Anda di halaman 1dari 81

KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL

SOTONG (Sepia recurvirostra)

NURZAKIAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011
RINGKASAN

NURZAKIAH. C34070009. Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong


(Sepia recurvitostra). Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB.

Sotong merupakan salah satu jenis Cephalopoda yang diduga memiliki


komponen gizi tinggi dan kaya akan asam lemak tidak jenuh yang baik bagi
kesehatan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik,
morfometrik, rendemen, kandungan zat gizi (air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat), komponen bioaktif, komposisi asam lemak, dan kandungan
kolesterol sotong (Sepia recurvirostra). Penelitian ini terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu tahap preparasi, pengukuran morfometrik dan perhitungan
rendeman, tahap analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat), tahap pembuatan ekstrak kasar sotong dan analisis fitokimia, tahap
analisis asam lemak, dan tahap analisis kolesterol. Pengukuran morfometrik
menunjukkan sotong pada penelitian ini memiliki panjang rata-rata sebesar
12,70±1,30 cm, lebar 5,59±0,53 cm, tebal 1,95±0,40 cm, dan berat 59,43±10,91
gram. Rendemen bagian badan sotong sebesar 45,09%, kepala 32,53%, jeroan
18,06%, dan cangkang 4,32%. Hasil uji proksimat menunjukkan bahwa bagian
badan sotong mangandung 84,06% air, 0,69% abu, 13,51% protein, 0,79% lemak,
dan 0,96% karbohidrat. Bagian kepala sotong mengandung 83,65% air, 0,89%
abu, 13,16% protein, 0,77% lemak, dan 1,54% karbohidrat. Komponen bioaktif
yang terkandung dalam ekstrak kasar badan dan ekstrak kasar tinta sotong adalah
alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Komponen bioaktif yang
terkandung dalam ekstrak kasar cangkang sotong yaitu alkaloid, steroid,
karbohidrat, dan asam amino. Asam lemak jenuh paling tinggi yang terkandung
dalam sotong adalah asam palmitat, dengan nilai 7,34% pada bagian badan dan
5,44% pada bagian kepala. Asam lemak tidak jenuh tunggal paling tinggi yang
terdeteksi pada sotong adalah asam oleat, pada bagian badan sebesar 2,02% dan
pada bagian kepala 1,24%. Asam lemak tidak jenuh majemuk paling tinggi yang
terkandung dalam sotong adalah DHA, dengan nilai 20,46% pada bagian badan
dan 17,55% pada bagian kepala. Kolesterol yang terkandung pada badan sotong
yaitu 74,64 mg/100 gram dan pada sotong bagian kepala sebesar 108,90 mg/100
gram.
KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL
SOTONG (Sepia recurvirostra)

NURZAKIAH
C34070009

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011
Judul : Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong
(Sepia recurvirostra)
Nama : Nurzakiah
NRP : C34070009
Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Nurjanah, MS Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol


NIP. 1959 1013 1986 01 2 002 NIP. 1959 1127 1986 01 1 005

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.


NIP.19580511 198503 1 002

Tanggal Lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Komposisi


Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvirostra)” adalah karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Nurzakiah
C34070009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuok, Riau pada tanggal 2 April


1989 dari pasangan A Kadir Z (alm) dan Nurilas HR
sebagai anak kelima dari lima bersaudara. Pendidikan
formal penulis dimulai dari TK Aisyah (1994-1995), MI
Negeri Merangin (1995-2001), dan dilanjutkan di MTs
Negeri Kuok (2001-2004). Pendidikan menengah atas
ditempuh penulis di SMA Negeri Plus Pekanbaru (2004-
2007) dan pada tahun yang sama penulis diterima
di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai anggota divisi
Kewirausahaan periode 2008-2009 dan anggota divisi INFOKOM periode 2009-
2010. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Teknologi Produk Tradisional
Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2011, Teknologi Pengolahan Hasil Perairan
tahun ajaran 2010/2011 dan Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan
tahun ajaran 2010/2011.
Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan
penelitian yang berjudul “Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong
(Sepia recurvirostra)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes
M. Jacoeb, Dipl.-Biol.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat serta
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvirostra)”. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan
skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol selaku
dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan masukan yang telah diberikan.
2. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji.
3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Ibu dan Ayah atas segala cinta dan kasih sayang tak terhingga. Kak Desy
Saswita, kak Widiastuti, bang Fahruddin, dan kak Nelmayati atas segala
perhatian dan dukungannya, serta seluruh keluarga atas semangat yang luar
biasa.
5. Suhana Sulastri dan Siti Karmila atas kebersamaan dan kerjasama selama ini.
6. Keluarga THP 44 yang telah memberikan kenangan luar biasa.
7. Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), staff Dosen dan
Tata Usaha, serta teman-teman THP 43, 45, dan 46.
8. Ar-Riyadh’ers atas kekompakan dan keceriaan di rumah kita.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun
dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2011
Nurzakiah
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii


DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sotong (Sepia recurvirostra) ........................ 3
2.2 Komposisi Kimia Sotong ...................................................................... 5
2.3 Fitokimia ................................................................................................ 5
2.4 Lemak .................................................................................................... 9
2.4.1 Asam lemak ................................................................................... 10
2.4.2 Fungsi Asam Lemak ...................................................................... 14
2.5 Kolesterol ............................................................................................... 14
2.8 Kromatografi gas ................................................................................... 16
3 METODOLOGI ........................................................................................... 20
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 20
3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................... 20
3.3 Metode Penelitian .................................................................................. 21
3.3.1 Peparasi bahan baku, pengukuran morfometrik dan
perhitungan rendemen ................................................................... 22
3.3.2 Analisis proksimat ........................................................................ 22
1) Kadar air (AOAC 1995) ........................................................... 22
2) Kadar abu (AOAC 1995) .......................................................... 23
3) Kadar protein (AOAC 1995) .................................................... 23
4) Kadar lemak (AOAC 1995) ...................................................... 24
5) Kadar karbohidrat (by difference) ............................................. 24
3.3.3 Analisis fitokimia (Harborne 1984) ............................................... 25
3.3.4 Analisis asam lemak (AOAC 1995) ............................................. 27
3.3.5 Analisis kolesterol dengan spektrofotometer
(Liebermann-Buchard) .................................................................. 29

viii
4 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................30
4.1 Karakteristik Sotong (Sepia recurvirostra).........................................................30
4.2 Rendemen (Sepia recurvirostra)............................................................................31
4.3 Komposisi Kimia Sotong (Sepia recurvirostra)................................................32
4.4 Fitokimia........................................................................................................................36
4.5 Komposisi Asam Lemak Sotong (Sepia recurvirostra)...................................40
4.6 Kolesterol......................................................................................................................47

5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................50


5.1 Kesimpulan...................................................................................................................50
5.2 Saran...............................................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................52
LAMPIRAN..............................................................................................................................57

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Komposisi kimia Sepia aracabica dan Sepia pharaonis............................................5


2 Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100 gram)...............................................16
3 Morfometrik sotong (Sepia recurvirostra)....................................................................30
4 Perbandingan komposisi kimia sotong (Sepia recurvirostra)
dengan komposisi kimia sotong lain.............................................................................35
5 Hasil analisis fitokimia ekstrak kasar sotong (Sepia recurvirostra)......................36
6 Komponen bioaktif moluska.............................................................................................39
7 Perbandingan asam lemak Sepia pharaonis dengan Cephalopoda lain...............47
8 Perbandingan kolesterol sotong dengan komoditas lain...........................................48

x
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra)...........................................................................3


2 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida................................................10
3 Struktur EPA dan DHA.....................................................................................................14
4 Struktur kimia kolesterol..................................................................................................15
5 Alat kromatografi gas........................................................................................................18
6 Diagram alir metode penelitian......................................................................................21
7 Kromatografi gas Shimadzu GC 2010.........................................................................28
8 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra).......................................................................30
9 Persentase rendemen sotong (Sepia recurvirostra)..................................................31
10 Hasil analisis proksimat sotong (Sepia recurvirostra).............................................32
11 Kromatogram asam lemak standar.................................................................................40
12 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 1)..............................................41
13 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 2)..............................................41
14 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 1).............................................42
15 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 2).............................................42
16 Komposisi asam lemak jenuh sotong (Sepia recurvirostra)...................................43
17 Komposisi asam lemak tidak jenuh sotong (Sepia recurvirostra)........................44
18 Komposisi asam lemak tidak jenuh jamak sotong (Sepia recurvirostra)...........45
19 Analisis kandungan kolesterol sotong (Sepia recurvirostra).................................48

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Data morfometrik sotong...................................................................................................58


2 Perhitungan rendemen sotong...........................................................................................59
3 Perhitungan analisis proksimat.........................................................................................59
4 Perhitungan analisis asam lemak.....................................................................................62
5 Hasil analisis asam lemak sotong (Sepia recurvirostra)...........................................63
6 Perhitungan analisis kolesterol.........................................................................................63
7 Dokumentasi rendemen sotong........................................................................................64
8 Dokumentasi kegiatan analisis proksimat.....................................................................65
9 Dokumentasi kegiatan analisis fitokimia......................................................................66
10 Dokumentasi kegiatan analisis asam lemak................................................................66
11 Dokumentasi kegiatan analisis kolesterol....................................................................67
12 Data morfometrik, rendemen, komposisi kimia, komponen bioaktif,
asam lemak, dan kolesterol sotong (Sepia recurvirostra).......................................69

xii
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumberdaya perikanan Indonesia memiliki potensi yang besar dalam
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Salah satu sumber nutrisi yang berpotensi
tersebut adalah dari kelas Cephalopoda yang meliputi cumi-cumi, sotong, gurita,
dan beberapa kerabat lainnya. Produksi Cephalopoda dari tahun ke tahun juga
mengalami peningkatan. Selama periode 2003-2007 produksi Cephalopoda
Indonesia yaitu 77.823-93.113 ton. Kontribusi terbesar disumbangkan kelompok
cumi-cumi dengan rata-rata 70,42%, diikuti oleh sotong 23,17% dan kelompok
gurita 6,41% (Syarifuddin 2011).
Nutrisi penting yang terkandung di dalam Cephalopoda adalah asam lemak
tidak jenuh majemuk atau polyunsaturated fatty acid (PUFA). PUFA adalah asam
organik berantai panjang dan memiliki ikatan rangkap lebih dari satu. Semakin
panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka
semakin besar kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah
(Muchtadi et al.1993). Jenis PUFA yang paling dikenal adalah omega-3 dan
omega-6. Omega-3 dan omega-6 merupakan kelompok asam lemak yang
memiliki banyak fungsi bagi kesehatan. Salah satu fungsi asam lemak kelompok
ini adalah dalam perkembangan janin dan perkembangan otak anak.
Daging cumi-cumi yang merupakan jenis Cephalopoda yang paling
banyak dikonsumsi di Indonesia mengandung PUFA yang berkisar antara 40,1-
59,8% (Okuzumi dan Fujii 2000). Menurut Thanonkaew et al. (2006), Sepia
pharaonis mengandung PUFA sebesar 54,9% pada bagian kepala dan 50,3% pada
bagian mantel (badan). Hal ini menunjukkan bahwa spesies dari kelompok
Cephalopoda ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Kolesterol adalah senyawa golongan steroid dan hanya terdapat di dalam
lemak hewan. Kolesterol mempunyai fungsi ganda, disatu sisi diperlukan dan di
sisi lain dapat membahayakan tergantung jumlahnya di dalam tubuh. Kolesterol
mempunyai peran penting sebagai penyusun plasma sel dan lipoprotein plasma,
merupakan prekursor pembentuk asam empedu, hormon-hormon dan vitamin
(Linder 1992).
2

