FADIL ROHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Status Water
Footprint Kakao (Theobroma cacao L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2019
Fadil Rohman
NIM A252150141
RINGKASAN
Kata kunci : biji kakao, jejak air abu-abu, jejak air biru, jejak air hijau, pentil.
SUMMARY
Keywords : blue water, cherelle, cocoa bean, green water, grey water.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEEFEKTIFAN PEMBERIAN ASAM HUMAT DAN PUPUK
HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN
STATUS WATER FOOTPRINT KAKAO (Theobroma cacao L.)
FADIL ROHMAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Supijatno, MSi
Judul Tesis : Keefektifan Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap
Pertumbuhan, Produksi dan Status Water Footprint Kakao
(Theobroma cacao L.)
Nama : Fadil Rohman
NIM : A252150141
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Soetanto Abdoellah, SU
Anggota Anggota
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini ialah pemupukan, dengan judul Keefektifan Pemberian Asam
Humat dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Status Water
Footprint Kakao (Theobroma cacao L.). Sebagian hasil dari penelitian ini telah
ditulis dalam bentuk jurnal dengan judul Humic Acid and Biofertlizer Application
Enhance Pod and Cocoa Bean Production during the Dry Season dan telah disubmit
di Journal Tropical Crop Science dengan status accepted.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Ade Wachjar, MS; Prof. Dr Edi Santosa, SP MSi dan Dr Soetanto
Abdoellah, SU selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, motivasi, saran dan masukan selama kegiatan penelitian dan
penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan
Hortikultura yang telah memberikan nasihat dan arahan selama menempuh
pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
3. Dr Ir Supijatno, MSi selaku dosen penguji luar komisi pembimbing.
4. Seluruh staf pengajar Program Studi Agronomi dan Hortikultura yang telah
memberikan pemahaman dan ilmu yang begitu bermanfaat.
5. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayang
yang diberikan kepada penulis selama ini.
6. Ibu Niken, Bapak Ari, Bapak Dedi, Bapak Satuki, Ibu Enny, Bapak Adi
Haryo, Bapak Agus Salim, Bapak Agus Wibisono, Bapak Wakik dan semua
rekan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang telah membantu
penulis selama kegiatan penelitian.
7. Suwinda Fibriani, Ahmad Nur, Syahdin Launuru, Diar Budiarto, Ayu
Puspitaningrum, Oky Dwi Purwanto, Nurcahya Destiawan, Fakhrusy
Zakariyya dan semua pihak yang telah membantu penulis selama perkuliahan
dan penelitian berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Fadil Rohman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 4
Hipotesis 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Morfologi dan Fisiologi Tanaman Kakao 4
Peranan Asam Humat 6
Peranan Pupuk Hayati 7
Water Footprint 9
METODE PENELITIAN 9
Tempat dan Waktu Penelitian 9
Bahan dan Alat 10
Percobaan 1. Keefektifan Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap
Pertumbuhan Bibit Kakao 10
Rancangan Percobaan 10
Prosedur Percobaan 10
Pengamatan 11
Data Penunjang 12
Analisis Data 12
Percobaan 2. Keefektifan Asam Humat dan Pupuk Hayati terhadap
Produksi Tanaman Kakao 12
Rancangan Percobaan 12
Prosedur Percobaan 13
Pengamatan 14
Data Penunjang 15
Analisis Data 15
Percobaan 3. Kalkulasi Water Footprint Selama Proses Budidaya Kakao 15
Analisis Data 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Hasil 17
Percobaan 1. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao terhadap Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati 17
Percobaan 2. Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Kakao
terhadap Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati 27
Percobaan 3. Status Water Footprint Budidaya Kakao dengan Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati 37
Pembahasan 39
Respon Pertumbuhan dan Fisiologi Bibit Kakao terhadap Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati serta Interaksinya 39
Respon Produksi dan Fisiologi Tanaman Kakao Menghasilkan terhadap
Pemberian Asam Humat dan Pupuk Hayati 42
Water footprint Budidaya Kakao dan Hubungannya dengan Pemberian
Asam Humat dan Pupuk Hayati 45
KESIMPULAN DAN SARAN 46
Kesimpulan 46
Saran 46
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 52
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
antara asam humat dan mikrobia dalam tanah terhadap pertumbuhan tanaman masih
belum banyak diketahui. Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan
penelitian tentang uji keefektifan asam humat dan pupuk hayati terhadap
peningkatan produksi dan efisiensi water footprint.
Rumusan Masalah
Ramah lingkungan
Bibit Tanaman
menghasilkan
Tujuan
Pemberian asam humat dan pupuk hayati pada tanaman kakao yang dilakukan
pada penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh konsentrasi asam humat dan pupuk hayati terbaik pada fase bibit
2. Memperoleh konsentrasi asam humat dan pupuk hayati terbaik yang
menghasilkan produksi tanaman kakao tertinggi.
3. Menghitung nilai water footprint tanaman kakao pada perlakuan kombinasi
asam humat dan pupuk hayati.
Hipotesis
Adapun hipotesis dari pemberian asam humat dan pupuk hayati pada tanaman
kakao yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemberian asam humat dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
kakao.
2. Pemberian pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman kakao.
3. Terdapat kombinasi asam humat dan pupuk hayati yang memberikan
pertumbuhan dan produksi terbaik serta menghasilkan water footprint yang
rendah.
TINJAUAN PUSTAKA
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan hujan tropis dengan kelembaban
tinggi, curah hujan tinggi, naungan pohon-pohonan yang tinggi dan suhu yang
relatif sama sepanjang tahun. Jika dibudidayakan di kebun tanaman kakao dapat
tumbuh dengan tinggi yang beragam. Tinggi tanaman dapat mencapai 1.8-3.0 m
pada umur tiga tahun dan mencapai 4.5-7 m pada umur 12 tahun. Kakao adalah
tanaman surface root feeder yaitu sebagian besar akar lateralnya (mendatar)
berkembang di dekat permukaan tanah pada kedalaman (jeluk) 0-30 cm. Bagian
akar lateral tanaman kakao tumbuh sebanyak 56% pada jeluk 0-10 cm, 26% pada
jeluk 11-20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm dan hanya 4% yang tumbuh pada jeluk
melebihi 30 cm. Akar lateral dapat tumbuh lebih dalam, sekitar 40-50 cm jika
permukaan substansi humat juga dalam (Wood dan Lass 1985).
Tanaman kakao besifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop,
5
naungan 60% mencapai 9.09 mg dm-2 hari-1 untuk kakao mulia dan 11.88
mg dm-2 hari-1 untuk kakao lindak (PPKKI 2006).
Laju fotosintesis optimum tanaman kakao berlangsung pada intensitas cahaya
70%. Pemakaian naungan pada budidaya kakao sangat dibutuhkan karena tingkat
kejenuhan cahaya untuk fotosintesis yang relatif rendah. Intensitas naungan yang
digunakan beragam bergantung pada umur tanaman. Hasil fotosintesis kakao
sekitar 94% digunakan untuk mendukung pertumbuhan vegetatif dan hanya sekitar
6% yang digunakan untuk perkembangan bagian generatif. Bagian 6% tersebut
tidak seluruhnya menjadi biji yang siap dipanen karena sebagian besar buah muda
kakao akan mengalami layu fisiologis yang disebut layu pentil (cherelle wilt).
Sekitar sepertiga dari jumlah itu digunakan untuk menghasilkan biji, sedangkan
sisanya digunakan untuk pertumbuhan kulit buah dan bunga (PPKKI 2006).
Fraksi organik tanah atau juga disebut bahan organik tanah terbentuk melalui
dekomposisi kimia dan biologi dari residu organik seperti sisa-sisa tanaman dan
hewan yang terdiri atas substansi non humat dan substansi humat. Substansi non
humat terbentuk melalui pembusukan jaringan tanaman, hewan, dan mikrobia
menjadi berbagai macam bentuk seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid,
asam nukleat, lignin, pigmen, hormon dan asam-asam organik. Substansi humat
merupakan hasil yang disintesis dari substansi non humat melalui humifikasi.
Gabungan dari substansi non humat dan substansi humat menggambarkan total
bahan organik tanah yang disebut dengan humus (Tan 2009).
Bahan organik yang terhumifikasi akan menghasilkan asam humat dan asam
fulvat. Asam humat merupakan komponen utama dari humus dengan kadar 50-
80%. Bachria (2009) menyatakan bahwa molekul asam humat terdiri atas unit-unit
polimer dengan struktur cincin aromatik yang dihubungkan dengan ikatan O, NH,
N, dan S, serta terdapat gugus OH dengan rangkaian O=C6H4=O. Asam humat
memiliki senyawa aromatik lebih banyak daripada asam fulvat, sedangkan asam
fulvat mengandung senyawa alifatik lebih banyak daripada asam humat.
Asam humat mengandung gugus fungsional aktif seperti karboksil, fenol,
karbonil, hidroksida, alkohol, asam, kuinon dan metoxil yang bermuatan negatif.
Anion-anion tersebut secara aktif bereaksi dengan Al dan Fe dan membentuk
kompleks organometalik. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ifansyah (2013)
menunjukkan bahwa pemberian asam humat pada 1 kg tanah Ultisol yang telah
diinkubasi dengan 300 mg kg-1 Al dan 300 mg kg-1 Fe (AlCl3 dan FeCl3)
menunjukkan terjadinya peningkatan pH dari 3.53 menjadi 4.19, peningkatan P
tersedia hingga 140% (0.12 mg kg-1), penurunan kelarutan Al sebanyak 60% (1.90
cmol kg-1) dan penurunan kelarutan Fe hingga 49% (20.07 mg kg-1).
Winarso et al. (2010) mengungkapkan bahwa meningkatnya kelarutan Al dan
Fe yang diikuti dengan hidrolisis menyebabkan banyaknya ion hidrogen yang
terlepas ke larutan tanah sehingga tanah menjadi masam. Asam humat memiliki
gugus fungsional seperti hidroksil dan karboksil yang dapat mengikat Al dan Fe
sehingga dapat menurunkan reaksi hidrolisis tersebut dan mengubah arah reaksi
sehingga konsentrasi ion H+ menurun dan meningkatkan pH.
Pemberian asam humat pada mineral liat dapat meningkatkan kandungan
karbon organik dan kapasitas tukar kation (KTK). Mineral liat merupakan kompnen
7
geokimia penyusun tanah yang berperan dalam mengadsorpsi dan memfiksasi ion-
ion hara dari larutan tanah kemudian melepaskan kembali ke larutan tanah untuk
diserap oleh tanaman. Beberapa mineral liat seperti kaolinit, illit dan
montmorillonit memfiksasi potassium (K+) dan ammonium (NH4+). Bahan organik
tanah dan mineral liat seringkali bergabung membentuk kompleks organomineral
yang dapat memodifikasi jumlah situs jerapan kation-kation pada larutan tanah.
Asam humat yang bercampur dengan mineral liat dapat membentuk
kompleks organomineral seperti kompleks humat monmorillonit, kompleks humat
kaolinit dan kompleks humat illit. Pencampuran asam humat meningkatkan karbon
organik pada montmorillonit, kaolinit dan illit secara berturut-turut hingga 275% (3
g kg-1), 375% (1.9 g kg-1) dan 62.5% (3.9 g kg-1). Asam humat juga dapat
meningkatkan KTK pada montmorillonit, kaolinit dan illit secara berturut-turut
sebanyak 1% (0.93 x 10-3 cmol m-2), 7.7% (0.42 x 10-3 cmol m-2) dan 6.5% (1.32 x
10-3 cmol m-2). Peningkatan KTK akibat pemberian asam humat akan
meningkatkan adsorpsi NH4+ dan K+ (Zhang et al. 2013).
Substansi humat telah diketahui dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan
tanaman melalui perubahan pada arsitektur akar dan dinamika pertumbuhan yang
menghasilkan peningkatan ukuran akar, percabangan akar dan volume akar dengan
luas permukaan yang lebih besar. Daerah pemanjangan dan diferensiasi akar
mencakup sel-sel meristematik yang aktivitas metabolismenya tinggi dan mudah
terbentuk akar-akar lateral. Zandonadi et al. (2007) menyatakan bahwa asam humat
berpengaruh terhadap kemunculan akar-akar lateral.
