SKRIPSI
MAYA RACHMAWATY
ii
ABSTRACT
iii
EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK
LEMBAR PERNYATAAN
MAYA RACHMAWATY
D14070069
Menyetujui,
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, pasangan Ibu Sita Dewi
dan Bapak Muslihat Ibrahim. Penulis dilahirkan pada 30 April 1990 di Bogor.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1994 di TK Al-Munawar Bogor. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 4 Bogor pada tahun 2001,
kemudian menyelesaikan sekolah di SMPN 7 Bogor pada tahun 2004. Penulis
menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA PGRI 4 Bogor pada tahun 2007.
Penulis menjabat sebagai Ketua OSIS dan aktif dalam dunia bela diri KATEDA saat
duduk di bangku SMA. Pada tahun 2007, Penulis diterima menjadi mahasiswa
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan (IPTP) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa di IPB, Penulis sangat aktif mengikuti kegiatan
kemahasiswaan. Pada Tingkat Persiapan Bersama, Penulis menjadi penyiar di Agri
FM, bergabung dalam Dormitory English Club, Taekwondo IPB, dan Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM). Pada Tingkat Dua, Penulis
berhasil menjadi Juara I Lomba Newscaster Journalistic Fair SCTV dan juara 3
lomba siaran KISI FM Bogor. Selanjutnya Penulis bekerja sebagai penyiar training
di radio KISI FM, dan menjadi bendahara biro Public Relation BEM-D Fapet, serta
Duta Lingkungan BEM-KM IPB, dan asisten pelatih Tae Kwon Do IPB.
Pada Tingkat Tiga, Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada bimbingan
belajar Brilliant Student, dan menjadi pengisi suara untuk CD pembelajaran multi
media Bahasa Inggris. Penulis juga bekerja sebagai asisten dosen, mata kuliah
Bahasa Indonesia untuk kelas mahasiswa asing Program S-2 di MKDU IPB. Penulis
menjadi tiga besar Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan pada tahun 2010.
Pada Tingkat Empat Penulis bekerja sebagai Pembaca Berita dan Presenter di
Megaswara TV Bogor. Selama menjadi mahasiswa, Penulis sering menjadi Master of
Ceremony (MC) di berbagai acara. Salah satu acara terbesar yang pernah dibawakan
Penulis adalah acara Internasional The Fifth Indonesian Livestock Industry Award
2010 di Jakarta Covention Centre (JCC).
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan petunjuk-Nya
Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang menjadi syarat untuk kelulusan studi di
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Shalawat dan salam juga selalu tercurah kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu ditulis
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember
2010. Penelitian tersebut dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematikan dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro Kota
Bogor. Skripsi ini berisikan persentase efektivitas dari berbagai uji pemalsuan madu
kapuk yang biasa dilakukan oleh distributor dan konsumen madu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat luas, khususnya bagi penulis dan bagi dunia peternakan
serta pembaca pada umumnya.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................. i
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x 5
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi 5
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
PENDAHULUAN .......................................................................................... 15
Latar Belakang .................................................................................... 1 6
Tujuan . ........................................................................................... .. 2 5
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 4
Madu ................................................................................................... 33
Komposisi dan Mutu Madu ................................................................. 34
Gelatin ................................................................................................. 11
Tepung Sagu ........................................................................................ 12
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) ..................................................... 12
Soda Kue .............................................................................................. 13 8
Semut ................................................................................................. 13
Madu Palsu .......................................................................................... 1310
Pengujian Madu Palsu. 14
viii
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 59
Kesimpulan ......................................................................................... 59
Saran ................................................................................................... 59
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61
LAMPIRAN ................................................................................................... 65
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Reaksi Penguraian Sukrosa oleh Enzim Invertase.. 5
2. Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari
5
Monosakarida (Heksosa) dalam Suasana Asam.
3. Uji Semut 19
4. Uji Larut. 20
5. Uji Keruh 20
6. Uji Pemanasan 21
7. Uji Tarik.. 21
8. Uji Segi Enam. 22
9. Uji Ikan Mentah.. 22
10. Uji Iod. 23
11. Sampel Madu Asli dan Madu Palsu 29
12. Hasil Uji Semut... 42
13. Efektivitas Uji Semut pada Berbagai Madu Palsu.. 42
14. Hasil Uji Larut 43
15. Efektivitas Uji Larut pada Berbagai Madu Palsu... 44
16. Hasil Uji Keruh... 45
17. Efektivitas Uji Keruh pada Berbagai Madu Palsu.. 46
18. Efektivitas Uji Buih pada Berbagai Madu Palsu 47
19. Hasil Uji Pemanasan... 48
20. Efektivitas Uji Pemanasan pada Berbagai Madu Palsu.. 49
21. Hasil Uji Tarik 50
22. Efektivitas Uji Tarik pada Berbagai Madu Palsu... 51
23. Hasil Uji Segi Enam 52
24. Efektivitas Uji Segi Enam pada Berbagai Madu Palsu... 53
25. Hasil Uji Iod 54
26. Efektivitas Uji Iod pada Berbagai Madu Palsu... 54
27. Hasil Uji Ikan Mentah. 55
28. Efektivitas Uji Ikan Mentah pada Berbagai Madu Palsu 56
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Madu 3
2. Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia ... 4
3. Warna Madu .. 29
4. Aroma Madu .. 30
5. Rasa Madu . 31
6. Hasil Uji Pemalsuan yang Diterapkan pada Madu Asli . 32
7. Hasil Uji Kimia... 37
8. Efektivitas Uji Pemalsuan pada Sampel Madu Palsu. 41
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Gambar Sampel Madu Asli dan Madu Palsu . 66
2. Hasil Uji Larut 67
3. Hasil Uji Keruh... 68
4. Hasil Uji Pemanasan... 69
5. Hasil Uji Tarik 70
6. Hasil Uji Segi Enam 71
7. Komunikasi Pribadi dengan National Honey Board USA.. 72
8. Hasil Uji Iod ... 73
9. Hasil Uji Ikan Mentah. 74
10. Hasil Uji Pemalsuan dan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan 75
11. Perhitungan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu.. 76
12. Analisis Statistik Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu.. 77
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Madu mengandung banyak nutrisi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan
manusia. Zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan
kini telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa terdapat dalam
madu (Sihombing, 2005). Keunggulan madu terdapat pada kandungan enzim-enzim
dan karbohidratnya. Enzim yang dominan terdapat pada madu adalah enzim diastase
dan invertase yang berfungsi mengubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat
yang lebih sederhana. Karbohidrat yang terdapat dalam madu merupakan karbohidrat
sederhana dengan kandungan utamanya adalah monosakarida, sehingga lebih mudah
diserap oleh tubuh. Berbagai kandungan nutrisi madu membuat madu sangat
bermanfaat untuk kesehatan.
Fungsi madu untuk kesehatan manusia diantaranya sebagai penambah
stamina, kecantikan kulit, antibakteri dan penumbuh jaringan pada luka dan lain
sebagainya. Pola hidup sehat membudayakan konsumsi madu setiap hari, sehingga
banyak masyarakat semakin tertarik mengkonsumsi madu. Seiring dengan
peningkatan konsumsi madu, berkembanglah cara-cara pemalsuan madu oleh pihak
tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Berdasarkan Simamora
(2010), pada saat ini madu yang terdapat di pasar Indonesia hampir 80% merupakan
madu palsu. Pemalsuan madu biasanya dilakukan dengan penambahan gula dan
pengental. Gula yang sering ditambahkan dalam pemalsuan madu adalah glukosa,
fruktosa, dan sukrosa, sedangkan pengental yang biasa digunakan adalah Carboxy
Methyl Cellulose (CMC) dan gelatin. Ada juga madu palsu yang dibuat dari
campuran sagu, gula pasir, dan soda kue.
Munculnya madu palsu membuat konsumen dirugikan, karena komposisi
madu palsu berbeda dengan madu asli sehingga memiliki manfaat yang tidak sama.
Berdasarkan penampilan fisik, madu asli dan madu palsu sangat sulit dibedakan, oleh
karena itu dibutuhkan cara-cara praktis untuk mengujinya. Metode yang digunakan
untuk pengujian pemalsuan madu didasarkan pada pengetahuan yang berlaku di
masyarakat diantaranya uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji
larut. Berdasarkan penelitian Ansori (2002), dari kelima uji tersebut, hanya uji larut
yang paling akurat untuk menguji keaslian madu; Rahmani (2004) menambahkan
1
bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Menurut Lee (2008), selain
uji tersebut masih banyak uji pemalsuan madu lainnya yang belum diketahui
kebenarannya. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mengukur keefektifan
berbagai uji pemalsuan madu. Nilai efektivitas dari uji pemalsuan madu dapat
menunjukkan bahwa uji tersebut efektif digunakan atau tidak untuk membedakan
madu asli dan madu palsu.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas dari
berbagai uji pemalsuan madu yang biasa dilakukan oleh masyarakat khususnya
distributor dan konsumen madu.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Madu
Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain
dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga (Badan Standarisasi
Nasional, 2004). Berdasarkan Sumoprastowo dan Suprapto (1980), pada jaman
dahulu madu dipakai untuk mengawetkan daging dan kulit. Orang mesir pada waktu
itu mempergunakan madu sebagai bagian dari ramuan rahasianya untuk
mengawetkan jenazah raja-raja. Madu juga digunakan untuk makanan kesehatan,
obat-obatan serta kosmetika. Banyak bukti yang mendukung madu dapat digunakan
untuk luka yakni sebagai antimikroba dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan
pada luka (Molan, 2006).
3
lebih 85% dari gula yang terdapat dalam madu adalah fruktosa dan glukosa
selebihnya adalah polisakarida dan oligosakarida (White, 1979).
Masing-masing negara memiliki standar mutu madu tersendiri untuk dapat
dijual dan dikonsumsi masyarakat. Standar mutu madu di Indonesia tercantum dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) 2004 dan dapat dilihat dalam Tabel 2.
Enzim
Madu mengandung dua enzim yang paling mencolok yakni enzim diastase
dan invertase. Madu kaya akan karbohidrat sederhana karena lebah pekerja
meminum nektar dan memuntahkannya kembali sambil menambahkan enzim yang
disebut enzim invertase. Pemanasan maupun penyimpanan lama terhadap madu
mengakibatkan inaktivasi enzim madu. Aktifitas enzim juga dipengaruhi oleh pH
lingkungan yang disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat, atau
komplek enzim substrat. Nilai pH optimum enzim-enzim pada madu berkisar antara
5,0-5,3 dan suhu optimum berkisar antara 22-50 oC (Sihombing, 2005). Enzim
invertase akan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Diastase berperan
dalam mengubah polisakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (Achmadi,
1991). Sumber diastase pada madu adalah lebah madu sendiri, meski ada juga yang
menduga nektar sebagai sebagian sumbernya. Reaksi perombakan sukrosa menjadi
fruktosa dan glukosa oleh enzim invertase dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Enzim Invertase
Glukosa Fruktosa
Sukrosa
Hidroximetilfurfural (HMF)
Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa
kimia yang dihasilkan dari perombakan monosakarida madu yang jumlah atom C-
nya enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor
(panas) (Achmadi, 1991). Kadar HMF dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh
pemanasan yang berlebihan atau karena pemalsuan dengan gula invert. Kedua
perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF (Winarno, 1982). Semakin lama
penyimpanan semakin tinggi kadar HMF madu, tetapi kenaikan kadar HMF tersebut
tergantung pada suhu penyimpanan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian
Almayanthy (1998) yang menunjukkan bahwa kadar HMF madu yang disimpan
pada suhu 28 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3 dan 5 o
C. Reaksi
pembentukan HMF dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari
Monosakarida (Heksosa) dalam Suasana Asam (Achmadi, 1991)
5
Kadar Air
Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang kadar airnya
tinggi, mudah berfermentasi. Fermentasi terjadi karena khamir dari genus
Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat
hidup dalam madu. Sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya
glukosa dna fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Jika alkohol bereaksi dengan
oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar
keasaman, rasa dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi akan terbentuk karbon
dioksida dan air (White, 1979; Achmadi, 1991). Madu tidak mudah larut dalam air.
Berdasarkan Rahmani (2004) rendahnya kelarutan madu asli disebabkan rheologi asli
madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponen-
komponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti
protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu buatan atau madu palsu.
Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), madu bersifat higroskopis
(mudah menarik air), oleh karena itu penyimpanan madu harus memakai tempat
yang tidak tembus udara. Kadar air madu tergantung dari keadaan cuaca, kadar air
awal nektar dari mana nektar tersebut berasal serta kekuatan koloni lebah tersebut
(White, 1992). Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap kadar air madu,
semakin rendah kelembaban udara maka semakin rendah pula kadar airnya. Kadar
air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (RH) udara di
Indonesia yang tinggi (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (RH) Indonesia berkisar
60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1%
(Sihombing, 2005).
Karbohidrat
6
Sihombing (2005) gula-gula madu (candy honey) dapat dilelehkan dengan
memanaskan pada suhu 50 oC.
Kandungan karbohidrat madu juga berpengaruh terhadap sifat fisik madu.
Sifat higroskopis madu disebabkan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa
merupakan gula yang paling bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena
fruktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992). Glukosa akan
membuat madu berkristal membentuk madu-permanen. Kandungan glukosa akan
menentukan lama dan bentuk kristal (Sihombing, 2005). Kristalisasi adalah peristiwa
pembentukan glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air
dan fruktosa. Hal tersebut terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh
dan tidak stabil (Achmadi, 1991). Kandungan karbohidrat juga berpengaruh terhadap
warna madu. Perubahan warna madu dapat disebabkan oleh reaksi mailard antara
nitrogen amino dan gula pereduksi atau oleh kombinasi polifenol dengan zat besi,
maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam ataupun terjadinya
karamelisasi (Sihombing, 2005).