Sotong merupakan jenis Cephalopoda yang banyak terdapat di perairan


pesisir Eropa, Afrika, Asia, dan Pasifik Selatan. Ciri khas pada sotong adalah
cangkang yang terdapat di dalam tubuh yang tersusun atas kalsium karbonat
(Jereb dan Roper 2005). Sotong sebagai salah jenis Cephalopoda, sebagaimana
Cephalopoda lainnya diduga juga memiliki komponen gizi yang besar. Lemak
yang terdapat pada sotong kaya akan asam lemak tidak jenuh yang baik bagi
kesehatan manusia.
Informasi mengenai komponen gizi yang terdapat pada sotong masih
sedikit, oleh karena itu melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi mengenai kandungan nutrisi, asam lemak dan kolesterol pada sotong
mengingat sotong merupakan salah satu jenis Cephalopoda yang penting.
Penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar dalam perumusan bank data
mengenai karakteristik bahan baku hasil perairan dan diharapkan dapat digunakan
untuk pemanfaatan sotong lebih lanjut.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik,
morfometrik, rendemen, kandungan zat gizi (air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat), komponen bioaktif, komposisi asam lemak, dan kandungan
kolesterol sotong (Sepia recurvirostra).
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sotong (Sepia recurvirostra)


Sotong (Sepia recurvirostra) merupakan hewan moluska yang berasal dari
famili Sepiidae. Sotong memiliki cangkang yang terdapat di dalam badan atau
mantel. Bagian tubuh sotong terdiri dari badan (mantel), organ reproduksi dan
organ pencernaan. Sepasang sirip terdapat di sepanjang mantel yang berfungsi saat
berenang. Kepala terletak di dasar mantel dengan dua mata besar di kedua sisi dan
rahang seperti paruh tajam di tengah. Rahang dikelilingi oleh delapan tangan dan
dua tentakel yang digunakan untuk menangkap mangsa. Cangkang sotong
tersusun atas kalsium karbonat dan berfungsi agar sotong dapat mengapung dalam
air. Klasifikasi sotong menurut Jereb dan Roper (2005).
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Cephalopoda
Ordo : Sepiida
Famili : Sepiidae
Genus : Sepia
Spesies : Sepia recurvirostra Steenstrup, 1875
Morfologi tubuh dan cangkang sotong dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

(a) morfologi sotong utuh, (b) sucker, (c) cangkang


Gambar 1 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra)
Sumber: Jereb dan Roper (2005)
4

Habitat sotong pada umumnya pada daerah demersal dekat pantai dan
zona di perairan hangat dan subtropis. Sotong hidup di dasar berbatu, berpasir dan
berlumpur hingga daerah lamun, rumput laut, maupun terumbu karang.
Kebanyakan spesies sotong bermigrasi musiman dalam menanggapi perubahan
iklim. Jenis Sepia recurvirostra tersebar di Pasifik Barat, Laut Andaman, Laut
Cina Selatan, Filipina dan selatan Laut Cina Timur. Sotong ini hidup di daerah
demersal pada kedalaman 50-140 m (Jereb dan Roper 2005).
Sotong memiliki warna yang bervariasi, tetapi biasanya sotong berwarna
hitam atau coklat dan memiliki bintik-bintik pada kulitnya. Perubahan warna pada
sotong mungkin saja terjadi karena pada kulit sotong terdapat tiga jenis pigmen,
yaitu kromatofor, leukofor, dan iridofor. Pigmen ini berfungsi sebagai alat
komunikasi sesama sotong dan sebagai kamuflase agar tidak dapat ditemukan
oleh predator dengan cara berubah warna atau merubah tekstur kulit mereka
(Jereb dan Roper 2005).
Sotong memangsa cumi-cumi, kepiting, udang dan ikan kecil. Sotong
bersifat kanibal. Sotong mencari makanan dengan cara berubah warna dan
mengeluarkan tinta. Sotong menipu mangsa dengan merubah warna kulitnya
sesuai dengan warna pasir atau lingkungan disekitarnya. Sotong juga
mengeluarkan tinta dari dalam tubuhnya untuk mengelabui mangsa. Tentakel akan
bergerak cepat dan menarik mangsa dengan pengisap yang terdapat pada ujung
tentakel. Pemijahan sotong biasanya berlangsung ketika terjadi peningkatan suhu
air dan berlangsung sebanyak dua kali dalam setahun. Sepia recurvirostra dewasa
mencapai ukuran maksimum mantel 17 cm dan berat 0,4 kg. Spesies ini
merupakan jenis sotong ekonomis penting terutama di Hongkong (Jereb dan
Roper 2005).
Sotong memiliki kantung tinta di dalam tubuhnya. Pemberian nama Sepia
untuk jenis sotong juga disebabkan oleh adanya tinta ini. Kantung tinta
mengandung pigmen melanin dan lendir. Tinta sotong berwarna coklat tua yang
mengandung tirosin, dopamin, dan sejumlah kecil asam amino, contohnya taurin,
asam aspartat, asam glutamat, alanin, dan lisin. Tinta sotong digunakan sebagai
alat tulis pada zaman dahulu, namun saat ini tinta sotong juga digunakan sebagai
pewarna makanan dan bumbu, misalnya dalam pembuatan pasta atau saus. Studi
5

terbaru menunjukkan bahwa tinta Cephalopoda mengandung racun bagi beberapa


sel, termasuk sel tumor (Caldwell 2005).

2.2 Komposisi Kimia Sotong


Komposisi kimia sotong pada setiap daerah penyebarannya berbeda-beda.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan ketersediaan makanan pada perairan
tersebut berbeda. Perbedaan spesies dan kondisi biologis sotong juga
menyebabkan adanya perbedaan kandungan gizi sotong (Papan et al. 2011).
Komposisi kimia Sepia arabica di Teluk Persia dan Sepia pharaonis dari Thailand
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia Sepia arabica dan Sepia pharaonis


Sepia pharaonis**
Komposisi (%) Sepia arabica*
Badan Kepala
Air 73,02 82,78 84,42
Abu 1,00 1,29 1,29
Protein 17,00 14,91 11,90
Lemak 8,90 0,47 0,52
* Papan et al. (2011)
* Thanonkaew (2006)

2.3 Fitokimia
Analisis fitokimia adalah analisis yang mencangkup pada aneka ragam
senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai
struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya,
penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya (Harborne 1987).
1) Alkaloid
Alkaloid pada umumnya mencangkup senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai
bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Alkaloid adalah senyawa kimia
tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip
pembentukan campuran. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis
aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
(misalnya nikotin) pada suhu kamar. Alkaloid merupakan turunan yang paling
umum dari asam amino (Sirait 2007).
Senyawa alkaloid dikelompokkan menjadi tiga yaitu, alkaloid
sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid. Alkaloid sesungguhnya adalah
6

racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa
terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin
heterosiklik, diturunkan dari asam amino, dan biasanya terdapat ditanaman
sebagai garam asam organik. Protoalkaloid merupakan amin yang relatif
sederhana dimana di dalam nitrogen asam amino tidak terdapat cincin
heterosiklik, dan diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat
basa. Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino, dan biasanya
senyawa ini bersifat basa (Sastrohamidjojo 1996).
2) Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa
alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna,
berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan optis aktif (Harborne 1987).
Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen
sebenarnya, steroid, saponin, dan glokisida jantung (cardiac glycoside). Beberapa
triterpen dikenal dengan rasanya, terutama rasa pahit (Sirait 2007). Contoh
senyawa steroid yaitu sterol, sapogenin, glikosida jantung dan vitamin D. Steroid
alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan
saikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
obat (Harborne 1987).
3) Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua
inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon (Sastrohamidjojo 1996).
Senyawa ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air
setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa
fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak.
Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin,
flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon dan isoflavon
(Harborne 1987)
Flavonoid pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson 1995). Fungsi
7

flavonoid dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung,


hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja
sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait 2007).
4) Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula
pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam
air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat (Winarno
1997). Selain itu saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang
menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering
menyebabkan heomolisis sel darah merah (Robinson 1995). Sifatnya sebagai
senyawa aktif permukaan disebabkan adanya kombinasi antara aglikon lipofilik
dengan gula yang bersifat hidrofilik (Houghton dan Raman 1998). Banyak
saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum
adalah asam glukuronat (Harborne 1987).
5) Fenol hidrokuinon
Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan
mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus
hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol yang terbesar, selain itu juga
terdapat fenol monosiklik sedarhana, fenilpropanoi, dan kuinon fenolik. Kuinon
adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada
benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua
ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon untuk tujuan identifikasi dapat dipilah
menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan
kuinon isoprenoid (Harborne 1987).
Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit
dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan
terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil (Harborne
1987). Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai
intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak bewarna dan banyak
digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian
besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan
8

sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan berlemak.
Beberapa contoh yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon gossypol,
pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenoli (Ketaren 1986).
6) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat dibentuk melalui proses
fotosintesis. Klorofil tanaman dengan sinar matahari mampu membentuk

karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) yang berasal dari udara dan air dari tanah.
Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat sederhana glukosa dan oksigen yang
dilepas di udara (Almatsier 2006).
Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida,
serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari
lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10
monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri
lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno 2008). Karbohidrat mempunyai
peran penting untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan,
timbulnya ketosis, kehilangan mineral dan berguna untuk metabolisme lemak dan
protein dalam tubuh (Budiyanto 2002).
7) Gula pereduksi
Sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus
hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa
(aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai
gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan
laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya
(Winarno 2008).
Gula pereduksi teroksidasi oleh zat pengoksidasi lemah, misalnya larutan
2+ +
Benedict dan Fehling (reduksi Cu menjadi Cu ) dan peraksi Tollens (reduksi
Ag+ menjadi Ag). Beberapa dari reaksi ini digunakan sebagai uji klinis untuk
mendeteksi gula dalam air seni yang menunjukkan penyakit diabetes (Pine et al.
1988 dalam Apriandi 2011) .
Sifat sebagai reduktor pada monosakarida dan beberapa disakarida
disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul
9

karbohidrat. Sifat ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat


maupun analisis kuantitatif. Pereaksi Benedict berupa larutan yang mengandung
kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion
2+ +
Cu menjadi Cu yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium
karbohidrat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah.
Endapan yang terbentuk dapat bewarna hijau, kuning atau merah bata. Warna
endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi
1994).
8) Peptida
Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptida (-CONH-) dengan
melepas sebuah molekul air. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan
ke arah hidrolisis daripada sintesis. Pembentukan ikatan tersebut memerlukan
banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis tidak memerlukan energi. Gugus
karboksil suatu asam amino berkaitan dengan gugus amino dari molekul asam
amino lain menghasilkan suatu dipeptida dengan melepaskan molekul air
(Winarno 2008).
9) Asam amino
Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim akan
dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah
gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen dan gugus R yang
terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R
merupakan rantai cabang. Semua asam amino berkonfigurasi α dan mempunyai
konfigurasi L kecuali glisin yang tidak mempunyai atom C asimetrik. Hanya asam
amino L yang merupakan komponen protein (Winarno 2008).
Ninhidrin adalah pereaksi yang digunakan secara luas untuk mengukur
asam amino secara kuantitatif. Pereaksi itu bereaksi dengan hampir semua asam
amino, menghasilkan senyawa bewarna lembayung (prolina memberikan warna
kuning) (Pine et al. 1988 dalam Apriandi 2011).