Menurut Canellas dan Olivares (2014), rangsangan dari H+-ATPase pada
membran sel diduga bahwa perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh substansi
humat tidak hanya terbatas pada struktur akar. Asam humat telah dideteksi terdapat
senyawa menyerupai auksin sehingga merangsang pemanjangan sel pada akar dan
menginduksi akar lateral. Mekanisme kerja senyawa tersebut sama dengan auksin
alami yang pengaruh utamanya adalah merangsang aktivitas H+-ATPase membran
plasma untuk mengeluarkan ion H+ pada apoplas (ruang pada dinding sel). Hal ini
menyebabkan pH dinding sel menurun kemudian mengaktivasi enzim dan protein
spesifik yang menginisiasi pengenduran dinding sel lalu terjadi pemanjangan sel.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Suparno (2008) menunjukkan bahwa
pemberian asam humat dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Pemberian
asam humat dengan dosis 3.10-3 ml tiap bibit kakao dapat meningkatkan jumlah
daun sebanyak 38.60% (18.06 helai) dan bobot kering akar hingga 62.96% (2.20
g). Hal ini terjadi karena serapan P pada bibit meningkat hingga 99.05% yang
mencapai 12.60 mg tajuk-1. Unsur P merupakan salah satu unsur hara yang penting
dalam metabolisme dan integritas struktur tanaman. Peningkatan serapan unsur P
terjadi karena asam humat dapat mengkhelat Al menjadi kompleks Al3+ humat
sehingga unsur P yang terikat Al akan terlepas dan dapat diserap oleh tanaman.
dan hasil yang lebih tinggi daripada tanaman yang hanya dipupuk NPK. Tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga per tanaman, jumlah buah per tanaman dan
bobot buah per tanaman menunjukkan penambahan secara berturut-turut hingga
10.2% (mencapai 71.17 cm), 26.9% (mencapai 9.92 cabang), 19.26% (mencapai
162.75 bunga), 11.4% (mencapai 41.03 buah) dan 58.43% (mencapai 1.41 kg)
(Haque et al. 2012).
Water Footprint
Water footprint (jejak air) merupakan indikator penggunaan air baik secara
langsung (direct water footprint) ataupun secara tidak langsung (indirect water
footprint). Direct water footprint mengarah pada pemakaian air yang berhubungan
langsung dengan produk yang dihasilkan. Indirect water footprint mengarah pada
pemakaian air yang berhubungan dengan rantai persediaan barang dan jasa atau
input yang digunakan oleh produsen. Penggunaan air diukur dari volume
pemakaian air (evaporasi atau tergabung menjadi bagian produk) dan/atau
pencemaran air tiap satuan waktu (Hoekstra et al. 2011).
Kalkulasi water footprint didapat melalui hasil total dari tiga komponen yaitu
blue water footprint, green water footprint dan grey water footprint. Blue water
footprint merupakan volume dari air permukaan atau air tanah yang digunakan pada
proses produksi barang atau jasa. Pada kegiatan pertanian, blue water footprint
secara umum menunjukkan jumlah air yang digunakan dari air tanah dan irigasi.
Green water footprint merupakan volume air hujan yang dipakai selama proses
produksi. Green water footprint secara khusus berkaitan dengan hasil pertanian
yang diukur dari total evapotranspirasi air hujan (dari lahan dan perkebunan). Grey
water footprint didefinisikan sebagai volume air yang dibutuhkan untuk melarutkan
polutan sesuai dengan standar kualitas air (Hoekstra et al. 2011).
Penggunaan volume air tiap unit hasil tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh
kondisi agrometeorologi setempat, tetapi juga oleh teknik budidaya dan tingkat
produksi. Tempat yang memiliki water footprint yang rendah untuk hasil tanaman
tertentu biasanya memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman
itu. Water footprint budidaya kakao di Columbia menunjukkan nilai yang beragam
pada enam provinsi, yaitu Antioquia, Arauca, Huila, Narino, Santander dan Tolima
dengan volume penggunaan air secara berturut-turut mencapai 14 344 m3 ton-1,
15 057 m3 ton-1, 13 475 m3 ton-1, 13 719 m3 ton-1, 22 758 m3 ton-1dan 23 239 m3
ton-1 (Rodriguez et al. 2015). Kalkulasi water footprint tandan buah segar kelapa
sawit juga menunjukkan nilai yang beragam pada dua provinsi di Thailand, yaitu
Pathumthani yang mencapai 1 532.44 m3 ton-1dan Chonburi yang mencapai 786.51
m3 ton-1 (Mungkalasiri et al. 2015).
METODE PENELITIAN
sekaligus dilakukan pada bulan Juni 2017 hingga Januari 2018. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Tanah PPKKI Jember.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao hasil
persilangan jenis Forastero klon Sulawesi 1 dan jenis Criollo klon Amazon KEE 2,
tanaman kakao umur 5-15 tahun klon Sulawesi 1, asam humat (Humatop®), pupuk
hayati (Bactoplus®), polybag, tanah lapisan atas (top soil), pasir, Urea, TSP, KCl,
Kiserit. Alat yang digunakan meliputi timbangan, oven, knapsack sprayer, gelas
ukur, hand counter, penggaris, jangka sorong, dan LICOR 6400 XT.
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
Bahan tanam yang digunakan adalah kecambah kakao yang telah disemai
selama 14 hari. Benih kakao disemaikan pada bak pengecambah dengan media
tanah dan pasir dengan perbandingan volume 1:1. Penyemaian dilakukan dengan
memendam sepertiga bagian benih kakao dalam media tanam. Kecambah kakao
yang dipilih adalah yang memiliki pertumbuhan yang seragam. Media pembibitan
terdiri atas tanah dan pasir dengan perbandingan volume 3:1 kemudian dimasukkan
ke dalam polybag ukuran 20 cm x 30 cm.
Aplikasi asam humat dilakukan dengan melarutkan serbuk sebanyak 1, 2, 3
dan 4 g maing-masing ke dalam 1 liter air. Asam humat diberikan melalui tanah
dengan cara disiram menggunakan cangkir dengan volume larutan 225 ml tiap bibit
yang diperoleh dari penghitungan kapasitas lapang. Dengan demikian, dosis asam
11
humat yang diberikan untuk setiap aplikasi adalah 0.225, 0.450, 0.675 dan 0.900 g
tanaman-1. Aplikasi pupuk hayati dilakukan dengan melarutkan serbuk sebanyak
0.5, 1, 1.5 dan 2 g masing-masing ke dalam satu liter air. Pupuk hayati diberikan
melalui daun dengan cara disemprot dengan volume larutan 25 ml tiap bibit yang
diperoleh dari kalibrasi volume air yang disemprotkan ke bibit kakao hingga merata
ke seluruh daun. Dengan demikian, dosis pupuk hayati yang diberikan untuk setiap
aplikasi adalah 0.013, 0.025, 0.038 dan 0.050 g tanaman-1. Perlakuan tanpa
pemberian asam humat dan pupuk hayati dilakukan dengan menyiram air. Dengan
Aplikasi asam humat dan pupuk hayati dilakukan 4 minggu sekali sebanyak 3 kali
selama percobaan. Kandungan asam humat dan pupuk hayati yang digunakan pada
percobaan ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Dosis pupuk yang digunakan sesuai dengan PPKKI (2015), yaitu dengan
menggunakan pupuk Urea 5 g, TSP 5 g, KCl 4 g dan Kiserit 4 g pada setiap bibit.
Pupuk diberikan mengelilingi batang dengan jarak 10 cm dari batang. Pemupukan
pada pembibitan dilakukan sebanyak 2 minggu sekali sampai bibit berumur 3 bulan.
Pengamatan
1. Peubah morfologi
a. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal
batang hingga ujung daun tertinggi.
b. Diameter batang
Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada
daerah sekitar 1 cm di atas bekas kotiledon.
c. Jumlah daun
Penghitungan jumlah daun, baik daun muda (flush) maupun daun tua,
dilakukan dengan menggunakan hand counter.
2. Peubah destruktif
a. Luas Daun
Luas daun diukur dengan memotret seluruh daun dan dihitung luasnya
menggunakan aplikasi Image J 1.50.
b. Panjang akar
Panjang akar diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal akar
hingga ujung akar terpanjang.
c. Volume akar
Pengamatan dilakukan dengan memasukkan sampel akar ke dalam
gelas ukur berisi air sebanyak 80 ml. Volume akar didapatkan dari selisih
volume air setelah dimasukkan akar dan volume air awal.
12
3. Peubah fisiologi
Variabel fisiologi yang diamati meliputi laju fotosintesis, laju transpirasi,
konduktansi stomata, CO2 interseluler (Ci), rasio CO2 interseluler dan ambien
(Ci/Ca) dan efisiensi penggunaan air menggunakan LICOR 6400 XT. Sampel daun
yang digunakan adalah daun yang berumur 6-10 minggu dengan tanda bintik
cokelat pada bagian atas tangkai daun dan warna hijau pada bagian bawah tangkai
daun. Efisiensi penggunaan air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
A x 10-6
EPA= E , dimana
A = laju fotosintesis (µmol CO2 m-2 s-1)
E = laju transpirasi (mmol H2O m-2 s-1)
EPA = efisiensi penggunaan air.
Data Penunjang
Analisis Data
Data diolah menggunakan aplikasi SAS 9.4. Hasil analisis sidik ragam yang
menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5%, dilakukan uji lanjut dengan uji
jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test, DMRT).
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
Pengamatan
1. Jumlah pentil
Pentil merupakan buah kecil yang berukuran < 10 cm. Pentil dikelompokkan
menjadi pentil layu dan pentil sehat. Pentil layu adalah pentil yang mengalami
kelayuan fisiologis yang ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi
coklat kehitam-hitaman, tetapi pentil tetap melekat pada batang atau cabang
tanaman kakao. Ciri-ciri pentil layu yang disebabkan oleh serangan kepik
penghisap buah (Helopeltis antonii) menunjukkan tanda serangan bercak-bercak
cekung berwarna cokelat muda yang lama kelamaan menjadi kehitaman, sedangkan
serangan cendawan Phytophthora palmivora menimbulkan bercak busuk yang
dimulai dari bagian pangkal, tengah atau ujung pentil. Pentil sehat adalah pentil
yang tidak mengalami layu fisiologis serta tidak terserang hama dan penyakit.
Jumlah pentil diamati pada batang dan percabangan utama sepanjang 75 cm
dari jorket semu. Pentil yang diamati dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan
ukurannya yaitu pentil tiny dan pentil kecil. Pentil tiny merupakan pentil dengan
panjang tidak lebih dari 5 cm, sedangkan pentil kecil merupakan pentil dengan
pajang antara 5-10 cm. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.
2. Jumlah buah
Buah dikelompokkan menjadi buah sedang dan besar. Buah sedang adalah
buah yang memiliki panjang antara 10-15 cm. Buah besar adalah buah yang
memiliki panjang > 15 cm. Pengamatan dilakukan mulai dari batang hingga
percabangan utama sepanjang 75 cm dari jorket (jourquette). Peubah ini diamati
pada selang dua minggu.
3. Produksi
Penaksiran produksi dari segi pendekatan agronomi dilakukan dengan
menggunakan rumus yang disampaikan oleh Wachjar (2005), yaitu:
Y = P x bd x N, dimana
Y = Produksi
P = Jumlah buah masak yang dipanen
bd = rata-rata bobot biji kering per buah
N = rata-rata jumlah biji per buah
Adapun beberapa variabel yang diamati untuk penghitungan penaksiran
produksi adalah sebagai berikut:
a. Jumlah buah masak yang dapat dipanen per tanaman. Ciri-ciri buah kakao klon
Sulawesi 1 yang telah masak adalah berubahnya warna buah dari merah menjadi
jingga.
b. Jumlah biji per buah. biji yang dihitung adalah biji yang sehat dan tidak
mengalami kelainan, seperti berkecambah, kopong dan terserang hama atau
jamur.
c. Bobot biji kering
4. Produktivitas
Produktivitas dihitung dengan mengkonversi hasil biji kering per tanaman
selama lima kali panen menjadi hasil total populasi satu hektar dalam satu tahun.
15
5. Peubah fisiologi
Variabel fisiologi yang diamati antara lain laju fotosintesis transpirasi,
konduktansi stomata, CO2 interseluler (Ci), rasio CO2 interseluler dan ambien
(Ci/Ca) dan efisiensi penggunaan air. Pengamatan pada 14 minggu setelah aplikasi
pertama dengan menggunakan LICOR 6400 XT. Sampel daun yang digunakan
adalah daun berumur 6-10 minggu dengan tanda bintik cokelat pada bagian atas
tangkai daun dan warna hijau pada bagian bawah tangkai daun. Efisiensi
penggunaan air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
A x 10-6
EPA= E , dimana
A = laju fotosintesis (µmol CO2 m-2 s-1)
E = laju transpirasi (mmol H2O m-2 s-1)
EPA = efisiensi penggunaan air
Data Penunjang
Analisis Data
Data diolah menggunakan aplikasi SAS 9.4. Hasil sidik ragam dan sidik
peragam yang menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5%, dilakukan uji
lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test, DMRT).
Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan aplikasi SAS 9.4. Apabila analisis sidik
peragam menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5%, dilakukan uji jarak
berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test, DMRT).
