Anda di halaman 1dari 3

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata) merupakan jenis jagung yang belum
lama dikenal di Indonesia. Jagung manis semakin popular dan banyak dikonsumsi
karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung biasa dan umur
produksinya lebih singkat, sehingga sangat baik untuk dibudidayakan (Rahmi dan
Jumiati, 2007).
Jagung manis merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak diminati
oleh masyarakat Indonesia, sehingga tanaman jagung manis banyak ditanam oleh
para petani di Indonesia. Permintaan pasar terhadap jagung manis terus meningkat
seiring dengan munculnya pasar swalayan yang senantiasa membutuhkan dalam
jumlah yang cukup besar. Kebutuhan yang cenderung meningkat dan harga yang
tinggi merupakan faktor yang dapat memicu para petani untuk mengembangkan
usaha tanaman jagung manis (Seprita dan Surtinah, 2012).
Selain itu, Jagung manis merupakan tanaman hortikultura yang cukup
digemari oleh masyarakat karena rasanya yang manis. Disamping itu, jagung
manis mempunyai peranan cukup besar dalam memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat. Selain bijinya, bagian lain seperti batang dan daun muda dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak, batang dan daun tua (setelah panen) untuk
pupuk hijau/kompos, batang dan daun kering untuk bahan bakar pengganti kayu
bakar, buah jagung muda untuk sayuran, dan lain sebagainya (Syofia dkk., 2014).
Menurut Iskandar (2006) dalam Surtinah dkk., (2015) Jagung manis mengandung
Energi 96 cal, Protein 3,5 g, Lemak 1,0 g, Karbohidrat 22,8 g, Kalsium 3,0 mg,
Fosfor 111 mg, Besi 0,7 mg, Vitamin A 400 SI, Vitamin B 0,15 mg, Vitamin C
12,0 mg, dan air 72,7 g.
Mengingat banyaknya manfaat dari jagung manis, maka diperlukan suatu
upaya untuk meningatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung manis.
Namun, penggunaan pupuk pada usaha pertanian saat ini masih menggunakan
bahan kimia berupa NPK atau sejenisnya. Pemberian pupuk anorganik yang tidak
tepat (jenis, takaran, waktu, dan cara aplikasi) dapat memberikan dampak yang
merugikan bagi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Baharuddin, 2016).
Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus tanpa tambahan pupuk

1
organik dapat menguras bahan organik tanah dan menyebabkan degradasi
kesuburan hayati tanah.
Dampak negatif penggunaan pupuk kimia menjadi gambaran terhadap
pertanian yang tidak berkelanjutan, maka dari itu perlu dilakukan suatu upaya
peralihan menuju sistem pertanian yang ramah lingkungan. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah penggunaan biostimulan. Biostimulan adalah senyawa
organik yang dalam jumlah sedikit dapat menunjang dan meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Aplikasinya bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi, toleransi cekaman abiotik dan
meningkatkan kualitas panen (Jardin (2015) dalam Putra dkk, (2017).
Abbas (2013) dalam Sriyuni (2020) menyatakan bahwa biostimulan telah
terbukti mempengaruhi beberapa proses metabolisme seperti respirasi,
fotosintesis, sintesis asam nukleat dan serapan ion. Menurut Bulgari, dkk (2014)
dalam Sriyuni (2020) biostimulan dapat mengurangi pemakaian pupuk dan
meningkatkan pigmen daun (klorofil dan karotenoid) serta memberikan pengaruh
baik pada hasil dan kualitas panen. Menurut Berlyn dan Sivaramakrishnan, (1996)
dalam Aliyyanti (2018) biostimulan dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman,
meningkatkan produksi tanaman, memaksimalkan penyerapan nutrisi seperti P, N,
Cu dan hara mikro lainnya serta berperan dalam efisiensi penggunaan pupuk 50%
lebih hemat daripada yang seharusnya.
Ada beberapa jenis sumber biostimulan yang telah dikembangkan dalam
bidang pertanian, yaitu : inokulan mikroba, asam humat, asam fulvat, asam amino,
ekstrak rumput laut dan ekstrak tumbuhan (Maulidiawati, 2019). Beberapa
biostimulan yang tersedia di toko-toko pertanian dengan harga yang terjangkau
adalah hantu, EM4, dan nasa. Menurut Ralahalu dkk, (2013) Perlakuan pemberian
biostimulan hantu pada Konsentrasi 3 ml/L air dapat meningkatkan tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, jumlah buah terbentuk, jumlah buah
panen, dan berat buah panen pada tanaman cabai besar (Capsicum annum L.).
Menurut Iqbal Dkk, (2015) pemberian EM4 dengan takaran 15 ml/L air mampu
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi gogo. Menurut
Anggraeny dkk, (2020) perlakuan pemberian biostimulan nasa pada konsentrasi 2
ml/L air dapat meningkatkan hasil pada tanaman mentimun dengan memberikan

2
hasil tertinggi pada parameter panjang tanaman, berat per buah, panjang buah dan
volume buah.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti telah melakukan percobaan untuk
mengetahui “Pengaruh Beberapa Jenis Biostimulan dan Npk Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays L.)”.

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh beberapa jenis biostimulan terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung manis.
2. Mengetahui biostimulan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung manis.
3. Mendapatkan biostimulan terbaik yang dapat menghemat penggunaan pupuk
NPK pada tanaman jagung manis.

1.3 Kegunaan
Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
tingkat S-1 pada program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Jambi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi serta referensi
mengenai pemanfaatan biostimulan pada tanaman jagung manis.

1.3 Hipotesis
1 Terdapat pengaruh pengaruh beberapa jenis biostimulan terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.
2 Terdapat biostimulan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung manis.
3 Terdapat biostimulan terbaik yang dapat menghemat penggunaan pupuk NPK
pada tanaman jagung manis.

Anda mungkin juga menyukai