2.4 Lemak
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur
karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat larut
dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), antara lain petroleum benzen
10

dan eter. Lemak termasuk salah satu anggota lipid, yaitu lipid netral atau
trigliserida (Sediaoetama 2008). Lemak yang telah dipisahkan dari jaringan
asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid
kompleks (lesitin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid), sterol (dalam keadaan bebas
atau terikat dengan asam lemak), asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut
dalam lemak, dan hidrokarbon (Ketaren 2008).
Suatu molekul lemak tersusun dari satu hingga tiga asam lemak dan satu
gliserol. Gliserol adalah alkohol trihidrat, yaitu mempunyai tiga gugus hidroksil
(Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah asam lemak yang terdapat pada gugus
gliserol menyebabkan adanya pembagian molekul lemak menjadi monogliserida,
digliserida, dan trigliserida. Struktur lemak berdasarkan jumlah asam lemak yang
terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan pada Gambar 2.
HO- CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
HO CH HO CH

CH3(CH2)14C(O)O CH CH3(CH2)14C(O)O CH2


(a) monogliserida (b) digliserida
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH
CH3(CH2)14C(O)O CH2
(c) trigliserida
Gambar 2 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida

Lemak memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh


manusia. Lemak memberikan energi kepada tubuh sebanyak 9 kalori tiap gram
lemak. Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial. Asam ini
dinamakan ‘esensial’ karena tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Kebutuhan
asam lemak esensial akan semakin meningkat terutama pada anak yang sedang
berada pada masa bertumbuhan, ibu hamil, dan berfungsi pada masa
penyembuhan infeksi atau luka bakar (Vitahealth 2009).

2.4.1 Asam lemak


Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom
karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor
11

hidrokarbon nonpolar yang panjang yang menyebabkan kebanyakan lipida bersifat


tidak larut di dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1990).
Berdasarkan kejenuhannya asam lemak terbagi menjadi dua macam, yaitu asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh dibagi menjadi
dua, yaitu asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh majemuk.
Perbedaan keduanya terletak pada ikatan rangkap yang yang terdapat pada asam
lemak tidak jenuh (Belitz dan Grosch 2009).
Asam lemak jenuh (saturated fatty acid) memiliki rantai pendek yang lurus
tidak bercabang. Sedangkan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid)
memiliki rantai yang lebih panjang dan memiliki ikatan rangkap. Asam lemak
tidak jenuh yang hanya memiliki satu ikatan rangkap disebut asam lemak tidak
jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/ MUFA) dan asam lemak yang
memiliki dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acid/ PUFA). Perbedaan ikatan kimia antara asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh menyebabkan terjadinya perbedaan sifat kimia
dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol
dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan
rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan untuk menurunkan kadar
kolesterol dalam darah (Muchtadi et al.1993). Berikut ini merupakan berbagai
jenis asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty Acid) (O’Keefe et al. 2002):
1) Asam lemak n-3 (Omega-3)
Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA),
asam dokosaheksaenoat (DHA), dan asam α-linolenat yang membantu
membentuk EPA dan DHA. Omega 3 umumnya berasal dari minyak ikan, terdiri
atas rantai panjang dari asam linolenat, yang terbentuk ketika hewan
mengkonsumsi tanaman yang kaya akan asam linolenat. a) Asam α-linolenat
(18:3n-3)
Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi 12
dan 15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari
dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada
daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.
12

b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)


Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada
hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah
produk primer asam lemak minyak ikan (±20-25% berat) walaupun tidak
dihasilkan oleh ikan. Asam eikosapentaenoat berperan sebagai kompetitif
inhibitor metabolisme asam arakhidonat.
c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)
Asam dokosapentaenoat merupakan hasil elongasi EPA dan muncul di
banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah
melibatkan dasaturasi 6 pada hewan.
d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)
Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer
minyak ikan (±8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam
linolenat terjadi melalui proses desaturasi atau elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-
3. Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh
desaturasi 6 (kemungkinan enzim desaturasi 6) dan menghasilkan asam lemak
lewat satu siklus β-oksidasi membentuk DHA.
2) Asam lemak n-6 (Omega-6)
Bentuk umum asam lemak omega-6 adalah asam γ-linolenat. Omega-6
umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan beberapa jenis asam
lemak omega-6:
a) Asam linoleat (18:2n-6)
Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA. Asam
linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada seed
oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun dapat
ditemukan beberapa cadangan makanan. Hewan tidak dapat memproduksi asam
linoleat, namun makanannya kaya asam lemak, dan manusia mendapatkan asam
linoleat dalam daging. Asam linoleat berperan sebagai prekursor untuk produksi
asam lemak esensial arakhidonat. b) Asam γ-linolenat (18:3n-6)

Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah


melalui desaturasi 6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh
13

6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet


dalam produksi asam arakhidonat.
c) Dihomo-asam-γ-linolenat (20:3n-6)
Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-linolenat (DGLA) adalah
komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-linolenat berperan sebagai
prekursor pembentukan asam lemak esensial arakhidonat. d) Asam arakhidonat

Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat


pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat
merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid. e) Asam
dokosatetraenoat (22:4n-6)
Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung dari asam
arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan.
3) Asam lemak n-9 (Omega-9)
Asam lemak omega-9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak non-
esensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan
omega-9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting. a)
Asam oleat (18:1n-9)
Asam oleat merupakan produk desaturasi 9 asam stearat dan diproduksi
pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling
umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. b) Asam
erukat (22:1n-9)
Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang ditemukan
dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Asam erukat merupakan produk
elongasi asam oleat.

2.4.2 Fungsi asam lemak


Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Asam lemak
esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan
membuat bahan-bahan lain misalnya hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid
membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah
dan respon imun terhadap luka dan infeksi (Thoha 2004). Salah satu contoh asam
lemak tidak jenuh adalah Omega-3.
14

Asam lemak Omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan


rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak
yang merupakan kelompok Omega-3, contohnya α-linolenat (18:3;ALA), asam
dokoheksaenoat (22:6; DHA), dan asam eikosapentaenoat (20:5;EPA). Struktur
kimia dari DHA dan EPA dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur EPA dan DHA


Sumber: Visentainer et al. (2005)
Asam lemak DHA terbukti berpengaruh terhadap retina mata hewan
percobaan. Komponen asam lemak pada membran sel otak dan retina berpengaruh
terhadap fluiditas dan sifat-sifat yang berhubungan dengan aktifitas penglihatan
dan reseptor sel syaraf, serta inisiasi dan transmisi sel syaraf. Kandungan EPA
berperan dalam mencegah penyakit degeneratif sejak janin dan pada saat dewasa.
EPA sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung
saat janin dalam kandungan, sedangkan pada saat dewasa berfungsi menyehatkan
darah dan jantung, mekanisme pembuluhnya dan kerja jantung pengatur sirkulasi.
Oleh karena itu, defisiensi Omega-3 dapat berisiko menderita penyakit pembuluh
darah dan jantung Fungsi asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai
fosfolipid (Freeman dan Junge 2005) antara lain:
1) Memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler
2) Mengatur metabolisme kolesterol
3) Merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis
dalam tubuh
4) Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

2.5 Kolesterol
Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh,
otak, syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut endogeneous cholesterol,
sedangkan exogeneous cholesterol adalah kolesterol yang berasal dari bahan
15

makanan (dietary cholesterol), bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan
hati sapi, dan lemak hewan lainnya (Suhardjo dan Kusharto 1987). Kolesterol
adalah senyawa golongan steroid dan hanya terdapat di dalam lemak hewan.
Kolesterol mempunyai peran penting sebagai penyusun plasma sel dan lipoprotein
plasma, merupakan prekursor pembentuk asam empedu, hormon-hormon dan
vitamin. Kolesterol mempunyai fungsi ganda, disatu sisi diperlukan dan di sisi
lain dapat membahayakan, tergantung jumlahnya di dalam tubuh. Kolesterol
dalam darah berasal dari makanan dan hasil sintesis dalam tubuh (Linder 1992).
Struktur kimia kolesterol disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur kimia kolesterol


Sumber: Dean et al. (2009)
Kolesterol dapat membahayakan tubuh apabila terdapat dalam jumlah
terlalu banyak di dalam darah. Kolesterol dapat membentuk endapan pada dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan
aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner dan bila pada pembuluh darah otak
penyakit serebrovaskuler. Terdapat dua jenis lipoprotein yang membawa
kolesterol dalam darah (Colpo 2005):
1) Kolesterol LDL (Low dencity Lipoprotein)
Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai
kolesterol jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak di dalam
darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri.
Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner sekaligus
target utama dalam pengobatan.
16

2) Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)


Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol HDL mengangkut kolesterol
lebih sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang
kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk diproses
dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi
pembuluh darah dari proses aterosklerosis. Kandungan kolesterol berbagai jenis
makanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100gram)


Jenis makanan Kolesterol (mg/100 gram)
Gurita 139
Cumi-cumi 180
Sotong kisslip 123
Udang harimau 156
Kepiting raja 53
Kerang leher pendek 76
Oyster jepang 76
Belut tombak 53
Tuna 50
Kuning telur ayam 1030
Daging sapi 58
Paha ayam 114
Sumber: Okuzumi dan Fujii (2000)

Kolesterol mempunyai peranan penting untuk mengatur fungsi tubuh


sebagai komponen fungsional dan lipoprotein dan biomembran. Kolesterol juga
penting sebagai bahan dasar untuk biosintesis asam empedu (vital untuk
pencernaan dan penyerapan lemak), biosintesis hormon laki-laki dan perempuan
(progesteron dan esterogen) serta hormon steroid yang lain (Okuzumi dan Fuji
2000). Kolesterol menjalankan 3 fungsi utama:
1) Kolesterol membentuk selubung luar sel
2) Kolesterol membentuk asam empedu yang mencerna makanan di usus
3) Kolesterol memungkinkan tubuh membentuk vitamin D dan hormno-hormon
penting dalam tubuh.

2.6 Kromatografi Gas


Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan Gas
Chromatography (GC). Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan
komponen-komponen campuran di mana cuplikan berkesetimbangan di antara dua
17

fase, yaitu fase gerak yang membawa cuplikan dan fase diam yang menahan
cuplikan secara selektif. Bila fase yang dipakai bersifat polar maka zat-zat yang
bersifat nonpolar akan terpisah terlebih dahulu karena zat bersifat polar terikat
kuat pada fase diamnya. Jika fase diam bersifat polar maka fase gerak yang
digunakan bersifat nonpolar, demikian pula sebaliknya. Pemisahan dengan
kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen
campuran di antara fase gerak dan fase diam (Adnan 1997).
Larutan yang akan dianalisis dimasukkan ke dalam mulut kolom.
Komponen-komponen berdistribusi di antara dua fase. Penambahan fase gerak
(eluen) mendesak pelarut yang mengandung bagian cuplikan turun ke bagian
bawah kolom. Oleh karena perpindahan komponen hanya dapat terjadi dalam fase
gerak, kecepatan rata-rata perpindahan suatu komponen tergantung pada waktu
yang diperlukan dalam fase itu, ada komponen yang suka berada dalam fase diam
dan ada komponen yang suka berada dalam fase gerak. Perbedaan sifat ini
menyebabkan komponen-komponen campuran memisah. Bila suatu detektor yang
peka terhadap komponen-komponen tersebut ditempatkan di ujung kolom dan
sinyalnya diplot sebagai fungsi waktu (atau volume fase gerak yang ditambahkan)
maka akan diperoleh sejumlah puncak. Plot ini disebut kromatogram yang
berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Posisi puncak pada sumbu waktu
berfungsi untuk mengidentifikasi komponen cuplikan, sedang luas puncak
merupakan ukuran kuantitatif tiap komponen (Adnan 1997).
Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, jika komponen yang
jumlahnya banyak dengan mudah dapat dipisahkan dalam bentuk kromatogram
yang dapat memberikan informasi tidak hanya kuantitasnya, tetapi juga
identitasnya. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah
menguap (Adnan 1997). Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak
mudah menguap, dapat juga dianalisis dengan kromatografi gas, dengan cara
mengubahnya menjadi turunan-turunannya yang lebih mudah menguap dan stabil,
misalnya asam lemak dapat diubah menjadi ester metilik atau metil ester melalui
esterifikasi dengan BF dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa
18

hidroksi dapat diasetilasi, misalkan dengan asam asetat anhidrida dan piridin
(Khopkar 1983). Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Alat kromatografi gas


Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan
(McNair dan Bonelli 1988), antara lain:
1) Kecepatan
Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas
sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya
kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam dan kecepatan-gas-pembawa yang
tinggi.
2) Resolusi (daya pisah)
Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan
komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih
yang hampir sama, karena kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif.
3) Analisis kualitatif
Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai
maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan
suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.
4) Kepekaan
19

Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi, Keuntungan tambahan


dari kepekaan yang tinggi adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk
menganalisis secara lengkap.

