DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
13
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
14
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keadaan Tegakan
Dan Pertumbuhan Shorea parvifolia Dyer Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih
Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati,
Kalimantan Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal
18 Januari 1986 dari pasangan Bapak Johanys Darma
Perangin-angin dan Ibu Riani Tarigan, merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari
SD Taman Siswa Binjai dan lulus tahun 1998 kemudian pada
tahun 2001 menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri I
Binjai dan pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri I
Binjai.
Pada tahun 2004 penulis mengikuti Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Hutan, Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2007,
penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H)
yang terdiri dari Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Baturaden-Cilacap, Jawa
Tengah dan Praktek Umum Pengenalan Hutan (PUPH) di Getas, Blora, Jawa
Tengah. Selain itu penulis aktif menjadi asisten Mata Kuliah Ekologi Hutan. Pada
tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang
dilanjutkan dengan penelitian di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah selama
tiga bulan dari Februari sampai Mei 2008.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota Uni Konservasi
Fauna Institut Pertanian Bogor (UKF-IPB), Forest Management Student Club
Fakultas Kehutanan (FMSC-KEHUTANAN), Tree Grower Comunity Fakultas
Kehutanan (TGC-KEHUTANAN) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor (BEM E-IPB).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Keadaan
Tegakan Dan Pertumbuhan Shorea parvifolia Dyer Pada Sistem Silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Erna
Djuliawati, Kalimantan Tengah dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Andry
Indrawan, MS.
16
Judul Skripsi
Nama
NRP
: E14204037
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
17
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, yang
telah memberikan kasih dan kemuliaan-NYA karena penulis masih diberi
kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Keadaan Tegakan Dan
Pertumbuhan Shorea sp. Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur
(TPTJ), di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah .
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Dengan diperolehnya data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan hutan produksi berkaitan dengan
kegiatan pemungutan hasil kayu pada areal Ijin Usaha Pemungutan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK) dan dapat digunakan dalam mengevaluasi kegiatan pembinaan
hutan yang selama ini dilakukan di areal hutan produksi.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan,
maka dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Penulis
18
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................
iii
VI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
2.4 Tinjauan Ekologis Meranti (Shorea spp) dan Shorea parvifolia ...
10
11
12
12
13
14
15
15
16
19
19
20
19
21
22
22
23
24
25
25
25
27
31
33
38
39
41
42
44
45
47
49
5.5 Saran...............................................................................................
49
50
LAMPIRAN .................................................................................................
52
20
DAFTAR TABEL
No
Halaman
21
20. Hasil Uji F dan Uji Lanjutan Kelerengan dengan Tinggi Pada Petak M-29
(umur 1 tahun) ................................................................................................ ..44
21. Hasil Uji F dan Uji Lanjutan Kelerengan dengan Tinggi Pada Petak M-30
(umur 2 tahun) ................................................................................................ ..44
22. Presentase Mortalitas dan Presentase Hidup Semai Shorea parvifolia pada
Hutan Umur Tanam 1 dan 2 Tahun ................................................................ ..44
23. Pengukuran Sifat Fisik Tanah pada Areal Hutan Primer, Hutan yang Ditanam
1 dan 2 Tahun ................................................................................................. ..45
24. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah .................................................................. ..47
22
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
23
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
59
16. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Primer pada Kelerengan
Datar (0%-15%) ........................................................................................... 60
17. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Primer pada Kelereng
an Datar (0%-15%)
................................................................................... 61
18. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Primer pada Kelerengan
Sedang (15%-25%) ...................................................... 62
19. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Primer pada Kelereng
an Sedang (15%-25%) ............................................... 63
20. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Primer pada Kelereng
an Sedang (15%-25%) ................................................... 64
21. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Primer pada Kelereng
an Sedang (15%-25%) ............................................... 65
22. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Primer pada Kelereng
an Curam (25%-40%) ................................................. 66
23. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Primer pada Kelereng
an Curam (25%-40%) ......................................................... 67
24. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Primer pada Kelerengan
Curam (25%-40%) . 68
25. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Primer pada Kelereng
an Curam (25%-40%) ........
69
26. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Datar (0%-15%) ... 71
27. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Tanam 1 Tahun
(M-29) pada Kelerengan Datar (0%-15%) ... 72
24
28. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Datar (0%-15%) ...
73
29. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Datar (0%-15%) ...
74
30. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Sedang (15%-25%) .......
75
31. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Tanam 1 Tahun
(M-29) pada Kelerengan Sedang (15%-25%) .....
76
32. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Sedang (15%-25%) ......................................................
77
33. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Sedang (15%-25%) .....................................................
78
34. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Curam (25%-40%) .......................................................
79
35. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Tanam 1 Tahun
(M-29) pada Kelerengan Curam (25%-40%) ........................................... 80
36. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Curam (25%-40%) .......................................................
81
37. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Tanam 1 Tahun (M-29)
pada Kelerengan Curam (25%-40%) .......................................................
82
38. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Datar (0%-15%) ...........................................................
83
39. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Tanam 2 Tahun
(M-30) pada Kelerengan Datar (0%-15%) ..............................................
