24. Gelas Ukur 10 mL 5 buah
25. Gelas Ukur 25 mL 2 buah
26. Gelas Ukur 50 mL 2 buah
27. Gelas Ukur 100 mL 3 buah
28. Gelas Kimia 20 mL 2 buah
29. Gelas Kimia 50 mL 4 buah
30. Gelas Kimia 100 mL 3 buah
31. Statif dan Klem 2 set
32. Buret 2 buah
33. Piknometer Pyrex 10 mL 2 buah
34. Corong Kaca 2 buah

B. Bahan
1. 8 Kg Kelapa parut
2. Enzim Papain
3. Enzim Bromelin
4. 12 L air hangat (45˚C)
5. Aquades
6. Asam asetat
7. Kloroform
8. Kalium Iodida
9. Na2S2O3 0,01 N
10. Larutan pati (amilum 1 %)

262
11. Etanol 95 %
12. Indikator PP 1%
13. NaOH 0,05 N

III. PROSEDUR KERJA


A. Preparasi Sampel
1. Menimbang 2000 g kelapa parut dan memasukkannya ke dalam baskom.
2. Menambahkan 3L air hangat (45°C) secara perlahan-lahan, kemudian
diperas sampai diperoleh santan kental dan menampungnya ke dalam
toples transparan.
3. Mendiamkan sampel santan tersebut selama 2 jam sehingga terpisah antara
krim dan airnya.
4. Mengambil krim yang berada di bagian atas menggunakan sendok nasi.
5. Mengulangi prosedur 1-4 untuk preparasi sampel enzim bromelin.

B. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan Bromelin
1. Mengukur 400 mL krim santan kelapa dan memasukkannya ke dalam
wadah.
2. Menambahkan 6 gram enzim papain ke dalam wadah.
3. Mengaduk formulasi campuran menggunakan sendok supaya tercampur
merata kemudian memasukkannya ke dalam plastik.
4. Mendiamkan campuran selama 1×24 jam sampai campuran terbagi
menjadi tiga bagian (minyak di atas, blondo protein di tengah, dan air di
bawah).
5. Memisahkan blondo dari minyak.
6. Menyaring sampel VCO dengan saringan.
7. Memasukkan hasil sampel VCO ke dalam botol kaca menggunakan
corong plastik.
8. Mengulangi prosedur 1-7 menggunakan enzim bromelin.

263
C. Prosedur Uji Kualitas VCO
a) Perhitungan Rendemen VCO
Perhitungan Rendemen VCO menggunakan rumus sebagai berikut:

Rendemen =

b) Prosedur Menentukan densitas VCO


1. Memasukkan 10 mL sampel menggunakan pipet ke dalam gelas beker,
kemudian ditempatkan dalam bak berisi air pada suhu 25˚C.
2. Menimbang piknometer 25 mL sebelum dimasukkan sampel.
3. Masukkan sampel yang telah ditimbang ke dalam piknometer,
selanjutnya ditutup hingga cairan meluap dari kapiler dan bagian luar
botol dan ujung kapiler piknometer dikeringkan dengan tisu.
4. Timbang kembali piknometer yang telah berisi sampel.
5. Hasil densitas menurut (SNI 7381:2008) adalah 0,915 – 0,920 (gr/mL).
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung densitasnya yaitu:

ρ=

Keterangan:
ρ = densitas (g/mL)
m0 = massa piknometer kosong (g)
Vp = volume VCO dalam piknometer (mL)

c) Penampakan Fisik VCO


Penampakkan warna untuk VCO adalah tidak berwarna hingga
kuning pucat, sedangkan untuk bau/aroma adalah khas kelapa segar, tidak
tengik (SNI 7381:2008).

d) Bilangan Peroksida
1. Memasukkan 5 mL sampel VCO ke dalam Erlenmeyer 250 mL.

264
2. Menambahkan 15 mL campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam
asetat dan 40% kloroform.
3. Menambahkan 0,5 gram kalium iodide sambil dikocok setelah minyak
larut, kemudian diamkan selama 30 menit ditempat yang gelap.
4. Menambahkan aquades sebanyak 15 mL.
5. Menambahkan 0,5 mL larutan pati (amilum) 1%.
6. Menitrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N sampai warna biru
menghilang, lakukan pentitrasian sebanyak dua kali untuk mendapatkan
nilai rata-rata.
7. Mencatat volume larutan Na2S2O3 yang menggunakan miliekuivalen per
1000 gram.

Bilangan peroksida =

Keterangan:
A = rata-rata mL larutan Na2S2O3 (mL)
N = normalitas larutan Na2S2O3 (N)
G = berat contoh minyak (g)

e) Analisis Bilangan Asam Lemak Bebas


1. Menimbang masing-masing 7 gram sampel VCO kemudian
memasukkannya ke dalam Erlenmeyer I dan II.
2. Memasukkan 15 mL etanol 95% dan 2 tetes indikator PP 1%.
3. Menitrasi dengan larutan NaOH 0,05 N sampai terbentuk larutan
berwarna merah muda yang konstan.
4. Menghitung kadar asam lemak bebas dengan rumus:

Kadar asam lemak bebas =

Keterangan:
vol = rata-rata Volume NaOH saat titrasi
N = Normalitas NaOH
BM = Berat molekul asam lemak bebas

265
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Preparasi Sampel
A. Preparasi Sampel

No Perlakuan Hasil Pengamatan


Menimbang 2000 g kelapa parut dan 2000 g kelapa parut berada pada
1.
memasukkannya ke dalam baskom baskom

Menambahkan 2 L air hangat (45⸰C) Didapatkan santan kental berwarna


secara perlahan-lahan, kemudian putih
2. diperas sampai diperoleh santan
kental dan menampungnya kedalam
toples transparan.