Hasil
Kondisi Umum
Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam pemberian asam humat dan pupuk hayati
terhadap pertumbuhan dan fisiologi bibit kakao
Peubah Asam Humat Pupuk Hayati Interaksi
------------------------------(MSP)------------------------------
Tinggi bibit 2*, 4-14** 2-14** 2-14 tn
Diameter batang 2-12**, 14 * 2-14 ** 6*, 12*, 8-10**
Jumlah daun 2-4**, 6*, 14* 2-8**, 12-14** 2-4**, 14*
Luas daun 14 ** 14 ** 14 **
Panjang akar 14 tn 14 tn 14 tn
Volume akar 14 tn 14 ** 14 tn
BB akar 14 tn 14 ** 14 tn
BB batang 14 * 14 ** 14 tn
BB daun 14 tn 14 ** 14 **
BB total 14 * 14 ** 14 **
BK akar 14 * 14 ** 14 tn
BK batang 14 ** 14 ** 14 tn
BK daun 14 tn 14 ** 14 **
BK total 14 ** 14 ** 14 *
Laju fotosintesis 14 ** 14 ** 14 tn
Konduktansi stomata 14 tn 14 tn 14 tn
Laju transpirasi 14 tn 14 tn 14 tn
Ci 14 ** 14 ** 14 tn
Rasio Ci/Ca 14 ** 14 ** 14 tn
Efisiensi penggunaan air 14 ** 14 ** 14 tn
Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada uji F taraf 1%, * = berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%,
tn = tidak berpengaruh nyata, BB = bobot basah, BK = bobot kering.
Pemberian asam humat pada bibit kakao secara nyata mempengaruhi tinggi
bibit pada 2 hingga 14 minggu setelah perlakuan pertama (MSP), diameter batang
pada 2-12 MSP, jumlah daun pada 2-6 MSP. Peubah destruktif yang secara nyata
dipengaruhi oleh pemberian asam humat meliputi luas daun, bobot basah batang,
bobot basah total, bobot kering batang, bobot kering akar dan bobot kering total.
Asam humat secara nyata mempengaruhi peubah fisiologi bibit kakao yaitu laju
fotosintesis, Ci, rasio Ci/Ca dan efisiensi penggunaan air, tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap transpirasi dan konduktansi stomata (Tabel 2).
19
Tinggi bibit. Pemberian asam humat 4 000 ppm menghasilkan bibit kakao
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol mulai umur 2-14 MSP, tetapi
tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 3 000 ppm (Tabel 3).
Tabel 3. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur 12-14
MSP
Asam Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Humat
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
------------------------------------------(cm)------------------------------------------
0 17.9 b 26.5 c 35.3 c 39.0 c 42.8 c 40.9 d 44.7 d
1 000 18.3 ab 27.4 bc 36.4 bc 40.1 bc 43.9 bc 45.0 c 48.4 c
2 000 18.6 a 27.9 ab 37.3 ab 41.3 ab 45.4 ab 48.4 b 51.8 b
3 000 18.4 ab 27.8 ab 37.1 ab 41.4 ab 45.7 ab 52.2 a 55.6 a
4 000 18.8 a 28.5 a 38.2 a 42.1 a 45.9 a 54.1 a 57.2 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Diameter batang. Diameter bibit kakao yang diberi asam humat 4 000 ppm
nyata lebih besar dibandingkan dengan kontrol dan pemberian asam humat 1 000
ppm mulai umur 2-12 MSP, tetapi tidak berbeda nyata dengan asam humat 3 000
ppm. Akan tetapi, pemberian asam humat tidak menunjukkan perbedaan nyata
terhadap diameter batang bibit kakao pada akhir pengamatan (Tabel 4).
Tabel 4. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
12-14 MSP
Asam Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Humat
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
-------------------------------------------(mm)----------------------------------------
0 3.40 c 4.02 c 4.67 d 5.34 c 6.02 c 6.63 c 7.22
1 000 3.44 bc 4.09 bc 4.81 c 5.53 b 6.26 b 6.83 bc 7.39
2 000 3.46 bc 4.16 bc 4.87 bc 5.61 b 6.33 b 6.93 ab 7.52
3 000 3.49 ab 4.20 ab 4.97 ab 5.78 a 6.59 a 7.06 a 7.55
4 000 3.55 a 4.33 a 5.09 a 5.82 a 6.57 a 7.10 a 7.61
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Jumlah daun. Jumlah daun bibit kakao yang diberi asam humat 4 000 ppm
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian asam humat 0-3 000 ppm
mulai umur 2 hingga 6 MSP. Meskipun demikian, pemberian asam humat tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun bibit kakao pada 8 hingga
14 MSP (Tabel 5).
20
Tabel 5. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
12-14 MSP
Asam Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Humat
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
0 5.5 d 8.5 d 12.7 c 14.5 15.8 17.2 18.4
1 000 5.7 cd 9.0 c 13.7 b 15.2 16.6 18.2 19.8
2 000 5.8 c 9.2 bc 13.5 b 15.2 16.5 17.9 19.4
3 000 6.2 b 9.6 b 14.1 b 16.3 18.5 19.2 19.9
4 000 6.6 a 10.4 a 15.1 a 15.6 16.7 18.4 20.0
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Peubah destruktif. Luas daun dan bobot basah batang bibit kakao yang
diberi asam humat 2 000-4 000 ppm secara nyata lebih tinggi pada 14 MSP
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan antar ketiga konsentrasi asam humat
tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang nyata. Pemberian asam humat 3 000
ppm secara nyata meningkatkan bobot basah bibit kakao dibandingkan dengan
kontrol sebanyak 15%, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian asam humat
1 000, 2 000 dan 4 000 ppm (Tabel 6). Pemberian asam humat tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot basah daun dan akar pada 14 MSP (Tabel 2).
Tabel 6. Luas daun dan bobot basah bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam
humat umur 14 MSP
Asam Bobot Basah (g)
Luas Daun
Humat
(cm2) Daun Batang Akar Total
(ppm)
0 1 345.34 c 13.72 15.85 b 5.77 35.35 b
1 000 1 392.35 bc 14.56 17.04 ab 5.86 37.46 ab
2 000 1 526.26 ab 15.52 17.97 a 5.52 39.01 ab
3 000 1 575.56 a 15.73 18.19 a 6.16 40.46 a
4 000 1 576.81 a 15.30 18.57 a 6.00 39.49 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Bobot kering batang dan total bibit kakao yang diberi asam humat 3 000 dan
4 000 ppm secara nyata lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol,
sedangkan antar kedua konsentrasi tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang
nyata. Pemberian asam humat 4 000 ppm menghasilkan bobot kering akar bibit
kakao lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol dan 2 000 ppm secara
berturut-turut sebesar 14% dan 15% (Tabel 7). Pemberian asam humat tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun pada 14 MSP (Tabel 2).
Peubah fisiologi. Pemberian asam humat 4 000 ppm menghasilkan bibit
kakao dengan laju fotosintesis dan efisiensi penggunaan air secara nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi asam humat yang lain pada umur 14 MSP. Bibit
kakao yang diberi asam humat 4 000 ppm menghasilkan nilai Ci dan rasio Ci/Ca
21
secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan pemberian asam humat 0 hingga
2 000 ppm (Tabel 8).
Tabel 7. Bobot kering bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur 14
MSP
Asam Humat
Daun Batang Akar Total
(ppm)
-------------------------------------(g)----------------------------------------
0 5.70 4.78 b 2.29 b 12.77 c
1 000 5.92 5.26 ab 2.38 ab 13.56 bc
2 000 6.13 5.29 ab 2.26 b 13.68 abc
3 000 6.31 5.58 a 2.51 ab 14.40 ab
4 000 6.31 5.79 a 2.62 a 14.72 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Tabel 8. Peubah fisiologi bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur
14 MSP
Laju Konduktansi Laju
Asam Ci Efisiensi
Fotosintesis Stomata Transpirasi Rasio
Humat (µmol CO2 Penggunaan
(µmol CO2 (mol H2O (mmol H2O Ci/Ca
(ppm) mol-1) Air
m-2 s-1) m-2 s-1) m-2 s-1)
0 21.14 c 0.30 8.54 238.66 a 0.66 a 0.25 c
1 000 22.12 bc 0.30 8.61 231.89 ab 0.64 ab 0.26 bc
2 000 22.90 bc 0.29 8.44 225.16 b 0.61 b 0.27 b
3 000 23.78 b 0.30 8.57 223.86 b 0.58 c 0.28 b
4 000 26.22 a 0.30 8.60 209.37 c 0.57 c 0.31 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Pemberian pupuk hayati pada bibit kakao berpengaruh nyata terhadap tinggi
bibit dan diameter batang selama percobaan, jumlah daun pada 2 hingga 8 MSP dan
12 hingga 14 MSP. Peubah destruktif bibit kakao yang secara nyata dipengaruhi
oleh pemberian pupuk hayati meliputi luas daun, volume akar, bobot basah dan
kering akar, bobot basah dan kering batang, bobot basah dan kering daun serta
bobot basah dan kering total. Pupuk hayati secara nyata mempengaruhi peubah
fisiologi bibit kakao yaitu laju fotosintesis, Ci, rasio Ci/Ca dan efisiensi penggunaan
air, tetapi tidak berbeda nyata terhadap konduktansi stomata dan laju transpirasi
pada 14 MSP (Tabel 2).
Tinggi bibit. Pemberian pupuk hayati 2 000 ppm menghasilkan bibit kakao
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan pupuk hayati 500 ppm
22
pada umur 2 hingga 14 MSP berturut-turut hingga 27.7% dan 17.6%. Tinggi bibit
kakao yang diberi pupuk hayati 2 000 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan
1 000 dan 1 500 ppm pada 12 dan 14 MSP (Tabel 9).
Tabel 9. Tinggi bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur 2-14
MSP
Pupuk Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Hayati
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
-------------------------------------------(cm)----------------------------------------
0 16.3 e 23.3 e 30.3 e 33.7 e 37.3 e 46.0 c 49.2 c
500 17.4 d 25.9 d 34.1 d 37.8 d 41.5 d 47.1 bc 50.4 bc
1 000 18.3 c 27.8 c 37.3 c 41.2 c 45.1 c 49.0 ab 52.5 ab
1 500 19.4 b 29.5 b 39.6 b 44.3 b 48.2 b 49.0 ab 52.2 ab
2 000 20.5 a 31.7 a 43.0 a 47.0 a 50.1 a 49.7 a 53.4 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Diameter batang. Diameter batang bibit kakao yang diberi pupuk hayati
2 000 ppm secara nyata lebih besar dibandingkan dengan kontrol, pupuk hayati 500
dan 1 000 ppm pada umur 2 hingga 14 MSP berturut-turut hingga 16.7%, 8.2% dan
8.7%. Diameter batang bibit kakao yang diberi pupuk hayati 2 000 ppm tidak
berbeda nyata dengan 1 000 dan 1 500 ppm (Tabel 10).
Tabel 10. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
umur 2-14 MSP
Pupuk Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Hayati
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
-----------------------------------------(mm)------------------------------------------
0 3.24 d 3.68 e 4.37 d 5.01 c 5.82 c 6.37 c 6.91 c
500 3.41 c 4.02 d 4.75 c 5.50 b 6.24 b 6.83 b 7.40 b
1 000 3.50 b 4.19 c 4.88 c 5.59 b 6.31 b 5.88 b 7.43 b
1 500 3.56 b 4.35 b 5.11 b 5.92 a 6.71 a 7.24 a 7.75 a
2 000 3.64 a 4.56 a 5.26 a 5.97 a 6.69 a 7.23 a 7.78 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Jumlah daun. Pemberian pupuk hayati 2 000 ppm menghasilkan daun bibit
kakao secara nyata lebih banyak dibandingkan kontrol mulai umur 2 hingga 8 MSP
dan 12 hingga 14 MSP sebanyak 20.8%. Pemberian pupuk hayati dengan
konsentrasi 2 000 ppm menghasilkan daun lebih banyak dibandingkan dengan
konsentrasi 500 hingga 1 500 ppm pada akhir pengamatan (Tabel 11).
23
Tabel 11. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur
2-14 MSP
Pupuk Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
Hayati
(ppm) 2 4 6 8 10 12 14
0 5.5 c 8.1 c 13.2 b 14.7 b 16.5 17.3 b 18.2 c
500 5.7 bc 8.8 b 13.7 ab 14.8 b 15.9 17.6 b 19.2 bc
1 000 6.0 b 9.2 b 14.0 ab 15.1 b 16.7 18.2 ab 19.6 b
1 500 5.6 c 8.7 b 14.0 a 15.5 b 16.8 18.3 ab 19.6 b
2 000 7.0 a 11.8 a 14.3 a 16.7 a 18.2 19.6 a 20.9 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Peubah destruktif. Luas daun, bobot basah daun, bobot basah akar dan bobot
basah total bibit kakao yang diberi pupuk hayati 1 000 hingga 2 000 ppm secara
nyata lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol dan 500 ppm,
sedangkan antar ketiga konsentrasi pupuk hayati tersebut tidak menghasilkan
perbedaan yang nyata. Pemberian pupuk hayati 1 500 ppm secara nyata
meningkatkan volume akar bibit kakao dibandingkan dengan 500 dan 2 000 ppm,
tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol dan 1 000 ppm. Bibit kakao yang diberi
pupuk hayati 2 000 ppm secara nyata meningkatkan bobot basah batang
dibandingkan kontrol, 500 dan 1 000 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan
1 500 ppm (Tabel 12).
Tabel 12. Luas daun, volume akar dan bobot basah bibit kakao pada berbagai
konsentrasi pupuk hayati umur 14 MSP
Pupuk Luas Daun Volume Bobot Basah (g)
Hayati (cm2) Akar
(ppm) (ml) Daun Batang Akar Total
0 1 272.23 b 10.17 ab 12.60 b 13.66 c 5.96 a 32.22 c
500 1 354.41 b 8.03 c 14.41 a 16.16 b 4.79 b 35.36 b
1 000 1 561.34 a 10.28 ab 15.87 a 17.47 b 6.29 a 39.63 a
1 500 1 610.44 a 10.84 a 16.21 a 19.98 a 6.19 a 42.38 a
2 000 1 617.88 a 9.43 b 15.73 a 20.35 a 6.08 a 42.17 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Bibit kakao yang diberi pupuk hayati 1 500 ppm menghasilkan bobot kering
daun secara nyata lebih tinggi pada 14 MSP dibandingkan dengan kontrol, tetapi
tidak berbeda nyata dengan 500, 1 000 dan 2 000 ppm. Penyemprotan pupuk hayati
2 000 ppm menghasilkan bobot kering batang bibit kakao secara nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol, 500 dan 1 000 ppm secara berturut-turut sebanyak
51.1%, 26.9% dan 17%. Bobot kering akar bibit kakao yang diberi pupuk hayati
1 500 ppm secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan 500 ppm, tetapi tidak
berbeda nyata dengan kontrol, 1 000 dan 2 000 ppm. Pemberian pupuk hayati 2 000
ppm menghasilkan bobot kering total bibit kakao secara nyata lebih tinggi pada 14
MSP dibandingkan dengan kontrol dan 500 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan
1 000 dan 1 500 ppm (Tabel 13).
24
Tabel 13. Bobot kering bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat umur 14
MSP
Pupuk Hayati
Daun Batang Akar Total
(ppm)
---------------------------------------(g)--------------------------------------
0 4.98 b 4.15 c 2.48 a 11.61 c
500 5.93 a 4.94 b 1.96 b 12.82 b
1 000 6.50 a 5.36 b 2.50 a 14.35 a
1 500 6.56 a 5.98 a 2.63 a 15.16 a
2 000 6.42 a 6.27 a 2.50 a 15.18 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Tabel 14. Fisiologi bibit kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati umur 14
MSP
Laju Konduktansi Laju
Pupuk Ci Efisiensi
Fotosintesis Stomata Transpirasi Rasio
Hayati (µmol CO2 Penggunaan
(µmol CO2 (mol H2O (mmol H2O Ci/Ca
(ppm) mol-1) Air
m-2 s-1) m-2 s-1) m-2 s-1)
0 19.64 c 0.29 8.49 245.43 a 0.65 a 0.23 c
500 21.07 c 0.29 8.43 237.57 a 0.63 ab 0.25 c
1 000 23.72 b 0.31 8.64 224.26 b 0.61 b 0.28 b
1 500 25.43 b 0.30 8.58 212.20 bc 0.61 b 0.30 ab
2 000 26.31 a 0.30 8.62 209.47 c 0.57 c 0.31 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Diameter batang. Bibit kakao yang tanpa diberi asam humat menghasilkan
diameter batang terbaik dengan penambahan pupuk hayati 2 000 ppm. Pemberian
asam humat 1 000-2 000 ppm dapat dikombinasikan dengan pupuk hayati 1 500
dan 2 000 ppm untuk meningkatkan diameter batang. Pemberian pupuk hayati pada
konsentrasi berapapun dapat meningkatkan diameter batang bibit kakao yang diberi
asam humat 3 000 ppm. Meskipun demikian, diameter batang bibit kakao yang
diberi asam humat 4 000 ppm dapat meningkat jika hanya dikombinasikan dengan
pupuk hayati 1 500 ppm (Tabel 15).
Tabel 15. Diameter batang bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
------------------------------------------(mm)----------------------------------------
0 5.92 h 6.40 gh 6.20 gh 6.38 gh 6.84 cdefg
500 6.38 gh 6.50 fg 7.11 abcde 7.19 abcde 6.97 bcdef
1 000 6.65 efg 6.79 defg 6.81 defg 7.09 abcde 7.05 abcdef
1 500 6.72 defg 7.26 abcd 7.22 abcde 7.40 abc 7.61 a
2 000 7.47 ab 7.19 abcde 7.20 abcde 7.29 abcd 7.01 bcdef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Jumlah daun. Bibit kakao yang diberi asam humat 1 000 dan 3 000 ppm
maupun tanpa pemberian asam humat dapat dikombinasikan dengan penyemprotan
pupuk hayati 2 000 ppm untuk meningkatkan jumlah daun bibit kakao umur 12
MSP. Jika asam humat yang diberikan pada bibit kakao sebanyak 2 000 ppm dan
4 000 ppm, maka penambahan pupuk hayati tidak dapat meningkatkan jumlah daun
secara nyata pada 12 MSP (Tabel 16).
Tabel 16. Jumlah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
0 17.4 e 17.9 de 17.4 e 18.7 cde 19.5 bcde
500 18.4 cde 18.6 cde 18.7 cde 19.5 bcde 20.8 abcd
1 000 18.0 de 20.7 abcd 20.5 abcde 19.5 bcde 19.3 bcde
1 500 17.3 e 19.5 bcde 20.5 abcde 19.2 bcde 21.5 abc
2 000 20.9 abcd 22.2 ab 19.8 bcde 23.3 a 18.5 cde
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Penyemprotan pupuk hayati tidak dapat meningkatkan bobot basah daun bibit
kakao yang diberi asam humat 1 000 dan 4 000 ppm (Tabel 17).
Tabel 17. Bobot basah daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-------------------------------------------(g)-------------------------------------------
0 11.35 ef 13.43 bcdef 10.78 f 13.10 cdef 14.34 abcdef
500 12.27 def 13.53 bcdef 16.33 abcd 14.71 abcdef 15.23 abcde
1 000 14.86 abcdef 14.92 abcdef 15.05 abcdef 17.06 abc 17.44 abc
1 500 13.51 bcdef 15.60 abcde 19.13 a 14.57 abcdef 18.27 ab
2 000 16.63 abcd 15.30 abcde 16.31 abcd 19.18 a 11.23 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Tabel 18. Bobot kering daun bibit kakao pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati umur 12 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
------------------------------------------(g)---------------------------------------
0 4.37 d 5.04 cd 4.42 d 5.15 cd 5.92 abc
500 5.23 cd 5.66 bcd 6.31 abc 5.91 abc 6.53 abc
1 000 6.15 abc 6.21 abc 6.13 abc 7.03 ab 6.95 ab
1 500 5.78 bcd 6.52 abc 7.30 ab 6.00 abc 7.19 ab
2 000 6.96 ab 6.17 abc 6.49 abc 7.47 a 4.99 cd
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
27
Kondisi Umum
Tabel 20. Rekapitulasi hasil sidik ragam dan peragam pemberian asam humat dan
pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan fisiologi bibit kakao
Peubah Asam Humat Pupuk Hayati Interaksi
----------------------------(MSP)----------------------------
Jumlah pentil tiny sehat 1 2-6**, 4*, 18*, 10*, 14*, 16**, 2-24 tn
20* 20**, 24**
Jumlah pentil tiny layu 1 2-24 tn 24* 2-24 tn
Jumlah pentil kecil sehat 1 10*, 16**, 20**, 16-24**, 18*
24*
Jumlah pentil kecil layu 1 18*, 16* 2-24 tn
22-24**
Jumlah buah sedang 1 2-24 tn 20*, 22-24** 8*
Jumlah buah besar 1 4* 2-24 tn 2-24 tn
Jumlah buah panen 1 24-28 tn, total tn 28*, total tn 22-24 tn, total tn
Jumlah biji per tanaman 1 24-28 tn, total tn 28**, total tn 28*, total tn
Bobot biji per tanaman 1 24-28 tn, total tn 28**, total tn 24-28 tn, total tn
Produktivitas 1 tn ** tn
Laju fotosintesis 2 24 tn 24 ** 24 *
Konduktansi stomata 2 24 tn 24 tn 24 tn
Laju transpirasi 2 24 tn 24 tn 24 tn
Ci 2 24 tn 24 ** 24 tn
Rasio Ci/Ca 2 24 tn 24 ** 24 tn
Efisiensi penggunaan air 2 24 tn 24 ** 24 tn
Keterangan: 1 = analisis menggunakan sidik peragam, 2 = analisis menggunakan sidik ragam, ** =
berpengaruh nyata pada uji F taraf 1%, * = berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%, tn =
tidak berpengaruh nyata.
Pemberian asam humat berpengaruh nyata terhadap jumlah pentil tiny sehat
pada 2, 4, 6, 18 dan 20 MSP, jumlah pentil kecil sehat pada 10, 16, 20 dan 24 MSP,
jumlah pentil kecil layu pada 18, 22 dan 24 MSP serta jumlah buah besar pada 4
MSP. Pemberian asam humat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah pentil tiny
layu, buah sedang, jumlah buah panen, jumlah biji per tanaman, bobot biji per
tanaman dan produktivitas. Demikian juga dengan peubah fisiologis pada 24 MSP
tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian asam humat (Tabel 20).
Pentil tiny sehat. Tanaman kakao yang diberi asam humat 1 000 ppm
menghasilkan pentil tiny sehat secara nyata lebih banyak pada 18 hingga 20 MSP
dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan 3 000 ppm.
Produksi pentil tiny sehat pada tanaman kakao umur 22 dan 24 MSP yang diberi
asam humat dengan konsentrasi tersebut lebih tinggi dibandingkan konsentrasi
lainnya, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 21).
29
Tabel 21. Jumlah pentil kakao tiny sehat pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP
Asam Humat Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10 12
-1
--------------------------------(buah tanaman )----------------------------
0 1.9ab 1.1b 1.1b 1.2 3.2 3.6
1 000 1.7ab 1.2b 1.6b 1.5 3.7 4.0
2 000 1.3b 1.7ab 1.8ab 1.6 3.2 3.8
3 000 2.5a 1.8a 2.5a 2.2 3.3 3.8
4 000 1.9ab 1.0b 1.4b 1.6 2.9 3.3
14 16 18 20 22 24
0 3.2 3.4 3.2b 3.1b 3.0 3.0
1 000 3.4 3.7 4.0a 3.9a 3.4 3.4
2 000 3.4 3.3 3.5ab 3.2b 2.9 2.9
3 000 3.6 3.2 3.6ab 3.6ab 2.9 2.9
4 000 3.3 3.4 3.3b 3.3b 2.9 2.9
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Pentil kecil sehat. Tanaman kakao yang diberi asam humat 1 000 ppm
menghasilkan pentil kecil sehat secara nyata lebih banyak pada 10, 16, dan 20 MSP
dibandingkan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 2 000 ppm dan
3 000 ppm. Demikian juga pada 24 MSP, pemberian asam humat 1 000 ppm secara
nyata meningkatkan produksi pentil kecil sehat dibandingkan kontrol, tetapi tidak
berbeda nyata dengan 2 000 hingga 4 000 ppm (Tabel 22).
Tabel 22. Jumlah pentil kakao kecil sehat pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP
Asam Humat Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-1
------------------------------(buah tanaman )------------------------------
0 1.6 1.2 1.1 1.1 1.3 b 1.1
1 000 1.5 1.1 1.1 1.5 1.9 a 1.3
2 000 1.9 1.3 1.2 1.1 1.3 ab 1.2
3 000 1.7 1.4 1.5 1.5 1.5 ab 1.4
4 000 1.4 1.1 1.0 0.9 1.0 b 1.1
14* 16 18 20 22 24*
0 1.8 1.9 b 2.3 1.7 b 1.9 1.6 b
1 000 2.3 2.6 a 2.6 2.7 a 2.1 2.2 a
2 000 2.1 2.4 a 2.4 2.3 a 2.1 2.0 ab
3 000 2.1 2.5 a 2.6 2.2 ab 1.9 2.0 ab
4 000 1.7 2.0 b 2.4 2.1 b 2.2 2.0 ab
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
30
Pentil kecil layu. Pemberian asam humat 4 000 ppm dan tanpa pemberian
asam humat secara nyata menurunkan pentil kecil layu tanaman kakao pada 18 dan
24 MSP. Pemberian asam humat meningkatkan jumlah pentil layu tanaman kakao
pada 22 MSP (Tabel 23).
Tabel 23. Jumlah pentil kakao kecil layu pada berbagai konsentrasi asam humat
pada 2-24 MSP
Asam Humat Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-1
-----------------------------(buah tanaman )--------------------------------
0 1.0 0.3 0.8 0.5 0.8 0.6
1 000 1.0 0.3 0.7 0.8 0.6 0.5
2 000 1.0 0.6 0.9 0.8 0.7 0.5
3 000 0.8 0.6 0.5 0.6 1.0 0.7
4 000 1.0 0.6 0.7 0.7 1.1 1.0
14* 16 18* 20* 22 24*
0 1.0 1.4 1.3 bc 1.6 1.2 b 1.3 c
1 000 1.3 1.5 1.6 ab 1.5 2.0 a 1.5 a
2 000 1.0 1.5 1.7 a 1.2 1.9 a 1.4 b
3 000 1.3 1.6 1.5 abc 1.3 2.0 a 1.4 b
4 000 1.2 1.4 1.3 c 1.6 1.8 a 1.3 bc
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Tabel 24. Jumlah pentil kakao tiny sehat pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-------------------------------(buah tanaman-1)------------------------------
0 2.0 1.3 1.6 1.5 2.9 b 3.5
500 2.1 1.2 1.6 1.4 3.2 b 3.5
1 000 1.8 1.1 1.4 1.3 3.2 b 3.6
1 500 1.9 1.2 1.6 1.6 3.2 b 3.9
2 000 1.6 1.9 1.9 2.1 3.8 a 4.0
14* 16 18 20 22 24*
0 3.1 b 3.0 b 3.2 3.0 b 2.8 2.0 c
500 3.1 b 3.2 b 3.3 3.0 b 2.8 1.9 c
1 000 3.2 b 3.1 b 3.5 3.5 ab 3.2 2.4 b
1 500 3.6 ab 3.8 a 3.8 3.9 a 3.2 3.1 a
2 000 3.7 a 3.8 a 3.8 3.6 a 3.1 2.5 b
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Pentil tiny layu. Pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah pentil tiny layu tanaman kakao pada 2 hingga 22 MSP. Meskipun demikan,
pentil tiny layu tanaman kakao yang diberi pupuk hayati 1 500 ppm nyata lebih
sedikit pada 24 MSP dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 25).
Tabel 25. Jumlah pentil kakao tiny layu pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12
------------------------------(buah tanaman-1)-----------------------------
0 2.6 2.0 2.3 1.7 2.1 2.1
500 2.6 1.4 2.1 1.7 2.1 2.1
1 000 2.5 1.8 2.1 1.5 1.8 1.8
1 500 1.9 1.1 1.8 1.3 1.7 1.7
2 000 2.2 1.7 1.9 1.8 2.2 2.2
14 16 18 20* 22 24
0 2.3 2.1 2.2 2.4 2.4 3.2 a
500 1.9 2.1 2.1 2.1 2.5 3.1 a
1 000 2.3 2.1 2.3 2.5 2.6 3.4 a
1 500 2.3 2.0 2.2 2.4 2.3 2.6 b
2 000 2.3 2.4 2.4 2.5 2.7 3.3 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Pentil kecil sehat. Produksi pentil kecil sehat tanaman kakao yang diberi
pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm nyata lebih tinggi pada 16 hingga 22 MSP
dibandingkan dengan konsentrasi 0 hingga 1 000 ppm, tetapi antar kedua
32
konsentrasi pupuk hayati tersebut tidak berbeda nyata. Tanaman kakao yang
disemprot pupuk hayati 1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan pentil kecil sehat
nyata lebih banyak pada 24 MSP dibandingkan dengan konsentrasi 0 dan 500 ppm,
tetapi antar ketiga konsentrasi pupuk hayati tersebut tidak berbeda nyata (Tabel 26).
Tabel 26. Jumlah pentil kakao kecil sehat pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
pada 2-24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
---------------------------(buah tanaman-1)-----------------------------
0 1.6 1.2 1.2 1.0 1.3 1.1
500 1.6 1.3 1.1 1.1 1.3 1.1
1 000 1.4 1.4 1.1 1.3 1.3 1.2
1 500 1.4 1.2 1.3 1.3 1.4 1.3
2 000 2.0 1.1 1.2 1.4 1.6 1.5
14* 16 18 20 22 24*
0 1.7 2.1 bc 2.1 b 1.8 b 1.7 c 1.3 b
500 1.8 2.0 c 2.1 b 1.8 b 1.7 c 1.6 b
1 000 1.9 2.1 bc 2.3 b 2.1 b 2.0 bc 2.1 a
1 500 2.1 2.7 a 3.0 a 2.7 a 2.4 a 2.4 a
2 000 2.5 2.4 ab 2.8 a 2.6 a 2.3 ab 2.3 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Buah sedang. Produksi buah sedang tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 500 dan 2 000 ppm nyata lebih tinggi pada 16 hingga 22 MSP dibandingkan
dengan konsentrasi 0 hingga 1 000 ppm, tetapi antar kedua konsentrasi pupuk hayati
Tabel 27. Jumlah buah kakao sedang pada berbagai konsentrasi pupuk hayati pada
2 – 24 MSP
Pupuk Hayati Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
(ppm) 2* 4* 6* 8* 10* 12*
-1
------------------------------(buah tanaman )----------------------------
0 1.2 1.1 1.2 1.1 0.9 0.6
500 0.9 0.9 1.2 0.9 0.6 0.6
1 000 1.4 1.2 1.5 1.2 0.7 0.7
1 500 1.2 1.1 1.1 0.9 0.8 0.7
2 000 1.0 1.4 1.4 1.1 0.8 0.7
14* 16* 18* 20* 22 24
0 0.6 0.8 c 0.9 b 1.3 b 1.5 c 1.6 b
500 0.6 0.9 bc 0.9 b 1.5 b 1.5 c 1.6 b
1 000 0.8 1.0 bc 1.1 b 1.5 b 1.7 bc 1.9 a
1 500 1.0 1.2 a 1.3 a 1.9 a 2.4 a 2.4 a
2 000 0.9 1.2 ab 1.3 a 1.9 a 1.8 ab 2.0 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
-.
33
tersebut tidak berbeda nyata. Tanaman kakao yang disemprot pupuk hayati 1 000
hingga 2 000 ppm menghasilkan buah sedang nyata lebih banyak pada 24 MSP
dibandingkan dengan konsentrasi 0 dan 500 ppm, tetapi antar ketiga konsentrasi
pupuk hayati tersebut tidak berbeda nyata (Tabel 27).
Buah panen. Produksi buah yang dapat dipanen dari tanaman kakao yang
diberi pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm nyata lebih tinggi pada panen ke-5
dibandingkan konsentrasi 0 dan 500 ppm. Tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan buah panen yang tidak berbeda nyata (Tabel
28). Akan tetapi, pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
buah masak pada panen ke-1 hingga 4 dan total panen (Tabel 20).
Tabel 28. Respon jumlah buah kakao panen pada berbagai konsentrasi pupuk
hayati
Pupuk Hayati Jumlah buah kakao pada panen ke-
(ppm) 1 2 3 4 5 Total
-1
-----------------------------------(buah tanaman )------------------------
0 0.3 0.4 0.3 0.4 0.68 b 1.98
500 0.3 0.3 0.3 0.4 0.68 b 2.00
1 000 0.4 0.3 0.3 0.4 0.78 ab 2.19
1 500 0.4 0.5 0.4 0.5 0.89 a 2.61
2 000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.83 a 2.50
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Jumlah biji kering per tanaman. Tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan jumlah biji kering nyata lebih banyak
dibandingkan konsentrasi 0 dan 500 ppm, tetapi antar ketiga konsentrasi tersebut
tidak berbeda nyata (Tabel 29). Meskipun demikian, jumlah biji kering per tanaman
pada panen ke-1 hingga 4 dan total panen tidak dipengaruhi secara nyata oleh
pemberian pupuk hayati (Tabel 20).
Tabel 29. Jumlah biji kering kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi pupuk
hayati
Pupuk Hayati Jumlah biji kering pada pada panen ke-
(ppm) 1 2 3 4 5 Total
------------------------------(butir tanaman-1)------------------------------
0 10.0 13.4 9.1 13.6 22.5 b 68.6
500 10.0 11.5 10.1 13.9 22.7 b 68.0
1 000 12.2 12.1 11.8 13.1 27.6 a 76.8
1 500 11.5 16.7 13.1 19.0 31.3 a 91.6
2 000 14.0 12.3 14.9 17.9 28.6 a 87.7
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
34
Bobot biji kering per tanaman. Tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 000 hingga 2 000 ppm menghasilkan bobot biji kering nyata lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi 0 dan 500 ppm, tetapi antar ketiga konsentrasi tersebut
tidak berbeda nyata (Tabel 30). Bobot biji kering per tanaman pada panen ke-1
hingga 4 dan total panen tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian pupuk
hayati (Tabel 20).
Tabel 30. Bobot biji kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
Pupuk Hayati Bobot biji kering pada panen ke-
(ppm) 1 2 3 4 5 Total
--------------------------------(g tanaman-1)-------------------------------
0 10.10 14.55 9.91 14.71 24.22 b 74.50
500 10.57 12.54 10.85 12.93 24.29 b 74.27
1 000 13.28 12.99 12.63 12.76 29.29 a 83.49
1 500 12.69 18.08 14.07 17.10 33.79 a 100.17
2 000 15.09 13.20 15.84 16.32 30.58 a 95.16
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Tabel 31. Produktivitas biji kering kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
Pupuk Hayati Produktivitas
(ppm) (ton ha-1 tahun-1)
0 1.47 bc
500 1.41 c
1 000 1.62 abc
1 500 1.92 a
2 000 1.83 ab
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Peubah fisiologi. Laju fotosintesis tanaman kakao yang diberi pupuk hayati
1 500 ppm nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Tanaman
kakao yang disemprot pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm menghasilkan efisiensi
penggunaan air nyata lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 0 hingga 1 000 ppm.
Tanaman kakao diberi pupuk hayati 0 dan 500 ppm menghasilkan Ci dan rasio
Ci/Ca nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 1 000 hingga 2 000 ppm
(Tabel 32). Akan tetapi, pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap
konduktansi stomata dan laju transpirasi (Tabel 20).
35
Tabel 32. Fisiologi tanaman kakao pada berbagai konsentrasi pupuk hayati
Laju Konduktansi Laju
Pupuk Ci Efisiensi
Fotosintesis Stomata Transpirasi Rasio
Hayati (µmol CO2 Penggunaan
(µmol CO2 (mol H2O m-2 (mmol H2O Ci/Ca
(ppm) mol-1)* Air
m-2 s-1) s-1) m-2 s-1)
0 36.26 d 0.30 8.33 155.66 a 0.42 a 0.44 c
500 37.25 d 0.30 8.41 152.05 a 0.41 a 0.45 c
1 000 43.28 c 0.30 8.29 113.75 b 0.31 b 0.53 b
1 500 50.78 a 0.29 8.30 67.70 c 0.19 c 0.62 a
2 000 47.18 b 0.30 8.23 95.52 b 0.25 bc 0.58 a
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- * = data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Tabel 33. Jumlah pentil kakao kecil sehat per tanaman tanaman pada berbagai
konsentrasi asam humat dan pupuk hayati 18 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-1
-------------------------------(buah tanaman )----------------------------------
0 1.7 lm 2.0 klm 2.4 fghijk 2.2 ijkl 2.2 hijk
500 2.1 jkl 1.6 m 2.1 ijkl 2.4 fghijk 2.3 ghijk
1 000 2.4 fghijk 2.6 defghi 2.1 ijkl 2.6 efghij 1.8 lm
1 500 2.7 cdefgh 3.4 a 3.1 a 3.1 a 2.9 bcdef
2 000 2.7 cdefgh 3.2 a 2.2 ijkl 2.8 bcdefg 2.9 bcde
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
taraf 5%.
Buah sedang. Pemberian pupuk hayati pada tanaman kakao yang diberi asam
humat 0 hingga 3 000 ppm tidak meningkatkan jumlah buah sedang secara nyata
pada 8 MSP. Penyemprotan pupuk hayati sebanyak 0 dan 1 000 ppm secara nyata
36
meningkatkan produksi buah sedang tanaman kakao yang diberi asam humat 4 000
ppm (Tabel 34).