5) Kesederhanaan
Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data
yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.
20

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Juni 2011. Sampel
diambil di pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Proses preparasi sampel,
pengukuran morfometrik, dan penghitungan rendemen dilakukan di Laboratorium
Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kadar air, kadar
abu, protein, dan lemak, serta uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Biokimia
Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam lemak dilakukan di
Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor dan analisis kolesterol dilakukan
di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sotong (Sepia
recurvirostra). Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi
akuades, kjeltab jenis selenium, H2SO4, H3BO3, HCl, dan pelarut heksana. Bahan-
bahan yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi adalah pelarut metanol, sedangkan
bahan untuk analisis fitokimia meliputi pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi
Dragendroff (uji alkaloid); kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji
steroid); serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid); air panas, HCl 2N (uji
saponin); etanol 70%, FeCl3 5% (uji fenol hidrokuinon); peraksi Molisch, H2SO4
pekat (uji Molisch); pereaksi Benedict (uji Benedict); pereaksi Biuret (uji Biuret);
dan larutan Ninhidrin 0,1% (uji Ninhidrin). Bahan yang digunakan untuk analisis
asam lemak adalah NaOH 0,5 N dalam metanol, BF3, NaCl jenuh, n-heksana, dan
Na2SO4 anhidrat. Bahan yang dibutuhkan untuk analisis kolesterol adalah etanol,
petroleum benzen, alkohol, acetic anhidrid, dan H2SO4 pekat.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, penggaris,


timbangan analitik, aluminium foil, sudip, cawan porselen, gegep, oven, desikator,
tanur, kompor listrik, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, labu lemak, tabung soxhlet,
21

tabung Kjeldahl, destilator, buret, shaker, kertas saring Whatman, corong,


evaporator, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, gelas piala,
tabung reaksi, beaker glass, penangas air, pengaduk, tabung sentrifuge, sentrifuge,
vortex, syringe 10µL, tabung bertutup teflon, perangkat kromatografi gas
(Chromatography Gas) Shimadzu GC 2010, dan spektrofotometer model UV-200-
RS.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan pengambilan dan
preparasi sampel sotong, tahapan pengukuran morfometrik dan perhitungan
rendeman, tahap analisis kimia berupa analisis proksimat (kadar air, lemak,
protein, abu, dan abu tidak larut asam), tahap pembuatan ekstrak kasar sotong dan
analisis fitokimia, tahap analisi asam lemak, dan tahap analisis kolesterol. Tahapan
penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 6.

Preparasi sampel

Pengukuran berat dan morfometrik

Pengukuran rendemen

Kepala Badan Jeroan Cangkang

Tinta
Analisis proksimat
Analisis asam lemak
Analisis kolesterol
Analisis fitokimia

Gambar 6 Diagram alir metode penelitian


22

3.1.1 Preparasi bahan baku, pengukuran morfometrik, dan perhitungan


rendemen
Pengambilan sampel sotong (Sepia recurvirostra) dilakukan di pasar ikan
Muara Angke, Jakarta Utara. Sebanyak 30 ekor sampel sotong diukur
morfometriknya, meliputi panjang baku (jarak dari ujung tangan/oral arm hingga
ujung bagian paling bawah badan sotong), lebar (jarak dari ujung sisi terluar sirip
hingga sisi terluar sirip yang lain), dan tebal (jarak dari bagian doral hingga
ventral). Kemudian berat rata-rata sotong diukur, meliputi berat utuh, berat badan,
berat kepala, berat jeroan, dan berat cangkang. Rendemen sotong dihitung dengan
rumus:

Rendemen (%) = x 100%

Bagian badan dan kepala yang telah dipreparasi dicincang hingga cukup
halus dan dipersiapkan untuk analisis selanjutnya.

3.1.2 Analisis proksimat


Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar
air, abu, protein dan lemak.
1) Analisis kadar air (AOAC 1995)
Analisis kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan
sesudah dikeringkan. Cawan porselin kosong dikeringkan di dalam oven selama
o
30 menit dengan suhu 102-105 C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian
ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan
o
tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 C selama ±
6 jam. Setelah ± 6 jam cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 30
menit hingga dingin kemudian ditimbang bobotnya. Persentase kadar air dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar air (%) = x 100% Keterangan: A = Berat


cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven C

= Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven


23

2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)


Analisis kadar abu dilakukan dengan mengabukan sampel di dalam tanur.
Cawan porselin kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu
o
102-105 C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel
sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian
dibakar dengan menggunakan kompor listrik hingga tidak berasap. Cawan

kemudian dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600 oC selama ± 8 jam hingga
diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Setelah itu, cawan beserta
sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga dingin dan
ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu (%) = x 100% Keterangan: A = Berat


cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum ditanur C
= Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah ditanur
3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein ) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. a)
Tahap destruksi
Sampel sotong ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan
ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke
o
dalam alat pemanas dengan suhu 410 C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi
dilakukan sampai larutan menjadi bening. b) Tahap destilasi

Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan
dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan
air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada
tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan
menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung
mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat
kjeltec sistem. Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang
24

berisi daging sotong yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta
erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan
dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 25 ml. c) Tahap Titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan


pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein sotong:

Kadar nitrogen (%) =

% Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)

4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)


Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dibungkus dalam kertas saring
kemudian kedua ujungnya ditutup dengan kapas bebas lemak. Setelah itu sampel
dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah dikeringkan dan ditimbang,
kemudian disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan
ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet. Pelarut lemak (n-heksana) dituangkan
ke dalam labu lemak secukupnya. Proses refluks dilakukan selama 6 jam sampai
pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam
labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Selanjutnya labu
lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ˚C,
setelah itu dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Selanjutnya
lemak beserta labunya ditimbang dan kadar lemak dihitung dengan menggunakan
rumus:
Kadar lemak (%) =
x 100%
Keterangan: W1 = berat sampel (gram)
W2 = berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = berat labu lemak dengan lemak (gram)
5) Kadar karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu:
Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)
25

3.1.3 Uji fitokimia (Harborne 1984)


Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-
komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar sotong yang memiliki
aktivitas antioksidan tertinggi. Sebelum uji fitokimia, dilakukan proses ekstraksi
untuk mendapatkan ekstrak kasar sotong. Ekstraksi yang dilakukan adalah
ekstraksi sederhana (maserasi), dimana dilakukan perendaman sampel dalam
pelarut dengan atau tanpa pengadukan. Sampel direndam dalam pelarut metanol
dengan perbandingan antara sampel dengan metanol sebesar 1:4. Sampel diaduk
selama 24 jam dengan menggunakan shaker lalu kemudian difiltrasi. Filtrat

kemudian dievaporasi pada suhu 50 oC menggunakan evaporator. Setelah proses


evaporasi berakhir diperoleh ekstrak kasar sotong yang kemudian dilanjutkan
dengan uji fitokimia. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid,
flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin.
Metode uji ini berdasarkan Harborne (1984).
1) Alkaloid
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N
kemudian masing-masing diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi
Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif
bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat
dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi
Dragendorff.
2) Steroid/ triterpenoid
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung
reaksi yang kering. Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3
tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali
kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

3) Flavonoid
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4
ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume
yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya
26

warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya
flavonoid.
4) Saponin (uji busa)
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak 1 gram
sampel ditambahkan air panas lalu dikocok. Busa yang stabil selama 30 menit dan
tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

5) Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3)


Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan
yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan

FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya
senyawa fenol dalam bahan.
6) Uji Molisch
Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml
asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya
karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan
cairan.
7) Uji Benedict
Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi
Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna
hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.

8) Uji Biuret
Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret.
Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu
menunjukkan hasil uji positif adanya peptida.
9) Uji Ninhidrin
Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambahkan dengan beberapa tetes larutan
Ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit.
Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya
asam amino.
27

3.1.4 Analisis asam lemak (AOAC 1999)


Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak
menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat
kromatografi. Analisis dengan kromatografi gas didasarkan pada partisi
komponen-komponen dari suatu cairan di antara fase gerak berupa gas dan fase
diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada
bahan pendukung inert. Komponen-komponen yang dipisahkan harus mudah
menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan, sehingga suhu operasi biasanya
lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh
yang sulit menguap.
Sampel lemak atau minyak dihidrolisis menjadi asam lemak, kemudian
ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap.
Transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam
lemak (FAME). Selanjutnya FAME dianalisis dengan alat kromatografi gas. Alat
kromatografi gas yang digunakan adalah kromatografi gas Shimadzu GC 2010.
Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan
waktu retensinya dengan waktu retensi standar pada kondisi analisis yang sama.
Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat
muncul pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan. Luas
puncak dari masing-masing komponen adalah berbanding lurus dengan jumlah
komponen tersebut dalam contoh.
1) Tahap ekstraksi
Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode sohxlet. Pada tahap
ini akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut ditimbang
sebanyak 20-30 mg lemak untuk dilanjutkan pada tahap metilasi.
2) Pembentukan metil ester (metilasi)
Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari asam
lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil
atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi
dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-

turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 20%, NaCl jenuh dan isooktan. Sebanyak 20-30
mg lemak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
28

ditambahkan 1 ml NaOH 0,5 N dalam metanol lalu dipanaskan dalam penangas


air selama 20 menit pada suhu 80 oC. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 2

ml BF3 20% dan 5 mg/ml standar internal ditambahkan ke dalam tabung lalu

tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80 oC selama 20 menit


dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan 1 ml isooktan,
dikocok dengan baik. Lapisan isooktan bagian atas larutan dipindahkan dengan
bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat,
didiamkan selama 15 menit. Larutan disaring dengan mikrofilter untuk
memisahkan fase cairnya sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi gas.
Sebanyak 1 μl sampel diinjeksikan ke dalam Gas Chromatography. Asam lemak
yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh Flame Ionization Detector
(FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui
kromatogram (peak).
3) Identifikasi asam lemak
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas Shimadzu GC 2010. Gas yang digunakan sebagai fase gerak
adalah gas nitrogen dengan aliran bertekanan 30 ml/menit dan oksigen dengan
aliran 200-250 ml/menit. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler (capilary
column) yang panjangnya 60 m dan diameter dalam 0,25 mm dengan tebal lapisan
film 0,25 µm. Temperatur terprogram yang digunakan adalah suhu 190 oC yang
dipertahankan selama 15 menit. Kemudian suhu dinaikkan hingga suhu akhir 230
o o
C yang dipertahankan selama 20 menit, suhu injektor sebesar 220 C dan suhu
o
detektor sebesar 240 C. Kromatografi gas Shimadzu GC 2010 yang digunakan
pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kromatografi gas Shimadzu GC 2010