84
40. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Datar (0%-15%) ..........................................................
85
41. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Datar (0%-15%) ..........................................................
86
42. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Sedang (15%-25%) .....................................................
87
25
43. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Tanam 2 Tahun
(M-30) pada Kelerengan Sedang (15%-25%) .........................................
87
44. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Sedang (15%-25%) ....................................................... 88
45. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Sedang (15%-25%) ....................................................... 89
46. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Curam (25%-40%) ........................................................ 90
47. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang Pada Hutan Tanam 2 Tahun
(M-30) pada Kelerengan Curam (25%-40%) .......................................... 91
48. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Curam (25%-40%) ....................................................... 92
49. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada Hutan Tanam 2 Tahun (M-30)
pada Kelerengan Curam (25%-40%)
...................................................... 93
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mendapatkan hasil hutan yang lestari, pemerintah terutama
Departemen Kehutanan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam kegiatan
pengelolaan dan pengusahaan hutan yang dilakukan oleh para perusahaan
pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yaitu adanya
sistem silvikultur dalam kegiatan pembalakan hutan.
Menurut Departemen Kehutanan (1998), sistem silvikultur adalah rangkaian
kegiatan berencana dalam pengelolaan hutan yang meliputi penebangan,
permudaan dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi
kayu diwaktu yang akan datang.
Dalam pelaksanaannya, sistem silvikultur dalam pengelolaan hutan produksi
alam yang telah dikeluarkan pemerintah seperti TPI (Tebang Pilih Indonesia) dan
TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) masih memiliki kelemahan sehingga perlu
adanya penyempurnaan-penyempurnaan. Oleh karena itu untuk mendorong
tercapainya kondisi hutan yang mampu berfungsi secara optimal, produktif, serta
dikelola dengan efektif dan efisien, maka sesuai dengan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 485/Kpts-II/1989 bahwa untuk meningkatkan ketertiban dan
memudahkan pengawasan mengenai kewajiban pelaksanaaan permudaan secara
alami atau buatan dengan pemeliharaannya oleh pemegang IUPHHK, perlu
diterapkan sistem silvikultur Tebang Pilih dan Tanam Jalur (TPTJ) dalam
pengelolaan hutan produksi alam.
TPTJ adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif
pembangunan hutan tanaman industri (HTI), dimana sistem TPTJ menyisakan
hutan alam diantara jalur-jalur tanam. Sistem pemanenannya adalah tebang pilih
dimana pohon yang ditebang adalah pohon komersil dengan limit diameter 40
cm. Kegiatan pembinaan hutan dalam sistem TPTJ meliputi pengadaan bibit,
penanaman,
pemeliharaan
dan
perlindungan
yang
dilakukan
secara
27
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui riap diameter dan riap tinggi rata-rata tahunan (MAI)
semai Shorea parvifolia pada tingkat umur 1 dan 2 tahun pada
sistem silvikultur Tebang Pilih dan Tanam Jalur (TPTJ) yang
dilaksanakan di PT Erna Djuliawati.
2. Mengetahui pengaruh kelerengan datar (0% - 15%), sedang (15% 25%) dan curam ( 25%) terhadap diameter dan tinggi rata-rata
semai Shorea parvifolia pada areal jalur tanam berdasarkan sistem
silvikultur
Tebang
Pilih
dan
Tanam
Jalur
(TPTJ)
yang
28
sedang (15-25%) dan curam (>25%) yang dikelola dengan sistem silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).
Hasil penelitian mengenai hubungan antara pertumbuhan semai Shorea
parvifolia dengan kelerengan diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pengelola hutan pada kelas kelerengan berapakah semai Shorea parvifolia dapat
tumbuh secara optimal dan saran mengenai permasalahan kelerengan yang kurang
sesuai untuk pertumbuhan permudaan Shorea parvifolia.
29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Hujan Tropis
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), hutan adalah masyarakat
tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan
lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Sedangkan hutan hujan
merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks dengan ciri yang utama adalah
pepohonan dengan berbagai ukuran.
Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang paling subur yang
terdapat di sekitar wilayah tropika banyak yang menerima curah hujan sekitar
2000-4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (rata-rata sekitar 25-26oC) dan dengan
kelembaban rata-rata sekitar 80%. Komponen dasar hutan tersebut adalah pohon
tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie 1980).
Hutan hujan tropika memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Soerianegara dan
Indrawan 2005):
1) Iklim selalu basah
2) Tanah kering dan berbagai macam jenis tanah
3) Di pedalaman, pada tanah rendah rata atau berbukit (<1000 m dpl) dan pada
tinggi (s/d 4000 m dpl)
4) Dapat dibedakan menjadi tiga zone menurut ketinggiannya :
Hutan hujan bawah
2-1000 m dpl
1000-3000 m dpl
3000-4000 m dpl
5) a. Hutan hujan bawah, dimana jenis kayu yang paling penting di antaranya
dari famili Dipterocarpaceae antara lain: Shorea, Hopea, Dipterocarpus,
Vatica dan Dryobalanops. Genus-genus yang umum antara lain Agathis,
Altingia, Diallium, Duabanga, Dyera, Koompassia, Octomeles.
b. Hutan huja tengah, dimana jenis kayu yang umum terdiri dari famili
Lauraceae, Fagaceae, Castanea, Nothofagus, Cunoniaceae, Magnoliaceae,
Hammamelidaceae, Ericaceae dan lain-lain
30
31
Laju pertumbuhan pohon atau tegakan tergantung pada faktor tapak atau
tempat tumbuh. Tapak adalah sebuah tempat dipandang dari segi ekologisnya,
dalam hubungan kemampuannya untuk menghasilkan hutan atau vegetasi lainnya
(naungan kondisi biotik, iklim dan tanah dari suatu tempat) (Anonim 1997).
