Anda di halaman 1dari 22

USULAN PENELITIAN

POTENSI REGENERASI ALAMI DI HUTAN PENELITIAN


GUNUNG DAHU, LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR
JENIS Shorea pinanga dan Shorea platyclados

ISNA MAULIDAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
POTENSI REGENERASI ALAMI DI HUTAN PENELITIAN
GUNUNG DAHU, LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR
JENIS Shorea pinanga dan Shorea platyclados

ISNA MAULIDAH

Proposal
sebagai salah satu syarat untuk melakukan
penelitian tugas akhir skripsi
pada mayor Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Judul Usulan : Potensi Regenerasi Alami Di Hutan Penelitian Gunung Dahu,
Leuwiliang, Kabupaten Bogor Jenis Shorea pinanga dan Shorea
platyclados
Nam : Isna Maulidah
NIM : E44150025

Disetujui oleh

Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MSc Ftrop Henti H. Rachmat, SHut MSi PhD


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MSi


Ketua Departemen

Tanggal Disetujui :
PRAKATA

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang
telah memeberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal usulan penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia menuju zaman yang
lebih baik seperti saat ini.
Proposal usulan penelitian ini berjudul Potensi Regenerasi Alami Di Hutan
Penelitian Gunung Dahu, Leuwiliang, Kabupaten Bogor Jenis Shorea pinanga dan
Shorea platyclados. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari 2018. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MSc FTrop
dan Ibu Henti Hendalastuti Rachmat, SHut, MSi, PhD yang telah bersedia menjadi
pembimbing dan telah memberi masukan serta saran selama penulisan usulan
penelitian ini. Usulan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan masukan dan saran agar penelitian ini dapat berjalan dengan
baik dan memperoleh hasil yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pihak yang
membutuhkan.

Bogor, Januari 2019

Isna Maulidah
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Kondisi Umum Hutan Penelitian Gunung Dahu 2
Shorea pinanga 3
Shorea macrophylla 4
METODE 4
Alat dan Bahan 4
Prosedur Pengambilan Data 5
Metode Pengumpulan Data 6
Prosedur Analisis Data 7
DAFTAR PUSTAKA 8
LAMPIRAN 10

DAFTAR GAMBAR

No table of figures entries found.