29

Kandungan asam lemak dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan


rumus:
Asam lemak (%) = luas area sampel x C standar x volume sampel x 100%
luas area standar
gram sampel

3.1.5 Analisis kolesterol dengan spektrofotometer ( Liebermann-Buchard)


Analisis kolesterol dilakukan menggunakan spektrofometer. Sampel
sotong sebanyak 0,1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge
ditambah 8 ml (etanol:petroleum benzena) dengan perbandingan 3:1 dan diaduk
sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan 2 ml larutan alkohol:petroleum
benzena (3:1) kemudian disentrifuge 4000 rpm selama 10 menit.
Supernatan dituang ke dalam beaker glass 100 ml dan diuapkan di
penangas air. Residu dilarutkan dengan kloroform sedikit demi sedikit sambil
dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 ml) dan ditambahkan 2

ml acetic anhidrid ditambahkan juga 0,2 ml H2SO4 pekat atau 2 tetes. Selanjutnya
dihomogenkan dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama 15 menit.
Absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 420 nm dengan standar yang
digunakan 0,4 mg/ml.
Kadar kolesterol dalam sampel dihitung dengan rumus:
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Sotong (Sepia recurvirostra)


Sotong yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri badan pipih,
lonjong, dan pendek. Sotong memiliki kulit berwarna abu-abu kehitaman dengan
daging berwarna putih. Bentuk morfologi sotong yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra)

Organ dalam sotong terdiri dari organ reproduksi, organ pencernaan, dan
kantung tinta. Cangkang sotong berbentuk lonjong dan tipis. Cangkang sotong
tersusun dari kalsium karbonat. Sepanjang sisi kiri dan kanan sotong terdapat
sepasang sirip. Bagian kepala sotong terdiri dari dua tentakel, delapan tangan, dan
sepasang mata yang berukuran cukup besar.
Pengamatan terhadap ciri fisik sotong dilanjutkan dengan pengukuran
morfometrik 30 ekor sampel sotong. Pengukuran ini terdiri dari pengukuran panjang
baku, lebar, tebal, dan pengukuran berat sotong untuk menentukan rendemen. Hasil
rata-rata pengukuran morfometrik dari 30 ekor sampel sotong dapat dilihat pada Tabel
3.

Tabel 3 Morfometrik sotong (Sepia recurvirostra)


Parameter Nilai
Panjang (cm) 12,70 ± 1,30
Lebar (cm) 5,59 ± 0,53
Tebal (cm) 1,95 ± 0,40
Bobot utuh (gram) 59,43 ± 10,91
31

Pengamatan terhadap karakteristik sotong bertujuan untuk mengetahui sifat


bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian. Sifat bahan baku meliputi sifat
fisik dan sifat kimia sotong. Sifat fisik yang diamati adalah morfologi, morfometrik,
dan pengukuran rendemen sotong. Sifat kimia sotong diuji melalui analisis kandungan
gizi sotong manggunakan uji proksimat.

4.2 Rendemen
Rendemen adalah persentase perbandingan antara berat bagian bahan yang
dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendeman digunakan untuk
mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai
rendemennya, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya sehingga pemanfaatannya
dapat menjadi lebih efektif (Apriandi 2010). Rendemen sotong pada penelitian ini
meliputi bagian badan, kepala, jeroan, dan cangkang. Persentase rendemen sotong
dapat dilihat pada Gambar 9.

Cangkang
4,32%

Jeroan
18,06%

Badan
45,09%

Kepala
32,53%

Gambar 9 Persentase rendemen sotong (Sepia recurvirostra)

Gambar 9 menunjukkan bahwa rendemen terbesar terdapat pada bagian badan


yaitu sebesar 45,09%, diikuti oleh bagian kepala, jeroan, dan cangkang masing-
masing sebesar 32,53%, 18,06%, dan 4,32%. Bagian badan dan kepala sotong
merupakan bagian yang paling besar dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
lauk pauk sumber protein hewani. Protein berfungsi sebagai zat pembangun pada
tubuh manusia serta membantu dalam proses metabolisme tubuh manusia (Winarno
2008). Nilai rendemen pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan nilai rendemen
pada penelitian Thanonkaew et al. (2006), dimana rendemen tubuh sotong
32

(Sepia pharaonis) sebesar 38,20% dan rendemen kepala sebesar 25,60%. Bihan et al.
(2006) menyebutkan pula bahwa rendemen jeroan sotong sekitar 15-20% dari berat
total. Sotong memiliki rendemen badan sebesar 45-48%, kepala sebesar 24-29%,
jeroan sebesar 20-24%, dan cangkang sebesar 3,9-4,6% (Okuzumi dan Fujii 2000).
Sotong memiliki rendemen cangkang yang kecil yaitu 4,32%. Rendemen yang sedikit
ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Cangkang sotong biasanya hanya
digunakan sebagai sumber kalsium dalam pakan burung. Perbedaan rendemen pada
berbagai jenis sotong ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis, bentuk
tubuh, dan umur (Suzuki 1981).

4.3 Komposisi Kimia Sotong (Sepia recurvirostra)


Kandungan gizi pada sotong (Sepia recurvirostra) diperoleh melalui analisis
proksimat yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan abu. Kadar karbohidrat
diperoleh melalui perhitungan secara by difference. Analisis proksimat dilakukan
terhadap bagian badan dan kepala sotong segar. Hasil analisis proksimat sotong dapat
dilihat pada Gambar 10.

90 83,65% 84,06%
80

70

Persentase (%) 60

50

40

30

20 13,51% 13,16%
1,13%
10 0,69%0,89% 0,79% 0,77% 1,36%
0
Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

= Badan = Kepala
Gambar 10 Hasil analisis proksimat sotong (Sepia recurvirostra)

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar
air merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air
dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
33

tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir
untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang
dapat mempercepat pembusukan. Kandungan air pada produk perikanan diperkirakan
sebesar 70-80%. Kandungan air dalam bahan pangan terdiri atas dua bentuk, yaitu air
bebas dan air terikat. Air bebas merupakan air yang terdapat dalam ruang antar sel dan
plasma, dapat melarutkan vitamin dan garam mineral, serta sering dimanfaatkan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya. Air terikat merupakan molekul-molekul air yang
terikat pada molekul-molekul lain, contohnya protein (Winarno 2008).
Analisis kadar air bertujuan untuk menentukan jumlah air yang terkandung
dalam bagian badan dan kepala sotong. Hasil pengukuran kadar air menunjukkan
bahwa sotong memiliki kadar air yang tinggi, yaitu sebesar 84,06% pada bagian badan
dan 83,65% pada bagian kepala. Kadar air yang diukur dalam penelitian ini adalah air
yang teruapkan dan tidak terikat kuat dalam jaringan bahan dengan bantuan panas. Air
yang teruapkan ini disebut air bebas dan merupakan air yang hanya terikat secara fisik
dalam jaringan matriks bahan yakni membran, kapiler, serat dan lain sebagainya. Air
ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi
kimiawi (Winarno 2008). Penelitian sebelumnya pada sotong (Sepia arabica)
menunjukkan kadar air yang lebih rendah, yaitu sebesar 73,02% (Papan et al. 2011).
Kadar air yang tinggi pada sotong ini dapat menyebabkan kemunduran mutu yang
lebih cepat, terutama jika tidak ditangani dengan baik, karena air bebas dapat menjadi
media pertumbuhan mikroba dan juga reaksi kimiawi dalam jaringan.

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan
air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral (anorganik). Bahan-bahan
organik akan terbakar selama proses pembakaran tetapi komponen anorganiknya
tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Winarno 2008).
Hasil analisis kadar abu total menunjukkan bahwa sotong mengandung kadar
abu sebesar 0,69% pada badan dan 0,89% pada kepala. Kadar abu sotong ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan kadar abu sotong (Sepia arabica) hasil penelitian
Papan et al. (2011). Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan
habitat dan lingkungan hidup. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan
mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Selain
itu, masing masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda
34

dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral yang masuk ke dalam tubuh, sehingga
hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing
masing bahan (Susanto 2010).
Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama
sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di
dalam cairan tubuh diperlukan pengaturan kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan
asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membrane sel dan
pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2006).
Hasil analisis kadar protein sotong menempati urutan kedua setelah air. Kadar
protein bagian badan sotong sebesar 13,51%, sedangkan bagian kepala sebesar
13,16%. Penelitian Papan et al. (2011) menunjukkan bahwa sotong (Sepia arabica)
memiliki kadar protein sebesar 17,00%. Nilai ini lebih besar dibandingkan protein
hasil analisis. Perbedaan kadar protein dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan dan tingkat
kematangan gonad. Kondisi ekologi dimana sotong hidup sangat mempengaruhi kadar
protein yang terkandung pada sotong tersebut, karena perairan yang berbeda akan
menyediakan tipe dan sumber makanan yang berbeda, sehingga menghasilkan jumlah
protein sotong yang berbeda pula (Papan et al. 2011).
Protein dibutuhkan manusia karena asam amino yang bertindak sebagai
penyusunnya merupakan prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat
dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan. Protein dalam tubuh manusia
memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain, yaitu
membangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2006).
Lemak merupakan komponen yang larut dalam pelarut organik misalnya
heksan, eter dan kloroform. Lemak hewan umumnya berupa padatan pada suhu ruang,
sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Hasil analisis kadar
lemak sotong yaitu sebesar 0,79% pada badan dan 0,77% pada kepala. Nilai tersebut
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar lemak hasil penelitian Papan et al.
(2011) yaitu sebesar 8,90%. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena
kandungan air sotong yang sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase
kadar lemak akan turun secara drastis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak
(Yunizal et al. 1998). Perbedaan nilai lemak berbagai spesies juga diduga disebabkan
karena umur panen dan laju metabolisme organisme. Kadar lemak akan semakin
35

meningkat dengan bertambahnya usia, karena sifat fisiologis hewan yang akan
menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang
disimpan dalam bentuk lemak untuk berkembang biak (Suzuki 1981).
Lemak secara umum memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah penghasil
energi, pembangun dan pembentuk struktur tubuh, penghasil asam lemak esensial
yang penting bagi tubuh, pembawa vitamin larut lemak, pelumas di antara persendian,
membantu pengeluaran sisa makanan, pemberi kepuasan cita rasa dan agen
pengemulsi (Suhardjo dan Kusharto 1988).
Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference
menunjukkan bahwa badan sotong mengandung karbohidrat sebesar 0,96% dan
kepala sotong mengandung karbohidrat sebesar 1,54%. Hasil perhitungan karbohidrat
dengan metode by difference ini merupakan metode penentuan kadar karbohidrat
dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar juga terhitung sebagai
karbohidrat (Winarno 2008). Karbohidrat yang terdapat pada hewan tersimpan dalam
bentuk glikogen yang banyak terdapat pada otot dan hati (Almatsier 2006). Kadar
karbohidrat yang terhitung ini diduga berupa glikogen dan serat kasar.
Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein yang
berlebihan, kehilangan mineral, dan membantu metabolisme lemak dan protein
(Winarno 2008). Peranan karbohidrat di dalam tubuh adalah sebagai sumber energi
untuk aktivitas tubuh, baik untuk bergerak ataupun bekerja. Apabila jumlah
karbohidrat yang tersedia di dalam tubuh tidak mencukupi, maka akan terjadi
peningkatan penguraian lemak. Jika kadar karbohidrat dan lemak juga tidak
mencukupi, maka protein akan dirombak untuk menghasilkan energi (Nasoetion et al.
1994). Perbandingan komposisi kimia sotong (Sepia recurvirostra) dengan komposisi
kimia sotong lain dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan komposisi kimia sotong (Sepia recurvirostra) dengan komposisi


kimia sotong lain
Komposisi Sepia recurvirostra Sepia pharaonis* Sepia
(%) Badan Kepala Badan Kepala arabica**
Air 84,06 83,65 82,78 84,42 73,02
Abu 0,69 0,89 1,29 1,29 1,00
Protein 13,51 13,16 14,91 11,90 17,00
Lemak 0,79 0,77 0,47 0,52 8,90
* Thanonkaew et al. (2006)
* Papan et al. (2011)
36