Berdasarkan
PROSEA
(1994),
kemiringan
lahan
mempengaruhi
hutan alam
32
terhadap
areal
yang
sudah
ada
kegiatan
penanamannya.
6. Menggunakan bibit dari jenis terpilih sehingga produktivitasnya
meningkat.
7. Keanekaragaman hayati tetap terjaga dengan adanya jalur antara.
Sistem silvikultur TPTJ didefinisikan sebagai sistem silvikultur hutan alam
yang mengharuskan adanya penanaman pada hutan pasca penebangan secara
jalur, yaitu 25 meter antar jalur dan jarak tanam 5 meter dalam jalur serta jalur
tanam dibuat selebar 3 meter yang merupakan jalur bebas naungan dan harus
bersih dari pohon-pohon yang menaungi dan pada jalur tanam tidak boleh dilewati
alat berat, kecuali pada pinggir jalur sebelum ada tanaman, sedangkan jalur antara
selebar 22 meter yang merupakan tegakan alam. Tanpa memperhatikan cukup
tidaknya anakan alam yang tersedia dalam tegakan tinggal, sebanyak 80 anakan
meranti per hektar harus ditanam untuk menjamin kelestarian produksi pada rotasi
berikutnya. Pada sistem silvikultur TPTJ pohon-pohon yang ditebang adalah
33
Tegakan Alam
Bebas
Bebas
Naung
Naung
an
an
A
A
Jalur
3 meter
22 meter
Keterangan :
A-B
Jalur Bebas Naungan
Waktu Pelaksanaannya
T-2
T-2
T-1
Pengadaan Bibit
T-1
Penebangan
Penanaman
T+6 bulan
Pemeliharaan
T+1, 2, 3, 4, 5
Perlindungan Hutan
Terus-menerus
2.4 Tinjauan Ekologis Meranti (Shorea spp) dan Shorea parvifolia Dyer
34
Sumatra,
Kalimantan,
Peninsula
Malaysia,
Thailand
(Semenanjung) pada jenis tanah liat di bawah 800 mdpl (Martawijaya 1981).
Permudaan Shorea parvifolia melimpah setelah pembukaan tajuk dimana jenis ini
merupakan yang paling umum dan paling tersebar luas di hutan Dipterocarpacea
lahan pamah dan lereng-lereng bukit serta lembah khususnya Semenanjung
Malaysia (PROSEA 1999).
Di Indonesia jenis Shorea parvifolia tumbuh dalam hutan tropis dengan tipe
curah hujan yang bervariasi. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah
kuning, sampai ketinggian 1300 m dpl, juga tumbuh pada dataran yang sering
tergenang air pada musim hujan dan tepi-tepi sungai pada tanah alluvial.
Pohon Shorea parvifolia berukuran besar mencapai 65 m, tajuk besar
terbuka, berbatang lurus silindris dengan diameter mencapai diameter 200 cm dan
banir besar mencapai 3,5 m (Rudjiman & Andriyani 2002). Batang kulit luar
35
Hardjowigeno
36
Permeabilitas (cm/jam)
> 25,0
12,5 25,0
6,5 12,5
2,0 6,5
0,5 2,0
0,1 0,5
< 0,1
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan
bulan Mei tahun 2008 di areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Erna Djuliawati, Kalimantan
Tengah dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
untuk analisis sifat fisik dan kimia tanah.
8. Ring tanah
4. Kompas brunton
9. Alat tulis
5. Helling
Suunto
Clinometer
6. Talia rafia / tambang
10. Golok
11. Kamera
12. Patok
3m
100 m
20 m
25 m
20 m
100 m
ABC D
25 m
Keterangan :
A
= Sub petak intensif untuk tingkat pohon pada hutan primer 25m x 20 m dan setelah
penanaman ukuran sub petak 22m x 20m.
kelerengan. Adapun parameter sifat fisik tanah yang diamati adalah tekstur,
struktur, berat isi dan kadar air contoh tanah.
