Anda di halaman 1dari 76

KEEFEKTIFAN PEMBERIAN ASAM HUMAT DAN PUPUK

HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN


STATUS WATER FOOTPRINT KAKAO (Theobroma cacao L.)

FADIL ROHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Status Water
Footprint Kakao (Theobroma cacao L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2019

Fadil Rohman
NIM A252150141
RINGKASAN

FADIL ROHMAN. Keefektifan Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati


terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Status Water Footprint Kakao (Theobroma
cacao L.). Dibimbing oleh ADE WACHJAR, EDI SANTOSA dan SOETANTO
ABDOELLAH.

Produksi kakao di Indonesia menunjukkan penurunan yang salah satunya


disebabkan oleh penurunan luas area tanam. Salah satu usaha untuk meningkatkan
produksi adalah program intensifikasi, yaitu pemupukan. Aplikasi asam humat dan
pupuk hayati dapat digunakan sebagai salah satu langkah alternatif budidaya ramah
lingkungan sehingga dapat menjaga kesuburan tanah dan sumber daya air. Water
footprint merupakan indikator untuk menghitung penggunaan air pada setiap satuan
produksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memahami peran asam
humat dan pupuk hayati dalam meningkatkan pertumbuhan, produksi dan status
water footprint kakao. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memperoleh konsentrasi
asam humat dan pupuk hayati terbaik pada fase bibit, (2) memperoleh konsentrasi
asam humat dan pupuk hayati terbaik yang meningkatkan produksi tanaman kakao
tertinggi, (3) menghitung nilai water footprint tanaman kakao pada perlakuan
kombinasi asam humat dan pupuk hayati.
Penelitian dilakukan di Kebun Kaliwining Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia (PPKKI) di Jember, Jawa Timur. Penelitian dimulai pada bulan Juni 2017
hingga Januari 2018. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pada Percobaan 1 dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada Percobaan 2 dan 3
dengan dua faktor yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi
asam humat yang terdiri atas 5 taraf, yaitu 0, 1 000, 2 000, 3 000 dan 4 000 ppm.
Faktor kedua adalah konsentrasi pupuk hayati yang terdiri atas 5 taraf, yaitu 0, 500,
1 000, 1 500 dan 2 000 ppm. Dengan demikian terdapat 25 kombinasi perlakuan.
setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali pada Percobaan 1 dan tiga
kali pada Percobaan 2 dan 3. Data dianalisis menggunakan Anova pada Percobaan
1 dan Anakova pada Percobaan 2 dan 3 dilanjutkan dengan uji berganda Duncan.
Pemberian asam humat 4 000 ppm meningkatkan pertumbuhan bibit kakao
dengan peningkatan bobot kering total sebesar 13.4%. Penyemprotan pupuk hayati
sebesar 1 500 ppm meningkatkan pertumbuhan bibit kakao dengan peningkatan
bobot kering total sebesar 30.6%. Kombinasi pemberian asam humat 3 000 ppm
dan pupuk hayati 2 000 ppm meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Pemberian
asam 1 000 ppm meningkatkan produksi pentil kecil sehat pada tanaman
menghasilkan sebanyak 40.8% dibandingkan kontrol. Penyemprotan pupuk hayati
1 500 ppm meningkatkan produksi pentil, buah, biji pada tanaman menghasilkan
dengan peningkatan produktivitas sebanyak 30.6% dibandingkan kontrol.
Kombinasi pemberian asam humat dan pupuk hayati masing-masing 1 000 ppm
meningkatkan jumlah biji panen pada tanaman menghasilkan. Pemberian asam
humat dan pupuk hayati menurunkan water footprint produksi kakao tetapi secara
statistik tidak berpengaruh nyata.

Kata kunci : biji kakao, jejak air abu-abu, jejak air biru, jejak air hijau, pentil.
SUMMARY

FADIL ROHMAN. Effectivity Humic Acid and Bioertilizer Applications on


Growth, Production and Water Footprint Status of Cocoa (Theobroma cacao L.)
Cultivation. Supervised by ADE WACHJAR, EDI SANTOSA dan SOETANTO
ABDOELLAH.

Cocoa production in Indonesia tends to decline due to decreasing in


productivity and planting area. One effort to increase production is an
intensification program through fertilizer application. The application of humic acid
and biofertilizers could be used as an effort to develop environmental friendly
cultivation beside it could maintain soil fertility and water resources. One of robust
indicator of water resources utilization is water footprint. Water footprint is an
indicator to calculate water usage in each production unit. Therefore, research was
designed to understand the role of humic acid and biofertilizers in increasing the
cocoa growth, production and status of water footprints. This study aimed to: (1)
obtain the best concentration of humic acid and biofertilizer in the seedling phase,
(2) obtain the best concentration of humic acid and biofertilizer that improve cocoa
production, (3) calculate the water footprint value of cocoa plants in the
combination treatment of humic acid and biological fertilizer.
The research was conducted at the Indonesian Coffee and Cocoa Research
Center (PPKKI) at Jember, East Java from June 2017 to January 2018. The study
composed of three experiments. The first experiment used Completely Randomized
Design, second and third experiment used Randomized Block Design with two
factors arranged in a factorial. The first factor was 5 levels of humic acid, i.e., 0,
1 000, 2 000, 3 000 and 4 000 ppm. The second factor was 5 levels of biofertilizer,
i.e., 0, 500, 1 000, 1 500 and 2 000 ppm. Each combination of treatments was
repeated five times in Experiments 1 and three times in Experiments 2 and 3. Data
were analyzed using Anova on Experiment 1 and Ancova in Experiments 2 and 3.
All data subject to further evaluation using Duncan's Multiple Range Test at 5%
level.
Application of 4 000 ppm humic acid increased the growth of cacao seedlings
with an increase in total dry weight of 13.4%. Spraying of 1 500 ppm biofertilizers
increased the growth of cocoa with an increase in total dry weight of 30.6%. The
combination of 3 000 ppm humic acid and 2 000 ppm biofertilizer increased the
growth of cocoa seedlings. Application of 1 000 ppm humic acid increased the
production of healthy small cherelles in mature plants by 40.8% compared to
control. Spraying of 500 ppm biofertilizer increased the production of cherelles,
pods, beans in mature plants with an increase in productivity of 30.6% compared to
controls. The combination of giving humic acid and biofertilizer at each level of
1 000 ppm increased the number of harvested beans. Giving humic acid and
biofertilizers lowered the water footprint of cocoa production but is not statistically
significant.

Keywords : blue water, cherelle, cocoa bean, green water, grey water.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEEFEKTIFAN PEMBERIAN ASAM HUMAT DAN PUPUK
HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN
STATUS WATER FOOTPRINT KAKAO (Theobroma cacao L.)

FADIL ROHMAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Supijatno, MSi
Judul Tesis : Keefektifan Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap
Pertumbuhan, Produksi dan Status Water Footprint Kakao
(Theobroma cacao L.)
Nama : Fadil Rohman
NIM : A252150141

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Soetanto Abdoellah, SU
Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi


Agronomi dan Hotiikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc Ir Anas Miftah Fauzi, MEng

Tanggal Ujian: 26 Juli 2019 Tanggal Lulus:


0 8 AUG 2ud
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini ialah pemupukan, dengan judul Keefektifan Pemberian Asam
Humat dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Status Water
Footprint Kakao (Theobroma cacao L.). Sebagian hasil dari penelitian ini telah
ditulis dalam bentuk jurnal dengan judul Humic Acid and Biofertlizer Application
Enhance Pod and Cocoa Bean Production during the Dry Season dan telah disubmit
di Journal Tropical Crop Science dengan status accepted.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Ade Wachjar, MS; Prof. Dr Edi Santosa, SP MSi dan Dr Soetanto
Abdoellah, SU selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, motivasi, saran dan masukan selama kegiatan penelitian dan
penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan
Hortikultura yang telah memberikan nasihat dan arahan selama menempuh
pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
3. Dr Ir Supijatno, MSi selaku dosen penguji luar komisi pembimbing.
4. Seluruh staf pengajar Program Studi Agronomi dan Hortikultura yang telah
memberikan pemahaman dan ilmu yang begitu bermanfaat.
5. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayang
yang diberikan kepada penulis selama ini.
6. Ibu Niken, Bapak Ari, Bapak Dedi, Bapak Satuki, Ibu Enny, Bapak Adi
Haryo, Bapak Agus Salim, Bapak Agus Wibisono, Bapak Wakik dan semua
rekan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang telah membantu
penulis selama kegiatan penelitian.
7. Suwinda Fibriani, Ahmad Nur, Syahdin Launuru, Diar Budiarto, Ayu
Puspitaningrum, Oky Dwi Purwanto, Nurcahya Destiawan, Fakhrusy
Zakariyya dan semua pihak yang telah membantu penulis selama perkuliahan
dan penelitian berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2019

Fadil Rohman
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 4
Hipotesis 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Morfologi dan Fisiologi Tanaman Kakao 4
Peranan Asam Humat 6
Peranan Pupuk Hayati 7
Water Footprint 9
METODE PENELITIAN 9
Tempat dan Waktu Penelitian 9
Bahan dan Alat 10
Percobaan 1. Keefektifan Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap
Pertumbuhan Bibit Kakao 10
Rancangan Percobaan 10
Prosedur Percobaan 10
Pengamatan 11
Data Penunjang 12
Analisis Data 12
Percobaan 2. Keefektifan Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap
Produksi Tanaman Kakao 12
Rancangan Percobaan 12
Prosedur Percobaan 13
Pengamatan 14
Data Penunjang 15
Analisis Data 15
Percobaan 3. Kalkulasi Water Footprint Selama Proses Budidaya Kakao 15
Analisis Data 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Hasil 17
Percobaan 1. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao terhadap Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati 17
Percobaan 2. Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kakao
terhadap Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati 27
Percobaan 3. Status Water Footprint Budidaya Kakao dengan Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati 37
Pembahasan 39
Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Bibit Kakao terhadap Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati serta Interaksinya 39
Respon Produksi dan Fisiologi Tanaman Kakao Menghasilkan terhadap
Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati 42
Water footprint Budidaya Kakao dan Hubungannya dengan Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati 45
KESIMPULAN DAN SARAN 46
Kesimpulan 46
Saran 46
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 52
DAFTAR TABEL

1. Kondisi suhu, kelembaban relatif dan intensitas cahaya di lokasi


percobaan 1 17
2. Rekapitulasi hasil sidik ragam pemberian asam humat dan pupuk
hayati terhadap pertumbuhan dan fisiologi bibit kakao 18
3. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
12-14 MSP 19
4. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
umur 12-14 MSP 19
5. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
12-14 MSP 20
6. Luas daun dan bobot basah bibit kakao pada berbagai konsentrasi
asam humat umur 14 MSP 20
7. Bobot kering bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
umur 14 MSP 21
8. Peubah fisiologi bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
umur 14 MSP 21
9. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur
2-14 MSP 22
10. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
umur 2-14 MSP 22
11. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur
2-14 MSP 23
12. Luas daun, volume akar dan bobot basah bibit kakao pada berbagai
konsentrasi pupuk hayati umur 14 MSP 23
13. Bobot kering bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
14 MSP 24
14. Fisiologi bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur
14 MSP 24
15. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
dan pupuk hayati umur 12 MSP 25
16. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP 25
17. Bobot basah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
dan pupuk hayati umur 12 MSP 26
18. Bobot kering daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
dan pupuk hayati umur 12 MSP 26
19. Kondisi lingkungan di lokasi percobaan 2 27
20. Rekapitulasi hasil sidik ragam dan peragam pemberian asam humat
dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan fisiologi bibit kakao 28
21. Jumlah pentil kakao tiny sehat pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP 29
22. Jumlah pentil kakao kecil sehat pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP 29
23. Jumlah pentil kakao kecil layu pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP 30
24. Jumlah pentil kakao tiny sehat pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2 – 24 MSP 31
25. Jumlah pentil kakao tiny layu pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP 31
26. Jumlah pentil kakao kecil sehat pada berbagai konsentrasi pupuk
hayati pada 2-24 MSP 32
27. Jumlah buah kakao sedang pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP 32
28. Respon jumlah buah kakao panen pada berbagai konsentrasi
pupuk hayati 33
29. Jumlah biji kering kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi
pupuk hayati 33
30. Bobot biji kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi pupuk hayati 34
31. Produktivitas biji kering kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati 34
32. Fisiologi tanaman kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati 35
33. Jumlah pentil kakao kecil sehat per tanaman tanaman pada berbagai
konsentrasi asam humat dan pupuk hayati 18 MSP 35
34. Jumlah buah kakao sedang pada berbagai konsentrasi asam humat
dan pupuk hayati 8 MSP 36
35. Jumlah biji kering kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi asam
humat dan pupuk hayati panen ke-5 36
36. Laju fotosintesis tanaman kakao pada berbagai konsentrasi asam
humat dan pupuk hayati pada 24 MSP 37
37. Kondisi Klimatologi dan ETo Kebun Kaliwining PPKKI Jember
(2007-2017) 37
38. Nilai komponen blue, green dan grey water footprint satu siklus
budidaya kakao 39
39. Pengaruh asam humat dan pupuk hayati terhadap water footprint kakao 39
DAFTAR GAMBAR

1. Bagan alir penelitian 3


2. Water Footprint Budidaya Kakao Selama Satu Siklus (25 Tahun) 38

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bagan acak perlakuan percobaan 1 53


2. Kandungan asam humat dan pupuk hayati yang digunakan pada penelitian 54
3. Bagan acak perlakuan percobaan 2 55
4. Komponen Water Footprint Budidaya Kakao 56
5. Hasil analisis tanah pada Percobaan 1 dan Percobaan 2 59
RIWAYAT HIDUP 60
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di Indonesia


dan peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Luas area kakao di
Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1 740 612 ha dan mengalami penurunan
sebesar 4.72% pada tahun 2017 menjadi 1 658 421 ha. Penurunan ini disebabkan
oleh alih fungsi lahan untuk pembangunan infrastruktur dan digantikan dengan
komoditi pertanian lain, seperti kelapa sawit (Hanum 2018). Luas area yang
berkurang diikuti dengan penurunan produksi kakao. Produksi kakao Indonesia
pada tahun 2013 mencapai 720 862 ton dan menurun sebesar 18.06% pada tahun
2017 menjadi 590 684 ton (Ditjenbun 2018). Walapun demikian, produksi kakao
dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan melalui usaha untuk meningkatkan
produktivitas kakao.
Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan dengan intensifikasi, salah
satunya dengan pemupukan. Pemupukan merupakan komponen teknik budidaya
yang penting karena sangat menentukan kesuburan tanah, pertumbuhan dan
produksi tanaman. Pemupukan pada budidaya kakao dilakukan secara rutin mulai
dari fase bibit hingga tanaman menghasilkan. Pemupukan pada tanaman kakao
dilakukan untuk menghasilkan tanaman kakao yang produktif dan mempertahankan
produktivitasnya, sedangkan pemupukan pada bibit kakao dilakukan untuk
mendapatkan bibit yang vigor.
Pemupukan anorganik dapat meningkatkan produksi tanaman dalam waktu
yang singkat tetapi jika digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan karena meninggalkan residu sehingga mencemari
tanah dan air. Pemberian pupuk anorganik dengan dosis tinggi dan dalam waktu
yang lama menyebabkan penurunan bahan organik tanah dan menghambat
perkembangan mikroorganisme (Suwardi dan Wijaya 2013). Tanaman yang
tumbuh pada kondisi tanah seperti itu, menjadi tidak responsif terhadap pemupukan
sehingga pada jangka panjang akan mengalami penurunan produksi.
Salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan
pemberian asam humat. Asam humat merupakan fraksi substansi humat yang
dihasilkan dari dekomposisi bahan organik yang bersifat stabil dan memiliki gugus
fenolik dan karboksilat (Muscolo et al. 2013). Asam humat diketahui dapat
memperbaiki permeabilitas tanah, agregasi tanah dan kapasitas menahan air,
memiliki reaktivitas tinggi pada selang pH tanah yang tinggi, kapasitas tukar kation
(KTK) tinggi, mampu membentuk senyawa kompleks dengan logam berat, dan
menyediakan unsur hara, seperti N, P, K, S dan C sebagai sumber energi bagi
mikrobia tanah (Hermanto et al. 2012; Tan 2009). Asam humat mampu mengurangi
toksisitas logam pada tanah masam yang mengandung banyak ion Al terlarut. Hal
ini terjadi karena adanya pengikatan ion Al yang berlebihan oleh asam humat
sehingga mampu menurunkan konsentrasi dan aktivitas ion Al bebas pada jumlah
yang menguntungkan tanaman. Ion logam disimpan dalam bentuk khelat yang
kemudian akan dilepaskan ketika tanaman membutuhkan (Tan 2011).
Bahan-bahan aktif yang terkandung dalam asam humat dapat memacu
pertumbuhan tanaman (Dariah dan Nurida 2011). Pemberian asam humat dapat
merangsang perkembangan akar tanaman sehingga dapat menyerap unsur hara
2

dalam jumlah banyak. Peningkatan pertumbuhan tanaman juga disebabkan oleh


hormon perangsang pertumbuhan yang terkandung dalam asam humat, seperti
auksin, giberelin dan sitokinin (Suwardi dan Wijaya 2013).
Selain faktor abiotik, kesuburan tanah juga dipengaruhi oleh faktor biotik.
Penggunaan pupuk hayati merupakan salah satu manajemen peningkatan kesuburan
tanah terintegrasi. Pupuk hayati mengandung berbagai jenis mikroorganisme yang
mampu mengubah status hara yang mulanya tidak tersedia menjadi tersedia melalui
proses biologi. Mikroorganisme dalam pupuk hayati meningkatkan pertumbuhan
tanaman melalui berbagai macam mekanisme, seperti pelarutan mineral fosfat,
fiksasi nitrogen dan produksi fitohormon. Beberapa jenis mikroorganisme yang
banyak terdapat dalam pupuk hayati yaitu Azospirillum sp., Bacillus sp.,
Pseudomonas fluorescence dan Trichoderma sp.
Azospirilium mampu menambat N dari udara bebas dan menyediakan unsur
N yang cukup untuk pertumbuhan daun serta meningkatkan fotosintesis (Siagian et
al. 2014). Bacillus sp. memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman
melalui sintesis hormon pertumbuhan tanaman. Selain itu Bacillus sp juga mampu
melarutkan fosfat serta meningkatkan serapan N, P dan K. Pseudomonas sp.
mampu meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi hormon auksin
(IAA) dan melarutkan fosfat (Sivashakti et al. 2014). Mikroorganisme dalam pupuk
hayati juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen, seperti
serangan Phytophtora palmivora pada tanaman kakao (Pratama et al. 2013).
Salah satu sifat proses budidaya yang ramah lingkungan adalah kelestarian
sumber daya air yang tetap terjaga. Air merupakan kebutuhan primer dalam
kegiatan pertanian. Di sisi lain, sumber daya air bersih semakin berkurang dengan
bertambahnya eksploitasi dari kegiatan pertanian. Water footprint (jejak air)
merupakan indikator atau alat untuk menaksir penggunaan air baik secara langsung
(direct) maupun tidak langsung (indirect). Water footprint terdiri atas tiga
komponen, yaitu blue water footprint, green water footprint dan grey water
footprint. Blue water footprint merupakan penggunaan air oleh tanaman yang
berasal dari air permukaan dan air tanah, misalnya irigasi. Green water footprint
adalah penggunaan air oleh tanaman yang berasal dari hujan (Rodriguez et al.
2015). Ketika evapotranspirasi tanaman lebih besar daripada hujan, maka tambahan
air yang digunakan tanaman untuk mendukung pertumbuhan disebut blue water
footprint. Air yang digunakan oleh petani untuk kebutuhan konsumsi dan
pemeliharaan instrumen pertanian dikalkulasi dalam indirect blue water footprint.
Grey water footprint merupakan volume air yang dibutuhkan untuk melarutkan
polutan dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida selama proses budidaya agar
kualitas air tetap sesuai dengan standar kualitas air (Hoekstra et al. 2011).
Dalam pertanian, water footprint dapat digambarkan dengan volume
penggunaan air virtual pada setiap satuan produksi selama proses budidaya.
Penggunaan asam humat dan pupuk hayati yang dapat memperbaiki sifat-sifat
tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologis, diharapkan dapat meningkatkan
produksi tanaman kakao sehingga dapat menurunkan nilai water footprint selama
proses budidaya. Pemberian asam humat dan pupuk hayati selain dilakukan pada
tanaman kakao, juga perlu dilakukan pada bibit untuk menghasilkan bahan tanam
dengan pertumbuhan yang baik dan diharapkan dapat tumbuh menjadi tanaman
yang produktif di lapangan. Selain itu, asam humat dapat menyediakan sumber
energi bagi keberadaan mikrobia dalam tanah tetapi informasi tentang interaksi
3

antara asam humat dan mikrobia dalam tanah terhadap pertumbuhan tanaman masih
belum banyak diketahui. Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan
penelitian tentang uji keefektifan asam humat dan pupuk hayati terhadap
peningkatan produksi dan efisiensi water footprint.