Mendiamkan sampul santan selama 2 Sampel santan terbagi menjadi 2 lapisan


3. jam, sehingga terpisah antara krim
- Air, bagian bawah
dan airnya
- Krim, bagian atas
Mengambil krim yang berada Krim terambil, krim berwarna putih dan
4. dibagian atas menggunakan sendok sedikit kental
nasi

Hasil krim yang didapatkan sama


Mengulangi prosedur 1-4 untuk seperti preparasi sampel untuk enzim
5.
preparasi sampel enzim papain yaitu krim berwarna putih dan
sedikit kental

B. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan enzim papain dan bromelin

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Mengukur 400 mL krim santan kelapa 400 mL krim santan berada pada
dan memasukkannya ke dalam masing-masing wadah
masing-masing wadah dan
a. Bromelin
ditambahkan 6 gram enzim bromelin
Wadah I : 400 mL krim santan + 6 g
dan enzim papain
enzim bromelin
Wadah II : 400 mL krim santan + 3
g enzim bromelin
b. Papain
Wadah I : 400 mL krim santan + 6 g
enzim Papain
Wadah II : 400 mL krim santan + 3
g enzim Papain

266
2. Mengaduk formulasi campuran Formulasi campuran tercampur merata
menggunakan sendok supaya dan berada dalam plastic
tercampur merata kemudian
memasukkannya ke dalam plastik

3. Mendiamkan campuran selama 1 × 24 a. Bromelin


jam sampai campuran terbagi menjadi - Wadah I : (atas :minyak, tengah
tiga bagian (minyak di atas, blondo :blondo, bawah : air )
protein di tengah, dan air di bawah). - Wadah II : (atas :minyak,
tengah :blondo, bawah : air )
b. Papain
- Wadah I : (atas :minyak, tengah
:blondo, bawah : air )
Wadah II : (atas :minyak, tengah
:blondo, bawah : air )

4. Memisahkan blondo dari minyak Blondo terpisah dari minyak, dan


minyak yang didapatkan

 Bromelin, larutan berwarna putih


kekuningan
Wadah I (6 g bromelin ) : 100 ml

Wadah II (3 g bromelin) : 75 ml

5. Menyaring sampel VCO dengan b. Bromelin, larutan berwarna putih


saringan dan memasukkan hasil keruh dan agak kental.
sampel VCO ke dalam gelas kimia
- Wadah I (6 g bromelin ) : 81 ml,
ada rasa manis
- Wadah II (3 g bromelin) : 50 ml,
tidak berasa

C. Prosedur Uji Kualitas VCO


a) Perhitungan Rendemen VCO

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Menghitung rendemen VCO pada a. Bromelin
semua perlakuan
Berat VCO yang dihasilkan :
- Wadah I = 71,1861
- Wadah II = 41,8309

Berat krim kelapa :


- Wadah I = 400gr

267
- Wadah II = 400 gr
Rendemen =

- Wadah I

= 17,79%

- Wadah II

= 10,707%

 Papain
Berat VCO yang dihasilkan :
- Wadah I = 76,6241
- Wadah II = 75,8285

Berat krim kelapa dan berat formulasi


enzim :
- Wadah I = 400 gr
- Wadah II = 400 gr

Rendemen =

- Wadah I

= 19,156%

- Wadah II

= 18,957%

268
b) Prosedur Menentukan Densitas VCO

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Memasukkan 10 mL sampel a. Bromelin
menggunakan pipet ke dalam gelas
- Wadah I (6 g bromelin )
beker, kemudian ditempatkan dalam
bak berisi air pada suhu 25˚C. 12 ml sampel berada pada gelas
kimia yang ditempatkan dalam bak

- Wadah II (3 g bromelin)

13 ml sampel berada pada gelas


kimia yang ditempatkan dalam bak

b. Papain
- Wadah I (6 g papain )

10 ml sampel berada pada gelas


kimia yang ditempatkan dalam bak

- Wadah II (3 g papain)

10 ml sampel berada pada gelas


kimia yang ditempatkan dalam bak

2. Menimbang piknometer 25 mL a. Bromelin


sebelum dimasukkan sampel.
- Piknometer I (6 g bromelin ) =
14,1829 g

- Piknometer II (3 g bromelin) =
14,8768 g

b. Papain
- Piknometer I (6 g papain ) =
14,8910 g

- Piknometer II (3 g papain) =
10,5932 g

3. Masukkan sampel yang telah Sampel berada dalam piknometer


ditimbang ke dalam piknometer

4. Menimbang Kembali piknometer Didapatkan:

269
yang berisi sampel a. Bromelin
- Piknometer I (6 g bromelin ) =
24,4366 g, berwarna bening

- Piknometer II (3 g bromelin) =
24,8150 g, berwarna lebih keruh

b. Papain
- Piknometer I (6 g papain ) =
24,8166 g

- Piknometer II (3 g papain) =
19,8389 g

5. Menimbang densitas VCO Rumus :

a. Bromelin
-Wadah I (6 g bromelin)
Diketahui : mo = 14,882 g
mI = 24,4366 g
vp = 10 mL
Ditanya :

Penyelesaian :

= 0,9553 g/mL

-Wadah II (3 g bromelin)
Diketahui : mo = 14,8768 g
mI = 24,8150 g
vp = 10 mL

270
Ditanya :

Penyelesaian :

= 0,99782 g/mL

b. Papain
-Wadah I (6 g papain)
Diketahui : mo = 14,8910 g
mI = 24,8166 g
vp = 10 mL
Ditanya :

Penyelesaian :

= 0,992 g/mL

-Wadah II (3 g papain)
Diketahui : mo = 10,5932 g
mI = 19,8389 g
vp = 10 mL
Ditanya :

Penyelesaian :

271
= 0,924 g/mL

c) Penampakkan Fisik VCO

No Perlakuan Hasil Pengamatan


Mengamati penampakan warna dan Larutan berwarna bening dan berwarna
aroma VCO serta rasa lebih keruh.
1.
Untuk rasa ada manis-manisnya dan
tidak berasa.

d) Bilangan Peroksida

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Memasukkan 5 mL sampel VCO ke a. Bromelin
dalam Erlenmeyer 250 mL dan
Larutan berwarna bening dan
menambahkan 15 mL campuran
pelarut yang terdiri dari 60% asam terdapat gelembung
asetat dan 40% kloroform.
b. Papain
Larutan berwarna bening keruh dan
bagian atas seperti minyak

2. Menambahkan 0,5 gram kalium a. Bromelin


iodide sambil dikocok setelah minyak
Diperoleh campuran menjadi putih
larut, kemudian diamkan selama 30
menit ditempat yang gelap. keruh dan minyak menjadi melarut.
Setelah didiamkan 30 menit, minyak
Kembali terpisah.

b. Papain
Warna tetap, ada seperti minyak

272
3. Menambahkan 0,5 mL larutan pati a. Bromelin
(amilum) 1%.
Larutan berwarna putih keruh
b. Papain
Tetap, terdapat seperti minyak
didasar

4. Menitrasi dengan larutan Na2S2O3 a. Bromelin


0,01 N sampai warna biru menghilang
- Sampel A (6 g bromelin)

Erlenmeyer I = 0,72 (larutan


berwarna bening)

Erlenmeyer II = 0,71 (larutan


berwarna bening)

Erlenmeyer III = 0,743 (larutan


berwarna bening)

- Sampel B (3 g bromelin)

Erlenmeyer I = 0,89 (larutan


berwarna putih keruh)

Erlenmeyer II = 0,75 (larutan


berwarna putih keruh)

Erlenmeyer III = 0,03 (larutan


berwarna putih keruh)

b. Papain
Sampel A (6 g papain)

Erlenmeye I = 0,99 mL

Erlenmeyer II = 0,85 mL

Erlenmeyer III = 0,93 mL

- Sampel B (3 g papainn)

Erlenmeye I = 0,81 mL

Erlenmeyer II = 0,79 mL

Erlenmeyer III = 0,85 Ml

273
Volume rata-rata

a. Bromelin
- Sampel A (6 g bromelin)

= 0,743 mL

- Sampel B (3 g bromelin)

= 0,82 mL

b. Papain
- Sampel A (6 g papain)

= 0,923 mL

- Sampel B (3 g papain)

= 0,816 mL

5. Menghitung bilangan peroksida Diperoleh bilangan peroksida sebesar


a. Bromelin
- 6 g bromelin = 1,486

- 3 g bromelin = 1,64

b. Papain
- 6 g papain = 1,846

- 3 g papain = 1,632

274
e) Analisis Bilangan Asam Lemak Bebas

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. Menimbang masing-masing 7 gram Masing-masing sampel pada
sampel VCO kemudian Erlenmeyer I dan II sebanyak 7 g
memasukkannya ke dalam
Erlenmeyer I dan II

2. Memasukkan 15 mL etanol 95% dan Larutan berwarna putih susu


2 tetes indikator PP 1%.

3. Menitrasi dengan larutan NaOH 0,05 a. Bromelin


N sampai terbentuk larutan berwarna
- Sampel A (6 g bromelin)
merah muda
Erlenmeye I = 0,97 ml

Erlenmeyer II = 0,99 ml

Erlenmeyer III = 0,97 ml

- Sampel B (3 g bromelin)

Erlenmeyer I = 0,89 ml

Erlenmeyer II = 0,79 ml

Erlenmeyer III = 0,85 ml

b. Papain
- Sampel A (6 g papain)

Erlenmeye I = 0,83 mL

Erlenmeyer II = 0,65 mL

Erlenmeyer III = 0,49 mL

- Sampel B (3 g papainn)

Erlenmeye I = 0,93 mL

Erlenmeyer II = 0,91 mL

Erlenmeyer III = 0,83mL

4. Menghitung kadar asam lemak bebas Didapatkan kadar asam lemak bebas
sebesar :
a. Bromelin
- (6 g bromelin ) = 0,0461%
- (3 g bromelin) = 0,04%

275
b. Papain
- (6 g papain ) = 0,03%
- (3 g papain) = 0,042%

V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan VCO
dengan metode enzimatis, adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu
kelapa parut, enzim papain, dan enzim bromalin. Pembuatan VCO dengan cara
enzimatis merupakan pemisahan minyak dalam santan tanpa pemanasan. Ikatan
protein minyak yang berada pada emulsi santan bisa juga dipecah dengan bantuan
enzim. Pada percobaan ini terdapat tiga prosedur yaitu pertama preparasi sampel,
pembuatan VCO dengan enzim papain dan bromelin dan prosedur uji kualitas
VCO yang meliputi perhitungan rendemen VCO, menentukan densitas VCO,
penampakan fisik VCO, bilangan peroksida, dan analisis bilangan asam lemak
bebas.

A. Preparasi sampel
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang
yang kelapa parut dan memasukkannya ke dalam baskom, lalu menambahkan
˚
3L air hangat (45 C) kemudian diperas sampai diperoleh santan kental.
Penambahan menggunakan air dikarenakan tingkat kelarutannya akan lebih
mudah, fungsi penambahan air adalah mengeluarkan komponen senyawa
dalam daging kelapa. Semakin lama pemerasan akan menghasilkan krim yang
lebih banyak. Selanjutnya santan kelapa yang diperoleh didiamkan selama 2
jam sampai terpisah menjadi dua fase yaitu fase skim yang keruh dibagian
bawah (air) dan fase krim yang berwarna putih dibagian atas (krim). Skim
berada dibagian bawah dikarenakan berat jenis skim lebih besar daripada krim
sehingga posisi krim berada paling atas, lalu langkah terakhir pada prosedur
ini mengambil krimnya didapatkan krim.

276
B. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan
Bromelin
Santan kelapa merupakan cairan yang berwarna putih susu yang
diperoleh dari pemerasan daging kelapa. Santan merupakan emulsi yang
terdiri dari dua fase, yaitu fase air dan fase minyak yang tidak saling
bercampur, karena distabilkan oleh suatu emulgator. Krim santan yang
merupakan suatu emulsi minyak dalam air yang distabilkan oleh protein.
Protein yang terdapat dalam krim santan merupakan agen pengemulsi karena
memiliki gugus hidrofilik maupun hidrofobik. Pada enzim bromelin
menghidrolisis ikatan peptida dari suatu rantai polipetida pada protein,
sehingga ikatan antara CO dan NH putus yang akan menyebabkan protein
pecah menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu asam amino yang larut.
Kemudian minyak yang teremulsi dalam air dapat keluar (xu et al., 2018).

Mekanisme reaksi hidrolisis protein oleh enzim bromelin Ketaren (1986).

Percobaan ini diawali dengan pengambilan krim santan sebanyak 1000


mL dibagi menjadi empat bagian dan ditambahkan enzim bromelin dan enzim
papain. Penambahan enzim pada prosedur ini dilakukan dengan tujuan agar
dapat memisahkan dan membuat krim santan dapat terbagi menjadi 3 bagian.
Penambahan enzim papain dilakukan karena memiliki aktivitas proteolitik
sekitar 400 MCU/g, tidak bersifat toksik, tidak ada reaksi sampling yang
ditimbulkan, tidak mengubah suhu dan pH secara drastic dan berfungsi baik
pada konsentrasi rendah, enzim ini juga memiliki stabilitas tinggi dan resisten
terhadap panas serta pelarut organik. Enzim ini memiliki fungsi proteolitik
yang dimana dapat mengkatalisis pada reaksi pemecahan protein dengan cara
menghidrolisis ikatan pada molekul peptidanya menjadi senyawa-senyawa

277
yang lebih sederhana. Reaksi hidrolisis ini membuat ikatan peptide pada
protein dapat terputus sehingga protein akan terdegradasi menjadi bagian yang
sederhana yaitu senyawa protase, pepton dan asam-asam amino serta
komponen karboksil sehingga minyak yang terikat oleh ikatan akan keluar.
Berikut reaksi yang terjadi pada penambahan enzim papain sebagai berikut.

Sedangkan tujuan penambahan enzim bromelin yaitu enzim bromelin


yakni enzim bromelin dapat menggeredasi senyawa protein yang terdapat
pada krim santan dan memecah dinding sel krim santan sehingga dapat
memisahkan air dan minyak. Dimana enzim ini akan menghidrolisis protein
dan membuat minyak dapat terpisah dengan air pada santan. Berikut adalah
struktur enzim bromelin.

Kemudian mengaduk formulasi campuran agar tercampur merata,


setelah itu mendiamkan campuran selama 1x24 jam sampai campuran

278
terbagi menjadi 3 bagian. Tiga bagian lapisan ini terdiri dari air (bawah),
blondo (tengah), dan atas (minyak). Minyak berada di fase paling atas
dikarenakan memiliki massa jenis lebih rendah dibandingkan air.
Pemecahan protein menyebabkan sistem emulsi menjadi tidak stabil
sehingga minyak dapat terpisah dari sistem emulsi. Langkah terakhir yaitu
menyaring sampel VCO dan memasukkan ke dalam gelas kimia.

C. Prosedur Uji Kualitas VCO


a) Perhitungan Rendemen VCO
Pada perhitungan rendemen VCO, didapatkan hasil pada wadah I
(bramelin 6 g) sebanyak 17,79 %, wadah II (bramelin 3 g) sebanyak
10,707%, wadah III (papain 6 g) sebanyak 19,156 %, dan wadah IV (papain
3 g) sebanyak 18,957 %. Berdasarkan hasil perhitungan rendemen VCO
didapatkan bahwa rendemen dengan enzim papain didapatkan hasil yang
lebih banyak dibandingkan enzim bromelin. Semakin besar konsentrasi
enzim yang digunakan, maka akan semakin banyak VCO yang didapatkan.
Hal ini terjadi disebabkan karena semakin banyak enzim yang terdapat pada
santan maka semakin banyak minyak kelapa murni (virgin coconut oil) yang
dihasilkan, karena enzim tersebut berguna untuk pemecahan emusi santan
(Rifdah et al., 2021). Peningkatan rendemen disebabkan karena proses
hidrolisis pritein dalam santan yang dilakukan enzim cepat dan maksimal
karena akan semakin banyak ikatan peptide dalam protein santan yang
menyelubungi minyak yang dapat dihidrolisis oleh enzim (Nuryati et al.,
2018)

b) Prosedur Menentukan Densitas VCO


Pada percobaan ini diawali dengan memasukkan 10 mL sampel
menggunakan pipet ke dalam gelas beker (Rindawati, et al., 2020). Kemudian
ditempatkan dalam bak berisi air pada suhu 250C. Sampel dituangkan ke
dalam piknometer yang telah ditimbang, selanjutnya ditutup hingga cairan
meluap dari kapiler. Bagian luar botol dan ujung kapiler piknometer
dikeringkan dengan tisu, piknometer yang berisi sampel ditimbang,

279
selanjutnya menghitung densitas pada 6 g bromelin didapatkan densitas
sebesar 0,9553 g/mL, pada 3 g bromelin sebesar 0,99782 g/mL, pada 6 g
papain sebesar 0,992 g/mL, dan pada 3 g bromelin didapatkan densitas sebesar
0,924 g/mL. Densitas atau massa jenis VCO dipengaruhi oleh berat molekul
dan ketidakjenuhan asam lemak minyak. Faktor yang mempengaruhi densitas
bisa dari zat-zat kotoran yang masih tercampur dengan VCO dikarenakan pada
saat penyaringan kertas saring yang digunakan kulitasnya kurang baik
sehingga masih meloloskan zat-zat pengotor (Rifdah et al., 2021). Oleh karena
itu dalam menentukan densitas penyaringan dapat dilakukan secara berulang
agar tidak terdapat lagi kotoran yang terkandung dalam VCO sehingga
densitas yang dihasilkan dapat sesuai standar SNI 7381 (2008) yaitu 0,9150
g/mL - 0,9244 g/mL.

c) Penampakan Fisik VCO


Pada penampakan fisik VCO ini meliputi warna, aroma, serta rasa pada
VCO. Pada sampel VCO (enzim bromelin) larutan berwarna bening, berarang
khas kelapa, dan rasa minyak kelapa, dan pada sampel VCO (enzim papain)
larutan berwarna bening, beraroma khas kelapa, dan rasa kurang khas kelapa
(rasa tidak tengik).

d) Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah bilangan yang terpenting untuk menentukan
derajat kerusakan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Semakin
tinggi bilangan peroksida, maka minyak akan lebih mudah bau. Semakin
tinggi bilangan peroksida, maka semakin buruk kualitas VCO tersebut (Rifdah
et al., 2021).
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah minyak yang telah mengalami
proses oksidasi membentuk peroksida pada asam lemak tidak jenuh yang
mengikat oksigen. Proses oksidasi minyak oleh oksigen dapat terjadi spontan
jika kontak langsung dengan udara yang akan dipercepat seiring dengan

280
peningkatan suhu. Selain proses oksidasi, bilangan peroksida disebabkan
karena adanya proses hidrolisis.
Pada percobaan ini diawali dengan sebanyak 5 mL sampel VCO
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Kemudian ditambahkan 15 mL
campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat dan 40% kloroform.
Setelah minyak larut, ditambahkan 1 g KI sambil dikocok kemudian
didiamkan selama 30 menit dalam tempat gelap. Penambahan KI dalam
suasana asam bertujuan agar dapat membebaskan I2.
Setelah itu ditambahkan 15 mL aquades dan menambahkan 1 mL larutan
pati (amilum) 1 %, pada sampel VCO (papain) minyak semakin banyak yang
terpisah dan sampel VCO (bromelin) larutan bening dan terdapat gelembung
dibagian bawah. Selanjutnya titrasi dengan larutan 0,1N Na2S2O3 sampai
warna biru hilang, tetapi pada percobaan yang dilakukan tidak menghasilkan
warna biru saat sebelum titrasi, hal ini dikarenakan seharusnya penambahan
larutan pati (amilum) 1% sebanyak 20 tetes yang menghasilkan larutan
berwarna bias biru. Pada percobaan yang dilakukan menghasilkan warna bias
pink, seharusnya setelah ditambahkan amilum larutan berubah warna menjadi
biru.

Suatu kompleks bewarna biru

Selanjutnya menitrasi larutan dengan Na2S2O3 didapatkan volume rata-


rata pada 6 g bromelin sebesar 0,743 mL, volume rata-rata 3 g bromelin
sebesar 0,82 mL, volume yang terpakai 6 g sebesar 0,923 mL dan volume
yang terpakai pada 3 g papain sebesar 0,816 mL.

Didapatkan hasil bilangan peroksida sampel dari berbagai macam variasi


yang digunakan, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

281
Sampel Variasi Bilangan Peroksida
6 g bromelin 1,486 mEq/kg
3 g bromelin 1,64 mEq/kg
6 g papain 1,846 mEq/kg
3 g papain 1,632 mEq/kg

Bilangan peroksida yang besar akan mempercepat reaksi oksidasi asam


lemak tak jenuh oleh oksigen sehingga minyak kelapa murni akan berbau
tengik (Rindawati, et al., 2020).

e) Analisis Bilangan Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas adalah lemak tak teresterkan yang berasal dari trigli
serida, minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya
mengandung sejumLah kecil komponen selain trigliserida yaitu antara lain
asam lemak bebas (Ketaren, 1986). Asam lemak bebas adalah nilai yang
menunjukkan jumLah asam lemak bebas yang ada di dalam lemak setelah
lemak tersebut dihidrolisa. Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi
dari trigliserida sebagai akibat dari kerusakan minyak.
Percobaan ini diawali dengan menimbang sampel VCO sebanyak 7 g
dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer I, II, dan III, kemudian ditambahkan
15 mL etanol 95% dan 2 tetes indikator PP kedalam campuran. Tujuan
penambahan etanol 95% berfungsi untuk meneteralkan kelarutan asam
lemak. Pelarut etanol digunakan agar tidak mempengaruhi pH karena etanol
dapat memberhentikan kinerja enzim lipase agar tidak terjadi reaksi
hidrolisis. Penambahan 2 tetes indicator pp berfungsi sebagai indicator atau
penentu titik akhir untuk mengakhiri titrasi asam basa yang ditandai dengan
terbentuknya warna merah muda yang konstan.
Selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N yang telah
distandarisasi sampai berubah warna atau warna merah muda tercapai dan
warna tidak hilang (konstan). Didapatkan jumLah volume NaOH 0,5 N yang
digunakan untuk titrasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

282
Sampel Variasi Volume Rata-Rata
Sampel A (6 g bromelin) 10,39 mL
Sampel B (3 g bromelin) 9,65 mL
Sampel C (6 g bromelin) 7,35 mL
Sampel D (6 g bromelin) 10,67 mL

Langkah terakhir pada percobaan ini yaitu menghitung kadar asam


lemak bebas dari masing-masing sampel variasi. Dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Sampel Variasi Kadar Asam Lemak Bebas


Sampel A (6 g bromelin) 0,0461%
Sampel B (3 g bromelin) 0,04 %
Sampel C (6 g papain) 0,03 %
Sampel D (3 g papain) 0,042 %

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas


pada VCO cenderung rendah dibandingkan dengan tetapkan SNI 7381
(2008) yaitu 0,2 %, dan sesuai baku mutu yang ditetapkan APCC (2009)
yaitu  0,5 %. Rendahnya asam lemak bebas juga berkaitan dengan
kandungan kadar air pada minyak. Jika kadar air dalam minyak tinggi
maka akan terjadi reaksi hidrolisis yang dapat meningkatkan kadar asam
lemak bebas begitu pula sebaliknya. Meningkatnya asam lemak bebas
disebabkan adanya kandungan air pada subserat yaitu santan yang
menyebabkan terjadinya proses hidrolisis pada minyak kelapa pada saat
proses pencampuran yang memicu terbentuknay asam lemak bebas.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan pembuatan virgin coconut oil (VCO) dengan enzim
papain dan bromelin dapat disimpulkan bahwa:
1. Virgin coconut oil (VCO) dapat dibuat dari krim kental santan kelapa
melalui kombinasi enzim papain dan bromelin.

283
2. Didapatkan hasil perhitungan dari rendemen VCO yaitu wadah I
(bromelin 6 g) = 17,79 %, wadah II (bromelin 3 g) = 10,707 %, wadah III
(papain 6 g) = 19,185 % dan wadah IV (papain 3 g) = 18,957%.
3. Didapatkan hasil perhitungan densitas VCO yaitu : wadah I (bromelin 6g)
= 0,9553 g/mL, wadah II (bromelin 3 g) = 0,99782 g/mL, wadah III
(papain 6 g) = 0,992 g/mL, dan wadah IV ( papain 3 g) = 0,924 g/mL. Dan
jika dibandingkan maka kadar asam lemak bebas tidak melebihi SNI 7381
(2008) yaitu 0,9150 g/mL - 0,9244 g/mL.
4. Dihasilkan penampakan fisik VCO dari enzim bromelin dan enzim papain,
yaitu :
a. Enzim bromelin : larutan berwarna bening, berwarna khas kelapa dan
rasa minyak kelapa.
b. Enzim papain : larutan berwarna bening, berwarna khas kelapa dan
rasa kurang khas kelapa.
5. Pada percobaan bilangan peroksida, didapatkan erlenmeyer I (6 g
bromelin) 1,486 mEq/kg, erlenmeyer II (3 g bromelin) 1, 64 mEq/kg,
erlenmeyer III (6 g papain) 1,846 mEq/kg, erlemeyer IV (3 g papain)
1,632 mEq/kg. dan jika dibandingkan dengan standar SNI 7381 (2008)
maka bilangan peroksida tidak melebihi batas dari standar SNI tersebut
yaitu 2 mEq/kg.
6. Didapatkan hasil perhitungan kadar asam lemak bebas yaitu sampel A
(bromelin 6 g) = 0,0461%, sampel B (bromelin 3 g) = 0,04%, sampel C (
papain 6 g) = 0,03% dan sampel D (papain 3 g) = 0,042%. Dan jika
dibandingkan maka kadar asam lemak bebas tidak melebihi SNI 7381
(2008) yaitu 0,2 %.

284
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., Irmayanti, U. H., & Ha, U. (2020). Characteristics of Physical,


Chemical and Organoleptic Properties Of Virgin Coconut Oil (VCO) by
Studying the Ratio Between Coconut Cream with Inducement Oil and
Length of Fermentation. Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae
Mendelianae Brunensis, 68(3), 473-482.

Hidayat, H., Wijaya, A. R., & Fatimah, I. (2022). Papain Enzyme Assisted
Extraction of Virgin Coconut Oil as Candidate In-House Reference
Material. Processes, 10(2), 315.
Ketaren, S. (2005). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI


Press.

Maahury, M. F., Bijang, C. M., Siahaya, A. N., Hasanela, N., & Sohilait, M. R.
(2021). Pelatihan Pembuatan Virgin Coconut Oil (Vco) Pada Desa Oma,
Pulau Haruku, Maluku Tengah. Jurnal Warta Desa (JWD), 3(2), 125-129.

Ningrum, S. S., & Zulaika, A. (2022). The Characteristics of Coconut Oil


Products Based on Papaya Juice and Duration Fermentation using Rhizopus
sp. Agro Bali: Agricultural Journal, 5(2), 298-303.

Nuryati, D. W., Kristanto, A., Mustati, Maricno, A., & Sulistiowati. (2008).
Developing Media Module Proposed to Editor in Editorial Division. Journal
of Physics : Conference Series, 1 (1), 1-7.

Perdani, C. G., Pulungan, M. H., & Karimah, S. (2019). Pembuatan Virgin


Coconut Oil (VCO) Kajian Suhu Inkubasi dan Konsentrasi Enzim Papain
Kasar. Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri, 8(3), 238-
246.