Untuk mengetahui tekstur tanah dapat dilakukan dengan pengambilan
contoh tanah tidak terusik (tanah utuh). Menurut Purwowidodo (2004), cara
pengambilan tanah tidak terusik (tanah utuh) adalah sebagai berikut :
a. Lapisan tanah diratakan dan dibersihkan dari serasah serta bahan organik
lainnya, kemudian tabung diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah.
b. Tanah di sekitar tabung digali dengan sekop.
c. Tanah dikerat dengan pisau sampai hampir mendekati bentuk tabung.
d. Tabung ditekan sampai 3/4 bagiannya masuk ke dalam tanah.
e. Tabung lainnya diletakkan tepat diatas tabung pertama, kemudian ditekan
kembali sampai bagian bawah dari tabung ini masuk ke dalam tanah kira-kira
1 cm.
f. Tabung kedua dipisahkan dengan hati-hati, kemudian tanah yang berlebihan
pada bagian atas dan bawah tabung dibersihkan.
g. Tabung ditutup dengan tutup plastik
Pengambilan contoh tanah untuk sifat kimia tanah menggunakan metode
tanah terusik yang diambil secara sistematik (zig-zag). Contoh tanah diambil pada
kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm pada setia plot pengamatan baik dihutan
primer, hutan yang ditanam umur 1 tahun dan 2 tahun. Analisis tanah dilakukan di
laboratorium Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB (Purwowidodo 2004).
(%) untuk melihat jumlah anakan meranti yang hidup dengan jumlah anakan
meranti yang ditanam pada jalur tanam. Data yang dikumpulkan adalah jumlah
semai yang ditanam dan jumlah anakan yang ada pada waktu akhir pengukuran.
x 100%
Dominansi
R1 =
S 1
ln(n)
dimana :
R1
= Jumlah jenis
dimana:
H = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni
Berdasarkan
Magurran
(1988),
besaran
keanekaragaman
jenis
tergolong
rendah,
keanekaragaman
jenis
tergolong
sedang
<1,5
menunjukkan
1,5-3,5
menunjukkan
dan
>
menunjukkan
3,5
E=
H'
ln(S )
dimana:
= jumlah jenis
IS =
2W
a+b
dimana :
IS
W =
komunitas
Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ( < ) dari jenis-jenis
yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan
a =
ac
V
bc
Vd
(a c) (b c)
(b c)
penentuan tingkat kesuburan tanah maka beberapa unsur-unsur hara yang dapat
dijadikan parameter diantaranya adalah BO, N-total, P2O5 dan K2O5, KTK
(Kapasitas Tukar Kation) dan Kejenuhan Basa (KB).
Metode Analisis
pH
pH meter
C-Organik
N-Total
Kjeldahl
P-bray
Bray 1, Spektrofotometer
K, Ca, Mg
KTK
di
(Cm/thn)
ti
hi
ti
dimana:
( ET + 0 ET + 1)
ET + 0
x100%
= Persentase mortalitas
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Secara geografis areal kerja terletak pada 00o5230 LS sampai dengan
01o2230 LS dan 111o3000 BT sampai dengan 112o0730 BT dengan luas
areal konsesi 184.206 Ha.. Berdasarkan pembagian daerah aliran sungai, PT Erna
Djuliawati terletak di kelompok hutan sungai Salau dan sungai Seruyan. Secara
administrasi pemangkuan hutan, termasuk dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan (BKPH) Seruyan Hulu, Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Seruyan, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan menurut
administrasi pemerintahan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah, areal kerja
PT. Erna Djuliawati ini termasuk wilayah desa Tb. Darap kecamatan Seruyan
Hulu, Kabupaten Seruyan dan Katingan Provinsi Dati I Kalimantan Tengah (RKT
2008).
Adapun batas-batas lokasi konsesi PT. Erna Djuliawati adalah :
a. Sebelah utara
b. Sebelah barat
c. Sebelah timur
d. Sebelah selatan : PT. Indochin Aria Bima Sari dan Sungai Manjul
8-15
Landai
60.880
33,05
15-25
Agak curam
49.009
26,61
25-40
Curam
28.998
15,74
>40
Sangat curam
2.072
1,12
184.206
100
Jumlah
Sumber: Peta Garis Bentuk Areal Kerja PT Erna Djuliawati Skala 1 : 50.000 (PT Mapindo
Parama/APHI), Laporan Pemotretan Udara, Pemetaan Garis Bentuk, Pemetaan
Vegetasi dan Pemeriksaan Lapangan Areal Kerja PT Erna Djuliawati (1997).
(%)
10.960
5,95
156.575
85,00
Ku.2
16.671
9,05
Jumlah
184.206
100
Kl.1
Sumber: Peta geologi Indonesia Lembar Banjarmasin skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Bandung, 1994
4.4 Hidrologi
Areal PT. Erna Djuliawati meliputi 5 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu:
DAS Salau 4.922 Ha, DAS Seruyan 84.721 Ha, DAS Kaleh 8.836 Ha, DAS
Manjul 74.655 Ha dan DAS Salau Hulu 11.072 Ha. Adapun sungai besar yang
mengalir melalui kawasan PT Erna Djuliawati adalah: S. Manjul, S. Seruyan dan
S. Salau. Adapun kondisi morfometri DAS di areal IUPHHK PT Erna Djuliawati
selengkapnya tersaji pada tabel 6 berikut ini :
sungai
Sifat arus
aliran
Luas
Panjang
Daerah
(Jalur
secara
Tangkapan
Terpanjang)
umum
(Ha)
(Km)
(m)
(m3/dt)
1.