Rumusan Masalah

Produksi kakao di Indonesia menunjukkan penurunan yang salah satunya


disebabkan oleh penurunan luas area tanam. Salah satu usaha untuk meningkatkan
produksi kakao selain dengan melakukan perluasan area tanam juga dengan
program intensifikasi. Salah satu program intensifikasi adalah pemupukan. Pupuk
yang paling banyak digunakan oleh petani kakao adalah pupuk anorganik yang
dapat menurunkan kesuburan tanah jika digunakan dalam jangka waktu yang
panjang. Alternatif pupuk yang dapat digunakan untuk menjaga kesuburan tanah
adalah asam humat dan pupuk hayati. Interaksi antara asam humat dan pupuk hayati
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui peningkatan sifat-sifat tanah,
baik secara fisik, kimia dan biologis. Asam humat dan pupuk hayati perlu diteliti
keefektifannya dalam meningkatkan produksi kakao.
Aplikasi asam humat dan pupuk hayati pada pembibitan kakao juga perlu
diteliti keefektifannya dalam meningkatkan pertumbuhan bibit. Pembibitan
merupakan tahapan yang penting untuk menghasilkan bahan tanam yang dapat
tumbuh baik pada berbagai kondisi lahan ketika dipindahkan ke lapangan. Bibit
yang baik diharapkan dapat tumbuh menjadi tanaman yang produktif di lapangan.
Pemberian asam humat dan pupuk hayati dapat digunakan sebagai langkah
alternatif budidaya ramah lingkungan sehingga dapat menjaga kesuburan tanah dan
sumber daya air. Kalkulasi volume air yang diperlukan untuk menghasilkan satu
satuan produksi perlu dipelajari melalui penghitungan water footprint pada
budidaya kakao. Adapun bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Peningkatan pertumbuhan dan produksi

Ramah lingkungan

Asam Humat + Pupuk Hayati

Bibit Tanaman
menghasilkan

Keefektifan asam humat dan Keefektifan asam humat dan


pupuk hayati dalam pupuk hayati dalam
meningkatkan pertumbuhan meningkatkan produksi
bibit tanaman menghasilkan

Status water footprint

Gambar 1. Bagan alir penelitian


4

Dari uraian di atas dapat diambil beberapa permasalahan yang dapat


dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana keefektifan asam humat dan pupuk hayati dalam meningkatkan
pertumbuhan bibit kakao?
2. Bagaimana keefektifan asam humat dan pupuk hayati dalam meningkatkan
produksi kakao?
3. Bagaimana nilai water footprint pada budidaya kakao dengan pemberian asam
humat dan pupuk hayati?

Tujuan

Pemberian asam humat dan pupuk hayati pada tanaman kakao yang dilakukan
pada penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh konsentrasi asam humat dan pupuk hayati terbaik pada fase bibit
2. Memperoleh konsentrasi asam humat dan pupuk hayati terbaik yang
menghasilkan produksi tanaman kakao tertinggi.
3. Menghitung nilai water footprint tanaman kakao pada perlakuan kombinasi
asam humat dan pupuk hayati.

Hipotesis

Adapun hipotesis dari pemberian asam humat dan pupuk hayati pada tanaman
kakao yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemberian asam humat dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
kakao.
2. Pemberian pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman kakao.
3. Terdapat kombinasi asam humat dan pupuk hayati yang memberikan
pertumbuhan dan produksi terbaik serta menghasilkan water footprint yang
rendah.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Fisiologi Tanaman Kakao

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan hujan tropis dengan kelembaban
tinggi, curah hujan tinggi, naungan pohon-pohonan yang tinggi dan suhu yang
relatif sama sepanjang tahun. Jika dibudidayakan di kebun tanaman kakao dapat
tumbuh dengan tinggi yang beragam. Tinggi tanaman dapat mencapai 1.8-3.0 m
pada umur tiga tahun dan mencapai 4.5-7 m pada umur 12 tahun. Kakao adalah
tanaman surface root feeder yaitu sebagian besar akar lateralnya (mendatar)
berkembang di dekat permukaan tanah pada kedalaman (jeluk) 0-30 cm. Bagian
akar lateral tanaman kakao tumbuh sebanyak 56% pada jeluk 0-10 cm, 26% pada
jeluk 11-20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm dan hanya 4% yang tumbuh pada jeluk
melebihi 30 cm. Akar lateral dapat tumbuh lebih dalam, sekitar 40-50 cm jika
permukaan substansi humat juga dalam (Wood dan Lass 1985).
Tanaman kakao besifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop,
5

sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut tunas plagiotrop.


Tanaman kakao asal biji yang telah mencapai tinggi 0.9-1.5 m akan berhenti
tumbuh dan membentuk jorket (jorquette). Jorket merupakan tempat peralihan
percabangan dari pola percabangan ortotrop menjadi plagiotrop. Hal ini terjadi
ketika ruas-ruas pada tunas ortotrop tidak memanjang dengan stipula (semacam
sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas daun yang berada
pada ujung tunas tidak berkembang. Selanjutnya, pada ujung perhentian tersebut
tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhannya ke samping membentuk sudut 0-60o
dengan arah horizontal (PPKKI 2006).
Daun kakao memiliki sifat khusus yaitu adanya dua persendian (articulation)
yang terletak pada pangkal dan ujung tangkai daun, sehingga posisinya dapat
menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari (PPKKI 2010). Daun
memiliki stomata yang terletak pada permukaan bawah daun saja. Jumlah stomata
tiap satuan luas daun dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang juga mempengaruhi
ukuran dan ketebalan daun. Daun yang terletak di bawah naungan berukuran lebih
lebar dengan warna lebih hijau daripada daun yang mendapat cahaya penuh (Wood
dan Lass 1985).
Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi
berkala. Masa pertumbuhan tunas-tunas baru itu disebut pertunasan atau flushing.
Flushing terjadi ketika setiap tunas membentuk 3-6 lembar daun baru sekaligus.
Setelah masa pertunasan selesai, kuncup-kuncup daun kembali dorman selama
periode tertentu dan akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan (PPKKI
2010). Selama perkembangan, flush memerlukan fotosintat yang sebagian besar
didapatkan melalui translokasi dari daun-daun tua. Hal ini berlanjut pada
pengguguran sebagian daun yang tua (Wood dan Lass 1985).
Tanaman kakao bersifat kauliflori yaitu bunga tumbuh dan berkembang dari
berkas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama akan semakin membesar dan menebal atau biasa disebut bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan, bergantung
pada kultivar kakao. Warna buah kakao pada dasarnya ada dua macam, yaitu buah
yang ketika muda berwarna hijau atau hijau keputihan jika sudah masak akan
berwarna kuning dan buah yang ketika muda berwarna merah jika telah masak akan
berwarna jingga. Buah akan masak setelah berumur enam bulan dengan panjang
yang beragam antara 10-30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor
lingkungan selama perkembangan buah. Warna kotiledon biji pada buah kakao ada
dua macam, yaitu putih untuk tipe criollo (kakao mulia) dan ungu untuk kakao
forastero (kakao lindak) (PPKKI 2010).
Pertumbuhan buah kakao dapat dipisahkan menjadi dua fase. Fase pertama
berlangsung sejak pembuahan hingga buah berumur 75 hari. Selama 40 hari
pertama pertumbuhan buah lambat kemudian menjadi cepat dan mencapai
pucaknya pada umur 75 hari dengan panjang sekitar 11 cm. Fase kedua ditandai
dengan pembesaran buah yang berlangsung cepat pada umur 120 hari. Buah
mencapai ukuran maksimal dan masak pada umur 143-170 hari yang ditandai
dengan perubahan warna kulit dan terlepasnya biji dari kulit buah (PPKKI 2006).
Perkembangan satu buah kakao perlu didukung 8-10 lembar daun dewasa.
Jika proporsi daun hanya 5-6 lembar setiap buah maka akan mengalami kelayuan
buah muda dengan tingkat yang tinggi. Dibandingkan dengan tanaman lain, kakao
memiliki laju fotosintesis bersih yang rendah. Laju asimilasi bersih pada tingkat
6

naungan 60% mencapai 9.09 mg dm-2 hari-1 untuk kakao mulia dan 11.88
mg dm-2 hari-1 untuk kakao lindak (PPKKI 2006).
Laju fotosintesis optimum tanaman kakao berlangsung pada intensitas cahaya
70%. Pemakaian naungan pada budidaya kakao sangat dibutuhkan karena tingkat
kejenuhan cahaya untuk fotosintesis yang relatif rendah. Intensitas naungan yang
digunakan beragam bergantung pada umur tanaman. Hasil fotosintesis kakao
sekitar 94% digunakan untuk mendukung pertumbuhan vegetatif dan hanya sekitar
6% yang digunakan untuk perkembangan bagian generatif. Bagian 6% tersebut
tidak seluruhnya menjadi biji yang siap dipanen karena sebagian besar buah muda
kakao akan mengalami layu fisiologis yang disebut layu pentil (cherelle wilt).
Sekitar sepertiga dari jumlah itu digunakan untuk menghasilkan biji, sedangkan
sisanya digunakan untuk pertumbuhan kulit buah dan bunga (PPKKI 2006).

Peranan Asam Humat

Fraksi organik tanah atau juga disebut bahan organik tanah terbentuk melalui
dekomposisi kimia dan biologi dari residu organik seperti sisa-sisa tanaman dan
hewan yang terdiri atas substansi non humat dan substansi humat. Substansi non
humat terbentuk melalui pembusukan jaringan tanaman, hewan, dan mikrobia
menjadi berbagai macam bentuk seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid,
asam nukleat, lignin, pigmen, hormon dan asam-asam organik. Substansi humat
merupakan hasil yang disintesis dari substansi non humat melalui humifikasi.
Gabungan dari substansi non humat dan substansi humat menggambarkan total
bahan organik tanah yang disebut dengan humus (Tan 2009).
Bahan organik yang terhumifikasi akan menghasilkan asam humat dan asam
fulvat. Asam humat merupakan komponen utama dari humus dengan kadar 50-
80%. Bachria (2009) menyatakan bahwa molekul asam humat terdiri atas unit-unit
polimer dengan struktur cincin aromatik yang dihubungkan dengan ikatan O, NH,
N, dan S, serta terdapat gugus OH dengan rangkaian O=C6H4=O. Asam humat
memiliki senyawa aromatik lebih banyak daripada asam fulvat, sedangkan asam
fulvat mengandung senyawa alifatik lebih banyak daripada asam humat.
Asam humat mengandung gugus fungsional aktif seperti karboksil, fenol,
karbonil, hidroksida, alkohol, asam, kuinon dan metoxil yang bermuatan negatif.
Anion-anion tersebut secara aktif bereaksi dengan Al dan Fe dan membentuk
kompleks organometalik. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ifansyah (2013)
menunjukkan bahwa pemberian asam humat pada 1 kg tanah Ultisol yang telah
diinkubasi dengan 300 mg kg-1 Al dan 300 mg kg-1 Fe (AlCl3 dan FeCl3)
menunjukkan terjadinya peningkatan pH dari 3.53 menjadi 4.19, peningkatan P
tersedia hingga 140% (0.12 mg kg-1), penurunan kelarutan Al sebanyak 60% (1.90
cmol kg-1) dan penurunan kelarutan Fe hingga 49% (20.07 mg kg-1).
Winarso et al. (2010) mengungkapkan bahwa meningkatnya kelarutan Al dan
Fe yang diikuti dengan hidrolisis menyebabkan banyaknya ion hidrogen yang
terlepas ke larutan tanah sehingga tanah menjadi masam. Asam humat memiliki
gugus fungsional seperti hidroksil dan karboksil yang dapat mengikat Al dan Fe
sehingga dapat menurunkan reaksi hidrolisis tersebut dan mengubah arah reaksi
sehingga konsentrasi ion H+ menurun dan meningkatkan pH.
Pemberian asam humat pada mineral liat dapat meningkatkan kandungan
karbon organik dan kapasitas tukar kation (KTK). Mineral liat merupakan kompnen
7

geokimia penyusun tanah yang berperan dalam mengadsorpsi dan memfiksasi ion-
ion hara dari larutan tanah kemudian melepaskan kembali ke larutan tanah untuk
diserap oleh tanaman. Beberapa mineral liat seperti kaolinit, illit dan
montmorillonit memfiksasi potassium (K+) dan ammonium (NH4+). Bahan organik
tanah dan mineral liat seringkali bergabung membentuk kompleks organomineral
yang dapat memodifikasi jumlah situs jerapan kation-kation pada larutan tanah.
Asam humat yang bercampur dengan mineral liat dapat membentuk
kompleks organomineral seperti kompleks humat monmorillonit, kompleks humat
kaolinit dan kompleks humat illit. Pencampuran asam humat meningkatkan karbon
organik pada montmorillonit, kaolinit dan illit secara berturut-turut hingga 275% (3
g kg-1), 375% (1.9 g kg-1) dan 62.5% (3.9 g kg-1). Asam humat juga dapat
meningkatkan KTK pada montmorillonit, kaolinit dan illit secara berturut-turut
sebanyak 1% (0.93 x 10-3 cmol m-2), 7.7% (0.42 x 10-3 cmol m-2) dan 6.5% (1.32 x
10-3 cmol m-2). Peningkatan KTK akibat pemberian asam humat akan
meningkatkan adsorpsi NH4+ dan K+ (Zhang et al. 2013).
Substansi humat telah diketahui dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan
tanaman melalui perubahan pada arsitektur akar dan dinamika pertumbuhan yang
menghasilkan peningkatan ukuran akar, percabangan akar dan volume akar dengan
luas permukaan yang lebih besar. Daerah pemanjangan dan diferensiasi akar
mencakup sel-sel meristematik yang aktivitas metabolismenya tinggi dan mudah
terbentuk akar-akar lateral. Zandonadi et al. (2007) menyatakan bahwa asam humat
berpengaruh terhadap kemunculan akar-akar lateral.
Menurut Canellas dan Olivares (2014), rangsangan dari H+-ATPase pada
membran sel diduga bahwa perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh substansi
humat tidak hanya terbatas pada struktur akar. Asam humat telah dideteksi terdapat
senyawa menyerupai auksin sehingga merangsang pemanjangan sel pada akar dan
menginduksi akar lateral. Mekanisme kerja senyawa tersebut sama dengan auksin
alami yang pengaruh utamanya adalah merangsang aktivitas H+-ATPase membran
plasma untuk mengeluarkan ion H+ pada apoplas (ruang pada dinding sel). Hal ini
menyebabkan pH dinding sel menurun kemudian mengaktivasi enzim dan protein
spesifik yang menginisiasi pengenduran dinding sel lalu terjadi pemanjangan sel.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Suparno (2008) menunjukkan bahwa
pemberian asam humat dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Pemberian
asam humat dengan dosis 3.10-3 ml tiap bibit kakao dapat meningkatkan jumlah
daun sebanyak 38.60% (18.06 helai) dan bobot kering akar hingga 62.96% (2.20
g). Hal ini terjadi karena serapan P pada bibit meningkat hingga 99.05% yang
mencapai 12.60 mg tajuk-1. Unsur P merupakan salah satu unsur hara yang penting
dalam metabolisme dan integritas struktur tanaman. Peningkatan serapan unsur P
terjadi karena asam humat dapat mengkhelat Al menjadi kompleks Al3+ humat
sehingga unsur P yang terikat Al akan terlepas dan dapat diserap oleh tanaman.

Peranan Pupuk Hayati

Pupuk hayati didefinisikan sebagai bahan yang mengandung sel-sel hidup


ataupun sel-sel laten dari berbagai strain mikrobia yang berperan dalam
meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam bentuk yang dapat diserap oleh
tanaman melalui berbagai macam mekaisme. Mikroorganisme yang terkandung
dalam pupuk hayati yang diaplikasikan pada tanaman dan tanah dapat membentuk
8

koloni baik dalam rhizosfer ataupun jaringan tanaman dan merangsang


pertumbuhan tanaman. Selain itu, mikroorganisme dalam pupuk hayati juga dapat
melindungi tanaman dari hama dan penyakit (Mohammadi dan Sohrabi 2012).
Mikroorganisme dalam pupuk hayati berperan dalam meningkatkan
ketersediaan unsur hara melalui proses pelarutan mineral fosfat, fiksasi N2
asimbiotik. Fitostimulator merupakan kemampuan memproduksi fitohormon
seperti auksin atau IAA. Mikroorganisme sebagai rhizomediator bermanfaat untuk
mengurangi polutan organik. Mikroorganisme juga dapat memproduksi siderofor,
sintesis antibiotik, enzim dan bahan-bahan untuk mengendalikan patogen.
Pseudomonas sp. dapat merangsang pertumbuhan kecambah. Noumavo et al.
(2013) memaparkan bahwa inokulasi P. fluorescens dan P. putida pada benih
jagung menunjukkan pertumbuhan kecambah yang lebih baik dibandingkan kontrol
yaitu dengan bertambahnya tinggi hingga 30.26%, mencapai 15.11 cm, dan
bertambahnya jumlah daun hingga 33.2% yaitu mencapai 6.66 helai. Selain itu,
inokulasi tanaman dengan Azospirillum sp. dapat menghasilkan perubahan yang
signifikan pada berbagai parameter pertumbuhan, seperti tinggi tanaman. Ibiene et
al. (2012) memaparkan bahwa penggunaan pupuk hayati (Azotobacter sp.,
Nitrobacter sp. dan Nitrosomonas sp.) dapat meningkatkan tinggi tanaman tomat
hingga 58% yaitu mencapai 15.8 cm, dan meningkatkan diameter batang hingga
50% dengan lebar 1 cm dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Peningkatan pertumbuhan pada tanaman yang diinokulasi dengan PGPR
karena adanya peningkatan jumlah unsur hara tersedia dan kemudahan tanaman
dalam menyerap unsur hara. Pseudomonas sp., Azospirillum sp. dan Azotobacter
sp. merupkan bakteri pemiksasi nitrogen, sedangkan Nitrobacter sp. dan
Nitrosomonas sp. merupakan bakteri pelarut fosfat. Dibandingkan dengan tanah
non rizosfer, konsentrasi bakteri pelarut fosfat lebih tinggi pada rizosfer (Ibiene et
al. 2012; Sivashakti et al. 2014).
Pseudomonas sp. Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. juga dapat
memproduksi IAA yang berpengaruh positif pada perkembangan sistem perakaran
dan berperan dalam meningkatkan penyerapan nutrisi penting untuk pertumbuhan
tanaman (Noumavo et al. 2013; Khan et al. 2016). Produksi IAA oleh PGPR
bermacam-macam bergantung pada spesies bakteri dan juga dipengaruhi oleh
kondisi budidaya dan fase tumbuh. Azospirillum brasilense memproduksi IAA
ketika terdapat prekusor seperti L-tryptophan. Pseudomonas fluorescens
memproduksi IAA dalam jumlah sedikit melalui lintasan tryptophan oksidase dan
tryptophan transaminase (Sivashakti et al. 2014).
Trichoderma sp. merupakan cendawan berfilamen yang biasanya digunakan
sebagai agen pengendali biologi pada patogen penyakit tular tanah seperti Pythium
sp., Rihizoctonia solani, Fusarium sp., dan Sclerotium rolfsii. Selain itu, beberapa
spesies Trichoderma sp. dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan bibit
tanaman. Pemberian pupuk yang dikombinasikan dengan Trichoderma sp. dapat
mengurangi penggunaan pupuk N, meningkatkan kesuburan tanah dan hasil
tanaman. Secara umum, NO3- tidak dapat berada pada zona rhizosfer tanaman
dalam waktu yang lama. Mikrobia dalam tanah melepaskan eksudat-eksudat yang
dapat meningkatkan penyerapan unsur hara melalui penambahan pertumbuhan akar
dan peningkatan ketersediaan unsur-unsur hara yang penting.
Penggunaan Trichoderma harzianum sebagai pupuk hayati pada tanaman
tomat, dapat mengurangi penggunaan pupuk N sebanyak 50% dengan pertumbuhan
9

dan hasil yang lebih tinggi daripada tanaman yang hanya dipupuk NPK. Tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga per tanaman, jumlah buah per tanaman dan
bobot buah per tanaman menunjukkan penambahan secara berturut-turut hingga
10.2% (mencapai 71.17 cm), 26.9% (mencapai 9.92 cabang), 19.26% (mencapai
162.75 bunga), 11.4% (mencapai 41.03 buah) dan 58.43% (mencapai 1.41 kg)
(Haque et al. 2012).

Water Footprint

Water footprint (jejak air) merupakan indikator penggunaan air baik secara
langsung (direct water footprint) ataupun secara tidak langsung (indirect water
footprint). Direct water footprint mengarah pada pemakaian air yang berhubungan
langsung dengan produk yang dihasilkan. Indirect water footprint mengarah pada
pemakaian air yang berhubungan dengan rantai persediaan barang dan jasa atau
input yang digunakan oleh produsen. Penggunaan air diukur dari volume
pemakaian air (evaporasi atau tergabung menjadi bagian produk) dan/atau
pencemaran air tiap satuan waktu (Hoekstra et al. 2011).
Kalkulasi water footprint didapat melalui hasil total dari tiga komponen yaitu
blue water footprint, green water footprint dan grey water footprint. Blue water
footprint merupakan volume dari air permukaan atau air tanah yang digunakan pada
proses produksi barang atau jasa. Pada kegiatan pertanian, blue water footprint
secara umum menunjukkan jumlah air yang digunakan dari air tanah dan irigasi.
Green water footprint merupakan volume air hujan yang dipakai selama proses
produksi. Green water footprint secara khusus berkaitan dengan hasil pertanian
yang diukur dari total evapotranspirasi air hujan (dari lahan dan perkebunan). Grey
water footprint didefinisikan sebagai volume air yang dibutuhkan untuk melarutkan
polutan sesuai dengan standar kualitas air (Hoekstra et al. 2011).
Penggunaan volume air tiap unit hasil tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh
kondisi agrometeorologi setempat, tetapi juga oleh teknik budidaya dan tingkat
produksi. Tempat yang memiliki water footprint yang rendah untuk hasil tanaman
tertentu biasanya memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman
itu. Water footprint budidaya kakao di Columbia menunjukkan nilai yang beragam
pada enam provinsi, yaitu Antioquia, Arauca, Huila, Narino, Santander dan Tolima
dengan volume penggunaan air secara berturut-turut mencapai 14 344 m3 ton-1,
15 057 m3 ton-1, 13 475 m3 ton-1, 13 719 m3 ton-1, 22 758 m3 ton-1dan 23 239 m3
ton-1 (Rodriguez et al. 2015). Kalkulasi water footprint tandan buah segar kelapa
sawit juga menunjukkan nilai yang beragam pada dua provinsi di Thailand, yaitu
Pathumthani yang mencapai 1 532.44 m3 ton-1dan Chonburi yang mencapai 786.51
m3 ton-1 (Mungkalasiri et al. 2015).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Kaliwining Pusat Penelitian Kopi dan Kakao


Indonesia (PPKKI) di Jember, Jawa Timur. Lokasi penelitian berada pada
ketinggian 45 m di atas permukaan laut. Penelitian terdiri atas 3 percobaan yang
10

sekaligus dilakukan pada bulan Juni 2017 hingga Januari 2018. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Tanah PPKKI Jember.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao hasil
persilangan jenis Forastero klon Sulawesi 1 dan jenis Criollo klon Amazon KEE 2,
tanaman kakao umur 5-15 tahun klon Sulawesi 1, asam humat (Humatop®), pupuk
hayati (Bactoplus®), polybag, tanah lapisan atas (top soil), pasir, Urea, TSP, KCl,
Kiserit. Alat yang digunakan meliputi timbangan, oven, knapsack sprayer, gelas
ukur, hand counter, penggaris, jangka sorong, dan LICOR 6400 XT.