Madu mengandung berbagai gula pereduksi sehingga bila disimpan lama
akan mengalami perubahan. Bila madu disimpan dua tahun di tempat bersuhu kamar,
maltosa akan meningkat mencapai 69%, dan glukosa serta fruktosa turun mencapai
86% dari aslinya. Perubahan fraksi karbohidrat pertama yang terjadi selama
penyimpanan madu adalah peningkatan kadar disakarida pereduksi (maltosa) akibat
penggabungan monosakarida pereduksi (glukosa dan fruktosa). Perubahan
selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat berantai
panjang (oligosakarida) (White, 1979). Penyebabnya antara lain adalah suhu
penyimpanan dan kadar air madu (Sihombing, 2005).
Gula atau karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan
oksigen (O), kadang-kang juga nitrogen (N). Heksosa merupakan contoh karbohidrat
sederhana, misalnya fruktosa, galaktosa, glukosa dan sebagainya. Glukosa dan
fruktosa masing-masing memiliki rumus molekul C6H12O6, tetapi masing-masing
dibedakan oleh posisi gugusan hidroksil (-OH) disekeliling cincin. Perbedaan posisi
gugus-gugus hidroksil tersebut di antaranya mempengaruhi sifat-sifat kelarutan,
kemanisan dan mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentuSukrosa, glukosa,
7
fruktosa, dan madu semuanya dapat dipakai dalam berbagai teknik pengawetan
bahan pangan (Winarno, 1997).
Gula banyak digunakan dalam pengawetan buah-buahan dan sayuran serta
sebagai bumbu untuk produk daging. Produk yang dilapisi gula dan sirup biasanya
untuk produksi dalam kaleng. Daya larut yang tinggi dari gula, kemampuan
mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (RH) dan daya mengikat air adalah
sifat-sifat yang menyebabkan gula sering dipakai dalam pengawetan bahan pangan
(Buckle et al., 1987). Jackson (1995) menyatakan bahwa tingkat kelarutan gula ke
dalam air yang bersuhu 22 27 oC (suhu ruang) yaitu 72%, tingkat kelarutan gula
akan meningkat menjadi 83% pada suhu 100 oC. Menurut Vail et al. (1978), apabila
gula dipanaskan maka akan melebur (berubah menjadi bentuk cair) pada suhu sekitar
160 oC, dan pada suhu sekitar 170 oC terjadi karamelisasi.
Jika gula dipanaskan sederet reaksi akan terjadi yang pada akhirnya
membentuk karamel. Tahap awal deretan reaksi ini adalah pembentukan gula
anhidro. Karamelisasi sukrosa memerlukan suhu sekitar 200 oC. Pada suhu 160 oC,
sukrosa meleleh dan membentuk anhidrida glukosan dan anhidrida fruktosa. pada
200 oC, urutan reaksi terdiri atas tiga tahap yang jelas terpisah waktunya. Tahap
pertama memerlukan pemanasan 35 menit dan kehilangan bobot 4,5%, sesuai dengan
kehilangan satu molekul air per molekul sukrosa. Setelah dipanaskan lebih lanjut
selama 55 menit, kehilangan bobot menjadi 9% dan pigmen yang terbentuk disebut
karamelan. Pemanasan lebih lanjut lagi selama 55 menit menyebabkan terbentuknya
karamelen. Seyawa ini sesuai dengan kehilangan berat 14%, yang kira-kira 8
molekul air per 3 molekul sukrosa. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan
pembentukan pigmen sangat gelap yang hampir tidak larut, bahan ini disebut
karamelin (deMan, 1997).
8
manis. Daya larut sukrosa sebesar 67,1% dalam suhu 20 oC, dan 72,4% dalam suhu
50 oC (Buckle et al., 1987).
Fruktosa. Fruktosa dikenal juga dengan nama gula buah, banyak terdapat pada
buah-buahan. Fruktosa merupakan molekul yang mengandung gugus hidroksil dan
gugus karbonil keton pada C-2 dari rantai enam karbon. Fruktosa adalah karbohidrat
sederhana berupa monosakarida yang memiliki rasa manis yang tinggi bila
dibandingkan dengan sukrosa dan glukosa. Menurut Irawan (2007), fruktosa adalah
gula yang memiliki rasa paling manis. Kemanisan relatif berbagai gula secara
berurutan dari yang paling manis adalah fruktosa, sukrosa, glukosa, maltosa,
galaktosa dan laktosa (Gaman dan Sherrington, 1992). Fruktosa lebih mudah larut
dibandingkan glukosa (White, 1992). Fruktosa memiliki daya larut sebesar 80% pada
suhu 20 oC, dan naik menjadi 90% pada suhu 60 oC (Shallenberger dan Birch, 1975).
Protein
Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan
buih pada madu (Sukartiko, 1986). Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan
terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih
panjang. Dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau
film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan
membentuk gelembung. Pembentukan lapisan mono layer kedua dilanjutkan di
sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari
gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan.
Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi
(pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan
9
pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWatters, 1981). Krell (1996)
menambahkan bahwa bersama-sama dengan kekentalan, tegangan permukaan
berperan dalam membentuk karakteristik buih pada madu. Pengocokan pada saat uji
buih menurunkan tegangan permukaan madu dan dengan adanya kandungan protein
dalam madu maka terbentuklah buih. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) buih yang
tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau
surfaktan.
Nilai pH
Madu bersifat asam dengan pH 3,2-4-5. Nilai pH madu yang rendah ini
mendekati pH cuka, tetapi kandungan gula yang tinggi membuat madu terasa manis,
bukan kecut seperti cuka (Mathenson, 1984). Cita rasa (flavor) dan aroma madu
sebagian disumbang oleh asam-asam yang dikandungnya. Aroma madu disebabkan
adanya senyawa asam-asam terbang (volatile acids) yakni formaldehida,
asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil. Keasaman madu ditentukan oleh
disosiasi ion hidrogen dalam larutan air, namun sebagian besar juga oleh kandungan
pelbagai mineral (antara lain Ca, Na, K). Madu yang kaya akan mineral, pH-nya
akan tinggi. Asam yang terdapat pada madu antara lain asam asetat, butirat, format,
glukonat, laktat, malat, maleat, oksalat, piroglutamat, sitrat, suksinat, glikolat, -
ketoglutaral, piruvat, 3-fosfogliserat, -gliserofaosfat dan glukose-6-fosfat. Rasa
madu disebabkan oleh kandungan gula, dan asam organik seperti asam glukonat dan
prolin, pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab
rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi tumbuhan sumber nektar
(Sihombing, 2005).
Madu dapat menjadi agen antimikroba. Hal tersebut disebabkan kandungan
gulanya yang tinggi, pH madu yang relatif asam, dan kandungan proteinnya yang
rendah. Dengan demikian madu dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk
pertumbuhan mikroba dan dapat menghalangi pertumbuhan bakteri (National Honey
Board, 1997).
10
piridoksin (B6), asam pantotenat, niasin dan asam askorbat, vitamin-vitamin lain
seperti biotin, asam folat, kholin, dan asetil kholin terdapat juga dalam madu.
Vitamin larut lemak seperti vitamin K juga ditemukan. Kandungan mineral pada
madu juga mempengaruhi warna yang ditunjukkan madu, semakin banyak
kandungan mineral seperti Fe, Mg, dan K maka warna madu akan semakin gelap
(Sihombing, 2005). Mineral yang terkandung di dalam madu yang terpenting ialah
Na, Ca, Mg, Cu, Al, Mn, Fe, K dan P (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980).
Zat penyebab warna madu sebagian besar belum diketahui, namun ada yang
menduga terdiri dari fraksi yang larut air dan larut lemak. Pada madu berwarna cerah
warna oleh zat larut air lebih sedikit dari yang larut lemak. Ada juga yang menduga
oleh pelbagai senyawa polifenol, terutama pada madu berwarna pekat. Oksidasi yang
berlangsung akan zat-zat ini akan semakin menimbulkan warna. Warna yang timbul
pada madu yang tersimpan lama disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor,
misalnya gabungan tannat dan polifenol lain-lain dengan zat besi dari kemasan atau
alat pengolah, reaksi dari gula tereduksi dengan senyawa mengandung nitrogen
amino (asam amino, polipeptida, protein), ketidakstabilan fruktosa dalam larutan
asam (karamelisasi). Madu cerah hampir tak mengandung tirosin dan triptofan,
sedang pada madu berwarna pekat hal sebaliknya yang terdapat (Sihombing, 2005).
Gelatin
Gelatin adalah pangan protein yang didapat dari sumber ternak, tetapi
proteinnya mempunyai nilai biologis yang rendah karena kurangnya empat asam
amino essensial yaitu triptophan, threonin, methionin dan isoleusin (Huges dan
Bennion, 1970). Pada industri pangan, gelatin merupakan hidrokoloid atau polimer
larut air yang berfungsi sebagai pembentuk gel, bahan pengental, penjernih dan
pemantap emulsi (Imeson, 1992). Gelatin juga memiliki sifat perekat sehingga
sering digunakan sebagai lem pada industri farmasi (Ali, 2009). Fungsi gelatin
sebagai pembentuk gel yaitu mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau
mengubah bentuk sol menjadi gel. Menurut Vail et al., (1978), gelatin akan kembali
menjadi sol bila dipanaskan, karena pecahnya agregrat molekul yang kemudian
membentuk disperse koloid makromolekuler. Salah satu sifat gelatin adalah mudah
dilarutkan pada air hangat. Protein ini didapat dari kolagen tulang atau kulit sapi
(gelatin tipe B) atau kolagen kulit babi (gelatin tipe A). Pada proses ekstrasinya
11
gelatin tipe B menggunakan basa dan tipe A menggunakan asam (Igoe dan Hui,
1996). Nilai pH dari gelatin bervariasi 3,8 sampai 6,0 untuk gelatin tipe B dan
kisaran 5 sampai 7,1 untuk gelatin tipe A (Tourtellote, 1980).
Tepung Sagu
Sifat fisik dan komposisi kimia pati sagu memiliki sifat yang tergantung pada
panjang rantai karbonnya dan bercabang atau lurusnya rantai molekulnya. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
dengan amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai
stuktur lurus dengan ikatan -1,4-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai
rantai cabang dengan ikatan -1,6-D-glukosa. Pati sagu mengandung 27% amilosa
dan 73% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi sifat
kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilosa, maka pati
makin bersifat kering dan kurang lengket cenderung menyerap air lebih banyak
sedangkan semakin tinggi kandungan amilopektin maka pati akan bersifat tidak
kering dan lengket (Wirakartakusumah et al, 1984). Amilosa dengan iodin akan
membentuk kompleks biru, sedangkan amilopektin dengan iodin akan membentuk
warna merah ungu (Mustahib, 2011).
Pada proses gelatinisasi pati, energi panas akan melemahkan ikatan H
sehingga air akan terserap, meyusup diantara molekul-molekulnya. Jika suspensi pati
dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai
membesar. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60 oC sampai 80 oC. Granula-
granula dapat membesar hingga volumenya lima kali lipat dari volume semula.
Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-
kira 85 oC granula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di
sekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran
pati atau air menjadi semakin kental (Gaman dan Sherrington, 1992).
12
tekstur, dan sering digunakan untuk melengkapi sifat hidrokoloid lainnya. Nilai pH
CMC berkisar antara 6 sampai 8 (Hebei, 2011). CMC mudah larut dalam air hangat
atau air dingin (Masfufatun, 2009). Hal tersebut disebabkan CMC memiliki daya
mengikat air yang tinggi. CMC mampu mengikat air dan membentuk struktur gel
dalam air yang kemudian meningkatkan viskositas (Arbuckle dan Marshall, 1996).
Soda Kue
Nama lain dari soda kue adalah natrium hidrogen karbonat, natrium
bikarbonat, atau bikarbonat soda. Larutan soda kue dalam air bersifat basa lemah.
Senyawa ini membantu menetralkan asam dalam tubuh manusia (menetralkan asam
lambung) (Wahyudi, 2010). Soda kue bersifat basa. Soda Kue akan mengeluarkan
gelembung udara jika bertemu dengan cairan dan bahan yang sifatnya asam (buah-
buahan, yoghurt, madu, buttermilk, coklat, dan lain-lain). Soda kue biasa digunakan
pada adonan kue atau bahan pangan yang bersifat asam (Riana, 2005).
Semut
Sleigh (2003), menyatakan bahwa semut merupakan serangga berkoloni,
ketika daerahnya didatangi oleh koloni semut lain maka semut akan menunjukkan
sifat agresif untuk mempertahankan daerahnya. Semut dapat melawan koloni lain
untuk mendapatkan makanan. Menurut Newman dan Dalton (1967), sulit untuk
mengkategorikan semut berdasarkan makanannya. Semut memakan protein dan
karbohidrat yang bervariasi. Sebagian semut adalah vegetarian pemakan nektar, dan
sebagian lainnya memakan makanan yang kecil dari hewan atau serangga lain yang
telah mati. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah madu, serangga yang
telah mati dipotong dalam ukuran kecil dan dibawa ke sarang, sedangkan gula atau
makanan cair lainnya disimpan dalam swollen crops di dalam perutnya kemudian
didistribusikan ke sarang dari mulut ke mulut.
Madu Palsu
Madu palsu atau madu tiruan adalah semua bahan makanan yang memakai
nama madu namun tidak diolah atau tidak dihasilkan oleh lebah (Sumoprastowo dan
Suprapto, 1980). Pemalsuan madu dapat digolongkan menjadi tiga modus yaitu
pemalsuan volume, pemalsuan mutu, dan pemalsuan menyeluruh. Pemalsuan volume
dilakukan dengan cara meningkatkan volume madu dengan ditambah bahan lain
13
seperti fruktosa, glukosa, sirup dan bahan pengental. Pemalsuan mutu biasanya
dilakukan dengan memodifikasi kadar air. Pemalsuan menyeluruh yakni madu yang
dibuat tanpa menggunakan madu asli sebagai bahan utama, biasanya menggunakan
campuran sagu, gula pasir dan pewarna. Madu palsu tidak memiliki kandungan
enzim, dan juga tidak memiliki kandungan vitamin mineral yang sama dengan
kandungan madu asli (Harli, 2001).