Tabel 34. Jumlah buah kakao sedang pada berbagai konsentrasi asam humat dan
pupuk hayati 8 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-1
----------------------------------(buah tanaman )--------------------------------
0 1.1 abc 0.9 abc 0.8 abc 1.4 abc 1.1 abc
500 1.1 abc 0.8 abc 0.6 cd 1.2 abc 0.7 bc
1 000 0.9 abc 0.8 abc 1.2 abc 1.3 abc 1.9 a
1 500 1.6 ab 1.5 abc 0.6 bc 1.1 abc 0.1 d
2 000 1.2 abc 1.4 abc 1.1 abc 1.1 abc 0.4 cd
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Jumlah biji kering per tanaman. Penyemprotan pupuk hayati 1 000 hingga
2 000 ppm nyata meningkatkan jumlah biji tanaman kakao yang tidak diberi asam
humat. Jumlah biji tanaman kakao yang diberi asam humat 1 000 dan 3 000 ppm
meningkat dengan penambahan pupuk hayati masing-masing 1 000 ppm dan 1 500
ppm. Penyemprotan pupuk hayati pada konsentrasi berapapun tidak meningkatkan
jumlah biji pada tanaman kakao yang diberi asam humat 2 000 dan 3 000 ppm
(Tabel 35).
Tabel 35. Jumlah biji kering kakao per tanaman pada berbagai konsentrasi asam
humat dan pupuk hayati panen ke-5
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
-1
---------------------------(butir tanaman )--------------------------------
0 17.3 ef 23.1 cdef 24.8 cdef 22.1 cdef 25.3 cdef
500 22.8 cdef 16.5 f 22.4 cdef 26.0 cdef 25.7 cdef
1 000 28.5 abcd 37.9 a 26.4 bcdef 20.7 def 24.4 cdef
1 500 29.9 abcd 29.2 abcd 27.8 abcde 37.4 ab 32.3 abc
2 000 28.7 abcd 28.7 abcd 23.7 cdef 31.5 abcd 30.6 abcd
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Laju fotosintesis. Tanaman kakao yang diberi asam humat 0 hingga 3 000
ppm dapat dikombinasikan dengan pupuk hayati 1 500 dan 2 000 ppm untuk
meningkatkan laju fotosintesis pada 24 MSP. Laju fotosintesis tanaman kakao yang
diberi asam humat 4 000 ppm tidak meningkat secara nyata dengan penambahan
pupuk hayati pada konsentrasi berapapun (Tabel 36).
37
Tabel 36. Laju fotosintesis tanaman kakao pada berbagai konsentrasi asam humat
dan pupuk hayati pada 24 MSP
Pupuk Konsentrasi Asam Humat (ppm)
Hayati
(ppm) 0 1 000 2 000 3 000 4 000
---------------------------------(µmol CO2 m-2 s-1)---------------------------------
0 36.12 fgh 33.72 h 33.27 h 39.09 defgh 39.09 defgh
500 37.28 efgh 33.24 h 34.39 gh 41.13 cdefgh 40.21 defgh
1 000 41.28 cdefgh 50.26 abc 43.26 cdefg 36.73 efgh 44.86 bcdef
1 500 48.16 abcd 53.72 ab 47.42 abcd 56.03 a 48.55 abcd
2 000 46.06 bcde 48.55 abcd 47.56 abcd 50.31 abc 43.43 cdefg
Keterangan: - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
- data ditransformasi dengan √x + 0.5 dan disajikan dengan skala awal.
Nilai ETo pada lokasi penelitian adalah 3.48 mm hari-1 dengan curah hujan
efektif 152.5 mm bulan-1 (Tabel 37). Lokasi penelitian berada pada ketinggian
45 m di atas permukaan laut dengan koordinat 8.15 oLS dan 113.30 oBT. Nilai water
footprint budidaya kakao selama satu siklus (25 tahun) di lokasi penelitian yaitu
85 505.07 m3 ton-1 hingga 85 763 m3 ton-1 dengan produksi 25.08 ton biji kering
(Gambar 2). Nilai WFgrey merupakan bagian terbesar dalam komponen water
footprint budidaya kakao yaitu mencapai 48% (Tabel 38).
Tabel 37. Kondisi Klimatologi dan ETo Kebun Kaliwining PPKKI Jember (2007-
2017)
Lama
Suhu (oC) Radiasi Curah ETo
RH Penyinaran Peff
Bulan Matahari Hujan (mm
(%) Matahari (mm)
Min Max (MJ m-2 hari-1) (mm) hari-1)
(jam)
Januari 22.7 32.3 91 4.3 16.5 275.0 152.5 3.54
Februari 22.6 33.0 90 5.0 17.7 228.0 144.8 3.79
Maret 22.4 33.1 90 5.2 17.6 286.0 153.6 3.75
April 22.3 33.2 91 5.4 16.7 235.0 146.6 3.53
Mei 21.6 33.2 90 5.0 14.8 111.0 91.3 3.08
Juni 20.6 32.4 90 4.5 13.4 37.4 35.2 2.73
Juli 19.4 31.7 90 4.8 14.1 44.7 41.5 2.80
Agustus 19.0 31.7 90 5.7 16.5 1.9 1.9 3.24
September 19.7 32.7 88 6.6 19.2 2.5 2.5 3.85
Oktober 21.1 33.4 88 6.5 19.8 66.0 59.0 4.11
November 22.4 33.4 90 5.3 18.0 211.0 139.8 3.86
Desember 22.6 32.5 92 4.0 15.9 394.0 164.4 3.44
Rerata 21.4 32.7 90 5.2 16.7 275.0 152.5 3.48
Keterangan: RH = kelembaban, Peff = curah hujan efektif, ETo = evapotranspirasi
38
Persiapan Bibit
4 – 6 bulan
Batang bawah Batang bawah
Tanam
TBM Entres
WFblue = 2 473.01 m3 ton-1
WFgreen = 2 710.77 m3 ton-1 3 tahun 4 bulan
WFgrey = 152.47 m3 ton-1
WFindirect = 5.69 m3 ton-1
TM Sambung samping
WFblue = 18 136.01 m3 ton-1 22 tahun WFblue = 271.02 m3 ton-1
WFgreen = 19 878.95 m3 ton-1 6 bulan WFgreen = 297.07 m3 ton-1
WFgrey = 41 333.67 m3 ton-1 WFgrey = 22.96 m3 ton-1
WFindirect = 49.93 m3 ton-1 WFindirect = 0.34 m3 ton-1
Panen Rejuvinasi
Pasca Panen
3 – 5 hari
fermentasi pencucian pengeringan
9 – 15 hari
Gambar 2. Water Footprint Budidaya Kakao Selama Satu Siklus (25 Tahun)
39
Nilai WFblue budidaya kakao berbeda pada tiap teknik pembibitan. WFblue
tertinggi dihasilkan pada metode sambung pucuk dan okulasi, sedangkan nilai
WFblue terkecil dihasilkan pada persiapan bibit dengan penyemaian (Tabel 39).
Grey water footprint pada setiap metode persiapan bibit kakao tidak berbeda karena
jenis dan dosis pupuk yang digunakan sama (Lampiran 4).
Tabel 38. Nilai komponen blue, green dan grey water footprint satu siklus
budidaya kakao
Water Footprint (m3 ton-1)
Asal Bibit
Blue Green Grey Indirect Total
Semai 21 046.68 22 886.78 41 515.53 56.07 85 505.06
Sambung pucuk 21 296.44 22 886.78 41 523.90 56.09 85 763.21
Okulasi 21 296.44 22 886.78 41 523.90 56.09 85 763.21
Pemberian asam humat dan pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap
water footprint kakao. Pemberian asam humat 3 000 dan 4 000 ppm dapat
mengurangi water footprint kakao dibandingkan kontrol berturut-turut sebanyak
4.2% dan 11.5% tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan
pemberian pupuk hayati 1 000 hingga 2 000 ppm dapat mengurangi water footprint
kakao dibandingkan kontrol sebanyak 8.7-19.1%, tetapi secara statistik tidak
berbeda nyata (Tabel 37).
Tabel 39. Pengaruh asam humat dan pupuk hayati terhadap water footprint kakao
Pembahasan
asam humat dalam meningkatkan hormon endogen seperti IAA yang berperan
dalam merangsang pembelahan dan pembesaran sel. Selain itu asam humat
meningkatkan porositas tanah sehingga meningkatkan sistem perakaran yang
berujung pada peningkatan pertumbuhan tunas. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Bakry et al. (2015) yang mengungkapkan bahwa aplikasi asam
humat dengan konsentrasi 20 mg l-1 secara nyata meningkatkan tinggi tunas,
panjang akar, bobot basah dan kering akar serta kandungan IAA pada tanaman rami
kultivar Opal dibandingkan dengan kontrol.
Canellas dan Olivares (2014) mengungkapkan bahwa asam humat
mengandung senyawa menyerupai auksin sehingga merangsang pemanjangan sel
pada akar dan menginduksi akar lateral. Mekanisme kerja senyawa tersebut sama
dengan auksin alami dimana pengaruh utamanya adalah merangsang aktivitas H+-
ATPase membran plasma untuk mengeluarkan ion H+ pada apoplas (ruang pada
dinding sel). Hal ini menyebabkan pH dinding sel menurun kemudian mengaktivasi
enzim dan protein spesifik yang menginisiasi pengenduran dinding sel lalu terjadi
pemanjangan sel. Rangsangan dari aktivitas H+-ATPase pada membran sel diduga
bahwa perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh substansi humat tidak hanya
terbatas pada struktur akar.
Aplikasi asam humat pada bibit kakao yang telah diuji dapat meningkatkan
pertumbuhan akar sehingga mendukung pertumbuhan tunas. Hal ini karena akar
berperan penting dalam penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah. Menurut
Suwardi dan Wijaya (2013), pemberian asam humat ke dalam tanah dapat
merangsang perkembangan akar tanaman sehingga akar dapat menyerap unsur hara
dalam jumlah banyak. Mohajerani et al. (2016) melaporkan bahwa pemberian asam
humat meningkatkan biomasa tanaman kacang merah kultivar Derakhsan yang
diduga berhubungan dengan peningkatan kandungan nitrogen pada tunas dan akar.
Lebih lanjut Shuman et al. (2016) memaparkan bahwa aplikasi asam humat mampu
meningkatkan bobot kering tanaman tomat hingga 10.12% yang diduga
berhubungan dengan meningkatnya serapan hara N, P dan K.
Unsur P merupakan salah satu unsur hara yang penting dalam metabolisme
dan integritas struktur tanaman. Peningkatan serapan unsur P terjadi karena asam
humat dapat mengkhelat Al menjadi kompleks Al3+ humat sehingga unsur P yang
terikat Al akan terlepas dan dapat diserap oleh tanaman. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Suparno (2008) menunjukkan bahwa pemberian asam humat dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Pemberian asam humat dengan dosis
3.10-3 ml tiap bibit kakao dapat meningkatkan jumlah daun sebanyak 38.60%
(18.06 helai) dan bobot kering akar hingga 62.96% (2.20 g). Hal ini terjadi karena
serapan P pada bibit meningkat hingga 99.05% yang mencapai 12.60 mg. Lebih
lanjut Sari dan Abdoellah (2017) menyatakan bahwa pemberian asam humat
sebanyak 30 g nyata meningkatkan tinggi, jumlah daun dan diameter batang bibit
kopi berturut-turut hingga 32.4% 42.1% dan 7.9% dibandingkan tanpa pemberian
asam humat.
Peningkatan pertumbuhan akar bibit kakao yang telah diuji diduga juga
berhubungan dengan meningkatnya aktivitas hormon perangsang pertumbuhan,
seperti auksin yang berperan dalam perkembangan akar. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Mora et al. (2012) bahwa asam humat mempengaruhi perubahan
morfologi akar pada tanaman mentimun melalui peningkatan jumlah akar sekunder,
penambahan ketebalan akar dan pertambahan bobot basah akar. Perubahan tersebut
41
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi nitit oksida (NO) dalam akar yang
berperan dalam menginduksi auksin. Auksin merupakan fitohormon yang
mempengaruhi perkembangan akar melalui pembentukan sistem percabangan akar
lateral yang berperan dalam penyerapan air dan unsur hara. Selain itu, Fan et al.
(2014) menyatakan bahwa pemberian asam humat meningkatkan pertumbuhan akar
tanaman krisan melalui penyebaran rambut-rambut akar.
Peningkatan pertumbuhan bibit kakao akibat pemberian asam humat diduga
berhubungan dengan meningkatnya laju fotosintesis (Tabel 8). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Popescu dan Popescu (2018) yang menunjukkan bahwa
aplikasi asam humat dengan konsentrasi 30 ml l-1 hingga 50 ml l-1 pada tanaman
anggur dapat meningkatkan laju fotosintesis pada kisaran 4.82% hingga 47.82%.
Menurut Fan et al. (2014) peningkatan laju fotosintesis yang terjadi pada tanaman
krisan kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya kandungan klorofil.
Penyemprotan pupuk hayati meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang,
jumlah daun, luas daun, volume akar, bobot basah dan kering bibit kakao (Tabel 9,
10, 11, 12 dan 13). Pupuk hayati adalah bahan tambahan yang berisi mikrobia aktif
yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Mikroorganime yang
terkandung dalam pupuk hayati yang diaplikasikan pada tanaman dapat membentuk
koloni baik dalam jaringan tanaman dan merangsang pertumbuhan tanaman. Selain
itu, mikroorganisme dalam pupuk hayati juga dapat melindungi tanaman dari
serangan hama dan penyakit (Mohammadi dan Sohrabi 2012).
Beberapa mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk hayati yang diuji
antara lain Pseudomonas sp., Trichoderma sp., dan Azospirillum sp.
Mikroorganisme tersebut merangsang pertumbuhan tanaman melalui beberapa
mekanisme seperti memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat dan memproduksi
fitohormon. Penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa pemberian
Trichoderma sp. pada tanaman tomat dapat meningkatkan tinggi tanaman (Antara
et al. 2015), Azospirillum sp. meningkatkan tinggi dan diameter batang tanaman
pisang (Husain et al. 2017) dan Pseudomonas sp. dapat meningkatkan tinggi,
diameter batang, jumlah daun, bobot basah dan kering akar dan tunas pada tanaman
jagung (Noumavo et al. 2013).
Peningkatan pertumbuhan bibit kakao akibat penyemprotan pupuk hayati
diduga karena keberadaan Azospirillum yang selain mampu menyumbangkan
nitrogen juga karena hormon IAA yang dihasilkannya. Hormon IAA sebagaimana
yang telah diketahui berperan dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran
sel. Oedjijono et al. (2012) melaporkan bahwa Azospirillum isolat IL2 dan IL3b
mampu menghasilkan hormon IAA sebanyak 1.616 ppm dan 2.038 ppm.
Kemampuan Azospirillum dalam menambat nitrogen dan menghasilkan fitohormon
serta kemampuan meningkatkan penyerapan nutrien menyebabkan bakteri tersebut
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Mekanisme Pseudomonas sp. dalam memacu pertumbuhan tanaman
dilaporkan melalui kemampuan produksi fitohormon dalam jumlah besar
khususnya IAA untuk merangsang pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Muthulaksmi dan Pandiyarajan (2013) bahwa peningkatan bobot kering tanaman
akibat IAA disebabkan oleh peningkatan pembelahan sel, pembesaran sel dan
sintesis protein. IAA berperan juga dalam peningkatan akumulasi karbohidrat yang
berhubungan dengan peningkatan fotosintesis sehingga berujung pada peningkatan
bobot kering. Lebih lanjut Zainudin et al. (2014) menyatakan bahwa Pseudomonas
42
yang dilakukan oleh Ameri dan Tehranifar (2012) yang menunjukkan bahwa
aplikasi asam humat pada tanaman strawberi kultivar Camarosa dapat
meningkatkan status hara N, P dan K daun sebesar 40%, 70% dan 61%
dibandingkan kontrol. Lebih lanjut Hidayatullah et al. (2018) menyatakan bahwa
penambahan asam humat pada tanaman apel dapat meningkatkan jumlah bunga,
buah pasca pembungaan, buah panen dan produksi buah per tanaman sebanyak
89%, 101%, 534% dan 470% dibandingkan dengan kontrol. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Khattab et al. (2012) juga memaparkan bahwa penambahan
asam humat pada tanaman delima meningkatkan jumlah bunga, persentase
pembentukan buah, jumlah buah per pohon dan produksi sebesar 7.7%, 4.6%,
10.8% dan 24.6% dibandingkan kontrol.
Asam humat mengandung gugus fungsional aktif seperti karboksil, fenol,
karbonil, hidroksida, alkohol, asam, kuinon dan metoxil yang bermuatan negatif.
Anion-anion tersebut secara aktif bereaksi dengan Al dan Fe dan membentuk
kompleks organometalik. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ifansyah (2013)
menunjukkan bahwa pemberian asam humat pada 1 kg tanah Ultisol yang telah
diinkubasi dengan 300 mg/kg Al dan 300 mg/kg Fe (AlCl3 dan FeCl3) menunjukkan
terjadinya peningkatan pH dari 3.53 menjadi 4.19, peningkatan P tersedia hingga
140% (0.12 mg kg-1), penurunan kelarutan Al sebanyak 60% (1.90 cmol kg-1) dan
penurunan kelarutan Fe hingga 49% (20.07 mg kg-1).
Tanah di lokasi percobaan bersifat sangat masam (Lampiran 5) sehingga
kelarutan Al menjadi tinggi. Peningkatan produksi pentil sehat tanaman kakao
(Tabel 21 dan 22) diduga karena asam humat yang berperan penting dalam
mengkhelat Al menjadi kompleks Al3+ humat sehingga unsur P yang terikat Al akan
terlepas. Tanah di lokasi percobaan bersifat sangat masam (Lampiran 5) sehingga
Al menjadi sangat larut. Adanya peningkatan ketersediaan P berujung pada
peningkatan serapan P berperan penting dalam pembentukan buah.
Pupuk hayati yang diuji pada penelitian ini diketahui dapat meningkatkan
jumlah pentil tiny sehat, pentil kecil sehat, jumlah buah sedang, jumlah buah panen,
jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman dan produktivitas tanaman kakao
(Tabel 24, 26, 27, 28, 29, 30 dan 31). Peningkatan jumlah pentil dan buah kakao
yang terjadi akibat pemberian pupuk hayati diduga karena mikroorganisme yang
terkandung dalam pupuk hayati membantu tanaman dalam menyerap unsur hara.
Hal ini sejalan hasil penelitian Subhan et al. (2012) yang menunjukkan bahwa
Trichoderma sp. membantu tanaman menyerap fosfat yang berperan dalam
pembentukan bunga dan buah. Pemberian pupuk hayati juga telah dilaporkan dapat
meningkatkan jumlah dan bobot buah per tanaman pada tanaman ceri (Karakurt et
al. 2011), jeruk (Khawaga dan Maklad 2013), apel (Mosa et al. 2016; Mosa et al.
2018) dan leci (Kumar et al. 2018).
Peningkatan bobot biji per tanaman dan produktivitas kakao akibat pemberian
pupuk hayati diduga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah buah panen dan jumlah
biji per tanaman. Selain itu, peningkatan tersebut juga diduga berhubungan dengan
auksin yang diproduksi oleh mikroorganisme dalam pupuk hayati melalui
peningkatan daya ambil sink terhadap fotosintat. Menurut Sivashakti et al. (2014)
dan Setyadi et al. (2017), Azospirillum sp., Peudomonas sp., dan Trichoderma sp.
dapat memproduksi auksin. Astuti et al. (2017) menyatakan bahwa peningkatan
bobot buah kakao akibat pemberian auksin diduga karena bertambahnya translokasi
fotosintat pada buah melalui peningkatan daya ambil sink yang disebabkan oleh
44
pembelahan sel serta elastisitas dan plastisitas dinding sel yang bertambah. Lebih
lanjut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati dapat
meningkatkan laju fotosintesis tanaman kakao (Tabel 32).
Pemberian pupuk hayati yang diuji pada penelitian ini selain meningkatkan
laju fotosintesis juga menambah EPA tanaman kakao tetapi menurunkan Ci dan
rasio Ci/Ca (Tabel 32). Besarnya nilai EPA disebabkan oleh laju fotosintesis yang
tinggi. EPA merupakan perbandingan antara laju fotosintesis dan transpirasi,
sehingga semakin tinggi laju fotosintesis, maka semakin tinggi pula nilai EPA. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Steffan et al. (2013) yang menunjukkan bahwa
bahwa laju fotosintesis dan EPA tanaman Phaseollus coccinius bersama-sama
meningkat dengan pemberian Bacillus sp.
Interaksi pemberian asam humat dan pupuk hayati meningkatkan produksi
dan fisiologi kakao. Hal ini ditunjukkan oleh tanaman kakao yang diaplikasikan
asam humat dan pupuk hayati dengan konsentrasi masing-masing 1 000 ppm
menghasilkan jumlah biji terbanyak diantara perlakuan lainnya, didukung dengan
laju fotosintesis yang tinggi. Peningkatan laju fotosintesis ini diduga terjadi karena
pengaruh asam humat dan mikroorganisme dalam pupuk hayati bersama-sama
meningkatkan kandungan N yang merupakan unsur pembentuk klorofil. Khan et al.
(2016) dan Sahu et al. (2017) menyatakan bahwa peningkatan laju fotosintesis
akibat pemberian Bacillus sp. dan Trichoderma sp. pada tanaman disebabkan
meningkatnya serapan N yang merupakan komponen pembentuk klorofil. Hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pupuk hayati dapat meningkatkan laju
fotosintesis pada tanaman Phaseollus coccinius (Steffan et al. 2013) dan apel (Mosa
et al. 2016; Mosa et al. 2018). Selain itu, Popescu dan Popescu (2018) menyatakan
bahwa peningkatan laju fotosintesis pada tanaman anggur akibat pemberian asam
humat disebabkan oleh meningkatnya kandungan klorofil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian asam humat dan pupuk
hayati dapat membantu mengatasi rendahnya produktivitas kakao. Walaupun secara
fisiologi kakao berbuah sepanjang tahun, produksi kakao dapat berfluktuasi
tergantung ketersediaan air (PPKKI 2015; Santosa et al. 2018b), Untuk itu
pemberian pupuk hayati dan asam humat perlu dilakukan secara rutin. Aplikasi
pupuk hayati dan asam humat akan lebih baik jika dilakukan pada 5 hingga 6 bulan
menjelang panen raya. Lama waktu buah kakao dari bunga hingga menjadi buah
siap panen adalah 5-6 bulan (PPKKI 2015). Menurut PPKKI (2006), perkembangan
buah kakao secara umum dapat dipisahkan menjadi dua fase: Fase pertama sejak
pembuahan hingga umur 75 hari (pada 40 hari pertama pertumbuhan lambat dan 35
hari pertumbuhan cepat dengan panjang buah sekitar 11 cm), dan fase kedua
ditandai dengan pembesaran buah selama 120 hari. Buah siap dipanen pada umur
143 – 170 hari setelah antesis ditandai dengan perubahan warna kulit dan biji
terlepas dari kulit buah.
Berdasarkan hasil penelitian PPKKI (2015), selama setahun biasanya terjadi
satu atau dua kali panen puncak yang biasanya terjadi 5 hingga 6 bulan setelah
perubahan musim kemarau ke musim hujan dan musim hujan ke musim kemarau,
atau pada bulan Maret - April dan Oktober - November. Diperlukan penelitian lebih
lanjut pada siklus produksi yang lebih lama sehingga pengaruh pemberian asam
humat dan pupuk hayati tersebut dapat direkomendasikan bagi petani dalam rangka
meningkatkan produksi kakao secara berkelanjutan di Indonesia.
45
Penggunaan air oleh tanaman dalam penentuan nilai water footprint diukur
dari nilai evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan koombinasi dua proses
terpisah, yaitu kehilangan air dari permukaan tanah oleh evaporasi dan dari tanaman
oleh transpirasi. Evaporasi dan transpirasi dipengaruhi oleh unsur iklim,
karakteristik tanaman dan kondisi lingkungan. Evapotranspirasi dibagi menjadi dua
yaitu evapotranspirasi potensial (ETo) dan evapotranspirasi aktual (ETc). ETo
merupakan paremeter klimatik dan dapat dihitung dari data cuaca. Parameter cuaca
utama yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah radiasi matahari, suhu udara,
kelembaban dan kecepatan angin (Isikwue et al. 2014).
Evapotranspirasi potensial terbesar di lokasi penelitian terjadi pada bulan
Oktober, yaitu 4.11 mm hari1 sedangkan evapotranspirasi terkecil terjadi pada bulan
Juni, yaiitu 2.73 mm hari1 (Tabel 37). Evapotranspirasi pada bulan Oktober
sebanding dengan radiasi matahari yang juga menunjukkan nilai tertinggi, yaitu
19.8 MJ m-2 hari-1. Evapotranspirasi yang terjadi pada bulan Juni juga sebanding
dengan radiasi matahari yang menunjukkan nilai terkecil, yaitu 13.4 MJ m-2 hari-1.
Isikwue et al. (2014) menyatakan bahwa evapotranspirasi dapat terjadi jika ada
energi untuk mengubah molekul air dari bantuk cair menjadi uap. Energi yang
dibutuhkan itu berasal dari radiasi sinar matahari.
Curah hujan mempengaruhi WFgreen dan WFblue. WFblue ditentukan oleh
konsumsi air dari irigasi dan air tanah. Ketika ETc lebih besar daripada hujan, maka
tambahan air yang digunakan tanaman untuk mendukung pertumbuhan disebut
WFblue. Akan tetapi, ketika kebutuhan air tanaman (ETc) lebih kecil daripada hujan,
kelebihan air hujan dianggap sebagai air tanah. ETc kakao (3.65 mm hari-1) lebih
besar daripada Peff pada bulan basah (4.73 mm hari-1) yaitu November hingga Mei.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), jika curah hujan dalam
satu bulan lebih dari 100 mm maka disebut bulan basah. Kelebihan air dari hujan
yang terjadi selama bulan basah akan menjadi air tanah.
WFblue budidaya kakao bergantung pada metode pembibitan. WFblue terkecil
ditunjukkan pada metode penyemaian karena waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan bibit siap tanam lebih singkat daripada metode sambung pucuk dan
okulasi (Tabel 38 dan Gambar 2). Perbedaan jangka waktu metode pembibitan
mengakibatkan jumlah aplikasi pestisida juga berbeda. WFgrey metode sambung
pucuk dan okulasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyemaian (Tabel 36). Akan
tetapi, WFgreen dipengaruhi oleh curah hujan sehingga pembibitan yang dilakukan
pada tempat yang terlindungi dari hujan tidak mempengaruhi WFgreen.
Pemberian asam humat dan pupuk hayati tidak mempengaruhi water footprint
kakao pada Percobaan 2 (Lampiran 22). Nilai water footprint berbanding terbalik
dengan produksi, sehingga semakin tinggi produksi kakao maka semakin kecil
water footprint. Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan
produksi yang dihasilkan oleh tanaman kakao baik yang diberi asam humat maupun
pupuk hayati, belum dapat menurunkan water footprint. Hal ini diduga karena
besarnya input kimia yang diaplikasikan dalam budidaya kakao sehingga
46
dibutuhkan air dengan volume sangat besar untuk mengurangi residu input kimia
yang tertinggal.
Kesimpulan
Saran
Penelitian lebih lanjut dengan siklus produksi yang lebih lama diperlukan
agar pemberian asam humat dan pupuk hayati dapat direkomendasikan bagi petani
dalam meningkatkan produksi kakao secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk.
Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.
Calabrese EJ, Kostecki PT, Dragun J. 2005. Contaminated Soils, Sediments and
Water: Science in the Real World Volume 9. Boston (US): Springer Science.
Canellas LP, Olivares FL. 2014. Physiological responses to humic substances as
plant growth promoter. Chemical and Biological Agriculture. 1(3):1-11.
Comte I, Colin F, Whalen JK, Grünberger O, Caliman JP. 2012. Agricultural
practices in oil palm plantations and their impact on hydrological changes,
nutrient fluxes and water quality in Indonesia: A review. Advance in
Agrononmy. 116:71-124.
Dariah AI, Nurida NL. 2011. Formula pembenah tanah diperkaya senyawa humat
untuk meningkatkan produksi tanah ultisols Taman Bogo, Lampung. Tanah
dan Iklim. 33: 33-38.
de Knecht J, van Herwijnen R. (2008). Environmental risk limits for deltamethrin.
National Institute for Public Health and the Environment-Netherland.
Bilthoven (NL): National Institute for Public Health and the Environment.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia
2017-2019, Kakao. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan.
Durlinger B, Koukouna E, Broekema R, van Paassen M, Scholten J. 2017. Agri-
footprint 3.0. Gourda NL. http://www.agri-footprint.com/wp-content/
uploads/2017/07/Agri-Footprint-3.0-Part-2-Description-of-data-1-05-2017.
pdf
[EAA] Environment Agency Austria. 2017. Production of Ammonia, Nitric Acid,
Urea and N-Fertilizer. Unweltbundesamt, Viena.
http://www.umweltbundesamt.at/fileadmin/site/umweltthemen/industrie/p
dfs/ici/Ammonia_nitric_acid_urea_and_fertiliser_Installation_2_productio
n.pdf
Fan HM, Wang XW, Sun X, Li YY, Sun XZ, Zheng CS. 2014. Effects of humic
acid derived from sediments on growth, photosynthesis and chloroplast
ultrastructure in chrysanthemum. Scientia Horticulturae. 177(2014):118-
123.
Franke NA, Boyacioglu H. Hoekstra AY. 2013. Grey Water Footprint Accounting:
Tier 1 Supporting Gidelines. Delft (NL): UNESCO-IHE Institute for Water
Education.
Hamilton DJ, Ambrus A, Dieterle RM, Felsot AS, Harris CA, Holland PT,
Katayama A, Kurihara N, Linders J, Unsworth J, Wong SS. 2003.
Regulatory limits for pesticide residues in water. Pure Application
Chemical. 75(8):1123-1155.
Hanum SS. 2018. Faktor-faktor yang Memengaruhi Alih Fungsi lahan Kakao
Menjadi Kelapa Sawit Di Kabupaten Asahan Sumatera Utara. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haque MM, Ilias GNM, Molla AH. 2012. Impact of Trichoderma-enriched
biofertilizer on the growth and yield of mustard (Brassica rapa L.) and
tomato (Solanum lycopersicon Mill.). The Agriculturist. 10(2):109-119.
Hermanto D, Dharmayani NKT, Kurnianingsih R, Kamali SR. 2012. Pengaruh
asam humat sebagai pelengkap pupuk pada tanaman jagung terhadap
efisiensi pemupukan di lahan kering Kec. Bayan Kab. Lombok Utara –
NTB. Ilmu-ilmu Pertanian. 16(2):100-107.
48
Mora V, Roberto B, Eva B, Angel MZ, Jose MGM. 2012. The humic acid-induced
changes in the root concentration of nitric oxide, IAA and ethylene do not
explain the changes in root architecture caused by humic acid in cucumber.
Environmental and Experimental Botany. 76(2012):24-32.
Mosa WFAEG, Paszt LS, Frac M, Trzcinski P, Przybyl M, Treder W, Klamkowski
K. 2016. The influence of biofertilization on the growth, yield and fruit
quality of cv. Topaz apple trees. Hort. Sci. 43(3):105-111.
Mosa WFAEG, Paszt LS, Frac M, Trzcinski P, Treder W, Klamkowski K. 2018.
The role of biofertilizers in improving vegetative growth, yield and fruit
quality of apple. Hort. Sci. 45(5):173-180.
Mungkalasiri J, Wisansuwannakorn R, Paengjuntuek W. 2015. Water footprint
evaluation of oil palm fresh fruit bunches in Pathumthani and Chonburi
(Thailand). Environmental Science and Development. 6(6):455-459.
Muscolo A, Sidari M, Nardi S. 2013. Humic substance: Relationship between
structure and activity. Deeper information suggests univocal findings.
Geochemical Exploration. 129(2013):57-63.
Muthulaksmi S, Pandiyarajan V. 2013. Effect of IAA on the growth, physiological
and biochemical characteristics in Catharanthus roseus (L). G. Don.
Science and Research. 6(14):2319-7064.
Noumavo PA, Kochoni E, Digdabe YO, Adjanohoun A, Allagbe M, Sikirou R,
Gachomo EW, Kotchoni SO, Moussa LB. 2013. Effect of different plant
growth promoting rhizobacteria on maize seed germination and seedling
development. American Journal of Plant Scieces. 2013(4):1013-1021.
Oedjijono, Lestanto UW, Nasution EK, Bondansari. 2012. Pengaruh Azospirillum
spp. terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) dan kemampuan
beberapa isolat dalam menghasilkan IAA. Pengembangan Sumber Daya
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan. 2:156-163.
Popescu GC, Popescu M. 2018. Yield, berry quantity and physiological response
of grapevine to foliar humic acid application. Crop Production and
Management. 77(2):273-282.
Pasaribu H, Mulyadi A, Tarumun S. 2016. Neraca air di perkebunan kelapa sawit
di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau. Ilmu Lingkungan. 6(2):99-113.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Panduan Lengkap Budi
Daya Kakao. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budi Daya
Kakao. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2015. Kakao: Sejarah,
Botani, Proses Produksi, Pengolahan dan Perdagangan. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Pratama SW, Sukamto S, Asyiah IN, Ervina YV. 2013. Penghambatan
pertumbuhan jamur patogen kakao Phytophthora palmivora oleh
Pseudomonas fluorescence dan Bacillus subtilis. Pelita Perkebunan.
29(2):120-127.
Rahutomo S, Ginting EN. 2018. Tingkat pencucian N, P, K, dan Mg dari aplikasi
beberapa jenis pupuk. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 26(1):37-47.
Rodriguez OOO, Naranjo CA, Caceres RGG, Gallardo RAV. 2015. Water footprint
assessment of the Colombian cocoa production. R. Bras. Eng. Agric.
Ambiental. 19(9):823-828.
50
LAMPIRAN
53
Lampiran 2. Kandungan asam humat dan pupuk hayati yang digunakan pada
penelitian
A. Asam humat
Komposisi Jumlah Satuan
Asam humat (batuan alam leonardite) 100.00 %
C-organik 38.81 %
K2O 10.31 %
Fe 6 503.00 ppm
Mn 20.00 ppm
Zn 23.00 ppm
Pb 11.00 ppm
pH H2O 8.60
Kadar air 16.56 %
Kelarutan 99.00 %
Sumber: Label Humatop®
B. Pupuk hayati
Komposisi Jumlah
(cfu g-1)
Azospirillum sp. 2.35 x 106
Bacillus endophiticus 1.12 x 107
Pseudomonas flourescens 8.40 x 106
Tricoderma sp. 1.50 x 105
Sumber: Label Bactoplus®
55
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
b) Pupuk
pukan 367 kg
Urea 5.6 kg 0.761 9.0 x 10-6
TSP 5.6 kg 0.020 4.0 x 10-5
KCl 4.4 kg 0.000 1.6 x 10-4
Kiserit 4.4 kg 0.062
c) HPT
deltametrin 0.0014 kg 5.582 1.1 x 10-8
air 28 liter 0.001
II. TK 15 HK 0.105
B. Sambung I. Material
Pucuk a) Produksi
bibit 1111 buah 416.268
plastik 1111 lembar
polibag 1111 buah
tanah 1111 kg
pasir 744 kg
b) Pupuk
pukan 367 kg
Urea 5.6 kg 0.761 9.0 x 10-6
TSP 5.6 kg 0.020 4.0 x 10-5
KCl 4.4 kg 0.000 1.6 x 10-4
Kiserit 4.4 kg 0.062
c) HPT
deltametrin 0.0035 kg 13.955 2.9 x 10-8
air 28 liter 0.001
II. TK 18 HK 0.126
57
Lampiran 4. (Lanjutan)
b) Pupuk
pukan 367kg
Urea 5.6kg 0.761 9.0 x 10-6
TSP 5.6kg 0.020 4.0 x 10-5
KCl 4.4kg 0.000 1.6 x 10-4
Kiserit 4.4kg 0.062
c) HPT
deltametrin 0.0035kg 13.955 2.9 x 10-8
air 28liter 0.001
2 TBM I. Material
a) Produksi
kakao 1111pohon 239.96 1355.38
lamtoro 555pohon 2233.13 1355.38
b) Pupuk
urea 177.8kg 24.355 2.9 x 10-4
TSP 177.8kg 0.652 1.3 x 10-3
KCl 138.9kg 0.009 4.9 x 10-3
kiserit 133.3kg 1.850
c) HPT
klorpirifos 21.6kg 123.035 1.8 x 10-4
Triadimenol 2.7kg 0.417 2.2 x 10-5
air 54000liter 2.153
Lampiran 4. (Lanjutan)
b) pupuk
urea 5332.8kg 730.65 8.6 x 10-3
TSP 4399.6kg 16.14 3.2 x 10-2
KCl 4116.3kg 0.28 0.15
kiserit 2883.0kg 40.00
c) HPT
deltametrin 9.9kg 39473.68 8.1 x 10-5
klorpirifos 158.4kg 902.26 1.3 x 10-3
tembaga 495.0kg 151.82 4.0 x 10-3
Triadimenol 19.8kg 3.06 1.6 x 10-4
air 396000liter 15.79
4 Rejuvinasi I. Material
(Sambung a) Produksi
Pucuk) kakao 1111pohon 26.30 148.54
lamtoro 555pohon 244.73 148.54
b) pupuk
urea 61.1kg 8.372 9.9 x 10-5
TSP 50.0kg 0.183 3.6 x 10-4
KCl 47.2kg 0.003 1.7 x 10-3
kiserit 31.9kg 0.443
c) HPT
klorpirifos 2.4kg 13.671 2.0 x 10-5
Triadimenol 0.3kg 0.046 2.4 x 10-6
air 6000liter 0.239
RIWAYAT HIDUP