Percobaan 1. Keefektifan Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap


Pertumbuhan Bibit Kakao

Rancangan Percobaan

Penelitian mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor


yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi asam humat yang
terdiri atas 5 taraf, yaitu 0, 1 000, 2 000, 3 000 dan 4 000 ppm. Faktor kedua adalah
konsentrasi pupuk hayati yang terdiri atas 5 taraf, yaitu 0, 500, 1 000, 1 500 dan
2 000 ppm. Dengan demikian terdapat 25 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan diulang sebanyak lima kali, sehingga terdapat 125 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri atas 3 polybag bibit kakao. Bagan acak perlakuan
Percobaan 1 dapat dilihat pada Lampiran 1. Analisis statistik yang digunakan
adalah sidik ragam dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut
(Mattjik dan Sumertajaya 2013):
Y(ij) = μ + α(i) + β(j) + αβ(ij) + ɛ(ij), dimana
Y(ij) = nilai pengamatan pada konsentrasi asam humat pada taraf ke-i,
konsentrasi pupuk hayati pada taraf ke-j
μ = nilai rataan umum
α(i) = pengaruh utama konsentrasi asam humat ke-i
β(j) = pengaruh utama konsentrasi pupuk hayati ke-j
αβ(ij) = interaksi konsentrasi asam humat ke-i dan konsentrasi pupuk hayati ke-j
ɛ(ij) = pengaruh acak yang menyebar normal

Prosedur Percobaan

Bahan tanam yang digunakan adalah kecambah kakao yang telah disemai
selama 14 hari. Benih kakao disemaikan pada bak pengecambah dengan media
tanah dan pasir dengan perbandingan volume 1:1. Penyemaian dilakukan dengan
memendam sepertiga bagian benih kakao dalam media tanam. Kecambah kakao
yang dipilih adalah yang memiliki pertumbuhan yang seragam. Media pembibitan
terdiri atas tanah dan pasir dengan perbandingan volume 3:1 kemudian dimasukkan
ke dalam polybag ukuran 20 cm x 30 cm.
Aplikasi asam humat dilakukan dengan melarutkan serbuk sebanyak 1, 2, 3
dan 4 g maing-masing ke dalam 1 liter air. Asam humat diberikan melalui tanah
dengan cara disiram menggunakan cangkir dengan volume larutan 225 ml tiap bibit
yang diperoleh dari penghitungan kapasitas lapang. Dengan demikian, dosis asam
11

humat yang diberikan untuk setiap aplikasi adalah 0.225, 0.450, 0.675 dan 0.900 g
tanaman-1. Aplikasi pupuk hayati dilakukan dengan melarutkan serbuk sebanyak
0.5, 1, 1.5 dan 2 g masing-masing ke dalam satu liter air. Pupuk hayati diberikan
melalui daun dengan cara disemprot dengan volume larutan 25 ml tiap bibit yang
diperoleh dari kalibrasi volume air yang disemprotkan ke bibit kakao hingga merata
ke seluruh daun. Dengan demikian, dosis pupuk hayati yang diberikan untuk setiap
aplikasi adalah 0.013, 0.025, 0.038 dan 0.050 g tanaman-1. Perlakuan tanpa
pemberian asam humat dan pupuk hayati dilakukan dengan menyiram air. Dengan
Aplikasi asam humat dan pupuk hayati dilakukan 4 minggu sekali sebanyak 3 kali
selama percobaan. Kandungan asam humat dan pupuk hayati yang digunakan pada
percobaan ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Dosis pupuk yang digunakan sesuai dengan PPKKI (2015), yaitu dengan
menggunakan pupuk Urea 5 g, TSP 5 g, KCl 4 g dan Kiserit 4 g pada setiap bibit.
Pupuk diberikan mengelilingi batang dengan jarak 10 cm dari batang. Pemupukan
pada pembibitan dilakukan sebanyak 2 minggu sekali sampai bibit berumur 3 bulan.

Pengamatan

Pengamatan peubah morfologi dilakukan mulai 2 minggu setelah perlakuan


(MSP) dengan frekuensi 2 minggu sebanyak 7 kali. Pengamatan peubah destruktif
dan fisiologi dilakukan pada saat bibit berumur 4 bulan. Jumlah sampel yang
diamati adalah 3 bibit.

1. Peubah morfologi
a. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal
batang hingga ujung daun tertinggi.
b. Diameter batang
Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada
daerah sekitar 1 cm di atas bekas kotiledon.
c. Jumlah daun
Penghitungan jumlah daun, baik daun muda (flush) maupun daun tua,
dilakukan dengan menggunakan hand counter.

2. Peubah destruktif
a. Luas Daun
Luas daun diukur dengan memotret seluruh daun dan dihitung luasnya
menggunakan aplikasi Image J 1.50.
b. Panjang akar
Panjang akar diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal akar
hingga ujung akar terpanjang.
c. Volume akar
Pengamatan dilakukan dengan memasukkan sampel akar ke dalam
gelas ukur berisi air sebanyak 80 ml. Volume akar didapatkan dari selisih
volume air setelah dimasukkan akar dan volume air awal.
12

d. Bobot basah akar, batang, daun dan total


Pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot segar akar, batang
dan daun menggunakan timbangan analitik.
e. Bobot kering akar, batang, daun dan total
Akar, batang dan tajuk bibit dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC
selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik. Sebelum
dikeringkan, akar, batang dan daun ditimbang untuk menghitung bobot basah.

3. Peubah fisiologi
Variabel fisiologi yang diamati meliputi laju fotosintesis, laju transpirasi,
konduktansi stomata, CO2 interseluler (Ci), rasio CO2 interseluler dan ambien
(Ci/Ca) dan efisiensi penggunaan air menggunakan LICOR 6400 XT. Sampel daun
yang digunakan adalah daun yang berumur 6-10 minggu dengan tanda bintik
cokelat pada bagian atas tangkai daun dan warna hijau pada bagian bawah tangkai
daun. Efisiensi penggunaan air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
A x 10-6
EPA= E , dimana
A = laju fotosintesis (µmol CO2 m-2 s-1)
E = laju transpirasi (mmol H2O m-2 s-1)
EPA = efisiensi penggunaan air.

Data Penunjang

Data penunjang digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam


penelitian. Data penunjang mencakup data iklim mikro green house (intensitas
cahaya, suhu dan kelembaban udara).

Analisis Data

Data diolah menggunakan aplikasi SAS 9.4. Hasil analisis sidik ragam yang
menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5%, dilakukan uji lanjut dengan uji
jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test, DMRT).

Percobaan 2. Keefektifan Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap Produksi


Tanaman Kakao

Rancangan Percobaan

Penelitian mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua


faktor yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi asam humat
yang terdiri atas 5 taraf, yaitu 0, 1 000, 2 000, 3 000 dan 4 000 ppm. Faktor kedua
adalah konsentrasi pupuk hayati yang terdiri atas 5 taraf, yaitu 0, 500, 1 000, 1 500
dan 2 000 ppm. Dengan demikian terdapat 25 kombinasi perlakuan. Setiap
kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 75 unit percobaan. Setiap
satuan percobaan terdiri atas 16 tanaman kakao dengan 4 tanaman tengah sebagai
tanaman sampel pengamatan. Bagan acak perlakuan Percobaan 2 dapat dilihat pada
Lampiran 3. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam untuk data
fisiologi dan sidik peragam untuk data perkembangan buah dengan data sebelum
13

perlakuan digunakan sebagai kovariat menggunakan model Rancangan Acak


Kelompok (RAK) sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):
Y(ij)k = μ + α(i) + β(j) + αβ(ij) + ρk + ɛ(ij)k, di mana
Y(ij)k = nilai pengamatan pada konsentrasi asam humat pada taraf ke-i,
konsentrasi pupuk hayati pada taraf ke-j dan kelompok ke-k.
μ = nilai rataan umum
α(i) = pengaruh utama konsentrasi asam humat ke-i
β(j) = pengaruh utama konsentrasi pupuk hayati ke-j
αβ(ij) = interaksi konsentrasi asam humat ke-i dan konsentrasi pupuk hayati ke-j
ρk = pengaruh aditif dari kelompok ke-k
ɛ(ij)k = pengaruh acak yang menyebar normal

Prosedur Percobaan

Tahap persiapan dilakukan dengan penentuan lokasi percobaan, penentuan


bagan acak perlakuan (lay out percobaan) penentuan tanaman sampel. Tanaman
kakao yang digunakan adalah klon Sulawesi 1 berumur 5-15 tahun dengan tinggi
tanaman 3-5 m. Tanaman tersusun dalam blok-blok yang mewakili ulangan. Setiap
blok memiliki umur berbeda yaitu 5, 10 dan 15 tahun berturut-turut Blok 1, 2 dan
3. Jarak tanam kakao adalah 3 m x 3 m dengan populasi standar 1 111 tanaman per
hektar pada seluruh blok yang diteliti. Tanaman kakao berasal dari perbanyakan
sambung cabang plagiotrop dengan ketinggian jorket semu beragam antara 10-60
cm dari permukaan tanah. Kakao ditanam di bawah naungan pohon lamtoro
(Leucaena leucocephala) pada Blok 1 dan 2, sedangkan Blok 3 di bawah naungan
pohon lamtoro dan jati (Tectona grandis). Populasi lamtoro adalah 555 tanaman,
sedangkan jati 84 tanaman per hektar. Tanaman jati berada di pinggir blok.
Aplikasi asam humat dilakukan dengan melarutkan serbuk sebanyak 1, 2, 3
dan 4 g masing-masing ke dalam 1 liter air. Asam humat diberikan melalui tanah
dengan cara disemprot menggunakan knapsack sprayer dengan volume larutan 2 l
per tanaman yang diperoleh dari kalibrasi penyemprotan air pada tanah lokasi
percobaan hingga merata pada radius 75 cm dan kedalaman 30 cm. Dengan
demikian, dosis asam humat yang diberikan untuk setiap aplikasi adalah 2, 4, 6 dan
8 g tanaman-1. Aplikasi pupuk hayati dilakukan dengan melarutkan serbuk
sebanyak 0.5, 1, 1.5 dan 2 g masing-masing ke dalam 1 liter air. Pupuk hayati
diberikan melalui daun dengan cara disemprot menggunakan knapsack sprayer
dengan volume larutan 1 liter per tanaman yang diperoleh dari kalibrasi
penyemprotan air hingga merata ke seluruh buah dan daun pada tajuk tanaman
kakao. Dengan demikian, dosis pupuk hayati yang diberikan untuk setiap aplikasi
adalah 0.5, 1, 1.5 dan 2 g tanaman-1. Perlakuan tanpa pemberian asam humat dan
pupuk hayati dilakukan dengan menyiram air. Aplikasi asam humat dan pupuk
hayati dilakukan 4 minggu sekali sebanyak 3 kali selama percobaan.
Pemupukan anorganik (N, P, K, Mg) selama penelitian dilakukan sesuai
dengan standar PPKKI (2015) yaitu setiap tanaman diberi Urea 140 g, TSP 120 g,
KCl 120 g dan Kieserit 76 g, yang diberikan setengahnya masing-masing pada
bulan November 2017 dan Januari 2018. Pemangkasan tunas air rutin dilakukan
terutama pada saat musim hujan. Gulma di sekitar piringan tiap tanaman
dibersihkan sebelum dilakukan perlakuan.
14

Pengamatan

1. Jumlah pentil
Pentil merupakan buah kecil yang berukuran < 10 cm. Pentil dikelompokkan
menjadi pentil layu dan pentil sehat. Pentil layu adalah pentil yang mengalami
kelayuan fisiologis yang ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi
coklat kehitam-hitaman, tetapi pentil tetap melekat pada batang atau cabang
tanaman kakao. Ciri-ciri pentil layu yang disebabkan oleh serangan kepik
penghisap buah (Helopeltis antonii) menunjukkan tanda serangan bercak-bercak
cekung berwarna cokelat muda yang lama kelamaan menjadi kehitaman, sedangkan
serangan cendawan Phytophthora palmivora menimbulkan bercak busuk yang
dimulai dari bagian pangkal, tengah atau ujung pentil. Pentil sehat adalah pentil
yang tidak mengalami layu fisiologis serta tidak terserang hama dan penyakit.
Jumlah pentil diamati pada batang dan percabangan utama sepanjang 75 cm
dari jorket semu. Pentil yang diamati dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan
ukurannya yaitu pentil tiny dan pentil kecil. Pentil tiny merupakan pentil dengan
panjang tidak lebih dari 5 cm, sedangkan pentil kecil merupakan pentil dengan
pajang antara 5-10 cm. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

2. Jumlah buah
Buah dikelompokkan menjadi buah sedang dan besar. Buah sedang adalah
buah yang memiliki panjang antara 10-15 cm. Buah besar adalah buah yang
memiliki panjang > 15 cm. Pengamatan dilakukan mulai dari batang hingga
percabangan utama sepanjang 75 cm dari jorket (jourquette). Peubah ini diamati
pada selang dua minggu.

3. Produksi
Penaksiran produksi dari segi pendekatan agronomi dilakukan dengan
menggunakan rumus yang disampaikan oleh Wachjar (2005), yaitu:
Y = P x bd x N, dimana
Y = Produksi
P = Jumlah buah masak yang dipanen
bd = rata-rata bobot biji kering per buah
N = rata-rata jumlah biji per buah
Adapun beberapa variabel yang diamati untuk penghitungan penaksiran
produksi adalah sebagai berikut:
a. Jumlah buah masak yang dapat dipanen per tanaman. Ciri-ciri buah kakao klon
Sulawesi 1 yang telah masak adalah berubahnya warna buah dari merah menjadi
jingga.
b. Jumlah biji per buah. biji yang dihitung adalah biji yang sehat dan tidak
mengalami kelainan, seperti berkecambah, kopong dan terserang hama atau
jamur.
c. Bobot biji kering

4. Produktivitas
Produktivitas dihitung dengan mengkonversi hasil biji kering per tanaman
selama lima kali panen menjadi hasil total populasi satu hektar dalam satu tahun.
15

5. Peubah fisiologi
Variabel fisiologi yang diamati antara lain laju fotosintesis transpirasi,
konduktansi stomata, CO2 interseluler (Ci), rasio CO2 interseluler dan ambien
(Ci/Ca) dan efisiensi penggunaan air. Pengamatan pada 14 minggu setelah aplikasi
pertama dengan menggunakan LICOR 6400 XT. Sampel daun yang digunakan
adalah daun berumur 6-10 minggu dengan tanda bintik cokelat pada bagian atas
tangkai daun dan warna hijau pada bagian bawah tangkai daun. Efisiensi
penggunaan air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
A x 10-6
EPA= E , dimana
A = laju fotosintesis (µmol CO2 m-2 s-1)
E = laju transpirasi (mmol H2O m-2 s-1)
EPA = efisiensi penggunaan air

Data Penunjang

Data penunjang digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam


penelitian. Data penunjang mencakup data iklim seperti curah hujan, intensitas
cahaya, suhu dan kelembaban udara. Analisis tanah meliputi pengujian nilai pH,
KTK, N, P potensial, K potensial dan C organik.

Analisis Data

Data diolah menggunakan aplikasi SAS 9.4. Hasil sidik ragam dan sidik
peragam yang menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5%, dilakukan uji
lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test, DMRT).

Percobaan 3. Kalkulasi Water Footprint Selama Proses Budidaya Kakao

Penghitungan water footprint dilakukan pada satu siklus budidaya kakao


selama 25 tahun dan Percobaan 2. Komponen water footprint satu siklus budidaya
kakao diuraikan pada Lampiran 4. Water footprint dikalkulasi dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Hoekstra et al. (2011) yaitu:
WF = WFblue + WFgreen + WFgrey + WFindirect
CWU CWUgreen
WF blue = Y blue WFgreen = Y
lgp lgp
CWUblue = 10 x ∑d=1 x ETblue CWUgreen = 10 x ∑d=1 x ETgreen
di mana:
WF = total water footprint
WFgreen = green water footprint (m3 ton-1)
WF blue = blue water footprint (m3 ton-1)
WFindirect = indirect water footprint (m3 ton-1)
CWUgreen = penggunaan green water oleh tanaman (m3 ha-1)
CWUblue = penggunaan blue water oleh tanaman (m3 ha-1)
Y = hasil (ton ha-1)
ETgreen = evapotranspirasi green water (mm hari-1)
ETblue = evapotranspirasi blue water (mm hari-1)
lgp = periode pertumbuhan (hari)
16

10 = faktor konversi volume air per luas lahan (m3 ha-1)


Evapotranspirasi potensial (ETo) dihitung dengan menggunakan software
Cropwat 8.0 berdasarkan persamaan FAO Penman Montieth oleh Allen et al.
(1998). Data iklim yang diperlukan dalam perhitungan ETo antara lain suhu
minimum, suhu maksimum, kelembaban, kecepatan angin dan lama penyinaran.
Koefisien tanaman (Kc) kakao adalah 1.00 pada fase bibit dan 1.05 pada fase
tanaman di lapang (Allen et al. 1998) sedangkan nilai evapotranspirasi aktual (ETc)
untuk tanaman lamtoro adalah 8.22 mm hari-1 (Pasaribu et al. 2016):
ETgreen = min (ETc, Peff)
ETblue = max (0, ETc - Peff)
ETc = Kc x ET0
di mana:
ETc = evapotranspirasi aktual (mm hari-1)
Kc = koeefisien tanaman
ET0 = evapotranspirasi potensial (mm hari-1)
Peff = curah hujan efektif (mm)
Nilai WFgrey selama proses budidaya kakao menggunakan perhitungan
dengan melakukan estimasi jumlah penggunaan pupuk anorganik dan pestisida per
hektar. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
Hoekstra et al. (2011) yakni sebagai berikut:
(α x AR)/ C max -C min
WFgrey = , di mana
Y

WFgrey = grey water footprint (m3 ton-1)


α = leaching run off fraction
AR = rasio penggunaan bahan kimia per hektar (kg ha-1)
Cmax = ambang batas maksimum (ambien) polutan yang diatur dalam
regulasi (kg m-3)
Cmin = konsentrasi natural di badan air (kg m-3)
Adapun nilai α, Cmax dan Cmin dari pupuk dan bahan aktif pestisida diperoleh
dari berbagai pustaka yang mendukung. Nilai α untuk NO3-, P2O5 dan K2O berturut-
turut adalah 0.075, 0.001 dan 0.028 (Rahutomo dan Ginting 2018), Mg adalah 0.06
(Comte et al. 2013) dan bahan aktif pestisida adalah 0.01 (Franke et al. 2013). Cmax
untuk NO3- dan K2O berturut-turut adalah 10 mg l-1 dan 10 g l-1 (EPA 186), P2O5
adalah 5 mg l-1 (Seither et al. 2012), Mg adalah 50 ppm (Kumar dan Puri 2012),
deltametrin adalah 0.1 µg l-1, klorpirifos adalah 70 µg l-1 (Hamilton et al. 2003), Cu
adalah 1.3 ppm (Calabrese et al. 2005) dan triadimenol adalah 2.58 mg l-1 (EPA
2006). Cmin untuk pupuk dan pestisida adalah nol (Franke et al 2013).
WFindirect dikalkulasi dari penggunaan air untuk konsumsi tenaga kerja dan
produksi pupuk serta pestisida. Konsumsi air oleh tenaga kerja untuk setiap hari
kerja (HK) adalah 0.1761 m3 (Santosa et al. 2018a). HK merupakan waktu kerja
yang dibebankan untuk setiap tenaga kerja yaitu 8 jam. Air yang digunakan untuk
memproduksi 1 ton Urea adalah 40.6 l (EAA 2017), TSP dan KCl adalah 180 dan
887 l (Durlinger et al. 2017) dan pestisida adalah 204 l (Kulkarni 2014).
17

Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan aplikasi SAS 9.4. Apabila analisis sidik
peragam menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5%, dilakukan uji jarak
berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test, DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Percobaan 1. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao terhadap Pemberian Asam


Humat dan Pupuk Hayati

Kondisi Umum

Lokasi percobaan berada di green house dengan ketinggian 45 meter di atas


permukaan laut memiliki kondisi lingkungan yang stabil terutama pada 4 bulan
terakhir. Suhu, kelembaban relatif dan intensitas cahaya selama percobaan
(Agustus-Desember 2017) ditampilkan pada Tabel 1. Serangan kutu putih tampak
pada awal bulan (bibit kakao umur 2 MST) yang diduga terjadi karena bibit
percobaan sebelumnya meninggalkan kutu putih di lokasi percobaan. Media tanam
yang digunakan bersifat masam (Lampiran 5).

