Anda di halaman 1dari 76

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN

TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG


UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III
JAWA BARAT – BANTEN.

Dwi Nugroho Artiyanto


E 24101029

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN
TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG
UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III
JAWA BARAT – BANTEN.

Oleh:
Dwi Nugroho Artiyanto
E 24101029

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
DWI NUGROHO ARTIYANTO (E24101029). Analisis Biaya Pengolahan
Gondorukem dan Terpentin di PGT. Sindangwangi, KPH Bandung Utara,
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten, dibawah bimbingan Ir.
Bintang C.H. Simangunsong. MS., Ph.D.

Salah satu pemanfaatan tegakan pinus yang sudah lama dilakukan adalah
sebagai penghasil getah. Di Indonesia, penyadapan getah pinus pertama kali
dilakukan di Aceh, pada tahun 1924. Pabrik pengolahan getah pinus pertama
didirikan pada tahun 1938 di Lampahan. Pabrik pengolahan tersebut dibangun
oleh pihak Prancis, namun bekerja dengan kapasitas tidak penuh ( hanya bekerja
beberapa hari dalam satu bulan) karena pasokan getah pinus masih kurang.
Sementara itu, di Pulau Jawa, penyadapan getah pinus dimulai di lereng-lereng
Gunung Lawu dan Gunung Wilis pada tahun 1947 (Soetomo, 1972). Pabrik
pengolahan getah pinus di Jawa diantaranya berada di Bandung, Pekolangan,
Cilacap, Pekalongan Ponorogo dan Trenggalek.
Getah pinus yang telah disadap kemudian diolah dan menghasilkan
gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan sebagai bahan baku yang
penting bagi industri-industri batik, kulit, sabun cuci, cat, isolator, kertas dan
vernis. Sedangkan terpentin digunakan untuk bahan industri cat dan vernis,
ramuan semir sepatu, pelarut bahan organik, bahan pembuatan kamper sintetis
serta kegunaan lainnya.
Kapasitas industri gondorukem yang ada saat ini, khususnya yang dimilki
Perhutani belum dapat dimanfaatkan secara optimum akibat kurangnya bahan
baku getah. Di lain pihak, Perhutani saat ini sedang berusaha meningkatkan
pendapatannya dari komoditas non kayu. Atas dasar ini, efesiensi produksi perlu
dilakukan untuk meminimumkan biaya produksi sehingga keuntungan dapat
meningkat meskipun penerimaan tetap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi pengolahan
getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin dan melakukan analisis biaya
produksi gondorukem dan terpentin. Sehingga dapat dilakukan efesiensi produksi
melalui pengendalian biaya
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2006-Februari 2006 di pabrik
Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Penelitian ini menggunakan data primer
dan data sekunder. Data tersebut digunakan dalam perhitungan analisis biaya
produksi dan anlisis rugi laba.
PGT. Sindangwangi berlokasi di Desa Nagrek, Kecamatan Nagrek,
Kabupaten Bandung yang masuk dalam wilayah kerja KPH Bandung Utara.
Kebutuhan bahan baku PGT. Sindangwangi, diperoleh dari KPH-KPH yang ada
di wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten.
PGT. Sindangwangi mengolah bahan baku getah selama 5 tahun terakhir
berkisar 53,6-64,5%. Hal ini menunjukkan kurangnya pasokan bahan baku.
Sedangkan rendemen pengolahan getah menjadi gondorukem berkisar 59,8-78,9%
dan menjadi terpentin berkisar 13,6-16,1%. Selain itu, pendapatan selama 5 tahun
berkisar Rp. 10,4 milyar-Rp. 23,22 milyar.
Biaya produksi gondorukem dan terpentin PGT. Sindangwangi tahun 2005
adalah Rp.16,9 milyar/tahun atau Rp.4.564/kg gondorukem. Biaya tetap yang
dikeluarkan adalah Rp.5,1 milyar/tahun atau Rp. 1.380/kg gondorukem. Biaya
variabel yang dikeluarkan adalah Rp.11.8 milyar/tahun atau Rp. 3.184/kg
gondorukem. Biaya terbesar pada tahap persiapan bahan baku (50,5%) disusul
tahap pengolahan bahan baku (32,6%) dan umum (14,7%).
Harga pokok gondorukem diperhitungkan dengan memperhatikan
besarnya keuntungan yang ingin diperoleh oleh perusahaan, yaitu sebesar 18%
dari biaya produksi. Besarnya harga pokok gondorukem sebesar Rp 4.462/kg.
Harga pokok tersebut lebih kecil dari pada harga jual dalam negeri yang besarnya
Rp 4.953/kg tetapi lebih kecil lagi dari pada harga jual ekspor yang besarnya Rp
5.375kg. Sehingga apabila gondorukem tersebut dijual ekspor maka perusahaan
akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pada dijual dalam negeri.
Analisis rugi laba dalam penelitian ini menunjukkan besarnya produksi
gondorukem adalah 3.710,6 ton dan terpentin sebesar 758,7 ton, nilai investasi
sebesar Rp. 15,7 milyar, biaya produksi sebesar Rp. 16,9 milyar, BEP sebesar
2.620,76 ton atau 26,2%, ROI sebesar 40,3%, pendapatan sebesar Rp. 19,31
milyar dan laba sebesar Rp. 6,32 milyar. PGT.Sindangwangi memproduksi
gondorukem diatas BEP tersebut, hal ini menunjukkan bahwa PGT.
Sindangwangi tidak mengalami kerugian dalam kegiatan produksinya. Dilain
pihak PGT. Sindangwangi sudah mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan
gondorukem dan terpentin. Tetapi perusahaan masih jauh berproduksi dari
kapasitas terpasangnya, untuk itu perusahaan perlu menambah produksinya agar
memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem dan Terpentin di
PGT Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten.

Nama Mahasiswa : Dwi Nugroho Artiyanto

NRP : E 24101029

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui :
Dosen Pembimbing

Ir. Bintang C. H. Simangunsong, MS., Ph.D.


Tanggal:

Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS


Tanggal:

Tanggal lulus: 31 Mei 2006

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 20 Oktober 1982 dari ayah
Sugiyo dan ibu Sri Suparti. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum
Majelis Tafsir Al Qur’an (SMUMTA) Surakarta, Kota Madya Surakarta, Jawa
Tengah. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Pengolahan Hasil Hutan,
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis tidak hanya mengikuti kegiatan
akademik saja. Untuk mengasah kemampuan berorganisasi dan
kepemimpinannya, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi seperti Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan pada tahun 2003 dan aktif dalam
organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2004. Penulis
mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan
Banyumas dengan jalur Baturaden-Cilacap dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan
di Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu, Ngawi, Blora dan Madiun selama satu
bulan pada tahun 2004. Penulis juga mengikuti kuliah kerja profesi di PT. Rakabu
Furniture, Surakarta, selama dua bulan pada tahun 2005.
Penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul “ANALISIS BIAYA
PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT.
SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT – BANTEN.” sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan.

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW. Penelitian dengan judul “ANALISIS BIAYA
PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT.
SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT – BANTEN.”, ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan rujukan sehingga menjadi pertimbangan dalam penelitian lainnya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ir. Bintang C. H. Simangunsong, MS., Ph.D. Pembimbing atas berbagai
masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.
2. Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji dari Departemen MNH dan Ir. Agus
Priyono Kartono, M.Si. selaku dosen penguji dari Departemen KSH atas
saran, nasihat, dan masukannya.
4. Kedua orang tua penulis atas segala curahan kasih sayang, doa, dan nasihat
selama perkuliahan hingga penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Teman-teman THH 38 atas segala bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya
selama ini.
6. Gongliers atas persahabatan dan dukungannya dalam suka maupun duka.
Penulis menerima masukan baik saran maupun kritik membangun demi
kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Juni 2006

Dwi Nugroho Artiyanto


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA
Gondorukem dan Terpentin ........................................................................ 4
Proses Produksi Gondorukem ..................................................................... 5
Persyaratan dan Kualitas Gondorukem ....................................................... 9
Produksi, Biaya, Eksport dan Harga Jual Gondorukem dan Terpentin ...... 12
Hutan Pinus Sebagai Penghasil Getah Pinus .............................................. 16
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 29
Jenis Data .................................................................................................... 29
Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 29
Analisis Data ............................................................................................... 30

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN


Industri Pengolahan Getah Pinus ................................................................ 35

HASIL DAN PEMBAHASAN


Produksi dan Rendemen .............................................................................. 42
Biaya Produksi ............................................................................................ 42
Analisis Harga Pokok.................................................................................. 46
Analisis Rugi-Laba ..................................................................................... 47
Sistem Pemasaran ....................................................................................... 51

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ................................................................................................. 53
Saran............................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 54


LAMPIRAN ............................................................................................................ 56
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Persyaratan Umum Gondorukem ........................................................ 10


2. Persyaratan Khusus Mutu Gondorukem.............................................. 10
3. Klasifikasi Kualitas Gondorukem ....................................................... 11
4. Produksi dan Rendemen Gondorukem dan Terpentin Indonesia ....... 12
5. Produksi dan Rendemen Gondorukem Dan Terpentin Perhutani ....... 13
6. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya variabel PGT. Cimanggu .......... 14
7. Penjualan Luar Negeri Gondorukem dan Terpentin
Tahun 1998 – 2002 Perhutani.............................................................. 15
8. Ekspor Gondorukem Ke Berbagai Negara Tahun 2000 – 2003 .......... 16
9. Daftar Harga Jual Dasar Gondorukem dan Terpentin ......................... 16
10. Luas Hutan Pinus Menurut KPH dan Fungsi Hutannya...................... 18
11. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Ketinggian di atas
Permukaan Laut .................................................................................. 19
12. Sumber Benih Pinus merkusii di Perum Perhutani ............................. 19
13. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Jenis Tanah ....................... 20
14. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Tipe Iklim Oldeman ......... 21
15. Realisasi Produksi Kayu dan Getah Pinus Perum Perhutani
tahun 1999 – 2003 dibandingkan dengan Kapasitas
Industri Pengolahan. ........................................................................... 25
16. Kemampuan Pengolahan Getah Pinus ................................................ 26
17. Perkembangan Produksi Getah Selama 5 Tahun (1999 - 2003).......... 27
18. Realisasi Produksi Getah Pinus Perum Perhutani selama 5 Tahun
terakhir, Berdasarkan Luas Sadapan dan Jumlah Pohon
yang Disadap. ...................................................................................... 28
19. Penerimaan Getah Pinus Tahun 2001-2005 PGT. Sindangwangi ....... 36
20. Rekapitulasi Produksi dan Pendapatan PGT. Sindangwangi
Tahun 2001 – 2005 ............................................................................. 43
21. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Variabel (Rp Juta / tahun) Setiap
Tahapan dan Komponen PGT.Sindangwangi Tahun 2005 ................ 45
22. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel (Rp/kg gondorukem)
PGT. Sindangwangi tahun 2005 ........................................................ 45

23. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel PGT.Sindangwangi ........ 46


24. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel menurut KPH
Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten 2005... 46
25. Laporan Rugi Laba .............................................................................. 47
26. Produksi Getah Pinus Perum Perhutani Berdasar Produktivitas
Rata-rata Per Hektar dan Per Pohon ................................................... 49

Nomor Lampiran Halaman


1. Ekspor Gondorukem ke Berbagai Negara Tahun 2000 – 2003 ............. 56
2. Inventaris, Penyusutan dan Bunga Modal PGT Sindangwangi ............. 58
3. Gaji Pegawai PGT. Sindangwangi ....................................................... 62
4. Biaya Umum PGT. Sindangwangi ........................................................ 63
3. Rekapitulasi Biaya Variabel setiap Tahapan Produksi
PGT. Sindangwangi............................................................................... 64
DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman
1. Tahap kegiatan dalam proses produksi gondorukem dan terpentin ..... 6
2. Grafik Break Event Point .................................................................... 34
3. Proses pengolahan getah pinus PGT. Sindangwangi ........................... 37
4. Unit Melter di PGT. Sindangwangi ..................................................... 37
5. Unit Settler di PGT Sindangwangi....................................................... 38
6. Unit Ketel Pemasak di PGT. Sindangwangi ........................................ 39
7. Gudang penyimpanan gondorukem di PGT. Sindangwangi ................ 40
8. Struktur organisasi PGT.Sindangwangi ............................................... 41
9. Sistem pemasaran gondorukem dan terpentin .................................... 51
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang dapat


diperbaharui dan mempunyai multi fungsi, seperti fungsi produksi dan fungsi
konservasi. Hutan dapat menghasilkan kayu dan non kayu yang berguna bagi
kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu sumberdaya hutan harus dimanfaatkan
secara maksimal dan rasional dengan tetap melaksanakan prinsip kelestariannya
yang sejalan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam sektor
kehutanan. Produksi hutan berupa kayu sudah dimanfaatkan sejak dulu sebagai
bahan bangunan maupun meubel, tetapi produksi kayu tersebut kurang
memperhatikan kaidah kelestarian hutan, sehingga produksi kayu dari waktu ke
waktu semakin menurun, akibat sumber daya hutan yang semakin berkurang.
Pada era teknologi sekarang ini, bukan saatnya lagi kayu dijadikan
prioritas dalam pemanfaatan hutan, karena masih banyak hasil hutan non kayu
yang belum dimanfaatkan secara optimum. Seperti getah, akar, kulit, daun dan
buah, yang apabila diolah dengan teknologi yang tepat akan menghasilkan nilai
tambah yang tinggi.
Salah satu hasil hutan non kayu adalah getah pinus yang dihasilkan dari
tegakan pinus. Getah pinus yang telah disadap kemudian diolah dan menghasilkan
gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan sebagai bahan baku yang
penting bagi industri-industri batik, kulit, sabun cuci, cat, isolator, kertas dan
vernis. Sedangkan terpentin digunakan untuk bahan industri cat dan vernis,
ramuan semir sepatu, pelarut bahan organik, bahan pembuatan kamper sintetis
serta kegunaan lainnya.
Di Indonesia, penyadapan getah pinus pertama kali dilakukan di Aceh,
pada tahun 1924. Pabrik pengolahan getah pinus pertama didirikan di Lampahan,
Aceh pada tahun 1938. Pabrik tersebut dibangun oleh pihak Prancis namun
bekerja dengan kapasitas tidak penuh yaitu hanya bekerja beberapa hari dalam
satu bulan karena pasokan getah pinus masih kurang. Sementara itu, di Pulau
Jawa, penyadapan getah pinus dimulai di lereng–lereng Gunung Lawu dan
Gunung Wilis pada tahun 1947 (Soetomo, 1972). Pabrik pengolahan getah pinus
di Jawa diantaranya berada di Bandung, Pekolangan, Cilacap, Pekalongan
Ponorogo dan Trenggalek.
Kawasan hutan Kelas Perusahaan Pinus Perum Perhutani terletak di pulau
Jawa, tersebar 6 KPH di Unit I Jawa Tengah, 7 KPH di Unit II Jawa Timur, dan
12 KPH Unit III Jawa Barat dan Banten. Luas total hutan pinus Perhutani adalah
944.527 hektar, dimana 569.971 ha terletak di areal Hutan Produksi, 331.939 ha
di areal Hutan Lindung dan 42.617 ha di areal Hutan Suaka Marga Satwa.
(Statistik Perhutani, 2003)
Kapasitas industri gondorukem yang ada di Perhutani belum dapat
dimanfaatkan secara optimum akibat kurangnya bahan baku getah. Kapasitas
industri gondorukem Perhutani saat ini sebesar 145.020 ton/tahun, sedangkan
produksi getah pinus Perhutani rata-rata 81.096 ton/tahun. Sementara, Perhutani
saat ini sedang berusaha meningkatkan pendapatannya dari komoditas non kayu.
Efesiensi produksi jelas perlu dilakukan untuk meminimumkan biaya produksi
sehingga keuntungan meningkat meskipun penerimaan tetap. Kegiatan efesiensi
produksi ini juga berarti turut serta mensukseskan pelaksanaan program
pembangunan kehutanan di bidang ekonomi, khususnya sebagai penghasil devisa
negara dari sektor komoditi non migas yang sekarang sedang digalakkan.
Di lain pihak keberhasilan industri atau usaha ditentukan oleh kemampuan
mengelola atau memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Aktifitas produksi tidak
terlepas dari tujuan tercapainya efesiensi pemanfaatan sumberdaya tersebut.
Dalam kaitannya dengan pengembangan industri gondorukem dan terpentin,
besarnya biaya produksi menjadi indikator utama yang perlu diperhatikan. Hal ini
dapat dihitung melalui analisis biaya, sehingga tingkat produksi minimum dan
keuntungan dapat diketahui melalui analisis titik impas (Break Event Analisys).
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengadakan penelitian Analisis Biaya
Pengolahan Gondorukem dan Terpentin. Penelitian ini dilakukan di Pabrik
Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui proses produksi pengolahan getah pinus menjadi gondorukem
dan terpentin.

2. Menghitung biaya produksi gondorukem dan terpentin

3. Melakukan analisis rugi laba perusahaan.

Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan :
1. Dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen perusahaan dalam
pengambilan keputusan dan penyusunan rencana bisnis internal.

2. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan rujukan bagi penelitian


selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA

Gondorukem dan Terpentin


Pengertian dan Kegunaan Gondorukem
Rosin atau yang lebih dikenal sebagai gondorukem dalam dunia
perdagangan merupakan produk olahan dari getah pinus yang saat ini merupakan
komoditi andalan non migas. Pengolahan gondorukem di Indonesia bukan hanya
dilakukan dengan cara penyulingan getah pohon Tusam (Pinus merkusii), baik itu
dengan atau tanpa bantuan tekanan dan uap. Gondorukem yang dihasilkan
digunakan dalam industri perekat, industri batik, kertas, sabun, lilin, serta
keperluan lainnya (Susilowati, 2001).
Silitonga dan Suwardi (1977) menyatakan gondorukem terdiri dari 80-
90% senyawa asam. Secara garis besar asam resin gondorukem dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu tipe abietat dan pimarat. Tipe abietat terdiri dari
asam-asam abietat, levopimarat, palustrat, neoabietat, dehidroabietat dan tetra
dehidroabietat. Tipe pimarat terdiri dari asam pimarat dan isopimarat. Asam
abietat, neoabietat dan levopimarat bersifat tidak stabil dan mudah terisomer oleh
panas dalam suasana asam, sedangkan tipe pimarat lebih stabil.
Gondorukem mengandung 10-13% bahan netral yang akan
mempengaruhi titik lunak dan sifat kristalisasinya. Gondorukem merupakan
campuran kompleks yang sebagian besar terdiri dari asam-asam resin dan
sebagian kecil komponen bukan asam. Asam-asam resin tersebut merupakan asam
monokarboksilat yang mempunyai rumus molekul C20H30O2. Gondorukem
berdasarkan sumber bahan bakunya dibagi menjadi tiga macam, yaitu
gondorukem getah (gum rosin), gondorukem kayu (wood rosin) dan gondorukem
tall oil (tall oil rosin) (Silitonga dan Suwardi, 1977).
Gondorukem getah diperoleh dari residu penyulingan getah hasil sadapan
pohon pinus. Gondorukem kayu diperoleh dari hasil ekstraksi tunggul kayu
dengan bahan pelarut organik dan larutan tersebut disuling. Gondorukem tall oil
diperoleh dari hasil penyulingan bertingkat tall oil kasar yang merupakan hasil
ikutan industri pulp. Gondorukem yang diperoleh dari tiga macam sumber bahan
baku tersebut disebut gondorukem non-modifikasi (Kirk dan Othmer, 1972).
Pengertian dan Kegunaan Terpentin
Terpentin merupakan bagian hidrokarbon yang mudah menguap
dari getah pinus. Hidrokarbon ini dipisahkan dari bagian yang tidak menguap
(gondorukem) melalui cara penyulingan. Berdasarkan sumber bahan bakunya ada
3 jenis terpentin yaitu terpentin getah (gum terpentin), terpentin kayu (wood
turpentine), dan terpentin sulifat (sulphat turpentine) (Wiyono dan Silitonga,
1989).
Silitonga et al (1973) menyatakan terpentin adalah minyak yang diperoleh
sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Oleh karena sifatnya yang
khusus maka minyak terpentin banyak digunakan baik sebagai bahan pelarut
ataupun sebagai minyak pengering seperti ramuan semir (sepatu, logam, dan
kayu), sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan seluloid (film) dan
pelarut bahan organik. Jumlah terpentin yang terkandung dalam getah pinus
berkisar antara 10-17,5%. Getah yang segar akan menghasilkan persentase
terpentin yang lebih tinggi. Terpentin hasil penyulingan bersifat korosif, oleh
sebab itu perlu disimpan pada tempat (drum) yang digalvanisasi. Harga drum ini
cukup mahal jika dibandingkan dengan harga terpentin itu sendiri. Terpentin juga
dapat tersimpan dalam tempat yang terbuat dari alumunium atau plastik dan
disimpan ditempat yang tidak terkena cahaya.

Proses Produksi Gondorukem


Proses produksi pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan
terpentin sebagai berikut, yaitu : penerimaan getah, penampungan getah,
pemanasan awal, pengenceran getah, pencucian awal, pencucian ulang,
penampungan getah bersih, pemasakan getah, penampungan gondorukem dan
terpentin. Proses produksi ini ada beberapa modifikasi yang bertujuan untuk
mempermudah proses produksi itu sendiri dan meningkatkan mutu gondorukem
yang dihasilkan. Secara umum tahap proses produksi gondorukem disajikan pada
Gambar 1.
PENERIM PENAMPUNGA PEMANAS PENGENCE
AAN N GETAH AN AWAL RAN
GETAH

PEMASAK PENAMPU PENCUCIA PENCUCI


AN GETAH NGAN N ULANG AN

PENAMPUNG PENAMPU
AN NGAN

Gambar 1. Tahap Kegiatan dalam Proses Produksi Gondorukem

Penerimaan Getah
Penerimaan getah dilakukan untuk menyortir getah hasil dari sadapan yang
telah dikumpulkan oleh pengumpul. Getah yang telah disadap dikumpulkan di
Tempat Pengumpulan Getah sebelum dikirimkan ke pabrik. Getah pinus yang
baru dikirim dari Tempat Pengumpulan Getah (TPG) masih bercampur dengan
kotoran-kotoran berupa daun, tatal, jonjot, tanah dan lain-lain.

Penampungan Getah
Getah pinus ini ditampung dalam suatu tempat yang disebut dengan bak
getah yang berukuran 10x5x3 m3 . Dalam bak getah ada beberapa peralatan yaitu
close steam yang berfungsi untuk mengencerkan getah, open steam yang
berfungsi untuk mengencerkan getah yang mengkristal, stayner yang berfungsi
untuk menyaring kotoran dan kran pengeluaran getah.

Pemanasan Awal
Getah dari bak getah dialirkan ke blow case melalui talang getah dan
dilakukan pemanasan pendahuluan hingga mencapai suhu 70-800C. Setelah
dicapi suhu pemanasan tersebut, selanjutnya getah dipindahkan ke tangki melter
sampai habis. Fungsi dari blow case adalah sebagai pemanasan awal agar getah
menjadi encer sehingga mudah dialirkan ke tangki melter.
Pengenceran
Pengenceran dilakukan di dalam tangki melter dengan mencampurkan
terpentin sebanyak 1.000 kg lalu dipanasi kembali hingga mencapai suhu 70-
800C, kemudian getah diendapkan 4-6 menit. Kotoran air yang terendap dibuang
atau dialirkan ke bak penampungan limbah sampai habis melalui pipa
pembuangan. Getah yang ada kemudian dialirkan ke filter press B-1 untuk
difiltrasi menggunakan steam dengan tekanan 0,2-2 kg/cm2. Setelah getah
difiltrasi, getah dipindahkan ke tangki settler sampai habis. Adapun fungsi dari
melter adalah untuk melarutkan getah dan terpentin, menyaring kotoran yang
terbawa dalam getah dan mencairkan getah yang mengkristal.

Pencucian Awal
Pencucian awal dilakukan dalam tabung settler dengan menggunakan air
sebanyak 200 liter dari tangki water tretment, kemudian dicampurkan dengan
larutan asam oksalat sebanyak 7,5 kg (0,3% setiap batch) dari tangki asam
oksalat. Asam oksalat ini berfungsi untuk mengikat kotoran dan ion besi yang
tercampur dalam larutan getah. Setelah tercampur dengan asam oksalat, larutan
getah diendapkan 5-10 menit, kemudian air dan kotoran dialirkan ke bak
penampungan limbah melalui pipa pembuangan sampai habis. Apabila larutan
getah masih terlihat kotor, harus dilakukan pencucian ulang sebanyak 2-3 kali
sampai larutan getah terlihat bersih, kemudian dipindah ke tangki scrubbing
sampai habis.

Pencucian Ulang
Pencucian kembali dilakukan dalam tangki scrubbing dengan
menambahkan air hangat sebanyak 1.000 liter dari water treatment sambil
dilakukan pengadukan dengan menggunakan agigator selama 10-15 menit. Suhu
larutan dalam tangki scrubbing dipertahankan pada suhu 70-800C. Kemudian
larutan getah diendapkan selama 5-10 menit. Air dan kotoran yang telah
mengendap dibuang ke bak penampungan limbah melalui pipa pembuangan
sampai habis. Pencucian getah dapat dilakukan ulang bila larutan getah belum
memenuhi standar berdasarkan informasi dari quality controller.
Penampungan Getah Bersih
Jika larutan getah telah dinyatakan lulus oleh quality controller, larutan
getah dipindahkan ke tangki penampung A1 dan A2 sampai habis melalui filter
press B-2 yang dilengkapi dengan filter duck dan filter wire mesh agar kotoran
yang masih tertinggal dapat tersaring. Bila larutan getah dalam tangki penampung
A1 dan A2 sudah memenuhi kapasitas pemasakan, dilakukan pengendapan,
kemudian kotoran dibuang ke bak penampungan limbah.

Pemasakan Getah
Pemasakan getah dimaksudkan untuk mematangkan getah dan
mengeluarkan air serta komponen lainnya yang terdapat dalam getah dengan
menggunakan energi panas yang dihasilkan oleh boiler. Dengan pemasakan maka
sifat–sifat getah akan lebih stabil serta memiliki daya tahan yang lama.
Pemasakan ini dilakukan dalam suatu ketel pemasak khusus yang mempunyai
ketahanan terhadap suhu dan tekanan. Tangki pemasak dirancang untuk bekerja
pada tekanan yang dilengkapi dengan coil pemanas, closed steam, open steam,
kaca pengamat, dan kran untuk pengeluaran terpentin. Ketel pemasak ini mampu
menampung getah sebanyak 4.800 kg.
Prosesnya, getah yang sudah bersih dan siap dimasak dalam tangki
penampung dimasukkan ke dalam tangki ketel pemasak melewati filter gaff.
Setelah getah masuk ke dalam ketel pemasak lalu dilakukan pemanasan hingga
mencapai suhu 160-1700C. Selama pemanasan, suhu, aliran, tekanan dan
condensor harus selalu dikontrol. Ketika awal pemasakan pada suhu 130-1400C
uap air dan uap terpentin menguap dan masuk ke condensor yang ditarik oleh
pompa vakum untuk diembunkan atau dicairkan.

Penampungan Gondorukem dan Terpentin


Hasil dari kondensasi dialirkan ke tangki separator untuk memisahkan
antara air dan terpentin. Setelah keduanya terpisah terpentin dialirkan ke tangki
penampung terpentin A yang disiapkan untuk digunakan dalam proses
pengenceran getah dalam tangki melter. Pada suhu 130-1400C sampai suhu akhir
pemanasan hasil terpentinnya dialirkan ke tangki penampung terpentin B sebagai
terpentin produk. Terpentin dalam tangki terpentin B dipindahkan ke tangki
terpentin sementara melalui tangki dehidrator. Dalam dehidrator terpentin disaring
kembali dengan garam industri agar kandungan air yang masih terdapat dalam
terpentin dapat tertinggal. Kemudian terpentin dialirkan kembali ke tangki
terpentin produk. Sedangkan untuk gondorukem jika suhu sudah mencapai 1700C
dibiarkan untuk sementara kemudian didinginkan hingga suhu 1350C dan dipanasi
kembali sampai suhu 1450C agar panasnya menyebar. Setelah itu gondorukem
siap dikemas.
Hasil penelitian Helmi Kamilla (2004) menunjukkan rendemen produksi
gondorukem mencapai 68-70% sedangkan rendemen terpentin mencapai 10-18%.
Rendemen gondorukem sangat ditentukan oleh kualitas dari getah sebagai bahan
baku gondorukem dan kualitas gondorukem yang ingin dicapai itu sendiri.

Persyaratan dan Kualitas Gondorukem

Persyaratan Gondorukem
Sumadiwangsa dan Silitonga (1974) menyatakan bahwa penetapan
persyaratan dan kualitas gondorukem secara laboratoris dapat digolongkan
kedalam sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik meliputi : berat jenis, titik lunak,
warna, persen tramisi, dan kerapuhan. Sedangkan sifat kimia meliputi bilangan
asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan iod bagian tak tersabun,
kadar kotoran, kadar air, dan kadar terpentin tersisa.
Tabel 1. menunjukkan persyaratan umum gondorukem untuk Indonesia
sebelum dikelompokkan menjadi beberapa kelas mutu yang berbeda-beda.
Persyaratan ini merupakan standar pengolahan getah pinus menjadi gondorukem
dan terpentin di Indonesia. Sedangkan persyaratan khusus mutu gondorukem yang
merupakan persyaratan untuk berbagai kualitas gondorukem disajikan pada Tabel
2. Persyaratan khusus ini digunakan untuk memisahkan gondorukem menjadi
mutu-mutu tertentu untuk berbagai tujuan diantaranya untuk ekspor dan di jual di
dalam negeri.

Kualitas Gondorukem
Kualitas gondorukem berdasarkan persyaratan yang disajikan pada Tabel 1
dan 2 tersebut dibagi menjadi 4, yaitu Prima, Pertama, Kedua dan Lokal (SNI
2001). Sedangkan Gadner (1937) dalam Silitonga dkk (1973) membagi kualitas
gondorukem menjadi 12 macam kualitas berdasarkan warna seperti disajikan
pada Tabel 3.

Tabel 1. Persyaratan Umum Gondorukem di Indonesia


Persyaratan umum gondorukem
Indikator satuan 1) 2)

Warna - Tidak berwarna hitam -


Pecahan - Pecah seperti kaca -
Titik leleh 750C -
0
Titik Cair C 1200C – 1350C -
0
Berat Jenis C 1,045 – 1,085 -
Bilangan Asam - 150 – 175 160 - 190
Bilangan Ester - 7 – 20 -
Bilangan Penyabunan - 160 – 190 170 - 220
Bilangan Iod - 118 – 190 25-26
Bagian Tak Tersabun % 4 – 9% -
Kelarutan dalam Potroleum Ester 80 – 99 -
1) Sumber : Silitonga et al (1973)
2) Sumber : SNI (2001)

Tabel 2. Persyaratan Khusus Mutu Gondorukem di Indonesia


Indikator Satuan Persyaratan khusus
Mutu U P D T
Warna X WW WG N
0
Titik Lunak C > 78 > 78 > 76 > 74
Kadar kotoran % < 0,02 < 0,05 < 0,07 < 0,10
Kadar abu % < 0,01 < 0,04 < 0,05 < 0,08
Komponen menguap % <2 <2 < 2,5 <3
Sumber : SNI (2001)
Keterangan
1) U : Kualitas utama; X : Extra ; P : Kualitas pertama ; WW : Water White ; D : Kualitas kedua ;
WG : Window Glass ; T :Kualitas ketiga ; N : Nancy

2) Titik lunak : Suhu saat gondorukem menjadi lunak di ukur dengan cincin dan bola (softening
point ring and ball apparatus dinyatakan dalam derajat celcius ( °c ); Warna gondorukem :
Warna yang ditetapkan dibandingkan dengan warna standar lovibond (lihat tabel); Bilangan
asam : Banyaknya kalium hidroksida dalam miligram untuk menetralkan 1 gram lemak yang
terkandung dalam senyawaan gondorukem; Bilangan penyabunan : Banyaknya kalium
hidroksida dalam miligram untuk menyabunkan 1 gram lemak baik asam lemak bebas maupun
terikat yang terkandung dalam senyawaan gondorukem; Bilangan Iod : Suatu bilangan yang
menunjukkan banyakknya ikatan rangkap yang terkandung dalam komponen gondorukem;
Kadar kotoran : Jumlah bahan yang tak larut dalam toluol pada kondisi tertentu, dinyatakan
dalam persen (%)

Ada beberapa indikator yang dapat mempengaruhi diterima tidaknya


gondorukem untuk berbagai macam aplikasi, namun warna dan titik lunaknya
biasanya merupakan indikator kualitas yang cukup mewakili kualitas
gondorukem. Gondorukem diperdagangkan dalam beberapa kelas warna dari
kuning pucat hingga merah gelap. Perbedaan warna tersebut terjadi karena jenis
pohon, peralatan, dan cara pengolahan yang berbeda. Walaupun sifat lain seperti
titik lunak dan bilangan asam mempunyai arti penting namun tidak digunakan
dalam penetapan kelas kualitas gondorukem. Berdasarkan warna ada 4 tingkat
kualitas gondorukem yang sering diperdagangkan yaitu, X (Ekstra), WW (Water
White), WG (Window Glass), N (Nancy), selain 4 kualitas tersebut masih ada
tingkat kualitas lainnya diantaranya M (Mary), K (Kate), I (Isaac), H (Harry), G
(George), F (Frank), E (Edward), dan D (Dolly), dengan selang warna dari kuning
pucat, pucat, sedang, gelap sampai hitam kemerahan (Tabel 3) (Gadner, 1937
dalam silitonga et al, 1973).

Tabel 3. Klasifikasi Kualitas Gondorukem


Kualitas Nama Standar Warna Warna
X Extra 6-7 Kuning pucat
WW Water White 6-7 Pucat
WG Window Glass 7-8
N Nancy 8-9
M Mary 9-10
K Kate 10-11
I Isaac 10-11 Sedang
H Harry 11
G George 12-13
F Frank 14-15
E Edward 16-17 Sedang
D Dolly 18 Hitam kemerahan
Sumber: Gardner, 1937 dalam Silitonga et al, 1973.

Lebih lanjut, Sumadiwangsa dan Silitonga (1974) menyatakan kualitas


gondorukem yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kualitas getah dan cara
pengolahan. Kualitas getah dipengaruhi oleh kotoran yang terdapat dalam getah
seperti daun, ranting , pasir, dan sebagainya disamping itu tempat penampungan
getah, varietas pohon, cara penyadapan, tempat tumbuh juga dapat
mmempengaruhi kualitasnya. Sedangkan cara pengolahannya tergantung dari
modifikasi yang digunakan, bisa dengan penyulingan biasa atau dengan perlakuan
khusus, yaitu dengan tambahan tekanan dan uap.
Produksi, Biaya , Ekspor dan Harga Jual Gondorukem dan Terpentin

Produksi Gondorukem dan Terpentin


Produksi gondorukem dan terpentin terbanyak dihasilkan oleh Perum
Perhutani Unit I. Produksi gondorukem dan terpentin dari tahun 1999 sampai
tahun 2003 berfluktuasi. Sedangkan rendemen gondorukem berkisar antara 63,5-
69,5%. Sedangkan rendemen terpentinnya berkisar antara 11,6-20,6%. Gambaran
produksi gondorukem dan terpentin serta rendemen disajikan pada Tabel 5.
Sedangkan total produksi gondorukem dan terpentin Indonesia juga
berfluktuasi. Produksi gondorukem Indonesia tahun 1999-2003 berkisar antara
47.468–62.110 ton dengan rendemen berkisar antara 68-69%. Sedangkan untuk
produksi terpentin berkisar antara 8.957 ton-16.488 ton dengan rendemen 12,83-
20,45% (Tabel 4).

Tabel 4. Produksi dan Rendemen Gondorukem Dan Terpentin Indonesia


Tahun
Item Produk Satuan
1999 2000 2001 2002 2003
Getah Pinus Ton 90.313 75.676 69.834 80.620 85.671
Produksi Gondorukem Ton 62.110 51.874 47.468 55.454 58.660
Terpentin Ton 12.306 9.948 8.957 16.488 11.477
Gondorukem % 68,8 68,6 68,00 69,0 68,5
Rendemen
Terpentin % 13,6 13,2 12,8 20,5 13,4
Sumber : Statistik Kehutanan (2004)

Biaya Produksi Gondorukem dan Terpentin


Biaya produksi gondorukem digolongkan dalam biaya tetap (fixed cost)
dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap
(konstan) dan tidak tergantung volume produksi, sedangkan biaya tidak tetap
(biaya variabel) adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya produksi.
Biaya tetap terdiri dari elemen-elemen biaya : upah, penyusutan, overhead tetap
dan sebagainya, sedangkan biaya variabel diklasifikasikan menjadi biaya bahan
baku (pembelian getah), upah langsung, bahan bakar, bahan penolong, bahan
pengepakan. Overhead variabel terdiri dari bahan perlengkapan, pemeliharaan
instalasi, pemeliharaan bangunan dan sebagainya (Fakultas Pertanian UNS, 1996).
Tabel 5. Produksi dan Rendemen Gondorukem Dan Terpentin Perhutani dan Mitra KSP
Tahun
Item Unit Produk Satuan Perhutani Mitra Ksp
1999 2000 2001 2002 2003 1999 2000 2001 2002 2003
Getah Pinus Ton 33722 33597 30746 38366 37126 12475 6426 4753 8676 8299
Unit I Gondorukem Ton 23451 23143 24795 26639 25641 8545 4401 3258 6005 5680
Terpentin Ton 4724 452 395 5353 5112 1372 707 688 1 995
Getah Pinus Ton 33845 26583 27662 33578 32806 0 0 0 0 0
Unit II Gondorukem Ton 23135 19166 18873 2281 22241 0 0 0 0 0
Terpentin Ton 4768 3517 3517 4461 4325 0 0 0 0 0
Produksi
Getah Pinus Ton 8271 6.678 5.363 0 6448 2000 2392 1310 0 992
Unit III Gondorukem Ton 5628 4.551 3.656 0 4424 1351 1613 886 0 674
Terpentin Ton 1239 956 663 5.672 935 203 248 139 0 109
Getah Pinus Ton 75838 66858 63771 71944 7638 14475 8818 6063 8676 9291
Jumlah Gondorukem Ton 52214 42.314 43.322 49449 52306 9896 6014 4144 6005 6354
Terpentin Ton 10.731 8.993 813 15486 10373 1575 955 827 1002 1104
Gondorukem % 69.54 68.88 67.63 69.43 69.06 68.5 68.5 68.6 69.2 6.84
Unit I
Terpentin % 14.01 13.45 12.85 13.95 13.77 11 11 14.5 11.6 12
Gondorukem % 68.36 68.34 68.23 6.79 67.8 0 0 0 0 0
Unit II
Terpentin % 14.09 13.23 12.71 13.29 13.18 0 0 0 0 0
Rendemen
Gondorukem % 68,04 68,15 68,17 725,81 68,61 67,57 67,43 67,63 0 67,95
Unit III
Terpentin % 22,01 21,01 12.36 0 14,5 15,02 15,38 10,61 0 10,99
Gondorukem % 68,85 68,59 67,94 68,73 68,48 68,37 68,2 68,35 69,21 68
Jumlah
Terpentin % 14.15 13.45 12.75 21.53 13.58 10.88 10.8 13.6 11.6 14.2
Sumber : Statistik Perum Perhutani (2003)
13
Tabel 6.Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel PGT. Cimanggu bulan
November 2003
Komponen Biaya Jumlah (Rp juta)
Biaya Tetap 105,60
Biaya penyusutan modal tetap 40,06
Bunga atas modal tetap 23,90
Pajak 0,41
Gaji kepala pabrik 1,84
Gaji pegawai tetap 33,63
Biaya asuransi 5,77
Biaya variabel 2016,80
Biaya getah 1447,44
Biaya bahan penolong (bahan kimia, bahan bakar, bahan
pelumas, biaya suku cadang) 111,79
Upah Langsung
biaya angkut getah 127,45
biaya langsir 0,55
upah operator harian 11,18
upah timbang 0,37
Upah Tak Langsung 4,30
upah lembur 0,63
upah lembur kantor dan pabrik 3,67
Biaya Administrasi 0,21
Biaya Pergudangan 261,56
biaya kaleng 222,78
upah mengatur, menumpuk, dan marking kaleng. 38,78
Biaya Pakaian Kerja 7,13
Biaya Pemeliharaan 27,69
biaya pemeliharaan gedung kantor 2,94
biaya pemeliharaan gedung pabrik 9,58
biaya pemeliharaan gudang pabrik 2,14
biaya pemeliharaan gedung lainnya 0,.21
biaya pemeliharaan mesin diesel 11,99
biaya pemeliharaan boiler 0,16
biaya pemeliharaan forklift 0,15
biaya pemeliharaan mesin dan instalasi lain 0,53
Biaya Umum 17,14
makan 4,07
biaya perjalanan phl 0,19
biaya rekening listrik 12,67
biaya rekening telp 0,21
Sumber : Helmi Kamilla (2004)

Hasil penelitian Helmi Kamilla (2004) menunjukkan biaya produksi total


gondorukem dan terpentin di pabrik Gondorukem dan Terpentin Cimanggu pada
bulan November 2003 mencapai Rp. 2,12 milyar terdiri dari biaya tetap sebesar
Rp. 0.106 milyar dan biaya variabel sebesar Rp. 2,017 milyar . Biaya tetap dan
biaya variabel tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Dari semua biaya
produksi tersebut, biaya getah merupakan komponen biaya yang mempunyai
persentase paling besar yaitu 71,8%.

Ekspor, Harga Jual Gondorukem dan Terpentin


Kegiatan ekspor gondorukem di Perhutani secara teknis diserahkan ke
bagian Kantor Pelaksana Ekspor (KPE) Perum Perhutani. Jumlah ekspor
Perhutani tahun 1998-2002 berkisar antara 36.274-47.634 ton dengan nilai jual
berkisar USD 15,3-18,4 juta untuk gondorukem, sedangkan untuk terpentin
jumlah penjualan keluar negeri berkisar 6.885-11.583 ton dengan nilai jual USD
2,1-4,4. Penjualan Luar Negeri Gondorukem dan Terpentin Tahun 1998 – 2002
Perhutani disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7.Penjualan Luar Negeri Gondorukem dan Terpentin Tahun 1998 – 2002
Perhutani
Jumlah Nilai ekspor Harga Harga jual rata -
Item Tahun
ton USD USD/ton USD/ton
1998 38.362 16.550.573 431,43
1999 39.166 18.400.892 469,82
Gondorukem 2000 41.848 17.283.872 413,02 432,91
2001 36.274 15.331.453 422,67
2002 47.634 20.369.780 427,59
1998 8.455 2.655.128 315,21
1999 7.188 2.129.091 296,20
Terpentin 2000 11.583 2.788.923 241,72 333,14
2001 6.885 2.542.281 369,25
2002 9.873 4.377.025 443,33
Sumber : Perum Perhutan 2003

Negara tujuan ekspor gondorukem terbesar dalam empat tahun terakhir


adalah negara India yaitu sebesar 20,24 % dari total ekspor ke semua negara
tujuan ekspor gondorukem, disusul oleh negara Pakistan, Netherland, Taiwan dan
France. Untuk puluhan negara tujuan ekspor yang lain sebesar 39,06%. Jumlah
ekspor gondorukem Indonesia disajikan pada Tabel 9.
Perum Perhutani menetapkan harga jual dasar gondorukem dan terpentin
berdasarkan mutu gondorukem seperti yang disajikan pada Tabel 9. Harga jual
luar negeri Indonesia yang sebesar 0.41 USD/kg atau 410 USD/ton ternyata
hampir sama dengan harga jual dasar yang ditetapkan oleh Perhutani (Tabel 8).
Tabel 8. Ekspor Gondorukem ke Berbagai Negara Tahun 2000 – 2003
Item Negara Tujuan Eksport
1) Lain –
Tahun Jumlah India Pakistan Belanda Taiwan France
Lain
2000 41.346.463 9.314.325 4.601.879 4.330.487 3.073.375 2.764.800 3.508.800
Produksi 2001 31.371.890 5.971.675 3.075.083 3.418.000 2.611.200 1.344.000 3.657.400
(Kg) 2002 43.918.653 6.320.457 5.161.333 8.175.670 1.425.600 3.111.200 1.568.755
2003 44.715.336 11.047.869 8.405.791 2.941.730 3.231.360 1.536.000 2.214.000
Jumlah2) 161.352.342 32.654.326 21.244.086 18.865.887 10.341.535 8.756.000 7.657.302
Persentase
20.24 13.17 11.69 6.41 5.43 39.06
(%)
2000 18.082.979 3.932.557 1.928.800 1.845.769 1.263.323 1.142.150 1.480.138
Fob Value 2001 13.270.772 2.501.929 1.318.191 1.457.630 1.081.487 561.120 1.306.889
(US$) 2002 18.969.281 2.726.630 2.198.145 3.510.309 610.743 1.357.759 674.177
2003 17.551.324 4.259.666 3.233.840 1.174.605 1.312.360 601.654 894.641
2000 0,44 0,42 0,42 0,43 0,41 0,41 0,42
Harga Jual 2001 0,42 0,42 0,43 0,43 0,41 0,42 0,36
Eksport
(US$/Kg) 2002 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,44 0,43
2003 0,39 0,39 0,38 0,40 0,41 0,39 0,40

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)


Keterangan : HS 380610000 atau SITC 59814100
1)Jumlah ekspor ke berbagai negara tujuan
2) Jumlah ekpor dalam empat tahun terakhir.

Tabel 9.Daftar Harga Jual Dasar Gondorukem dan Terpentin.


Jenis produk Mutu 1) Satuan Harga
X Kg 4.080
Gondorukem Ww Kg 3.850
Wg Kg 3.750
Terpentin tanpa kemasan Kg 3.850
2)
X 420
Gum rosin fc Ww USD/ ton 410
Wg 405
Turpentin c Usual 2) USD/ ton 430
Sumber : Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani, No. 258 Dan 259/Kpts/Dir/2004, Tgl 28 Juni
2004
Keterangan : 1)X : Extra ;Ww : White Water ;Wg : Window glass
2)Diekspor sehingga harga jual dalam Fob

Hutan Pinus Sebagai Penghasil Getah Pinus

Luas Kawasan, Letak Ketinggian, Jenis Tanah dan Iklim Hutan Pinus di
Perum Perhutani
Luas Kawasan Hutan Pinus. Fakultas Pertanian UNS (1996),
mengemukakan bahwa di Indonesia jenis Pinus yang sudah dimanfaatkan di
Indonesia adalah Pinus merkusii. Daerah penyebarannya meliputi Jawa Timur
(Madiun dan Sempolan, Jember), Jawa Tengah (Pekalongan, Pemalang,
Magelang, Purworejo, dan Banyumas), Aceh (Lampahan), Sumatera Barat, Jawa
Barat, dan Sulawesi Selatan (Rantai Pao). Di Jawa di kawasan hutan Perum
Perhutani, luasnya adalah 3.552.756 ha, yang dijumpai pada Hutan Produksi,
Hutan Lindung dan Hutan Konservasi. Hutan produksi menempati sekitar 60%
dari total wilayah Perum Perhutani. Dan di dalamnya terdapat Kelas Perusahaan
Pinus dengan proporsi luas sekitar 30% dari luas Hutan Produksi. Pengusahaan
KP Pinus oleh Perum Perhutani dibagi ke dalam wilayah–wilayah unit kerja, yaitu
Unit I Propinsi Jawa Tengah seluas 184.584,41 ha, Unit II di Propinsi Jawa Timur
seluas 167.111,41 ha dan Unit II di Propinsi Jawa Barat dan Banten seluas
229.688,56 ha. Luas kawasan hutan pinus pada unit setiap dan tipe hutan disajikan
pada Tabel 10.
Letak Ketinggian Hutan Pinus. Berdasarkan peta topografi, kawasan
hutan Pinus pada umumnya menempati areal miring sampai curam, hanya
sebagian kecil saja berupa daerah landai atau datar. Sedangkan berdasarkan
ketinggian tempat kawasan hutan pinus pada umumnya berada pada ketinggian
500 m diatas permukaan laut. Kawasan hutan menurut letak ketinggiannya dapat
dilihat pada Tabel 11.
Jenis Tanah Hutan Pinus. Berdasarkan peta eksplorasi tanah skala 1 :
1.000.000 terbitan Lembaga Penelitian Tanah tahun 1969, jenis-jenis tanah yang
paling luas pada kawasan hutan pinus adalah latosol, alluvial, grumosol dan
mediteran merah kuning. Perincian Kawasan hutan pinus menurut jenis tanah
disajikan pada Tabel 13.
Iklim Hutan Pinus. Berdasarkan data iklim dari Jawatan Meteologi dan
Geofisika, kawasan hutan Pinus terletak pada tipe iklim A, B dan C menurut
klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Sedangkan menurut klasifikasi Oldeman,
kawasan hutan pinus mempunyai tipe iklim A, B1, B2, C1, C2, C3 dan D3. Untuk
lebih jelasnya lihat pada Tabel 14.
Tabel 10. Luas Hutan Pinus Menurut KPH dan Fungsi Hutannya
Luas Hutan (Ha)
Unit/KPH Lindung Konservasi Produksi
Unit I
Banyumas Barat 0 0 39.466,30
Banyumas Timur 5.802,40 150,10 2348,90
Kedu Utara 0 0 29.747,50
Kedu Selatan 5.408,80 85,60 25.731,10
Pekalongan Barat 5.310,70 7,20 35.460,60
Pekalongan Timur 3.103,70 10,10 49.237,50
Surakarta 7.577,70 8,30 7.541,50
Unit II
Lawu Ds 26.354,6 218,4 24.332,20
Kediri 30.195,3 19,0 58.755,40
Malang 46.207,2 28.810,3 17.221,20
Pasuruan 13.899,8 21.884,9 12.535,80
Probolinggo 36.980,5 33.471,4 11.068,31
Jember 42.201,4 44.161,2 6.810,60
Bondowoso 45.157,9 3.174,0 24.527,20
Banyuwangi Barat 25.758,7 1.720.5 11.309,50
Unit III
Bogor 12.443,57 53.717,76 9.069,00
Sukabumi 1.619,93 44.342,31 43.607,84
Cianjur 23.660,67 20.181,73 23.531,23
Purwakarta 14.866,40 0 4.178,87
Bandung Utara 15.350,95 7.172 5.181,41
Bandung Selatan 43.509,85 14.998,80 10.965,18
Garut 75.967,05 13.058,65 1.381,53
Tasikmalaya 16.544,43 0 1.202,58
Ciamis 0 5.873,00 5.795,92
Kuningan 10.761,15 11.51 14.370,74
Majalengka 12.179,46 0 1.695,33
Sumedang 10.229,69 10.001,50 4.979,17
Sumber : Statistik Perhutani (2003)
Tabel 11. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Ketinggian di Atas
Permukaan Laut
Unit/KPH Ketinggian, m dpl
Unit I
Banyumas Barat 500
Banyumas Timur 500-1000
Kedu Selatan 500
Kedu Utara 500-1000
Pekalongan Barat 500-1000
Pekalongan Timur 500-1000, > 1000
Surakarta 500
Unit II
Lawu Ds 500
Kediri 500-1000, > 1000
Malang 500-1000, > 1000
Pasuruan 500-1000
Probolinggo 500-1000, > 1000
Jember 500
Bondowoso 500-1000
Banyuwangi Barat 500-1000
Unit III
Bogor >1000
Sukabumi 500-1000
Cianjur >1000
Purwakarta 500-1000
Bandung Utara 500-1000, > 1000
Bandung Selatan >1000
Garut >1000
Tasikmalaya 500-1000, > 1000
Ciamis 500-1000
Kuningan 500-1000
Majalengka 500-1000, > 1000
Sumedang 500-1000,> 1000
Sumber: Statistik Perhutani (2003)

Tabel 12. Sumber Benih Pinus merkusii di Perum Perhutani


Tipe Sumber Benih dan Luasannya
Lokasi
Areal Produksi Benih Kebun Benih Semai (Ha)
Unit I 234,30 96,0
Unit II 99,50 96,0
Unit III 64,50 54,0
Jumlah 398,30 246,0
Sumber: Statisti Perhutani (2003)
Tabel 13. Perincian Kawasan hutan pinus menurut jenis tanah
KPH Jenis Tanah Keterangan
Unit I
Kompleks Mediteran Merah ™ Regosol bertekstur pasir,
Banyumas Barat
Kuning, Grumosol dan Regosol permeabilitas cepat, terdapat di
Banyumas Timur Latosol dan Andosol daerah pegunungan berapi muda
Kedu Selatan Kompleks Podsolik Merah dan kipas alluvial.
Kuning, Latosol dan Litosol
Kedu Utara Regosol, Latosol dan Andosol ™ Grumosol mempunyai kesuburan
sedang, pH di bawah 6.5, kendala
Regosol dari endapan di daerah penggunaan biasanya dari
Pekalongan Barat bukit, Grumosol dari endapan ketersediaan air.
liat di daerah datar
Pekalongan Timur Latosol dan Andosol, Andosol ™ Mediteran Merah Kuning umunya
dan Regosol ditemukan pada kaki-kaki bukit
Surakarta Kompleks Podsolik Merah dan dataran berombak pada
Kuning, Latosol dan Litosol gunung berapi tua dan batu kapur,
Unit II kesuburan cukup baik, pH dan KB
Lawu Ds Kompleks Mediteran Merah tinggi.
Kuning dan Litosol
Aluvial, Mediteran Merah ™ Latosol terdapat pada topografi
Kuning dan Grumosol, landai, curah hujan cukup, tanah
Kediri ini termasuk relative agak subur.
Mediteran Merah Kuning dan
Litosol
Malang Litosol dan Regosol, Regosol ™ Andosol terdapat pada ketinggian
Pasuruan Regosol >1000 m dpl, kesuburan sedang,
suhu rendah dan kurang sinar
Probolinggo Latosol dan Andosol matahari.
Jember Regosol
Bondowoso Regosol ™ Podsolik Merah Kuning,
umumnya terdapat di dataran,
Banyuwangi Barat Regosol
kesuburan rendah, peka erosi.
Unit III
Latosol, Kompleks Podsolik ™ Aluvial umumnya terdapat di
Bogor Merah Kuning, Latosol dan sepanjang aliran sungai, rawa air
Litosol tawar, pasang surut, sampai ke
Latosol dan Andosol, daerah dengan ketinggian 1000 m
Sukabumi Kompleks Podsolik Merah dpl. Umumnya subur.
Kuning, Latosol dan Litosol
Cianjur Latosol dan Andosol, Latosol
Purwakarta Latosol dan Andosol, Latosol
Bandung Utara Latosol dan Andosol, Andosol
Bandung Selatan Latosol, Andosol
Garut Andosol
Tasikmalaya Latosol dan Andosol, Regosol
Ciamis Latosol dan Andosol
Kuningan Regosol
Regosol, Kompleks Mediteran
Majalengka Merah Kuning, Grumosol dan
Regosol
Sumedang Latosol dan Andosol
Sumber : RePPPrOT, 1989
Tabel 14. Perincian Kawasan Hutan Pinus Menurut Tipe Iklim Oldeman
Unit/KPH Tipe Iklim Oldeman Keterangan
Unit I
Banyumas Barat P2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Banyumas Timur B1 BB : 7-9 bln, BK : < 2 bln
Kedu Selatan B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Kedu Utara B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Pekalongan Barat A, B1, dan B2 BB : 7-9 bln, BK : > 9 bln
Pekalongan Timur B1 dan B2 BB : 7-9 bln
Surakarta B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Unit II
Lawu Ds C3 BB : 5-6 bln, BK : 5-6 bln
Kediri C3 BB : 5-6 bln, BK : 5-6 bln
Malang A, B1, C2 BB : 5-6 bln, BK : > 9 bln
Pasuruan C2 BB : 5-6 bln, BK : 2-4 bln
Probolinggo B1, B2, D3 BB : 7-9 bln, BK : 3-4 bln
Jember C2 BB : 5-6 bln, BK : 2-4 bln
Bondowoso C2, C3 BB : 5-6 bln, BK : 5-6 bln
Banyuwangi Barat B1, C2 BB : 7-9 bln, BK : 5-6 bln
Unit III
Bogor A BB : > 9 bln
Sukabumi B1, B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Cianjur B1, B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Purwakarta B1 BB : 7-9 bln, BK : <2 bln
Bandung Utara A, B1 BB : >9 bln, BK : <2 bln
Bandung Selatan B1, B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Garut B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Tasikmalaya B1 BB : 7-9 bln, BK : <2 bln
Ciamis A, B2 BB : >9 bln, BK : 2-4 bln
Kuningan B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Majalengka B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Sumedang B2 BB : 7-9 bln, BK : 2-4 bln
Keterangan : BB = Bulan Basah : BK : Bulan Kering

Sumber Benih, Pemuliaan, Persemaian, Penanaman, Penyadapan dan


Penebangan Pinus
Sumber Benih. Salah satu jenis Pinus yang dapat dimanfaatkan di
Indonesia adalah jenis Pinus merkusii Jung et De Vries (Abidin,1973).
Penyebaran jenis tersebut pada beberapa daerah yaitu Jawa Timur ( Madiun,
Sempolan, Jember), Jawa Tengah (Pekalongan, Magelang, Purworejo dan
Banyumas) Aceh, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Saat ini, Perum
Perhutani telah memiliki sumber benih yang terdiri dari Areal Produksi Benih
(APB) seluas 398,30 ha dan Kebun Benih Semai (KBS) seluas 246 ha. Secara
rinci lokasi dan luasan sumber benih tersebut disajikan pada Tabel 12.
Lokasi APB tersebar dibeberapa KPH yang memiliki Kelas Perusahaan
Pinus, sedangkan KBS dijumpai di Unit I di Baturaden, Purwokerto, di Unit II
adalah di Sempolan, Jember dan di Unit III di Cijambu, Sumedang.
Produktivitas hutan tanaman pinus baik berupa kayu maupun getah dapat
ditingkatkan melalui penggunaan benih unggul genetik dan penerapan teknik
silvikultur intensif. Benih unggul yang dimaksud adalah benih yang mampu
mengekspresikan karakter yang diinginkan, seperti pertumbuhan atau riap yang
tinggi, bentuk batang lurus, produksi getah yang tinggi dan tahan terhadap hama
penyakit. Namun benih unggul genetik ini hanya dapat diperoleh melalui program
pemuliaan pohon. Yaitu, penerapan asas-asas genetika pada penanaman hutan
untuk memperoleh pohon-pohon yang memiliki sifat dan hasil yang lebih tinggi
nilainya. Kegiatan berupa studi keragaman populasi, uji provenan, seleksi, uji
keturunan, menyilangkan pohon unggul (breeding) dan membangun kebun benih
(Soerianegara dan Djamhuri (1979) dalam laporan akhir tim peneliti Fakultas
Kehutanan IPB, 2005).
Pemuliaan Pinus. Kegiatan pemuliaan pinus di Indonesia diawali
dengan studi keragaman populasi alami Pinus di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. De
Veer dan Gover (1953) dalam Fakultas Pertanian UNS (1996) mengemukakan
adanya perbedaan-perbedaan sifat/karakter antara pinus di Aceh dan di Tapanuli.
Sehingga dapat dikatakan bahwa populasi pinus Aceh dan Tapanuli masing-
masing merupakan ekotipe dari Pinus merkusii di Indonesia.
Pada tahun 1971-1974 lembaga penelitian hutan melakukan seleksi
pohon pinus di Jawa dan Hutan Alam di Sumatera. Dari hasil seleksi tersebut
dikukuhkan sebanyak 22 pohon seleksi dan 60 pohon induk.
Program pemuliaan Pinus merkusii di Jawa telah dimulai pada tahun
1976, kegiatan ini merupakan kerjasama antara Direktorat Reboisasi (Ditsi)
dengan Fakultas Kehutanan UGM dengan tujuan :
1. Studi keragaman genetik pinus di Indonesia.
2. Memperoleh perbaikan genetik dari bentuk batang dan pertumbuhan pinus.
3. Membangun kebun benih untuk memproduksi benih unggul genetik.
Suseno (1982) dalam laporan akhir tim peneliti Fakultas Kehutanan IPB
(2005) mengemukakan program pemuliaan Pinus merkusii di Jawa
pembiayaannya berasal dari Direktorat Reboisasi (Ditsi), namun sejak tahun 1987
seluruh pembiayaanya diambil alih oleh Perum Perhutani. Program ini dimulai
dengan seleksi pohon plus pada hutan tanaman Pinus merkusii di Jawa, kemudian
dilanjutkan dengan membuat uji keturunan di tiga lokasi, yaitu di Sumedang, di
Baturaden dan di Jember. Jumlah pohon plus yang berhasil diseleksi lebih dari
1.000 pohon. Uji keturunan ini dibangun mulai tahun 1978 sampai dengan tahun
1983 dengan luas setiap lokasi adalah sebagai berikut: di Sumedang 54 ha, di
Baturaden 96 ha, dan di Jember 96 ha. Uji keturunan tersebut secara bertahap
telah dikonversi menjadi kebun benih semai untuk menghasilkan benih bermutu
melalui penjarangan genetik (rouging). Sejak tahun 1992, kebun benih di tiga
lokasi tersebut telah dapat menghasilkan benih secara normal. Benih tersebut
dipergunakan untuk pembangunan hutan tanaman operasional di Perum Perhutani.
Setiap tahunnya, kebun benih di Sumedang mampu menghasilkan benih lebih dari
satu ton. Peningkatan produktivitas dari penggunaan benih yang berasal dari
kebun benih tersebut pada saat ini sudah mulai terlihat.
Selanjutnya, kebun benih generasi pertama tidak akan produktif
menghasilkan benih dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun. Untuk itu, kebun
benih generasi kedua perlu segera dibangun. Kebun benih generasi kedua
diusulkan tetap dibangun di Sumedang dan Jember, sedangkan untuk Jawa
Tengah tidak akan dibangun lagi di Baturaden mengingat kondisi lingkungannya
tidak mendukung untuk pembungaan dan penyerbukan.
Program pemuliaan pinus yang bertujuan untuk meningkatkan produksi
getah saat ini belum ada. Sehubungan dibentuknya kelas perusahaan pinus yang
tujuannya adalah produksi getah maka harus dipersiapkan program pemuliaan
Pinus merkusii yang khusus untuk memperoleh perbaikan genetik dalam hal
produksi getah baik kuantitas maupun kualitas.
Persemain Pinus. Persemaian pinus dibangun untuk memproduksi bibit
dalam jumlah sesuai dengan rencana penanaman. Persemaian pinus dibangun
secara permanen (tetap) atau bersifat sementara (berpindah-pindah). Persemaian
permanen pada umumnya berukuran luas dan digunakan dalam periode waktu
yang lama, sedangkan persemaian sementara tidak terlalu luas dan hanya
digunakan beberapa kali saja. Lokasinya pun berpindah-pindah mendekati lokasi
penanaman.
Di setiap unit Perum Perhutani telah dibangun persemaian pinus
permanen, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai dan modern
serta dengan tenaga teknis terlatih. Namun setelah beberapa tahun memproduksi
bibit, ternyata pohon bibit terebut mengalami serangan penyakit yang mematikan
dan cepat menyebar sehingga ratusan ribu bibit mati. Berbagai upaya pencegahan
dan pemberantasan telah dilakukan, bahkan dengan tidak memproduksi bibit
pinus selama 2-3 tahun tetapi tidak berhasil dan serangan penyakit tetap
berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa persemaian pinus
permanen di KPH Cianjur, dan KPH Banyumas Barat sudah tidak digunakan lagi
untuk memproduksi bibit pinus sedangkan untuk memenuhi kebutuhan bibit pinus
di KPH tersebut dibangun persemaian semi permanen dan persemaian sementara.
Penanaman Pinus. Teknik penanaman pinus telah menerapkan teknik
penanaman intensif khususnya yang dilaksanakan dengan sistem tumpang sari.
Sedangkan penanaman dengan sistem banjar harian atau borongan kurang
intensif (pengolahan tanahnya minimum). Jarak tanam yang optimal adalah 3x2
m2 ditinjau dari persaingan perakaran maupun pertumbuhan tajuk. Disamping
pemeliharaan, perlu kegiatan perlindungan hutan yang meliputi pengendalian
hama dan penyakit, pengendalian kebakaran hutan dan pengamanan hutan.
Penyadapan dan Penebangan Pinus. Tegakan pinus mulai dapat
disadap apabila telah mencapai umur masak sadap, yakni mulai umur 11 tahun
atau ketika mencapai Kelas Umur (KU) III. Arah sadapan mempunyai pengaruh
terhadap produksi getah. Produksi getah yang arah sadapannya mengarah ke
Timur menunjukkan produksi getah yang paling besar kemudian diikuti arah
Selatan, Barat dan Utara. Keadaan ini ada hubungannya dengan cepat lambatnya
penyinaran matahari dan intensitas cahaya yang masuk dapat mempengaruhi
suhu/temperatur sekitarnya.
Fakultas Pertanian UNS (1996) menyatakan produksi getah pinus
dipengaruhi oleh kondisi tegakan maupun oleh perlakuan manusia terhadap pohon
tersebut, seperti sistem penyadapan, arah sadap dan penggunaan bahan kimia
dalam penyadapan. Terdapat tiga cara penyadapan yang dikemukakan oleh
Soetomo (1972), yaitu sistem koakan (quarre system), sistem bor dan sistem
kopral (rill). Perlakuan terhadap tegakan yang juga mempengaruhi produksi
getahnya adalah penjarangan.
Fakultas Pertanian UNS (1996) selanjutnya menyatakan ada perbedaan
pendapat apakah tegakan pinus dimanfaatkan untuk menghasilkan kayu sebagai
bahan bangunan atau diambil getahnya, karena keduanya mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Atas dasar ini metoda Rill dikembangkan agar penyadapan
getah dapat dilakukan kemudian setelah habis masa sadapnya, kayu pinus
ditebang dan dijual tanpa mengandung kerusakan. Selain itu, produksi getah pinus
dari Perum Perhutani saat ini jauh lebih rendah dibandingkan beberapa tahun
sebelumnya sebagai akibat dari beberapa kondisi eksternal dan internal Perum
Perhutani yang kurang mendukung peningkatan produksi getah pinus.
Realisasi produksi kayu, getah pinus dan kapasitas industri pengolahan
Perum Perhutani untuk periode tahun 1999 – 2003 disajikan pada Tabel 15. Tabel
15. menunjukkan produksi getah saat ini jauh lebih kecil dari pada kapasitas
industri pengolahan getah pinus yang dimiliki Perhutani dan Mitranya. Kecilnya
produksi getah tersebut menyebabkan permintaan pasar terhadap gondorukem dan
terpentin tidak terpenuhi.

Tabel 15. Realisasi Produksi Kayu dan Getah Pinus Perum Perhutani, tahun 1999
– 2003 dibandingkan dengan Kapasitas Industri Pengolahan.
Tahun
Item Unit Produk Satuan
1999 2000 2001 2002 2003
a. Kayu Pinus m3 0 99.436 91.878 67.739 94.938
Unit I
b.Getah Pinus Ton 47.771 40.626 25.367 47.179 45.529

a. Kayu Pinus m3 204.438 216.194 185.249 180.159 145.417


Produksi Unit II
b.Getah Pinus Ton 34.730 30.684 25.437 33.033 31.857

a. Kayu Pinus m3 137.604 131.795 95.731 7.022 0


Unit III
b.Getah Pinus Ton 10.504,05 9.556,01 6.649,38 7.277,62 7.415
a. Pengolahan
Kayu m3/th Sangat Besar
Kapasitas Perhutani
b. Pengolahan
Getah Pinus Ton/th 145.020
Sumber : Perum Perhutani 2004
Tabel 16. Kemampuan Pengolahan Getah Pinus
Pabrik Gondorukem dan Terpentin Volume Masak Per Kapasitas
Unit I
A. Perhutani
Paninggaran 800 9.600
Cimanggu 1.500 18000
Sapuran 735 8.820
Winduaji 1.200 14.400
Jumlah A 4.235 50.820
B. Swasta
Kongsi Tiga 300 3.600
Gondomegar 300 3.600
IIma Rimbu 300 3.600
Bina Lestari K. 300 3.600
Jumlah B 1.200 14.400
Jumlah Unit I 5.435 65.220
Unit II
Sukun 2.100 25.200
Garahan 1.650 19.800
Rejowinangun 1.500 18.000
Jumlah Unit II 5.250 63.000
Unit III
A. Perhutani
Sindangwangi 1.200 14.400
B. swasta
Maruha Karya Sari 200 2.400
Jumlah Unit III 1.400 16.800
Jumlah PGT. Perhutani 10.685 128.220
Jumlah PGT. Swasta 1.400 16.800
Jumlah Keseluruhan 12.085 145.020
Sumber : Perum Perhutani tahun 2004

Tabel 15. dan 16. menunjukkan bahwa suplai getah pinus dari Unit I
masih jauh dibawah kapasitas terpasang industri pengolahan getah yang ada di
Unit I, begitu juga dengan Unit II dan Unit III juga masih jauh dari kapasitas
terpasangnya. Artinya peningkatan produksi getah masih memungkinkan tanpa
mengurangi nilai jual getah pinus ke mitra Perum Perhutani. Perkembangan
Produksi Getah selama 5 Tahun (1999 - 2003) disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Perkembangan Produksi Getah selama 5 Tahun setiap KPH(1999-2003)
KPH Tahun (Ton)
1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah
Unit I
Banyumas barat 16.036,00 13.058,00 1.632,00 15.710,00 15.402,00 61.838,00
Banyumas Timur 3.194,00 2.702,00 2.363,00 3.443,00 3.466,00 15.168,00
Kedu selatan 10.893,00 8.898,00 7.205,00 9.654,00 9.254,00 45.904,00
Kedu selatan 1.038,00 836,00 793,00 1.079,00 1.073,00 4.819,00
Pekalongan Barat 10.382,00 9.112,00 8.612,00 10.202,00 9.468,00 47.776,00
Pekalongan Timur 5.423,00 5.454,00 4.086,00 5.996,00 5.595,00 26.554,00
Surakarta 805,00 566,00 676,00 1.095,00 1.334,00 4.475,00
Jumlah A 47.771,00 40,626,00 35.367,00 47.179,00 45.592,00 206.535,00
Unit II
Lawu Ds 11.756,00 8.322,00 8.469,00 10.400,00 10.122,00 49.069,00
Kediri 16.005,00 13.910,00 10.057,00 12.235,00 10.917,00 63.124,00
Malang 322,00 348,00 241,00 356,00 359,00 1.626,00
Pasuruan 326,00 375,00 256,00 382,00 440,00 1.779,00
Probolinggo 403,00 350,00 622,00 457,00 583,00 2.415,00
Jember 2.092,00 2.197,00 295,00 3.333,00 3.618,00 11.535,00
Bondowoso 904,00 1.288,00 1.269,00 1.258,00 1.359,00 6.078,00
Banyuwangi Barat 2.922,00 3.894,00 4.228,00 4.612,00 4.459,00 20.115,00
Jumlah B 34.730,00 30.684,00 25.437,00 33.033,00 31.857,00 155.741,00
Unit III
Bogor 618,05 648,08 498.44 495,75 479,00 2739,32
Sukabumi 3.091,00 2.423,83 1.736,00 1.513,00 1.726,00 10.498,83
Cianjur 412,00 385,31 322,00 353,46 335,00 1.807,77
Purwakarta 252,00 267,71 234,00 257,00 255,00 1.265,71
Bandung Utara 966,00 698,35 364,00 434,00 514,00 2.976,35
Bandung Selatan 606,00 596,72 351,00 313,00 363,00 2.229,72
Garut 1.311,00 1.113,26 636,00 1.001,00 1.016,00 5.077,26
Tasikmalaya 465,00 579,40 311,00 426,00 620,00 2.401,4
Ciamis 365,00 463,28 416,94 578,33 557,00 2.380,55
Kuningan 511,00 486,13 476,00 718,33 662,00 2.853,46
Majalengka 588,00 1223,41 832,00 701,00 359,00 3.703,41
Sumedang 1319,00 661,53 472,00 486,75 529,00 3.468,28
Jumlah C 10.504,05 9.556,01 6.649,38 7.277,62 7,415,00 41.402,06
Total 93.705,05 81.866,01 67.453,38 88.489,62 84.864,00 403.678,06
Sumber : Statistik Perhutani Tahun 2003

Tabel 17. menunjukkan produksi getah dari masing-masing KPH di Perum


Perhutani. Jumlah produksi getah untuk masin-masing Unit menurut KPH tidak
berbeda jauh dengan jumlah produksi masing-masing Unit menurut luas sadapan
dan pohon yang disadap seperti yang disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Realisasi Produksi Getah Pinus Perum Perhutani selama 5 Tahun
terakhir, Berdasarkan Luas Sadapan dan Jumlah Pohon yang disadap.
Tahun
Unit Jenis Satuan Jumlah
1998 1999 2000 2001 2002
Luas Ha 75.623 73.842 78.095 75.746 79.241 382.547
Unit I Jml phn Phn 22.652.717 20.112.000 21.025.000 20.422.000 15.856.000 100.067.717
Produksi Ton 39.095 47.826 40.672 35.367 47.178 210.138
Prod/Ha ton/ha 0,51697 0,64768 0,52080 0,46692 0,59537 0,54931
Rata-
Prod/Phn ton/phn 0,00173 0,00238 0,00193 0,00173 0,00298 0,00210
rata
Phn/Ha phn/ha 300 272 269 270 200 262
Luas Ha 26.325 29.266 126.084 29.174 57.369 268.218
Unit II Jml phn Phn 2.047.000 6.299.000 10.655.000 932.124 13.431.000 33.364.124
Produksi Ton 22.343 35.894 31.918 28.734 34.637 153.526
Prod/Ha ton/ha 0,84874 1,22647 0,25315 0,98492 0,60376 0,57239
Rata-
Prod/Phn ton/phn 0,01091 0,00570 0,00300 0,03083 0,00258 0,00460
rata
Phn/Ha phn/ha 78 215 85 32 234 124
Luas Ha 18.722 22.694 20.986 19.074 16.369 97.845
Unit
Jml phn Phn 3.984.220 3.829.341 3.508.212 3.154.089 2.710.795 17.186.657
III
Produksi Ton 8.008 10.324 9.556 6.649 7.279 41.816
Prod/Ha ton/ha 0,42773 0,45492 0,45535 0,34859 0,44468 0,42737
Rata-
Prod/Phn ton/phn 0,00201 0,00270 0,00272 0,00211 0,00269 0,00243
rata
Phn/Ha phn/ha 213 169 167 165 166 176
Luas Ha 120.670 125.802 225.165 123.994 152.979 748.610
Jumlah Jml phn Phn 28.683.937 30.240.341 35.188.212 24.508.213 31.997.795 150.618.498
Produksi Ton 69.446 94.044 82.146 70.750 89.094 405.480
Prod/Ha ton/ha 0.57550 0,74756 0,36483 0,57059 0,58239 0,54164
Rata-
Prod/Phn ton/phn 0,00242 0,00311 0,00233 0,00289 0,00278 0,00269
rata
Phn/Ha phn/ha 238 240 156 198 209 201
METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2006-Februari 2006 di pabrik


Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten.

Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer yang diperlukan antara lain:
1. Tahapan proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan
terpentin.

2. Modal yang diperlukan.

3. Sumber daya lainnya yang tersedia dan digunakan dalam pengolahan


gondorukem dan terpentin.

Sedangkan data sekunder terdiri atas :


1. Keadaan umum industri dan struktur orgsanisasi.

2. Masa pakai dan suku bunga yang dikenakan untuk peralatan, bangunan
dan infestasi lainnya.

3. Jumlah produksi dan harga jual gondorukem.

4. Data ekspor gondorukem

Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara, observasi dan


pengukuran langsung dilapangan. Data sekunder diperoleh dari kutipan literatur,
arsip - arsip perusahaan dan laporan yang dihasilkan oleh Perum Perhutani dan
instansi – instansi terkait.
Analisis Data

Rendemen.
Perhitungan rendemen dimaksudkan untuk mengetahui efesiensi
perusahan dalam mengolah getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin.
Rendemen dihitung dengan cara sebagi berikut :
O
Rd =
I
Keterangan :
Rd = Rendemen
O = Output (Kg).
I = Input (Kg).

Analisis Biaya Produksi


Perhitungan biaya produksi dilakukan untuk mengetahui struktur biaya
pengusahaan pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin dan
besarnya keuntungan yang diperoleh oleh pabrik serta memberikan gambaran
kelayakan usaha pengolahan getah pinus. Biaya produksi dihitung dengan
menjumlahkan total biaya tetap dan biaya variabel seperti persamaan berikut:

TC = TFC + TVC

Sedangkan untuk menghitung biaya produksi per kilogram menggunakan rumus :

TFC + TVC
UC =
V
dimana :
TC = Total biaya produksi gondorukem per tahun (Rp/tahun).
TFC = Biaya tetap total produksi gondorukem per tahun (Rp/tahun).
TVC = Biaya variable total produksi gondorukem per tahun(Rp/tahun).
V = Volume produksi gondorukem per tahun (Rp/bln).
UC = Biaya produksi per kilogram (kg).
Biaya tetap yang diperhitungkan antara lain penyusutan, bunga modal,
gaji dan pajak-pajak. Sementara biaya variabel yang diperhitungkan adalah biaya
getah, biaya angkut getah, biaya bahan penolong, biaya bongkar, biaya bahan
bakar, upah tak langsung dan upah langsung.
Penyusutan. Besarnya dihitung dengan rumus sebagai berikut :

M
D= (tanpa nilai rongsokan)
N
dimana :
D = Penyusutan modal (Rp/tahun).
M = Nilai modal yang ditanamkan untuk pembelian mesin dan
pembangunan gedung (Rp/tahun).
N = masa pakai bangunan atau mesin yang ekonomis (tahun).
Bunga Modal. Besarnya bunga modal dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

M ( N + 1)
B= × 0 .0 p
2N
dimana :
B = Besarnya bunga yang harus dibayar (Rp/tahun).
P = suku bunga pinjaman (18%/tahun).
Gaji Tetap. Gaji tetap ditetapkan oleh perusahaan. Gaji tetap dihitung
dengan menjumlahkan besar gaji per bulan per orang selama satu tahun
(Rp/tahun).
Pajak. Besarnya pajak dan pembebanan lainnya dihitung atau dikutip dari
peraturan-peraturan yang berlaku.
Biaya pemeliharaan dan suku cadang. Biaya pemeliharaan merupakan
penjumlahan biaya pemeliharaan dari setiap mesin selama satu tahun seperti
forklift termasuk pemeliharaan gudang dan instalasi.
Biaya getah. Biaya getah biaya yang dikeluarkan untuk membayar getah
hasil sadapan petani dan dihitung dengan mengalikan tarif getah dengan jumlah
getah yang dibeli.
Biaya angkut getah. mengingat getah yang diolah diperoleh dari berbagai
KPH yang letaknya berjauhan biaya angkut getah dihitung dengan menjumlahkan
banyaknya pengangkutan getah.
Biaya bahan-bahan penolong. Biaya ini biasanya adalah pengeluaran
untuk memperoleh bahan-bahan kimia seperti asam-asam oksalat dan kapur dan
dihitung dengan mengalikan harga bahan penolong dengan jumlah bahan
penolong yang diperlukan untuk mengolah getah pinus.
Biaya bongkar. Biaya bongkar industri dan biaya bongkar getah dihitung
dengan mengalikan besarnya upah per orang dengan jumlah orang yang bekerja.
Biaya bahan bakar. Biaya ini adalah pengeluaran untuk membeli bahan
bakar mesin forklift dan dihitung dengan mengalikan harga bahan bakar per unit
dengan jumlah bahan bakar yang digunakan.
Upah tak langsung. Upah adalah biaya untuk membayar pegawai harian
lepas dan pegawai yang bekerja lembur di kantor dan pabrik. Upah ini dihitung
dengan mengalikan besarnya upah per jam atau per hari dengan jumlah orang
yang bekerja.
Upah langsung. Upah langsung adalah biaya untuk membayar upah
langsir, upah opertor dan upah timbang. Biaya ini dihitung dengan mengalikan
besarnya upah per orang dengan jumlah orang yang bekerja.

Analisis Rugi-Laba

Analisis ini mencakup perhitungan harga pokok, perhitungan total


pendapatan, perhitungan keuntungan perusahaan dan titik impas atau analisis
break even point.

Perhitungan Harga Pokok. Perhitungan harga pokok perlu dilakukan


untuk mengetahui besarnya keuntungan (p%). Berdasarkan perhitungan biaya
produksi dan jumlah gondorukem yang dihasilkan mengikuti nilai mata uang yang
berlaku, maka besarnya harga pokok ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(1 + p %) TC
Hp =
V

dimana :
Hp = Harga pokok gondorukem (Rp/kg);
T C = Total biaya untuk memproduksi gondorukem (Rp/tahun); dan
V = Total produksi gondorukem (kg/tahun)
p% = Prosentasi keuntungan yang ingin diperoleh oleh perusahaan (%
/ tahun)
Total Pendapatan. Total pendapatan dihitung dengan mengalikan harga
jual gondorukem per kilogram dengan jumlah total gondorukem yang terjual,
seperti yang ditunjukkan oleh rumus berikut ini:

TR = PM x V

dimana :

TR = Total pendapatan (Rp/tahun)


PM = Harga jual (Rp / kg)
V = Jumlah unit yang dijual (kg/tahun)

Keuntungan perusahaan. Keuntungan perusahaan diperoleh dengan


mengurangkan biaya produksi dari pendapatan seperti yang terlihat pada rumus
berikut ini:
BP = TR – TC
dimana:
BP= Keuntungan produksi gondorukem per tahun (Rp/tahun).
TR = Pendapatan total produksi gondorukem per tahun(Rp/tahun).
TC = Biaya total produksi gondorukem per tahun (Rp/tahun).

Analisis Break Even Point. Analisis Break even point (BEP) perusahaan
bertujuan menentukan volume penjualan minimum yang tidak mengakibatkan
perusahaan mengalami kerugian tetapi juga tidak untung.

Ada dua cara untuk menentukan BEP, yaitu menggunakan teknik


persamaan dan pendekatan grafis (Sigit, 1987). Perhitungan BEP dengan
pendekatan grafis dibuat dengan menentukan titik pertemuan antara garis
pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik (Gambar 2). Titik
pertemuan antara garis pendapatan (TR) dengan garis biaya (TC) merupakan titik
impas. Grafik dibuat dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan
(output) sedangkan sumbu mendatar menunjukkan biaya dan pendapatan (harga).
Daerah sebelum BEP, perusahaan memperoleh kerugian karena pendapatan
penjualannya lebih kecil daripada biaya produksi total. Sedangkan daerah diatas
BEP, perusahaan memperoleh laba karena pendapatan penjaualannya lebih tinggi
dibandingkan biaya total yang digunakan.
Persamaan BEP adalah sebagai berikut :

TFC
N BEP =
H −C

Dimana :
N BEP = Tingkat produksi gondorukem pada titik impas (ton/tahun)
TFC = Biaya tetap per satuan unit waktu (Rp/tahun)
C = Biaya variabel per satuan unit produksi (Rp/kg)
H = Harga persatuan unit (Rp/kg).
PENDAPATAN/
BIAYA TR
TC
TVC
TFC

jUMLAH

BEP

GAMBAR 2. GRAFI BREAK


EVENT POINT
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

Industri Pengolahan Getah Pinus

Sejarah Pendirian Pabrik


Sebelum PGT Sindangwangi didirikan, Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat-Banten mengadakan kerjasama produksi dengan pabrik swasta dalam
pengolahan getah pinus, yaitu Maruha Karya Sari yang berlokasi di Jatinangor,
Sumedang. Jumlah produksi getah yang meningkat dari tahun ke tahun
mendorong Perum Perhutani unit III Jawa Barat-Banten membangun pabrik
gondorukem dan terpentin yang diberi nama Sindangwangi pada tahun 1990.
Pabrik tersebut berlokasi di Desa Nagrek, Kecamatan Nagrek, Kabupaten
Bandung. Pabrik tersebut berjarak 32 km dari Bandung yang masuk dalam
wilayah kerja KPH Bandung Utara. Pembangunannya diresmikan pada tanggal 27
Agustus 1991 oleh Menteri Kehutanan Ir. Hasrul Harahap. Luas keseluruhan
komplek pabrik beserta kantor, gudang, dan perumahan karyawan sekitar 27.000
m2, sementara luas bangunannya sekitar 946 m2. Pabrik ini diproyeksikan untuk
penjualan dalam negeri dengan sasaran kualitas hasil produksi gondorukem adalah
kualitas WW-X.
Pabrik Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi yang didirikan
berdasarkan Keputusan Direksi Perhutani No. 691/Kpts/dir/1990 adalah upaya
Perum Perhutani untuk mengintensifkan dan menganekaragamkan hasil hutan
sehingga diperoleh hasil dan nilai tambah yang optimum. Pabrik tersebut juga
didirikan untuk memenuhi permintaan pasar akan gondorukem yang semakin
meningkat dan juga untuk meningkatkan pembangunan di bidang pemanfaatan
hasil hutan non kayu.
Kapasitas produksi PGT Sindangwangi dalam 1 tahun berkisar 10.000 ton
per tahun, dengan rendemen gondorukem sebesar 68% dan terpentin sebesar
12%. Sesuai dengan bertambahnya luas areal sadapan dan diterapkannya
penggunaan Cairan Asam Sulfat (CAS), produksi getah diharapkan semakin
bertambah, sehingga produksi gondorukem dan terpentin juga meningkat.
PGT. Sindangwangi mulai membangun sistem management mutu pada
bulan juni tahun 2000 dan dinyatakan lulus ISO 9002 oleh assesor dari MALQA.
Keberhasilan PGT. Sindangwangi memperoleh ISO 9002 merupakan tantangan
positif bagi jajaran Perum Perhutani Unit III untuk selalu berusaha meningkatkan
produktivitas dan kualitas sehingga mampu bersaing dengan pabrik–pabrik
penghasil gondorukem dari mancanegara.

Bahan Baku
Kebutuhan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi PGT.
Sindangwangi diperoleh dari 12 KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang ada di
wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten yang meliputi KPH Bogor,
Sukabumi, Bandung Utara, Bandung Selatan, Cianjur, Garut, Tasikmalaya,
Majalengka, Purwakarta, Ciamis, Kuningan dan Sumedang. Penerimaan getah
pinus dari masing–masing KPH tersebut secara rinci disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Penerimaan Getah Pinus Tahun 2001-2005 PGT. Sindangwangi


Tahun (ton)
KPH
2001 2002 2003 2004 2005
Bogor 479,78 489,06 466,02 478,19 279,27
Sukabumi 1.667,10 1.527,57 1.694,94 1.972,25 1.988,44
Cianjur 302,23 363,29 339,57 332,89 300,52
Bandung Utara 351,48 428,70 502,17 287,41 89,23
Bandung Selatan 331,56 315,04 354,40 247,42 298,43
Garut 610,24 956,19 1.017,50 250,31 141,72
Tasikmalaya 303,78 408,72 615,16 202,40 199,93
Ciamis 433,77 569,33 543,23 725,48 675,00
Majalengka 230,55 160,05 51,14 147,51 216,10
Kuningan 187,84 23,42 312,05 639,53 682,10
Sumedang 257,93 250,97 306,27 267,09 271,15
Purwakarta 475,00 109,51 248,55 271,84 290,69
Jumlah 5631.26 5.601,83 6.451,01 5.822,33 5.432,53
Sumber: KPH Bandung Utara,2005

Proses Produksi
Proses produksi gondorukem dan terpentin di PGT. Sindangwangi hampir
sama dengan proses produksi di PGT. Cimanggu, tetapi di PGT. Sindangwangi
tidak memakai proses pemanasan awal di tangki blowcase. Hal ini bertujuan
untuk mengefesiensikan proses produksi itu sendiri dengan menyingkat waktu
pengolahan getah. Pada dasarnya proses produksi gondorukem di PGT.
Sindangwangi seperti pada Gambar 3.
PENGENC PENCUC PENGENDA
ERAN IAN PAN

CANNIN PEMASAK PENYARI


G AN NGAN
Gambar 3. Proses pengolahan getah pinus PGT. Sindangwangi

Proses Pengenceran. Pengenceran larutan getah dilakukan dengan cara


menambahkan 1.000 kg terpentin ke dalam larutan getah dalam tangki melter
(Gambar 3) kemudian dipanaskan pada suhu 68-800C selama 10-15 menit. Tujuan
pengenceran adalah untuk memudahkan proses pencucian getah. Getah lalu
diendapkan selama 4-6 menit. Setelah diendapkan, kotoran dan air yang terendap
dibuang atau dialirkan ke bak penampungan limbah melalui pipa pembuangan
sampai habis. Getah yang ada kemudian dialirkan ke filter press B-1 untuk
difiltrasi menggunakan steam dengan tekanan 0,2-2 kg/cm2. Setelah getah
difiltrasi, kemudian dialirkan ke tangki settler sampai habis.

Gambar 4. Unit Melter di PGT. Sindangwangi


Proses Pencucian. Getah hasil pengenceran kemudian dimasukkan ke
tangki settler (Gambar 5). Di tangki ini, getah dicuci dengan cara menambahkan
asam oksalat 3-5 kg/bacth. Asam oksalat ini berguna untuk mengendapkan ion
besi yang berasal dari kotoran getah. Setelah tercampur dengan asam oksalat,
larutan getah diendapkan selama 5-10 menit, kemudian kotorannya dibuang atau
dialirkan ke bak penampungan limbah melalui pipa pembuangan sampai habis.
Apabila larutan getah masih terlihat kotor, harus dilakukan pencucian ulang
sebanyak 2-3 kali sampai larutan getah terlihat bersih. Setelah larutan getah
bersih, kemudian getah dialirkan ke tangki scrubbing sampai habis.

Gambar 5. Unit Settler di PGT. Sindangwangi

Proses Pengendapan. Getah hasil pencucian kemudian dimasukkan ke


dalam tangki scrubbing. Dalam tangki scrubbing ini dilakukan pencucian ulang
dengan menambahkan air sebanyak 1.000 liter sambil diaduk dan suhu
dipertahankan pada 70-800C kemudian getah diendapkan selama 10-15 menit.
Proses Penyaringan. Setelah getah diendapkan lalu dilakukan
penyaringan. Penyaringan getah ini melalui beberapa tahap, yaitu:
1 Penyaringan pertama dengan filter
RBT4 BSL 200 Mikron
2 Penyaringan kedua dengan Filter
Graft 5 mikron

3 Penyaringan ketiga dengan filter graft


1 mikron.

Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk membersihkan kotoran-kotoran


yang masih ada dalam getah, karena kotoran ini mempengaruhi kualitas
gondorukem yang dihasilkan.
Proses Pemasakan. Getah hasil penyaringan yang telah dinyatakan bersih
kemudian dipompakan dari tangki penampung ke ketel pemasak (Gambar 6)
melalui filter graft 1 mikron dan kemudian dipanaskan pada suhu 160-1650C
dengan vacum menunjukkan 40-60 cm Hg selama kurang lebih 3 jam sehingga
larutan getah matang menjadi gondorukem dan akhirnya dialirkan pada instalasi
canning.

Gambar 6. Unit Ketel Pemasak di PGT. Sindangwangi

Proses Canning. Proses ini merupakan proses akhir dari pemasakan getah
pinus dimana gondorukem yang dihasilkan dicurahkan ke dalam drum kerucut.
Pada saat pengisian, gondorukem tersebut ditimbang agar berat setiap drum
sebesar 240 kg. Setelah drum terisi dengan gondorukem, dilakukan pengujian
untuk menentukan kualitas gondorukemnya, kemudian drum dibawa ke gudang
penyimpanan (Gambar 7) dan diletakkan berdasarkan mutu masing-masing.

Gambar 7. Gudang penyimpanan gondorukem di PGT. Sindangwangi

Tenaga Kerja
PGT. Sindangwangi dipimpin oleh seorang kepala pabrik dan dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh 2 orang kepala bagian, yaitu kepala bagian
prosesing dan kepala bagian penerimaan. Kepala pabrik juga dibantu staf tata
usaha dan staf unsur keamanan. Jabatan kepala pabrik setingkat dengan Asisten
Perhutani sementara Kepala Bagian kedudukannya setara dengan Kepala Resort
Polisi Hutan. Di samping itu, ada juga operator pabrik, yaitu orang yang bekerja
langsung dalam proses produksi; pembantu uji; dan petugas kebersihan pabrik.
Dalam pembagian kerjanya, setiap hari ada tiga shift dan masing-masing shift ada
regu kerjanya masing-masing. Shift I berlangsung dari pukul 07.00-15.00, shift II
dari pukul 15.00-23.00 dan shift III dari pukul 23.00-07.00. Total pegawai tetap
PGT. Sindangwangi sebanyak 45 orang, sedangkan pegawai tidak tetap berkisar
antara 20-30 orang tergantung dengan volume getah yang diolah. Struktur
organisasi PGT. Sindangwangi disajikan pada Gambar 8.
KEPALA PGT.
SINDANGWANGI

KEUANGAN KEAMANAN

KABAG PROSES PENGUJI KABAG PERSEDIAAN

OPERATOR SHIFT I STAF PENGUJI DATA MUTASI

OPERATOR SHIFT II PENERIMA GETAH

OPERATOR SHIFT III GUDANG

KEBERSIHAN

Gambar 8. Struktur organisasi PGT.Sindangwangi

Lingkungan Pabrik
Akibat penggunaan sistem CAS dalam penyadapan getah, limbah yang
dikeluarkan PGT. Sindangwangi mengandung asam sulfat. Untuk itu, PGT.
Sindangwangi membangun IPAL (Instalasi Pengolahan Air limbah) yang bisa
menetralkan asam sulfat, yaitu dengan menambahkan kapur pada pengolahan
limbahnya. PGT. Sindangwangi membangun satu unit IPAL lagi Pada tahun
2004, dengan tujuan agar limbah yang dibuang ke lingkungan benar-benar aman
sesuai dengan baku mutu limbah itu yang mengacu pada keputusan menteri KLH,
KEP-03 / men KLH 2/21991 tanggal 1 Februari 1991 tentang Baku Mutu Limbah
Cair dan juga agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi dan Rendemen


Tabel 20. menunjukkan getah pinus yang diolah, hasil produksi
gondorukem dan terpentin serta rendemen selama 5 tahun terakhir PGT.
Sindangwangi. Getah pinus yang diolah selama 5 tahun terakhir berkisar antara
53,6-64,5%. Hal ini menunjukkan kurangnya pasokan bahan baku. PGT.
Sindangwangi mengolah getah pinus sebesar 5.435,4 ton pada tahun 2005 dan
menghasilkan gondorukem sebesar 3.710,6 ton (rendemen = 68,3%) dan
terpentin sebesar 758,65 ton (rendemen = 14,0%). Rendemen selama 5 tahun
berkisar 59,8-78,9% untuk gondorukem dan berkisar 13,6-16,1% untuk terpentin.
Perhitungan rendemen dimaksudkan untuk mengetahui efesiensi pengolahan
bahan baku getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin. Tingkat rendemen
gondorukem yang diperoleh belum memenuhi target yang ditetapkan oleh Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat, yaitu 80%. Sedangkan rendemen terpentin sudah
memenuhi target yang ditetapkan oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-
Banten, yaitu sebesar 12% (Tabel 20).

Biaya Produksi
Biaya produksi pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan
terpentin di PGT.Sindangwangi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
tersebut dihitung untuk setiap tahapan dan komponennya. Tabel 21 dan 22.
menunjukkan biaya tetap dan biaya variabel menurut tahapan dan komponennya.
Biaya tetap terbesar menurut tahapannya yaitu pada umum sebesar Rp. 2.496,4
juta atau Rp. 672,8/kg (48,7%). Sedangkan menurut komponennya, biaya tetap
terbesar pada penyusutan sebesar Rp. 2.042,0 juta atau Rp. 550,3/kg (39,9%), dan
biaya paling kecil pada komponen gaji sebesar Rp. 587 juta atau Rp. 158,2/kg
(11,5%). Sedangkan biaya variabel terbesar menurut tahapannya, yaitu pada tahap
persiapan bahan baku sebesar Rp. 8.548,0 juta atau Rp. 2.303,7/kg (72,36%).
Sedangkan berdasarkan komponennya biaya bahan baku sebesar Rp. 7.810,2 juta
atau Rp.2.104,8/kg (66,11%).
Tabel 20. Rekapitulasi Produksi dan Pendapatan PGT. Sindangwangi Tahun 2001 - 2005
Tahun
Item Satuan
2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata
Kapasitas terpasang Ton/Th 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
Getah yang diolah Ton/Th 5.363,0 5.672,3 6.447,7 5.840,6 5.435,4 5.751,8
Persentase Pengolahan % 53,6 56,7 64,5 58,4 54,4 57.5
Gondorukem
Total produksi Ton/Th 4.231,9 3.393,9 5.034,2 4.075,7 3.710,6 4.089.3
penjualan dalam Ton/Th
negeri 2.912,9 2.722 3.205,2 2.450,4 2.169,6 2.692,0
ekspor Ton/Th 1.319,0 671.9 1.829,0 1.625,2 1.541,0 1.397,3
Rendemen % 78,9 59,8 78,1 69,8 68,3 71,0
Harga jual
dalam negeri Rp/Kg 3.125 4.025 3.250 3.633 4.953 3.706
eksport Rp/Kg 4.695 4.200 3.425 3.850 5.375 4.199
Pendapatan Rp Milyar 8,12 18,52 18,52 15,34 19,31 16,83
Terpentin
Total produksi Ton/Th 726,5 815,0 1.037,2 853,7 758,7 838,3
penjualan dalam Ton/Th
negeri 610,4 752,8 867,2 514,4 428,0 634,6
ekspor Ton/Th 116,1 62,2 170,1 339,3 330,7 203,7
Rendemen % 13,6 14,4 16,1 14,6 14,0 15,0
Harga jual
dalam negeri Rp/Kg 4.125 4.414 3.923 3.668 5.055 4.051
ekspor Rp/Kg 4.300 4.630 4.120 3.930 5.240 4.297
Pendapatan Rp Milyar 2,20 3,92 4,24 3.42 3,91 3,91
Total pendapatan Rp Milyar 10,32 22,44 22,76 18,76 23,22 20,74
43

54
Tabel 23. menunjukkan struktur biaya berdasarkan komponennya. Biaya
terbesar adalah biaya bahan baku sebesar Rp. 7.810,216 juta atau Rp. 2.105/kg
gondorukem (46,2%), disusul dengan biaya bahan penolong sebesar Rp.
2.983,777 juta atau Rp. 804/ kg gondorukem (17,6%) dan biaya penyusutan
sebesar Rp. 2.042,035 juta atau Rp. 550/kg gondorukem (12,1%). Biaya variabel
sendiri mempunyai bobot yang lebih besar daripada biaya tetap, yaitu sebesar
69,8% atau Rp. 11.813,563 juta sedangkan biaya tetap mempunyai bobot 30,0%
atau Rp. 5.072,682 juta. Hal ini berarti biaya variabelnya lebih dari dua kali lipat
dari pada biaya tetap. Besarnya biaya bahan baku berbanding lurus dengan biaya
bahan penolong karena semakin besar bahan baku yang digunakan maka
penggunaan bahan penolong yang digunakan juga semakin banyak. Tabel 23. juga
menunjukkan biaya per kilogram gondorukem. Biaya tetap per kilogram yang
digunakan adalah sebesar Rp. 1.380/ kg gondorukem dan biaya variabel sebesar
Rp. 3.184/kg gondorukem, sehingga biaya totalnya Rp. 4.564/kg.
Perhitungan ini berbeda dengan perhitungan yang dilaporkan pihak
Perhutani (Tabel 24). Tabel 24. menunjukkan biaya terbesar adalah biaya bahan
baku yaitu Rp. 7,8 milyar atau Rp. 2.105/kg gondorukem. Kemudian biaya bahan
penolong yaitu sebesar Rp. 2,98 milyar atau Rp. 804/kg gondorukem. Perbedaan
terjadi pada biaya tetap. Dalam hal ini pihak Perhutani tidak memperhitungkan
penyusutan dan bunga modal semua investasi, tetapi hanya memperhitungkan
investasi yang dianggap penting. Sedangkan dalam penelitian ini semua investasi
dihitung penyusutan dan bunga modalnya seperti yang disajikan pada Tabel
lampiran 2.
Untuk mengurangi biaya variabel yang besar dapat dengan mengurangi
pekerja borongan yang banyak pada tahap persiapan bahan baku, karena pada
tahap ini sebenarnya pihak PGT. Sindangwangi dapat bekerja sama dengan
penyadap agar menyerahkan hasil langsung ke pabrik sehingga tidak memerlukan
biaya untuk upah pekerja borongan yang mengambil getah dari para penyadap.
Tabel 21. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel (Rp Juta / tahun) setiap tahapan dan komponen PGT.Sindangwangi tahun 2005.
Biaya Tetap ( Rp Juta / tahun) Biaya Variabel (Rp Juta / tahun)
Tahapan Bunga Sub Prosentase Bahan Bahan Sub Persentase Persentase
Penyusutan Gaji Upah Total
modal total (%) baku penolong total (%) (%)
7.810,
Persiapan Bahan Baku
- - - - - 2 0,3 737,6 8.548,0 72,4 8.548,0 50,5
Pengolahan Bahan Baku 1.313,2 996,1 - 2309,4 45,1 - 2.983,8 231,7 3215,5 27,2 5.524,9 32,6
Pengujian Produk 101,5 20,7 - 122,2 2,4 - - - 0,0 0,0 122,2 0,7
Pengolahan Limbah 71,6 59,0 - 130,5 2,5 - - - 0,0 0,0 130,5 0,8
Pemasaran 21,7 41,0 - 62,7 1,2 - - 50,3 50,3 0,4 113,0 0,7
Umum 534,0 457,3 587 2496,4 48,7 - - - 0,0 0,0 2.496,4 14,7
1.574, 5.121, 7.810, 1.019, 11.813, 16.935,
Tota Jumlah)
2.042,0 2 587 3 100,0 2 2.984,0 6 8 100,0 1 100,0
l
Persentase (%) 39,9 30,7 11,5 100,0 66,1 25,3 8,6 100,0

Tabel 22. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel (Rp / kg gondorukem) setiap tahapan dan komponen PGT.Sindangwangi tahun 2005.
Biaya tetap (Rp / kg gondorukem) Biaya variabel (Rp / kg gondorukem)
Tahapan Bunga Sub Prosentase Bahan Bahan Sub Persentase Prosentase
Penyusutan Gaji Upah Total
modal total (%) baku penolong total (%) (%)
Persiapan Bahan Baku - - - - - 2.104,8 0,1 198,8 2.303,7 72,4 2.303,7 50,5
Pengolahan Bahan Baku 353,9 268,5 - 622,4 45,1 - 804,1 62,5 866,6 27,2 1.489,0 32,6
Pengujian Produk 27,4 5,6 - 32,9 2,4 - - - 0,0 0,0 32,9 0,7
Pengolahan Limbah 19,3 15,9 - 35,2 2,5 - - - 0,0 0,0 35,2 0,8
Pemasaran 5,8 11,1 - 16,9 1,2 - - 13,5 13,5 0,4 30,5 0,7
Umum 143,9 123,2 158,2 672,8 48,7 - - - 0,0 0,0 672,8 14,7
Jumlah) 550,3 424,2 158,2 100,0 100,0 2.104,8 804,2 274,8 100,0 100,0 4.564,0 26,9
Total
Persentase (%) 39,9 30,7 11,5 100,0 66,1 25,3 8,6 100,0
45

56
Tabel 23. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel PGT.Sindangwangi tahun
2005
Komponen biaya Rp Juta/Tahun Rp/Kg Prosentase (%)
Biaya Tetap 5.121,522 1.380 30,2
penyusutan 2.042,035 550 12,1
bunga modal 1.574,188 424 9,3
gaji kep&peg pabrik 587,045 158 3,5
umum 918 247 5,4
Biaya Variabel 11.813,563 3.184 69,8
bahan baku 7.810,216 2.105 46,2
bahan penolong 2.983,777 804 17,6
upah 1.019,570 275 6,0
Total 16.935,085 4.564 100

Tabel 24. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Menurut KPH Bandung
Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten 2005
Komponen biaya Rp Juta/Tahun Juta/Kg Prosentase (%)
Biaya Tetap 1.892,5 510 13,8
penyusutan 387,2 104 2,8
bunga modal 0,0 0 0,0
gaji kep&peg pabrik 587,0 158 4,3
umum 918,3 247 6,7
Biaya Variabel 11.813,6 3.184 86,2
bahan baku 7.810,2 2.105 57,0
bahan penolong 2.983,8 804 21,8
upah 1.019,6 275 7,4
Total 13.70, 1 3.694 100,0

Analisis Harga Pokok


Harga pokok gondorukem diperhitungkan dengan memperhatikan
besarnya keuntungan yang ingin diperoleh oleh perusahaan, yaitu sebesar 18%
dari biaya produksi. Atas dasar ini, besarnya harga pokok gondorukem sebesar
Rp. 4.462/kg. Harga pokok tersebut lebih kecil dari pada harga jual dalam negeri
yang besarnya Rp. 4.953/kg tetapi lebih kecil lagi dari pada harga diekspor yang
besarnya Rp 5.375 kg. Sehingga apabila gondorukem tersebut dijual ekspor maka
perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pada dijual
dalam negeri.
Kecilnya harga jual gondorukem dalam negeri karena kualitasnya masih
rendah (rata-rata gondorukem kualitas WW) sedangkan kualitas gondorukem
yang baik (kualitas X) diekspor keluar negeri. Apabila kualitas gondorukem yang
dihasilkan berkualitas tinggi maka harga jual akan dapat dinaikkan.
Kualitas gondorukem dipengaruhi oleh kualitas getah pinus yang diolah
dan cara pengolahannya. Maka diperlukan pengawasan yang ketat terhadap getah
yang diolah terutama pada pihak penyadap. Selain itu diperlukan juga modifikasi
dalam proses pengolahannya. Sehingga dengan begitu diharapkan dapat
meningkatkan harga jualnya.

Analisis Rugi Laba


Tabel 25. menunjukkan besarnya produksi gondorukem dan terpentin,
nilai investasi, BEP, ROI, pendapatan dan laba untuk tahun 2005. Menurut hasil
penelitian, besarnya produksi gondorukem adalah 3.710,6 ton dan terpentin
sebesar 758,7 ton, nilai investasi sebesar Rp. 15,7 milyar, biaya produksi sebesar

Tabel 25. Laporan rugi-laba PGT. Sindang wangi 2005


Nilai
Item Unit
Perhitungan KPH
Hasil Produksi Ton 4.469,3 4.469,3
Gondorukem Ton 3.710,6 3.710,6
Terpentin Ton 758,7 758.7
Investasi Rp Milyar 15,7 15,7
Biaya total1) Rp Milyar 16,9 13,7
Rp/kg 4.564 3.694
Biaya tetap Rp Milyar 5,1 1.9
Rp/kg 1.380 510
Biaya variabel Rp Milyar 11,8 11,8
Rp/kg 3.184 3.184
Harga jual
Gondorukem Rp/kg 5.128 5.128
Terpentin Rp/kg 5.136 5.136
Harga Jual rata-rata Rp/kg 5.130 5.130
Pendapatan
Gondorukem Rp Milyar 19,31 19,31
Terpentin Rp Milyar 3,91 3,91
Total Rp Milyar 23,22 23,22
Laba Rp Milyar 6,32 9,52
BEP Ton/th 2.620,76 976,36
% 26,21 9,76
ROI % 40,25 60,64
Keterangan: 1. Biaya tetap dihitung dengan memperhitungkan penyusutan semua
inventaris sedangkan laporan dari KPH hanya memperhitungkan mesin, bangunan dan
bengkel.
Rp. 16,9 milyar, BEP sebesar 2.620,76 ton atau 26,2%, ROI sebesar 40,3%,
pendapatan sebesar Rp. 19,31 milyar dan laba sebesar Rp. 6,32 milyar. Sedangkan
menurut laporan dari KPH, dapat diketahui keuntungannya yaitu sebesar Rp 9,52
milyar, BEP 976,36 ton dan ROI 0,61%.
PGT.Sindangwangi memproduksi gondorukem diatas BEP. Hal ini
menunjukkan bahwa PGT. Sindangwangi tidak mengalami kerugian dalam
kegiatan produksinya. Dilain pihak PGT. Sindangwangi sudah mendapatkan
keuntungan dari hasil penjualan gondorukem dan terpentin. Tetapi perusahaan
masih jauh berproduksi dari kapasitas terpasangnya, untuk itu perusahaan perlu
menambah produksinya agar memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.
Agar perusahaan dapat berproduksi lebih besar lagi maka perusahaan
harus menambah bahan baku getah pinus. Penambahan getah pinus dapat
dilakukan dengan memasok getah dari KPH-KPH yang lain selain dari Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten, tentunya paling tidak dengan
memperhitungkan biaya transportasi dan sebagainya agar tidak menambah biaya
yang dikeluarkan.
Selain itu, untuk meningkatkan keuntungan dapat menggunakan berbagai
cara, diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan,
baik itu produk berupa gondorukem, maupun terpentin sebagai hasil
sampingannya. Peningkatan kualitas produk gondorukem dan terpentin yaitu
dengan jalan meningkatkan getah pinus sebagai bahan bakunya. Peningkatan
kualitas ini diharapkan dapat meningkatkan harga jual sehingga pendapatan juga
meningkat.
Produksi getah pinus di Perum Perhutani sangat beragam dari tahun ke
tahun pada setiap Unit, hal ini berkaitan dengan luas areal sadapan dan jumlah
pohon yang disadap. Produksi getah pinus Perum Perhutani rata-rata per tahun
adalah sebesar 81.096,0 ton. Produktivitas rata-rata getah pinus tersebut per satuan
luas adalah 0,5416 ton/ha, sedangkan produktivitas rata-rata per satuan pohon
yang disadap adalah 0,0027 ton/pohon, rata-rata pohon yang disadap adalah 201
pohon/ha (Tabel 18).
Dengan mengacu nilai rata-rata luas sadapan dalam Tabel 18. dan rata-
rata produksi, baik produksi rata-rata per hektar, maupun produksi rata-rata per
pohon dalam Tabel 18. tersebut, maka dapat diperhitungkan perkiraan produksi
getah pinus di wilayah Perum Perhutani, sebagai mana disajikan dalam Tabel 26.
berikut ini.

Tabel 26. Produksi Getah Pinus Perum Perhutani Berdasar Produktivitas Rata-
rata Per Hektar dan Per Pohon
Rata-rata Produksi (Ton) berdasar Produktivitas
Luas Sadapan
Unit Jumlah Pohon yang
(Ha) Per Ha Per Pohon
Disadap
Unit I 76.509,4 262 42.026,61 42.095,47
Unit II 53.643,6 124 30.705,6 30.598,31
Unit III 19.669 176 8.406,53 8.308,19
Total 149.772 201 81.116,52 41.281,26

Berdasarkan hasil perhitungan produksi getah rata-rata per tahun dengan


menggunakan pendekatan produktivitas rata-rata per hektar dan produktivitas
rata-rata per pohon, sebagaimana disajikan dalam Tabel 26. ternyata hasilnya
relatif sama dengan realisasi produksi rata-rata dalam kurun waktu 5 tahun
sebagai mana tercantum dalam Tabel 18. oleh karena itu dalam pendugaan
produksi getah di Perhutani dapat dilakukan, baik dengan menggunakan
pendekatan produktivitas rata-rata per hektar, maupun dengan menggunakan
pendekatan produktivitas rata-rata per pohon.
Selain itu, berdasarkan perhitungan terhadap produktivitas rata-rata getah
dari KPH-KPH Kelas Perusahaan Pinus, diperoleh produktivitas rata-rata getah
pinus pada setiap unit Perum Perhutani adalah 562,7 kg/ha untuk Unit I ( Jawa
Tengah), 417,6 kg/ha untuk Unit II (Jawa Timur) dan 442,7 kg/ha untuk Unit III
(Jawa Barat). Berdasarkan informasi ini dan mengacu pada data realisasi luas
sadapan rata-rata per tahun dalam Tabel 18. maka produksi getah pinus di Perum
Perhutani seharusnya rata-rata adalah 74.160,87 ton per tahun, yaitu Unit I sebesar
43.051,8 ton, Unit II sebesar 22.401,6 ton dan Unit III sebesar 8.063,2 ton.
Produksi getah pinus yang dihitung berdasarkan produktivitas rata-rata per hektar
pada masing-masing Unit ini, hasilnya berbeda jika dibandingkan dengan realisasi
produksi rata-rata tahunan yang tercantum pada Tabel 18. maupun dibandingkan
dengan hasil perhitungan produksi yang dimaksud dalam Tabel 26. maka
peningkatan getah pinus dapat ditingkatkan agar jumlah produksi juga dapat
meningkat.
Peningkatan jumlah getah yang diolah dapat dilakukan dengan jalan
menambah pasokan getah dari KPH-KPH selain dari Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat-Banten saja. Selain itu juga dapat dengan jalan menambah jumlah
pohon pinus sebagai penghasil getah. Selain itu teknik penyadapan juga
mempengaruhi jumlah getah yang disadap. Permasalahan-permasalahan yang
timbul yang mengakibatkan kurangnya jumlah pasokan getah pinus sebagai bahan
baku untuk produksi gondorukem dan terpentin sangat komplek, diantarnya
adalah sebagai berikut :

1. Target produksi getah didasarkan pada produksi per pohon per hari, target
produksi tersebut ditetapkan oleh unit namun kurang mempertimbangkan
kondisi lapangan yang sangat beragam dalam hal altitude, aksesibilitas,
ketersediaan tenaga penyadap, sehingga sulit untuk mencapai target
tersebut. Saat ini produksi getah dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-
Banten berkurang, sebagai akibat dari adanya larangan menyadap getah
pinus di areal Hutan Lindung dari Kepala Unit III. Hal Ini dilakukan oleh
kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten sebagai antisipasi dari
kemungkinan kerusakan tegakan pinus dihutan lindung sebagai akibat dari
sistem penyadapan pinus yang menggunakan sistem quare tanpa kontrol
yang tepat. Berdasarkan survey yang dilakukan, banyak dijumpai quare
yang sangat dalam, panjang dengan jumlah yang diperkenankan oleh
Perum Perhutani.

2. Pada umumnya, penyadap kurang memperhatikan teknik penyadapan yang


benar, karena tertekan oleh target produksi yanga harus dicapai. Sehingga
tidak jarang ditemui beberapa bidang koakan pada satu pohon dengan
panjang dan kedalaman yang membahayakan kelangsungan hidup pohon.

3. Penghasilan penyadap lebih rendah dari pada penghasilan lain, sehingga


Perum Perhutani kesulitan memperoleh tenaga kerja yang berkualitas
tinggi dan bersedia bekerja penuh. Saat ini banyak pekerja yang bekerja
paruh waktu, sehingga sangat berpengaruh pada kualitas getah dan volume
yang dihasilkan.

4. Tidak ada kontrak kerja antara penyadap dengan Perum Perhutani


sehingga penyadap dapat bekerja dengan seenaknya dan Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat-Banten tidak dapat memberikan teguran atau sanksi.
Dalam hal penyadap berhalangan menyadap areal sadapannya, selama ini
tidak dapat dialihkan ke penyadap lain.

5. Sistem penyadapan yang digunakan saat ini dianggap potensial


menyebabkan pohon roboh. Sehingga penggunaannya pada areal hutan
lindung sangat mengkhawatirkan, apalagi tanpa kontrol yang tepat dari
Perum Perhutani.
Dari permasalahan diatas dapat mengakibatkan penurunan produksi getah
pinus sebagai bahan baku pengolahan gondorukem dan terpentin, sehingga
kapasitas terpasang pabrik PGT. Sindangwangi tidak dapat berproduksi secara
maksimal dan efesien. Disamping itu sangat sulit memperoleh getah yang
berkualitas. Untuk mengatasi masalah diatas perlu adanya langkah-langkah yang
harus diambil oleh pihak Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Diantara
langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :

1. Penambahan pohon pinus sebagai penghasil getah. Penambahan pohon


pinus ini dapat dilakukan dengan menanami areal-areal hutan milik Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten yang kosong dengan pohon pinus.

2. Perlunya penyuluhan kepada para penyadap agar memperhatikan teknik


penyadapan getah yang benar, karena teknik penyadapan akan
mempengaruhi jumlah dan kualitas getah yang dihasilkan. Selain itu
teknik penyadapan yang salah juga akan membahayakan kelangsungan
hidup pohon pinus.

3. Adanya kontrak kerja dengan penyadap agar penyadap tidak seenaknya,


sehingga jumlah dan kualitas getah yang dihasilkan dapat meningkat.

Sistem Pemasaran
Gondorukem dan terpentin hasil produksi PGT. Sindangwangi dijual
dalam maupun luar negeri. Untuk proses pemasarannya pihak PGT.Sindangwangi
tidak melakukan sendiri. Sistem pemasaran gondorukem dan terpentin PGT.
Sindangwangi disajikan pada gambar 9.

PGT.SINDANGW KPH BANDUNG


ANGI UTARA

UNIT III JAWA


BARAT-BANTEN

LOKAL
EKSPOR

Gambar 9. Sistem pemasaran gondorukem dan terpentin.


Gambar 9. menunjukkan bahwa PGT. Sindangwangi tidak melakukan
pemasaran sendiri. Hasil produksi gondorukem dan terpentin semuanya
diserahkan ke KPH Bandung Utara. Pihak KPH Bandung Utara memasarkan
gondorukem dan terpentin dalam negeri. Sistem pemasarannya yaitu dengan
istilah sistem lelang. Pihak pembeli dapat memesan terlebih dahulu atau langsung
membeli produk gondorukem dan terpentin. Diantara pembeli dalam negeri
tersebut adalah PT. Candra Wiguna, PT Plymilindo Perdana, PT Kanvas Mulia
dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk pemasaran luar negeri atau ekspor pihak KPH Bandung
Utara menyerahkannya ke pihak Perum Perhutani Unit III Jawa Barat- Banten. Di
Unit III, untuk pemasaran luar negeri produk gondorukem dan terpentin ditangani
oleh bagian sendiri, bagian tersebut adalah bagian Kantor Pelaksana Ekspor
(KPE) Perum Perhutani. Tujuan ekspor gondorukem PGT.Sindangwangi adalah
India, sebagai negara pengimpor gondorukem terbesar dari Indonesia, disusul
Pakistan, Belanda, Taiwan, Perancis dan sebagainya.
Untuk meningkatkan ekspor, dapat dengan jalan promosi atau
meningkatkan kualitas gondorukem diantaranya dengan membangun sistem
manajemen mutu ISO 9002 seperti yang dilakukan oleh PGT.Sindangwangi.
Promosi dapat dilakukan dengan jalan mengadakan pameran atau lewat e-
commerce yaitu pengiklanan lewat jaringan internet. Selain itu dapat juga
dilakukan kerjasama dengan perusahaan pengolahan getah pinus menjadi
gondorukem dan terpentin luar negeri untuk alih teknologi dalam proses
pengolahannya sebagai upaya meningkatkan mutu gondorukem yang dihasilkan.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan proses produksi
gondorukem dan terpentin di PGT. Sindangwangi melalui beberapa tahap, yaitu :
tahap pengenceran, tahap pencucian, tahap pengendapan, tahap penyaringan,
tahap pemasakan dan canning. PGT. Sindangwangi mengeluarkan biaya produksi
sebesar 16,9 milyar dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 6,32 milyar pada
tahun 2005. Keuntungan tersebut diperoleh dari hasil penjualan gondorukem dan
terpentin. Keuntungan dapat ditingkatkan dengan menaikkan harga jual dan
menambah jumlah produksi. Harga jual dapat dinaikan jika kualitas gondorukem
dapat ditingkatkan, sedangkan untuk menambah jumlah produksi maka perlu
penambahan bahan baku getah pinus. Selain itu penjualan ekspor harus
ditingkatkan, karena penjualan ekspor memberikan keuntungan yang lebih besar
dari pada penjualan dalam negeri.

Saran
Untuk meningkatkan produksi perlu adanya penambahan bahan baku
getah pinus. Penambahan getah pinus dapat dilakukan dengan mengambil getah
dari KPH-KPH diluar Perum Perhutani Unit III jawa Barat-Banten. Selain itu juga
dapat dengan meningkatan jumlah getah yang dipasok dari KPH-KPH di Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Peningkatan itu dapat dengan jalan
menambah jumlah pohon pinus, yaitu dengan memanam pohon pinus di areal
milik Perum Perhutani yang kosong atau mengadakan pengawasan dan kontrak
kerja kepada penyadap agar penyadap benar-benar bekerja dengan serius sehingga
getah yang dihasilkan dapat meningkat. Selain itu dapat pula dengan mengadakan
penyuluhan kepada para penyadap tentang teknik penyadapan yang benar.
Sedangkan untuk meningkatkan mutu gondorukem dapat dengan mengganti
teknologi pengolahan gondorukem yang ada dengan teknologi baru yang dapat
menghasilkan gondorukem dengan mutu yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Pertanian Universtas Sebelas Maret Jakarta/Surakarta. 1996. Kajian


Teknis Ekonomis Pengolahan Gondorukem Dlam Rangka Peningkatan
Nilai Tambah Studi Kasus Di PGT Panggaran dan PGT Cimanggu.
Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan
Republik Indonesia dan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jakarta/Surakarta.

Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek – Proyek Pertanian. Universitas


Indonesia (UI-Press). Jakarta. Diterjemahkan oleh S. Sutomo dan K.
Mangiri.

Handoko, T.H. 1999. Dasar – Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE
Universitas Gajahmada. Yogyakarta.

Kamilla, H. 2004. Analisis Biaya Produksi di Pabrik Gondorukem dan Terpetin


Cimanggu, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Skripsi Sarjana. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut pertanian Bogor. Bogor.

Irawanti, S., Prahasto, H., dan Astuti, D. 1997. Analisis Sosial Ekonomi
Pengolahan Gondorukem dan Terpentin. Buletin Penelitian Hasil Hutan
Vol. 15 No. 1. Bogor.

Tim Peneliti Fakultas Kehutanan IPB dan Perum Perhutani. 2005. Rancangan
Pemisahan Kelas Perusahaan dalam Kelas Perusahaan Pinus untuk
Intensifikasi Produksi Getah Pinus dan Produksi Kayu sebagai Produk
Utama. Laporan Akhir. Fakultas Kehutanan, Institute Pertanian Bogor.
Bogor

Matthews, D, M. 1942. Cost Control In the Logging Industry. Mc Graw-Hill


Book Company Inc. New York and London.

Prawirosentono, S. 1997. Manajemen Produksi dan Operasi. Bumi Aksara.


Jakarta.

Riyanto, B. 1991. Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Penerbit


Gajahmada Yogyakarta. Yogyakarta.

Sanyoto. 1958. Metode Penyelidikan Waktu Kerja Elementer. Rimba Indonesia,


VIII (3 - 4).LPD, Perhutanan Bogor.

Silitonga, T., Sumadiwangsa, S., dan Nayasaputra, S. 1973. Pengolahan dan


Pengawasan Kualitas Gondorukem dan Terpentin. Laporan Lembaga
Penelitian Hasil Hutan No. 9. Direkorat Jendral Kehutanan. Bogor.
Silitonga, T. 1974. Masalah Gondorukem dan Kemungkinan Pengembangannya.
Rapat Kerja Hasil Hutan Bukan Kayu. Direktorat Jendral Kehutanan.
Jakarta.

Slot, T dan G.H. Minnar. 1996. Dasar – Dasar Ekonomi Perusahaan. Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi IBII dan PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Diterjemahkan oleh Kwiek Kian Gie.

Soemarso. 1996. Dasar – Dasar Akuntansi. Bhineka Cipta. Yogyakarta.

Soetomo. 1972. Pungutan dan Pengolahan Getah Pinus. KPH Pekalongan Timur.
Perum Perhutanai Jawa Tengah.

Sumadiwangsa, S. 1978. Kualitas Gondorukem dari Jawa Tengan dan


Perubahannya Selama Penyaringan. Laporan Lembaga Penelitian Hasil
Hutan No. 119. Badan Penelitian an Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian. Bogor.

Sumadiwangsa, S dan Silitonga, T. 1974. Penataran Pengujian Kualitas


Gondorukem di Pekalongan Barat. Lembaga Penelitian Hasil Hutan No.
21. Direktorat Jendral Kehutanan Departemen Pertanian. Bogor.

Susilowati, R. 2001. Peningkatan Nilai Tambah Produksi Pinus Indonesia


(Deversivikasi dan Derivatisasi Produk Rosin) BBIK. Jakarta.

Sylviani dan Abdurachman, A. J. 1989. Analisis Biaya dan Pendapatan


Pengolahan Gondorukem dan Terpentin di Beberapa Pabrik di Jawa
Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 16 No. 6. Bogor.

Wiyono, B dan Silitonga, T. 1989. Percobaan Frasionasi – Distilasi Minyak


Terpentin dari Pinus Merkusii Jung Et De Vriese. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan Vol. 6 No. 4 pp. 231 – 234. Bogor.
Table Lampiran 1 . Ekspor Gondorukem ke Berbagai Negara Tahun 2000 – 2003
Net Weight (Kg) Fob Value (Us $)
Negara Tujuan
2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003
Jumlah 41.346.463 31.371.890 43918653 44715336 18.082.979 13.270.772 18969281 17551324
Japan 3.508.800 3.065.747 1568755 2214000 1.480.138 1.306.889 674177 894641
Hongkong 345.6 96000 - - 141.792 39360 - -
Korea, Republic Of 1.838.400 1.939.098 844672 2342400 818.772 866778 364117 924230
Taiwan 3.073.375 2.611.200 1425600 3231360 1.263.323 1081487 610743 1312360
China 56.4 18 170400 200700 23.124 7380 74998 52831
Thailand - 76.8 385591 364800 - 33043 182916 147420
Singapore 2.215.066 2.945.218 769850 216000 1.627.662 1247023 339310 87701
Philippines 422.4 64.193 268800 528000 174.336 62771 119538 205901
Malaysia 140.439 112.421 387977 430574 59.147 47179 162584 161850
India 9.314.325 5971675 6320457 11047869 3.932.557 2501929 2726630 4259666
Pakistan 4.601.879 3075083 5161333 8405791 1.928.800 1318191 2198145 3233840
Bangladesh 1.364.334 768000 2613000 2676657 556.2 314669 1131028 1026506
Saudi Arabia 38.4 42303 115200 57600 15.744 62883 50427 21406
Kuwait - 19200 - - - 8649 - -
Turkey 307.2 19200 134439 403200 127.104 8160 64617 156906
Egypt 19.2 - - - 8.505 - - -
Kenya - - 57607 - - - 23619 -
South Africa 266.4 74400 36000 - 109.584 30774 15894 -
Australia 403.2 19200 57600 - 165.312 9158 27474 -
Oth Oceania 38.4 - - - 15.744 - - -
East Timor - 780 - - - 164 - -
United States 144.802 602872 1906080 280800 65.513 258060 823166 115240
Mexico 10.8 19200 - - 4.644 7872 - -
Canada - - 76800 - - - 34598 -
Chile - 19200 19200 38400 - 7872 8649 13635
Colombia 230.4 345600 326400 662400 94.428 146016 136155 266921
Bolivia 57.6 - - 19200 23.616 - - 6521
Ecuador 19.2 19200 19200 38400 8.256 7872 8649 16254
Norfolk Islands 38.4 - - - 15.552 - - -
Peru - 115700 - - - 47808 - -

68
United Kingdom - 230400 76800 12000 - 95616 34598 10940
Netherlands 4.330.487 3418000 8175670 2941730 1.845.769 1457630 3510309 1174605
France 2.764.800 1344000 3111200 1536000 1.142.150 561120 1357759 601654

Tabel 1. (lanjutan) Ekspor Gondorukem ke Berbagai Negara Tahun 2000 – 2003


56

Net Weight (Kg) Fob Value (Usd)


Negara
2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003
Germany,Fed,Rep,Of 1.627.800 1056000 2534630 2056144 683.203 437065 1187207 833584
Austria 38.4 192000 - - 15.744 78720 - -
Belgium 575.259 710400 2112000 384000 234.9 220760 905664 141654
Finland - - 19200 - - 8304 -
Norway 42.317 38400 - - 18.408 16704 - -
Sweden - 96000 - - - 40800 - -
Italy 2.054.400 556800 3724807 753600 870.912 230340 1530265 315525
Spain 1.419.580 576000 211200 1939589 596.296 242380 94367 794452
Greece 38.4 326400 - - 15.744 133824 - -
Poland - 422400 1286400 1768800 - 182452 555070 708156
Romania - 38400 - 76800 - 16521 - 29945
Latvia - 57600 - - - 24681 - -
Faeroe Islands - 38400 - - - 15744 - -
Russia Federation - 230400 - - - 94464 -
Slovenia - - 1785 21600 - - 8304 8205
Morocco - - - 9600 - - - 3540
Sierra Leone - - - 18922 - - - 6507
New Zealand - - - 38400 - - - 17564
Sumber : Badan Pusat Statistik (2000 – 20003)

69
57
Tabel Lampiran 2. Inventaris, Penyusutan dan Bunga Modal PGT Sindangwangi
harga Nilai Bunga
Tahun Umur GDP Nilai real Penyusutan
No Tahapan satuan jumlah persatuan perolehan modal (Rp
perolehan pakai Deflator (Rp Juta) (Rp Juta)
(Rp Juta) (Rp Juta) Juta)
1 Persiapan bahan baku - - - - - - - - - -
2 Pengolahan bahan baku - - - - 2077.995 - - 9755.052 1313.226 996.145
Bak Getah 1 1994 unit 1 26.730 26.730 20 19.02 140.515 7.026 13.279
Bak Getah 2 1998 unit 1 66.394 66.394 10 44.82 148.134 14.813 14.665
Kisi-Kisi Bak Getah 1998 unit 1 14.195 14.195 10 44.82 31.671 3.167 3.135
Pondasi Tangki Storage 2000 unit 1 43.121 43.121 10 61.63 69.968 6.997 6.927
Pondasi Boiler 1991 unit 1 6.639 6.639 10 15.17 43.772 4.377 4.333
Bangunan Atap Pabrik Dan
Bak Getah 2005 m2 1000 0.050 49.975 10 100.00 49.973 4.997 4.947
Bak Serasah 2005 m2 50 1.343 67.131 10 100.00 67.128 6.713 6.646
Saluran Air Limbah 2005 m2 500 0.105 52.387 10 100.00 52.385 5.239 5.186
Mesin PGT Sindang Wangi 1991 unit 1 1153.600 1153.600 8 15.17 7605.392 950.674 770.046
Tangki Umpan Boiler 2004 unit 1 77.077 77.077 5 85.47 90.177 18.035 9.739
Tangki Storage Terpentin 1994 unit 1 71.875 71.875 5 19.02 377.838 75.568 40.807
Forklift 1992 unit 1 46.121 46.121 5 16.10 286.538 57.308 30.946
Centrifugal Pump 1999 unit 1 15.400 15.400 5 51.17 30.097 6.019 3.251
Plow Meter 1999 unit 1 74.800 74.800 5 51.17 146.188 29.238 15.788
Filter Housing 1999 unit 1 198.550 198.550 5 51.17 388.042 77.608 41.909
Dehidrator 1999 unit 1 22.500 22.500 5 51.17 43.974 8.795 4.749
Flow Meter 2000 unit 1 84.500 84.500 5 61.63 137.110 27.422 14.808
Timbangan 1991 unit 1 7.000 7.000 5 15.17 46.149 9.230 4.984
3 Pengujian produk 140.883 364.286 101.509 20.730
Ruang Laboratorium 1995 m2 96 0.223 21.396 10 20.90 102.359 10.236 10.134
Abbe Refractometer 2000 unit 1 46.035 46.035 2 61.63 74.696 37.348 3.361
Rozien 3 Field Chp 660 2000 unit 1 17.850 17.850 2 61.63 28.963 14.482 1.303
Alat Laboratorium 2000 unit 1 16.002 16.002 2 61.63 25.965 12.983 1.168
58

70
Tabel Lampiran 2. ( lanjutan) Inventaris, Penyusutan dan Bunga Modal PGT Sindangwangi
Harga Nilai Bunga
Thn Umur GDP Nilai real Penyusutan
No Tahapan satuan Jml persatuan perolehan modal (Rp
perolehan pakai Deflator (Rp Juta) (Rp Juta)
(Rp Juta) (Rp Juta) Juta)
Timbangan Analitik 1993 unit 1 14.795 14.795 5 17.65 83.824 16.765 3.018
Timbangan Analitik 1999 unit 1 24.805 24.805 5 51.17 48.478 9.696 1.745
4 Pengolahan limbah 217.931 583.652 71.566 58.970
IPAL 1 1994 unit 1 85.914 85.914 10 19.02 451.640 45.164 44.712
IPAL 2 2005 unit 1 132.017 132.017 5 100.00 132.012 26.402 14.257
5 Pemasaran 289.088 434.122 21.706 41.025
Gudang Kaleng 1992 m2 96 0.070 6.687 20 16.10 41.545 2.077 3.926
Storage 2001 unit 1 282.401 282.401 20 71.94 392.577 19.629 37.098
6 Lain - lain 534.028 457.319
A. Tanah dan bangunan 370.493 1634.667 94.214 155.599
Rumah Kopel PGT
Sindangwangi 1996 m2 108 0.459 49.623 20 22.72 218.450 10.922 20.643
Rumah Kopel H2 PGT
Sindangwangi 1996 m2 36 0.413 14.850 20 22.72 65.372 3.269 6.178
Rumah Dinas 1991 m2 36 0.250 8.997 20 15.17 59.317 2.966 5.605
Lingkungan Rumah Dinas 1992 unit 1 8.997 8.997 20 16.10 55.897 2.795 5.282
Bangunan Tempat Parkir
Forklift 2000 m2 60 0.300 18.000 10 61.63 29.207 2.921 2.891
Rumah Dinas Kopel 1996 m2 90 0.555 49.963 20 22.72 219.946 10.997 20.785
Ruang Boiler Dan Genset 1 1991 m2 48 0.674 32.359 10 15.17 213.336 21.334 21.120
Ruang Boiler Dan Genset 2 1991 m2 48 0.022 1.071 10 15.17 7.063 0.706 0.699
Gudang Dan Bengkel Kerja 1995 m2 36 0.375 13.490 20 20.90 64.540 3.227 6.099
Pos Keamanan 1997 m2 20 0.398 7.955 20 25.57 31.109 1.555 2.940
Bangunan 1994 unit 1 105.252 105.252 20 19.02 553.297 27.665 52.287
Pagar Bagian Depan 1999 unit 1 48.222 48.222 20 51.17 94.244 4.712 8.906
Pagar Bagian Belakang 1999 unit 1 11.713 11.713 20 51.17 22.891 1.145 2.163
59

71
Tabel Lampiran 2. ( lanjutan) Inventaris, Penyusutan dan Bunga Modal PGT Sindangwangi
Harga Nilai Bunga
Thn Umur GDP Nilai real Penyusutan
No Tahapan satuan Jml persatuan perolehan modal (Rp
perolehan pakai Deflator (Rp Juta) (Rp Juta)
(Rp Juta) (Rp Juta) Juta)
B. Jalan dan jembatan 72.278 134.197 7.568 12.759
Jalan Produksi PGT - TPN 1999 m 35 0.704 24.648 20 51.17 48.171 2.409 4.552
Jalan Angkutan Terpentin
Dan Gondorukem 2000 m 35 0.608 21.284 20 61.63 34.535 1.727 3.264
Jalan Aspal Angkutan
Terpentin Dan Gondorukem 1999 m 200 0.132 26.346 15 51.17 51.491 3.433 4.943
C. Bengkel dan instalasi 648.170 2617.066 397.542 271.315
MPO PGT Sindangwangi 1997 unit 1 14.795 14.795 8 25.57 57.857 7.232 5.858
MPO PGT Sindangwangi 1997 unit 1 12.620 12.620 8 25.57 49.351 6.169 4.997
genset 1992 unit 1 128.520 128.520 5 16.10 798.455 159.691 86.233
Intalasi Listrik Pabrik PGT
Sindangwangi 1998 unit 1 143.175 143.175 5 44.82 319.445 63.889 34.500
Intalasi Listrik Hal PGT
Sindangwangi 1994 unit 1 13.296 13.296 5 19.02 69.897 13.979 7.549
Instalasi Listrik Pabrik PGT
Sindangwangi 1994 unit 1 11.457 11.457 5 19.02 60.227 12.045 6.504
Pengadaan Pipa PGT
Sindangwangi 2000 unit 1 27.770 27.770 10 61.63 45.060 4.506 4.461
hydrant System PGT
Sindangwangi 1994 unit 1 33.418 33.418 10 19.02 175.675 17.567 17.392
Pompa Gunfos 3 PK 1999 unit 1 14.102 14.102 5 51.17 27.561 5.512 2.977
Sumur artesis PGT
Sindangwangi 1993 unit 1 125.927 125.927 10 17.65 713.462 71.346 70.633
Pompa Sirkulasi PGT
Sindangwangi 1998 unit 1 45.100 45.100 10 44.82 100.624 10.062 9.962
sumur artesis PGT
Sindangwangi 1998 unit 1 8.481 8.481 10 44.82 18.922 1.892 1.873
Instalasi lainnya PGT
Sindangwangi 1994 unit 1 10.647 10.647 5 19.02 55.972 11.194 6.045
Talud Penahan Tanah 1 1998 m2 80 0.430 34.408 10 44.82 76.769 7.677 7.600
Talud Penahan Tanah 2 1999 m2 60 0.408 24.453 10 51.17 47.790 4.779 4.731
60

72
Tabel Lampiran 2. ( lanjutan) Inventaris, Penyusutan dan Bunga Modal PGT Sindangwangi
Harga Nilai Bunga
Thn Umur GDP Nilai real Penyusutan
No Tahapan satuan Jml persatuan perolehan modal
perolehan pakai Deflator (Rp Juta) (Rp Juta)
(Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)
D. Perlengkapan Kantor dan
KTB 47.765 161.371 34.704 17.647
Perangkat Komputer 1996 unit 1 5.937 5.937 5 22.72 26.136 5.227 2.823
Meja Kerja 2005 unit 1 3.500 3.500 2 100.00 3.500 1.750 0.472
Meja Tamu 2005 unit 1 1.000 1.000 2 100.00 1.000 0.500 0.135
Peti Besi Merk President 1990 unit 1 0.472 0.472 10 13.68 3.450 0.345 0.342
Peti Besi 1997 unit 1 1.600 1.600 10 25.57 6.257 0.626 0.619
Mesin Babat Rumput 1992 unit 1 1.100 1.100 2 16.10 6.834 3.417 0.923
Timbangan Merk Merkusi 1991 unit 1 1.410 1.410 5 15.17 9.296 1.859 1.004
Timbangan Duduk 1992 unit 1 5.496 5.496 5 16.10 34.146 6.829 3.688
Timbangan Duduk 1992 unit 1 2.500 2.500 5 16.10 15.532 3.106 1.677
Timbangan Digital 1998 unit 1 24.750 24.750 5 44.82 55.221 11.044 5.964
Jumlah Total 3864.602 15684.413 2042.035 1574.188
61

73
Tabel Lampiran 3.Gaji Pegawai PGT. Sindangwangi
Total
Item Satuan Jumlah
(Rp juta)
Org 1
Gaji Dan Tunjangan Kep. Pabrik 20
HOK/th 360
Org 45
Gaji Dan Tunjangan Peg. Pabrik 567
HOK/th 360
Total 587

62
Tabel Lampiran 4. Biaya Umum PGT. Sindangwangi
Jumlah
Nilai per
Item Satuan Jumlah Biaya
satuan
(Rp Juta)
Umum 918
Biaya Makan Minum Rp/bln 12 3.344 40.129
Pemeliharaan Gedung Kantor Pabrik Rp/bln 12 0.212 2.549
Pemeliharaan Gedung Pabrik Rp/bln 12 1.447 17.362
Pemeliharaan Gudang Pabrik Rp/bln 12 0.792 9.500
Pemeliharaan Gudang Pabrik Rp/bln 12 2.313 27.750
Pemeliharaan Boiler Rp/bln 12 0.813 9.750
Pemeliharaan Genset Rp/bln 12 4.230 50.765
Pemeliharaan Mesin dan Instalasi Lainnya Rp/bln 12 32.334 388.002
Alat Tulis Kantor Rp/bln 12 0.302 3.628
Biaya Perjalanan PHL Pabrik Rp/bln 12 0.240 2.876
Biaya Pengadaan Barang Pabrik Rp/bln 12 0.225 2.698
Biaya Jamuan Tamu Rp/bln 12 1.038 12.454
Alat-Alat Penerangan Rp/bln 12 0.343 4.110
Obat-Obatan Rp/bln 12 0.128 1.536
Biaya Lain Produksi Rp/bln 12 0.283 3.392
Biaya Latihan Kerja Rp/bln 12 5.066 60.788
Alat Keselamatan Rp/bln 12 0.317 3.800
Langganan Listrik Rp/bln 12 8.645 103.745
Pakaian Kerja Rp/bln 12 0.667 8.001
Biaya Telepon Pabrik Rp/bln 12 0.813 9.753
Makanan Tambahan Rp/bln 12 1.229 14.753
Biaya Ban Forklift Depan dan Belakang unit 6 1.46 9.960
Biaya Lelang Kecil/Perjalanan Rp/bln 12 2.559 30.706
Biaya Materai/Tekbor Rp/bln 12 0.230 2.762
Biaya Export Rp/bln 12 1.021 12.248
Biaya Pungutan Export Rp/bln 12 0.548 6.575
Biaya Angkutan dan Freight Rp/bln 12 1.114 13.372
Biaya Stuffing Terpentin Rp/bln 12 1.371 16.451
Pajak Rp/bln 12 4.07 48.48

63
Tabel Lampiran 5. Biaya Variabel PGT. Sindangwangi
Jumlah
Harga
No Tahapan Satuan Jumlah Biaya
Persatuan
(Rp Juta)
1 Persiapan bahan baku 8548.030
Material 7810.471
biaya getah ton 5435.44 1.437 7810.216
biaya bahan lainnya 0.255
Upah 737.559
upah angkut/langsir rit 3650 0.196 715.903
upah bongkar/timbang org (hok/th) 3 (360) 0.020 21.656
2 Pengolahan bahan baku 3215.514
Material 2983.777
bahan bakar (genset) liter 173265 0.005 841.201
bahan pelumas (genset) liter 751 0.018 13.510
bahan kimia lainnya liter 45264 0.003 147.108
asam oksalat kg 12436 0.020 250.342
drum kerucut/gondorukem unit 3195 0.526 1679.867
garam industri kg 1501 0.002 2.628
kapur tohor kg 8018 0.001 5.212
kapas/kaporit kg 9 0.017 0.146
filter solar genset A/B unit 38 0.313 11.955
filter oli genset A/B unit 65 0.198 12.898
sheal pompa DAB unit 65 0.275 18.000
sheal pompa lowara unit 2 0 0.430
sheal gelas penduga/ unit 2 0 0.075
impeler DAB/csotlite unit 1 0.285 0.406
Upah 231.737
upah operator harian org (hok/th) 6 (360) 0.028 60.779
upah jok/timbang gondo org (hok/th) 1 (360) 0.007 2.592
upah lainnya org (hok/th) 1 (360) 0.163 58.658
upah phl peg. Kantor pabrik org (hok/th) 10(360) 0.016 57.617
upah lembur peg. Kantor pabrik Rp/jam 1886 0.002 3.772
insentif phl hok/th 200 0.030 6.000
upah tak langsung lainnya 42.319
3 Pengujian produk
4 Pengolahan limbah
5 Pemasaran 50.274
Upah 50.274
biaya mengatur gondorukem org (hok/th) 5 (360) 0.022 38.883
upah lembur mengatur terpentin Rp/jam 0.004 2000 7.391
upah angkut langsir org (hok/th) 1 (360) 0.011 4.000
Total biaya variabel 11813.818
Material 10794.249
Upah 1019.570

64

Anda mungkin juga menyukai