15
MATERI DAN METODE
Materi
Bahan utama yang digunakan adalah madu kapuk asli yang diperoleh dari
Pasuruan, Jawa Timur. Madu tersebut diproduksi dan dipanen pada musim hujan.
Bahan untuk madu palsu dan campurannya antara lain sukrosa, fruktosa, glukosa,
Carboxy Methyl Cellulose (CMC), gelatin, air, pewarna makanan (warna coklat),
sagu dan soda kue. Bahan yang digunakan untuk pengujian yaitu semut, ikan mentah
(bibit ikan mas), larutan iod, akuades, larutan tepung jagung, feroksianida, seng
asetat, natrium bisulfit (NaHSO3) 0,2% dan 0,1%, serta asetonitril dan air yang telah
disaring dengan membran 0,45 mm.
Alat yang digunakan dalam pembuatan madu adalah timbangan, gelas ukur,
kompor, panci, mangkuk besar, botol dan corong. Alat yang digunakan untuk uji
pemalsuan adalah plastik, nampan, gunting, gelas, sendok, lilin, korek api, lap, piring
putih, botol kaca kecil, gelas ukur, pipet tetes, gelas plastik dan karet. Alat yang
digunakan untuk analisis kimia adalah refraktometer, pH meter digital,
spektrofotometer, labu ukur, timbangan digital, pipet volumetrik 5 dan 10 ml,
Erlenmeyer, kertas saring abu, penyumbat, tabung reaksi, penutup tabung reaksi,
pengaduk vortex dan gelas piala. Alat yang digunakan untuk pengukuran kadar gula
adalah instrument HPLC (High Performance Liquid Cromatography), colom CLC-
NH2 (M) (4,6 x 250 mm), membrane 0,2 dan 0,45, detector RID-10A (Reaktif Index
Bias), Syringe 100 mikro liter, dan loop injector 20 mikro liter.
16
Prosedur
Penelitian ini dibagi tiga tahapan yakni : (1) Pembuatan madu palsu, (2) Uji
pemalsuan madu, dan (3) Uji Kimia.
Madu asli. Madu asli yang digunakan adalah madu kapuk. Madu asli ini diproduksi
pada musim hujan sehingga kadar air saat panen cukup tinggi yakni sebesar 23%.
Madu asli untuk diuji disiapkan sebanyak 2 kg, dan madu asli juga digunakan untuk
membuat madu palsu. Madu asli disimpan pada suhu ruang.
Madu sukrosa (MS). Madu sukrosa merupakan madu palsu yang terdiri dari
campuran madu asli dan sukrosa. Sukrosa yang digunakan berbentuk kristal. Sukrosa
dilarutkan dengan cara dipanaskan dengan air. Kadar air sukrosa dikondisikan
mencapai 23%, jika kadar air di atas 23% maka sukrosa dipanaskan kembali dan jika
kurang dari 23% ditambahkan air. Sukrosa berkadar air 23% dibiarkan agar suhunya
turun mencapai suhu ruang, kemudian dilakukan pencampuran dengan madu asli
dengan komposisi 1 : 1, yakni madu asli 1 kg dicampur dengan sukrosa 1 kg.
Madu fruktosa (MF). Madu fruktosa merupakan madu palsu yang terdiri dari
campuran madu asli dan fruktosa. Fruktosa yang digunakan berbentuk cair dan
berkadar air 24%. Fruktosa dikondisikan berkadar air 23% dengan cara dipanaskan.
Fruktosa yang sudah berkadar air 23% didiamkan dingin sampai mencapai suhu
ruang, kemudian dicampurkan dengan madu asli dengan komposisi 1 : 1, yakni madu
asli 1 kg dicampur dengan fruktosa sebanyak 1 kg.
17
Madu glukosa (MG). Madu Glukosa adalah madu palsu yang terdiri dari campuran
madu asli dengan glukosa. Glukosa yang digunakan berbentuk cair dengan kadar air
25%. Glukosa dikondisikan berkadar air 23% dengan dipanaskan. Glukosa yang
sudah berkadar air 23% didiamkan dingin sampai mencapai suhu ruang, kemudian
dicampurkan dengan madu asli dengan komposisi 1 : 1, yakni madu asli 1 kg
dicampur dengan glukosa sebanyak 1 kg.
Madu CMC (MC). Madu CMC adalah madu palsu yang terdiri dari campuran madu
asli dengan larutan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) sebagai pengental. CMC yang
digunakan berbentuk serbuk, sehingga harus dilarutkan dalam air panas kemudian
diaduk hingga mengental secara merata. Komposisi pembuatan larutan CMC adalah
50 g CMC dan 1600 g air (97% air dan 3% CMC), dengan komposisi ini CMC
secara fisik sudah mirip dengan kekentalan madu asli. Madu asli dan larutan CMC
dicampurkan pada suhu ruang, kemudian dilakukan pengocokan dengan mixer agar
CMC dapat bercampur rata dengan madu. Komposisi pencampuran madu asli dan
CMC adalah 3 : 2, yakni 1,2 kg madu asli dicampur dengan 0,8 kg larutan CMC.
Kadar air madu CMC tidak dikondisikan 23% karena adanya bahan pengental yang
mengikat air sehingga menyebabkan kadar air tinggi dan sulit untuk diturunkan, akan
tetapi penampilan fisik madu CMC sudah serupa dengan madu asli.
Madu gelatin (MGel). Madu gelatin merupakan madu palsu yang terdiri dari
campuran madu asli dengan gelatin. Gelatin yang digunakan berbentuk kristal.
Kristal gelatin dilarutkan dalam air panas. Komposisi pembuatan gelatin cair adalah
200 g gelatin dan 1600 g air (89% air dan 11% gelatin), dengan komposisi ini gelatin
secara fisik sudah mirip dengan kekentalan madu asli. Kadar air tidak dikondisikan
23% karena sifat gelatin sebagai pengental yang tidak dapat dikondisikan berkadar
air 23% dengan kekentalan yang sama dengan madu asli. Madu asli dan gelatin
dicampurkan pada suhu ruang. Komposisi pencampuran madu asli dan gelatin adalah
3 : 2, yakni 1,2 kg madu asli dicampur dengan 0,8 kg larutan gelatin.
Madu sagu dan sukrosa (MSS). Resep madu palsu ini didapatkan dari hasil
penelusuran informasi tim Investigasi Trans TV (Tanggal 12 Desember 2009 pukul
17.00 18.00 WIB). Sagu sebanyak 50 g dicampur dengan 1200 g air (96% air dan
4% sagu) kemudian dipanaskan. Gula pasir sebanyak 1400 g dipanaskan dengan air
18
sebanyak 600 g (70% gula pasir dan 30% air). Kemudian gula yang sudah cair
dicampur dengan sagu yang telah dikentalkan. Campuran gula dan sagu dipanaskan
dan ditambahkan pewarna coklat sebanyak 5 ml, dan soda kue 50 g untuk
memberikan buih, kemudian diaduk-aduk dan dibiarkan dingin serta ditambahkan 50
g madu asli untuk membantu memberikan aroma. Kadar air madu palsu tidak
dikondisikan 23% karena adanya bahan pengental yakni sagu, akan tetapi secara fisik
madu palsu ini sudah mirip dengan madu asli.
Uji keruh. Madu sebanyak 10 g dicampur dengan 200 ml air dalam gelas kaca
bening, kemudian diaduk hingga tercampur secara merata. Sampel yang telah
dicampur dengan air diamati berwarna keruh atau tidak. Kertas berwarna putih
diletakkan dibelakang gelas agar lebih mudah diamati. Cara uji pemalsuan dengan uji
keruh dapat dilihat pada Gambar 5.
Uji buih. Sebanyak 15 g sampel dimasukkan ke dalam botol kecil dan dikocok
secara vertikal sebanyak sepuluh kali kemudian didiamkan selama 5 menit. Setelah
itu diamati, apakah masih terdapat buih atau buih sudah hilang.
20
Uji pemanasan. Sampel madu dituangkan pada sendok makan (sekitar bagian),
kemudian dipanaskan selama 40 detik di atas lilin yang menyala dengan jarak 1 cm.
Sampel madu diamati ketika telah berbuih, apakah buih meluber keluar dari sendok
atau tidak. Cara pengujian madu palsu dengan uji pemanasan dapat dilihat pada
Gambar 6.
Uji tarik. Sampel madu dari uji pemanasan didiamkan selama 60 detik. Lidi
dicelupkan ke dalam madu dan ditarik secara vertikal sejauh 10 cm. Sampel diamati
apakah ketika ditarik membentuk benang tipis atau tidak. Cara pengujian madu palsu
dengan menggunakan uji tarik dapat dilihat pada Gambar 7.
Uji lengket. Sampel madu dari uji pemanasan didiamkan selama 60 detik,
selanjutnya sampel diambil sedikit dengan ibu jari dan jari telunjuk. Sampel diamati
dengan seksama, dan dirasakan dengan indra peraba apakah terasa lengket atau kalis.
Uji segi enam. Sebanyak 10 g madu dimasukkan ke dalam piring keramik putih,
kemudian secara perlahan dimasukkan 100 ml air, sampai madu tenggelam.
Selanjutnya piring diputar membentuk angka delapan sebanyak 5 kali. Sampel madu
dalam piring diamati, apakah membentuk gambaran segi enam (seperti sarang lebah)
21
atau tidak. Cara pengujian dengan menggunakan uji segi enam dapat dilihat pada
Gambar 8.
Uji ikan mentah. Satu ekor anak ikan yang masih segar dengan berat sekitar 15 g
dimasukkan ke dalam gelas kemudian dituangkan 50 g madu sampai ikan tenggelam.
Gelas ditutup plastik dan diikat dengan karet, kemudian disimpan selama 2 minggu
pada suhu kamar. Setelah 2 minggu ikan diamati keadaanya, apakah berkerut dan
kaku atau lembek dan hancur. Cara pengujian madu palsu dengan menggunakan uji
ikan mentah dapat dilihat pada Gambar 9.
22
Uji iod (Nesta, 2008). Pengujian dengan iod dilakukan dengan cara mencampurkan
20 g madu dengan 5 ml larutan tepung maizena (sebanyak 5 g tepung maizena
dilarutkan dalam 200 ml air) kemudian diaduk. Tahap selanjutnya campuran tersebut
ditetesi larutan iod sebanyak 3 tetes kemudian diaduk dan diamati, apakah larutan
tersebut menjadi berwarna ungu (biru kemerahan) atau tidak. Cara pengujian madu
palsu dengan menggunakan uji iod dapat dilihat pada Gambar 10.
Uji Kimia
Uji kimia yang dilakukan yakni pengukuran nilai pH, kadar air, kadar HMF
(Hidroksimetilfurfural) dan kadar gula madu (sukrosa, fruktosa dan glukosa).
Nilai pH. Nilai pH diukur dengan pH-meter digital SCHOTT dengan ketelitian
empat angka di belakang koma. Ujung sensor pH meter dikalibrasi dengan akuades
kemudian dilap dan dikeringkan dengan tisu. Ujung sensor pH meter dimasukkan ke
dalam sampel madu, kemudian dibiarkan sampai nilai pH stabil. Ujung sensor pH
meter dibersihkan dengan akuades dan dikeringkan lagi dengan tisu, kemudian
dicelupkan kembali dalam akuades. Pengukuran nilai pH dilakukan sebanyak 5 kali
ulangan.
Kadar air. Kadar air diukur dengan alat refraktometer ATAGO (berskala 10% -
40%). Sampel madu diteteskan ke dalam refraktometer dan kemudian kadar air
dibaca dengan cara meneropong refraktometer. Refraktometer dibersihkan dengan
akuades dan tisu setelah digunakan. Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak 5 kali
ulangan.
23
Kadar hidroksimetilfurfural (HMF) (Penyederhanaan SNI 01-3545-2004).
Kadar HMF diukur dengan alat Spektrofotometer HP 8453. Spektrofotometer yang
biasa dipakai harus mempunyai panjang gelombang 284 nm dan 336 nm,
mempunyai sel 1 cm. Tahap pertama larutan Carez I (15 g ferosianida
K4 Fe(CN)6.3H2O dilarutkan dengan air dan diencerkan sampai 100 ml) dan larutan
Carez II (30 g seng asetat Zn(CH3COO)2.2H2O dilarutkan dengan air dan diencerkan
sampai 100 ml) dipersiapkan. Sebanyak lima gram sampel madu ditimbang dalam
labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai larutan dalam labu ukur
mencapai kurang lebih 25 ml. Sebanyak 0,5 ml larutan Carez I ditambahkan ke
dalam labu ukur kemudian diaduk. Tahap selanjutnya larutan Carez II ditambahkan
ke dalam labu ukur kemudian diaduk kembali. Volume campuran ditepatkan hingga
tanda tera dengan akuades, kemudian disaring dengan kertas saring abu.
Filtrat hasil penyaringan dipipet 5 ml ke dalam dua tabung reaksi berukuran
18 x 100 mm. Tabung pertama ditambahkan 5 ml akuades, sedangkan tabung kedua
(pembanding) ditambahkan 5 ml NaHSO3 0,2%. Campuran diaduk rata dengan
menggunakan pengaduk vortex. Tahap berikutnya sampel diukur absorbannya
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 284 nm dan 336
nm dengan sel satu cm. Apabila absorbansi di atas 0,6 larutan sampel diencerkan lagi
dengan akuades, sedangkan larutan pembanding diencerkan dengan cara sama
dengan menggunakan larutan NaHSO3 0,1%. Nilai absorbansi yang diperoleh
dikalikan dengan faktor pengencer sebelum perhitungan.
Perhitungan :
Keterangan :
A284 : Absorbansi pada 284 nm
A336 : Absorbansi pada 336 nm
14,97 : Faktor koreksi
BC : Berat contoh (g)
Kadar gula (Ratnayani et al., 2008). Pengukuran kadar gula dalam madu meliputi
sukrosa, glukosa dan fruktosa menggunakan instrumen HPLC (High Performance
24
Liquid Cromatografi) CTO-20A. Uji gula dilakukan dengan tiga tahapan yakni
stabilisasi alat (HPLC), penyuntikan standar, dan penyuntikan sampel dengan syringe
100F-LC. Stabilisasi alat dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak (25% air dan
75% acetonitril) dalam instrumen HPLC selama satu jam.