Tabel 1. Kondisi suhu, kelembaban relatif dan intensitas cahaya di lokasi


percobaan 1
Suhu Kelembaban Relatif Intensitas
o
Bulan ( C) (%) Cahaya (J
-2 -1
07.00 13.00 18.00 Rerata 07.00 13.00 18.00 Rerata cm hari )
Agustus 22.5 30.7 27.4 26.9 97 77 89 83.0 916.0
September 23.9 32.1 28.1 28.0 96 78 88 87.3 979.5
Oktober 25.7 32.7 27.1 28.5 95 79 89 87.7 1008.5
November 26.1 32.2 27.1 28.5 94 81 90 88.3 1023.0
Desember 25.5 32.7 27.3 28.5 95 78 89 87.3 1006.0
Rerata 24.7 32.1 27.4 28.1 95.4 78.6 89 86.7 986.6
Sumber: Stasiun Cuaca KP Kaliwining

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Rekapitulasi hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian asam humat


pada bibit kakao berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit, diameter batang, jumlah
daun, luas daun, bobot basah batang, bobot basah total, bobot kering akar, bobot
kering batang, bobot kering total, laju fotosintesis, Ci, Ci/Ca dan efisiensi
penggunaan air. Walaupun demikian, pemberian asam humat pada bibit kakao tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang akar, volume akar, bobot basah akar, bobot
basah daun, bobot kering daun, konduktansi stomata dan laju transpirasi (Tabel 2).
18

Penyemprotan pupuk hayati pada bibit kakao tidak berpengaruh nyata


terhadap panjang akar, konduktansi stomata dan laju transpirasi, tetapi
penyemprotan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap peubah lainnya (Tabel 2).
Pemberian asam humat dan pupuk hayati pada bibit kakao berpengaruh nyata
terhadap tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, bobot basah daun, bobot basah
total, bobot kering daun dan bobot kering total. Walaupun demikian, pemberian
pupuk hayati pada bibit kakao tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar,
volume akar, bobot basah akar, bobot basah batang, bobot kering akar, bobot kering
batang dan semua peubah fisiologi yang diamati (Tabel 2).

Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam pemberian asam humat dan pupuk hayati
terhadap pertumbuhan dan fisiologi bibit kakao
Peubah Asam Humat Pupuk Hayati Interaksi
------------------------------(MSP)------------------------------
Tinggi bibit 2*, 4-14** 2-14** 2-14 tn
Diameter batang 2-12**, 14 * 2-14 ** 6*, 12*, 8-10**
Jumlah daun 2-4**, 6*, 14* 2-8**, 12-14** 2-4**, 14*
Luas daun 14 ** 14 ** 14 **
Panjang akar 14 tn 14 tn 14 tn
Volume akar 14 tn 14 ** 14 tn
BB akar 14 tn 14 ** 14 tn
BB batang 14 * 14 ** 14 tn
BB daun 14 tn 14 ** 14 **
BB total 14 * 14 ** 14 **
BK akar 14 * 14 ** 14 tn
BK batang 14 ** 14 ** 14 tn
BK daun 14 tn 14 ** 14 **
BK total 14 ** 14 ** 14 *
Laju fotosintesis 14 ** 14 ** 14 tn
Konduktansi stomata 14 tn 14 tn 14 tn
Laju transpirasi 14 tn 14 tn 14 tn
Ci 14 ** 14 ** 14 tn
Rasio Ci/Ca 14 ** 14 ** 14 tn
Efisiensi penggunaan air 14 ** 14 ** 14 tn
Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada uji F taraf 1%, * = berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%,
tn = tidak berpengaruh nyata, BB = bobot basah, BK = bobot kering.

Respon Pertumbuhan Bibit Kakao terhadap Pemberian Asam Humat

Pemberian asam humat pada bibit kakao secara nyata mempengaruhi tinggi
bibit pada 2 hingga 14 minggu setelah perlakuan pertama (MSP), diameter batang
pada 2-12 MSP, jumlah daun pada 2-6 MSP. Peubah destruktif yang secara nyata
dipengaruhi oleh pemberian asam humat meliputi luas daun, bobot basah batang,
bobot basah total, bobot kering batang, bobot kering akar dan bobot kering total.
Asam humat secara nyata mempengaruhi peubah fisiologi bibit kakao yaitu laju
fotosintesis, Ci, rasio Ci/Ca dan efisiensi penggunaan air, tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap transpirasi dan konduktansi stomata (Tabel 2).
19

Tinggi bibit. Pemberian asam humat 4 000 ppm menghasilkan bibit kakao
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol mulai umur 2-14 MSP, tetapi
tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 3 000 ppm (Tabel 3).

Tabel 3. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur 12-14
MSP
Asam Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Humat
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
------------------------------------------(cm)------------------------------------------
0 17.9 b 26.5 c 35.3 c 39.0 c 42.8 c 40.9 d 44.7 d
1 000 18.3 ab 27.4 bc 36.4 bc 40.1 bc 43.9 bc 45.0 c 48.4 c
2 000 18.6 a 27.9 ab 37.3 ab 41.3 ab 45.4 ab 48.4 b 51.8 b
3 000 18.4 ab 27.8 ab 37.1 ab 41.4 ab 45.7 ab 52.2 a 55.6 a
4 000 18.8 a 28.5 a 38.2 a 42.1 a 45.9 a 54.1 a 57.2 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Diameter batang. Diameter bibit kakao yang diberi asam humat 4 000 ppm
nyata lebih besar dibandingkan dengan kontrol dan pemberian asam humat 1 000
ppm mulai umur 2-12 MSP, tetapi tidak berbeda nyata dengan asam humat 3 000
ppm. Akan tetapi, pemberian asam humat tidak menunjukkan perbedaan nyata
terhadap diameter batang bibit kakao pada akhir pengamatan (Tabel 4).

Tabel 4. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
12-14 MSP
Asam Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Humat
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
-------------------------------------------(mm)----------------------------------------
0 3.40 c 4.02 c 4.67 d 5.34 c 6.02 c 6.63 c 7.22
1 000 3.44 bc 4.09 bc 4.81 c 5.53 b 6.26 b 6.83 bc 7.39
2 000 3.46 bc 4.16 bc 4.87 bc 5.61 b 6.33 b 6.93 ab 7.52
3 000 3.49 ab 4.20 ab 4.97 ab 5.78 a 6.59 a 7.06 a 7.55
4 000 3.55 a 4.33 a 5.09 a 5.82 a 6.57 a 7.10 a 7.61
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Jumlah daun. Jumlah daun bibit kakao yang diberi asam humat 4 000 ppm
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian asam humat 0-3 000 ppm
mulai umur 2 hingga 6 MSP. Meskipun demikian, pemberian asam humat tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun bibit kakao pada 8 hingga
14 MSP (Tabel 5).
20

Tabel 5. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
12-14 MSP
Asam Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Humat
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
0 5.5 d 8.5 d 12.7 c 14.5 15.8 17.2 18.4
1 000 5.7 cd 9.0 c 13.7 b 15.2 16.6 18.2 19.8
2 000 5.8 c 9.2 bc 13.5 b 15.2 16.5 17.9 19.4
3 000 6.2 b 9.6 b 14.1 b 16.3 18.5 19.2 19.9
4 000 6.6 a 10.4 a 15.1 a 15.6 16.7 18.4 20.0
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Peubah destruktif. Luas daun dan bobot basah batang bibit kakao yang
diberi asam humat 2 000-4 000 ppm secara nyata lebih tinggi pada 14 MSP
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan antar ketiga konsentrasi asam humat
tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang nyata. Pemberian asam humat 3 000
ppm secara nyata meningkatkan bobot basah bibit kakao dibandingkan dengan
kontrol sebanyak 15%, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian asam humat
1 000, 2 000 dan 4 000 ppm (Tabel 6). Pemberian asam humat tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot basah daun dan akar pada 14 MSP (Tabel 2).

Tabel 6. Luas daun dan bobot basah bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam
humat umur 14 MSP
Asam Bobot Basah (g)
Luas Daun
Humat
(cm2) Daun Batang Akar Total
(ppm)
0 1 345.34 c 13.72 15.85 b 5.77 35.35 b
1 000 1 392.35 bc 14.56 17.04 ab 5.86 37.46 ab
2 000 1 526.26 ab 15.52 17.97 a 5.52 39.01 ab
3 000 1 575.56 a 15.73 18.19 a 6.16 40.46 a
4 000 1 576.81 a 15.30 18.57 a 6.00 39.49 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Bobot kering batang dan total bibit kakao yang diberi asam humat 3 000 dan
4 000 ppm secara nyata lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol,
sedangkan antar kedua konsentrasi tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang
nyata. Pemberian asam humat 4 000 ppm menghasilkan bobot kering akar bibit
kakao lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol dan 2 000 ppm secara
berturut-turut sebesar 14% dan 15% (Tabel 7). Pemberian asam humat tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun pada 14 MSP (Tabel 2).
Peubah fisiologi. Pemberian asam humat 4 000 ppm menghasilkan bibit
kakao dengan laju fotosintesis dan efisiensi penggunaan air secara nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi asam humat yang lain pada umur 14 MSP. Bibit
kakao yang diberi asam humat 4 000 ppm menghasilkan nilai Ci dan rasio Ci/Ca
21

secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan pemberian asam humat 0 hingga
2 000 ppm (Tabel 8).

Tabel 7. Bobot kering bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur 14
MSP
Asam Humat
Daun Batang Akar Total
(ppm)
-------------------------------------(g)----------------------------------------
0 5.70 4.78 b 2.29 b 12.77 c
1 000 5.92 5.26 ab 2.38 ab 13.56 bc
2 000 6.13 5.29 ab 2.26 b 13.68 abc
3 000 6.31 5.58 a 2.51 ab 14.40 ab
4 000 6.31 5.79 a 2.62 a 14.72 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Pemberian asam humat tidak berpengaruh nyata terhadap konduktansi


stomata dan laju transpirasi bibit kakao pada 14 MSP (Tabel 2). Konduktansi
stomata dan laju transpirasi bibit kakao pada 14 MSP relatif konstan yaitu secara
berturut-turut 0.29-0.30 mol H2O m-2 s-1 dan 8.54-8.61 mmol H2O m-2 s-1 (Tabel 8).

Tabel 8. Peubah fisiologi bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
14 MSP
Laju Konduktansi Laju
Asam Ci Efisiensi
Fotosintesis Stomata Transpirasi Rasio
Humat (µmol CO2 Penggunaan
(µmol CO2 (mol H2O (mmol H2O Ci/Ca
(ppm) mol-1) Air
m-2 s-1) m-2 s-1) m-2 s-1)
0 21.14 c 0.30 8.54 238.66 a 0.66 a 0.25 c
1 000 22.12 bc 0.30 8.61 231.89 ab 0.64 ab 0.26 bc
2 000 22.90 bc 0.29 8.44 225.16 b 0.61 b 0.27 b
3 000 23.78 b 0.30 8.57 223.86 b 0.58 c 0.28 b
4 000 26.22 a 0.30 8.60 209.37 c 0.57 c 0.31 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Respon Pertumbuhan Bibit Kakao terhadap Pemberian Pupuk Hayati

Pemberian pupuk hayati pada bibit kakao berpengaruh nyata terhadap tinggi
bibit dan diameter batang selama percobaan, jumlah daun pada 2 hingga 8 MSP dan
12 hingga 14 MSP. Peubah destruktif bibit kakao yang secara nyata dipengaruhi
oleh pemberian pupuk hayati meliputi luas daun, volume akar, bobot basah dan
kering akar, bobot basah dan kering batang, bobot basah dan kering daun serta
bobot basah dan kering total. Pupuk hayati secara nyata mempengaruhi peubah
fisiologi bibit kakao yaitu laju fotosintesis, Ci, rasio Ci/Ca dan efisiensi penggunaan
air, tetapi tidak berbeda nyata terhadap konduktansi stomata dan laju transpirasi
pada 14 MSP (Tabel 2).
Tinggi bibit. Pemberian pupuk hayati 2 000 ppm menghasilkan bibit kakao
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan pupuk hayati 500 ppm
22

pada umur 2 hingga 14 MSP berturut-turut hingga 27.7% dan 17.6%. Tinggi bibit
kakao yang diberi pupuk hayati 2 000 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan
1 000 dan 1 500 ppm pada 12 dan 14 MSP (Tabel 9).

Tabel 9. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur 2-14
MSP
Pupuk Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Hayati
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
-------------------------------------------(cm)----------------------------------------
0 16.3 e 23.3 e 30.3 e 33.7 e 37.3 e 46.0 c 49.2 c
500 17.4 d 25.9 d 34.1 d 37.8 d 41.5 d 47.1 bc 50.4 bc
1 000 18.3 c 27.8 c 37.3 c 41.2 c 45.1 c 49.0 ab 52.5 ab
1 500 19.4 b 29.5 b 39.6 b 44.3 b 48.2 b 49.0 ab 52.2 ab
2 000 20.5 a 31.7 a 43.0 a 47.0 a 50.1 a 49.7 a 53.4 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Diameter batang. Diameter batang bibit kakao yang diberi pupuk hayati
2 000 ppm secara nyata lebih besar dibandingkan dengan kontrol, pupuk hayati 500
dan 1 000 ppm pada umur 2 hingga 14 MSP berturut-turut hingga 16.7%, 8.2% dan
8.7%. Diameter batang bibit kakao yang diberi pupuk hayati 2 000 ppm tidak
berbeda nyata dengan 1 000 dan 1 500 ppm (Tabel 10).

Tabel 10. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
umur 2-14 MSP
Pupuk Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Hayati
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
-----------------------------------------(mm)------------------------------------------
0 3.24 d 3.68 e 4.37 d 5.01 c 5.82 c 6.37 c 6.91 c
500 3.41 c 4.02 d 4.75 c 5.50 b 6.24 b 6.83 b 7.40 b
1 000 3.50 b 4.19 c 4.88 c 5.59 b 6.31 b 5.88 b 7.43 b
1 500 3.56 b 4.35 b 5.11 b 5.92 a 6.71 a 7.24 a 7.75 a
2 000 3.64 a 4.56 a 5.26 a 5.97 a 6.69 a 7.23 a 7.78 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Jumlah daun. Pemberian pupuk hayati 2 000 ppm menghasilkan daun bibit
kakao secara nyata lebih banyak dibandingkan kontrol mulai umur 2 hingga 8 MSP
dan 12 hingga 14 MSP sebanyak 20.8%. Pemberian pupuk hayati dengan
konsentrasi 2 000 ppm menghasilkan daun lebih banyak dibandingkan dengan
konsentrasi 500 hingga 1 500 ppm pada akhir pengamatan (Tabel 11).
23

Tabel 11. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur
2-14 MSP
Pupuk Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Hayati
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
0 5.5 c 8.1 c 13.2 b 14.7 b 16.5 17.3 b 18.2 c
500 5.7 bc 8.8 b 13.7 ab 14.8 b 15.9 17.6 b 19.2 bc
1 000 6.0 b 9.2 b 14.0 ab 15.1 b 16.7 18.2 ab 19.6 b
1 500 5.6 c 8.7 b 14.0 a 15.5 b 16.8 18.3 ab 19.6 b
2 000 7.0 a 11.8 a 14.3 a 16.7 a 18.2 19.6 a 20.9 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Peubah destruktif. Luas daun, bobot basah daun, bobot basah akar dan bobot
basah total bibit kakao yang diberi pupuk hayati 1 000 hingga 2 000 ppm secara
nyata lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol dan 500 ppm,
sedangkan antar ketiga konsentrasi pupuk hayati tersebut tidak menghasilkan
perbedaan yang nyata. Pemberian pupuk hayati 1 500 ppm secara nyata
meningkatkan volume akar bibit kakao dibandingkan dengan 500 dan 2 000 ppm,
tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol dan 1 000 ppm. Bibit kakao yang diberi
pupuk hayati 2 000 ppm secara nyata meningkatkan bobot basah batang
dibandingkan kontrol, 500 dan 1 000 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan
1 500 ppm (Tabel 12).

Tabel 12. Luas daun, volume akar dan bobot basah bibit kakao pada berbagai
konsentrasi pupuk hayati umur 14 MSP
Pupuk Luas Daun Volume Bobot Basah (g)
Hayati (cm2) Akar
(ppm) (ml) Daun Batang Akar Total
0 1 272.23 b 10.17 ab 12.60 b 13.66 c 5.96 a 32.22 c
500 1 354.41 b 8.03 c 14.41 a 16.16 b 4.79 b 35.36 b
1 000 1 561.34 a 10.28 ab 15.87 a 17.47 b 6.29 a 39.63 a
1 500 1 610.44 a 10.84 a 16.21 a 19.98 a 6.19 a 42.38 a
2 000 1 617.88 a 9.43 b 15.73 a 20.35 a 6.08 a 42.17 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Bibit kakao yang diberi pupuk hayati 1 500 ppm menghasilkan bobot kering
daun secara nyata lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol, tetapi
tidak berbeda nyata dengan 500, 1 000 dan 2 000 ppm. Penyemprotan pupuk hayati
2 000 ppm menghasilkan bobot kering batang bibit kakao secara nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol, 500 dan 1 000 ppm secara berturut-turut sebanyak
51.1%, 26.9% dan 17%. Bobot kering akar bibit kakao yang diberi pupuk hayati
1 500 ppm secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan 500 ppm, tetapi tidak
berbeda nyata dengan kontrol, 1 000 dan 2 000 ppm. Pemberian pupuk hayati 2 000
ppm menghasilkan bobot kering total bibit kakao secara nyata lebih tinggi pada 14
MSP dibandingkan dengan kontrol dan 500 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan
1 000 dan 1 500 ppm (Tabel 13).
24

Tabel 13. Bobot kering bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur 14
MSP
Pupuk Hayati
Daun Batang Akar Total
(ppm)
---------------------------------------(g)--------------------------------------
0 4.98 b 4.15 c 2.48 a 11.61 c
500 5.93 a 4.94 b 1.96 b 12.82 b
1 000 6.50 a 5.36 b 2.50 a 14.35 a
1 500 6.56 a 5.98 a 2.63 a 15.16 a
2 000 6.42 a 6.27 a 2.50 a 15.18 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Peubah fisiologi. Pemberian pupuk hayati 2 000 ppm menghasilkan laju


fotosintesis bibit kakao secara nyata lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan
konsentrasi pupuk hayati yang lain. Bibit kakao tanpa pemberian pupuk hayati dan
yang diberi pupuk hayati 500 ppm menghasilkan Ci dan rasio Ci/Ca secara nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan 2 000 ppm, sedangkan antar kedua konsentrasi
pupuk hayati tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang nyata (Tabel 14).
Pemberian pupuk hayati tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
konduktansi stomata dan laju transpirasi bibit kakao (Tabel 2).

Tabel 14. Fisiologi bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur 14
MSP
Laju Konduktansi Laju
Pupuk Ci Efisiensi
Fotosintesis Stomata Transpirasi Rasio
Hayati (µmol CO2 Penggunaan
(µmol CO2 (mol H2O (mmol H2O Ci/Ca
(ppm) mol-1) Air
m-2 s-1) m-2 s-1) m-2 s-1)
0 19.64 c 0.29 8.49 245.43 a 0.65 a 0.23 c
500 21.07 c 0.29 8.43 237.57 a 0.63 ab 0.25 c
1 000 23.72 b 0.31 8.64 224.26 b 0.61 b 0.28 b
1 500 25.43 b 0.30 8.58 212.20 bc 0.61 b 0.30 ab
2 000 26.31 a 0.30 8.62 209.47 c 0.57 c 0.31 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap interaksi pemberian asam humat


dan pupuk hayati
Interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati pada bibit kakao
berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada 6 hingga 12 MSP dan jumlah
daun pada 4, 6 dan 14 MSP. Peubah destruktif bibit kakao yang secara nyata
dipengaruhi oleh interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati yaitu bobot
basah dan bobot kering daun. Interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati
tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap seluruh peubah fisiologi yang
diamati (Tabel 2).
25

Diameter batang. Bibit kakao yang tanpa diberi asam humat menghasilkan
diameter batang terbaik dengan penambahan pupuk hayati 2 000 ppm. Pemberian
asam humat 1 000-2 000 ppm dapat dikombinasikan dengan pupuk hayati 1 500
dan 2 000 ppm untuk meningkatkan diameter batang. Pemberian pupuk hayati pada
konsentrasi berapapun dapat meningkatkan diameter batang bibit kakao yang diberi
asam humat 3 000 ppm. Meskipun demikian, diameter batang bibit kakao yang
diberi asam humat 4 000 ppm dapat meningkat jika hanya dikombinasikan dengan
pupuk hayati 1 500 ppm (Tabel 15).

Tabel 15. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
------------------------------------------(mm)----------------------------------------
0 5.92 h 6.40 gh 6.20 gh 6.38 gh 6.84 cdefg
500 6.38 gh 6.50 fg 7.11 abcde 7.19 abcde 6.97 bcdef
1 000 6.65 efg 6.79 defg 6.81 defg 7.09 abcde 7.05 abcdef
1 500 6.72 defg 7.26 abcd 7.22 abcde 7.40 abc 7.61 a
2 000 7.47 ab 7.19 abcde 7.20 abcde 7.29 abcd 7.01 bcdef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Jumlah daun. Bibit kakao yang diberi asam humat 1 000 dan 3 000 ppm
maupun tanpa pemberian asam humat dapat dikombinasikan dengan penyemprotan
pupuk hayati 2 000 ppm untuk meningkatkan jumlah daun bibit kakao umur 12
MSP. Jika asam humat yang diberikan pada bibit kakao sebanyak 2 000 ppm dan
4 000 ppm, maka penambahan pupuk hayati tidak dapat meningkatkan jumlah daun
secara nyata pada 12 MSP (Tabel 16).