4.4 Fitokimia
Analisis fitokimia sotong dilakukan terhadap ekstrak kasar daging, tinta, dan
cangkang sotong yang telah diekstraksi. Ekstraksi adalah suatu proses penarikan
komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang
dipilih sehingga komponen yang diinginkan dapat larut (Ansel 1989). Proses ekstraksi
bertujuan untuk mendapatkan bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung
komponen aktif. Proses ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu ekstraksi
sederhana (maserasi) dengan cara merendam sampel dalam pelarut metanol.
Penggunaan metanol sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut polar yang
baik dan dapat melarutkan senyawa polar dan non polar (Apriandi 2011). Pelarut
metanol mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuarterner, komponen fenolik,
karotenoid, dan tanin (Harborne 1987). Metanol juga mampu mengekstrak senyawa
yang bersifat nonpolar misalnya lilin dan lemak (Houghton dan Raman 1998). Hasil
analisis fitokimia ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang sotong dapat dilihat pada
Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis fitokimia ekstrak kasar sotong (Sepia recurvirostra)


Ekstrak
Uji
Badan Tinta Cangkang
Alkaloid
a. Dragendorff ++ ++ +
b. Meyer +++ ++ +
c. Wegner +++ +++ ++
Steroid + ++ +
Flavonoid - - -
Saponin - - -
Fenol hidrokuinon - - -
Molisch + + +
Benedict - - -
Biuret ++ + -
Ninhidrin ++ + +
Keterangan:
- : Tidak terdeteksi, + : Lemah, ++ : Kuat, +++ : Sangat kuat
Hasil analisis fitokimia pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak kasar sotong
mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak pada ekstrak kasar badan dan tinta
dibandingkan cangkang. Komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar badan
dan tinta adalah alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Secara
keseluruhan tampak bahwa aktivitas komponen bioaktif ekstrak kasar badan
37

lebih besar dibandingkan tinta. Komponen bioaktif pada ekstrak kasar cangkang
meliputi alkaloid, steroid, karbohidrat, dan asam amino.
1) Alkaloid
Alkaloid adalah golongan terbesar dari senyawa hasil metabolisme sekunder
yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Senyawa
alkaloid mencakup senyawa bersifat basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen
sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Senyawa alkaloid dikelompokkan
menjadi tiga antara lain, alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid.
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas
fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, mengandung nitrogen
dalam cincin heterosiklik, dan diturunkan dari asam amino (Sastrohamidjojo 1996).
Komponen alkaloid pada penelitian ini terdeteksi pada ekstrak kasar badan,
tinta, dan cangkang. Bioaktif jenis alkaloid umumnya larut pada pelarut organik non
polar, akan tetapi ada beberapa kelompok seperti pseudoalkaloid dan protoalkaloid
yang larut pada pelarut polar misalnya air (Lenny 2006). Metanol merupakan pelarut
polar, sehingga diduga bahwa sotong tidak mengandung alkaloid sesungguhnya yang
bersifat racun, tetapi mengandung protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Protoalkaloid
merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen-nitrogen asam amino tidak
terdapat dalam cincin heterosiklik, sedangkan pseudoalkaloid merupakan komponen
alkaloid yang tidak diturunkan dari prekursor asam amino dan biasanya bersifat basa
(Lenny 2006). Alkaloid kerap kali bersifat racun pada manusia, tetapi ada juga yang
memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia sehingga digunakan secara luas
dalam pengobatan (Harborne 1984).
2) Steroid
Triterpenoid merupakan komponen dengan kerangka karbon yang terdiri dari 6

unit isoprene dan dibuat secara biosintesis dari skualen (C30 hidrokarbon asiklik).
Triterpenoid memiliki struktur siklik yang kompleks, sebagian besar terdiri atas
alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, jernih, memiliki
titik lebur tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit dikarakterisasi (Harborne
1984).
Steroid merupakan golongan triterpena yang tersusun atas sistem cincin
cyclopetana perhydrophenanthrene. Steroid pada mulanya dipertimbangkan hanya
sebagai komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, hormon adrenal,
asam empedu, dan lain sebagainya), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan
38

pada substansi tumbuhan (Harborne 1984). Komponen steroid yang terdeteksi untuk
uji ini adalah pada ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang sotong. Steroid ini diduga
memiliki efek peningkat stamina tubuh (aprodisiaka) dan anti-inflamasi. Triterpenoid
alami juga memiliki aktivitas antitumor karena mempunyai kemampuan menghambat
kinerja enzim topoisomerase II, dengan cara berikatan dengan sisi aktif enzim yang
nantinya akan mengikat DNA dan membelahnya (Setzer 2008).
3) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan komponen organik kompleks yang dibentuk melalui
proses fotosintesis pada tanaman, dan merupakan sumber energi utama dalam
respirasi. Karbohidrat berperan dalam penyimpanan energi (pati), transportasi energi
(sukrosa), serta pembangun dinding sel (selulosa) (Harborne 1984). Karbohidrat
mempunyai struktur, ukuran dan bentuk molekul yang berbeda-beda. Karbohidrat
umumnya aman untuk dikonsumsi (tidak beracun). Rumus kimia karbohidrat

umumnya Cx(H2O)y (Fennema 1996).


Hasil uji Molisch menunjukkan bahwa ekstra kasar badan, tinta, dan cangkang
sotong mengandung unsur karbohidrat. Hasil pengujian ini mendukung hasil analisis
proksimat karbohidrat pada badan sotong, yaitu sebesar 0,96%. Karbohidrat yang
terdapat pada hewan umumnya berbentuk glikogen, dan dapat dipecah menjadi D-
glukosa (Winarno 2008). Karbohidrat berperan untuk mencegah pemecahan protein
tubuh yang berlebihan yang berakibat kepada penurunan fungsi protein sebagai enzim
dan fungsi antibodi, timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk
membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Karbohidrat berperan
dalam interaksi hewan dan tumbuhan, perlindungan dari luka dan infeksi, serta
detoksifikasi dari substansi asing (Harborne 1984).
4) Peptida
Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino

melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan ini dibentuk dengan menarik unsur H2O
dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan
reaksi kondensasi yang kuat. Transisi dari polipeptida menjadi protein tidak banyak
dijelaskan, tetapi batasan pengertian protein umumnya diasumsikan sebagai rantai
peptida yang memiliki berat molekul sekitar 10 kDa atau mengandung kurang lebih
100 residu asam amino (Lehninger 1988; Belitz dan Grosch 2009).
Hasil uji Biuret menunjukkan bahwa peptida terdeteksi pada ekstrak kasar badan
dan tinta. Peptida yang terdeteksi pada ekstrak kasar badan diduga berasal dari protein
39

yang merupakan komponen metabolit primer. Beberapa peptida menunjukkan


aktivitas biologis yang nyata. Salah satunya adalah peptida pendek enkefalin, hormon
yang dibentuk dalam pusat sistem syaraf. Hormon ini berperan sebagai analgesik
alami dalam tubuh yang dapat meniadakan rasa sakit ketika molekul-molekul ini
berikatan dengan reseptor spesifik pada sel tertentu dalam otak, yang biasanya
berikatan dengan morfin, heroin dan jenis candu lainnya (Lehninger 1988).
5) Asam amino
Asam amino merupakan komponen penyusun protein yang dihubungkan oleh
ikatan peptida. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam
asam, alkali, ataupun enzim. Sebuah asam amino tersusun atas sebuah atom α-carbon
yang berikatan secara kovalen dengan sebuah atom hidrogen, sebuah gugus amino,
dan sebuah gugus rantai R. Semua asam amino berkonfigurasi α dan mempunyai
konfigurasi L, kecuali glisin yang tidak mempunyai atom C asimetrik. Hanya asam
amino L yang merupakan komponen protein (Fennema 1996; Winarno 2008). Hasil
uji Ninhidrin menunjukkan bahwa asam amino terdeteksi pada ekstrak kasar badan,
tinta, dan cangkang sotong. Tabel 6 menunjukkan komponen bioaktif spesies moluska
lain sebagai perbandingan hasil analisis komponen biaoktif sotong (Sepia
recurvirostra).

Tabel 6 Komponen bioaktif moluska


Keong ipong-ipong
Keong pepaya (Melo sp.)**
(Fasciolaria salmo)*
Jenis pelarut
Uji
Kloroform Etil asetat Metanol Kloroform Etil asetat Metanol
a b a b a b a b a b a b
Alkaloid
a. Dragendorff - - + - + + + + + + + +
b. Meyer - + - - - - + + + + + +
c. Wegner - - + + + + + + + + + +
Steroid ++ ++ + + + + + + + + - -
Flavonoid - - - - - - - - - - - -
Saponin - - - - - - - - - - - -
Fenol hidrokuinon - - - - - - - - - - - -
Molisch + + + + + + + + + + + +
Benedict - - - - + - - - - - - -
Biuret - - - - ++ ++ - - - - - -
Ninhidrin - - - - ++ ++ - - - - - -
Keterangan: a : badan + : lemah
b : kepala ++ : kuat
* Nurjanah et al. (2011)
* Suwandi et al. (2010)
40

4.5 Komposisi Asam Lemak Sotong (Sepia recurvirostra)


Asam lemak merupakan asam organik berantai panjang yang menyusun lipid,
terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang mempunyai gugus karboksil (COOH) di

salah satu ujungnya dan gugus metil (CH3) di ujung lainnya. Hasil analisis asam
lemak sotong terdiri atas 6 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA),
yaitu asam laurat (C12:0), miristat (C14:0), pentadekanoat (C15:0), palmitat (C16:0),
heptadekanoat (C17:0), dan stearat (C18:0). Tiga jenis asam lemak tidak jenuh
tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA), yaitu asam palmitoleat (C16:1), oleat
(C18:1), dan eikosenoat (C20:1), serta lima jenis asam lemak tidak jenuh majemuk
(Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA), yaitu asam linoleat (C18:2n6c), linolenat
(C18:3n6), arakhidonat (C20:4n6), eikosapentaenoat/EPA (C20:5n3), dan
dokosaheksaenoat/DHA (C22:6n3). Tiga dari delapan asam lemak tidak jenuh
merupakan kelompok omega-3 (asam linolenat, EPA, dan DHA), dua kelompok
omega-6 (asam linoleat dan arakhidonat), serta satu kelompok omega-9 (asam oleat).
Nilai tersebut diperoleh melalui hasil kromatogram pada analisis menggunakan gas
kromatografi. Masing-masing peak kromatogram menunjukkan jenis asam lemak
tertentu. Kromatogram standar asam lemak tercantum pada Gambar 11 dan
kromatogram sampel sotong disajikan pada Gambar 12-15.

