ARI SUHARDIANTO
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Sifat Fisis dan
Pengeringan Kayu Rambutan, Nangka, dan Kecapi serta Penggunaan
Larutan Urea dalam Pengendalian Cacat Pengeringannya” adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Ari Suhardianto
NIM E24080080
ABSTRAK
ARI SUHARDIANTO. Sifat Fisis dan Pengeringan Kayu Rambutan, Nangka, dan
Kecapi serta Penggunaan Larutan Urea dalam Pengendalian Cacat
Pengeringannya. Dibimbing oleh TRISNA PRIADI.
ABSTRACT
ARI SUHARDIANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Sifat Fisis dan Pengeringan Kayu
Rambutan, Nangka, dan Kecapi serta Penggunaan Larutan Urea dalam
Pengendalian Cacat Pengeringannya”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun
penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Ari Suhardianto
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 1
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Hubungan Air dan Kayu ...................................................................................... 2
Proses Pengeringan Kayu .................................................................................... 3
Mekanisme Keringnya Kayu ............................................................................... 3
Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Kayu .................................................. 3
Metode Pengeringan Kayu .................................................................................. 5
Cacat Pengeringan Kayu ..................................................................................... 7
Jadwal Pengeringan ............................................................................................. 9
Kayu dari Lahan Milik Rakyat .......................................................................... 10
Rambutan (Nephelium spp – Sapindaceae) ................................................... 10
Kecapi (Sandoricum koetjape – Meliaceae) .................................................. 10
Nangka (Artocarpus heterophyllus - Moraceae) ............................................ 10
Perlakuan Pendahuluan Sebelum Pengeringan ................................................. 11
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 11
Bahan ................................................................................................................. 11
Alat .................................................................................................................... 11
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................... 12
Prosedur Pengujian ............................................................................................ 12
Pengujian Sifat Fisis ...................................................................................... 12
Pengujian Perlakuan Pendahuluan Sifat Pengeringan ................................... 12
Rendaman Menggunakan Urea ...................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 13
Sifat Fisis Kayu ................................................................................................. 13
Sifat Pengeringan ............................................................................................... 14
Jadwal Pengeringan Dasar ................................................................................. 15
Pengendalian Cacat Pengeringan dengan Perendaman Larutan Urea ............... 17
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 18
Simpulan ............................................................................................................ 18
Saran .................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 19
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 26
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan kayu adalah proses penurunan kadar air kayu sampai kadar
air tertentu atau kadar air yang sesuai dengan kondisi tempat kayu tersebut berada
yang disebut dengan kadar air seimbang. Menurut Coto (1996) ada beberapa
alasan dari kegiatan pengeringan kayu, diantaranya:
1. Menghindari cacat bentuk dan menjaga stabilitas dimensi kayu teruatama
setelah proses pengoalahan dengan cara memastikan penyusutan kayu telah
terjadi sebelum kayu digunakan.
2. Untuk memperbaiki permukaan kayu sebelum tahapan proses pengolahan
selanjutnya, seperti perekatan dan pewarnaan.
3. Agar lebih tahan dari pelapukan akibat serangan jamur.
4. Memudahkan impregnasi dengan bahan pengawet.
5. Menurunkan berat kayu serta mengurangi biaya angkutan.
1. Collapse
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa collapse adalah distorsi sel-sel yang
sangat kuat sehingga menyebabkan permukaan papan tampak berkerut-kerut.
Untuk menghindari collapse, kayu-kayu tersebut perlu mendapatkan pengeringan
pendahuluan (pre-heating) dengan suhu rendah selama beberapa hari atau
ditumpuk dan dibiarkan mengalami pengeringan alami untuk beberapa minggu.
2. Case hardening
Case hardening terjadi akibat tegangan sisa pengeringan yang terjadi pada
permukaan kayu. Cacat ini menjadi masalah pada saat pengerjaan kayu, dan
sangat mengganggu pada kayu yang akan diserut atau dipotong. Untuk
mengetahui ada tidaknya case hardening pada kayu dapat dilakukan uji garpu
(Walker 1993).
Retak dalam (honey combing) disebabkan oleh retak permukaan yang
berkelanjutan atau besarnya tegangan tegak lurus serat melebihi kekuatan yang
dimiliki oleh kayu tersebut. Untuk menghindari terjadinya retak dalam pada
proses pengeringan diberikan kelembaban udara yang tinggi pada permulaan
pengeringan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (Walker 1993).
3. Retak (checking)
Retak dapat dibagi dua bagian yaitu retak permukaan (surface check) dan
retak ujung (end check). Tsoumis (1991) menyatakan bahwa retak terjadi
disebabkan oleh perubahan dimensi yang tidak sama antara permukaan dengan
bagian dalam dari sepotong kayu. Retak biasanya terjadi pada sepanjang jari-jari
karena merupakan bagian terlemah pada kayu.
9
Jadwal Pengeringan
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan November 2012.
Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini di Laboratorium Pengeringan Kayu,
Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Pengujian
a – KT KT a a– o
KA S
KT a
Keterangan:
KA = Kadar air (%) BJ = Berat jenis
Ba = Berat awal (gr) Va = Volume segar (cm3)
BKT = Berat kering tanur (gr) SV = Susut volume (%)
3
Va = Volume awal (cm ) Vo = Volume kering tanur (cm3)
Ρ = Kerapatan standar air pada suhu 40C (1gr/cm3)
Hasil pengujian sifat fisis menunjukan bahwa kayu rambutan, nangka, dan
kecapi yang digunakan masih dalam kondisi segar dengan kadar air dari setiap
jenis kayu lebih dari 30%, sehingga dapat digunakan untuk penentuan jadwal
pengeringan dasar.
Pada Tabel 1 dapat dilihat nilai berat jenis dari masing-masing jenis kayu
berbeda. Kayu rambutan memiliki BJ tertinggi (0,69) dibandingkan jenis lainnya,
sedangkan BJ terendah dimiliki kayu kecapi (0,41). Tampak adanya sedikit
perbedaan berat jenis pada hasil penelitian ini dengan yang dilakukan Martawijya
et al (2005), hal ini disebabkan oleh proporsi kayu teras serta gubalnya atau dapat
juga dipengaruhi oleh perbedaan tempat tumbuh dari masing-masing ketiga jenis
kayu tersebut. Kayu dengan berat jenis tinggi (rambutan) cenderung mengalami
14
susut volume yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu yang memiliki berat
jenis rendah (nangka dan kecapi). Bramhall dan Wellwood (1976) menyatakan
bahwa tingginya berat jenis kayu akan menghasilkan nilai susut volume yang
besar. Ini disebabkan oleh dinding sel yang lebih tebal, sehingga air terikat yang
perlu dikeluarkan dari dinding sel lebih banyak. Selain itu penyusutan kayu
berberat jenis tinggi cenderung lebih besar. Berat jenis juga mempengaruhi kelas
kuat kayu, semakin tinggi berat jenisnya maka kekuatan kayu semakin tinggi.
12 0.69
Susut Volume (%)
9 0.58
0.41 Rambutan
6 Nangka
Kecapi
3
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Berat Jenis
Sifat Pengeringan
permeabilitas kayu yang rendah, di mana kadar air yang ada di permukaan dan
bagian dalam kayu berbeda, sehingga terjadi tegangan tarik di permukaan dan
tegangan tekan di dalam kayu. Adapun cacat bentuk yang terjadi pada kayu
rambutan adalah cupping (mencawan) dan crooking (membungkuk). Kayu nangka
memiliki sifat dasar pengeringan yang agak baik. Cacat bentuk atau deformasi
menjadi cacat terparah pada kayu nangka dengan nilai maksimal 3. Cacat bentuk
yang terjadi pada kayu nangka adalah cupping yang terutama disebabkan oleh
perbedaan penyusutan yang besar pada arah radial dan tangensial. Menurut
Bramhall dan Wellwood (1976), cacat bentuk umumnya terjadi pada kayu yang
basah dengan permeabilitas yang rendah dan atau terdapatnya penyumbatan pada
pori kayu. Seperti halnya kayu nangka, kayu kecapi juga memiliki sifat
pengeringan yang agak baik, dengan nilai maksimal retak permukaan sebesar 3
sehingga menjadi indikator penentu jadwal pengeringan dasar kayu kecapi.
Perbedaan sifat pengeringan ketiga jenis kayu tersebut dapat dipengaruhi oleh
faktor fisis, kimia, dan anatomi kayunya.
kelembaban awal yang dianjurkan untuk pengeringannya berada pada kisaran 50-
81 0C dan 90-28%. Pada kayu nangka cacat bentuk merupakan cacat terparah
dengan nilai maksimal 3 sehingga suhu dan kelembaban yang dianjurkan adalah
58-83 0C dan 78-25%. Sedangkan pada kayu kecapi retak permukaan merupakan
cacat terparah dengan niali maksimal 3 sehingga suhu dan kelembaban yang
dianjurkan untuk kayu kecapi ada pada kisaran 55-85 0C dan 82-85%, diuraikan
pada Tabel 3.
Berdasarkan konversi yang mengacu pada standar Forest Product
Laboratory (FPL) Madison (Torgeson 1951 dalam Basri et al 2000), maka jadwal
pengeringan dasar dapat dikelompokan menjadi dua yaitu jadwal pengeringan
dengan suhu 50-80 0C (kayu rambutan) dan jadwal pengeringan dengan suhu 55-
80 0C (kayu nangka dan rambutan). Mengacu pada Torgeson (1951), maka jadwal
pengeringan yang dapat dibuat untuk ketiga jenis kayu tersebut diuraikan pada
Tabel 4 dan 5.
Tabel 3 Suhu dan kelembaban awal dan akhir ketiga jenis kayu
RH Suhu
Suhu (0C)* Jadwal KA Kode
(%)* (0C)**
Jenis
Suhu* Awal Jadwal
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
* (%) Pengeringan
Rambutan 50 81 90 28 50 80 T-6 59,07 T6-C2
Nangka 58 83 78 25 55 80 T-8 32,32 T8-A4
Kecapi 55 85 82 27 55 80 T-8 31,35 T8-A4
*) Berdasarkan metode Terazawa (1965) **) Berdasarkan metode Torgeson (1951)
Tabel 6 Nilai cacat kayu setelah perlakuan rendaman larutan urea jenuh
Nilai Cacat
Waktu Rendaman
Jenis kayu Retak Permukaan Retak Dalam
(jam)
Min Max Min Max
Kontrol 1 3 1 2
0,5 1 2 1 1
Rambutan 1 1 2 1 1
1,5 1 2 1 1
2 1 1 1 1
Kontrol 1 2 1 2
0,5 1 2 1 2
Nangka 1 1 1 1 1
1,5 1 1 1 1
2 1 1 1 1
Kontrol 1 2 1 2
0,5 1 1 1 2
Kecapi 1 1 1 1 1
1,5 1 1 1 1
2 1 1 1 1
Simpulan
1. Kayu rambutan yang memiliki berat jenis relatif tinggi (0,69) mengalami cacat
pengeringan retak permukaan dan perubahan bentuk (deformasi) yang lebih
banyak dari pada kayu nangka dan kecapi yang berat jenisnya 0,58 dan 0,41.
2. Kayu rambutan memiliki sifat pengeringan yang buruk sehingga suhu dan
kelembaban awal dan akhirnya adalah 50-81 0C dan 90-28%. Sedangkan kayu
nangka dan kecapi memiliki sifat pengeringan agak baik, sehingga suhu dan
kelembaban awal dan akhirnya berturut-turut adalah 58-83 0C dan 78-25%
(nangka), 55-85 0C dan 82-27% (kecapi).
3. Perlakuan rendaman dalam larutan urea jenuh mampu mengurangi cacat retak
kayu hingga 75% dalam pengeringannya.
19
Saran
1. Efektivitas perlakuan perendaman kayu dalam larutan urea jenuh perlu diuji
pada pengeringan suhu yang lebih tinggi dari 70 0C.
2. Perlu pengujian jadwal pengeringan dasar ketiga jenis kayu tersebut dalam
ukuran contoh uji full scale.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Hutan rakyat Indonesia. Majalah Kehutanan Indonesia. Edisi III:
32. Jakarta.
Basri E. 1990. Bagan Pengering Beberapa Jenis Kayu Hutan Tanaman Industri.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6(7):447-451.
Basri E, Hayashi K, Hadjib, Roliadi. 2000. The Qualities and Kiln Drying
Schedule of Several Wood Species from Indonesia. Procceding of The
Third International Wood Science Symposium, November 12, 2000 in
Kyoto Japan. Pp 43-48.
Basri E, Rahmat. 2001. Pembuatan Kilang Pengeringan Kayu Kombinasi Energi
Surya dan Tungku.Petunjuk Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Bramhall, Wellwood. 1976. Kiln Drying of Western Candian Lumber. Candian
Forestry Servic.Western Forest Product Laboratory Vancouver. British
Columbia.
Brown GM, Snell EE. 1952. Nature of multiple forms of the Lactobacillus
bulgaricus factor. Proc.
Budianto AD. 1996. SistemPengeringan Kayu. Semarang: Kanisius.
Coto Z. 1996. Pentinganya Pengeringan Kayu. Buletin Teknologi Hasil Hutan
Vol. 1 No. 1. Kelompok Peneliti, Praktisi, dan Peminat Industri Hasil
Hutan.
Coto Z. 2004. Outline Mata Kuliah Pengeringan Kayu. Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Isrianto.1997. Kajian Anatomi dan Kajian Fisik Kayu Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk).[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.Tidak diterbitkan.
Kadir K. 1997. Pencegahan Retak dan Pecah pada Kayu Pasang (Quercus sp)
dengan Polyethyl-Glycol 1000 dan Urea. Balai Penelitian Hasil Hutan.
Bogor.
Kamil RN, Kliwon S. 1973. Pengujian Enam Jenis Kayu Dari Jasinga Untuk
Papan Wol Kayu.Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 18. Dirjen
Kehutanan. Departemen Pertanian Bogor.
20
LAMPIRAN
Retak dalam
Jumlah cacat retak dalam Klasifikasi Sifat pengeringan
0 1 Sangat baik
1 besar / 2 kecil 2 Baik
2 besar / 4-5 kecil 3 Agak baik
4 besar / 7-9 kecil 4 Sedang
6-8 besar / 15 kecil 5 Buruk
17 besar / banyak kecil 6 Sangat buruk
22
1
1
7
2 5
3 8
6
4
Lampiran 3 Perubahan suhu dan kelambaban pada awal dan akhir pengeringan
kayu (Terazawa 1965).
Lampiran 4 Suhu bola kering dan depresi suhu bola basah berdasarkan kadar air
kayu (Torgeson 1951).
Lampiran 5 Nilai kelembaban udara relatif berdasarkan suhu bola kering dan
depresi bola basah.
26
RIWAYAT HIDUP