Tabel 16. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
0 17.4 e 17.9 de 17.4 e 18.7 cde 19.5 bcde
500 18.4 cde 18.6 cde 18.7 cde 19.5 bcde 20.8 abcd
1 000 18.0 de 20.7 abcd 20.5 abcde 19.5 bcde 19.3 bcde
1 500 17.3 e 19.5 bcde 20.5 abcde 19.2 bcde 21.5 abc
2 000 20.9 abcd 22.2 ab 19.8 bcde 23.3 a 18.5 cde
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Bobot basah daun. Penyemprotan pupuk hayati 2 000 ppm dapat


meningkatkan bobot basah daun bibit kakao yang diberi asam humat 0 dan 3 000
ppm. Bobot basah daun bibit kakao yang diberi asam humat 2 000 ppm dapat
meningkat dengan penyemprotan pupuk hayati sebanyak 500, 1 500 dan 2 000 ppm.
26

Penyemprotan pupuk hayati tidak dapat meningkatkan bobot basah daun bibit
kakao yang diberi asam humat 1 000 dan 4 000 ppm (Tabel 17).

Tabel 17. Bobot basah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-------------------------------------------(g)-------------------------------------------
0 11.35 ef 13.43 bcdef 10.78 f 13.10 cdef 14.34 abcdef
500 12.27 def 13.53 bcdef 16.33 abcd 14.71 abcdef 15.23 abcde
1 000 14.86 abcdef 14.92 abcdef 15.05 abcdef 17.06 abc 17.44 abc
1 500 13.51 bcdef 15.60 abcde 19.13 a 14.57 abcdef 18.27 ab
2 000 16.63 abcd 15.30 abcde 16.31 abcd 19.18 a 11.23 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Bobot kering daun. Konsentrasi pupuk hayati yang dapat diaplikasikan


untuk meningkatkan bobot kering daun bibit kakao umur 12 MSP pada perlakuan
tanpa pemberian asam humat dan 3 000 ppm asam humat adalah 2 000 ppm. Bibit
kakao yang diberi asam humat 2 000 ppm dapat dikombinasikan dengan pupuk
hayati 500 hingga 2 000 ppm untuk meningkatkan bobot kering daun. Pemberian
asam humat sebanyak 4 000 ppm pada bibit kakao dapat dikombinasikan dengan
pupuk hayati dengan konsentrasi 1 000 dan 1 500 ppm untuk meningkatkan bobot
kering daun pada 12 MSP. Jika asam humat yang diberikan pada bibit kakao
sebanyak 1 000 ppm maka penambahan pupuk hayati menghasilkan bobot basah
daun yang tidak berbeda nyata (Tabel 18).

Tabel 18. Bobot kering daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
------------------------------------------(g)---------------------------------------
0 4.37 d 5.04 cd 4.42 d 5.15 cd 5.92 abc
500 5.23 cd 5.66 bcd 6.31 abc 5.91 abc 6.53 abc
1 000 6.15 abc 6.21 abc 6.13 abc 7.03 ab 6.95 ab
1 500 5.78 bcd 6.52 abc 7.30 ab 6.00 abc 7.19 ab
2 000 6.96 ab 6.17 abc 6.49 abc 7.47 a 4.99 cd
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
27

Percobaan 2. Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kakao


terhadap Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati

Kondisi Umum

Kondisi lingkungan di lokasi percobaan selama bulan Juni 2007 hingga


Januari 2018 disajikan pada Tabel 19. Curah hujan tinggi terjadi pada bulan
November hingga Januari yang melebihi 200 mm. Kelembaban di lokasi pecobaan
relatif stabil pada kisaran 88-91%. Evaporasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober
seiring dengan tingginya kecepatan angin dan lama penyinaran matahari. Kondisi
tanah pada lokasi percobaan cenderung bersifat masam (Lampiran 5).

Tabel 19. Kondisi lingkungan di lokasi percobaan 2

Suhu (oC) Lama


Curah Kecepatan
RH Penyinaran Evaporasi
Bulan Hujan Angin
(%) Matahari (mm hari-1)
(mm) Min Max (km jam-1)
(%)
Juni 37.40 20.61 32.36 90.40 0.37 56.33 2.40
Juli 44.70 19.41 31.72 90.20 0.45 60.00 2.59
Agustus 1.90 19.00 31.72 89.60 0.60 71.36 3.15
September 2.50 19.74 32.69 88.20 0.76 82.25 3.94
Oktober 65.95 21.06 33.37 88.20 0.91 81.77 4.57
November 211.25 22.44 33.41 90.38 0.47 66.66 3.89
Desember 393.67 22.64 32.47 91.89 0.30 49.71 3.44
Januari 274.80 22.70 32.33 91.00 0.38 53.60 3.27
Rerata 129.02 20.95 32.51 89.98 0.53 65.21 3.41
Sumber: Stasiun Cuaca KP Kaliwining

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Peragam

Rekapitulasi hasil sidik ragam dan peragam menunjukkan bahwa pemberian


asam humat berpengaruh nyata terhadap jumlah pentil tiny sehat, jumlah pentil
kecil sehat dan layu serta jumlah buah besar. Pemberian asam humat tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah pentil tiny layu, jumlah buah sedang, jumlah
buah panen, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, produktivitas dan
semua peubah fisiologi yang diamati (Tabel 20).
Pemberian pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah pentil tiny sehat
dan layu, jumlah pentil kecil sehat dan layu, jumlah buah sedang, jumlah buah
panen, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, produktivitas, laju
fotosintesis, Ci, rasio Ci/Ca dan efisiensi penggunaan air. Pemberian pupuk hayati
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah besar, konduktansi stomata dan laju
transpirasi (Tabel 20).
Pemberian asam humat dan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah
pentil tiny layu, pentil kecil sehat, buah sedang, jumlah biji kering per tanaman dan
laju fotosintesis. Pemberian asam humat dan pupuk hayati tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah pentil tiny sehat, pentil kecil layu, jumlah buah besar, jumlah buah
panen, bobot biji per tanaman, produktivitas, konduktansi stomata, laju transpirasi,
Ci, rasio Ci//Ca dan efisiensi penggunaan air (Tabel 20).
28

Tabel 20. Rekapitulasi hasil sidik ragam dan peragam pemberian asam humat dan
pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan fisiologi bibit kakao
Peubah Asam Humat Pupuk Hayati Interaksi
----------------------------(MSP)----------------------------
Jumlah pentil tiny sehat 1 2-6**, 4*, 18*, 10*, 14*, 16**, 2-24 tn
20* 20**, 24**
Jumlah pentil tiny layu 1 2-24 tn 24* 2-24 tn
Jumlah pentil kecil sehat 1 10*, 16**, 20**, 16-24**, 18*
24*
Jumlah pentil kecil layu 1 18*, 16* 2-24 tn
22-24**
Jumlah buah sedang 1 2-24 tn 20*, 22-24** 8*
Jumlah buah besar 1 4* 2-24 tn 2-24 tn
Jumlah buah panen 1 24-28 tn, total tn 28*, total tn 22-24 tn, total tn
Jumlah biji per tanaman 1 24-28 tn, total tn 28**, total tn 28*, total tn
Bobot biji per tanaman 1 24-28 tn, total tn 28**, total tn 24-28 tn, total tn
Produktivitas 1 tn ** tn
Laju fotosintesis 2 24 tn 24 ** 24 *
Konduktansi stomata 2 24 tn 24 tn 24 tn
Laju transpirasi 2 24 tn 24 tn 24 tn
Ci 2 24 tn 24 ** 24 tn
Rasio Ci/Ca 2 24 tn 24 ** 24 tn
Efisiensi penggunaan air 2 24 tn 24 ** 24 tn
Keterangan: 1 = analisis menggunakan sidik peragam, 2 = analisis menggunakan sidik ragam, ** =
berpengaruh nyata pada uji F taraf 1%, * = berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%, tn =
tidak berpengaruh nyata.

Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kakao terhadap Pemberian


Asam Humat

Pemberian asam humat berpengaruh nyata terhadap jumlah pentil tiny sehat
pada 2, 4, 6, 18 dan 20 MSP, jumlah pentil kecil sehat pada 10, 16, 20 dan 24 MSP,
jumlah pentil kecil layu pada 18, 22 dan 24 MSP serta jumlah buah besar pada 4
MSP. Pemberian asam humat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah pentil tiny
layu, buah sedang, jumlah buah panen, jumlah biji per tanaman, bobot biji per
tanaman dan produktivitas. Demikian juga dengan peubah fisiologis pada 24 MSP
tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian asam humat (Tabel 20).
Pentil tiny sehat. Tanaman kakao yang diberi asam humat 1 000 ppm
menghasilkan pentil tiny sehat secara nyata lebih banyak pada 18 hingga 20 MSP
dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan 3 000 ppm.
Produksi pentil tiny sehat pada tanaman kakao umur 22 dan 24 MSP yang diberi
asam humat dengan konsentrasi tersebut lebih tinggi dibandingkan konsentrasi
lainnya, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 21).
29

Tabel 21. Jumlah pentil kakao tiny sehat pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP
Asam Humat Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10 12
-1
--------------------------------(buah tanaman )----------------------------
0 1.9ab 1.1b 1.1b 1.2 3.2 3.6
1 000 1.7ab 1.2b 1.6b 1.5 3.7 4.0
2 000 1.3b 1.7ab 1.8ab 1.6 3.2 3.8
3 000 2.5a 1.8a 2.5a 2.2 3.3 3.8
4 000 1.9ab 1.0b 1.4b 1.6 2.9 3.3
14 16 18 20 22 24
0 3.2 3.4 3.2b 3.1b 3.0 3.0
1 000 3.4 3.7 4.0a 3.9a 3.4 3.4
2 000 3.4 3.3 3.5ab 3.2b 2.9 2.9
3 000 3.6 3.2 3.6ab 3.6ab 2.9 2.9
4 000 3.3 3.4 3.3b 3.3b 2.9 2.9
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Pentil kecil sehat. Tanaman kakao yang diberi asam humat 1 000 ppm
menghasilkan pentil kecil sehat secara nyata lebih banyak pada 10, 16, dan 20 MSP
dibandingkan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 2 000 ppm dan
3 000 ppm. Demikian juga pada 24 MSP, pemberian asam humat 1 000 ppm secara
nyata meningkatkan produksi pentil kecil sehat dibandingkan kontrol, tetapi tidak
berbeda nyata dengan 2 000 hingga 4 000 ppm (Tabel 22).

Tabel 22. Jumlah pentil kakao kecil sehat pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP
Asam Humat Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-1
------------------------------(buah tanaman )------------------------------
0 1.6 1.2 1.1 1.1 1.3 b 1.1
1 000 1.5 1.1 1.1 1.5 1.9 a 1.3
2 000 1.9 1.3 1.2 1.1 1.3 ab 1.2
3 000 1.7 1.4 1.5 1.5 1.5 ab 1.4
4 000 1.4 1.1 1.0 0.9 1.0 b 1.1
14* 16 18 20 22 24*
0 1.8 1.9 b 2.3 1.7 b 1.9 1.6 b
1 000 2.3 2.6 a 2.6 2.7 a 2.1 2.2 a
2 000 2.1 2.4 a 2.4 2.3 a 2.1 2.0 ab
3 000 2.1 2.5 a 2.6 2.2 ab 1.9 2.0 ab
4 000 1.7 2.0 b 2.4 2.1 b 2.2 2.0 ab
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
30

Pentil kecil layu. Pemberian asam humat 4 000 ppm dan tanpa pemberian
asam humat secara nyata menurunkan pentil kecil layu tanaman kakao pada 18 dan
24 MSP. Pemberian asam humat meningkatkan jumlah pentil layu tanaman kakao
pada 22 MSP (Tabel 23).

Tabel 23. Jumlah pentil kakao kecil layu pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP
Asam Humat Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-1
-----------------------------(buah tanaman )--------------------------------
0 1.0 0.3 0.8 0.5 0.8 0.6
1 000 1.0 0.3 0.7 0.8 0.6 0.5
2 000 1.0 0.6 0.9 0.8 0.7 0.5
3 000 0.8 0.6 0.5 0.6 1.0 0.7
4 000 1.0 0.6 0.7 0.7 1.1 1.0
14* 16 18* 20* 22 24*
0 1.0 1.4 1.3 bc 1.6 1.2 b 1.3 c
1 000 1.3 1.5 1.6 ab 1.5 2.0 a 1.5 a
2 000 1.0 1.5 1.7 a 1.2 1.9 a 1.4 b
3 000 1.3 1.6 1.5 abc 1.3 2.0 a 1.4 b
4 000 1.2 1.4 1.3 c 1.6 1.8 a 1.3 bc
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kakao terhadap Pemberian


Pupuk Hayati

Pemberian pupuk hayati pada tanaman kakao berpengaruh nyata terhadap


pentil tiny sehat pada 10, 14, 16, 20 dan 24 MSP, pentil tiny layu pada 24 MSP,
pentil kecil sehat pada 16 hingga 24 MSP, pentil kecil layu pada 16 MSP, jumlah
buah sedang mulai 20 hingga 24 MSP, jumlah buah panen pada panen ke-5, jumlah
biji per tanaman pada panen ke-5, bobot biji per tanaman pada panen ke-5 dan
produktivitas pada panen ke-5. Peubah fisiologi tanaman kakao yang dipengaruhi
oleh pemberian pupuk hayati yaitu fotosintesis, Ci, rasio Ci/Ca dan efisiensi
penggunaan air (Tabel 20).
Pentil tiny sehat. Tanaman kakao yang disemprot pupuk hayati 1 500 dan
2 000 ppm menghasilkan pentil tiny sehat nyata lebih banyak pada 14 dan 16 MSP
dibandingkan dengan konsentrasi 0 hingga 1 000 ppm, tetapi antar kedua
konsentrasi pupuk hayati tersebut tidak berbeda nyata. Produksi pentil tiny sehat
tanaman kakao yang disemprot pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi 0 dan 500 ppm. Tanaman kakao yang diberi
pupuk hayati 1 500 ppm menghasilkan pentil tiny sehat nyata lebih banyak
dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 24).
31

Tabel 24. Jumlah pentil kakao tiny sehat pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-------------------------------(buah tanaman-1)------------------------------
0 2.0 1.3 1.6 1.5 2.9 b 3.5
500 2.1 1.2 1.6 1.4 3.2 b 3.5
1 000 1.8 1.1 1.4 1.3 3.2 b 3.6
1 500 1.9 1.2 1.6 1.6 3.2 b 3.9
2 000 1.6 1.9 1.9 2.1 3.8 a 4.0
14* 16 18 20 22 24*
0 3.1 b 3.0 b 3.2 3.0 b 2.8 2.0 c
500 3.1 b 3.2 b 3.3 3.0 b 2.8 1.9 c
1 000 3.2 b 3.1 b 3.5 3.5 ab 3.2 2.4 b
1 500 3.6 ab 3.8 a 3.8 3.9 a 3.2 3.1 a
2 000 3.7 a 3.8 a 3.8 3.6 a 3.1 2.5 b
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Pentil tiny layu. Pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah pentil tiny layu tanaman kakao pada 2 hingga 22 MSP. Meskipun demikan,
pentil tiny layu tanaman kakao yang diberi pupuk hayati 1 500 ppm nyata lebih
sedikit pada 24 MSP dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 25).

Tabel 25. Jumlah pentil kakao tiny layu pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12
------------------------------(buah tanaman-1)-----------------------------
0 2.6 2.0 2.3 1.7 2.1 2.1
500 2.6 1.4 2.1 1.7 2.1 2.1
1 000 2.5 1.8 2.1 1.5 1.8 1.8
1 500 1.9 1.1 1.8 1.3 1.7 1.7
2 000 2.2 1.7 1.9 1.8 2.2 2.2
14 16 18 20* 22 24
0 2.3 2.1 2.2 2.4 2.4 3.2 a
500 1.9 2.1 2.1 2.1 2.5 3.1 a
1 000 2.3 2.1 2.3 2.5 2.6 3.4 a
1 500 2.3 2.0 2.2 2.4 2.3 2.6 b
2 000 2.3 2.4 2.4 2.5 2.7 3.3 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Pentil kecil sehat. Produksi pentil kecil sehat tanaman kakao yang diberi
pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm nyata lebih tinggi pada 16 hingga 22 MSP
dibandingkan dengan konsentrasi 0 hingga 1 000 ppm, tetapi antar kedua
32

konsentrasi pupuk hayati tersebut tidak berbeda nyata. Tanaman kakao yang
disemprot pupuk hayati 1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan pentil kecil sehat
nyata lebih banyak pada 24 MSP dibandingkan dengan konsentrasi 0 dan 500 ppm,
tetapi antar ketiga konsentrasi pupuk hayati tersebut tidak berbeda nyata (Tabel 26).

Tabel 26. Jumlah pentil kakao kecil sehat pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
---------------------------(buah tanaman-1)-----------------------------
0 1.6 1.2 1.2 1.0 1.3 1.1
500 1.6 1.3 1.1 1.1 1.3 1.1
1 000 1.4 1.4 1.1 1.3 1.3 1.2
1 500 1.4 1.2 1.3 1.3 1.4 1.3
2 000 2.0 1.1 1.2 1.4 1.6 1.5
14* 16 18 20 22 24*
0 1.7 2.1 bc 2.1 b 1.8 b 1.7 c 1.3 b
500 1.8 2.0 c 2.1 b 1.8 b 1.7 c 1.6 b
1 000 1.9 2.1 bc 2.3 b 2.1 b 2.0 bc 2.1 a
1 500 2.1 2.7 a 3.0 a 2.7 a 2.4 a 2.4 a
2 000 2.5 2.4 ab 2.8 a 2.6 a 2.3 ab 2.3 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Buah sedang. Produksi buah sedang tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 500 dan 2 000 ppm nyata lebih tinggi pada 16 hingga 22 MSP dibandingkan
dengan konsentrasi 0 hingga 1 000 ppm, tetapi antar kedua konsentrasi pupuk hayati

Tabel 27. Jumlah buah kakao sedang pada berbagai konsentrasi pupuk hayati pada
2 – 24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-1
------------------------------(buah tanaman )----------------------------
0 1.2 1.1 1.2 1.1 0.9 0.6
500 0.9 0.9 1.2 0.9 0.6 0.6
1 000 1.4 1.2 1.5 1.2 0.7 0.7
1 500 1.2 1.1 1.1 0.9 0.8 0.7
2 000 1.0 1.4 1.4 1.1 0.8 0.7
14* 16* 18* 20* 22 24
0 0.6 0.8 c 0.9 b 1.3 b 1.5 c 1.6 b
500 0.6 0.9 bc 0.9 b 1.5 b 1.5 c 1.6 b
1 000 0.8 1.0 bc 1.1 b 1.5 b 1.7 bc 1.9 a
1 500 1.0 1.2 a 1.3 a 1.9 a 2.4 a 2.4 a
2 000 0.9 1.2 ab 1.3 a 1.9 a 1.8 ab 2.0 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
-.
33

tersebut tidak berbeda nyata. Tanaman kakao yang disemprot pupuk hayati 1 000
hingga 2 000 ppm menghasilkan buah sedang nyata lebih banyak pada 24 MSP
dibandingkan dengan konsentrasi 0 dan 500 ppm, tetapi antar ketiga konsentrasi
pupuk hayati tersebut tidak berbeda nyata (Tabel 27).
Buah panen. Produksi buah yang dapat dipanen dari tanaman kakao yang
diberi pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm nyata lebih tinggi pada panen ke-5
dibandingkan konsentrasi 0 dan 500 ppm. Tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan buah panen yang tidak berbeda nyata (Tabel
28). Akan tetapi, pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
buah masak pada panen ke-1 hingga 4 dan total panen (Tabel 20).

Tabel 28. Respon jumlah buah kakao panen pada berbagai konsentrasi pupuk
hayati
Pupuk Hayati Jumlah buah kakao pada panen ke-
(ppm) 1 2 3 4 5 Total
-1
-----------------------------------(buah tanaman )------------------------
0 0.3 0.4 0.3 0.4 0.68 b 1.98
500 0.3 0.3 0.3 0.4 0.68 b 2.00
1 000 0.4 0.3 0.3 0.4 0.78 ab 2.19
1 500 0.4 0.5 0.4 0.5 0.89 a 2.61
2 000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.83 a 2.50
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Jumlah biji kering per tanaman. Tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan jumlah biji kering nyata lebih banyak
dibandingkan konsentrasi 0 dan 500 ppm, tetapi antar ketiga konsentrasi tersebut
tidak berbeda nyata (Tabel 29). Meskipun demikian, jumlah biji kering per tanaman
pada panen ke-1 hingga 4 dan total panen tidak dipengaruhi secara nyata oleh
pemberian pupuk hayati (Tabel 20).

Tabel 29. Jumlah biji kering kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi pupuk
hayati
Pupuk Hayati Jumlah biji kering pada pada panen ke-
(ppm) 1 2 3 4 5 Total
------------------------------(butir tanaman-1)------------------------------
0 10.0 13.4 9.1 13.6 22.5 b 68.6
500 10.0 11.5 10.1 13.9 22.7 b 68.0
1 000 12.2 12.1 11.8 13.1 27.6 a 76.8
1 500 11.5 16.7 13.1 19.0 31.3 a 91.6
2 000 14.0 12.3 14.9 17.9 28.6 a 87.7
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
34

Bobot biji kering per tanaman. Tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan bobot biji kering nyata lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi 0 dan 500 ppm, tetapi antar ketiga konsentrasi tersebut
tidak berbeda nyata (Tabel 30). Bobot biji kering per tanaman pada panen ke-1
hingga 4 dan total panen tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian pupuk
hayati (Tabel 20).