S. Salau
4.922
20
35
27,48
Lambat
2.
S. Seruyan
84.721
52
45
586,63
Lambat
3.
S. Kaleh
8.836
26
20
58,08
Lambat
4.
S. Manjul
74.655
58
35
367,17
Lambat
5.
S.Salau
11.072
29
25
52,48
Lambat
Hulu
Sumber : Pengukuran Lapangan Tahun 2000. PT. Erna Djuliawati
bulanan antara 26.1-29.7oC dan kelembaban udara rata-rata adalah sebesar 85%,
dengan kisaran antara 83-87%.
43.029 Ha (23,4%)
97.217 Ha (52,8%)
26.226 Ha (14,2%)
Tertutup awan
12.821 Ha (7,0%)
1.964 Ha (1,1%)
Kawasan lindung
2.939 Ha (1,6%)
Jumlah
184.196 Ha (100%)
reptil diantaranya adalah kadal kebun (Mabuya sp), biawak (Varanus spp), ular
sowa (Phyton sp) (PT Erna Djuliawati 2004).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Vegetasi
5.1.1 Dominansi Jenis
Untuk mengetahui tingkat dominansi dan komposisi jenis di lapangan
dilakukan kegiatan analisis vegetasi di tingkat semai, pancang, tiang dan pohon.
Peranan suatu jenis di dalam komunitas dapat dilihat dari hasil perhitungan Indeks
Nilai Penting (INP). Jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) ternesar
adalah jenis yang paling dominan atau memiliki tingkat kesesuaian terhadap
tempat tumbuh atau adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan jenis lain.
Dominannya jenis-jenis yang ada dikarenakan jenis-jenis tersebut ditemukan
dalam jumlah yang banyak dan kerapatannya tinggi, tersebar merata diseluruh
areal penelitian, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon memiliki diameter yang
besar.
Dari table 7, 8, dan 9 dapat dilihat bahwa jenis-jenis yang mendominasi pada
kondisi hutan primer, areal penanaman dengan umur 1 dan 2 tahun baik pada
tingkat vegetasi semai, pancang, tiang dan pohon adalah jenis lempung (Shorea
Tabel 10 Jumlah Jenis yang Ditemukan di Hutan Primer dan Hutan yang Ditanam
Berumur 1 dan 2 Tahun.
Jumlah Jenis
Kondisi Hutan
Kelerengan (%)
Semai Pancang Tiang
Pohon
Primer
Umur 1 tahun
Umur 2 tahun
0-15
39
44
45
65
15-25
38
45
48
58
25-40
41
43
44
59
0-15
40
38
34
43
15-25
48
41
28
38
25-40
42
47
40
44
0-15
34
33
42
43
15-25
26
39
32
45
25-40
36
43
34
48
jenis dan hutan yang ditanam pada umur 2 tahun sebanyak 48 jenis di kelerengan
curam (25%).
Rendahnya jumlah jenis vegetasi terutama jenis tiang dan pohon pada areal
penanaman meranti umur 1 dan 2 tahun disebabkan karena dampak pemanenan
seperti penebangan dan penyaradan serta karena adanya kegiatan persiapan lahan
sebelum dilakukan penanaman jenis meranti.
Tabel 11 Kerapatan (N/ha) Pohon dan Permudaan di Hutan Primer dan Hutan
yang Telah Ditanam pada Umur 1 dan 2 Tahun.
Kerapatan
Keadaan hutan Kelerengan (%)
Semai Pancang Tiang Pohon
Primer
1 tahun
2 tahun
0-15
20375
3413.33
1436.67
271
15-25
19916.7
3440
1235
297.67
25-40
23416.7
3433.33
631.67
208
0-15
30208.3
3320
253.33
72.73
15-25
20875
3020
230
56.82
25-40
20916.7
2866.67
328.33
79.55
0-15
24125
3240
350
98.86
15-25
21625
3213.33
241.67
104.17
25-40
18041.7
2906.67
231.67
151.89
Tabel 12 Indeks Kekayaan Margalllef (R1) pada Hutan Primer dan Hutan yang
Ditanam Umur 1 dan 2 Tahun.
Tingkat Vegetasi
Keadaan Hutan
Kelerengan
Semai Pancang Tiang
Pohon
Primer
Umur 1 tahun
Umur 2 tahun
0-15
6.14
6.89
6.51
9.55
15-25
6.00
7.04
7.11
8.39
25-40
6.32
6.73
7.24
9.01
0-15
5.92
5.96
6.57
7.99
15-25
7.56
6.54
5.48
7.39
25-40
6.59
7.59
7.38
8.04
0-15
5.19
5.17
7.67
7.55
15-25
4.00
6.15
6.23
7.83
25-40
5.77
6.91
6.69
7.84
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai indeks kekayaan Margallef (R1) pada
tingkat semai mengalami peningkatan pada areal hutan dengan umur tanam 1
tahun pada kelerengan sedang (15-25%) sebesar 7,56 dan mengalami penurunan
nilai indeks kekayaan Margalef (R1) pada areal hutan dengan umur tanam 2 tahun
pada kelerengan sedang (15-25%) sebesar 4,00. Pada vegetasi tingkat pancang,
tiang dan pohon diareal hutan primer menunjukkan kekayaan jenis yang lebih
tinggi dibandingkan dengan areal hutan yang ditanam umur 1 dan 2 tahun. Pada
vegetasi tingkat pohon diareal hutan primer memiliki nilai indeks kekayaan
tertinggi sebesar 9,55.