Rachmania, R. A., & Wardani, E. (2019). Pelatihan Pembuatan Virgin Coconut


Oil (Vco) Bagi Siswa Siswi Smk Dan Sma Mutiara 17 Agustus. SEMAR (
Jurnal Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni bagi Masyarakat), 8 (1), 30-
34.

Rahmalia, I., & Kusumayanti, H. (2021). The Optimization of Addition of


Bromelain Enzyme Catalyst on the Fermentation of Coconut Milk to VCO
(Virgin Coconut Oil) Using Tempeh Yeast. Journal of Vocational Studies
on Applied Research, 3(2), 31-37.

285
Rifdah, R., Melani, A., & Intelekta, A. A. R. (2021). Pembuatan Virgin Coconut
Oil (VCO) Dengan Metode Enzimatis Menggunakan Sari Bonggol Nanas.
Jurnal Teknik Patra Akademika, 12(02), 18-25.

Rindawati, Perasulmi, & Edy, W. K. (2020). Studi Perbandingan Pembuatan VCO


( Virgin Coconut Oil ) Sistem Enzimatis dan Pancingan Terhadap
Karakteristik Minyak Kelapa Murni yang Dihasilkan. Indonesian Journal of
Laboratory, 2(2), 25–32.

Rindengan. (2007). Minyak Kelapa Murni: Pembuatan dan Pemanfaatan. Jakarta:


Swadaya

Roni, K. A., Rifdah, R., Melani, A., Reformis, A. A., & Sri, S. M. (2022). Making
Virgin Coconut Oil (VCO) With Enzymatic Method Using Pineapple Hump
Extract. International Journal of Science, Technology & Management, 3(3),
685-689.

Setiaji, Bambang, & Prayugo Surip.(2006). Membuat VCO Berkualitas Tinggi.


Jakarta: Penebar Swadaya.

Siahaya, A. N., Bijang, C., Sekewael, S. J., & Sutapa, I. W. (2020). Pemanfaatan
Buah Lokal Dalam Rangka Pembuatan Minyak Kelapa Murni (VCO/Virgin
Coconut Oil) Di Desa Tial Kabupaten Maluku Tengah. BAKIRA: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 79-83.
Xu, Y., Xu, Y., Han, Y., Chen, M., Zhang, W., Gao, Q., & Li, J. (2018). The
effect of enzymolysis on performance of Soy protein-based
adhesive. Molecules, 23(11), 2752.

286
LAMPIRAN

A. Perhitungan
1. Hitunglah rendemen VCO.
Jawab :
a. Bromelin
Diketahui :
berat VCO yang dihasilkan :
wadah I = 71,861 g
wadah II = 42,8309 g
berat krim kelapa
wadah I = 400 g
wadah II = 400 g
Rendemen =

Wadah I =
Wadah I = 17,79 %

Wadah II =
Wadah I = 10,707%

b. Papain
Diketahui :
berat VCO yang dihasilkan :
wadah I = 76,6241 g
wadah II = 75,8285 g
berat krim kelapa
wadah I = 400 g
wadah II = 400 g
Rendemen =

Wadah I =
Wadah I = 19,156 %

Wadah II =
Wadah I = 18,957 %

2. Hitungalah densitas VCO


Jawab :
a. Sampel bromelin 6 g
Diketahui :
Mo = 14,8829 g
M1 = 24,4366 g
Vp = 10 mL

ρ=

ρ=
ρ = 0,9553 g/mL

b. Sampel bromelin 3 g
Diketahui :
Mo = 14,8368 g
M1 = 24,8150 g
Vp = 10 mL

ρ=

ρ=
ρ = 0,99782 g/mL

c. Sampel papain 6 g
Diketahui :
Mo = 14,8910 g
M1 = 24,8166 g
Vp = 10 mL

ρ=

ρ=

ρ = 0,992 g/mL

d. Sampel papain 3 g
Diketahui :
Mo = 10,5932 g
M1 = 19,8389 g
Vp = 10 mL
ρ=

ρ=
ρ = 0,924 g/mL

3. Hitunglah bilangan peroksida


Jawab :
a. Sampel bromelin 6 g
Diketahui
A : 0,743 mL
N : 0,01 N
G:5g
Bilangan peroksida =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,486

b. Sampel bromelin 3 g
Diketahui
A : 0,82 mL
N : 0,01 N
G:5g
Bilangan peroksida =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,64

c. Sampel papain 6 g
Diketahui
A : 0,923 mL
N : 0,01 N
G:5g
Bilangan peroksida =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,846
d. Sampel papain 3 g
Diketahui
A : 0,816 mL
N : 0,01 N
G:5g
Bilangan peroksida =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,632

4. Hitunglah kadar asam lemak bebas


Jawab :
a. Sampel bromelin 6 g
Diketahui
Vol : 0,97 mL
N (NaOH) : 0,05 N
Berat sampel : 21 g
BM : 200 g/mol
Kadar asam lemak bebas =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,0461 %

b. Sampel bromelin 3 g
Diketahui
Vol : 0,84 mL
N (NaOH) : 0,05 N
Berat sampel : 21 g
BM : 200 g/mol
Kadar asam lemak bebas =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,04 %

c. Sampel papain 6 g
Diketahui
Vol : 0,65 mL
N (NaOH) : 0,05 N
Berat sampel : 21 g
BM : 200 g/mol
Kadar asam lemak bebas =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,03 %

d. Sampel papain 3 g
Diketahui
Vol : 0,89 mL
N (NaOH) : 0,05 N
Berat sampel : 21 g
BM : 200 g/mol
Kadar asam lemak bebas =

Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,042 %
B. Foto
A. Preparasi Sampel

Menambahkan 3L air hangat (45°C)


Menimbang 2000 g kelapa parut dan
secara perlahan dan memeras sampai
memasukkannya ke dalam baskom
diperoleh santan kental