Tabel 30. Bobot biji kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
Pupuk Hayati Bobot biji kering pada panen ke-
(ppm) 1 2 3 4 5 Total
--------------------------------(g tanaman-1)-------------------------------
0 10.10 14.55 9.91 14.71 24.22 b 74.50
500 10.57 12.54 10.85 12.93 24.29 b 74.27
1 000 13.28 12.99 12.63 12.76 29.29 a 83.49
1 500 12.69 18.08 14.07 17.10 33.79 a 100.17
2 000 15.09 13.20 15.84 16.32 30.58 a 95.16
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Produktivitas. Produktivitas biji kering tanaman kakao yang diberi pupuk


hayati 1 500 ppm nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 0 dan 500
ppm secara berturut-turut sebanyak 30% dan 36%. Produktivitas tanaman kakao
yang diberi pupuk hayati 1 000 hingga 2 000 ppm tidak berbeda nyata (Tabel 31).
Potensi hasil biji kering kakao klon Sulawesi 1 adalah 1.8-2.5 ton ha-1 tahun-1
(PPKKI 2015). Produktivitas tanaman kakao yang diberi pupuk hayati 3 000 hingga
4 000 ppm dapat mencapai potensinya.

Tabel 31. Produktivitas biji kering kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
Pupuk Hayati Produktivitas
(ppm) (ton ha-1 tahun-1)
0 1.47 bc
500 1.41 c
1 000 1.62 abc
1 500 1.92 a
2 000 1.83 ab
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Peubah fisiologi. Laju fotosintesis tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 500 ppm nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Tanaman
kakao yang disemprot pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm menghasilkan efisiensi
penggunaan air nyata lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 0 hingga 1 000 ppm.
Tanaman kakao diberi pupuk hayati 0 dan 500 ppm menghasilkan Ci dan rasio
Ci/Ca nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 1 000 hingga 2 000 ppm
(Tabel 32). Akan tetapi, pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap
konduktansi stomata dan laju transpirasi (Tabel 20).
35

Tabel 32. Fisiologi tanaman kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
Laju Konduktansi Laju
Pupuk Ci Efisiensi
Fotosintesis Stomata Transpirasi Rasio
Hayati (µmol CO2 Penggunaan
(µmol CO2 (mol H2O m-2 (mmol H2O Ci/Ca
(ppm) mol-1)* Air
m-2 s-1) s-1) m-2 s-1)
0 36.26 d 0.30 8.33 155.66 a 0.42 a 0.44 c
500 37.25 d 0.30 8.41 152.05 a 0.41 a 0.45 c
1 000 43.28 c 0.30 8.29 113.75 b 0.31 b 0.53 b
1 500 50.78 a 0.29 8.30 67.70 c 0.19 c 0.62 a
2 000 47.18 b 0.30 8.23 95.52 b 0.25 bc 0.58 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kakao terhadap Pemberian


Asam Humat dan Pupuk Hayati

Interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati berpengaruh nyata


terhadap jumlah pentil kecil sehat pada 18 MSP, jumlah buah sedang pada 8 MSP,
jumlah biji per tanaman pada panen ke-5. Peubah fisiologi tanaman kakao yang
secara nyata dipengaruhi oleh interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati
adalah laju fotosintesis (Tabel 20).
Pentil kecil sehat. Tanaman kakao yang diberi asam humat 0 dan 1 000 ppm
dapat dikombinasikan dengan pupuk hayati 1 500 hingga 2 000 ppm untuk
meningkatkan produksi pentil kecil sehat pada 18 MSP. Pemberian pupuk hayati
1 500 ppm meningkatkan produksi pentil kecil sehat tanaman kakao yang diberi
asam humat 2 000 ppm. Produksi pentil kecil sehat tanaman kakao yang diberi asam
humat 3 000 ppm dapat meningkat jika dikombinasikan dengan pupuk hayati 1 500.
Pemberian pupuk hayati 1 500 hingga 2 000 ppm meningkatkan produksi pentil
kecil sehat tanaman kakao yang diberi asam humat 4 000 ppm (Tabel 33).

Tabel 33. Jumlah pentil kakao kecil sehat per tanaman tanaman pada berbagai
konsentrasi asam humat dan pupuk hayati 18 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-1
-------------------------------(buah tanaman )----------------------------------
0 1.7 lm 2.0 klm 2.4 fghijk 2.2 ijkl 2.2 hijk
500 2.1 jkl 1.6 m 2.1 ijkl 2.4 fghijk 2.3 ghijk
1 000 2.4 fghijk 2.6 defghi 2.1 ijkl 2.6 efghij 1.8 lm
1 500 2.7 cdefgh 3.4 a 3.1 a 3.1 a 2.9 bcdef
2 000 2.7 cdefgh 3.2 a 2.2 ijkl 2.8 bcdefg 2.9 bcde
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
taraf 5%.

Buah sedang. Pemberian pupuk hayati pada tanaman kakao yang diberi asam
humat 0 hingga 3 000 ppm tidak meningkatkan jumlah buah sedang secara nyata
pada 8 MSP. Penyemprotan pupuk hayati sebanyak 0 dan 1 000 ppm secara nyata
36

meningkatkan produksi buah sedang tanaman kakao yang diberi asam humat 4 000
ppm (Tabel 34).

Tabel 34. Jumlah buah kakao sedang pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati 8 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-1
----------------------------------(buah tanaman )--------------------------------
0 1.1 abc 0.9 abc 0.8 abc 1.4 abc 1.1 abc
500 1.1 abc 0.8 abc 0.6 cd 1.2 abc 0.7 bc
1 000 0.9 abc 0.8 abc 1.2 abc 1.3 abc 1.9 a
1 500 1.6 ab 1.5 abc 0.6 bc 1.1 abc 0.1 d
2 000 1.2 abc 1.4 abc 1.1 abc 1.1 abc 0.4 cd
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Jumlah biji kering per tanaman. Penyemprotan pupuk hayati 1 000 hingga
2 000 ppm nyata meningkatkan jumlah biji tanaman kakao yang tidak diberi asam
humat. Jumlah biji tanaman kakao yang diberi asam humat 1 000 dan 3 000 ppm
meningkat dengan penambahan pupuk hayati masing-masing 1 000 ppm dan 1 500
ppm. Penyemprotan pupuk hayati pada konsentrasi berapapun tidak meningkatkan
jumlah biji pada tanaman kakao yang diberi asam humat 2 000 dan 3 000 ppm
(Tabel 35).

Tabel 35. Jumlah biji kering kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi asam
humat dan pupuk hayati panen ke-5
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-1
---------------------------(butir tanaman )--------------------------------
0 17.3 ef 23.1 cdef 24.8 cdef 22.1 cdef 25.3 cdef
500 22.8 cdef 16.5 f 22.4 cdef 26.0 cdef 25.7 cdef
1 000 28.5 abcd 37.9 a 26.4 bcdef 20.7 def 24.4 cdef
1 500 29.9 abcd 29.2 abcd 27.8 abcde 37.4 ab 32.3 abc
2 000 28.7 abcd 28.7 abcd 23.7 cdef 31.5 abcd 30.6 abcd
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Laju fotosintesis. Tanaman kakao yang diberi asam humat 0 hingga 3 000
ppm dapat dikombinasikan dengan pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm untuk
meningkatkan laju fotosintesis pada 24 MSP. Laju fotosintesis tanaman kakao yang
diberi asam humat 4 000 ppm tidak meningkat secara nyata dengan penambahan
pupuk hayati pada konsentrasi berapapun (Tabel 36).
37

Tabel 36. Laju fotosintesis tanaman kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
dan pupuk hayati pada 24 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
---------------------------------(µmol CO2 m-2 s-1)---------------------------------
0 36.12 fgh 33.72 h 33.27 h 39.09 defgh 39.09 defgh
500 37.28 efgh 33.24 h 34.39 gh 41.13 cdefgh 40.21 defgh
1 000 41.28 cdefgh 50.26 abc 43.26 cdefg 36.73 efgh 44.86 bcdef
1 500 48.16 abcd 53.72 ab 47.42 abcd 56.03 a 48.55 abcd
2 000 46.06 bcde 48.55 abcd 47.56 abcd 50.31 abc 43.43 cdefg
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.

Percobaan 3. Status water footprint budidaya kakao dengan pemberian asam


humat dan pupuk hayati

Nilai ETo pada lokasi penelitian adalah 3.48 mm hari-1 dengan curah hujan
efektif 152.5 mm bulan-1 (Tabel 37). Lokasi penelitian berada pada ketinggian
45 m di atas permukaan laut dengan koordinat 8.15 oLS dan 113.30 oBT. Nilai water
footprint budidaya kakao selama satu siklus (25 tahun) di lokasi penelitian yaitu
85 505.07 m3 ton-1 hingga 85 763 m3 ton-1 dengan produksi 25.08 ton biji kering
(Gambar 2). Nilai WFgrey merupakan bagian terbesar dalam komponen water
footprint budidaya kakao yaitu mencapai 48% (Tabel 38).

Tabel 37. Kondisi Klimatologi dan ETo Kebun Kaliwining PPKKI Jember (2007-
2017)
Lama
Suhu (oC) Radiasi Curah ETo
RH Penyinaran Peff
Bulan Matahari Hujan (mm
(%) Matahari (mm)
Min Max (MJ m-2 hari-1) (mm) hari-1)
(jam)
Januari 22.7 32.3 91 4.3 16.5 275.0 152.5 3.54
Februari 22.6 33.0 90 5.0 17.7 228.0 144.8 3.79
Maret 22.4 33.1 90 5.2 17.6 286.0 153.6 3.75
April 22.3 33.2 91 5.4 16.7 235.0 146.6 3.53
Mei 21.6 33.2 90 5.0 14.8 111.0 91.3 3.08
Juni 20.6 32.4 90 4.5 13.4 37.4 35.2 2.73
Juli 19.4 31.7 90 4.8 14.1 44.7 41.5 2.80
Agustus 19.0 31.7 90 5.7 16.5 1.9 1.9 3.24
September 19.7 32.7 88 6.6 19.2 2.5 2.5 3.85
Oktober 21.1 33.4 88 6.5 19.8 66.0 59.0 4.11
November 22.4 33.4 90 5.3 18.0 211.0 139.8 3.86
Desember 22.6 32.5 92 4.0 15.9 394.0 164.4 3.44
Rerata 21.4 32.7 90 5.2 16.7 275.0 152.5 3.48
Keterangan: RH = kelembaban, Peff = curah hujan efektif, ETo = evapotranspirasi
38

Persiapan Bibit

WFblue = 416.27 m3 ton-1 WFblue = 166.51 m3 ton-1 WFblue = 416.27 m3 ton-1


WFgrey = 14.80 m3 ton-1 WFgrey = 6.43 m3 ton-1 WFgrey = 14.80 m3 ton-1
WFindirect = 5.69 m3 ton-1 WFindirect = 5.69 m3 ton-1 WFindirect = 5.69 m3 ton-1
0.11 m3 ton-1 0.11 m3 ton-1 0.11 m3 ton-1
Sambung Pucuk 3 bulan Semai 3 bulan Okulasi

4 – 6 bulan
Batang bawah Batang bawah

Bibit siap tanam 7 bulan


7 bulan

Tanam

TBM Entres
WFblue = 2 473.01 m3 ton-1
WFgreen = 2 710.77 m3 ton-1 3 tahun 4 bulan
WFgrey = 152.47 m3 ton-1
WFindirect = 5.69 m3 ton-1
TM Sambung samping
WFblue = 18 136.01 m3 ton-1 22 tahun WFblue = 271.02 m3 ton-1
WFgreen = 19 878.95 m3 ton-1 6 bulan WFgreen = 297.07 m3 ton-1
WFgrey = 41 333.67 m3 ton-1 WFgrey = 22.96 m3 ton-1
WFindirect = 49.93 m3 ton-1 WFindirect = 0.34 m3 ton-1
Panen Rejuvinasi

Benih Biji Segar

Pasca Panen

3 – 5 hari
fermentasi pencucian pengeringan

9 – 15 hari

Pengolahan limbah Biji kering


padat dan cair

Gambar 2. Water Footprint Budidaya Kakao Selama Satu Siklus (25 Tahun)
39

Nilai WFblue budidaya kakao berbeda pada tiap teknik pembibitan. WFblue
tertinggi dihasilkan pada metode sambung pucuk dan okulasi, sedangkan nilai
WFblue terkecil dihasilkan pada persiapan bibit dengan penyemaian (Tabel 39).
Grey water footprint pada setiap metode persiapan bibit kakao tidak berbeda karena
jenis dan dosis pupuk yang digunakan sama (Lampiran 4).

Tabel 38. Nilai komponen blue, green dan grey water footprint satu siklus
budidaya kakao
Water Footprint (m3 ton-1)
Asal Bibit
Blue Green Grey Indirect Total
Semai 21 046.68 22 886.78 41 515.53 56.07 85 505.06
Sambung pucuk 21 296.44 22 886.78 41 523.90 56.09 85 763.21
Okulasi 21 296.44 22 886.78 41 523.90 56.09 85 763.21

Pemberian asam humat dan pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap
water footprint kakao. Pemberian asam humat 3 000 dan 4 000 ppm dapat
mengurangi water footprint kakao dibandingkan kontrol berturut-turut sebanyak
4.2% dan 11.5% tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan
pemberian pupuk hayati 1 000 hingga 2 000 ppm dapat mengurangi water footprint
kakao dibandingkan kontrol sebanyak 8.7-19.1%, tetapi secara statistik tidak
berbeda nyata (Tabel 37).

Tabel 39. Pengaruh asam humat dan pupuk hayati terhadap water footprint kakao

Perlakuan Water footprint (m3 ton-1)


Asam Humat (ppm) .
0 70 209
1 000 68 943
2 000 71 845
3 000 67 256
4 000 62 135
Pupuk Hayati (ppm)
0 74 176
500 77 031
1 000 67 707
1 500 60 045
2 000 61 428
Interaksi tidak nyata

Pembahasan

Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Bibit Kakao terhadap Pemberian Asam


Humat dan Pupuk Hayati serta Interaksinya

Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian asam


humat meningkatkan tinggi bibit, bobot basah batang, bobot kering batang dan akar
(Tabel 3, 6 dan 7). Asam humat diketahui meningkatkan permeabilitas membran
dan penyerapan hara pada tanaman. Adanya peningkatan ini disebabkan peranan
40

asam humat dalam meningkatkan hormon endogen seperti IAA yang berperan
dalam merangsang pembelahan dan pembesaran sel. Selain itu asam humat
meningkatkan porositas tanah sehingga meningkatkan sistem perakaran yang
berujung pada peningkatan pertumbuhan tunas. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Bakry et al. (2015) yang mengungkapkan bahwa aplikasi asam
humat dengan konsentrasi 20 mg l-1 secara nyata meningkatkan tinggi tunas,
panjang akar, bobot basah dan kering akar serta kandungan IAA pada tanaman rami
kultivar Opal dibandingkan dengan kontrol.
Canellas dan Olivares (2014) mengungkapkan bahwa asam humat
mengandung senyawa menyerupai auksin sehingga merangsang pemanjangan sel
pada akar dan menginduksi akar lateral. Mekanisme kerja senyawa tersebut sama
dengan auksin alami dimana pengaruh utamanya adalah merangsang aktivitas H+-
ATPase membran plasma untuk mengeluarkan ion H+ pada apoplas (ruang pada
dinding sel). Hal ini menyebabkan pH dinding sel menurun kemudian mengaktivasi
enzim dan protein spesifik yang menginisiasi pengenduran dinding sel lalu terjadi
pemanjangan sel. Rangsangan dari aktivitas H+-ATPase pada membran sel diduga
bahwa perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh substansi humat tidak hanya
terbatas pada struktur akar.
Aplikasi asam humat pada bibit kakao yang telah diuji dapat meningkatkan
pertumbuhan akar sehingga mendukung pertumbuhan tunas. Hal ini karena akar
berperan penting dalam penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah. Menurut
Suwardi dan Wijaya (2013), pemberian asam humat ke dalam tanah dapat
merangsang perkembangan akar tanaman sehingga akar dapat menyerap unsur hara
dalam jumlah banyak. Mohajerani et al. (2016) melaporkan bahwa pemberian asam
humat meningkatkan biomasa tanaman kacang merah kultivar Derakhsan yang
diduga berhubungan dengan peningkatan kandungan nitrogen pada tunas dan akar.
Lebih lanjut Shuman et al. (2016) memaparkan bahwa aplikasi asam humat mampu
meningkatkan bobot kering tanaman tomat hingga 10.12% yang diduga
berhubungan dengan meningkatnya serapan hara N, P dan K.
Unsur P merupakan salah satu unsur hara yang penting dalam metabolisme
dan integritas struktur tanaman. Peningkatan serapan unsur P terjadi karena asam
humat dapat mengkhelat Al menjadi kompleks Al3+ humat sehingga unsur P yang
terikat Al akan terlepas dan dapat diserap oleh tanaman. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Suparno (2008) menunjukkan bahwa pemberian asam humat dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Pemberian asam humat dengan dosis
3.10-3 ml tiap bibit kakao dapat meningkatkan jumlah daun sebanyak 38.60%
(18.06 helai) dan bobot kering akar hingga 62.96% (2.20 g). Hal ini terjadi karena
serapan P pada bibit meningkat hingga 99.05% yang mencapai 12.60 mg. Lebih
lanjut Sari dan Abdoellah (2017) menyatakan bahwa pemberian asam humat
sebanyak 30 g nyata meningkatkan tinggi, jumlah daun dan diameter batang bibit
kopi berturut-turut hingga 32.4% 42.1% dan 7.9% dibandingkan tanpa pemberian
asam humat.
Peningkatan pertumbuhan akar bibit kakao yang telah diuji diduga juga
berhubungan dengan meningkatnya aktivitas hormon perangsang pertumbuhan,
seperti auksin yang berperan dalam perkembangan akar. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Mora et al. (2012) bahwa asam humat mempengaruhi perubahan
morfologi akar pada tanaman mentimun melalui peningkatan jumlah akar sekunder,
penambahan ketebalan akar dan pertambahan bobot basah akar. Perubahan tersebut
41

berhubungan dengan peningkatan konsentrasi nitit oksida (NO) dalam akar yang
berperan dalam menginduksi auksin. Auksin merupakan fitohormon yang
mempengaruhi perkembangan akar melalui pembentukan sistem percabangan akar
lateral yang berperan dalam penyerapan air dan unsur hara. Selain itu, Fan et al.
(2014) menyatakan bahwa pemberian asam humat meningkatkan pertumbuhan akar
tanaman krisan melalui penyebaran rambut-rambut akar.
Peningkatan pertumbuhan bibit kakao akibat pemberian asam humat diduga
berhubungan dengan meningkatnya laju fotosintesis (Tabel 8). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Popescu dan Popescu (2018) yang menunjukkan bahwa
aplikasi asam humat dengan konsentrasi 30 ml l-1 hingga 50 ml l-1 pada tanaman
anggur dapat meningkatkan laju fotosintesis pada kisaran 4.82% hingga 47.82%.
Menurut Fan et al. (2014) peningkatan laju fotosintesis yang terjadi pada tanaman
krisan kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya kandungan klorofil.
Penyemprotan pupuk hayati meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang,
jumlah daun, luas daun, volume akar, bobot basah dan kering bibit kakao (Tabel 9,
10, 11, 12 dan 13). Pupuk hayati adalah bahan tambahan yang berisi mikrobia aktif
yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Mikroorganime yang
terkandung dalam pupuk hayati yang diaplikasikan pada tanaman dapat membentuk
koloni baik dalam jaringan tanaman dan merangsang pertumbuhan tanaman. Selain
itu, mikroorganisme dalam pupuk hayati juga dapat melindungi tanaman dari
serangan hama dan penyakit (Mohammadi dan Sohrabi 2012).
Beberapa mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk hayati yang diuji
antara lain Pseudomonas sp., Trichoderma sp., dan Azospirillum sp.
Mikroorganisme tersebut merangsang pertumbuhan tanaman melalui beberapa
mekanisme seperti memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat dan memproduksi
fitohormon. Penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa pemberian
Trichoderma sp. pada tanaman tomat dapat meningkatkan tinggi tanaman (Antara
et al. 2015), Azospirillum sp. meningkatkan tinggi dan diameter batang tanaman
pisang (Husain et al. 2017) dan Pseudomonas sp. dapat meningkatkan tinggi,
diameter batang, jumlah daun, bobot basah dan kering akar dan tunas pada tanaman
jagung (Noumavo et al. 2013).
Peningkatan pertumbuhan bibit kakao akibat penyemprotan pupuk hayati
diduga karena keberadaan Azospirillum yang selain mampu menyumbangkan
nitrogen juga karena hormon IAA yang dihasilkannya. Hormon IAA sebagaimana
yang telah diketahui berperan dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran
sel. Oedjijono et al. (2012) melaporkan bahwa Azospirillum isolat IL2 dan IL3b
mampu menghasilkan hormon IAA sebanyak 1.616 ppm dan 2.038 ppm.
Kemampuan Azospirillum dalam menambat nitrogen dan menghasilkan fitohormon
serta kemampuan meningkatkan penyerapan nutrien menyebabkan bakteri tersebut
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Mekanisme Pseudomonas sp. dalam memacu pertumbuhan tanaman
dilaporkan melalui kemampuan produksi fitohormon dalam jumlah besar
khususnya IAA untuk merangsang pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Muthulaksmi dan Pandiyarajan (2013) bahwa peningkatan bobot kering tanaman
akibat IAA disebabkan oleh peningkatan pembelahan sel, pembesaran sel dan
sintesis protein. IAA berperan juga dalam peningkatan akumulasi karbohidrat yang
berhubungan dengan peningkatan fotosintesis sehingga berujung pada peningkatan
bobot kering. Lebih lanjut Zainudin et al. (2014) menyatakan bahwa Pseudomonas
42

sp. merupakan mikroba penghasil fitohormon terutama IAA dan mampu


meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan mengatur keseimbangan hormonal di
dalam tanaman yang diinfeksi.
Secara fisiologi, pemberian pupuk hayati dalam meningkatkan pertumbuhan
bibit kakao diduga berhubungan dengan peningkatan laju fotosintesis (Tabel 14).
Peningkatan fotosintesis yang terjadi diduga disebabkan oleh kemampuan
mikroorganisme dalam memiksasi N bebas dari udara yang merupakan unsur utama
pembentuk klorofil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sahu et al. (2017) bahwa
Trichoderma sp. dan Azospirillum sp. dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman
melalui peningkatan serapan unsur hara seperti N yang merupakan unsur
pembentuk klorofil. Klorofil yang terdapat dalam kloroplas merupakan pigmen
utama dari fotosintesis.
Laju fotosintesis yang tinggi pada tanaman kakao tidak hanya dapat diduga
oleh meningkatnya pigmen daun tetapi juga dapat dilihat dari kadar CO2 interseluler
(Ci) yang semakin menurun. Aplikasi asam humat dan pupuk hayati secara tunggal
pada tanaman kakao menurunkan kandungan Ci pada daun (Tabel 7 dan 13). Hal
ini terjadi karena seiring dengan meningkatnya laju fotosintesis maka penggunaan
CO2 juga semakin besar. Berbeda dengan CO2 interseluler, hubungan efisiensi
penggunaan air (EPA) dengan fotointesis berbanding lurus. EPA merupakan
perbandingan antara laju fotosintesis terhadap transpirasi. Aplikasi asam humat dan
pupuk hayati secara tunggal meningkatkan EPA bibit kakao karena laju fotosintesis
juga meningkat (Tabel 8 dan 14).
Interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati secara nyata meningkatkan
jumlah, bobot basah dan bobot kering daun (Tabel 15, 16 dan 17). Hal ini diduga
asam humat dan mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk hayati bersama-
sama meningkatkan kandungan unsur hara dan fitohormon dalam jaringan bibit
kakao. Pemberian asam humat dilaporkan dapat meningkatkan serapan N, P dan K
pada tanaman apel (Hidayatullah et al. 2018) dan kandungan IAA pada tanaman
Linum usitatissimum (Bakry et al. 2015). Demikian juga dengan peran
mikroorganisme dalam pupuk hayati yang telah dilaporkan dapat meningkatkan
kandungan N, P dan K pada daun tanaman jeruk (Khawaga dan Maklad 2013).