Berdasarkan kriteria Magurran (1988), indeks kekayaan jenis pada plot
penelitian di hutan primer, petak M-29 (umur 1 tahun) dan M-30 (umur 2 tahun)
dapat dikatakan tinggi karena nilainya diatas 5,00 kecuali pada tingkat vegetasi
semai di petak M-30 kelerengan sedang (15-25%) yang memiliki tingkat
kekayaan jenis sedang karena nilainya berada diantara 3,5 5,00 yaitu 4,00.
Umur 1 tahun
Umur 2 tahun
0-15
2.91
3.09
2.90
3.50
15-25
2.94
3.18
2.98
3.34
25-40
3.06
3.05
3.22
3.29
0-15
2.29
2.91
2.90
3.24
15-25
3.00
3.05
2.73
3.21
25-40
2.90
3.20
3.18
3.39
0-15
2.77
2.85
3.16
3.24
15-25
1.78
2.74
2.95
3.25
25-40
2.70
3.15
3.01
3.22
Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa pada tingkat vegetasi semai, indeks
keanekaragaman jenis tertinggi diperoleh dari keadaan hutan primer pada
kelerengan curam (25%) dengan nilai 3,06 sementara pada hutan dengan umur
tanam 2 tahun terjadi penurunan indeks keanekaragaman jenis dengan nilai 1,78
pada kelerengan sedang (15-25%). Hal ini menunjukkan bahwa areal hutan
dengan umur tanam 2 tahun sedikit ditumbuhi oleh permudaan tingkat semai.
Pada tingkat pancang, nilai keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada
lokasi areal hutan dengan umur tanam 1 tahun pada kelerengan curam dengan
nilai 3,20 sementara nilai keanekaragaman terendah terdapat pada lokasi hutan
dengan umur tanam 2 tahun pada kelerengan sedang dengan nilai 2,74. Pada
tingkat vegetasi tiang. nilai keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada areal
hutan primer dengan kelerengan curam (25%) dengan nilai 3,22. Sedangkan
untuk vegetasi tingkat pohon keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada areal
hutan primer dengan nilai 3,50 pada kelerengan datar (0-15%).
Tingkat keanekaragaman pada hutan primer, petak M-29 (umur 1 tahun) dan
M-30 (umur 2 tahun) menunjukkan tingkat keanekaragaman yang sedang dimana
sebagian nilainya berada pada selang 1,5 3,5 (Magurran 1988). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
4
3
2
1
0
TingkatVegetasi
Semai
1525
015
TingkatVegetasi
Pohon
2540
Umur1tahun Umur2tahun
1525
TingkatVegetasi
Tiang
015
2540
Primer
2540
1525
015
TingkatVegetasi
Pancang
Tabel 14 Indeks Kemerataan Jenis (E) Pada Areal Hutan Primer dan Hutan
Berumur Tanam 1 dan 2 Tahun.
Hutan
Kelerengan
Primer
Tingkat Vegetasi
Semai
Pancang
Tiang
Pohon
0-15
0.80
0.82
0.76
0.84
15-25
0.81
0.84
0.77
0.82
25-40
0.83
0.81
0.85
0.81
0-15
0.62
0.80
0.82
0.86
15-25
0.78
0.82
0.82
0.88
25-40
0.78
0.83
0.86
0.90
0-15
0.79
0.82
0.84
0.86
15-25
0.55
0.75
0.85
0.85
25-40
0.75
0.84
0.85
0.83
TingkatVegetasiSemai
Primer
2540
1525
015
2540
1525
015
2540
1525
015
TingkatVegetasiPancang
TingkatVegetasiTiang
TingkatVegetasiPohon
Umur1tahun Umur2tahun
(M29)
(M30)
Gambar 4 Perbandingan Nilai Indeks Kemerataan (E) pada Hutan Primer dan
Hutan Berumur Tanam 1 dan 2 Tahun.
Tabel 15 Indeks Kesamaan Komunitas (IS) pada Umur 1 dan 2 Tahun Bila Di
Bandingkan Dengan Hutan Primer dan bila dibandingkan umur 1 tahun dengan
umur 2 tahun.