Tahap selanjutnya adalah penyuntikan standar. Standar yang digunakan
adalah sukrosa, fruktosa, dan glukosa murni. Sebanyak 10 gram sampel dari masing-
masing standar dilarutkan dalam 100 ml air (air bebas ion yang telah disaring dengan
membran 0,45 mikrometer). Selanjutnya 10 ml hasil larutan diambil disaring dengan
membran 0,2 mikrometer. Sampel yang telah disaring diambil dengan menggunakan
syringe gelas sebanyak 100 mikroliter kemudian disuntikkan pada HPLC dan
diamkan agar tekanan pada HPLC stabil (pada pengukuran ini tekanan berada pada
75 kgF). Pada saat tekanan telah stabil kembali, semua kandungan standar telah
keluar dalam bentuk grafik (telihat dalam monitor). Pada penelitian ini, semua
kandungan standar fruktosa, sukrosa dan glukosa sudah keluar sebelum 16 menit.
Berdasarkan penyuntikan standar diketahui bahwa puncak fruktosa akan keluar
kurang lebih pada menit ke 7 lebih 24 detik, kemudian puncak glukosa keluar pada
menit ke 8 lebih 30 detik, dan puncak sukrosa keluar pada menit ke 11 lebih 30 detik.
Setelah HPLC distandarisasi untuk pengujian sukrosa, glukosa dan fruktosa,
dilakukan penyuntikan sampel madu. Semua sampel madu diencerkan dengan cara
satu gram madu diencerkan dalam 10 ml air (yang telah disaring dengan membran
0,45 mikrometer). Sampel yang telah diencerkan diambil dengan syringe gelas
sebanyak 100 mikroliter dan disuntikkan dalam HPLC. Sebelumnya sampel madu
diukur terlebih dahulu berat jenisnya untuk data perhitungan kadar gula. Puncak atau
grafik fruktosa, glukosa dan sukrosa akan keluar dan kemudian dihitung
konsentrasinya dalam persen dengan rumus :
Luas grafik daerah sampel Berat jenis
Konsentrasi gula = x x 100%
Luas grafik daerah standar Bobot sampel
Analisis Data
Data yang didapatkan adalah hasil uji pemalsuan madu dengan 10 uji (uji
semut, uji larut, uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji segi
enam, uji iod dan uji ikan mentah), serta data dari hasil uji kimia (nilai pH, kadar air,
25
kadar HMF dan kadar gula). Data hasil uji kimia digunakan untuk mendukung hasil
uji pemalsuan madu. Hasil uji pemalsuan madu diolah dengan dibuat persentase
untuk mengetahui efektivitas masing-masing uji. Semakin tinggi nilai persentase
suatu uji maka semakin efektif uji tersebut. Persentase hasil uji pemalsuan madu
dihitung dengan rumus :
a
Persentase hasil uji = x 100%
20
Keterangan :
a : Jumlah keberhasilan uji
20 : Banyaknya ulangan dalam satu perlakuan
Data terdiri dari 10 perlakuan (uji pemalsuan madu yaitu uji semut, uji larut,
uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji segi enam, uji iod, dan uji
ikan mentah) dan 3 kelompok sampel yakni, madu yang dipalsukan dengan
penambahan gula (rataan dari MS, MF, dan MG), dipalsukan dengan penambahan
pengental (rataan MC dan MGel) serta dipalsukan secara menyeluruh (MSS). Data
yang didapatkan tidak memenuhi syarat kehomogenan sehingga ditransformasi
dengan model ln(X+100), dimana X adalah data yang diamati. Data kemudian diuji
ANOVA menggunakan RAK dan diuji dengan uji lanjut Duncan. Model rancangan
acak kelompok (RAK) yang digunakan adalah sebagai berikut (Gasperz, 1991).
Yij = + Kj + Pi + ij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan persentase efektivitas pada sampel madu palsu yang
berbeda.
= Nilai tengah umum persentase efektivitas uji pemalsuan madu ke-i pada
kelompok sampel madu palsu ke-j.
Kj = Pengaruh kelompok sampel madu palsu ke-j.
Pi = Pengaruh taraf perlakuan uji pemalsuan ke-i.
ij = Pengaruh galat percobaan dari uji pemalsuan madu.
Pada uji lanjut Duncan, uji terbaik adalah uji pemalsuan madu yang memiliki
nilai rataan tertinggi. Uji pemalsuan madu yang memiliki subskrip A dinyatakan
sangat efektif, subskrip AB dinyatakan efektif, subskrip ABC dinyatakan cukup
efektif, subskrip BC dinyatakan tidak efektif, dan subskrip C dinyatakan sangat tidak
26
efektif. Kelompok sampel madu palsu yang memiliki nilai rataan tertinggi pada uji
Duncan dinyatakan sebagai sampel yang paling mudah dideteksi kepalsuannya.
Kelompok sampel yang memiliki subskrip A dinyatakan paling mudah dideteksi,
subskrip AB dinyatakan cukup mudah dideteksi, dan subskrip B dinyatakan tidak
mudah dideteksi.
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
28
pemalsuan menyeluruh yakni madu sagu dan sukrosa (MSS). Secara fisik semua
jenis madu palsu yang digunakan dalam penelitian ini cenderung sama. Penampilan
fisik madu asli dan madu palsu yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11. Sampel Madu Asli dan Madu Palsu (secara berurutan dari samping kiri : Madu
Gelatin (MGel), Madu Sagu dan Sukrosa (MSS), Madu Fruktosa (MF), Madu
Glukosa (MG), Madu CMC (MC), Madu Sukrosa (MS), dan Madu Asli).
{{{{
Madu asli dan palsu memiliki kesamaan secara fisik dilihat dari warna, rasa,
aroma dan kekentalan. Warna madu asli dan semua sampel madu palsu cenderung
sama. Warna masing-masing madu palsu terdapat dalam Tabel 3.
Madu Warna
Madu Asli Coklat kekuningan
Madu Sukrosa (MS) Coklat kekuningan lebih jernih
Madu Fruktosa (MF) Coklat kekuningan lebih jernih
Madu Glukosa (MG) Coklat kekuningan lebih jernih
Madu CMC (MC) Kuning terang
Madu Gelatin (MGel) Coklat kekuningan keruh
Madu Sagu dan Sukrosa (MSS) Coklat kemerahan
29
Tidak adanya standar untuk warna madu asli menyebabkan sulitnya
membedakan madu asli dan palsu berdasarkan warna. Standar untuk warna madu
tidak ditentukan, karena madu memiliki warna yang berbeda-beda sesuai dengan
jenis nektar yang menyusunnya. Sihombing (2005) menyatakan bahwa warna madu
asli juga ditentukan oleh kandungan mineral madu, semakin tinggi mineralnya maka
warna madu semakin gelap. Sukrosa, fruktosa, glukosa dan CMC tidak berwarna
atau bening sehingga campuran madu asli dengan bahan-bahan tersebut terlihat lebih
terang warnanya. Gelatin berwarna kuning sehingga MGel memiliki warna yang
tidak jauh berbeda dengan madu asli. Madu palsu MSS berwarna coklat kemerahan
karena ditambahkan pewarna coklat kemerahan.
Berdasarkan aroma yang dihasilkan, semua sampel madu memiliki aroma
tersendiri. Aroma semua sampel madu dapat dilihat pada Tabel 4.
Madu Aroma
Madu Asli Harum segar khas madu
Madu Sukrosa (MS) Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu Fruktosa (MF) Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu Glukosa (MG) Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu CMC (MC) Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu Gelatin (MGel) Harum khas gelatin
Madu Sagu dan Sukrosa (MSS) Harum soda kue
Madu asli memiliki aroma yang segar dan harum khas madu. Aroma madu
disebabkan adanya senyawa asam lemak terbang (volatile acids) yakni formaldehida,
asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil (Sihombing, 2005). MG, MF, MS,
dan MC pun memiliki aroma yang hampir sama dengan madu asli, tetapi tidak terlalu
tajam. Sukrosa, fruktosa, glukosa dan CMC cenderung tidak memiliki aroma
sehingga aroma yang dihasilkan madu palsu tersebut tidak terlalu tajam. MGel
memiliki aroma menyengat yang berbeda dari madu asli. Gelatin yang digunakan
memiliki bau khas gelatin yang cukup menyengat. Gelatin terbuat dari kolagen kulit
hewan (Tourtellote, 1980). Bahan yang menyusun gelatin yakni kolagen atau kulit
hewan yang membuat gelatin memiliki aroma khas. Aroma gelatin terasa lebih
30
dominan daripada aroma madu asli sehingga aroma madu gelatin lebih menyengat
dibandingkan madu palsu lainnya. MSS juga memiliki aroma yang tidak sama seperti
madu asli, aroma yang tercium seperti aroma soda kue. Hal ini disebabkan MSS
diberi tambahan soda kue agar memiliki aroma dan berbuih.
Kekentalan semua sampel madu sama, akan tetapi MGel jika didiamkan lebih
dari 12 jam pada suhu ruang akan membentuk gel, sehingga harus dipanaskan
terlebih dahulu apabila ingin diuji. Viskositas yang cenderung sama menyulitkan
konsumen untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Berdasarkan Mey (2010),
viskositas sendiri adalah sebuah ukuran penolakan cairan terhadap perubahan bentuk
di bawah tekanan shear, dapat juga dikatakan kekentalan atau penolakan tehadap
penuangan. Hal yang mempengaruhi viskositas yaitu suhu dan sifat fisik serta kimia
suatu fluida.
Berdasarkan rasa, madu asli dan semua sampel madu palsu memiliki rasa
tersendiri. Rasa masing-masing sampel madu terdapat dalam Tabel 5.
Secara subjektif dapat dikatakan bahwa madu asli (madu kapuk) memiliki
rasa manis dan asam. Rasa madu disebabkan oleh kandungan gula, dan asam organik
seperti asam glukonat dan prolin. Pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung
banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas
bagi tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005). MF memiliki rasa manis yang
sangat menyengat daripada MS dan MG. Hal ini disebabkan fruktosa memiliki
kemanisan relatif yang lebih tinggi dibandingkan glukosa dan sukrosa. Kemanisan
relatif berbagai gula secara berurutan dari yang paling manis adalah fruktosa,
31
sukrosa, glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa (Gaman dan Sherrington, 1992). MS
dan MG memiliki rasa manis seperti gula dan terasa sedikit asam. MC dan MGel
memiliki rasa yang tidak terlalu manis dan terasa lengket di mulut, sedangkan MSS
memiliki rasa manis seperti gula pasir dan juga terasa agak lengket di mulut.
Lengketnya MC, MGel, dan MSS karena gelatin, CMC, dan sagu merupakan bahan
yang bersifat lengket yang sering digunakan sebagai perekat.
Hasil yang ditunjukkan madu asli terhadap uji semut adalah madu didatangi
oleh semut merah kecil atau semut rumah. Madu bersifat manis karena mengandung
gula-gula sederhana seperti fruktosa, glukosa dan gula lainnya. Adanya kandungan
gula tersebut yang diduga menarik semut merah kecil untuk menghampiri dan
meminum madu. Semut hitam kecil pun sempat mendatangi madu. Semut hitam
kecil datang tidak secara koloni, akan tetapi hanya sendiri kemudian berkeliling di
tempat madu dan sempat meminum madu sebentar selanjutnya pergi. Menurut Sleigh
(2003), semut merupakan serangga berkoloni, ketika daerahnya didatangi oleh koloni
32
semut lain maka semut akan menunjukkan sifat agresif untuk mempertahankan
daerahnya. Semut dapat berselisih dengan koloni lain untuk mendapatkan makanan.
Perginya semut hitam kecil diduga karena semut merah kecil telah lebih dahulu
menguasai daerah madu dan mengusir semut hitam kecil. Semut lain tidak banyak
datang diduga karena gula-gula yang terdapat dalam madu bukan merupakan gula
yang menjadi makanan semut lain. Newman dan Dalton (1967) menyatakan sulit
untuk mengkategorikan semut berdasarkan makanannya. Sebagian semut adalah
vegetarian pemakan sirup nektar, dan sebagian lainnya memakan makanan yang
berasal dari hewan atau serangga lain yang telah mati. Semut memakan protein dan
karbohidrat yang bervariasi. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah
madu.
Respon madu asli pada uji larut adalah madu tidak langsung larut ketika
dituangkan ke dalam gelas yang berisi air bersuhu 35 oC. Kelarutan tergantung pada
suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan dan komposisi
kelarutannya. Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain,
terutama ion-ion dalam campuran tersebut (Winarno, 1997). Rahmani (2004)
menyatakan bahwa kelarutan madu asli rendah disebabkan rheologi asli madu yang
berbentuk kental dengan viskositas tinggi dan adanya komponen-komponen lain
dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein, vitamin dan
mineral yang tidak dimiliki oleh madu palsu.
Madu asli memberikan respon keruh ketika dilakukan uji keruh. Hal tersebut
disebabkan madu mengandung beberapa zat warna. Zat penyebab warna madu
sebagian besar belum diketahui, namun ada yang menduga terdiri dari fraksi yang
larut air dan larut lemak. Pada madu berwarna cerah, zat warna larut air lebih sedikit
dari yang larut lemak. Ada juga yang menduga penyebabnya adalah berbagai
senyawa polifenol, terutama pada madu berwarna pekat (Sihombing, 2005).
Respon yang ditunjukkan madu asli pada uji buih adalah madu berbuih kecil-
kecil dan buihnya tidak cepat hilang. Buih pada madu asli bertahan hingga penelitian
selesai (2 bulan). Buih merupakan emulsi udara dalam cairan (Wasitaatmadja, 1997).
Mekanisme pembentukan buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam
molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Dilanjutkan dengan
proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang
33
terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung.
Pembentukan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti
bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan
berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara
polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya
permukaan film yang diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan
McWatters, 1981). Menurut Sukartiko (1986), protein menyebabkan kecenderungan
membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu. Kandungan protein pada
madu 0,26% (Gojmerac, 1983). Krell (1996) menambahkan bahwa bersama-sama
dengan kekentalan, tegangan permukaan berperan dalam membentuk karakteristik
buih pada madu. Pengocokan pada saat uji buih menurunkan tegangan permukaan
madu dengan adanya kandungan protein dalam madu maka terbentuklah buih.
Berdasarkan Wasitaatmadja (1997), buih yang tidak cepat hilang atau cenderung
stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan. Zat ini terabsorbsi ke daerah
antar-fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu
kestabilan. Surfaktan memiliki sifat mengubah energi permukaan dengan cara
menurunkan tegangan permukaan cairan. Buih yang bertahan lama diduga karena
adanya zat pembuih pada madu asli.
Hasil yang ditunjukkan madu asli ketika dilakukan uji pemanasan terjadi
letupan-letupan gelembung yang kemudian tumpah dari sendok (meluber). Buih atau
gelembung yang timbul akibat pemanasan menunjukkan adanya protein dalam madu
asli. Pada saat dipanaskan kadar air madu berkurang, protein terdenaturasi, dan
terjadi penurunan tegangan permukaan sehingga terbentuk buih yang meletup dan
meluber dari sendok. Terbentuknya buih sampai meluber dari sendok disebabkan
juga oleh kandungan gula pada madu asli. Jika gula dipanaskan sederet reaksi akan
terjadi yang pada akhirnya membentuk karamel (deMan, 1997). Pada proses tersebut
terjadi pengurangan kadar air yang ditunjukkan dengan terbentuknya buih.
Respon madu asli ketika dilakukan uji lengket adalah terasa lengket. Madu
terasa lengket karena madu merupakan larutan jenuh gula, kandungan utama madu
adalah gula-gula seperti fruktosa, glukosa, sukrosa, maltosa dan lain-lain.
Berdasarkan Gojmerac (1983), madu mengandung fruktosa 38,19%, glukosa
34
31,28%, sukrosa 1,31%, dan gula lain 8,81%. Hasil analisis kimia menunjukkan
bahwa madu asli mengandung sukrosa 0%, fruktosa 46,62%, dan glukosa 16,87%.
Hasil lainya yang ditunjukkan madu asli terhadap uji tarik adalah madu tidak
membentuk benang tipis. Tidak terbentuknya benang tipis disebabkan suhu
pemanasan dalam uji ini sekitar 60 oC sehingga pada suhu ini gula-gula dalam madu
leleh, maka bentuk madu cair dan tidak menempel pada lidi ketika ditarik. Menurut
Sihombing (2005), permen madu dapat dilelehkan dengan memanaskan pada suhu
50 oC.
Respon yang diberikan madu asli pada uji segi enam ini adalah madu
membentuk segi enam seperti sarang lebah. Segi enam yang ditunjukkan oleh madu
asli terlihat jelas dan tahan lama. Hal tersebut diduga karena madu terbentuk dalam
sarang lebah yang berbentuk segi enam dan adanya pengaruh dari gelombang air
ketika piring diputar membentuk angka delapan (gaya yang berpengaruh adalah gaya
sentripetal) karena jika putaran dihentikan maka segi enam perlahan-lahan tidak
terlihat kembali. Wulan (2009) menyatakan bahwa terbentuknya segi enam karena
hal tersebut merupakan sifat madu asli. Komunikasi pribadi dengan National Honey
Board United States of America (NHB-USA) menyatakan bahwa penyebab pasti
terbentuknya segi enam oleh madu pada uji segi enam belum diketahui.
Pada uji iod sampel madu ditambahkan pati yaitu larutan tepung maizena.
Pati ditambahkan ke dalam madu kemudian diaduk, setelah tercampur selanjutnya
ditambahkan larutan iod. Larutan iod merupakan indikator untuk mendeteksi
keberadaan pati. Apabila muncul warna ungu (biru dan merah kehitam-hitaman)
maka dapat dikatakan bahwa di dalam madu masih terdapat pati. Pati terdiri dari
amilosa dan amilopektin, dimana amilosa dengan iodin membentuk berwarna
kompleks biru sedangkan amilopektin dengan iodin membentuk warna merah ungu
(Mustahib, 2011). Hal tersebut mengungkapkan bahwa di dalam madu tidak terdapat
enzim invertase dan diastase yang merombak pati menjadi gula. Keberadaan enzim
invertase dan diastase ditandai dengan tidak munculnya warna ungu, yang
mengindikasikan pati telah dirombak oleh enzim mejadi gula-gula yang lebih
sederhana. Sesuai dengan Sihombing (2005) yang menggungkapkan bahwa madu
mengandung dua enzim yang paling mencolok yakni enzim invertase dan diastase.
Enzim tersebut dengan cepat, (sekitar 30 detik) mengubah pati yang ditambahkan ke
35
dalam madu menjadi gula-gula sederhana sehingga ketika iod diteteskan tidak terjadi
perubahan warna. Madu asli memberikan respon tidak berubah warna ketika
dilakukan uji iod karena madu asli mengandung enzim invertase dan diastase yang
berfungsi memecah pati menjadi gula yang sederhana. Diastase berperan dalam
mengubah polisakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (Achmadi, 1991).
Sihombing (2005) menambahkan bahwa enzim invertase akan mengubah sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa.
Hasil yang ditunjukkan oleh madu asli ketika dilakukan uji ikan mentah
adalah ikan berkerut. Hal tersebut disebabkan sifat higroskopis madu. Madu bersifat
higroskopis (mudah menarik air) karena secara alami mengandung konsentrasi gula
yang tinggi (Sihombing, 2005). Kadar air daging ikan emas yang belum mendapat
perlakuan penyimpanan adalah 75,18% (Murniyani et al., 2008), sedangkan kadar air
madu asli 25,08%. Madu akan menarik air dari ikan karena ikan memiliki kadar air
yang lebih tinggi dari madu, sehingga semakin lama kadar air ikan menurun dan ikan
semakin berkerut atau kaku. Kadar air madu yang rendah menyebabkan mikroba
pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya, ditambah lagi madu juga mengandung zat
antimikroba (Molan, 2006). Madu dapat menjadi agen anti mikroba, antara lain
karena kandungan gulanya yang tinggi, sehingga dapat membatasi jumlah air yang
tersedia untuk pertumbuhan mikroba. Nilai pH madu yang rendah berkisar antara
3,2-4-5 dan kandungan protein madu yang rendah sekitar 0,26%, yang dapat
menghalangi pertumbuhan bakteri (National Honey Board, 1997). Menurut Buckle et
al. (1987), bakteri dapat tumbuh pada bahan pangan yang memiliki aktivitas air (aw)
0,95-0,99 dan umumnya mikroorganisme dapat tumbuh pada pH sekitar 5-8. Madu
asli pada penelitian ini memiliki aktivitas air (aw) 0,692, sesuai dengan Graham
(2000) yang menyatakan nilai aw madu berkisar antara 0,5-0,6. Mathenson (1984)
menyatakan bahwa, nilai pH madu berkisar antara 3,2-4-5 sehingga bakteri tidak
dapat tumbuh pada madu asli.
Uji Kimia
Uji kimia pada madu asli dan semua sampel madu palsu juga dilakukan untuk
mendukung hasil uji pemalsuan madu. Uji kimia yang dilakukan adalah pengukuran
nilai pH, kadar air, kadar HMF, dan kadar gula madu. Uji kimia tersebut adalah uji
yang biasa dilakukan untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Badan
36
Standarisasi Indonesia (2004) menyebutkan bahwa kadar air madu yang baik
maksimal 22%, dengan HMF maksimal 50 mg/kg, gula sukrosa maksimal 5% dan
gula pereduksi (dihitung sebagai kadar fruktosa dan glukosa) minimal 65%. Nilai pH
madu berdasarkan Mathenson (1984) berkisar antara 3,2-4-5. Hasil uji fisik dan
kimia dari madu asli dan berbagai sampel madu palsu dapat dilihat pada Tabel 7.
38
dibuat dengan kadar air yang sama dengan madu asli ternyata memiliki kekentalan
yang jauh lebih tinggi dari madu asli. Agar mendapatkan kekentalan yang sama
dengan madu asli, air yang ditambahkan cukup banyak sehingga kadar air MSS
menjadi lebih tinggi dari madu asli.
Pengukuran kadar air ini menunjukkan bahwa madu yang dipalsukan dengan
gula MS, MF dan MG tidak dapat dideteksi berdasarkan pengukuran kadar air,
karena kadar air madu palsu ini sama dengan kadar air madu asli. MC, MGel dan
MSS dapat dibedakan dengan madu asli secara mudah dari pengukuran kadar air
karena kadar air madu palsu ini lebih tinggi dibandingkan kadar air madu asli
meskipun kekentalannya hampir sama.
Pengujian HMF (hidroxymetilfurfural) menunjukkan bahwa semua sampel
madu memiliki nilai HMF nol, dengan demikian pengukuran kadar HMF tidak dapat
digunakan untuk membedakan madu palsu dan madu asli (madu kapuk).
Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa kimia
yang dihasilkan dari dekomposisi monosakarida madu yang jumlah atom C-nya
enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor (panas)
(Achmadi, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa madu asli (kapuk) yang digunakan
tidak mengandung HMF karena pada saat pemanenan dan penanganan tidak terjadi
pemanasan. Madu asli yang digunakan merupakan madu yang baru dipanen dengan
lama simpan belum sampai satu bulan sehingga HMF belum sempat terbentuk.
Semua sampel madu palsu pun tidak memiliki HMF karena madu asli yang
digunakan dalam pembuatan MS, MG, MF, MC, dan MGel belum mengandung
HMF. Madu asli dalam pembuatan sampel madu palsu pun tidak melalui proses
pemanasan karena pencampuran bahan pemalsuan dilakukan pada suhu ruang. MSS
juga tidak mengandung HMF karena memiliki kandungan monosakarida hanya
sedikit dan memiliki pH basa.
Madu kaya akan gula-gula sederhana seperti fruktosa dan glukosa yang
mudah diserap oleh tubuh. Kandungan gula-gula sederhana atau monosakarida
tersebut menjadi kelebihan dari madu sebagai bahan pangan. Berdasarkan Gojmerac
(1983) kandungan gula madu diantaranya sukrosa 1,31%, fruktosa 38,19%, glukosa
31,28%, maltosa 7,31% dan gula lainnya 1,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kadar glukosa dan fruktosa sangat besar pada madu yakni mencapai 85%-90% dari
39
karbohidrat yang terdapat dalam madu. Berdasarkan hasil uji gula, madu asli
mengandung 46,62% fruktosa dan 16,87% glukosa serta tidak mengandung sukrosa.
Jumlah maksimal sukrosa dalam madu pada standar mutu madu Indonesia adalah
5%. Dengan demikian kadar sukrosa madu asli tidak melebihi standar mutu madu.
Kandungan gula masing-masing madu palsu sesuai dengan bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan madu palsu. MS mengandung nilai sukrosa 27,08%
sedangkan pada madu asli sama sekali tidak mengandung sukrosa. Hasil ini
menunjukkan adanya penambahan sukrosa pada MS. Nilai glukosa MG sebesar
24,34%, lebih besar dari pada kadar glukosa madu asli disebabkan penambahan
glukosa cair dalam pembuatan madu MG. Nilai glukosa pada MF lebih tinggi
dibandingkan madu asli, karena fruktosa cair yang digunakan tidak murni sehingga
memungkinkan terdapat gula lain selain fruktosa. Kadar fruktosa dan glukosa pada
MF dan MG, masih dalam kisaran kadar gula madu asli yakni fruktosa sekitar
38,19% dan glukosa 31,28% (Gojmerac, 1983).
MC dan MGel memiliki kandungan fruktosa maupun glukosa yang rendah
(9,44%-15,30%) karena kadar air madu CMC dan gelatin sangat tinggi. Kadar gula
MC dan MGel jauh dibawah SNI, dimana kadar gula pereduksi (dihitung sebagai
glukosa dan fruktosa) minimal 65% (Badan Standarisasi Nasional, 2004). MSS
mengandung nilai glukosa dan fruktosa yang rendah sedangkan nilai sukrosa sangat
tinggi sebesar 50,13%, melebihi standar sukrosa pada SNI yakni maksimal 5%
(Badan Standarisasi Nasional, 2004). Hal tersebut disebabkan penggunaan gula pasir
(sukrosa) yang banyak dalam pembuatan madu palsu.
Pengukuran nilai pH dapat digunakan untuk mendeteksi pemalsuan pada
MSS karena pH nya basa (8,23) sedangkan madu asli asam (3,82). Kadar air dapat
digunakan dalam membedakan madu asli dan madu palsu MC, MGel dan MSS,
karena kadar air madu palsu tersebut jauh lebih tinggi dari madu asli. Pengukuran
kadar HMF tidak dapat membedakan madu asli dan madu palsu, kerena madu yang
baru dipanen dan belum mendapatkan perlakuan pemanasan cenderung memiliki
sedikit HMF bahkan tidak ada sama sekali. Pengukuran kadar gula dapat digunakan
untuk membedakan madu asli dan madu palsu MS, MC, MGel dan MSS karena
kadar gulanya tidak sesuai dengan SNI.
40
Uji Pemalsuan Madu
Uji pemalsuan madu yang digunakan adalah uji semut, uji larut, uji keruh, uji
buih, uji pemanasan, uji lengket, uji tarik, uji segi enam, uji iod, dan uji ikan mentah.
Efektivitas uji pemalsuan madu yang dilakukan pada setiap madu palsu dapat dilihat
pada Tabel 8. Semakin tinggi nilai persentase efektivitas maka uji tersebut semakin
efektif untuk membedakan madu asli dan palsu.
Uji Semut
Terdapat dua respon yang ditunjukkan pada uji semut. Madu palsu didatangi
semut merah kecil, kecuali MGel juga didatangi semut hitam kecil. Semut hitam
kecil pun sempat mendatangi MGel tetapi tidak lama, semut hitam kecil hanya
berkeliling kemudian mencium MGel sebentar dan pergi. Semut hitam kecil pergi
diduga karena adanya dominasi dari semut merah kecil. Berdasarkan Sleigh (2003)
semut merupakan serangga berkoloni, ketika daerahnya didatangi oleh koloni semut
lain maka semut akan menunjukkan sifat agresif untuk mempertahankan daerahnya.
Hasil uji semut dapat dilihat pada Gambar 12.
41
(A) (B)
Gambar 12. Hasil Uji Semut : (A) Madu Didatangi Semut Merah Kecil dan (B) Madu
Didatangi Semut Hitam Kecil
Presentase madu palsu yang didatangi semut merah kecil yaitu MS 75%, MF 100%,
MG 20%, MC 35%, MGel 15% dan MSS 75%.
Madu palsu didatangi banyak semut merah kecil diduga karena gula-gula
yang terdapat pada madu palsu merupakan makanan dari semut merah kecil. Tidak
datangnya semut hitam kecil secara berkoloni diduga karena bahan yang terdapat
dalam madu palsu bukan merupakan makannya. Seperti yang terlihat dari
pengamatan sehari-hari bahwa semut hitam kecil lebih banyak memakan gula dalam
bentuk kristal.
Persentase efektivitas uji semut terhadap semua sampel madu palsu dapat
dilihat pada Gambar 13.
6 (5%)
5
Persentase 4
Efektivitas 3
(%)
2
1
(0%) (0%) (0%) (0%) (0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
42
Nilai persentase efektivitas uji semut rendah (0%-5%) karena respon yang
ditunjukkan madu asli dan madu palsu sama yakni didatangi semut merah kecil. Hal
tersebut menunjukkan bahwa uji semut tidak efektif digunakan untuk membedakan
madu asli dan madu palsu.
Uji Larut
Respon yang ditunjukkan oleh madu palsu pada uji larut ada dua, yakni madu
langsung larut dan madu tidak larut ketika dituangkan ke dalam gelas. Seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 14.
(A) (B)
Gambar 14. Hasil Uji Larut : (A) Madu Larut dan (B) Madu Tidak Larut
Semua MS, MF, MG, MC, dan MGel langsung larut pada saat dituangkan ke dalam
gelas berisi air bersuhu 35 oC, ditandai dengan keruhnya air ketika madu sampai di
dalam gelas, kecuali MSS tidak larut pada saat dituangkan ke dalam gelas.
Madu yang dipalsukan dengan penambahan gula yakni MS, MF dan MG
mudah larut dalam air karena gula memiliki kelarutan yang tinggi. Kelarutan sukrosa
sebesar 67,1% dalam suhu 20 oC, dan 72,4% dalam suhu 50 oC (Buckle et al., 1987).
Demikian halnya dengan fruktosa dan glukosa yang mudah larut dalam air, Jackson
(1995) menyatakan bahwa tingkat kelarutan gula ke dalam air yang bersuhu 22-27oC
(suhu ruang) yaitu 72%, tingkat kelarutan gula ini akan meningkat menjadi 83% pada
suhu 100 oC. MC dan MGel mudah larut disebabkan kadar airnya yang tinggi, lebih
dari 40%. Gelatin dan CMC memiliki fungsi yang sama yakni sebagai pengental
yang membuat sol (yang mengandung banyak air) menjadi gel. Berdasarkan Vail et
al., (1978) gelatin akan kebali menjadi sol bila dipanaskan, dan salah satu sifat
43
gelatin adalah mudah dilarutkan pada air hangat, sehingga pada saat menyentuh air
bersuhu 35 oC MGel langsung larut. Demikian pula CMC mudah larut dalam air
hangat atau air dingin (Masfufatun, 2009).
Hasil yang ditunjukkan MSS berbeda dari madu palsu lainnya yakni tidak
larut. Hal tersebut disebabkan madu palsu ini mengandung sagu (pati) yang berfungsi
sebagai pengental. Pada proses gelatinisasi pati, energi panas akan melemahkan
ikatan H sehingga air akan terserap, menyusup diantara molekul-molekulnya (Gaman
dan Sherrington, 1992). Jumlah air bebas yang terdapat pada madu palsu ini menjadi
lebih sedikit sehingga tidak mudah larut dalam air.
Uji larut memiliki efektivitas 100% untuk membedakan madu asli dengan
MS, MF, MG, MC dan MGel tetapi 0% untuk madu MSS. Efektitas uji larut
terhadap masing-masing madu palsu dapat dilihat pada Gambar 15.
Persentase 80
Efektivitas 60
(%)
40
20 (0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
Jenis Madu Palsu
Ansori (2002) menyatakan bahwa uji larut merupakan uji yang akurat untuk
mendeteksi madu yang dipalsukan dengan sukrosa, glukosa, fruktosa, dan gula aren.
Sebaliknya uji kristalisasi, uji bakar, uji rembes dan uji koagulasi tidak akurat.
Selanjutnya Rahmani (2004) menambahkan bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi
sebesar 83,3%. Nilai ini sama dengan nilai rata-rata efektivitas uji larut dalam
penelitian ini (83,3%). Hasil uji larut menunjukan bahwa uji ini sangat efektif untuk
membedakan madu asli dengan MS, MF, MG, MC dan MGel, kecuali MSS.
44
Uji Keruh
Terdapat dua respon yang ditunjukkan madu palsu terhadap uji keruh, yakni
tidak keruh (bening) dan keruh. Hasil yang ditunjukkan madu asli dan sampel madu
palsu dapat dilihat pada Gambar 16.
(A) (B)
Gambar 16. Hasil Uji Keruh : (A) Keruh dan (B) Tidak keruh (bening)
Hasil uji keruh pada madu asli menjadi pembanding keruh atau tidaknya
untuk semua sampel madu palsu. Hasil yang ditunjukkan oleh sampel madu yang
dipalsukan dengan gula MS, MF, dan MG umumnya air tidak keruh, demikian juga
dengan MSS. Hal tersebut diduga karena gula tidak memiliki zat warna yang dapat
membuat air keruh. Sagu yang ditambahkan pada madu palsu merupakan hasil
gelatinisasi pati yang tidak berwarna (bening) sehingga tidak dapat memberikan
kontribusi untuk membuat air keruh. Hasil MC dan MGel umumnya berwarna keruh.
Pengamatan terhadap hasil MGel setelah 3 jam sampel tetap keruh. Pada industri
pangan, gelatin merupakan hidrokoloid atau polimer larut air yang berfungsi sebagai
pembentuk gel, bahan pengental, penjernih dan pemantap emulsi (Imeson, 1992).
Gelatin umumnya digunakan sebagai penjernih, akan tetapi hasil uji keruh pada
MGel air menjadi keruh. Keruhnya air yang ditambahkan MGel diduga karena
gelatin yang ditambahkan dalam madu palsu ini tidak murni dan terdapat kotoran
yang membuat keruh. Demikian pula dengan keruhnya air yang ditambahkan MC,
CMC yang ditambahkan dalam madu ini tidak murni dan mengandung kotoran yang
membuat air keruh. Keruh atau tidaknya air yang telah ditambah madu dipengaruhi
oleh banyaknya madu yang ditambahkan, jumlah air yang digunakan, dan adanya
zat-zat warna atau pembuat keruh pada sampel madu.
45
Persentase efektivitas uji keruh yang didapatkan dari masing-masing madu
palsu cukup beragam, seperti yang tercantum dalam Gambar 17.
100 (95%)
(90%)
80
(65%)
(60%)
60
Persentase
Efektivitas
40
(%)
20
(5%)
(0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
Jenis Madu Palsu
Uji Buih
Terdapat dua respon yang ditunjukkan madu palsu ketika dilakukan uji buih,
yakni buih cepat hilang dan tidak cepat hilang. Mekanisme terbentuknya buih
diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya
menjadi lebih panjang. Selanjutnya diikuti dengan proses adsorpsi yaitu
pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap
dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung (Cherry dan McWatters, 1981).
Buih pada madu MS, MF, MG, dan MSS cenderung menghilang setelah lima menit
didiamkan, sedangkan buih pada MC dan MGel bertahan hingga satu minggu.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, protein menyebabkan pembentukan
gelembung udara kecil dan buih pada madu asli. MS, MF, dan MG berbuih karena
kandungan protein dari madu asli yang dicampurkan.
46
Buih pada MC disebabkan cara pengocokan pada pembuatan madu palsu
CMC. CMC dan madu asli dicampur dengan menggunakan mixer, agar tercampur
sempurna namun terbentuk gelembung udara yang tersebar pada campuran.
Gelembung udara ini bertahan sampai akhir penelitian. Berdasarkan Cherry dan
McWatters (1981) pengocokan akan menyebabkan ikatan-ikatan dalam molekul
protein terbuka sehingga rantai protein menjadi lebih panjang selanjutnya udara
masuk diantara molekul protein. Buih pada MGel disebabkan tingginya kandungan
protein, karena gelatin sendiri merupakan protein. Buih lama hilang pada madu MC
dan MGel disebabkan adanya kandungan CMC dan gelatin yang biasa digunakan
sebagai stabilizer, buih distabilkan sehingga bertahan lama. Sampel MSS tidak
berbuih karena tidak adanya protein dalam komposisi MSS. Hal ini karena dalam
pembuatan MSS tidak ditambahkan bahan yang mengadung protein, misalnya madu
asli.
Uji buih terhadap madu palsu menunjukkan persentase efektivitas yang
beragam, dapat dilihat pada Gambar 18.
(65%)
60
Persentase 40
Efektivitas
(%) (20%)
20
(10%) (10%)
(0%) (0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
Jenis Madu Palsu
Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC,
MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Uji buih hanya efektif untuk membedakan madu asli dengan MSS (65%),
tetapi tidak efektif untuk jenis madu palsu lainnya (0% - 20%). Tanpa membedakan
jenis pemalsuan madu, nilai rata-rata persentase efektivitas uji buih hanya 17,5%
sehingga tidak disarankan untuk diterapkan dalam membedakan madu asli dan madu
palsu.
47
Uji Pemanasan
Respon madu palsu dengan penambahan gula MS, MF dan MG sama seperti
madu asli, yaitu ketika dipanaskan berbuih dan meluber dari sendok. Hasil uji
pemanasan pada MC, MGel dan MSS berbuih, tetapi buihnya tidak meluber. Respon
yang diberikan madu palsu pada uji pemanasan dapat dilihat pada Gambar 19.
(A) (B)
Gambar 19. Hasil Uji Pemanasan: (A) Buih meluber dan (B) Buih tidak meluber
Uji pemanasan dilakukan sampai madu mencapai suhu 60 oC. Waktu yang
dibutuhkan masing-masing madu palsu untuk mencapai suhu 60 oC berbeda-beda.
Madu asli, MC, dan MSS mencapai suhu 60 oC pada detik ke 33, sedangkan MS,
MF, dan MG membutuhkan waktu lebih lama yakni 49 detik. MGel dapat mencapai
suhu tersebut dalam waktu 25 detik. Hal tersebut dikarenakan titik didih yang
berbeda dari masing-masing sampel.
Melubernya madu dari sendok yang ditunjukkan oleh MS, MF dan MG
disebabkan tingginya kandungan gula pada madu palsu tersebut. Pada saat
pemanasan dengan suhu sekitar 60 oC, kadar air madu semakin berkurang sehingga
kadar gula semakin tinggi dan membentuk buih sampai meluber dari sendok. Jika
gula dipanaskan sederet reaksi akan terjadi yang pada akhirnya membentuk karamel
(deMan, 1997). Pada proses tersebut terjadi pengurangan kadar air yang ditunjukkan
dengan terbentuknya buih. MC dan MSS, tidak meluber dari sendok disebabkan
karena sifat CMC dan sagu yang merupakan pati sehingga seiring penurunan kadar
air akibat pemanasan, kedua madu ini semakin mengental dan tidak menimbulkan
buih sampai meluber. Berdasarkan Gaman dan Sherrington (1992), granula pati
pecah pada suhu panas dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya.
48
Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air
menjadi semakin kental. MC memiliki kadar air yang tinggi lebih dari 40% sehingga
kandungan gula dalam madu palsu ini menjadi sangat sedikit sehingga ketika
dipanaskan buih tidak meluber. MGel menghasilkan banyak buih kecil ketika
dipanaskan, karena gelatin sendiri merupakan protein yang dapat menyebabkan
terbentuknya buih. Akan tetapi buih pada MGel tidak meluber karena sifat gelatin
yang mencair bila dipanaskan. Menurut Vail et al. (1978), gelatin akan kembali
menjadi sol bila dipanaskan, karena pecahnya agregrat molekul yang kemudian
membentuk disperse koloid makromolekuler.
Persentase efektivitas uji pemanasan sampel MC, MGel dan MSS (95%-
100%) lebih tinggi dari MS, MF, dan MG (0%). Persentase efektivitas uji pemanasan
dapat dilihat pada Gambar 20.
(100%) (100%)
100 (95%)
80
Persentase
60
Efektivitas
(%) 40
20
(0%) (0%) (0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
Jenis Madu Palsu
Uji pemanasan dapat diterapkan untuk membedakan madu asli dengan MC,
MG, dan MSS, tetapi tidak dapat diterapkan pada MS, MF, dan MG karena nilai
efektivitasnya 0%. Tanpa memperhatikan jenis pemalsuan madu, uji pemanasan
memiliki nilai efektivitas rata-rata sebesar 49,2%.
Uji Lengket
Respon yang sama dengan madu asli ditunjukkan oleh seluruh madu palsu
yakni terasa lengket. Hal tersebut disebabkan madu yang digunakan merupakan
49
larutan jenuh gula yang bersifat lengket. MSS terasa lengket karena adanya sagu
(pati) dalam komposisi madu tersebut, dimana kandungan amilopektin pada pati
menyebabkan sifat lengket (Wirakartakusumah et al., 1984). Gelatin dan CMC
merupakan bahan yang bersifat lengket yang sering digunakan sebagai perekat.
Berdasarkan Ali (2009), gelatin memiliki sifat perekat dan digunakan secara umum
sebagai lem.
Persentase keefektifan uji lengket yang ditunjukkan oleh semua sampel
adalah 0%. Berdasarkan hasil ini, uji lengket tidak efektif diterapkan untuk
membedakan madu asli dan madu palsu.
Uji Tarik
Terdapat dua hasil yang ditunjukkan oleh sampel-sampel madu palsu yakni
madu membentuk benang tipis dan tidak membentuk benang tipis. Seperti yang
terlihat pada Gambar 21.
(A) (B)
Gambar 21. Hasil Uji Tarik : (A) Membentuk Benang Tipis dan (B) Tidak Membentuk
Benang Tipis
Sama seperti madu asli, madu yang dipalsukan dengan gula MS, MF, dan
MG tidak membentuk benang tipis. Menurut Vail et al. (1978), apabila gula
dipanaskan maka akan melebur (berubah menjadi bentuk cair). Selanjutnya pada
suhu sekitar 160 oC terjadi karamelisasi. Benang tipis dapat terjadi karena gula yang
membentuk karamel sehingga pada saat ditarik dengan lidi, gula akan lengket dan
sulit terpisah maka membentuk benang tipis. Suhu yang diterapkan pada uji tarik
sekitar 60 oC, sehingga madu dan gula yang ditambahkan masih berada dalam bentuk
cair, belum terjadi proses karamelisasi sehingga tidak membentuk benang tipis.
50
MC dan MGel umumnya tidak membentuk benang tipis ketika dilakukan uji
tarik. CMC merupakan pati yang semakin mengental ketika dipanaskan, akan tetapi
kadar air yang tinggi (>40%) membuat madu ini kurang lengket untuk menempel di
lidi. Sebaliknya, gelatin akan berubah menjadi sol atau mencair bila dipanaskan
sehingga tidak menempel di lidi dan tidak membentuk benang tipis.
Sampel MSS membentuk benang tipis. Pada saat dipanaskan pati (sagu) akan
semakin mengental dan lengket pada lidi sehingga pada saat ditarik, madu menempel
pada lidi dan sulit dipisahkan maka terbentuk benang. Kadar air MSS (32,72%)
meskipun lebih tinggi dari madu asli, namun lebih rendah dari MC dan MGel
(>40%) sehingga MSS menjadi lebih kental daripada MC dan MGel ketika
dipanaskan.
Persentase efektivitas hasil uji tarik pada masing-masing sampel madu palsu
dapat dilihat pada Gambar 22.
(100%)
100
80
Persentase
Efektivitas 60
(%) (45%)
40
20 (10%)
(0%) (0%) (0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
51
tarik pada madu yang dipalsukan dengan penambahan pengental MC dan MGel juga
rendah yakni 5% dan 45%. Efektivitas uji tarik tinggi pada sampel MSS yakni 100%.
Tanpa membedakan jenis pemalsuan madu rata-rata uji tarik memiliki efektivitas
sebesar 25,8%.
(A) (B)
Gambar 23. Hasil Uji Segi Enam : (A) Membentuk Segi Enam dan (B) Tidak Membentuk
Segi Enam
Terbentuknya segi enam diduga karena madu dibuat dan terbentuk dalam
sarang madu, dan karena hal tersebut adalah sifat madu asli (Wulan, 2009).
Komunikasi pribadi dengan National Honey Board (NHB), menyatakan bahwa
belum ada teori ilmiah untuk menjelaskan terbentuknya segi enam ini oleh madu.
MC, MGel dan MSS sempat terbentuk segi enam. Sampel MC dan MGel
memiliki kadar air yang tinggi (>40%). Kandungan air yang tinggi diduga
menyebabkan segi enam sulit terbentuk pada sampel MC dan MGel. MSS
mengandung kadar air yang lebih rendah (32,72%) sehingga segi enam sempat
terbentuk walaupun buram dan tidak terlalu jelas.
52
Persentase efektivitas uji segi enam pada madu palsu sangat beragam seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 24.
(100%)
100
(80%)
80 (70%)
Persentase
Efektivitas 60
(%)
40
20
(0%) (0%) (0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
Jenis Madu Palsu
Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC,
MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 24. Efektivitas Uji Segi Enam pada Berbagai Madu Palsu
Persentase efektivitas uji segi enam terhadap madu yang dipalsukan dengan
penambahan gula yakni MS, MF, dan MG adalah 0%, sedangkan persentase
efektivitas MC, MGel dan MSS (100%, 70% dan 80%). Artinya uji segi enam efektif
untuk membedakan madu asli dengan MC, MGel, dan MSS. Dengan mengabaikan
jenis pemalsuan madu, secara rata-rata uji segi enam memiliki nilai efektivitas
sebesar 41,7%.
Uji Iod
Respon yang ditunjukkan madu palsu ada dua, yakni tidak berubah warna dan
berwarna ungu (biru dan merah kehitaman). Warna ungu (biru dan merah kehitam-
hitaman) merupakan indikasi adanya pati dalam sebuah pangan. Pati terdiri atas
amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan iodin membentuk kompleks biru
sedangkan amilopektin dengan iodin membentuk warna merah ungu (Mustahib,
2011). Hasil uji iod dapat dilihat pada Gambar 25.
53
(A) (B)
Gambar 25. Hasil Uji Iod : (A) Berwarna Ungu dan (B) Tidak Berubah Warna
MS, MF, MG, MC dan MGel menunjukkan respon tidak berubah warna
sebaliknya, MSS berubah warna menjadi biru keunguan. Tidak adanya perubahan
warna pada MS, MF, MG, MC dan MGel disebabkan pati yang ditambahkan telah
dirombak oleh enzim diastase dan invertase menjadi gula-gula yang lebih sederhana
(Achmadi, 1991; Sihombing, 2005). Enzim berasal dari madu yang merupakan
sebagian bahan pembuatan madu palsu MS, MF, MG, MC, dan MGel. Perubahan
warna pada MSS berarti madu palsu ini mengandung pati. Hal ini karena MSS
memang dibuat dari sagu yang merupakan pati. Selain itu, bahan pembuat MSS
bukan dari madu asli sehingga MSS tidak mengandung enzim yang khas dalam madu
yang mampu merombak pati.
Nilai persentase efektivitas uji segi enam dapat dilihat pada Gambar 26.
(100%)
100
Persentase 80
Efektivitas
(%) 60
(45%)
(40%)
40
(15%)
20
(0%) (0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
Jenis Madu Palsu
Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC,
MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
54
Uji iod memiliki efektivitas 100% untuk mendeteksi madi palsu MSS
sedangkan nilai efektivitas sampel MS, MF, MG, MC, dan MGel lebih rendah.
Dengan demikian uji iod efektif untuk membedakan MSS dengan madu asli. Tanpa
memandang jenis pemalsuan madu, nilai rata-rata persentase efektivitas uji iod
sebesar 33,3%.
(A) (B)
Gambar 27. Hasil Uji Ikan Mentah : (A) Ikan Berkerut dan (B) Ikan Hancur
MS, MF, dan MG dapat membuat ikan berkerut karena kadar air madu ini
tidak terlalu tidak setinggi madu palsu lainnya. Buckle et al. (1987), menyatakan
bahwa sukrosa, glukosa dapat dipakai dalam berbagai teknik pengawetan bahan
pangan karena daya larut yang tinggi dari gula, daya mengikat air dan kemampuan
mengurangi keseimbangan kelembaban relatif. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, ikan yang berkerut disebabkan madu menarik air dari ikan, karena kadar
ainya lebih rendah dari ikan. Kadar air MS, MF, dan MG berkisar antara 25% dan
kadar air ikan emas mentah sekitar 75,18%. Bakteri pembusuk tidak tumbuh karena
aw MS (0,667), MF (0,682), dan MG (0,649) rendah.
Hasil yang ditunjukkan oleh sampel MC, MGel dan MSS lebih banyak ikan
hancur dan busuk. Hal ini disebabkan kadar air yang tinggi pada sampel madu palsu
tersebut dapat mendukung perkembangan mikroba pembusuk. Tumbuhnya bakteri
pembusuk pun dipengaruhi oleh aktifitas air. Berdasarkan Buckle et al. (1987),
bakteri dapat tumbuh pada bahan pangan yang memiliki aktivitas air (a w) 0,95-0,99.
Aktifitas air (aw) untuk MC, MGel dan MSS secara berurutan adalah 0,86, 0,65, dan
55
0,91 cukup tinggi untuk mengundang bakteri pembusuk. Nilai pH MSS pun tinggi
(8,23) sehingga memungkinkan sebagai tempat tumbuhnya mikroba pembusuk
karena umumnya mikroba dapat tumbuh pada pH sekitar 5-8.
Madu palsu memberikan nilai persentase efektivitas yang beragam.
Persentase efektivitas uji ikan mentah dapat dilihat pada Gambar 28.
(100%) (100%)
100
(80%)
80
(60%)
Persentase 60
Efektivitas
40
(%)
(20%)
20
(0%)
0
MS MF MG MC MGel MSS
Gambar 28. Efektivitas Uji Ikan Mentah pada Berbagai Madu Palsu
56
uji pemalsuan madu yang telah dilakukan, belum ada suatu uji pemalsuan yang dapat
mendeteksi semua jenis pemalsuan madu. Setiap jenis madu palsu memiliki beberapa
uji pemalsuan yang efektif tersendiri untuk mendeteksi adanya pemalsuan tersebut.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa madu yang dipalsukan dengan
penambahan gula adalah jenis madu palsu yang sulit dibedakan dengan madu asli.
Madu yang dipalsukan dengan gula seperti MS, MF, dan MG dapat dideteksi dengan
keefektifan 100% oleh uji larut. Uji keruh pun dapat mendeteksi madu dengan
pemalsuan gula, dengan keefektifan (65% untuk MS, 90% untuk MF, dan 95% untuk
MG). MS dapat pula dideteksi oleh uji ikan mentah dengan efektivitas sebesar 60%,
akan tetapi uji ini kurang efektif untuk MF dan MG karena efektivitasnya hanya 20%
dan 0%. Uji lain yang dilakukan seperti uji semut, uji pemanasan, uji lengket, uji
tarik, uji segi enam, uji iod, dan uji buih tidak disarankan untuk dilakukan pada madu
yang dipalsukan dengan gula.
Madu yang dipalsukan dengan pengental yakni MC dan MGel dapat dideteksi
dengan efektivitas 100% oleh uji larut dan ikan mentah. MC dapat dideteksi
kepalsuannya oleh uji pemanasan dan segi enam dengan efektivitas 100%, sedangkan
efektivitas uji pemanasan pada MGel sebesar 95% dan uji segi enam 70%. Uji
lainnya seperti uji semut, uji keruh, uji lengket, uji tarik, uji iod, dan uji buih tidak
disarankan untuk dilakukan pada madu yang dipalsukan dengan pengental. Madu
palsu dengan pengental dapat dengan mudah dideteksi kepalsuannya dengan
mengukur kadar air karena kadar air madu ini sangat tinggi di atas 40%. Hasil
statistik menyatakan bahwa madu yang dipalsukan dengan penambahan pengental
cukup sulit dibedakan dengan madu asli.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa madu yang dipalsukan dengan
campuran pengental dan gula yakni MSS merupakan jenis madu yang paling mudah
dibedakan dengan madu asli dibandingkan madu palsu lainnya. Madu yang
dipalsukan dengan sagu dan gula (MSS) dapat dideteksi dengan efektivitas 100%
oleh uji pemanasan, uji tarik, dan uji iod. Uji pemalsuan lain yang dapat mendeteksi
kepalsuan madu ini dengan keefektifan sebesar 80% adalah uji segi enam, dan uji
ikan mentah. Uji keruh dan uji buih dapat mendeteksi MSS dengan efektivitas 60%
dan 65%. Uji lainya seperti uji semut, uji larut dan uji lengket tidak disarankan
untuk menguji madu ini karena nilai efektivitasnya 0%. MSS juga dapat dideteksi
57
kepalsuannya dengan mengukur kadar air dan nilai pH, karena kadar airnya cukup
tinggi 32,72% dan nilai pH nya tinggi yakni 8,23.
Berdasarkan uji pemalsuan madu yang telah dilakukan, terdapat jenis madu
palsu yang lebih mudah dideteksi. Madu dengan pemalsuan menggunakan pengental
dan gula seperti MSS merupakan jenis madu palsu yang lebih mudah diketahui
karena dapat dideteksi dengan efektivitas tinggi oleh uji pemanasan, uj segi enam, uji
ikan mentah, uji buih, dan uji keruh serta dapat dideteksi dengan mengukur nilai pH
dan kadar air. Madu dengan penambahan pengental (MC dan MGel) lebih sulit
dideteksi dari pada MSS. Madu dengan penambahan pengental dapat dideteksi
dengan uji larut, uji pemanasan, uji segi enam, uji ikan mentah dan pengukuran kadar
air. Madu palsu dengan penambahan gula (MS, MF, dan MG) adalah jenis madu
palsu yang paling sulit dideteksi daripada madu palsu lainnya dalam penelitan ini.
Madu palsu dengan penambahan gula hanya bisa dideteksi dengan uji larut dan uji
keruh.
58
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Uji pemalsuan madu yang sangat efektif digunakan untuk membedakan madu
asli dan madu palsu adalah uji larut dengan persentase efektivitas rata-rata sebesar
83,3%. Uji pemalsuan yang sangat tidak efektif adalah uji semut dan uji lengket
dengan persentase efektivitas rata-rata 0,5% dan 0%. Uji pemalsuan yang efektif
dilakukan untuk membedakan madu asli dan madu palsu adalah uji larut, uji ikan
mentah, uji keruh, dan uji pemanasan. Jenis madu palsu yang paling mudah dideteksi
adalah madu yang dipalsukan dengan pengental dan gula (MSS), sedangkan madu
palsu yang paling sulit dideteksi adalah madu yang dipalsukan dengan penambahan
gula (MS, MF dan MG).
Saran
Pendeteksian pemalsuan dalam sebuah madu disarankan menggunakan lebih
dari satu atau beragam uji pemalsuan madu. Apabila memungkinkan dapat dilakukan
uji kimia seperti mengukur kadar air, nilai pH, dan kadar gula madu.
Penelitian lebih lanjut mengenai uji pemalsuan madu sebaiknya dilakukan
dengan pengamatan yang lebih kuantitatif. Uji keruh dapat diamati nilai
kekeruhannya secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer. Uji ikan mentah
dilakukan dengan menggunakan materi lain seperti daging mentah dan lain-lain.
Terbentuknya segi enam pada madu asli agar diteliti lebih lanjut dengan
menggunakan peralatan yang lebih sensitif. Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan
adalah mengukur nilai efektivitas uji pemalsuan madu pada jenis madu asli lainya
dan yang diproduksi pada musim yang berbeda-beda.
59
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama Penulis mengucapakan puji syukur pada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, petunjuk, kesabaran dan kekuatan untuk penyelesaian skripsi.
Terima kasih banyak Penulis sampaikan dengan tulus kepada Ir. B.N Polii, SU dan
Ir. Hotnida C.H Siregar, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
inspirasi, serta banyak masukan untuk penelitian dan skripsi Penulis. Selanjutnya
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih untuk Dosen Pembimbing Akademik
Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA yang telah membimbing dan menghubungkan penulis
dengan berbagai lembaga bergengsi selama Penulis menjadi mahasiswa. Terima
kasih kepada Dosen Penguji Ujian Sidang Dr. Irma Isnafia A, S.Pt, M.Si dan
Ir. Anita Sardiana, T, M.Rur.Sc serta Dosen Panitia Sidang Ir. Hj. Komariah, M.Si.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk
keluarga tercinta Mamah, Papah, kakak Penulis Mita Mulia, dan adik Penulis Risda
Yulia, yang senantiasa memotivasi, mendukung dan membantu penyelesaian
penelitian dan skripsi. Terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Gunawan,
Resti, Bapak Eko, Ibu Siti Rahma, Kak Ratna, Ibu Devi, Ebi, Roceyana, Dicil, dan
Desi yang telah sangat membantu dalam proses penelitian.
Terima kasih disampaikan Penulis kepada seluruh teman-teman IPTP 44
khususnya sahabat-sahabat penulis dalam JJC (Jeng-Jeng Charming) Gilang Ayu,
Anis Usfah, Annisa Oktavia, Dini Widya, dan Intan Yuliastry atas kebahagiaan,
keceriaan, kasih sayang, perhatian, semangat dan kebersamaannya selama ini.
Terima kasih kepada seluruh keluarga Fakultas Peternakan tercinta, adik-adik dan
kakak-kakak kelas, setiap detik yang Penulis lewati selama menimba ilmu di
Fakultas Peternakan IPB begitu berarti dan berharga bagi Penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk rekan-rekan MGS TV Bapak
Yuda selaku Produser News, Airin, Enji, Ibu Intan, seluruh rekan reporter dan editor
yang selalu mendukung Penulis untuk cepat lulus dari IPB. Terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah mendukung dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia peternakan dan masyarakat luas.
Bogor, 30 April 2011
Penulis
60
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. 1991. Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf
Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parung Panjang. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor.
Ali, M. 2009. Kimiawi dan manfaat gelatin. http://nakedfisher.blogspot.com.
[16 April 2011].
Almayanthy, D. 1998. Kualitas madu randu pada suhu penyimpanan yang berbeda.
Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Ansori, F. M. 2002. Studi keakuratan beberapa cara uji keaslian madu. Skripsi.
Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Arbuckle, W. S. and R. T. Marshall. 1996. Ice Cream. 5th Ed. Chapman and Hall
Publishing. New York.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2004. SNI-01-3545-2004 : Madu. Badan
Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan. Hari Purnomo dan Adiyono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Cherry, J. P., and K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. American
Chemical Society. Washington D.C.
deMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan. Kosasih Padmawinata, Penerbit
ITB. Bandung.
Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gaman, P.M, dan K. B., Sherrington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi dan Mikrobilogi. Terjemah Murdijati Gardjito, Sri Naruki, Agnes
Murdiati dan Sardjono. Gajah Maja University Press. Yogyakarta.
Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung.
Gojmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping, Honey and Pollination. Saybrook Press.
Westport USA.
Graham, M. J. 2000. Water activity vs water content. www.Gftc.ac/gftc.htm.
[7 Maret 2011].
Hadisoesilo, S. 1986. Processing madu lebah pada proyek penelitian dan
pengembangan Lebah Madu Kuok, Riau. Prosiding. Lokakarya
Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat.
Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Perum Perhutani. Jakarta.
Harli, M. 2001. Madu : yang asli dan yang palsu. www.indomedia.com.
[5 Juni 2010].
Hebei, R. 2011. Carboxy methyl cellulose. www.hebeirihao.made-in-china.com.
[15 April 2011].
Hughes, O and M. Bennion. 1970. Introduction Foods. 5th Ed. MacMillan Publishing
Co., Inc. New York.
61
Igoe, R. S and Y. H. Hui. 1996. Dictionary of Food Ingredients. 3rd Ed. Chapman and
Hall. New York.
Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agents for Food. Academic and
Professional. London.
Irawan, M. A. 2007. Karbohidrat. www.pssplab.com. [7 Maret 2011].
Jackson, E. B. 1995. Sugar Conventinary Manufacture. Blackie Academic and
Professional. Glasgow.
Krell. 1996. Value-Added Products from Bee Keeping. Food and Agricultural
Organization. Services Bulletin 124. USA.
Lee, A. 2011. Testing for pure honey. www.benefit-of-honey.com. [29 Maret 2011].
Lee, J. 2008. Cara membedakan madu asli dan madu palsu. www.merpatipos.com.
[5 Juni 2010].
Malik, I. 2009. Usul tentang madu. www.iwanmalik.wordpress.com. [5 Juni 2010].
Masfufatun. 2009. Hidrolisis CMC dengan enzim selulosa dari bekicot untuk
produksi etanol menggunakan Zymomonas Mobilis. Tesis. Departemen Kimia,
ITS. Surabaya.
Mathenson, A. 1984. Practical Beekeeping in New Zealand. P. D. Hesselberg,
Government Printer. Wellington.
Mey. 2010. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas.
http://id.answers.yahoo.com. [24 Maret 2011].
Moermanto. 1986. Tinjauan tentang quality control pada industri madu. Prosiding
Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat. Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Perum Perhutani. Jakarta.
Molan, P, C. 2006. The evidence supporting the use of honey as a wound dressing.
J. Sci. Lower Extremity Wound 5 (1) : 40-54.
Murniyati, Mei Dwi Erlina, dan E. Setiabudi. 2008. Pemberokan dan penggunaan
kunyit untuk mengurangi citra rasa lumpur pada ikan mas presto. J. Sci III :
234 239.
Mustahib. 2011. Karbohidrat dan uji karbohidrat. www.biologi.blogsome.com.
[22 Maret 2011].
National Honey Board. 1997. pH and acid in honey. http://www.nhb.org.
[22 Maret 2011].
Nesta. 2008. Artificial honey. www.oetker.ca/en/product/baking-ingredients.
[5 Juni 2010].
Newman, L.H. and D. Stephen. 1967. Ants in Close Up. Thomas Y Crowell
Company. New York.
Okwy. 2011. Testing for pure honey. www.benefit-of-honey.com. [29 Maret 2011].
Panjaitan, S. 2000. Kadar hidrosimetilfurfural madu segar Apis cerana dari beberapa
daerah di Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
62
Rahmani, M. F. 2004. Keakuratan metode uji larut untuk keaslian madu (studi kasus
di Kota Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Ratnayani, K., N. M. A. Dwi Adhi S., dan I. G. A. M. A. S. Gitadewi. 2008.
Penentuan kadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu kelengkeng
dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi. Jurnal Kimia 2 (2) : 77-86.
Riana. 2005. Baking power vs soda kue. www.ncc.blogsome.com. [7 Maret 2011].
Shallenberger, R. S., and Birch, G. G. 1975. Sugar Chemistry. AVI Publishing CO.
Westport.
Sihombing, D. T. H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Simamora, J. 2010. Cara mengetahui madu asli dan palsu. www.koranbaru.com.
[7 Februari 2011].
Sleigh, C. 2003. Ant. Reaktion Books. London.
Sukartiko, A. B. 1986. Prosesing madu lebah. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan
Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, 20-22 Mei 1986.
Sukabumi.
Sumoprastowo, R. dan R. A, Suprapto. 1980. Beternak Lebah Madu Modern.
Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Sutami, A. 2003. Pengaruh waktu penyimpanan dalam refrigerator terhadap
komposisi kimia madu asli dan madu palsu. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB.
Bogor.
Tavipiono, R. M. 2010. Pengertian dari sukrosa. http://kuhascexpress.blogspot.com.
[7 Maret 2011].
Tortelotte, P. 1980. Gelatin. In: Mc. Graw Hill Ensyclopedia of Science and
Technology. Mc. Graw Hill Book Co. New York.
Vail, G. E, J. A. Philips, L. O. Rust, R. M. Griswold and M. M. Justin. 1978. Foods.
7th Ed. Houghton Mifflin Company. Boston.
Wahyudi. 2010. Makanan dan soda kue. http://www.chem-is-try.org. [7 Maret 2011].
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
White, J. W. 1979. Physical characteristic of honey. In: Crane, E. (Ed). Honey : A
Compreherensive Survey. Heinemann. London.
White, J. W. 1992. Quality evaluation of honey : Role of HMF and diastase assays.
Technical Seminar of Honey Standard, Testing Procedures, and Quality
Control. May 25, 1992. Riyadh, Saudi Arabia.
Winarno, F. G. 1982. Madu : Teknologi, Khasiat dan Analisa. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
63
Wirakartakusumah, M. A, Apriyantono M.S, Maarif, Suliantari, D. Muchtadi and K.
Otaka. 1984. Isolasion and characterizion of sago for liguid sugar. Paper. FAO-
BPPT. Jakarta.
Wulan, A. 2009. Membedakan madu asli dan bukan.
www.infopengetahuan.blogspot.com. [27 Maret 2011].
64
LAMPIRAN
65
Lampiran 1. Gambar Sampel Madu Asli dan Madu Palsu
66
Lampiran 2. Hasil Uji Larut
67
Lampiran 3. Hasil Uji Keruh
Madu Gelatin
68
Lampiran 4. Hasil Uji Pemanasan
69
Lampiran 5. Hasil Uji Tarik
70
Lampiran 6. Hasil Uji Segi Enam
71
Madu Sagu dan Sukrosa
Lampiran 7. Komunikasi Pribadi dengan National Honey Board USA
To: Honey
1. Hexagon test is one of artificial honey test that I was done.. the way to do that, we
put 10 gram pure honey to the white plate and then we also pour the water to honey
till honey drown.. and next step we turning the plate like 8 number... Why honey
performed Hexagon in this test??
72
Lampiran 8. Hasil Uji Iod
73
Lampiran 9. Hasil Uji Ikan Mentah
74
Lampiran 10. Hasil Uji Pemalsuan dan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan
75
Lampiran 11. Perhitungan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu
Contoh Perhitungan :
76
Lampiran 12. Analisis Statistik Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu
77
12C. ANOVA
Hipotesis
I. Pengaruh Uji Pemalsuan Madu
Ho = Uji pemalsuan madu yang berbeda memiliki pengaruh yang tidak berbeda.
H1 = Minimal ada satu uji pemalsuan, dimana uji pemalsuan madu memiliki
pengaruh yang berbeda nyata.
Sidik Ragam
Sumber Keragaman db JK RJK Fhitung Pr > F
Uji Pemalsuan Madu 11 2,35041031 0,21367366 3,51 0,0012
Galat 48 2,92317175 0,06089941
Total 59 5,27358206
R-kuadrat = 0,445695
Koefisien keragaman = 5,066951
1. Pada hipotesis uji pemalsuan madu, nilai-p(0,0030) < 5%, maka tolak Ho
artinya minimal ada satu uji yang berbeda nyata.
2. Pada hipotesis kelompok madu palsu, nilai-p(0,0202) < 5%, maka tolak Ho
artinya minimal ada satu kelompok yang berbeda nyata.
78
12D. Uji Lanjut Duncan pada Perlakuan Uji Pemalsuan Madu
Nilai Tengah dengan Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata
Duncan Grouping Nilai Tengah N Uji Pemalsuan Madu
A 5,1828 6 Larut
B A 5,0429 6 Ikan Mentah
B A 4,9934 6 Keruh
B A 4,9475 6 Pemanasan
B A C 4,9071 6 Segi Enam
B A C 4,8620 6 Iod
B C 4,7985 6 Tarik
B C 4,7508 6 Buih
C 4,6133 6 Semut
C 4,6052 6 Lengket
Kesimpulan :
1. Berdasarkan rata-rata tertinggi uji larut adalah uji pemalsuan madu yang
paling efektif.
2. Uji pemalsuan madu yang efektif adalah uji ikan mentah, uji keruh, dan uji
pemanasan.
3. Uji pemalsuan madu yang cukup efektif adalah uji segi enam dan uji iod.
4. Uji pemalsuan madu yang tidak efektif adalah uji tarik dan uji buih.
5. Uji pemalsuan madu yang sangat tidak efektif adalah uji semut dan uji
lengket.
1. Madu palsu yang dipalsukan dengan sagu dan sukrosa, merupakan madu
palsu yang paling mudah dideteksi dengan uji pemalsuan madu.
2. Madu palsu yang dipalsukan dengan penambahan pengental, merupakan
madu palsu yang cukup mudah dideteksi dengan uji pemalsuan madu.
3. Madu palsu yang dipalsukan dengan penambahan gula, merupakan madu
palsu yang sulit dideteksi dengan uji pemalsuan madu.
79