Respon Produksi dan Fisiologi Tanaman Kakao Menghasilkan terhadap


Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati

Hasil percobaan menunjukkan bahwa asam humat meningkatkan jumlah


pentil tiny dan kecil sehat pada tanaman kakao (Tabel 21 dan 22). Asam humat tidak
berpengaruh pada peubah yang lain diduga karena kandungan C organik lokasi
percobaan yang tinggi (Lampiran 5), sehingga kontribusi asam humat dalam
meningkatkan kandungan bahan organik tanah menjadi rendah.
Asam humat diketahui sebagai komponen penting dari kesuburan tanah
karena dapat mengendalikan sifat kimia dan biologi tanah. Beberapa mekanisme
asam humat yang telah diketahui dalam mendukung pertumbuhan tanaman antara
lain meningkatkan permeabilitas membran sel, respirasi, fotosintesis, serapan hara
dan pemanjangan akar. Selain itu peran asam humat terhadap tanah antara lain
meningkatkan laju absorbsi ion pada permukaan akar dan penetrasi ke dalam sel
jaringan tanaman. Peningkatan serapan hara ini akhirnya mendukung pembentukan
dan perkembangan pentil pada tanaman kakao. Hal ini didukung hasil penelitian
43

yang dilakukan oleh Ameri dan Tehranifar (2012) yang menunjukkan bahwa
aplikasi asam humat pada tanaman strawberi kultivar Camarosa dapat
meningkatkan status hara N, P dan K daun sebesar 40%, 70% dan 61%
dibandingkan kontrol. Lebih lanjut Hidayatullah et al. (2018) menyatakan bahwa
penambahan asam humat pada tanaman apel dapat meningkatkan jumlah bunga,
buah pasca pembungaan, buah panen dan produksi buah per tanaman sebanyak
89%, 101%, 534% dan 470% dibandingkan dengan kontrol. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Khattab et al. (2012) juga memaparkan bahwa penambahan
asam humat pada tanaman delima meningkatkan jumlah bunga, persentase
pembentukan buah, jumlah buah per pohon dan produksi sebesar 7.7%, 4.6%,
10.8% dan 24.6% dibandingkan kontrol.
Asam humat mengandung gugus fungsional aktif seperti karboksil, fenol,
karbonil, hidroksida, alkohol, asam, kuinon dan metoxil yang bermuatan negatif.
Anion-anion tersebut secara aktif bereaksi dengan Al dan Fe dan membentuk
kompleks organometalik. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ifansyah (2013)
menunjukkan bahwa pemberian asam humat pada 1 kg tanah Ultisol yang telah
diinkubasi dengan 300 mg/kg Al dan 300 mg/kg Fe (AlCl3 dan FeCl3) menunjukkan
terjadinya peningkatan pH dari 3.53 menjadi 4.19, peningkatan P tersedia hingga
140% (0.12 mg kg-1), penurunan kelarutan Al sebanyak 60% (1.90 cmol kg-1) dan
penurunan kelarutan Fe hingga 49% (20.07 mg kg-1).
Tanah di lokasi percobaan bersifat sangat masam (Lampiran 5) sehingga
kelarutan Al menjadi tinggi. Peningkatan produksi pentil sehat tanaman kakao
(Tabel 21 dan 22) diduga karena asam humat yang berperan penting dalam
mengkhelat Al menjadi kompleks Al3+ humat sehingga unsur P yang terikat Al akan
terlepas. Tanah di lokasi percobaan bersifat sangat masam (Lampiran 5) sehingga
Al menjadi sangat larut. Adanya peningkatan ketersediaan P berujung pada
peningkatan serapan P berperan penting dalam pembentukan buah.
Pupuk hayati yang diuji pada penelitian ini diketahui dapat meningkatkan
jumlah pentil tiny sehat, pentil kecil sehat, jumlah buah sedang, jumlah buah panen,
jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman dan produktivitas tanaman kakao
(Tabel 24, 26, 27, 28, 29, 30 dan 31). Peningkatan jumlah pentil dan buah kakao
yang terjadi akibat pemberian pupuk hayati diduga karena mikroorganisme yang
terkandung dalam pupuk hayati membantu tanaman dalam menyerap unsur hara.
Hal ini sejalan hasil penelitian Subhan et al. (2012) yang menunjukkan bahwa
Trichoderma sp. membantu tanaman menyerap fosfat yang berperan dalam
pembentukan bunga dan buah. Pemberian pupuk hayati juga telah dilaporkan dapat
meningkatkan jumlah dan bobot buah per tanaman pada tanaman ceri (Karakurt et
al. 2011), jeruk (Khawaga dan Maklad 2013), apel (Mosa et al. 2016; Mosa et al.
2018) dan leci (Kumar et al. 2018).
Peningkatan bobot biji per tanaman dan produktivitas kakao akibat pemberian
pupuk hayati diduga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah buah panen dan jumlah
biji per tanaman. Selain itu, peningkatan tersebut juga diduga berhubungan dengan
auksin yang diproduksi oleh mikroorganisme dalam pupuk hayati melalui
peningkatan daya ambil sink terhadap fotosintat. Menurut Sivashakti et al. (2014)
dan Setyadi et al. (2017), Azospirillum sp., Peudomonas sp., dan Trichoderma sp.
dapat memproduksi auksin. Astuti et al. (2017) menyatakan bahwa peningkatan
bobot buah kakao akibat pemberian auksin diduga karena bertambahnya translokasi
fotosintat pada buah melalui peningkatan daya ambil sink yang disebabkan oleh
44

pembelahan sel serta elastisitas dan plastisitas dinding sel yang bertambah. Lebih
lanjut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati dapat
meningkatkan laju fotosintesis tanaman kakao (Tabel 32).
Pemberian pupuk hayati yang diuji pada penelitian ini selain meningkatkan
laju fotosintesis juga menambah EPA tanaman kakao tetapi menurunkan Ci dan
rasio Ci/Ca (Tabel 32). Besarnya nilai EPA disebabkan oleh laju fotosintesis yang
tinggi. EPA merupakan perbandingan antara laju fotosintesis dan transpirasi,
sehingga semakin tinggi laju fotosintesis, maka semakin tinggi pula nilai EPA. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Steffan et al. (2013) yang menunjukkan bahwa
bahwa laju fotosintesis dan EPA tanaman Phaseollus coccinius bersama-sama
meningkat dengan pemberian Bacillus sp.
Interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati meningkatkan produksi
dan fisiologi kakao. Hal ini ditunjukkan oleh tanaman kakao yang diaplikasikan
asam humat dan pupuk hayati dengan konsentrasi masing-masing 1 000 ppm
menghasilkan jumlah biji terbanyak diantara perlakuan lainnya, didukung dengan
laju fotosintesis yang tinggi. Peningkatan laju fotosintesis ini diduga terjadi karena
pengaruh asam humat dan mikroorganisme dalam pupuk hayati bersama-sama
meningkatkan kandungan N yang merupakan unsur pembentuk klorofil. Khan et al.
(2016) dan Sahu et al. (2017) menyatakan bahwa peningkatan laju fotosintesis
akibat pemberian Bacillus sp. dan Trichoderma sp. pada tanaman disebabkan
meningkatnya serapan N yang merupakan komponen pembentuk klorofil. Hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pupuk hayati dapat meningkatkan laju
fotosintesis pada tanaman Phaseollus coccinius (Steffan et al. 2013) dan apel (Mosa
et al. 2016; Mosa et al. 2018). Selain itu, Popescu dan Popescu (2018) menyatakan
bahwa peningkatan laju fotosintesis pada tanaman anggur akibat pemberian asam
humat disebabkan oleh meningkatnya kandungan klorofil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian asam humat dan pupuk
hayati dapat membantu mengatasi rendahnya produktivitas kakao. Walaupun secara
fisiologi kakao berbuah sepanjang tahun, produksi kakao dapat berfluktuasi
tergantung ketersediaan air (PPKKI 2015; Santosa et al. 2018b), Untuk itu
pemberian pupuk hayati dan asam humat perlu dilakukan secara rutin. Aplikasi
pupuk hayati dan asam humat akan lebih baik jika dilakukan pada 5 hingga 6 bulan
menjelang panen raya. Lama waktu buah kakao dari bunga hingga menjadi buah
siap panen adalah 5-6 bulan (PPKKI 2015). Menurut PPKKI (2006), perkembangan
buah kakao secara umum dapat dipisahkan menjadi dua fase: Fase pertama sejak
pembuahan hingga umur 75 hari (pada 40 hari pertama pertumbuhan lambat dan 35
hari pertumbuhan cepat dengan panjang buah sekitar 11 cm), dan fase kedua
ditandai dengan pembesaran buah selama 120 hari. Buah siap dipanen pada umur
143 – 170 hari setelah antesis ditandai dengan perubahan warna kulit dan biji
terlepas dari kulit buah.
Berdasarkan hasil penelitian PPKKI (2015), selama setahun biasanya terjadi
satu atau dua kali panen puncak yang biasanya terjadi 5 hingga 6 bulan setelah
perubahan musim kemarau ke musim hujan dan musim hujan ke musim kemarau,
atau pada bulan Maret - April dan Oktober - November. Diperlukan penelitian lebih
lanjut pada siklus produksi yang lebih lama sehingga pengaruh pemberian asam
humat dan pupuk hayati tersebut dapat direkomendasikan bagi petani dalam rangka
meningkatkan produksi kakao secara berkelanjutan di Indonesia.
45

Water Footprint Budidaya Kakao dan Hubungannya dengan Pemberian Asam


Humat dan Pupuk Hayati

Penggunaan air oleh tanaman dalam penentuan nilai water footprint diukur
dari nilai evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan koombinasi dua proses
terpisah, yaitu kehilangan air dari permukaan tanah oleh evaporasi dan dari tanaman
oleh transpirasi. Evaporasi dan transpirasi dipengaruhi oleh unsur iklim,
karakteristik tanaman dan kondisi lingkungan. Evapotranspirasi dibagi menjadi dua
yaitu evapotranspirasi potensial (ETo) dan evapotranspirasi aktual (ETc). ETo
merupakan paremeter klimatik dan dapat dihitung dari data cuaca. Parameter cuaca
utama yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah radiasi matahari, suhu udara,
kelembaban dan kecepatan angin (Isikwue et al. 2014).
Evapotranspirasi potensial terbesar di lokasi penelitian terjadi pada bulan
Oktober, yaitu 4.11 mm hari1 sedangkan evapotranspirasi terkecil terjadi pada bulan
Juni, yaiitu 2.73 mm hari1 (Tabel 37). Evapotranspirasi pada bulan Oktober
sebanding dengan radiasi matahari yang juga menunjukkan nilai tertinggi, yaitu
19.8 MJ m-2 hari-1. Evapotranspirasi yang terjadi pada bulan Juni juga sebanding
dengan radiasi matahari yang menunjukkan nilai terkecil, yaitu 13.4 MJ m-2 hari-1.
Isikwue et al. (2014) menyatakan bahwa evapotranspirasi dapat terjadi jika ada
energi untuk mengubah molekul air dari bantuk cair menjadi uap. Energi yang
dibutuhkan itu berasal dari radiasi sinar matahari.
Curah hujan mempengaruhi WFgreen dan WFblue. WFblue ditentukan oleh
konsumsi air dari irigasi dan air tanah. Ketika ETc lebih besar daripada hujan, maka
tambahan air yang digunakan tanaman untuk mendukung pertumbuhan disebut
WFblue. Akan tetapi, ketika kebutuhan air tanaman (ETc) lebih kecil daripada hujan,
kelebihan air hujan dianggap sebagai air tanah. ETc kakao (3.65 mm hari-1) lebih
besar daripada Peff pada bulan basah (4.73 mm hari-1) yaitu November hingga Mei.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), jika curah hujan dalam
satu bulan lebih dari 100 mm maka disebut bulan basah. Kelebihan air dari hujan
yang terjadi selama bulan basah akan menjadi air tanah.
WFblue budidaya kakao bergantung pada metode pembibitan. WFblue terkecil
ditunjukkan pada metode penyemaian karena waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan bibit siap tanam lebih singkat daripada metode sambung pucuk dan
okulasi (Tabel 38 dan Gambar 2). Perbedaan jangka waktu metode pembibitan
mengakibatkan jumlah aplikasi pestisida juga berbeda. WFgrey metode sambung
pucuk dan okulasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyemaian (Tabel 36). Akan
tetapi, WFgreen dipengaruhi oleh curah hujan sehingga pembibitan yang dilakukan
pada tempat yang terlindungi dari hujan tidak mempengaruhi WFgreen.
Pemberian asam humat dan pupuk hayati tidak mempengaruhi water footprint
kakao pada Percobaan 2 (Lampiran 22). Nilai water footprint berbanding terbalik
dengan produksi, sehingga semakin tinggi produksi kakao maka semakin kecil
water footprint. Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan
produksi yang dihasilkan oleh tanaman kakao baik yang diberi asam humat maupun
pupuk hayati, belum dapat menurunkan water footprint. Hal ini diduga karena
besarnya input kimia yang diaplikasikan dalam budidaya kakao sehingga
46

dibutuhkan air dengan volume sangat besar untuk mengurangi residu input kimia
yang tertinggal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:


1. Pemberian asam humat 4 000 ppm meningkatkan pertumbuhan bibit kakao dan
1 000 ppm meningkatkan pentil kecil sehat sebanyak 40.8% dibandingkan
kontrol
2. Pemberian pupuk hayati 1 500 ppm meningkatkan pertumbuhan bibit kakao dan
produksi pentil, buah, biji pada tanaman menghasilkan dengan peningkatan
produktivitas hingga 30.6% dibandingkan kontrol.
3. Kombinasi pemberian asam humat 3 000 ppm dan pupuk hayati 2 000 ppm
meningkatkan pertumbuhan bibit kakao serta dengan konsentrasi masing-
masing 1 000 ppm meningkatkan jumlah biji panen pada tanaman menghasilkan.
4. Pemberian asam humat dan pupuk hayati menurunkan water footprint tetapi
tidak nyata mempengaruhi hasil water footprint produksi kakao.

Saran

Penelitian lebih lanjut dengan siklus produksi yang lebih lama diperlukan
agar pemberian asam humat dan pupuk hayati dapat direkomendasikan bagi petani
dalam meningkatkan produksi kakao secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration:


Guidelines for Computing Crop Requirements.Irrigation and Drainage
Paper No. 56. Rome (IT): FAO (Food and Agriculture Organization of the
United Nations).
Ameri A, Tehranifar A. 2012. Effect of humic acid on nutrient uptake and
physiological characteristic Fragaria ananassa var: Camarosa. Biology
Environment Science. 6(16):77-79.
Antara IMS, Rosmini, Panggeso J. 2015. Pengaruh berbagai dosis cendawan
antagonis Trichoderma spp. untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium
oxysporum pada tanaman tomat. Agrotekbis. 3(5):622-629.
Astuti YTM, Prawoto AA, Dewi K. 2017. Pengaruh keberadaan tunas, aplikasi
naphthalene acetic acid dan giberelic acid terhadap perkembangan buah
muda kakao. Pelita Perkebunan. 27(1):11-23.
Bachria MF. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Bakry AB, Sadak MS, El-karamany MF. 2015. Effect of humic acid and sulfur on
growth, some biochemical constituents, yield and yield attributes of flax
grown under newly reclaimed sandy soils. Agricultural and Biological
Science. 10(7):247-259.
47

Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk.
Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.
Calabrese EJ, Kostecki PT, Dragun J. 2005. Contaminated Soils, Sediments and
Water: Science in the Real World Volume 9. Boston (US): Springer Science.
Canellas LP, Olivares FL. 2014. Physiological responses to humic substances as
plant growth promoter. Chemical and Biological Agriculture. 1(3):1-11.
Comte I, Colin F, Whalen JK, Grünberger O, Caliman JP. 2012. Agricultural
practices in oil palm plantations and their impact on hydrological changes,
nutrient fluxes and water quality in Indonesia: A review. Advance in
Agrononmy. 116:71-124.
Dariah AI, Nurida NL. 2011. Formula pembenah tanah diperkaya senyawa humat
untuk meningkatkan produksi tanah ultisols Taman Bogo, Lampung. Tanah
dan Iklim. 33: 33-38.
de Knecht J, van Herwijnen R. (2008). Environmental risk limits for deltamethrin.
National Institute for Public Health and the Environment-Netherland.
Bilthoven (NL): National Institute for Public Health and the Environment.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia
2017-2019, Kakao. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan.
Durlinger B, Koukouna E, Broekema R, van Paassen M, Scholten J. 2017. Agri-
footprint 3.0. Gourda NL. http://www.agri-footprint.com/wp-content/
uploads/2017/07/Agri-Footprint-3.0-Part-2-Description-of-data-1-05-2017.
pdf
[EAA] Environment Agency Austria. 2017. Production of Ammonia, Nitric Acid,
Urea and N-Fertilizer. Unweltbundesamt, Viena.
http://www.umweltbundesamt.at/fileadmin/site/umweltthemen/industrie/p
dfs/ici/Ammonia_nitric_acid_urea_and_fertiliser_Installation_2_productio
n.pdf
Fan HM, Wang XW, Sun X, Li YY, Sun XZ, Zheng CS. 2014. Effects of humic
acid derived from sediments on growth, photosynthesis and chloroplast
ultrastructure in chrysanthemum. Scientia Horticulturae. 177(2014):118-
123.
Franke NA, Boyacioglu H. Hoekstra AY. 2013. Grey Water Footprint Accounting:
Tier 1 Supporting Gidelines. Delft (NL): UNESCO-IHE Institute for Water
Education.
Hamilton DJ, Ambrus A, Dieterle RM, Felsot AS, Harris CA, Holland PT,
Katayama A, Kurihara N, Linders J, Unsworth J, Wong SS. 2003.
Regulatory limits for pesticide residues in water. Pure Application
Chemical. 75(8):1123-1155.
Hanum SS. 2018. Faktor-faktor yang Memengaruhi Alih Fungsi lahan Kakao
Menjadi Kelapa Sawit Di Kabupaten Asahan Sumatera Utara. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haque MM, Ilias GNM, Molla AH. 2012. Impact of Trichoderma-enriched
biofertilizer on the growth and yield of mustard (Brassica rapa L.) and
tomato (Solanum lycopersicon Mill.). The Agriculturist. 10(2):109-119.
Hermanto D, Dharmayani NKT, Kurnianingsih R, Kamali SR. 2012. Pengaruh
asam humat sebagai pelengkap pupuk pada tanaman jagung terhadap
efisiensi pemupukan di lahan kering Kec. Bayan Kab. Lombok Utara –
NTB. Ilmu-ilmu Pertanian. 16(2):100-107.
48