Tingkat Vegetasi
Tipe Hutan
Kelerengan
Semai Pancang Tiang Pohon
Primer dan Umur 1 tahun
0-15
49.90
44.16
43.13
49.22
15-25
47.86
52.46
50.02
52.93
25-40
38.30
44.50
48.15
47.06
0-15
59.33
58.54
47.67
49.07
15-25
36.31
53.92
50.84
60.74
25-40
52.32
53.45
49.31
57.98
0-15
61.31
57.72
66.37
62.61
15-25
50.97
57.90
62.86
63.43
25-40
58.62
62.50
60.63
54.07
TingkatVegetasiSemai
TingkatVegetasiTiang
2540
1525
015
2540
1525
015
2540
1525
015
TingkatVegetasiPancang
TingkatVegetasiPohon
Primerdan
Primerdan Umur1dan2
Umur1tahun umur2tahun
tahun
(1 tahun)
(2 tahun)
0-15
1.65
1.22
15-25
1.34
1.38
25-40
1.62
1.17
Kelerengan
Shorea parvifolia pada umur 1 tahun (M-29) pada kelas kelerangan datar (0-15%)
memiliki rata-rata terbesar yaitu 1,65 cm/tahun. Pada umur tanaman 2 tahun (M30) diameter rata-rata Shorea parvifolia terbesar terdapat pada kelerengan sedang
(15-25%) dengan rata-rata diameter 1,38 cm/tahun.
Dari nilai rata-rata diameter dapat diketahui riap rata-rata tahunan diameter (MAI
= Mean Annual Increament) dihitung dengan cara membagi rataan diameter
Diameter (cm/thn)
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1.62
1.34
MAI (cm/tahun)M-29
0.69
0.61
0-15
15-25
0.59
25-40
Kelerengan
lebih dari 50 cm, mengandung liat atau pasar kasar berlempung, tingkat erosi
sedang (Purwowidodo 1986).
0-15
220.22
205.63
15-25
227.36
238.15
25-40
244.66
187.66
Dari Gambar 6 dapat dilihat riap tinggi rata-rata tahunan (MAI = Mean
Annual Increament) dengan membagi rataan tinggi dengan umur tanaman. Ratarata riap tinggi tahunan (MAI) Shorea parvifolia pada petak M-29 (umur 1 tahun)
lebih besar dibandingkan pada petak M-30 (umur 2 tahun). Pada petak M-29 riap
tinggi rata-rata tahunan Shorea parvifolia dengan kelerengan curam ( 25%)
memiliki nilai yang besar dengan MAI 244,66 cm/tahun, sedangkan pada petak
M-30 riap tinggi rata-rata tahunan Shorea parvifolia terbesar pada kelerengan
sedang (15-25%) dengan nilai MAI 119,07 cm/tahun dan riap tinggi rata-rata
tahunan terendah pada petak M-30 (umur 2 tahun) dengan nilai MAI 93,83
cm/tahun.
Riap Tinggi (MAI) Shorea Parvifolia
Tinggi (cm/thn)
300
250 220.22
227.36
244.66
200
150
102.82
119.07
93.83
100
50
0
0-15
15-25
25-40
Kelerengan
parvifolia pada umur 1 dan 2 tahun dapat disebabkan oleh faktor lingkungan
seperti intensitas cahaya dimana Shorea parvifolia sedikit lebih toleran terhadap
cahaya, perbedaan perlakuan pemeliharan terhadap umur tanam dimana pada
umur tanam 1 tahun lebih diperhatikan pemeliharannya dibandingkan pada umur
tanam 2 tahun. Faktor lain yang berpengaruh terhadap riap tinggi rata-rata tahunan
pada petak penelitian ini adalah binatang, seperti monyet yang suka memakan
pucuk meranti pada jalur tanam pada meranti umur tanam 2 tahun.
meranti Shorea parvifolia pada umur 1 dan 2 tahun karena nilai probability >
0,05.
Tabel 18 Hasil Sidik Ragam Kelerengan dengan Diameter Pada Petak M-29
(umur 1 tahun)
Type III Sum
Source
of Squares
df
Mean Square
Sig.
Corrected Model
.180(a)
.090
.992
.424
Intercept
20.897
20.897
230.042
.000
.180
.090
.992
.424
Error
.545
.091
Total
21.622
.725
Kelerengan
Corrected Total
Tabel 19 Hasil Sidik Ragam Kelerengan dengan Diameter Pada Petak M-30
(umur 2 tahun)
Type III Sum
Source
of Squares
df
Mean Square
Sig.
Corrected Model
.049(a)
.025
.227
.803
Intercept
13.624
13.624
126.216
.000
.049
.025
.227
.803
Error
.648
.108
Total
14.320
.697
Kelerengan
Corrected Total
Pada tabel 20 dan 21 dapat dilihat hasil analisis rata-rata riap tinggi dengan
menggunakan SPSS 14 menunjukkan taraf nyata (F sig) dengan selang
kepercayaan 95%. Hubungan antara kelerengan dengan tinggi tanaman untuk M29 dan M-30 adalah 0,490 dan 0,229. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan
kelas kelerengan pada lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman meranti Shorea parvifolia pada umur 1 dan 2 tahun
karena nilai probability > 0,05.
Tabel 20 Hasil Uji F dan Uji Lanjutan Kelerengan dengan Tinggi Pada Petak M29 (umur 1 tahun)
Type III Sum
Source
of Squares
Corrected Model
df
Mean Square
Sig.
874.361(a)
437.180
.804
.490
475783.870
475783.870
875.524
.000
874.361
437.180
.804
.490
Error
3260.564
543.427
Total
479918.794
4134.924
Intercept
Kelerengan
Corrected Total
Tabel 21 Hasil Uji F dan Uji Lanjutan Kelerengan dengan Tinggi Pada Petak M30 (umur 2 tahun)
Type III Sum
Source
of Squares
df
Mean Square
Sig.
Corrected Model
3537.604(a)
1768.802
1.905
.229
Intercept
390259.699
390259.699
420.372
.000
Kelerengan
3537.604
1768.802
1.905
.229
Error
5570.208
928.368
Total
399367.511
9107.812
Corrected Total
Kelerengan
Jumlah semai
Jumlah
Persentase
Persentase
ditanam
semai mati
Mortalitas (%)
Hidup (%)
Petak
0-15
240
34
14,17
85,83
M-29
15-25
240
48
20
80
25-45
240
42
17,50
82,50
Petak
0-15
240
62
25,83
74,17
M-30
15-25
240
68
28,33
71,67
25-45
240
58
24,17
75,83
(Umur 1
tahun)
(umur 2
tahun)
Berdasarkan Tabel 22 persentase hidup terbesar tedapat pada petak M-29 pada
kelerengan datar (0-15%) sebesar 85,83% dan persentase mortalitas terkecil
sebesar 14,17% pada petak dan kelerengan yang sama. Persentase hidup terkecil
jenis Shorea parvifolia terdapat pada petak M-30 dengan kelerengan sedang (1525%) sebesar 71,67% dan persentase mortalitas terbesar senilai 28,33%.
Persentase hidup meranti Shorea parvifolia pada umur tanam 1 dan 2 tahun sudah
dapat dikatakan tinggi karena persentase hidupnya mencapai 70%. Rendahnya
persentase hidup Shorea parvifolia pada umur 2 tahun (M-30) jika dibandingkan
pada umur 1 tahun (M-29) dikarenakan oleh kerapatan permudaan pohon yang
dapat menimbulkan persaingan dalam mendapatkan unsur hara dan sinar
matahari, kerapatan tajuk lapisan paling atas, gangguan satwa liar dan tumbuhnya
liana yang melilit jenis yang ditanam.
Menurut Alrasyid et al. (1991) cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman meranti
sampai umur 3 tahun berkisar 50-70%. Sebagai jenis gap species meranti dapat
hidup dibawah naungan sampai dengan batas waktu tertentu.
Tabel 23 Pengukuran Sifat Fisik Tanah pada Areal Hutan Primer, Hutan yang
Ditanam 1 dan 2 Tahun
Berat isi
Kadar air
(gr/cc)
(%)
0-20
1.20
Primer
20-40
Lokasi
Kedalaman
Struktur
Tekstur
Primer
32.12
Remah
Liat
1.09
24.56
Remah
Liat
0-20
1.12
24.85
Remah
Liat
20-40
0.84
13.51
Remah
Liat
0-20
1.46
22.15
Remah
Liat
20-40
1.12
21.12
Remah
Liat
0-20
1.62
28.07
Remah
Liat
20-40
1.14
23.85
Remah
Liat
0-20
1.10
18.29
Remah
Liat
20-40
1.06
23.29
Remah
Liat
parvifolia karena tumbuhan pada tingkat vegetasi semai membutuhkan air yang
cukup. Pengukuran berat isi tanah tertinggi terdapat pada jalur kotor petak M-29
pada kedalaman 0-20 cm sebesar 1,62 gr/cc dan terendah terdapat pada jalur kotor
M-30 pada kedalaman 20-40cm sebesar 0.84 gr/cc. hal ini dimungkinkan karena
pada kedalaman 20-40 cm relatif lebih gembur.
pH
Kelerengan
H2O
KCL
Ca
Mg
Na
KTK
Primer (0-15%)
4,80
3,70
1,20
0.,70
0,30
0,38
7,64
Primer (15-25%)
4,60
3,60
1,36
0,73
0,28
0,32
7,79
Primer (25-40 %)
4,50
3,60
1,40
0,78
0,41
0,47
7,52
M-30 (0-15%)
4,90
3,70
1,20
0,72
0,31
0,38
7,71
M-30 (15-25 %)
4,60
3,90
1,23
0,70
0,27
0,33
7,64
M-30 (25-40 %)
4,40
3,60
1,27
0,66
0,40
0,46
12,22
M-29 (0-15 %)
4,70
3,60
1,40
0,76
0,46
0,50
7,41
M-29/ (15-25 %)
4,40
3,30
1,30
0,69
0,31
0,36
10,75
M-29 (25-40 %)
4,60
3,90
1,58
0,69
0,36
0,42
8,93
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.
2.
Secara umum persentase hidup meranti Shorea parvifolia pada umur tanam
1 dan 2 tahun sudah dapat dikatakan baik karena persentase hidupnya
mencapai 70%.
3.
4.
Kesuburan tanah pada lokasi penelitian ini dapat dikatakan tidak subur
karena nilai KTK yang rendah sebesar 12,22 dan pH tanah masam (4,404,90)
6.2 Saran
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
dan
Misra, KC. 1980. Manual of Plant Ecology. New Delhi, India : Oxford and IBH
Publishing Co.
Mueller-Dombois, Ellenberg, H.1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology.
New York; John Wiley & Sons.