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tally sheet pohon 10


2 Tally sheet semai 11
3 Tally sheet faktor abiotik 12
4 Jadwal pelaksanaan program 13

PENDAHULUAN
9

Latar Belakang

Hutan tropika dikenal dengan keanekaragaman jenis yang tinggi dan proses ekologi
berjalan dengan seimbang dan dinamis. Terbentuknya pola keanekaragaman dan
struktur tegakan hutan, erat hubungannya dengan kondisi lingkungan, baik biotik
maupun abiotik. Dipterocarpaceae, merupakan famili dari spesies pohon dominan
di hutan tropika Malaysia dan Indonesia, secara ekologis dominan dan kayunya
signifikan secara ekonomi. Konservasi sumber daya hutan alam saat ini sangat
dibutuhkan, karena sumber daya hutan alam yang semakin menurun, khususnya
famili Dipterocarpaceae. Konservasi sumber daya hutan alam dapat dilakukan
dengan cara pembangunan hutan buatan. Hutan buatan (man made forest)
merupakan sebuah hutan yang mana keberadaannya bukan disebabkan karena
proses alam, namun karena sengaja dibuat dan dibudidayakan oleh manusia.
Hutan Penelitian Gunung Dahu merupakan hutan buatan untuk menguji
kemampuan beradaptasi berbagai spesies dari famili Dipterocarpaceae yang
ditanam di luar habitat aslinya untuk menentukan kenaikan tingkat pertumbuhan,
mengungkapkan teknik silvikulturnya baik di pembibitan maupun di lapangan, dan
untuk melakukan strategi konservasi ex-situ spesies di lokasi yang dapat diandalkan
dan aman (Subiakto et al. 2016). Kondisi suatu tegakan hutan selalu dipengaruhi
oleh keadaan tempat tumbuhnya, perlakuan silvikultur, umur dan sifat genetik
pohon, interaksi antara setiap individu pohon terhadap keadaan tempat tumbuhnya,
serta interaksi yang terjadi antar individu pohon. Adanya suksesi/regenerasi alami
turut berperan dalam pembentukan struktur tegakan di suatu hutan (Kusmana dan
Susanti 2015).
Shorea pinanga dan Shorea platyclados merupakan salah satu spesies yang
ditanam pada plot uji penanaman di Hutan Penelitian Gunung Dahu. Shorea
pinanga dan Shorea platyclados merupakan spesies yang memerlukan naungan
pada awal pertumbuhannya, walaupun dengan bertambahnya umur naungan dapat
dikurangi secara bertahap. Pengaturan naungan sangat penting untuk menghasilkan
semai yang berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur dan
evaporasi (Suhardi et al. 1995). Semai Shorea pinanga dan Shorea platyclados
termasuk jenis rumpang atau gap appertunist, yaitu semai tidak dapat berkembang
apabila kanopi hutan di atasnya terbuka dan terbentuk rumpang. Kemampuan
hidup semai yang tinggi didukung oleh faktor lingkungan seperti intensitas cahaya
matahari, suhu, dan kelembaban (Atmoko 2011).

Perumusan Masalah

Permasalahan yang berusaha untuk dicari penyelesaiannya dalam penelitian ini


adalah:
1. Bagaimana potensi regenerasi alami pada jenis Shorea pinanga dan Shorea
platyclados Di Hutan Penelitian Gunung Dahu ?
2. Bagaimana pengaruh kondisi lingkungan terhadap tegakan jenis Shorea pinanga
dan Shorea platyclados Di Hutan Penelitian Gunung Dahu ?
Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi potensi dan tingkat regenerasi alami


Shorea pinanga dan Shorea platyclados dan mengidentifikasi kondisi lingkungan
10

yang mendukung pertumbuhan Shorea pinanga dan Shorea platyclados di Hutan


Penelitian Gunung Dahu.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi
mengenai regenerasi alami Shorea pinanga dan Shorea platyclados sehingga dapat
menjadi dasar untuk pengelolaan tegakan Shorea pinanga dan Shorea platyclados
kedepannya, di Hutan Penelitian Gunung Dahu. Khususnya dalam budidaya hutan
jenis Shorea pinanga dan Shorea platyclados.

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Hutan Penelitian Gunung Dahu

Hutan Penelitian Meranti Gunung Dahu terletak di Desa Pabangbon,


Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dengan luas sekitar 250 ha. Hutan
penelitian ini dibangun pada tahun 1997 dengan kerjasama Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (kini, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan) dengan KOMATSU, Jepang. Saat ini, kawasan yang telah
ditanami jenis-jenis meranti (dipterokarpa) sebesar ± 160,7 ha yang terdiri dari plot
percobaan meranti (± 75 ha) dan plot kebun koleksi dipterokarpa (± 85,7 ha). Status
hukum HP Gunung Dahu masih dalam bentuk kerjasama (MoU) dengan Perum
Perhutani yang ditujukan sebagai lokasi penelitian dan pengembangan jenis
dipterokarpa.
Kawasan HP Gunung Dahu merupakan kawasan hutan produksi Perum
Perhutani yang dikhususkan sebagai lokasi penelitian dan pengembangan jenis-
jenis tanaman meranti (dipterokarpa). Kawasan yang telah ditanami jenis meranti
terbagi ke dalam dua plot besar yaitu plot percobaan meranti yang terdiri dari
jenis Shorea leprosula dan S. selanica memiliki; dan plot kebun koleksi
dipterokarpa yang terdiri dari 15 jenis tanaman dipterokarpa, antara lain: S
.leprosula, S. selanica, S. platyclados, S. javanica, S. pinanga, S. stenoptera, S.
ovalis, S. palembanica, S. guiso, S. macrophylla, S. balangeran, S.
mecisopteryx, S. multiflora, Hopea bancana, dan Anisoptera marginata. Selain itu,
pada HP Gunung Dahu terdapat juga beberapa jenis tanaman buah seperti tanaman
rambutan, manggis, manga, dan durian.
Secara geografis kawasan Hutan Penelitian (HP) Gunung Dahu terletak
pada koordinat 06o36’30” - 06o37’00” LS dan 106o34’00” - 106o35’30” BT.
Sedangkan secara administrasi, kawasan HP Gunung Dahu berada di Desa
Pabangbon (Kec. Leuwiliang) dan Desa Bantar Karet (Kec. Nanggung), Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi HP Gunung Dahu termasuk ke dalam wilayah
RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KHP Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat dan Banten.Hutan Penelitian Gunung Dahu memiliki curah hujan 2.500 –
2.700 mm/tahun. Kondisi topografi curam dengan ketinggian sekitar 550-650 m
dpl. Jenis tanahnya latosol coklat kemerahan (KLHK 2013).
11

Shorea pinanga

Shorea Pinanga adalah famili Dipterocarpaceae, sub klas Dikotiledon dan


kelas Angiospermae. Shorea Pinanga memiliki nama daerah seperti, langgai (Iban),
awang lanying (Kalimantan bagian timur dan selatan), engkabang bukit,
tengkawang telur, tengkawang telaga, tengkawang minggi (Kalimantan Barat).
Shorea Pinanga ini tumbuh alami di Kalimantan, biasanya pada punggung bukit di
bawah 700 m dpl. Pohon Shorea Pinanga umumnya berukuran sedang hingga besar,
batang lurus silindris mencapai tinggi 60 m, diameter mencapai 130 cm. Tajuk
terbuka, percabangan menyebar, menaik di pangkalnya dan menjuntai di ujungnya
dimana jelas terlihat gugus daun, daun muda dan daun penumpu warna magenta
yang berselang-seling horisontal.
Ranting S. pinanga umumnya menjumbai dan ranting mati memipih. Banir
tebal dan tingginya hingga 1,5 m, menyebar, cekung membulat. Kulit batang licin
dan mengelupas besar-besar, warna coklat merah muda pucat, bergelang,
berlentisel kecil warna oranye. Kulit luar tipis, kulit dalam sampai 1 cm, warna
coklat merah muda atau kuning pucat kecoklatan pada kambium. Tangkai daun 1,1-
2,2 cm, gundul atau ada indumentum rapat warna coklat kelabu. Daun 11,5-21 x
4,9-9 cm, kaku seperti kulit, lonjong atau bundar telur menyempit, ujung melancip
panjang atau pendek melebar, pangkal membaji, membulat atau sedikit menjantung.
Sisi atas daun kering coklat kemerahan, gundul atau ada indumentum kuning
coklat/coklat keemasan pada midrib. Sisi bawah daun kering coklat kemerahan,
kusam atau mengkilap, gundul atau ada indumentum lebat/jarang warna coklat,
kuning coklat/coklat keemasan di helai daun dan pertulangannya. Tulang daun
sekunder 10-16 pasang, melengkung, saat kering jelas lebih pucat daripada atau
sama dengan daunnya, tulang tengah kadang muncul, tulang tersier jelas dan tegak
lurus, tidak ada domatia. Daun penumpu 36-60 x 12-17 mm, menyegitiga, lancip,
merah atau magenta ketika muda, lambat laun menjadi hijau, persisten. Bekas daun
penumpu jelas terlihat, berbentuk bulan sabit.
Bunga merah muda gelap. Benang sari 15. Sayap buah 3 panjang ukuran
22-28 x 2,5-3,5 cm, 2 pendek ukuran 8-17 x 0,8-1,4 cm. Biji bundar telur, 34-53 x
25-28 mm, umumnya panjang lebar kurang lebih sama yaitu sekitar 2,3 cm. Kayu
gubal krem, kayu teras merah muda dan berserat halus. Daun seperti kulit,
umumnya lebih besar daripada daun pohon dewasa, mengkilap di permukaan atas
daun, daun penumpu menyegitiga dan persisten, warna hijau muda ((Maharani et
al. 2013).

Shorea platyclados

Shorea platyclados merupakan kelompok tanaman Dipterocarpaceae yang


masuk dalam Genus Shorea dan dapat hidup pada ketinggian 300‒1 200 m dpl,
tetapi mempunyai pertumbuhan yang optimum pada ketinggian 750‒1 000 m dpl.
Jenis ini banyak ditemukan di pegunungan Kalimantan, Sumatra, dan Semenanjung
Malaysia.S. platyclados salah satu jenis unggulan dalam kelompok dipterocarps
yang direkomendasikan untuk kegiatan penanaman pengayaan (enrichment
planting) dan rehabilitasi Logged Over Area (LOA) hutan hujan tropika di
Indonesia (Hardiwinoto et. al. 2016).
12

Shorea platyclados v. Slooten ex Foxw (meranti batu) memiliki volume/ha


yang cukup tinggi yaitu sebesar 553 m3/ha pada umur 64.5 tahun. Riap rata-rata
tahunan (MAI) diameter pohon pada umur 50 tahun mencapai 1.06 cm/tahun dan
MAI volume 12.65 m3/ha/tahun. Hasil kayu meranti batu dipergunakan untuk
plywood, veneer, kayu pertukangan, perabot rumah tangga, papan hias tembok, dan
lain-lain. Sementara getahnya dapat digunakan sebagai dasar bahan komponen
elektronik, percetakan, dan obat-obatan (Ali dan Edy 2007).
Jenis Dipterocarpaceae umumnya memiliki karakter pembungaan yang tidak
teratur dengan hanya berbuah empat tahun sekali bahkan ada yang berbuah 13 tahun
sekali. Benih Dipterocarpaceae memiliki karakter hanya dapat disimpan beberapa
minggu karena viabilitasnya cepat menurun (Ali dan Edy 2007). Shorea platyclados
memiliki frekuensi berbunga 3‒4 tahun sekali dengan masa berbunga selama 4
bulan yang biasanya terjadi pada bulan April sampai Juli (Appanah dan Turnbull
1998).

Regenerasi Alami

Regenerasi alami merupakan salah satu faktor yang dapat merubah struktur
tegakan di hutan dari waktu ke waktu. Berdasarkan regenerasi alami tersebut jenis
pohon yang tumbuh, jumlah pohon, letak dan komposisi pohon yang terbentuk akan
berubah seiring berjalannya waktu sehingga perlu diketahui bentuk/pola dari
sebaran diameter dan tinggi sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam
pengelolaan hutan di masa depan. Keberadaan anakan pohon memegang peranan
penting dalam proses regenerasi alami saat hilangnya pohon besar karena tumbang
atau mati (Mirmanto 2014).
Regenerasi alami suatu tegakan pohon dapat dilihat dari kemampuan pohon
bereproduksi yang tercemin dari ketersediaan anakan pohon baik dalam tingkat
semai maupun tingkat pancang. Anakan pohon ini dimasa yang akan datang akan
menggantikan pohon tua, sehingga ekosistem hutan selalu stabil. Faktor yang
menghambat terjadinya regenerasi secara alami karena adanya berbagai tekanan
yang berasal dari kegiatan manusia seperti kebakaran, kehadiran invasi jenis yang
dominan, kehadiran dan ivasi jenis eksotik, kondisi iklim mikro yang tidak sesuai,
tanah yang tidak subur dan tidak adanya bank biji yang memadai (Parrotta et al.
1997).

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari hingga Februari 2018, di


Hutan Penelitian Gunung Dahu, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat.
13

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta sebaran jenis
tanaman Shorea sp., Global Position System (GPS), roll meter, pita ukur, phi band,
haga hypsometer, densiometer, lux meter, clinometer, kompas, thermometer, tally
sheet, patok, tali rafia, penggaris, kamera, alat tulis, dan laptop yang dilengkapi
dengan Microsoft Office 2010, Microsoft excel 2010, dan Software SAS 16. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini berupa tegakan pohon dan semai jenis Shorea
pinanga dan Shorea macrophylla di Hutan Penelitian Gunung Dahu.

Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan pada areal tegakan Shorea pinanga dan Shorea
platyclados. Data yang diambil di dalam petak pengamatan berupa tinggi dan
diameter pohon induk, tinggi anakan (semai dan pancang), jarak anakan (semai dan
pancang) dari pohon induk terdekat, kerapatan tajuk, intensitas cahaya, elevasi dan
kelerengan. Data pendukung yang dibutuhkan seperti jenis tanah, curah hujan dan
periode reproduksi (waktu berbuah dan berbunga), data-data tersebut menggunakan
data sekunder dari Puslitbanghut Bogor.

Penentuan Lokasi Pengamatan


Plot pengamatan jenis Shorea pinanga berada pada blok nomor 5 dan 24, dan
Shorea platyclados berada pada blok nomor 4, 15, 20, dan 21e. Plot tersebut
ditentukan berdasarkan keberadaan pohon induk yang sedang berbuah atau
memiliki riwayat berbuah. Data yang diambil dalam plot pengamatan pada tingkat
pohon yaitu berupa diameter batang dan tinggi, sedangkan pada tingkat pancang
dan semai hanya tinggi. Posisi pancang dan semai yang berada dalam blok tanam
diukur jaraknya dari pohon induk terdekat. Peta blok tanam di lokasi pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1 Layout plot pengambilan data


14

Keterangan:
: Blok tanam jenis Shorea pinanga

: Blok tanam jenis Shorea platyclados

Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil di dalam plot pengamatan berupa tinggi pohon, diameter
pohon, jumlah pohon, tinggi semai, jumlah semai, kerapatan tajuk, intensitas
cahaya, dan kelerengan. Pengukuran diameter dengan menggunakan phiband
dilakukan pada batang pohon setinggi dada (dbh) yaitu 1,30 m. Pengambilan data
diameter dapat dilihat pada Gambar 2.

sumber: MSRM (2005)

Gambar 2 Pengambilan data diameter

Mengukur tinggi total pohon menggunakan haga hypsometer. Cara kerja alat
tersebut adalah dengan membidik pangkal pohon dan pucuk tajuk dari jarak 20
meter. Pengambilan data tinggi pohon dapat dilihat pada Gambar 3.

sumber: tneutron.net (2016)

Gambar 3 Pengambilan data tinggi


15

Tutupan kanopi diukur menggunakan alat densiometer. Pengukuran


dilakukan dengan cara meletakkan densiometer pada jarak 30-45 cm dari badan
pengukur dan dengan ketinggian sejajar lengan. Setiap titik pembacaan densiometer
pada arah mata angin yaitu utara, timur, selatan dan barat. Setiap masing-masing
kotak dihitung persentase bayangan langit yang dapat tertangkap pada cermin
dengan pembobotan, terbuka penuh memiliki bobot 4 (100%), bobot 3 (75%), bobot
2 (50%), bobot 1 (25%), bobot 0 (tidak ada bayangan langit yang bisa dilihat)
(Supriyanto dan Irawan 2001).
Intensitas cahaya matahari diukur dengan menggunakan alat lux meter. Lux
meter bekerja dengan sensor cahaya. Bagian lux meter yang peka terhadap cahaya
diarahkan pada pantulan datangnya cahaya, besarnya intensitas dapat dilihat pada
skala. Lux meter dipegang kurang lebih setinggi 75 cm di atas lantai hutan.
Intensitas cahaya diukur dalam tiga waktu (pagi, siang, dan sore) pada 4 titik dalam
plot. Layar penunjuknya akan menampilkan tingkat pencahayaan pada titik
pengukuran (Wijayanto dan Nurunnajah 2012). Kelerengan diukur menggunakan
alat ukur clinometer. Clinometer merupakan alat sederhana yang digunakan untuk
mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang
menghubungkan sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik ujung suatu
objek (Abidin 2014). Elevasi diukur menggunakan GPS.

Prosedur Analisis Data

Analisis dari data yang diperoleh menggunakan beberapa macam metode


analisis. Data hasil wawancara, yaitu berupa data : waktu berbuah Shorea pinanga
dan Shorea platyclados, waktu berbunga Shorea pinanga dan Shorea platyclados,
perlakuan yang dilakukan saat berbunga. Data-data tersebut dianalisis dengan cara
pembuatan tabel waktu berbunga dan berbuah.
Data hasil pengukuran di plot pengamatan, diolah dengan cara: 1) pengukuran
rata-rata tinggi dan diameter pohon dan tiang, 2) pengukuran rata-rata tinggi semai
dan pancang, 3) keterbukaan kanopi di plot pengamatan, 4) intensitas cahaya yang
masuk, 5) kelerengan, dan 6) analisis regresi.

Keterbukaan Kanopi
Persentase penutupan kanopi di jalur tanam diukur untuk mengetahui
jumlah radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam lantai hutan (Nurhajah 2014).
Data hasil pengukuran selanjutnya dijumlahkan dengan menggunakan rumus:
U + T + S + B ẋ 1.04
Ti =
4
keterangan:
Ti : Keterbukaan kanopi
TI : Penutupan tajuk
U,T,S,B : Utara, Timur, Selatan, dan Barat
1,04 : Faktor koreksi
Persentase penutupan tajuk (TI) pada masing-masing lokasi dihitung dengan
rumus: TI = 100-Ti (Supriyanto dan Irawan 2001).
16

Analisis Regresi

Analisis regresi ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh intensitas


cahaya, keterbukaan tajuk, kelerengan dan kerapatan pohon induk terhadap
pertumbuhan tinggi dan jumlah semai. Analisis regresi yang digunakan mengacu
pada (Mattjik 2002). Persamaan yang akan dibuat adalah sebagai berikut.
Y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4

Keterangan:
Y = diameter (cm)/tinggi (m)
b0 = Intersep
b1…b4 = Koefisien regresi
x1 = Intensitas cahaya
x2 = Keterbukaan kanopi (%)
x3 = Kelerengan (%)
x4 = Elevasi (%)

DAFTAR PUSTAKA

Ali C, Edy D. 2007. Pengaruh pupuk daun terhadap pertumbuhan tunas juvenile
Shorea platyclados v. Slooten ex Foxw. Jurnal Penelitian Dipterokarpa
1(1):65‒71.
Appanah S, Turnbull JM. 1998. A Review of Dipterocarps Taxonom Ecology and
Silviculture. Bogor (ID): CIFOR.
Atmoko T. 2011. Potensi regenerasi dan penyebaran Shorea balangeran (Korth.)
Burck di Sumber Benih Saka Kajang, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian
Dipterokarpa. 5(2): 21–36.
Hardiwinoto S, Riyanti R, Widiyatno, Andriana, Winarni WW, Nurjanto HH, Priyo
E. 2016. Percepatan kemampuan berakar dan perkembangan akar stek pucuk
Shorea platyclados melalui aplikasi zat pengatur tumbuh IBA.Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan 10(2):63‒70. doi: 10.20886/jpth.2016.10.2.63-
70.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 2013. Berita KLHK:
Hutan Penelitian Gunung Dahu [Internet]. [diunduh 2019 Jan 10]. Tersedia
pada: http://puslitbanghut.or.id/index.php/page/hutan-penelitian-gunung-
dahu.
Kusmana C, Susanti S. (2015). Komposisi dan Struktur tegakan hutan alam di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Jurnal Silvikultur Tropika
5(3): 210–217.
Maharani R, Handayani P, Hardjana AK. 2013. Panduan Identifikasi Jenis
Tengkawang. Samarinda (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.
17

Ministry of Sustainable Resource Management [MSRM]. 2005. Change


Monitoring Procedures for Provincial and National Reporting. British
Columbia (CA): Resources Inventory Committee.
Mirmanto E. 2014. Permudaan alami kawasan hutan resort Cidahu, Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. Buletin Kebun Raya 17(2):
91-100.
Nurhajah I. 2014. Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula miq.) Pada
Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHKA-HA PT
Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah. Skripsi. Bogor (ID).
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Parrotta JA, Knowles OH, Wunderly JM. 1997. Development of floristic diversity
in 10-years old restoration forest on bouxitte mined site in Amazone. Forest
Ecol Manag 99: 21-42.
Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indobesia. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
Subiakto A, Rachmat HH, Sakai C. 2016. Choosing native tree species for
establishing man-made forest: A new perspective for sustainable forest
management in changing world. Biodiversitas 17(2): 620-625.
Suhardi. 1995. Effect Of Shading, Mycorrhiza Inoculated And Organic Matter On
The Growth Of Hopea Gregaria Seedling Buletin Penelitian Nomor 28.
Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Supriyanto, Irawan US. 2001. Teknik Pengukuran Penutupan Tajuk dan
Pembukaan Tajuk Tegakan dengan Menggunakan Spherical Densiometer.
Bogor (ID): Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP.
Wijayanto N, Nurunnajah. 2012. Intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan
perakaran lateral mahoni (Swietenia macrophylla King.) di RPH Babakan
Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. JurnL Silvikultur Tropika 3(1): 8-13.
18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tally sheet pohon

No Petak Jenis Diameter Tinggi


(cm) (m)
19

Lampiran 2 Tally sheet semai, pancang, tiang

No Petak Jenis Jarak Tinggi


(cm) (m)
20

Lampiran 3 Tally sheet faktor abiotik

Petak Kerapatan tajuk Intensitas Kelerengan Elevasi


Cahaya
Barat : Barat : 1. 1.
Timur : Timur : 2. 2.
Selatan : Selatan : 3. 3.
Utara : Utara : 4. 4.
Rata2 : Tengah : Rata2 : Rata2 :
Rata2 :
Barat : Barat : 1. 1.
Timur : Timur : 2. 2.
Selatan : Selatan : 3. 3.
Utara : Utara : 4. 4.
Rata2 : Tengah : Rata2 : Rata2 :
Rata2 :
Barat : Barat : 1. 1.
Timur : Timur : 2. 2.
Selatan : Selatan : 3. 3.
Utara : Utara : 4. 4.
Rata2 : Tengah : Rata2 : Rata2 :
Rata2 :
Barat : Barat : 1. 1.
Timur : Timur : 2. 2.
Selatan : Selatan : 3. 3.
Utara : Utara : 4. 4.
Rata2 : Tengah : Rata2 : Rata2 :
Rata2 :
13

Lampiran 4 Jadwal pelaksanaan kegiatan

Rencana kegiatan Januari Februari Maret April Mei


Penyusunan proposal
Studi literatur
Persiapan alat dan bahan
Orientasi lapang
Pengambilan data
Analisis data awal
Analisis data dan pembahasan
Penulisan draft skripsi
Seminar
Revisi
Ujian skripsi
Revisi dan penggandaan
14

Anda mungkin juga menyukai