Hidayatullah, Khan A, Mouladad, Mirwise, Ahmed N, Shah SA. 2018. Effect of


humic acid on fruit yield attributes, yield and leaf nutrient accumulation of
apple trees under calcareous soil. Science and Technology. 11(15):1-8.
Husain SF, Reddy L, Ramudu V. 2017. Growth and leaf nutrient status in banana
cv. Grand Naine (AAA) as influenced by different organic amendments.
Current Microbiology and Applied Sciences. 6(12):2340-2345.
Hoekstra AY, Chapagain AK, Aldaya MM, Mekonnen MM. 2011. The Water
Footprint Assessment Manual. Cornwall (UK): TJ International Ltd.
Ibiene AA, Agogbua JU, Okonko IO, Nwachi GN. 2012. Plant growth promoting
rhizobacteria (PGPR) as biofertilizer: Effect on growth of Lycopersicum
esculentus. Journal of American Science. 8(2):318-424.
Ifansyah H. 2013. Soil pH and solubility of aluminum, iron, and phosphorus in
ultisols: the roles of humic acid. J Trop Soils. 18(3):203-208.
Isikwue, Bernadette C, Moses AU, Martin O. 2014. Evaluation of
evapotranspiration using FAO Penman-Monteith Method in Kano Nigeria.
Science Technology. 3(11):698703.
Karakurt H, Kotan R, Dadasoglu F, Aslantas R, Fikrettin S. 2011. Effects of plant
growth promoting rhizobacteria on fruit set, pomological and chemical
characteristics, color values, and vegetative growth of sour cherry (Prunus
cerasus cv. Kütahya). Turkish Journal of Biology. 35(2011):283-291.
Khan MY, Haque MM, Molla AH, Rahman MM, Alam MZ. 2016. Antioxidant
compounds and minerals in tomatoes by Trichoderma-enriched biofertilizer
and their relationship with the soil environments. Integrative Agriculture.
15(0):1-14.
Khattab MM, Shaban AE, Shrief AH, Mohammed ASD. 2012. Effect of humic acid
and amino acids on pomegranate trees under deficit irrigation. i: growth,
flowering and fruiting. Horticultural Science and Ornamental Plants.
4(3):253-259.
Khawaga EAS, Maklad MS. 2013. Effect of combination between bio and chemical
fertilization on vegetative growth, yield and quality of Valencia orange
fruits. Hortscience Journal of Suez Canal University. 1:269-279.
Kulkarni SM. 2014. Pesticide Industry. https://www.slideshare.net/s181185/
pesticide-industry-36254529
Kumar G, Kumar R, Nath Y, Pande SD, Marboh ES, Kumar P. 2018. Integrated
soil management technique for young growing orchards of litchi (Lychee
chinensis). Current Microbiology and Applied Sciences. 7(9):710-722.
Kumar M, Puri A. 2012. A review of permissible limits of drinking water. Indian
Journal of Occupational and Environmental Medicine. 16(1):40-44.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Mohajerani S, Mojtaba AF, Hamid M, Shahram L, Adel M. 2016. Effect off the
foliar application of humic acid on red bean cultivars (Phaseolus vulgaris
L.). Experimental Biology and Agricultural Sciences. 4(5):519-524.
Mohammadi K, Sohrabi Y. 2012. Bacterial biofertilizers for sustainable crop
production. ARPN Journal of Agricultural and Biological Science.
7(5):307-316.
49

Mora V, Roberto B, Eva B, Angel MZ, Jose MGM. 2012. The humic acid-induced
changes in the root concentration of nitric oxide, IAA and ethylene do not
explain the changes in root architecture caused by humic acid in cucumber.
Environmental and Experimental Botany. 76(2012):24-32.
Mosa WFAEG, Paszt LS, Frac M, Trzcinski P, Przybyl M, Treder W, Klamkowski
K. 2016. The influence of biofertilization on the growth, yield and fruit
quality of cv. Topaz apple trees. Hort. Sci. 43(3):105-111.
Mosa WFAEG, Paszt LS, Frac M, Trzcinski P, Treder W, Klamkowski K. 2018.
The role of biofertilizers in improving vegetative growth, yield and fruit
quality of apple. Hort. Sci. 45(5):173-180.
Mungkalasiri J, Wisansuwannakorn R, Paengjuntuek W. 2015. Water footprint
evaluation of oil palm fresh fruit bunches in Pathumthani and Chonburi
(Thailand). Environmental Science and Development. 6(6):455-459.
Muscolo A, Sidari M, Nardi S. 2013. Humic substance: Relationship between
structure and activity. Deeper information suggests univocal findings.
Geochemical Exploration. 129(2013):57-63.
Muthulaksmi S, Pandiyarajan V. 2013. Effect of IAA on the growth, physiological
and biochemical characteristics in Catharanthus roseus (L). G. Don.
Science and Research. 6(14):2319-7064.
Noumavo PA, Kochoni E, Digdabe YO, Adjanohoun A, Allagbe M, Sikirou R,
Gachomo EW, Kotchoni SO, Moussa LB. 2013. Effect of different plant
growth promoting rhizobacteria on maize seed germination and seedling
development. American Journal of Plant Scieces. 2013(4):1013-1021.
Oedjijono, Lestanto UW, Nasution EK, Bondansari. 2012. Pengaruh Azospirillum
spp. terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) dan kemampuan
beberapa isolat dalam menghasilkan IAA. Pengembangan Sumber Daya
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan. 2:156-163.
Popescu GC, Popescu M. 2018. Yield, berry quantity and physiological response
of grapevine to foliar humic acid application. Crop Production and
Management. 77(2):273-282.
Pasaribu H, Mulyadi A, Tarumun S. 2016. Neraca air di perkebunan kelapa sawit
di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau. Ilmu Lingkungan. 6(2):99-113.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Panduan Lengkap Budi
Daya Kakao. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budi Daya
Kakao. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2015. Kakao: Sejarah,
Botani, Proses Produksi, Pengolahan dan Perdagangan. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Pratama SW, Sukamto S, Asyiah IN, Ervina YV. 2013. Penghambatan
pertumbuhan jamur patogen kakao Phytophthora palmivora oleh
Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis. Pelita Perkebunan.
29(2):120-127.
Rahutomo S, Ginting EN. 2018. Tingkat pencucian N, P, K, dan Mg dari aplikasi
beberapa jenis pupuk. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 26(1):37-47.
Rodriguez OOO, Naranjo CA, Caceres RGG, Gallardo RAV. 2015. Water footprint
assessment of the Colombian cocoa production. R. Bras. Eng. Agric.
Ambiental. 19(9):823-828.
50

Sahu PK, Gupta A, Sharma L, Bakade R. 2017. Mechanisms of Azospirillum in


plant growth promotion. Agriculture and Veterinary Sciences. 4(9):338-
343.
Santosa E, Stefano IM, Tarigan G, Wachjar A, Zaman S, Agusta H. 2018a. Tree-
based water footprint assessment on established oil palm plantation in North
Sumatera, Indonesia. Jurnal Agronomi Indonesia. 46(1):111-118.
Santosa E, Sakti GP, Fatfah MZ, Zaman S, Wachjar A. 2018b. Cocoa production
stability in relation to changing rainfall and temperature in East Java,
Indonesia. Journal of Tropical Crop Science. 5(1):6-17.
Sari NP, Abdoellah S. 2017. Effectiveness of humic acid application an growth of
coffee seedlings. Pelita Perkebunan. 33(3):188-194.
Schmidt FH, Ferguson, JHA. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period
Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Jakarta (ID): Djawatan
Meteorologi dan Geofisik.
Setyadi IMD, Artha IN, Wirya GNAS. 2017. Efektifitas pemberian kompos
Trichoderma sp. terhadap pertumbuhan tanaman cabai (Capsicum annum
L.). Agroteknologi Tropika. 6(1):21-30.
Seither A, Eide PE, Berg T, Frengstad N. 2012. The Inorganic Drinking Water
Quality of Some Groundwaterworks and Regulated Wells In Norway.
Trondheim (NO): Geological Survey of Norwey.
Shuman S, Shopia RS, Sharma V. 2016. Humic acid improved efficiency of
fertigation and productivity of tomato. Plant Nutrition. 40(3):439-4466.
Siagian IPS, Siagian B, Ginting J. 2014. Pertumbuhan bibit kakao (Theobroma
cacao L.) dengan pemberian pupuk NPK dan hayati. Online Agroteknologi.
2(2):447-459.
Sivashakti S, Usharani G, Saranraj P. 2014. Biocontrol potentiality of plant growth
promoting bacteria (PGPR) – Pseudomonas fluorescence and Bacillus
subtilis. African Journal of Agricultural Research. 9(16):1265-1277.
Steffan M, Munteanu N, Stoleru V, Mihasan M. 2013. Effects of inoculation with
plant growth promoting rhizobacteria on photosynthesis, antioxidant status
and yield of runner bean. Romanian Biotechnological Letters. 18(2):8131-
8144.
Subhan, Sutrisno N, Sutarya R. 2012. Pengaruh cendawan Trichoderma sp.
terhadap tanaman tomat pada tanah andisol. Biologi. 11(3):389-400.
Suparno A. 2008. Tanggap morfofisiologi bibit kakao yang diberi fosfat alam
Ayamaru Papua, asam humat, inokulasi FMA dan bakteri pelarut fosfat.
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suwardi, Wijaya H. 2013. Peningkatan produksi tanaman pangan dengan bahan
aktif asam humat dengan zeolit sebagai pembawa. JIPI. 18(2):79-84.
Tan KH. 2009. Environmental Soil Science. Third Edition. New York (US): CRC
Press.
Tan KH. 2011. Principles of Soil Chemistry. New York (US): CRC Press.
[US-EPA] United States Environmental Protection Agency. 1986. Quality Criteria
for Water. Washington (US): United States Environmental Protection
Agency
[US-EPA] United States Environmental Protection Agency. 2006. Reregistration
Eligibility Decision (RED) Document for Triadimefon and Tolerance
51

Reassessment for Triadimenol. Washington (US): United States


Environmental Protection Agency
Wachjar A. 2005. Kajian tanggap fisiologis perkembangan buah muda dan layu
pentil terhadap pemberian unsur seng (Zn) dan Boron (B) serta pengaruhnya
terhadap hasil kakao (Theobroma cacao L.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Winarso SE, Handayanto, A Taufik. 2010. Alumunium detoxification by humic
substance extracted from compost of organic wastes. Journal of Tropical
Soils. 15: 19-24.
Wood GAR, Lass RA. 1985. Cocoa Tropical Agriculture Series. Fourth Edition.
New York (US): John Wiley and Sons.
Zainudin, Abadi AL, Aini LQ. 2014. Pengaruh pemberian Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens) terhadap
penyakit bulai pada tanaman jagung (Zea mays L.). HPT. 2(1):11-18.
Zandonadi DB, Canellas LP, Facanha AR. 2007. Indolacetic and humic acids
induce lateral root development through a concerted plasmalemma and
tonoplast H+ pumps activation. Planta. 225:1583-1595.
Zhang WZ, Chen XQ, Zhou JM, Liu DH, Wang HY, Du CW. 2013. Influence of
humic acid on interaction of ammonium and potassium ions on clay
minerals. Pedosphere. 23(4):493-502.
52

LAMPIRAN
53

Lampiran 1. Bagan acak perlakuan percobaan 1

H1B1U4 H2B2U5 H0B4U2 H4B3U1 H0B4U4


H1B1U2 H2B2U2 H0B3U4 H0B2U3 H4B1U1
H1B2U3 H3B0U4 H4B1U5 H4B1U4 H3B1U3
H0B0U2 H4B0U5 H3B0U2 H3B4U1 H1B3U4
H3B3U1 H3B4U5 H2B3U3 H4B2U4 H3B3U5
H4B2U3 H3B3U4 H2B0U5 H3B1U2 H4B2U1
H2B2U4 H3B2U2 H0B3U2 H0B4U1 H1B0U1
H1B4U2 H0B3U1 H4B3U2 H4B4U4 H1B2U5
H1B4U1 H2B1U1 H2B0U1 H1B0U3 H3B2U5
H4B4U2 H1B2U1 H1B3U5 H4B4U1 H0B2U1
H0B2U2 H2B4U4 H2B0U3 H1B4U4 H0B1U5
H3B4U3 H4B0U4 H1B1U5 H4B2U5 H3B0U5
H4B1U3 H2B1U2 H4B3U5 H0B1U1 H1B2U4
H0B1U3 H3B1U5 H2B3U5 H4B4U3 H4B3U4
H0B2U4 H1B0U5 H1B3U2 H2B4U1 H1B0U4
H2B4U3 H3B2U1 H3B0U3 H0B2U5 H0B0U1
H4B0U3 H3B0U1 H3B2U4 H1B4U3 H2B0U2
H4B1U2 H2B0U4 H0B4U5 H1B1U1 H4B0U2
H4B4U5 H2B4U2 H0B3U3 H1B1U3 H0B1U4
H3B1U4 H3B3U3 H1B3U3 H0B0U3 H0B0U5
H0B4U3 H2B3U1 H1B4U5 H1B0U2 H3B1U1
H4B2U2 H0B0U4 H0B3U5 H3B2U3 H2B2U1
H2B1U3 H2B1U4 H1B3U1 H2B4U5 H3B4U2
H1B2U2 H0B1U2 H3B3U2 H2B3U2 H2B2U3
H4B3U3 H3B4U4 H2B1U5 H2B3U4 H4B0U1
Keterangan: H0 = asam humat 0 ppm, H1 = asam humat 1 000 ppm, H2 = asam humat 2 000 ppm,
H3 = asam humat 3 000 ppm, H4 = asam humat 4 000 ppm, B0 = pupuk hayati 0 ppm,
B1 = pupuk hayati 500 ppm, B2 = pupuk hayati 1 000 ppm, B3 = pupuk hayati 1 500
ppm, B4 = pupuk hayati 2 000 ppm, U = ulangan
54

Lampiran 2. Kandungan asam humat dan pupuk hayati yang digunakan pada
penelitian

A. Asam humat
Komposisi Jumlah Satuan
Asam humat (batuan alam leonardite) 100.00 %
C-organik 38.81 %
K2O 10.31 %
Fe 6 503.00 ppm
Mn 20.00 ppm
Zn 23.00 ppm
Pb 11.00 ppm
pH H2O 8.60
Kadar air 16.56 %
Kelarutan 99.00 %
Sumber: Label Humatop®

B. Pupuk hayati
Komposisi Jumlah
(cfu g-1)
Azospirillum sp. 2.35 x 106
Bacillus endophiticus 1.12 x 107
Pseudomonas flourescens 8.40 x 106
Tricoderma sp. 1.50 x 105
Sumber: Label Bactoplus®
55

Lampiran 3. Bagan acak perlakuan percobaan 2

Ulangan 1

H0B4 H0B0 H4B0 H1B4 H0B2


H4B1 H2B4 H3B0 H1B1 H4B4
H3B1 H0B3 H4B3 H2B2 H2B1
H2B3 H1B0 H3B4 H4B2 H1B2
H2B0 H1B3 H3B2 H0B1 H3B3

Ulangan 2

H4B2 H4B3 H4B1 H3B2 H2B4


H0B4 H4B0 H1B0 H2B0 H1B4
H0B2 H3B4 H2B2 H0B3 H3B3
H2B1 H4B4 H3B0 H0B0 H3B1
H2B3 H1B1 H1B3 H0B1 H1B2

Ulangan 3

H2B0 H2B4 H3B3 H0B4 H0B0


H2B2 H1B2 H1B3 H4B0 H1B0
H1B1 H0B1 H4B3 H3B1 H1B4
H4B2 H3B4 H2B3 H0B3 H2B1
H3B2 H0B2 H4B4 H4B1 H3B0

Keterangan: H0 = asam humat 0 ppm, H1 = asam humat 1 000 ppm, H2 = asam


humat 2 000 ppm, H3 = asam humat 3 000 ppm, H4 = asam humat
4 000 ppm, B0 = pupuk hayati 0 ppm, B1 = pupuk hayati 500 ppm,
B2 = pupuk hayati 1 000 ppm, B3 = pupuk hayati 1 500 ppm, B4 =
pupuk hayati 2 000 ppm.
56

Lampiran 4. Komponen Water Footprint Budidaya Kakao

Water Footprint (m3 ton-1)


No Tahap Komponen Jumlah Satuan
Blue Green Grey Indirect
1 Pembibitan I. Material
A. Semai a) Produksi
bibit 1111 biji 166.507
plastik 1 buah
polibag 1111 buah
tanah 1111 kg
pasir 744 kg

b) Pupuk
pukan 367 kg
Urea 5.6 kg 0.761 9.0 x 10-6
TSP 5.6 kg 0.020 4.0 x 10-5
KCl 4.4 kg 0.000 1.6 x 10-4
Kiserit 4.4 kg 0.062

c) HPT
deltametrin 0.0014 kg 5.582 1.1 x 10-8
air 28 liter 0.001

II. TK 15 HK 0.105

B. Sambung I. Material
Pucuk a) Produksi
bibit 1111 buah 416.268
plastik 1111 lembar
polibag 1111 buah
tanah 1111 kg
pasir 744 kg

b) Pupuk
pukan 367 kg
Urea 5.6 kg 0.761 9.0 x 10-6
TSP 5.6 kg 0.020 4.0 x 10-5
KCl 4.4 kg 0.000 1.6 x 10-4
Kiserit 4.4 kg 0.062

c) HPT
deltametrin 0.0035 kg 13.955 2.9 x 10-8
air 28 liter 0.001

II. TK 18 HK 0.126
57

Lampiran 4. (Lanjutan)

Water Footprint (m3 ton-1)


No Tahap Komponen Jumlah Satuan
Blue Green Grey Indirect
C. Okulasi I. Material
a) Produksi
bibit 1111buah 416.268
Plastik 1111lembar
polibag 1111buah
tanah 1111kg
pasir 744kg

b) Pupuk
pukan 367kg
Urea 5.6kg 0.761 9.0 x 10-6
TSP 5.6kg 0.020 4.0 x 10-5
KCl 4.4kg 0.000 1.6 x 10-4
Kiserit 4.4kg 0.062

c) HPT
deltametrin 0.0035kg 13.955 2.9 x 10-8
air 28liter 0.001

II. TK 22orang 0.126

2 TBM I. Material
a) Produksi
kakao 1111pohon 239.96 1355.38
lamtoro 555pohon 2233.13 1355.38

b) Pupuk
urea 177.8kg 24.355 2.9 x 10-4
TSP 177.8kg 0.652 1.3 x 10-3
KCl 138.9kg 0.009 4.9 x 10-3
kiserit 133.3kg 1.850

c) HPT
klorpirifos 21.6kg 123.035 1.8 x 10-4
Triadimenol 2.7kg 0.417 2.2 x 10-5
air 54000liter 2.153

II. TK 810HK 5.67


58

Lampiran 4. (Lanjutan)

Water Footprint (m3 ton-1)


No Tahap Komponen Jumlah Satuan
Blue Green Grey Indirect
3 TM I. Material
a) Produksi
kakao 1111pohon 1759.74 9939.47
lamtoro 555pohon 16376.31 9939.47

b) pupuk
urea 5332.8kg 730.65 8.6 x 10-3
TSP 4399.6kg 16.14 3.2 x 10-2
KCl 4116.3kg 0.28 0.15
kiserit 2883.0kg 40.00

c) HPT
deltametrin 9.9kg 39473.68 8.1 x 10-5
klorpirifos 158.4kg 902.26 1.3 x 10-3
tembaga 495.0kg 151.82 4.0 x 10-3
Triadimenol 19.8kg 3.06 1.6 x 10-4
air 396000liter 15.79

II. TK 7084HK 49.74

4 Rejuvinasi I. Material
(Sambung a) Produksi
Pucuk) kakao 1111pohon 26.30 148.54
lamtoro 555pohon 244.73 148.54

b) pupuk
urea 61.1kg 8.372 9.9 x 10-5
TSP 50.0kg 0.183 3.6 x 10-4
KCl 47.2kg 0.003 1.7 x 10-3
kiserit 31.9kg 0.443

c) HPT
klorpirifos 2.4kg 13.671 2.0 x 10-5
Triadimenol 0.3kg 0.046 2.4 x 10-6
air 6000liter 0.239

II. TK 48HK 0.34


59

Lampiran 5. Hasil analisis tanah pada Percobaan 1 dan Percobaan 2

Unsur tanah Nilai Satuan Metode Status*


-------------------------------------------Percobaan 1--------------------------------------
pH H2O 4.85 pH-metri Masam
C organik 3.86 % Spektrofotometri Tinggi
KTK 15.00 Cmol kg-1 Titrimetri Rendah
N 0.20 % Titrimetri Rendah
P2O5 (P-Bray) 193.33 ppm Spektrofotometri Sangat tinggi
K 1.78 Cmol kg-1 F-AAS Sangat tinggi
Ca 14.94 Cmol kg-1 F-AAS Tinggi
Mg 8.42 Cmol kg-1 F-AAS Sangat tinggi
Na 0.86 Cmol kg-1 F-AAS Tinggi
-------------------------------------------Percobaan 2--------------------------------------
pH H2O 4.27 pH-metri Sangat masam
C organik 3.79 % Spektrofotometri Tinggi
KTK 15.00 Cmol kg-1 Titrimetri Rendah
N 0.26 % Titrimetri Rendah
P2O5 (P-Bray) 147.36 ppm Spektrofotometri Sangat tinggi
-1
K 1.46 Cmol kg F-AAS Sangat tinggi
Ca 12.74 Cmol kg-1 F-AAS Tinggi
-1
Mg 8.69 Cmol kg F-AAS Sangat tinggi
Na 0.95 Cmol kg-1 F-AAS Tinggi
Keterangan: * = sumber dari Balai Penelitian Tanah (2009).
60

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumajang pada 28 Juli 1992 dari pasangan Bapak


Guntur Pribadi dan Ibu Sumarmi. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kepatihan 1 Jember pada tahun
2004. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 4
Jember. Pada tahun 2010, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1
Jember. Pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Jember Program Studi
Agroteknologi dan lulus pada tahun 2015. Penulis diterima di Program Studi
Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai