SKRIPSI
OLEH:
SYOFIE DEVIYANTI
240210130031
NPM : 240210130031
Bakso adalah salah satu jenis makanan yang terbuat dari bahan baku
daging sapi. Akan tetapi daging sapi terus mengalami kenaikan harga setiap
tahunnya, maka diperlukan inovasi bakso untuk mengatasi permasalahan tersebut
dengan penambahan texturized soy protein sebagai bahan pengisi bakso. Namun,
penambahan texturized soy protein (TSP) berpengaruh terhadap tekstur bakso
yang dihasilkan yakni bakso memiliki tekstur yang kurang kompak, karena TSP
memiliki kemampuan daya serap air yang cukup tinggi. Salah satu cara untuk
membuat bakso memiliki tekstur yang kenyal dan kompak dengan menambahkan
suatu komponen koloid seperti karagenan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penggunaan konsentrasi karagenan yang dapat membuat bakso
dengan penambahan TSP 30% memiliki karakteristik tekstur yang sama dengan
bakso tanpa penambahan TSP 30% dan karagenan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Descriptive Explanatory Research dan dilanjutkan uji t yang
terdiri dari empat perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan tersebut adalah bakso
tanpa penambahan TSP dan karagenan dengan bakso penambahan texturized soy
protein 30% dengan berbagai konsentrasi karagenan (1,5%), (3%), dan (4,5%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakso TSP 30% dengan konsentrasi
karagenan 1,5% memiliki nilai tekstur (firmness dan springiness) serta perubahan
massa jenis yang tidak berbeda nyata dengan bakso kontrol. Parameter water
holding capacity dan rendemen untuk seluruh perlakuan memiliki nilai yang
berbeda nyata terhadap bakso kontrol. Namun tidak berbeda nyata terhadap nilai
organoleptik tekstur yang artinya tekstur bakso masih dapat diterima oleh panelis.
Parameter protein bakso dengan penambahan TSP 30% memiliki kadar protein
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakso kontrol.
Kata kunci: Bakso, Daging sapi, Karagenan dan Texturized soy protein.
iii
ABSTRACT
Meatball is a kind of food made from meat one of them is beef. But the
material of beef continues to price increases every year, it is need innovation
meatballs to overcome these problems with the addition of texturized soy protein
as a filler of meatballs. The addition of texturized soy protein (TSP) has an effect
on the meatball texture, the meatball has a less compact texture, because TSP has
high water absorption ability. One way to make meatballs has a chewy and
compact texture by adding a colloidal component such as carrageenan. This study
aims to determine the use of carrageenan concentration that can made meatballs
with the addition of TSP 30% has same texture characteristics with meatballs
without the addition of TSP 30% and carrageenan. The method used in this
research is Descriptive Explanatory Research and continued with t test consisting
of four treatments with three replications. The treatment was meatballs without
the addition of TSP and carrageenan with meatballs of texturized soy protein 30%
with various concentrations of carrageenan (1.5%), (3%), and (4.5%). The results
showed that 30% TSP meatballs with carrageenan concentration of 1.5% had a
texture value (firmness and springiness) as well as changes in density that were
not significant from control meatballs. Parameters of water holding capacity and
yield for all treatments have different values significantly on the meatball control.
But not significant to the value of organoleptic texture which means texture of
meatballs can still be accepted by the panelists. The meatball protein parameter
with the addition of 30% TSP has higher protein than the control meatballs.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
berkat, rahmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
Karagenan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
maka penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin
1. Robi Andoyo, STP, M.Sc., Ph.D., Ketua Komisi Pembimbing yang telah
penelitian.
3. Drs. Zaida, M.Si., sebagai dosen penelaah yang telah membimbing dan
ini.
v
vi
perkuliahan berlangsung.
7. Kedua orang tua tercinta dan Reza beserta seluruh keluarga besar tercinta atas
doa, kasih sayang, didikan, dan dorongannya kepada penulis secara moriil
8. Maftuh, Zahra, Hijabrangers, ibu dan bapak kosan pondokan Isaku Iki yang
telah membantu di setiap kesulitan yang dihadapi penulis serta yang telah
9. The writer’s closest boarding school friends, Mayang sari, Renasa Melinda,
in generation of SPASI, who gave support and all the time which gave to the
writer.
10. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun telah
penyusunan makalah.
saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan usulan penelitian ini. Akhir
kata, penulis berharap semoga usulan peneltian ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya untuk siapa saja yang membaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……………………………………………………………….. iii
ABSTRACT…………………………………………………………...… iv
KATA PENGANTAR................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. x
DAFTAR TABEL.................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN......................................................................… 1
vii
viii
2.3.6 Es Batu……………………………………………………………. 23
2.4 Karagenan………………………………………………………… 24
3.2 Hipotesis………………………………………………………….. 36
5.1 Tekstur……………………………………………………………. 46
6.1 Kesimpulan……………………………………………………….. 63
6.2 Saran……………………………………………………………… 63
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 64
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………... 68
LAMPIRAN……………………………………………………………... 70
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Texturized Soy Protein Medium Granula…………..…………... 11
2 Bagian-Bagian Karkas Sapi…………..…………..…………..... 19
3 Struktur Kappa Karagenan…………..…………..…………....... 26
4 Struktur Iota Karagenan.………………………………….......... 26
5 Struktur Lamda Karagenan.……………………………............. 27
6 Mekanisme Gel Karagenan ……………………………............ 30
7 Diagram Alir Pembuatan Bakso TSP..……………….................
43
8 Grafik Hasil Pengukuran Tekstur pada Bakso TSP 30% dan
Berbagai Konsentrasi Karagenan……………………………….
46
9 Water Holding Capacity dan Berbagai Konsentrasi
Karagenan………………………………...………...………...... 51
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Kriteria dan Deskripsi Mutu Sensori Bakso Sapi…..…..………. 13
2 Standar Mutu Bakso Sapi (SNI.01-3818-2014)..…..…..………. 15
3 Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 g..…..…..………...... 17
4 Daya Kelarutan Karagenan pada Berbagai Media Pelarut........... 28
x
5 Format Hasil Perhitungan Nilai di dan di2 Pada Uji t
Berpasangan…………………………………………………….. 39
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Prosedur Analisis…………………………………..…..……….. 66
2 Hasil Analisis Organoleptik Bakso Tahap I…………………..... 75
3 Hasil Analisis Bakso dengan Penambahan TSP 30% dan
Berbagai Konsentrasi Karagenan…………………………….....
81
4 Sertifikat Bahan Baku………………………………………...... 98
5 Dokumentasi Penelitian…………………………………............ 101
xi
xii
I. PENDAHULUAN
Salah satu nutrien yang sangat penting untuk tubuh adalah protein yang
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein juga dapat berfungsi
sebagai sumber energi jika karbohidrat dan lemak tidak tersedia lagi (Dalillah,
2006). Selain itu juga, protein terdapat asam amino esensial yang tidak dapat
dibentuk oleh tubuh sehingga setiap hari dianjurkan untuk mengkonsumsi protein
hingga 35% dari kalori makanan yang kita makan. Protein secara umum di bagi 2
daging sapi, dikarenakan harganya yang relatif lebih mahal dan sumber bahan
bakunya yang terbatas. Penjualan harga daging sapi secara umum di tingkat
konsumen sejak tahun 1983 hingga tahun 2016 berfluktuasi dan cenderung
meningkat. Selama periode tersebut, harga daging sapi di tingkat konsumen naik
sebesar 13,21% per tahun. Harga daging sapi periode lima tahun terakhir (2011-
2015) cenderung naik dari harga Rp .69.641,-/kg hingga Rp. 104.326,-/kg dengan
pertumbuhan selama 5 tahun sebesar 9,58%. Kenaikan harga daging sapi tertinggi
konsumsi daging yang tinggi pada hari besar keagamaan dan hari raya nasional.
1
2
peningkatan yang
3
cukup tajam terutama saat mendekati hari perayaan di Indonesia. Hingga tahun
Salah satu produk olahan yang terkena dampak dari kenaikan harga daging
sapi ialah bakso. Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari olahan
daging sebagai bahan baku utama yang digiling hingga halus, serta dilakukan
olahan daging ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Bakso yang
terbuat dari daging memiliki rasa yang lezat, bergizi tinggi, dapat disantap pada
berbagai waktu dan kondisi serta mudah diterima oleh berbagai kalangan baik usia
anak-anak, remaja maupun dewasa. Oleh karena itu bakso dapat dijadikan sebagai
Bahan baku utama bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi
membuat banyak pedagang yang melakukan kecurangan. Saat ini banyak kabar
yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang di campur
dengan bahan-bahan yang kurang layak seperti daging yang tidak diperbolehkan
untuk dikonsumsi. Selain itu terjadinya penurunan kualitas berupa kandungan dari
mengatasi permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri. Oleh
karena itu, salah satu cara penggunaan daging sapi dengan jumlah yang sama,
tetapi dapat menghasilkan jumlah produk yang lebih banyak ialah dengan cara
4
produk dengan kandungan protein tinggi salah satunya bersumber dari protein
kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan protein hewani, tetapi protein
yang berasal dari leguminosa seperti kedelai merupakan sumber protein yang
baik. Protein yang terdapat pada kedelai memiliki nilai protein efisiensi rasio
(PER) yang dapat disejajarkan dengan protein hewani. Lemak pada kedelai juga
memiliki komposisi asam lemak jenuh yang rendah (15%) sedangkan kandungan
asam lemak tidak jenuhnya mencapai 60% berupa asam linoleat dan linolenat
yang keduanya diketahui dapat mengurangi resiko jantung dan kanker (Abustam
et al., 2010).
dahulu untuk menghilangkan aroma langu yang terdapat pada kedelai. Salah satu
olahannya ialah Texturized soy protein (TSP). Umumnya TSP dibuat dalam
serpihan, dan lain-lain. TSP ini dihasilkan dari tepung kedelai yang telah diambil
akhir yang porous dan terbuka sesuai dengan karakteristik produk yang
diinginkan. Tekstur dari TSP menyerupai tekstur daging giling yang lunak namun
daya mengikat air serta mengurangi pengerutan selama pemasakan. Oleh karena
itu, dilihat dari sifat fungsionalnya maka texturized soy protein ini sering
diaplikasikan pada berbagai produk olahan daging seperti daging olahan atau
terhadap tekstur bakso yang dihasilkan yakni bakso memiliki tekstur yang kurang
kenyal, akibat dari kurangnya penggunaan daging sapi serta kemampuan daya
serap air yang tinggi. Oleh karena itu, salah satu cara untuk membuat tekstur
bakso yang dihasilkan kenyal dan stabil maka perlu ditambahkan suatu komponen
pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso sebagai bahan
utamanya yang berupa daging dengan penambahan texturized soy protein. Seperti
yang diketahui bahwa texturized soy protein memiliki sifat-sifat fungsional yang
penggunaan texturized soy protein bisa menjadi alternatif bahan tambahan dalam
olahan daging seperti bakso, sehingga inovasi bakso yang dibuat memiliki nilai
penelitian ini adalah apakah penambahan texturized soy protein 30% dan
fisik berupa tekstur yang sama dengan bakso tanpa penambahan texturized soy
protein dan karagenan, namun memiliki rendemen bakso yang lebih tinggi?
texturized soy protein 30% dan karagenan dalam pembuatan bakso daging sapi
dapat menghasilkan karakteristik fisik berupa tekstur yang sama bakso dengan
bakso tanpa penambahan texturized soy protein dan karagenan, namun memiliki
karagenan yang dapat membuat bakso berbahan baku daging sapi dengan
penambahan texturized soy protein 30% memiliki karakteristik tekstur yang sama
dengan bakso tanpa penambahan texturized soy protein dan karagenan, namun
protein pada bakso penambahan texturized soy protein 30% serta penggunaan
7
karagenan sebagai bahan pengenyal alami. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah
dengan bakso tanpa penambahan texturized soy protein dan karagenan. Selain itu
dapat meningkatkan hasil produksi bakso dengan memanfaatkan sifat daya serap
air dari texturized soy protein serta penggunaan bahan tambahan pengenyal alami
berupa karagenan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Protein kedelai bertekstur adalah produk dari protein kedelai bebas lemak
proteinnya tinggi. Kandungan protein pada konsentrat atau disebut juga pekatan
protein adalah minimum 70%, kedelai bertekstur minimum 50%, sedangkan isolat
minimum 95% (Koswara, 2009). Protein kedelai memiliki beberapa fungsi dalam
(Koswara, 2009).
protein yang terdapat dalam pekatan kedelai, terdapat tiga tingkatan kedelai yaitu
tepung, konsentrat, dan isolat kedelai. Kandungan tepung pada bungkil kedelai
konsentrat dan ke isolat, masing-masing 56%, 72%, dan 96%. Kadar karbohidrat
sebaliknya turun dari 33,5% menjadi 7,5% dan 0,3%. Adanya pemanasan akan
tepung protein kedelai yang bergizi tinggi dan bau langunya hilang. Hal yang
diinginkan dari protein kedelai bertekstur adalah sifat fungsional proteinnya. Sifat
8
9
ini menentukan pemakaian atau fungsi produk tersebut dalam berbagai produk
kelarutan nitrogen tinggi (NSI) yang dihilangkan lemak tepung kedelai dengan air
dalam sebuah sekrup-jenis extruder seperti Wenger dan pemanasan dengan atau
kemungkinan bentuk bubuk, serpih, potongan dan dikeringkan dalam oven. TSP
terbuat dari tepung kedelai mengandung 50% protein kedelai dan perlu direhidrasi
sebelum digunakan pada rasio berat dari 1:2 (texturized soy protein: air). Namun,
texturized soy protein ketika dibuat dari kedelai berkonsentrasi, mengandung 70%
protein dan dapat rehidrasi pada rasio 1:3. Texturized soy protein dapat digunakan
tekstur daging.
sifat-sifat fungsional protein. Salah satu yang paling berpengaruh adalah sifat
protein pada titik isoelektriknya. Dengan cara ini, protein dapat diisolasi dan
dipisahkan dari bagian bahan lainnya yang tidak diinginkan (Koswara, 2009).
pembuatan tepung protein kedelai bertekstur dapat dipisahkan dengan tiga cara
dan stakiosa, mineral, pigmen dan komponen kecil lainnya. Kemudian komponen
dengan menggunakan pengering beku atau oven dengan suhu 50-55°C hingga
kadar air dibawah 10%. Produk ini biasa digunakan dalam pembuatan roti, daging
tiruan, susu imitasi dan lainnya karena daya serap air dan lemaknya bagus
(Koswara, 2009).
larutan HCL pada pH 4,5 dan diaduk selama 1 sampai 2 jam. Kemudian campuran
adalah protein dan komponen non protein terlarut dalam bagian cairan. Endapan
diambil dan dilarutkan kembali dengan netralisasi NaOH encer sampai pH 6-8.
dalam bentuk konsentrasi mengandung protein sekitar 70% dan memiliki rasa
lembut dan protein kedelai dalam bentuk isolat memiliki kandungan protein
sebesar 90% dengan rasa sangat lembut, terdispersi dalam air dan mampu
mengikat air dan lemak dengan baik (Forrest dkk, 1975 dalam Lawrie, 2003).
serpihan-serpihan, dan lain-lain. Texturized soy protein ini dihasilkan dari tepung
kedelai yang telah diambil kandungan lemaknya (defatted soy flour) dengan
menggunakan mesin ekstruder yang diberi perlakuan suhu dan tekanan tinggi
membentuk struktur produk akhir yang porous dan terbuka sesuai dengan
produk texturized soy protein yang spesifik dan nilai ingredientsnya meningkat,
densitas dari bahan yang diproses. Setelah jadi, dalam penggunaannya produk
texturized soy protein ini direndam kembali dalam air agar kadar airnya mencapai
60 % – 65 % dan setelah itu baru dicampurkan dengan daging atau emulsi daging
(Forrest et al., 1975 dalam Lawrie, 2003). Berikut gambar texturized soy protein
sebagai bahan campuran pada produk olahan daging dan susu. Prospek
penggunaaan protein kedelai bertekstur sangat luar biasa, bukan hanya sebagai
campuran tetapi juga sebagai bahan utama dalam industri makanan. Texturized
soy protein baik sekali ditambahkan dalam formulasi berbagai produk makanan,
meatless bacon, dan meatless hot dog. Selain itu texturized soy protein juga dapat
digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk daging kaleng agar produk
jenis texturized soy protein yang memiliki bentuk granula. Penggunaan TSP ini
bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging. Bahan pengikat
yang baik yaitu bahan yang mempunyai protein yang tinggi (Soeparno, 2005).
Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan
strukturnya kompak atau berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi. Bakso daging
menurut SNI No. 01-3818-2014 adalah produk makanan berbentuk bulatan atau
lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari
50 persen) dan pati atau serealia dengan atau tanpa bumbu BTP (bahan tambahan
daging, jenis tepung yang digunakan, perbandingan banyaknya daging dan tepung
yang digunakan untuk membuat adonan, dan pemakaian jenis bahan tambahan
kualitas bakso. Penggunaan daging yang berkualitas tinggi dan tepung yang baik
disertai dengan perbandingan tepung yang besar dan penggunaan bahan tambahan
makanan yang aman serta cara pengolahan yang benar akan dihasilkan produk
bakso yang berkualitas baik. Salah satu cara untuk menilai mutu bakso yaitu
sensoris yang perlu dinilai yaitu penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur.
Kriteria dan deskripsi mutu sensoris bakso daging dapat dilihat pada Tabel 1.
Aroma dan rasa bakso daging sapi cenderung berasal dari kandungan lemak
daging dari bahan penyusun bakso tersebut. Rasa dinilai dengan indera pengecap
yang pada dasarnya dibagi menjadi empat kriteria rasa, meliputi rasa asin, rasa
pahit, rasa asam dan rasa manis. Penentuan rasa bakso daging sapi merupakan
gabungan dari berbagai rasa bahan penyusun secara terpadu yang menjadi ciri
Tekstur merupakan sensasi tekanan yang diamati dengan gigi pada saat
lebih kecil.
Selain itu, untuk menghasilkan bakso daging dengan kualitas yang baik
maka bakso harus memenuhi standar SNI 01-3818-2014. Berikut standar mutu
otot yang berasal dari ternak yang sudah disembelih dan otot tersebut sudah
mengalami perubahan biokimia dan biofisik. Istilah otot digunakan saat ternak
masih hidup setelah ternak disembelih maka otot tersebut berubah menjadi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan
magnesium, kalium, natrium, fosfor, khlor, besi, belerang, tembaga, dan mangan
pada daging sapi. Bagian yang terpenting yang menjadi acuan konsumen dalam
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan
dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik yaitu ternak harus dalam
keadaan sehat, bebas dari berbagai penyakit, ternak harus cukup istiharat, tidak
diperlakukan kasar, serta tidak mengalami stres agar kandungan glikogen otot
maksimal (Bahar, 2003). Selain itu daging mengandung pigmen pemberi warna
merah (mioglobin). Perubahan warna daging dari karkas menjadi merah cerah
tergantung pada spesies hewan, kondisi hewan, jenis daging karkas, proses
pada daging sangat mempengaruhi komposisi kimia daging yakni jika kandungan
lemak dan kandungan air pada daging meningkat maka kandungan protein pada
dengan radikal non protein. Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3
kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein jaringan ikat.
Protein sarkoplasma adalah protein larut air (water soluble protein) karena
umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril
terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein ini
memiliki sifat larut dalam larutan garam (salt soluble protein). Protein jaringan
ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin
dan retikulin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Protein otot terdiri atas sekitar 70%
19
protein struktur atau protein fibril dan sekitar 30% protein larut air. Protein
dan 6% protein strom. Miosin merupakan protein yang paling banyak pada otot
yaitu sekitar 38%. Protein daging berperan terhadap pengikatan lumatan daging
2006).
mempengaruhi mutu dari bakso. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang
baik dan bermutu tinggi. Sebaiknya dipilih jenis daging yang masih segar,
berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu,
cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan,
misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau
agak abu-abu (Sitanggang, 2009). Menurut Dalilah (2006), bagian karkas sapi
yang cocok digunakan untuk proses pembuatan bakso adalah paha bagian
belakang (top side) dan paha bagian depan (silver side) karena memiliki lemak
yang relatif sedikit. Berikut merupakan gambar bagian daging sapi dapat dilihat
pada Gambar 2.
20
prerigor, hal tersebut dipilih berdasarkan sifat Water Holding Capacity (WHC)
nya yang tinggi. Water Holding Capacity merupakan kemampuan daging untuk
mengikat air baik yang berasal dari daging itu sendiri maupun yang ditambahkan
aktin dan miosin yang dipisahkan oleh bantalan ATP, sehingga protein dapat
diakibatkan oleh hilangnya bantalan ATP. Karena jumlah protein yang dapat
Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu merupakan granula dari
karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau.
Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot
21
granula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel (Sitanggang, 2009).
Menurut Sitanggang (2009), tepung tapioka berfungsi sebagai bahan perekat dan
bahan pengisi bakso. Untuk mendapatkan bakso daging yang memiliki mutu
tinggi maka jumlah tepung tapioka yang digunakan sebaiknya 15% dari berat
Tepung dari pati dapat meningkatkan daya mengikat air karena memiliki
kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Daya serap
air dari bahan pengisi dikenal dengan istilah kapasitas hidrasi pati yang dapat
diserap oleh pati sebelum dibuat adonan. Daya serap air bahan pengisi merupakan
(Ahmadi et al., 2007). Menurut Forrest et al. (1975) dalam Lawrie (2003),
Garam dapur memiliki peranan sebagai pembentuk cita rasa pada produk
bakso, pelarut protein daging yaitu miosin sehingga menstabilkan emusli daging,
yang biasa dipadukan dengan bahan tambahan pangan berupa STPP (Sudrajat,
2007).
selama perlakuan mekanis sehingga membentuk matriks yang kuat dan mampu
menahan air bebas serta membentuk tekstur produk. Kemampuan daya mengikat
air pada garam berhubungan dengan kemampuan ion NA + dan Cl-. Namun peran
Cl- lebih dominan karena ion Cl- mampu berikatan kuat dengan filamen protein
negatif. Karena saling bermuatan negatif, maka terjadi penolakan antar filamen,
akibatnya ruang antar filamen menjadi lebih luas sehingga daya mengikat air
meningkat. Peningkatan daya mengikat air terjadi pada penambahan garam diatas
1% (Sudrajat, 2007).
makanan yang meningkatkan cita rasa makanan yang ada dalam makanan
kemasan tanpa tertera pada label, berbeda dengan garam penggunaan MSG ini
Gugusan glutamat pada MSG berasal dari asam glutamat yang dapat diekstrak
dari gluten gandum, kasein, tepung kedelai dan sumber lain. Selain dalam MSG
23
glutamat juga terdapat dalam bahan pangan tinggi protein baik nabati maupun
mekanisme kerja MSG ialah menyedapkan rasa daging karena adanya hidrolisis
protein dalam mulut, dapat meningkatkan citarasa dengan mengurangi rasa yang
untuk meningkatkan pH daging dan meningkatkan daya mengikat air protein otot,
melarutkan miosin. Fungsi dari fosfat tersebut bergantung pada konsentrasi NaCl
yang mampu memperbaiki mutu produk daging. Namun penggunaan STPP perlu
dibatasi karena dapat menimbulkan rasa pahit pada produk yang dihasilkan.
2.3.6 Es Batu
sehingga suhu daging atau adonan dapat dipertahankan. Selain itu, penambahan es
atau air juga penting untuk menjaga kelembaban produk akhir agar tidak kering,
ditambahkan ke dalam adonan akan mempengaruhi kadar air, daya mengikat air,
kekenyalan dan kekompakan bakso (Usman, 2014). Oleh sebab itu, penggunaan
Salah satu tujuan penambahan air dan es pada produk emulsi daging
pembentukan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah. Jika
panas ini berlebih maka emulsi akan pecah, karena panas yang terlalu tinggi
Untuk itu agar bakso yang dihasilkan memiliki karakteristik yang bagus
maka daging lumat digiling bersamaan dengan es batu dan garam, kemudian
ditambahkan bahan yang lain hingga adonan homogen. Pencampuran es batu pada
saat penggilingan bertujuan agar selama penggilingan daya elastisitas daging tetap
bias terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal. Penggunaan es
batu juga dapat meningkatkan rendemen bakso. Untuk itu penggunaan es batu
25
sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging
(Sitanggang, 2009).
2.4 Karagenan
dari rumput laut penghasil karagenan (Imeson, 2000 dikutip Lubis, 2013).
terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karagenan
merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut
dibandingkan dengan komponen yang lain. Jumlah dan posisi sulfat membedakan
karagenan.
tidak dipengaruhi oleh reaksi ion spesifik. Pada tahap kedua rangkaian polimer
akan membentuk ion spesifik yang cocok untuk pembentukan gel. Konsistensi gel
26
karagenan dipengaruhi oleh jenis dan tipe karagenan, adanya ion-ion, serta pelarut
merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1000 galaktosa (Angka dan
A. Kappa karagenan
digunakan. Sifat penting dari kappa karagenan ialah dapat membentuk gel yang
kuat serta dapat berinteraksi dengan protein susu (Philips, 2000 dikutip Lubis,
2013). Kappa karagenan pada Gambar 3 terdiri dari unit D-galaktosa-4-sulfat dan
dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan pemberian alkali
B. Iota karagenan
berada diantara kappa dan lamda karagenan. Iota karagenan pada Gambar 4
ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D galaktosa dan gugusan
ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa
C. Lamda karagenan
kandungan sulfat yang cukup tinggi yaitu sekitar 35%. Karagenan jenis lamda ini
mouthfeel dan sensasi creamy pada produk olahan susu (Philips, 2000 dikutip
Lubis, 2013).
A. Kelarutan
diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion lain, dan zat-zat
terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik,
mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan
mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih
galaktosa yang kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik karena
29
Diharmi, 2016).
dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara
jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karagenan dalam
bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas
lebih mudah larut. Lamda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair
heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi. Daya kelarutan karagenan pada
B. Viskositas
suhu, jenis karagenan, berat molekul, dan adanya molekul-molekul lain (Towle,
progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5%, dan suhu 75 oC
kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi
C. Pembentukan Gel
dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Gel mempunyai sifat
menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Lamda karagenan tidak mampu
membentuk double helix tersebut. Sifat ini dapat terlihat bila larutan dipanaskan
kemudian diikuti dengan pendinginan sampai di bawah suhu tertentu, kappa dan
iota karagenan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible yaitu akan
Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan
gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil
32
(acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double
helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan, polimer-
polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya
terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1983). Jika diteruskan, ada kemungkinan
proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada
saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-
anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe, dan posisi gugus sulfat akan
kalium dan membentuk gel kuat dengan adanya garam kalium, sedangkan iota
karagenan akan membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca 2+, akan tetapi
glikosidik pada molekul karagenan (Angka dan Suhartono, 2000). Konsistensi gel
dipengaruhi beberapa faktor antara lain jenis dan tipe karagenan, konsistensi,
Untuk mendapatkan kualitas bakso yang baik maka digunakan daging sapi
dengan mutu yang baik dan segar. Daging yang digunakan harus dipisahkan dari
lemak dan uratnya, hal tersebut bertujuan agar bakso yang dihasilkan memiliki
pembentukan adonan, dinding sel serabut otot daging juga akan pecah sehingga
aktin dan miosin yang merupakan pembentuk tekstur dapat diambil sebanyak
akibat panas yang dihasilkan pada proses penggilingan, karena suhu yang
jika suhu diatas suhu tersebut akan terjadi denaturasi protein sehingga emulsi
bahan lain dalam food processor hingga adonan homogen. Pencetakan bakso
pemasakan bakso dengan cara merebus yang berfungsi untuk membentuk struktur
bakso yang kompak, kenyal dan padat yang disebabkan karena proses koagulasi
Terdapat dua fase selama pemasakan yaitu fase pertama terjadi pada suhu
terjadinya denaturasi protein. Fase kedua terjadi pada suhu 65-75 oC, serabut-
serabut otot mengalami penyusutan sebanyak 25-30%, dan juga terbentuk gel
yang optimal. Pada suhu yang lebih tinggi maka akan terjadi kehilangan kekuatan
mekanik jaringan ikat melalui perubahan kolagen menjadi gelatin (Abubakar dan
Usmiati, 2007).
III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS
tepung tapioka, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau
lebih besar (Sitanggang, 2009). Daging sapi sebagai bahan baku utama dalam
kenaikan harga daging sapi akan mempengaruhi jumlah bahan baku daging sapi
dalam produksi bakso. Harga bahan baku yang tinggi membuat jumlah pembelian
daging sapi serta keuntungan produksi menurun, sehingga produsen sering kali
menurunkan kualitas dari produksi bakso yang dihasilkan. Salah satu solusi jenis
bahan pangan yang dapat digunakan sebagai bahan campuran adonan bakso tanpa
menurunkan mutu gizi serta kualitas bakso adalah texturized soy protein.
komponen prote in yang relatif tinggi yakni sekitar 50% (Koswara, 2009).
Penggunaan texturized soy protein dalam produk pangan sudah banyak digunakan
dalam produk olahan daging. Hal tersebut dikarenakan sifat fungsional dari
texturized soy protein yang mampu membentuk produk akhir yang porous selain
itu memiliki kemampuan sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi dalam
35
36
digunakan terdiri dari kontrol tanpa penambahan texturized soy protein dan tiga
perlakuan yakni 10%, 20% dan 30%. Ketiga perlakuan konsentrasi texturized soy
protein tersebut akan menimbulkan perbedaan hasil mutu dari bakso yang
texturized soy protein sebanyak 10%, 20% dan 30%. Penambahan texturized soy
protein hingga 30% menjadi titik kritis dari penambahan texturized soy protein.
Dikarenakan pada penambahan texturized soy protein 30% terjadi penurunan daya
terima konsumen terhadap warna, aroma, citarasa serta tekstur bakso yang
hampir 2 kali lipat dari berat adonan sebelum pemasakan. Penambahan texturized
soy protein pada setiap konsentrasi memiliki perbedaan yang signifikan terhadap
penambahan texturized soy protein 30% tidak disukai panelis. Hasil percobaan
pendahuluan tersebut, terdapat evaluasi pada tekstur yang dihasilkan bakso pada
penambahan 30% texturized soy protein, yakni tekstur bakso yang kurang kompak
dan cenderung lembek sehingga tidak ada gaya yang terjadi saat dilakukan proses
gigitan. Hal tersebut dikarenakan kemampuan daya serap air pada texturized soy
protein yang cukup tinggi, namun kemampuan dalam mengikat air didalamnya
37
rendah (Sudrajat, 2007). Oleh karena itu salah satu alternatif untuk menciptakan
tekstur yang lebih kuat serta kenyal pada bakso yang dihasilkan dengan
kekenyalan gel dari produk makanan. Karagenan telah banyak digunakan untuk
meningkatkan elastisitas dari produk pangan hewani (Diharmi, 2016). Hal ini
didukung oleh (Paulus, 2010), bahwa penambahan karagenan 1,5% dari berat
adonan menghasilkan bakso yang paling disukai oleh panelis. Karagenan yang
digunakan berupa jenis kappa karagenan karena memiliki daya kemampuan gel
yang lebih kuat dibandingkan dengan jenis iota dan lamda karagenan (Paulus,
bakso akan diberi penambahan texturized soy protein 30% dan penambahan
karagenan pada konsentrasi 1,5%, 3%, dan 4,5% dari berat adonan bakso untuk
3.2 Hipotesis
protein 30% memiliki tekstur yang mendekati tekstur bakso kontrol (tanpa
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah texturized soy
protein berbentuk granula, daging sapi, tepung tapioka, garam, MSG, STPP, es
batu, karagenan, akuades, NaOH 60%, indikator methyl red blue, H3BO3, HCl
0,02 N.
texture analyzer, labu kjhedal, neraca analitik, pipet volumetrik, bulb, erlenmeyer,
38
39
protein 30% dan berbagai konsentrasi karagenan dengan bakso berbahan baku
daging sapi. Uji t dilakukan menggunakan uji dwi arah pada tingkat kepercayaan
H0 : θ = θ 0
H1 : θ ≠ θ0
Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang
dicoba adalah penambahan texturized soy protein 30% dan berbagai konsentrasi
karagenan:
A = Bakso dengan penambahan texturized soy protein 30% dan karagenan 1,5%
C = Bakso dengan penambahan texturized soy protein 30% dan karagenan 4,5%
Layout Penelitian:
Ulangan 1 2 3
A X1 X2 X3
B Y1 Y2 Y3
Ulangan 1 2 3
A X1 X2 X3
C Y1 Y2 Y3
40
Ulangan 1 2 3
A X1 X2 X3
D Y1 Y2 Y3
serta dilakukan pula perhitungan nilai di2. Hasil perhitungan nilai di dan di2 ditulis
Tabel 5. Format Hasil Perhitungan Nilai di dan di2 pada Uji t Berpasangan
No.
Data Data Beda
Pasangan di2
Xi Yi di = Xi - Yi
(Ulangan)
1 X1 Y1 d1 d12
2 X2 Y2 d2 d22
3 X3 Y3 d3 d32
(Sumber: Sudrajat dan Achyar, 2010)
Persamaan untuk menghitung thitung pada uji beda dua rata-rata berpasangan
sebagai berikut:
∑d i
d́=
n
(∑d i)2
Sd =
√ ∑ di2 −
(n−1)
d́
n
t hit =
Sd/ √ n
pada db = n -1
Kaidah keputusan:
berbahan baku daging sapi tanpa penambahan texturized soy protein 30%
dan karagenan.
bakso berbahan baku daging sapi tanpa penambahan texturized soy protein
bakso.
2011). Formulasi yang digunakan pada percobaan dapat dilihat pada Tabel 5.
1. Persiapan Bahan
a. Penimbangan Bahan
2. Penggilingan daging
diekstrak yang akan menghasilkan tekstur yang baik pada bakso. Selama
dihasilkan adonan yang homogen, namun pada tahapan ini suhu adonan
juga harus tetap dijaga suhunya yakni tidak boleh lebih dari 20 oC oleh
karena itu pada saat pencampuran diberikan es batu untuk menjaga suhu
4. Pencetakan
5. Perebusan
saat perebusan maka akan terjadi pembentukan struktur bakso yag kompak
44
serta kenyal dan padat. Suhu perebusan yang digunakan ialah 75 oC karena
Diagram proses pembuatan bakso penambahan texturized soy protein dapat dlihat
pada Gambar 7.
Daging sapi
prerigor 500 gr
Perebusan
(T = ±75OC, t = 6 menit)
Bakso
Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Bakso Penambahan TSP Tahap I
(Sumber: Nur’aini dimodifikasi, 2011)
Pelaksanaan penelitian tahap I bertujuan untuk menentukan formulasi
penelitian tahap I yang dilakukan maka bakso dengan penambahan texturized soy
penelitian tahap II. Selain itu untuk bakso dengan penambahan texturized soy
menjadi 2 kali lipat dikarenakan jumlah adonan yang dihasilkan pada penambahan
texturized soy protein 30% mencapai 2 kali lipat. Berikut ini tabel formulasi serta
(Usman, 2014).
2010).
5.1 Tekstur
menggunakan suatu alat untuk pengukuran profil tekstur yakni Texture Analyzer.
yang dapat diberikan terhadap produk sehingga produk hancur, nilai firmness
produk pangan untuk kembali seperti semula setelah diberi tekanan (Roshental,
1999).
dengan bakso tanpa penambahan texturized soy protein dan karagenan. Hasil
mengenai tekstur (firmness dan springiness) bakso penambahan TSP 30% dan
dan konsentrasi karagenan 1,5% memiliki nilai firmness dan springiness yang
tidak berbeda nyata terhadap nilai firmness dan springiness bakso kontrol (tanpa
penambahan TSP dan karagenan), sedangkan bakso penambahan TSP 30% dan
konsentrasi karagenan 3% dan 4,5% memiliki nilai firmness dan springiness yang
konsentrasi karagenan maka berdampak pada semakin tinggi daya firmness dari
bakso tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karim dan
berbanding lurus dengan peningkatan nilai kekuatan gel dari bakso tersebut. Oleh
tinggi pula gaya yang dibutuhkan untuk memberi deformasi pada bakso. Hal ini
Hal ini menunjukkan bahwa bakso memiliki tekstur yang tidak elastis karena
memiliki nilai firmness yang tinggi namun nilai springiness yang rendah, hal
dalam menahan air pada produk bakso sehingga massa daging sapi dan TSP
dalam bakso akan diisi oleh air yang terikat, sehingga kemampuan bakso untuk
2010). Hal tersebut sejalan dengan kemampuan mengikat air bakso, dimana
semakin tinggi penambahan konsentrasi karagenan maka semakin banyak air yang
Pengukuran tekstur kali ini menggunakan alat berupa texture analyzer, dari
parameter firmness dan springiness. Berikut ini merupakan contoh grafik yang
12 A
10
8
Force (gf)
0 B
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0
Time (Second)
A : Firmness B: Springiness
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Tekstur Bakso TSP 30% dan Karagenan 3%
dari pengujian tekstur ini ialah firmness dan springiness. Nilai tersebut dapat
2005). Kemudian untuk penentuan nilai springiness bakso pada Gambar 8 dapat
dilihat, dimana jarak setelah produk diberikan tekanan selama 30 detik dan
Kenampakan
Bakso
dengan penambahan TSP 30% dan berbagai konsentrasi karagenan lebih padat
dibandingkan dengan bakso kontrol. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dari TSP,
dimana penggunaan TSP sebagai bahan pengisi bakso selain penggunaan tepung
ditambahkan juga berpengaruh pada tekstur bakso yang lebih kompak, semakin
yang dihasilkan. Menurut Lubis (2013), tekstur yang kompak pada bakso dengan
pemanasan. Selain itu, karagenan mampu membentuk jala tiga dimensi yang dapat
bertambahnya jumlah karagenan (Hasrati dan Rusnawati, 2011). Kekuatan gel ini
dipengaruhi oleh kemampuan daya mengikat air dari produk, semakin tinggi
kekuatan gel yang dihasilkan maka semakin tinggi juga kemampuan daya ikat
Water holding capacity (WHC) atau daya serap air adalah jumlah air yang
terperangkap dalam matriks protein pada kondisi tertentu. Hasil analisis nilai
WHC pada penelitian ini menggunakan metode hamm dapat dilihat pada Gambar
9.
40
30
20
10
-
Kontrol A B C
Konsentrasi Karagenan
Gambar 9. Water Holding Capacity Bakso TSP 30% dan Berbagai Konsentrasi
Karagenan
Keterangan: Kontrol = Bakso tanpa penambahan TSP dan Karagenan
A = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 1,5%
B = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 3%
C = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 4,5%
karagenan, maka kemampuan daya ikat air juga semakin meningkat. Nilai water
holding capacity yang paling tinggi terdapat pada bakso penambahan TSP 30%
dan karagenan 4,5%, sedangkan nilai water holding capacity yang paling rendah
terdapat pada perlakuan bakso penambahan TSP 30% dan karagenan 1,5%. Hal
tersebut sesuai dengan fungsi dari karagenan yaitu dapat menahan air dengan
53
baik. Karagenan dapat menyerap dan menahan air sehingga menghasilkan tekstur
yang kompak dan meningkatkan kemampuan daya ikat air (Koswara, 2009).
dan konsentrasi karagenan (1,5%;3% dan 4,5%) memiliki nilai water holding
capacity yang berbeda nyata terhadap nilai water holding capacity bakso kontrol.
Nilai WHC berpengaruh terhadap nilai springiness bakso yang dihasilkan dimana
semakin tinggi nilai WHC maka kemampuan springiness dari bakso akan semakin
rendah. Hal ini sejalan dengan nilai springiness yang didapatkan pada penelitian
ini. Kemampuan WHC dari bakso dengan konsentrasi karagenan 3% dan 4,5%
yang cukup tinggi, sehingga kemampuan springiness yang dihasilkan rendah. Hal
terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan, kemudian jala ini akan
menangkap air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku (Fardiaz,
1989). Peningkatan nilai WHC selain karena penambahan karagenan juga dapat
disebabkan karena penambahan texturized soy protein yang juga memiliki daya
serap air yang tinggi. Menurut (Koswara, 2009) menyebutkan bahwa protein
kontribusi terhadap daya ikat air produk. Interaksi antara air dan gugus hidrofilik
dari rantai samping protein dapat terjadi melalui ikatan hidrogen. Jumlah air yang
dapat ditahan oleh protein bergantung pada komposisi asam amino, hidrofobisitas
Nilai perubahan massa jenis bakso yang didapatkan dari bakso tersebut
dengan massa jenis bakso matang. Nilai perubahan massa jenis bakso ini
Berikut ini dapat hasil penelitian dari perubahan massa jenis bakso mentah dan
bakso matang.
0.30
0.26
0.25 0.24 0.23
0.20
0.17
0.15
0.10
0.05
-
Kontrol A B C
Konsentrasi Karagenan
Bakso mentah Bakso matang
Gambar 11. Perubahan Massa Jenis Bakso TSP 30% dan Berbagai Konsentrasi
Karagenan.
Keterangan: Kontrol = Bakso tanpa penambahan TSP dan Karagenan
55
Gambar 11. menunjukkan dua grafik perubahan massa jenis, grafik yang
pertama dengan warna yang sama dan huruf yang sama menunjukkan nilai massa
jenis yang tidak berbeda nyata secara keseluruhan. Grafik menunjukkan bakso
karagenan. Selain volume yang mempengaruhi perubahan massa jenis, massa dari
bakso selama pemasakan juga terjadi penyusutan zat-zat yang terlarut dalam air
seperti lemak pada daging. Berdasarkan hasil uji t (p=0,05), bakso penambahan
TSP 30% dan karagenan 1,5% memiliki massa jenis yang tidak berbeda nyata
dengan massa jenis bakso kontrol. Nilai massa jenis yang paling rendah terdapat
pada bakso dengan penambahan TSP 30% dan karagenan 4,5% sedangkan nilai
massa jenis yang paling tinggi terdapat pada perlakuan bakso dengan penambahan
TSP 30% dan karagenan 1,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan
daya mengikat air dari karagenan dan TSP. Semakin besar jumlah air yang terikat
perebusan.
A B
Air
Texturized Soy
Protein d= 12cm d= 20cm
Karagenan
perpindahan panas dan massa. Perpindahan panas terjadi dari air yang panas ke
permukaan bahan dan merambat ke dalam sehingga kandungan air pada bahan
massa. Kondisi ini menyebabkan banyak perubahan dalam bahan, baik secara
fisik maupun kimiawi pada bahan yang direbus (Haryanti et al., 2014).
pengembangan ukuran pada bakso dan memiliki tekstur yang kompak karena daya
air yang terikat pada bahan, sedangkan perubahan secara kimiawi antara lain
maka molekul amilosa akan berdifusi keluar sehingga granula akan mengembang
lebih lanjut hingga seluruh mol amilosa berdifusi keluar (Haryanti et al., 2014).
jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala tiga dimensi ini menangkap atau
mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku
(Glicksman, 1983). Jenis karagenan yang digunakan pada penelitian ini yaitu
akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan
suhu terus dilanjutkan, polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan
terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1983). Oleh karena itu semakin tinggi
karena terbentuknya gel yang sangat kuat dari penggunaan karagenan tersebut.
proses pematangan dengan bakso yang sudah matang. Hal tersebut bertujuan
untuk melihat terjadinya perubahanan massa jenis bakso mentah dengan bakso
matang. Cara untuk mengetahui perubahan massa jenis bakso, dapat dilakukan
58
massa
dengan menggunakan rumus massa jenis benda (ρ = ). Pertama
volume
4 3
volume bola yakni ( . π . r ). Massa jenis (ρ) merupakan suatu besaran turunan
3
yang diperoleh dengan membagi massa suatu benda atau zat dengan volumenya.
Volume suatu zat akan mempengaruhi massa jenis zat tersebut, dimana semakin
besar volume benda maka massa jenis benda tersebut akan semakin kecil.
perbandingan bobot adonan dengan bobot produk yang dihasilkan (Pernomo et al.,
2013). Semakin besar rendemen maka semakin tinggi pula nilai ekonomis dari
produk tersebut, begitu pula sebaliknya, semakin kecil rendemen maka semakin
rendah nilai ekonomisnya atau keefektivitasan suatu produk atau bahan (Pernomo
et al., 2013). Berikut ini dapat dilihat pada Gambar 13. rendemen pada bakso
160
Rendemen Bakso
140 130 135
127
Rendemen Bakso (%)
120
101
100
80
60
40
20
0
Kontrol A B C
Konsentrasi Karagenan
Gambar 13. Rendemen Bakso TSP 30% dan Berbagai Konsentrasi Karagenan.
Keterangan: Kontrol = Bakso tanpa penambahan TSP dan Karagenan
A = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 1,5%
B = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 3%
C = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 4,5%
hasil uji t (p=0,05), perlakuan bakso penambahan TSP 30% dan konsentrasi
karagenan (1,5%;3% dan 4,5%) memiliki nilai rendemen yang berbeda nyata
terhadap nilai rendemen bakso kontrol (tanpa penambahan TSP dan karagenan).
Hal tersebut karena nilai rendemen jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
kemampuan mengikat air yang bagus karena kandungan protein yang tinggi,
dimana semakin tinggi kandungan proteinnya maka semakin banyak air yang
dan Ninsix, 2009). Selain itu penambahan karagenan dapat menahan air yang
diserap dan juga memiliki kemampuan mengikat air yang baik. Sehingga
60
±30% lebih tinggi dibandingkan dengan bakso kontrol (tanpa penambahan TSP
dan karagenan).
karagenan konsentrasi 3% dan 4,5% mampu menahan air yang diserap oleh
1,5%. Hasil nilai rendemen ini sejalan dengan kemampuan daya ikat air, semakin
tinggi nilai rendemen maka semakin tinggi kemampuan daya ikat air dari bakso
tersebut.
hedonik oleh 15 orang panelis agak terlatih. Parameter sifat organoleptik bakso
yang diuji yaitu tekstur berupa kekenyalan bakso. Nilai organoleptik tekstur bakso
TSP 30% dan berbagai konsentrasi karagenan dengan menggunakan uji hedonik
Organoleptik Tekstur
4.5
4.0
4.0 3.6
Skala Tingkat Kesukaan
Konsentrasi Karagenan
Gambar 10. Organoleptik Tekstur Bakso TSP 30% dan Berbagai Konsentrasi
Karagenan.
Keterangan: Kontrol = Bakso tanpa penambahan TSP dan Karagenan
A = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 1,5%
B = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 3%
C = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 4,5%
perlakuan diterima H0 yang berarti bahwa tekstur bakso dengan penambahan TSP
30% dan berbagai konsentrasi karagenan memiliki tekstur yang tidak berbeda
nyata dengan bakso kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekstur bakso
tekstur yang masih dapat diterima oleh panelis. Penambahan TSP 30% dengan
berbagai konsentrasi karagenan pada bakso memiliki tekstur yang tidak berbeda
awal saat penetrasi gigi ke dalam bakso dan kemudahan mengunyah bakso
menjadi potongan kecil, karena bakso yang kenyal akan terasa elastis ketika
62
Hasil dari organoleptik tekstur yang didapatkan tidak sesuai dengan hasil
karena uji organoleptik yang bergantung pada subjektifitas dari panelis dalam
Kadar protein bakso dengan penambahan texturized soy protein 30% dan
Skema dari perhitungan neraca massa dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian
ini menggunakan bahan baku yang mengandung protein ialah daging sapi,
texturized soy protein dan karagenan. Berikut ini perhitungan kadar protein bakso
Kadar Protein
16
14
12
Kadar Protein (%)
10
8
6
4
2
0
Kontrol A B C
Konsentrasi Karagenan
Gambar 14. Kadar Protein Bakso TSP 30% dan Berbagai Konsentrasi Karagenan.
Keterangan: Kontrol = Bakso tanpa penambahan TSP dan Karagenan
A = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 1,5%
B = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 3%
C = Bakso penambahan TSP 30% dan Karagenan 4,5%
protein bakso kontrol lebih rendah dibandingkan dengan bakso penambahan TSP
sebesar 30% mampu meningkatkan kadar protein bakso dimana kadar protein TSP
protein dengan penambahan texturized soy protein dan karagenan sebagai sumber
terlalu signifikan. Kadar protein yang didapatkan pada bakso dapat menunjukkan
bersumber dari TSP memiliki kemampuan daya mengikat air yang baik sehingga
rendemen pada bakso bertambah. Pada bakso dengan penambahan TSP 30% dan
berdasarkan hasil uji t (p=0,05) menunjukan bahwa adanya kadar protein antara
bakso minimal 11,0%, sedangkan bakso dengan penambahan TSP 30% dan
tersebut menunjukan bahwa seluruh bakso dengan penambahan TSP 30% dengan
berbagai konsentrasi karagenan memiliki kadar protein bakso yang sesuai dengan
standar SNI. Perbedaan kadar protein antara bakso kontrol dengan bakso
penambahan TSP dan karagenan ini diduga dapat diakibatkan karena perbedaan
6.1 Kesimpulan
Bakso dengan penambahan texturized soy protein 30% dan karagenan 1,5% tidak
berbeda nyata untuk parameter tekstur (firmness dan springiness) dan perubahan
massa jenis dengan bakso kontrol. Water holding capacity dan rendemen bakso
seluruh perlakuan berbeda nyata dengan nilai WHC dan rendemen bakso kontrol.
Organoleptik tekstur seluruh perlakuan bakso tidak berbeda nyata dengan tekstur
bakso kontrol. Kadar protein bakso dengan penambahan TSP 30% dan berbagai
kontrol.
6.2 Saran
30% dan berbagai konsentrasi karagenan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai parameter rasa serta aroma dari penambahan texturized soy protein dan
65
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E., Likadja, J. C., dan Sikapang, F. 2010. Pemanfaatan Asap Cair
Sebagai Bahan Pengikat Pada Pembuatan Bakso Daging Dari Tiga Jenis
Otot Sapi Bali. In Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner (pp. 3–4).
Ahmadi, K., Afrila, A., dan Ika Adhi, W. 2007. Pengaruh Jenis Daging dan
Tingkat Penambahan Tepung Tapioka yang Berbeda Terhadap Kualitas
Bakso. Buana Sains, 7.
Angka, S. L., dan Suhartono, M. T. 2000. Bioteknologi hasil laut. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Aulawi, T., dan Ninsix, R. 2009. Sifat Fisik Bakso Daging Sapi Dengan Bahan
Pengenyal dan Lama Penyimpanan Yang Berbeda.pdf. Jurnal Peternakan.
Bahar, B. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Google Books.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bourne, M. C. 2002. Food Texture and Viscosity: Concept and Measurement (2nd
ed.). London: Elsevier Science and Technology Books.
Dalillah, E. 2006. Evaluasi Nilai Gizi dan Karakteristik Protein Daging Sapi dan
Hasil Olahannya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
66
67
Ega, L., Gracia, C., Lopulalan, C., dan Meiyasa, F. 2016. Kajian Mutu Karaginan
Rumput Laut Euchuma cottonii Berdasarkan Sifat Fisiko Kimia Pada
Tingkat Konsentrasi Kalium Hidroksida (KOH) yang Berbeda. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan.
Hasrati, E., dan Rusnawati, R. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas
Terhadap Tekstur dan Citarasa Bakso Daging Sapi. STIP Farming
Semarang.
Kartika, B., Hastuti P., dan Supartono W. 1987 Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Kerry, J., Kerry, J., dan Ledward, D. 2002. Meat Processing. New York: CRC
Press.
Komariah, Rahayu, S., dan Sarjito. 2009. Sifat Fisik Daging Sapi Pada Lama
Postmortem. Buletin Publisher.
Muchtadi, T., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
PAU IPB.
Nur’aini, D. 2011. Pengaruh Konsnetrasi Pati Sorgum Kultivar UNPAD 1.1 dan
Tapioka Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Organoleptik Bakso
Sapi.
Poernomo, D., Sugeng Heri, S., dan Bayu Prasetyo, S. 2013. Karakteristik Fisika
dan Kimia Bakso dari Daging Lumat Ikan Layaran (Istiophorus
orientalis). Jurnal, vol 16. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Setyaningsih, D., Apriyantono, D., dan MP, S. 2010. Analisa Sensori Industri
Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.
Singh, P., Kumar, R., Sabapathy, S. ., dan Bawa, A. . 2008. Functional And
Edible Uses of Soy Protein Products. Comprehensive Reviews In Food
Science And Food Safety, 7.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging (V). Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Sudrajat, G. 2007. Sifat Fisik Dan Organoleptik Bakso Daging Sapi Dan Daging
Kerbau Dengan Penambahan Karagenan Dan Khitosan. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
69
Usman, R. 2014. Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Bakso Daging Sapi
dengan Penambahan Tepung porang. Institut Pertanian Bogor.
Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakdo Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: Swadaya.
Riwayat Pendidikan
Sekolah Tahun
TK Wijaya Kusuma 2000-2001
SDN 02 Penggilingan 2001-2007
SMP YP.IPPI Cakung 2007-2010
SMA Proklamasi 1945 (Boarding School) 2010-2013
Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas
Teknologi Industri Pertanian, Universitas 2013-Sekarang
Padjadjaran
Riwayat Organisasi
Organisasi Jabatan Tahun
Anggota Kajian dan Aksi 2015
BEM KEMA FTIP
Startegis
Anggota Kajian dan Aksi 2016
BEM KEMA FTIP
Startegis
Himpunan Mahasiswa Peduli Anggota Bidang Pengabdian
2016
Pangan Indonesia (HMPPI) Masyarakat
70
71
Riwayat Kepanitiaan
Kegiatan Jabatan Tahun
Ketua Bidang Hubungan 2014
SPEKTA
Masyarakat
SPARTA Anggota Bidang Medik 2014
Pemilu Raya Mahasiswa (PRAMA)
Panitia Pengawas Fakultas 2014
UNPAD
Anggota Bidang Hubungan 2014
Univation
Masyakarat
Penanggung Jawab Buletin 2015
Bumi Rasa FTIP KASTRAT BEM KEMA
FTIP
Penanggung Jawab Bidang 2015
Diskusi FTIP
Konsumsi
Anggota Bidang Hubungan 2015
Univation
Masyakarat
FTIP Merespon Ketua Pelaksana 2016
Gathering HMPPI Regional II Jawa Anggota Bidang Logistik 2016
Barat
Bina Desa HMPPI Regional II Jawa Penanggung Jawab 2016
Barat
Program Kantin Sehat HMPPI 2016
Regional II Jawa Barat Anggota Humas
The first padjadjaran international Liason Officer 2016
conference on halal innovations
Pesta Sains 2016 “Makanan dan Peraga/Guide 2016
Kita” Institut Fraincais Indonesia
Prestasi
Tahun Prestasi Penyelenggara
2017 Second Winner of Kino Youth Pt. Kino Indonesia
Innovator Award
LAMPIRAN
diukur
4. Pilih jenis probe dan setting pengukuran yang sesuai untuk contoh dan
jenis analisis dari menu help program exponent lite express. Setting
Test Speed, Distance, Post-Test Speed dan Trigger Force. Catat semua
Distance : 10 mm
72
73
3. Batas yang timbul antara daging dan air ditandai kemudian diukur dengan
Planimeter.
4. Beri tanda titik pada batas luar (wet area), kemudian putar searah jarum
jam, angka yang dihasilkan sebelum diputar dan sesudah diputar dibaca.
Daerah basah (cm2) = luas lingkaran luar – luas lingkaran dalam x 6,45 cm2
Angka yang diperolah dalam satuan inchi, maka konversikan terlebih dahulu
mgH 20
Presentase = X 100%
300
Semakin tinggi mgH2O yang keluar, maka daya ikat air semakin rendah.
1. Cetak adonan bakso berbentuk bulat, kemudian masukkan kedalam air dengan
2. Kemudian ambil sampel bakso dan ukur diameter bakso untuk mendapatkan
volume bakso, lalu masukkan kedalam rumus massa jenis, sebagai berikut:
74
m
m
ρ= = 4 3
V ( .π .r )
3
mematangkan bakso.
4. Kemudian ambil sampel bakso dan ukur diameter bakso untuk mendapatkan
volume bakso matang, lalu masukkan kedalam rumus massa jenis, sebagai
berikut:
m
m
ρ= = 4 3
V ( .π .r )
3
Bakso
Xp= ?
Mp= … gr
75
Analisa kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam sampel
( Wo+Ws )−Wi
Kadar air = x 100%
Ws
Keterangan:
Ws = Berat sampel
Metode yang digunakan adalah uji hedonik warna, aroma, tekstur, dan citarasa
bakso yang diujikan dalam keadaan yang telah direbus terlebih dahulu. Pengujian
Nama :
Tanggal Pengujian :
Nama Bahan : Bakso Sapi dengan Penambahan TSP 30% dengan
Berbagai Konsentrasi Karagenan.
Instruksi :
1. Dihadapan anda tersedia 3 sampel dengan kode masing-masing.
2. Mohon anda mengisi kode sampel sesuai dengan nomor yang
tertera diwadah.
3. Berikan kesan anda terhadap bakso sesuai dengan nilai kesukaan
dibawah ini.
Berikanlah penilaian pada setiap kode contoh dengan salah satu angka
yang sesuai dengan pernyataan di bawah ini
5 Suka
4 Agak suka
3 Biasa
1 Kurang Suka
1 Tidak Suka
78
79
Perhitungan:
( jumlahpanelis )2 78,512
FK = = = 136,97
npanelisxnsampel 15 x 3
Hasil uji Duncan taraf 5% menunjukkan:
717: 30% (1,27) : c
568: 20% (1,73) : b
215: 10% (0,8) :a
80
81
82
Perhitungan:
( jumlahpanelis )2 76,822
FK = = = 131,14
npanelisxnsampel 15 x 3
Hasil uji Duncan taraf 5% menunjukkan:
717: 30% (1,27) : c
568: 20% (1,33) : b
215: 10% (1,2) :a
83
No
A B di (A-B) di^2 (A-B)2
pasang
I 1082.9130 1137.4720 -54.559 2976.6845
II 1116.2750 1020.6820 95.5930 9138.0216
III 993.0650 977.4860 15.5790 242.7052
Total 56.6130 12357.4114
Rata-rata 18.8710 4119.1371
d́=−68.1413
Sd =75.1301
t hitung =1.5709
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka terima H 0
Firmness sampel A sama dengan firmness sampel B
84
85
No
A C di (A-C) di^2 (A-C)2
pasang
I 1082.9130 1151.0630 -68.1500 4644.4225
II 1137.4720 1015.2700 101.0050 10202.0100
III 993.0650 1144.2010 -151.1360 22842.0905
Total -118.2810 37688.5230
Rata-rata -39.4270 12562.8410
d́=−126.4393
Sd =128.5011
t hitung =1.7043
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka terima H 0
Firmness sampel A sama dengan firmness sampel C
d́=−351.1663
86
Sd 83.0424
t hitung =7.3244
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak diterima H 0
Firmness sampel A tidak sama dengan firmness sampel D
d́=−0.4082
Sd =0.7590
t hitung =0.9315
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka di terima H 0
Springiness sampel A sama dengan Springiness sampel B
d́=1.4833
Sd =0.3541
t hitung =7.2563
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak diterima H 0
Springiness sampel A tidak sama dengan Springiness sampel C
d́=0.1422
Sd =0.1869
t hitung =2.9476
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka di terima H 0
Tekstur sampel A sama dengan Tekstur sampel B secara organoleptik
d́=0.1511
Sd =0.3690
t hitung =1.5860
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka terima H 0
Tekstur sampel A sama dengan Tekstur sampel C secara organoleptik
Sampel I II III
d́=1689
Sd =0.3499
t hitung =4.1797
t ¿2(n−1)=4,303
90
No
A C di (A-C) di^2 (A-C)2
pasang
I 51.2911 55.7432 -4.4521 19.8212
II 49.9856 53.1907 -3.2051 10.2727
III 51.8468 54.4432 -2.5964 6.7413
Total -10.2536 36.8352
Rata-rata -3.4179 12.2784
d́=−19.5212
Sd =0.9460
t hitung =35.7430
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak diterima H 0
WHC sampel A tidak sama dengan WHC sampel C
di^2 (A-
No pasang A D di (A-D)
D)2
I 51.2911 60.1391 -8.8480 78.2871
II 49.9856 61.3745 -11.3889 129.7070
III 51.8468 61.7526 -9.9058 98.1249
Total -30.1427 306.1190
Rata-rata -10.0476 102.0397
d́=−26.1509
Sd =1.2764
t hitung =35.4872
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak diterima H 0
WHC sampel A tidak sama dengan WHC sampel D
92
Ulangan Rata-
Perlakuan Total SD
1 2 3 Rata
d́=−0.0086
Sd =0.0094
t hitung =1.5755
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka terima H 0
Perubahan massa jenis bakso sampel A sama dengan Pengembangan volume
sampel B
d́=−0.0226
Sd =0.0031
t hitung =12.7569
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak terima H 0
Perubahan massa jenis bakso sampel A tidak sama dengan Pengembangan volume
sampel C
d́=−0.0293
Sd =0.0061
t hitung =8.2737
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka tidak terima H 0
Perubahan massa jenis bakso sampel A tidak sama dengan Pengembangan volume
sampel D
94
di^2 (A-
No pasang A B di (A-B)
B)2
I 0.2319 0.2750 -0.0431 0.0019
II 0.2448 0.2660 -0.0212 0.0004
III 0.2461 0.2415 0.0046 0.000002
Total -0.0597 0.0023
Rata-rata -0.0199 0.0008
d́=0.0235
Sd =0.0057
t hitung =0.0239
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka di terima H 0
Perubahan massa jenis bakso sampel A sama dengan Pengembangan volume sampel B
d́=0.0514
Sd =0.0002
t hitung =5.8843
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak terima H 0
Perubahan massa jenis bakso sampel A tidak sama dengan Perubahan massa jenis
bakso sampel C
d́=0.1145
Sd =0.0210
t hitung =9.4297
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak terima H 0
Perubahan massa jenis bakso sampel A tidak sama dengan Perubahan massa jenis bakso
sampel D
6. Rendemen Bakso
Rata-
Ulangan Total SD
Perlakuan Rata
1 2 3
A 100.85 98.64 102.89 302.38 100.79a 2.12
b
B 122.49 125.98 131.07 379.55 126.52 4.31
C 127.76 129.19 132.05 389.01 129.67c 2.18
96
d́=−25.7
Sd =3.55
t hitung =12.53
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka tidak terima H 0
Rendemen bakso sampel A tidak sama dengan Rendemen bakso sampel B
d́=−28.88
Sd =1.84
t hitung =27.20
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka tidak terima H 0
97
d́=−34.41
Sd =4.39
t hitung =13.56
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung < t ¿2 (n−1) , maka tidak terima H 0
Rendemen bakso sampel A tidak sama dengan Rendemen sampel D
Xtotal.588 = (0,216x300)
Xtotal = 0,1102
98
Xtotal = 11,02%
Xtotal = 0,1396
Xtotal = 13,96%
Xtotal = 0,1403
Xtotal = 14,03%
Xtotal = 0,1410
Xtotal = 14,10%
II 0,1042 8 13,44
x́ 13,74
99
d́=−0.22
Sd =0.18
100
t hitung =0.7333
t ¿2(n−1)=4,303
t hitung > t ¿2 (n−1) , maka terima H 0
Rendemen bakso sampel A tidak berbeda nyata dengan Rendemen sampel B
Lampiran 4. Sertifikat Bahan Baku
101
102
103
104
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Pembuatan Bakso dengan Penambahan TSP 30% dan Karagenan
Penggilingan daging
Pencampuran
105
106