Mendiamkan sampel santan tersebut


Mengambil krim yang berada di bagian
selama 2 jam hingga terpisah antara
atas
krim dan air

B. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan


Bromelin

Mengukur masing-masing 400 mL krim Menambahkan enzim papain dan


santan kelapa dan memasukkannya ke bromelin masing-masing 3g dan 6g ke
dalam 4 wadah dalam masing-masing wadah
Mendiamkan campuran selama 1 × 24
Mengaduk formulasi campuran
jam sampai campuran terbagi menjadi
memasukkannya ke dalam plastik
tiga bagian

Menyaring sampel VCO dengan


Memisahkan blondo dari minyak
saringan

Sampel VCO yang dihasilkan (enzim Sampel VCO yang dihasilkan (enzim
papain) bromelin)
C. Prosedur Uji Kualitas VCO
a) Perhitungan Rendemen VCO
Perhitungan Rendemen VCO menggunakan rumus sebagai berikut:

Rendemen =

b) Prosedur Menentukan Densitas VCO

Memasukkan 10 mL sampel ke dalam


Menimbang piknometer 25 mL
gelas beker dan ditempatkan dalam bak
sebelum dimasukkan sampel
berisi air pada suhu 25˚C

Masukkan sampel yang telah ditimbang


Menimbang kembali piknometer yang
ke dalam piknometer dan menutup
telah berisi sampel
hingga cairan meluap dari kapiler

c) Penampakan Fisik VCO

Penampakan fisik VCO yang dibuat Penampakan fisik VCO yang dibuat
dengan enzim papain dengan enzim bromelin
d) Bilangan Peroksida

Memasukkan 5 mL sampel VCO ke Menambahkan 15 mL campuran pelarut


dalam Erlenmeyer 250 mL (60% asam asetat dan 40% kloroform)

Menambahkan 0,5 g KI sambil dikocok Mendiamkan selama 30 menit di tempat


setelah minyak larut yang gelap

Menambahkan 0,5 mL larutan pati


Menambahkan 15 mL aquades
(amilum) 1%
Menitrasi dengan larutan Na2S2O3
0,01N sampai warna biru menghilang
dan menitrasi secara triplo pada setiap
sampel VCO

e) Analisis Bilangan Asam Lemak Bebas

Menimbang masing-masing 7 gram


sampel VCO kemudian
Memasukkan 15 mL etanol 95%
memasukkannya ke dalam Erlenmeyer
I, II, dan III

Menitrasi dengan larutan NaOH 0,05 N


Menambahkan 2 tetes indikator PP 1% sampai terbentuk larutan berwarna
merah muda yang konstan
FLOWCHART
PRAKTIKUM KIMIA BIOKIMIA
PERCOBAAN X
“PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN ENZIM PAPAIN DAN
BROMELIN”

A. Preparasi Sampel

200 g kelapa parut + 3 L air hangat (45ºC)


- Menimbang

- Memasukkan ke dalam baskom

- Mengukur

- Menambahkan perlahan-lahan

- Memeras

- Menampung dalam toples


transparan

Santan kental
- Menampung
- Mendiamkan selama 2 jam

Santan dengan 2 lapisan


- Memisahkan

Krim Air

NB: - Mengulangi prosedur 1-4 untuk preparasi sampel enzim bromelin.


A. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan Bromelin

400 mL krim santan kelapa + 6 g enzim papain


- Memipet

- Mengukur

- Memasukkan ke dalam wadah

- Menimbang

- Menambahkan

- Mengaduk

- Memasukkan ke dalam plastik

Campuran
- Memisahkan

Minyak Blondo Protein Air


- Memisahkan

Residu Sampel VCO

NB: - mengulangi prosedur 1-7 menggunakan formulasi 3 g enzim bromelin.

B. Prosedur Uji Kualitas VCO


a) Perhitungan Rendemen VCO

Rendemen =
b) Menentukan Densitas VCO
10 mL Sampel
- Memipet

- Mengukur

- Memasukkan ke dalam gelas


beker

- Ditempatkan ke dalam wadah


berisi air suhu 25ºC

- Memasukkan ke dalam
piknometer 10 mL selanjutnya
ditutup

- Menimbang

Piknometer 10 mL + Sampel

NB: - Menimbang piknometer 10 mL sebelum dimasukkan sampel


- Menghitung densitas dengan rumus:

ρ=

Keterangan:
ρ = densitas (gram/mL)
m0 = massa piknometer kosong (gram)
Vp = volume VCO dalam piknometer (mL)
d) Bilangan Peroksida
5 mL sampel VCO + 15 mL campuran pelarut
- Memipet

- Mengukur

- Memasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL

Campuran + 0,5 g KI
- Menimbang

- Mengukur

- Menambahkan

- Mengocok

- Mendiamkan selama 30 menit di


tempat gelap

Campuran + 15 mL aquades + 0,5 mL amilum 1%


- Menitrasi

Larutan Bening
-

e) Analisis Bilangan Asam Lemak Bebas


7 g sampel VCO + 15 mL etanol 95% 2 + 2 tetes indikator pp
- Menimbang

- Memasukkan ke dalam
Erlenmeyer I

- Memipet

- Mengukur

- Menambahkan

Campuran + Larutan NaOH 0,05 N


Campuran + Larutan NaOH 0,05 N
- Menitrasi

Larutan Bening

NB: - Mengulangi prosedur 1-3 pada Erlenmeyer II dan III


- Menghitung kadar asam lemak dengan rumus:

Kadar asam lemak bebas =

Keterangan:
vol = rata-rata Volume NaOH saat titrasi
N = Normalitas NaOH
BM = Berat molekul asam lemak bebas

Anda mungkin juga menyukai