Gambar 11 Kromatogram asam lemak standar


41

Gambar 12 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 1)

Gambar 13 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 2)


42

Gambar 14 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 1)

Gambar 15 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 2)

Keragaman komposisi asam lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,


yaitu spesies, ketersediaan pakan, umur, habitat dan ukuran sotong (Ozogul dan
Ozogul 2005). Variasi asam lemak pada organisme perairan juga dipengaruhi oleh
pergantian musim, letak geografis, dan salinitas lingkungan (Ozyurt et al. 2006).
Komposisi asam lemak jenuh sotong dapat dilihat pada Gambar 16.
43

8
7,34

Kandung 7
an asam
lemak 6 5,44
jenuh (%)
5

4 3,70 3,58

1 0,48 0,51 0,44

0 0,03 0,02 0,3 0,18 0,11


Laurat Miristat Pentadekanoat Palmitat Heptadekanoat Stearat
Komponen

= Badan = Kepala
Gambar 16 Komposisi asam lemak jenuh sotong (Sepia recurvirostra)

Asam lemak miristat, palmitat, dan stearat merupakan jenih asam lemak yang
paling banyak terdapat di alam (Almatsier 2006). Gambar 16 menunjukkan bahwa
kandungan asam lemak jenuh paling tinggi adalah palmitat, yaitu sebesar 7,34% pada
badan dan 5,44% pada kepala. Palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling
banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak
yang ada (Winarno 1997). Penelitian Thanonkaew et al. (2006) menyatakan bahwa
kandungan asam palmitat pada sotong (Sepia pharaonis) adalah sebesar 17,7% pada
bagian kepala dan 20,3% pada badan. Cumi-cumi tombak memiliki kandungan asam
palmitat sebesar 33,3% (Okuzumi dan Fujii 2000). Ozugul et al. (2008) juga
menyatakan bahwa kandungan asam lemak pada suatu organisme perairan berbeda-
beda, khususnya di daerah yang memiliki empat musim. Sotong (Sepia officinalis)
memiliki kandungan asam lemak sebesar 17,61% pada musim semi, 18,95% pada
musim gugur, dan 18,04% pada musim dingin. Selain perbedaan kondisi perairan,
perbedaan nilai asam palmitat ini dapat disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan,
umur dan ukuran. Asam palmitat dapat meningkatkan risiko aterosklerosis,
kardiovaskular dan stroke. Asam palmitat digunakan sebagai bahan baku shampo,
sabun lunak dan krim (Jacquot 1962).
Asam laurat yang terkandung pada badan sotong adalah sebesar 0,03% dan
pada kepala sebesar 0,02%. Asam laurat sebagai monogliserida biasa digunakan
44

dalam industri pharmaceutical sebagai antibakteri, antivirus dan anti protozoa serta
digunakan juga dalam industri sabun dan kosmetik. Asam lemak miristat pada badan
sotong adalah sebesar 0,48% dan kepala sebesar 0,3%. Asam miristat terdapat dalam
jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2%. Asam miristat dapat dimanfaatkan
dalam pembuatan shampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat
dibutuhkan dalam retina dan fotoreseptor (Jacquot 1962). Asam pentadekanoat pada
badan dan kepala sotong adalah sebesar 0,18% dan 0,11%. Asam heptadekanoat pada
badan dan kepala sotong adalah sebesar 0,51% dan 0,44%. Asam pentadekanoat dan
heptadekanoat merupakan asam lemak jenuh dengan jumlah atom C ganjil yang
terdapat pada lemak susu dan daging hewan ruminansia. Asam heptadekanoat yang
sering disebut margaric acid juga terdapat pada lemak domba, minyak hati ikan hiu,
dan lemak pada rambut manusia (Hansen et al. 1957).
Asam stearat pada badan dan kepala sotong adalah sebesar 3,7% dan 3,58%.
Penelitian Thanonkaew et al. (2006) menyatakan bahwa asam stearat pada badan
sotong (Sepia pharaonis) adalah sebesar 11% dan pada kepala sebesar 9,6%. Asam
stearat merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi dan terdapat pada
biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah yang sedikit. Asam stearat dapat
menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan obesitas
(Jacquot 1962). Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal yang terkandung pada
sotong dapat dilihat pada Gambar 17.

2.,5
Kandungan asam lemak tidak

2,02
2
tunggal (%)

1,.5 1,24

0,4 0,38 0,51


0,.5
0,2
jenuh

0
Palmitoleat Oleat Eikosenoat
Komponen

= Badan = Kepala
Gambar 17 Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal sotong (Sepia recurvirostra)
45

Gambar 17 menunjukkan bahwa asam lemak tidak jenuh tunggal tertinggi


terdapat pada asam oleat yaitu sebesar 2,02% pada badan dan 1,24% pada kepala.
Asam lemak palmitoleat pada badan dan kepala sotong masing-masing sebesar 0,4%
dan 0,2%. Asam lemak eikosenoat pada badan sotong sebesar 0,38% dan pada kepala
sebesar 0,51%. Nilai asam oleat, palmitoleat, dan eikosenoat pada cumi-cumi tombak
adalah sebesar 33,3%, 1,1%, dan 3,3% (Okuzumi dan Fujii 2000). Penelitian
Thanonkaew et al. (2006) menyebutkan bahwa Sepia pharaonis mengandung asam
oleat sebesar 4,3% pada bagian badan dan 3,6% pada bagian kepala. Perbedaan nilai
asam lemak disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari
lingkungan hidupnya (Leblanc et al. 2008). Asam oleat lebih stabil dibandingkan
dengan asam linoleat dan linolenat, terlihat dari peranannya dalam meningkatkan
HDL kolesterol yang lebih besar dan menurunkan LDL kolesterol di dalam darah
(Muchtadi et al. 1993). Komposisi asam lemak tidak jenuh majemuk yang terkandung
sotong dapat dilihat pada Gambar 18

25
Kandungan asam lemak tidak

20,46
20 17,55
majemuk (%)

15

10
5,45 6,28 5,06
4,14
5
jenuh

0,3 0,08 0,02


0
Linoleat Linolenat Arakhidonat EPA DHA
Komponen

= Badan = Kepala
Gambar 18 Komposisi asam lemak tidak jenuh majemuk sotong (Sepia recurvirostra)

Kandungan linoleat dan linolenat pada sotong lebih kecil dibandingkan dengan
asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) lainnya, yaitu arakhidonat, EPA dan DHA.
Kandungan asam lemak linoleat pada badan dan kepala sotong masing-masing sebesar
0,3% dan 0,08%. Asam linoleat pada badan sotong sebesar 0,02%, sedangkan pada
bagian kepala tidak terdeteksi. Okuzumi dan Fujii (2000) menyebutkan bahwa
kandungan asam linoleat cumi-cumi tombak sebesar 0,3% dan penelitian
46

Thanonkaew et al. (2006) menyatakan sotong (Sepia pharaonis) mengandung asam


lemak linolenat sebesar 0,07%.
Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena
dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya. Masing-masing
mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke-6 dari ujung gugus metil. Asam lemak
esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan
untuk membuat bahan-bahan, di antaranya hormon yang disebut eikosanoid.
Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak
dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi. Kekurangan asam lemak
esensial dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan saraf dan penglihatan serta
menghambat pertumbuhan (Almatsier 2000). Tingginya asam linoleat dapat
menghambat laju biosintesis DHA dari asam linolenat (Connor et al. 1992 dalam
Prasastyane 2009).
Sotong dan hewan lainnya memiliki kemampuan terbatas dalam proses
elongasi dan desaturasi PUFA menjadi Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) yaitu
asam arakhidonat, EPA dan DHA. Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan
elongasi asam linoleat. Sedangkan EPA dan DHA hanya dapat dikonversi dari asam α-
linolenat. Desaturasi merupakan proses penambahan ikatan rangkap pada asam lemak
dengan bantuan enzim, sedangkan elongasi merupakan perpanjangan dua rantai
karbon. Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam α-linolenat kurang dari 5-
10% EPA dan 2-5% DHA (Haliloglu et al. 2004). Kandungan asam arakhidonat pada
badan sotong yaitu 5,45% dan pada kepala sebesar 4,14%. kandungan asam
arakhidonat cumi-cumi tombak lebih kecil, yaitu 1,4% (Okuzumi dan Fujii 2000).
Kandungan EPA badan sotong sebesar 5,28% dan pada kepala sebesar 5,06%.
Sedangkan kandungan DHA pada badan dan kepala sotong adalah sebesar 20,46%
dan 17,55% pada daging tanpa jeroan. Manusia tidak dapat mengandalkan sumber
omega-3 hanya dari tanaman dan sayuran yang mengandung asam α-linolenat, namun
perlu mengkonsumsi makanan yang mengandung EPA dan DHA di antaranya
cephalopoda, kerang, krustase, ikan dan hewan air lainnya. EPA dan DHA berfungsi
sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak (bagian yang digunakan
untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini, karena sangat penting untuk
tetap menjaga kandungan EPA dan DHA dalam makanan (Whitney et al. 1998 dalam
Abadi 2007).
47

Sintesa EPA dan DHA pada hewan sangat rendah. Kandungan EPA dan DHA
pada hewan diperoleh dari mikroorganisme melalui rantai makanan. Mikroorganisme
utama yang menjadi produsen utama omega-3 adalah Daphnia, Chlorella,
Synechoccus sp., Cryptomonas sp., Rhodomonas lacustris, Scenedesmus dan
Chlamydomonas sp., yang merupakan plankton. Tingginya kandungan EPA dan DHA
pada plankton tersebut dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada hewan
(Gluck et al. 1996). Suhu perairan yang rendah pun (perairan subtropis) dapat
meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada sotong, plankton dan alga karena dapat
meningkatkan daya larut oksigen yang akan mempercepat sintesis asam lemak dan
proses enzim pada reaksi desaturase (Guderley et al.2007). Perbandingan kandungan
asam lemak sotong (Sepia recurvirostra) dengan Cephalopoda lainnya disajikan pada
Tabel 7.

Tabel 7 Perbandingan asam lemak Sepia pharaonis dengan Cephalopoda lain


Asam Lemak Sepia Sepia Spear Neon Japanese
recurvirostra pharaonis* squid** flying common
Badan Kepala Badan Kepala squid** squid**
AL jenuh
Laurat 0,03 0,02 - - - - -
Miristat 0,48 0,3 1,2 1,1 3,5 1,6 0,7
Pentadekanoat 0,18 0,11 0,7 0,6 - - -
Palmitat 7,34 5,44 20,3 17,7 33,3 42,9 18,1
Heptadekanoat 0,51 0,44 1,7 1,5 0,6 0,1 0,8
Stearat 3,70 3,58 11,0 9,6 3,1 2,9 7,9
AL tidak
jenuh tunggal
Palmitoleat 0,4 0,2 - - 1,1 0,3 0,2
Oleat 2,02 1,24 4,3 3,6 3,7 2,8 3,8
Eikosenoat 0,38 0,51 0,1 0,2 3,3 4,8 5,9
AL tidak
jenuh
majemuk
Linoleat 0,3 0,08 0,6 0,3 0,3 0,2 -
Linolenat 0,02 - 0,4 0,4 - - -
Arakhidonat 5,45 4,14 7,2 7,7 1,4 0,3 3,3
EPA 6,28 5,06 7,6 8,3 14,9 4,3 20,8
DHA 20,46 17,55 28,3 31,6 25,8 35,4 35,7
* Thanonkaew et al. (2006)
* Okuzumi dan Fujii (2000)

4.6 Kolesterol
Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh, otak,
syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut endogeneous cholesterol, sedangkan
48

exogeneous cholesterol adalah kolesterol yang berasal dari bahan makanan/ dietary
cholesterol, bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan hati sapi, dan lemak
hewan lainnya (Suhardjo dan Kusharto 1987). Analisis kolesterol dilakukan untuk
mengetahui kandungan kolesterol pada sotong.
Kolesterol yang terkandung pada kepala sotong lebih besar dibandingkan
badan. Kolesterol pada kepala sotong yaitu 108,90 mg/100 gram, sedangkan
kolesterol pada badan sotong sebesar 74,64 mg/100 gram. Perbandingan jumlah
kolesterol pada sotong dengan komoditas lain dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Perbandingan kolesterol sotong dengan komoditas lain


Jenis makanan Kolesterol (mg/100 gram)
Gurita 139
Cumi-cumi 180
Sotong kisslip 123
Udang harimau 156
Kepiting raja 53
Kerang leher pendek 76
Oyster jepang 76
Belut tombak 53
Tuna 50
Kuning telur ayam 1030
Daging sapi 58
Paha ayam 114
Sumber: Okuzumi dan Fujii 2000

Tabel 8 menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan Cephalopoda lain,


maka kolesterol badan dan kepala sotong tergolong rendah, akan tetapi lebih tinggi
dibandingkan telur dan paha ayam. Variasi kolesterol berbagai komoditas dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain; spesies, ketersediaan makanan, umur, seks, suhu,
lokasi geografis, dan musim (Sampaio et al. 2006).
Kolesterol pada tubuh memiliki berbagai fungsi, yaitu sebagai bahan antara
pembentukan sejumlah steroid penting, asam empedu, asam folat, hormon-hormon
adrenal korteks, andregon, progesteron, estrogen, dan komponen utama sel otak dan
saraf. Apabila kolesterol di dalam darah jumlahnya terlalu banyak maka dapat
membentuk endapan pada dinding pembuluh darah yang disebut dengan
aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat
menyebabkan jantung koroner dan bila terjadi pada pembuluh darah otak dapat
menyebabkan penyakit serebrivaskular (Almatsier 2000). Kadar kolesterol total yang
baik bagi tubuh manusia berada di bawah 200 mg/dl, HDL lebih dari 35 mg/dl, LDL
49

kurang dari 130 mg/dl, dan trigliserida kurang dari 250 mg/dl. Konsumsi kolesterol
harian yang dianjurkan bagi manusia normal adalah <300 mg/hari, sedangkan bagi
penderita jantung <200 mg/hari (NHLBI 2005).
5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sotong (Sepia recurvirostra) yang berasal dari pasar ikan Muara Angke
memiliki panjang rata-rata sebesar 12,70±1,30 cm, lebar 5,59±0,53 cm, tebal
1,95±0,40 cm, dan berat 59,43±10,91 gram. Rendemen bagian badan sebesar
45,09%, kepala 32,53%, jeroan18,06%, dan cangkang 4,32% yang sangat
potensial untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Komposisi kimia yang terdapat pada
badan sotong, yaitu kadar air 84,06%; abu 0,69%; protein 13,51%; lemak 0,79%;
dan karbohidrat 0,96%. Hasil proksimat kepala sotong, yaitu kadar air 83,65%;
abu 0,89%; protein 13,16%; lemak 0,77%; dan karbohidrat 1,54%.
Komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar badan dan tinta
sotong adalah alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Komponen
biaktif pada ekstrak kasar cangkang meliputi alkaloid, steroid, karbohidrat, dan
asam amino.
Kandungan asam lemak pada sotong terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu
laurat, miristat, pentadekanoat, palmitat, heptadekanoat dan stearat; asam lemak
tak jenuh tunggal, yaitu palmitoleat, oleat, dan eikosenoat; serta asam lemak tak
jenuh majemuk, yaitu linoleat, linolenat (pada badan saja), arakhidonat, EPA dan
DHA. Kandungan asam lemak pada bagian badan lebih besar dibandingkan
bagian kepala. Kandungan asam lemak jenuh tertinggi badan sotong terdapat pada
asam palmitat sebesar 7,34%. Sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi
pada badan sotong terdapat pada asam oleat yaitu sebesar 2,02%. Asam lemak tak
jenuh majemuk berantai panjang terbanyak terdapat pada DHA badan sotong,
yaitu sebesar 20,46%.
Kolesterol yang terkandung dalam kepala sotong lebih tinggi
dibandingkan badan. Kolesterol pada kepala sotong yaitu 108,90 mg/100 gram,
sedangkan kolesterol pada badan sotong sebesar 74,64 mg/100 gram.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia, asam
lemak dan kolesterol sotong dengan perlakuan pengolahan pangan, diantaranya
51

perebusan dan penggorengan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai komponen spesifik yang terdapat pada cangkang dan tinta sotong.
DAFTAR PUSTAKA

Abadi R. 2007. Komposisi kimia dan asam lemak beberapa spesies ikan kakap
laut dalam di perairan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan.


Yogyakarta: Andi.

Almatsier Y. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keenam. Jakarta: Gramedia.

Ansel. 1989. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemist. 1995. Official Methods


th
of Analysis the Association of Official Analytical and Chemist. 16 ed.
Virginia: Arlington.
. 1999. Official Method of Analysis of The
Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA:
Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Apriandi A. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif keong ipong-


ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Belitz HD, W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Berlin: Springer Verlag.

Bihan EL, Zatylny C, Perrin A, Koueta N. 2006. Post mortem change in viscera of
cuttlefish Sepia officinalis L. during storage at two different temperatures.
Journal Foof Chemistry 98(2006):39-51.

Budiyanto AK. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.

Caldwell RL. 2005. An observation of inking behavior protecting adult Octopus


bocki from predation by Green Turtle (Chelonia mydas) hatchlings.
Pacific science 59(1): 69-72.

Colpo A. 2005. LDL cholesterol: Bad cholesterol or bad science?. Journal of


American Physicians and Surgeons 10(3): 83-89.

Dean L, Fenner G, Boyd L. 2009. Characterization of lipids and their oxidation


product in baked of fried breaded shrimp product. Journal Food Science
3(1): 35-41.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc.
53

Freeman MW, Junge C. 2005. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta : PT


Bhuana Ilmu Populer.

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Gluck AA, Liebig JR, Vanderploeg HA. 1996. Evaluation of different


phytoplankton for supporting development of Zebra Mussel Larvae
(Dreissena polymorpha): the important of size and polyunsaturated fatty
acid content. J. Great Lakes Res 22(1):36-45.

Guderley H, Comeau L, Tremblay R, Pernet F. 2007. Temperature adaptation in


two bivalve species from different thermal habitats: enegenics and
remodeling of membrane lipid. J. Experimental Biology 210:2999-3014.

Haliloglu HI, Bayir A, Sirkecioglu N, Aras NM, Atamanalp M. 2004. Comparison


of fatty acid composition in some tissues of rainbow trout (Oncorhynchus
mykiss) living in sea water and freshwater. J. Food Chem 86:55-59.

Hansen RP, Shorland FB, Cooke NJ. 1957. Occurance in butterfat of n-


heptadecanoic acid (margaric acid). Nature179.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi kedua. Padmawinata K, Soediro I,


penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and
Hall.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractination of


Natural Extract. London: Chapman and Hall.

Jacquot R. 1962. Organic constituent of fish and other aquatic animal foods.
Didalam: Borgstrom G, editor. Fish as Foods. Volume ke-1, Production,
Biochemistry, and Microbiology. London: Academic Press.

Jereb P, Roper CFE. 2005. Cephalopods of the world. FAO Species Catalogue for
Fishery Purpose 4(1):114-115.

Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta: UI Press

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI


Press.

Khopkar SM. 1983. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
54

Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, dan Sirot V. 2008. Lipid
and fatty acid composition of fish and seafood consumed in France.
Journal of Food Composition and Analysis 21:8-16.
Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenilpropanoida dan alkaloida. Medan:


Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Jakarta: UI Press

McNair HM, Bonelli EJ. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Kosasih Padmawinata,
penerjemah. Ed-ke-5. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Basic Gas
Chromatography.

Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Bogor: Pustaka
Sinar Harapan.

Nasoetion A, Riyadi H, Mudjajanto ES. 1994. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

[NHLBI] National Heart, Lung and Blood Institute, U.S Department of Health and
Human Services. 2005. Lower your cholesterol with TLC.

Nurjanah, Abdullah A, Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen


bioaktif pada keong ipong-ipong (Fascilaria salmo). Jurnal Pengolahan
Hasil Perikanan XIV(1): 22-29.

O’Keefe SF, Akoh CC, Min DB. 2002. Food Lipids : Chemistry, Nutrition, and
Biotechnology. Third Edition. New York : Marcel Dekker, Inc.

Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and


Cuttlefish. Japan: National Cooperative Association of Squid Processors.

Ozogul Y, Ozogul F. 2005. Fatty acid profiles of commercially important fish


species from the mediterranean. Food Chem 100:1634-1638.

Ozugul Y, Duysak O, Ozugul F, Ozkutuk AS, Tureli C. 2008. Seasonal effect in


the nutritional quality of the body structural tissue of cephalopod. Food
Chemistry 108: 847-852.

Ozyurt G, Duysak O, Akamea E, Tureli C. 2006. Seasonal changes of fatty acids


of cuttlefish Sepia officinalis L. in the north eastern Mediterranean sea.
Food Chemistry 95: 382-385.
55

Papan F, Jazayeri A, Motamedi H, Asl SM. 2011. Study of the nutritional value of
Persian Gulf squid (Sepia arabica). Journal of American Science 7(1):
154-157.

Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Prasastyane A. 2009. Karakteristik asam lemak dan kolesterol kijing lokal


(Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor akibat proses pengukusan
[skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

Robinson T. 1995. Kandungan organik tumbuhan tinggi. Edisi keenam.


Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: The
organic constituents of higher plants.

Sampaio GR, Bastos D, Soares R, Queiroz Y, Torres E. 2006. Fatty acid and
cholesterol oxidation in salted and dried shrimp. Food Chem 95:344-
351.

Sastrohamidjojo H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjahmada


University Press.

Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat

Setzer WN. 2008. Non-intercalative triterpenoid inhibitors of topoisomerase II: a


molecular docking study. The Open Bioactive Compounds Journal
1:13-17.

Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: ITB.

Suharjo C, Kusharto. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor: PAU-IPB.

Susanto IS. 2010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Keong Mas
(Pomacea canliculata Lamarck) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suwandi R, Nurjanah, Tias FN. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen


bioaktif dari keong pepaya (Melo sp.). Jurnal Sumberdaya Perairan 4(2):
16-20.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. London: Applied
Science Publisher LTD.

Syarifuddin. 2011. Cephalopoda sumber protein sangat potensial. Makasar:


Universitas Hasanudin.
56

Thanonkaew A, Benjakul S, Visessanguan W. 2006. Chemical composition and


thermal property of cuttlefish (Sepia pharaonis) mucle. Jurnal of Food
Composition and Analysis. 19: 127-133.

Thoha. 2004. Asam lemak esensial untuk optimalisasi fungsi otak balita [tesis].
Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Vitahealth. 2009. Seluk Beluk Food Suplement. Jakarta: Gramedia

Visentainer J, Souza N, Makota M, Hayashi C, Franco M. 2005. Influence of diets


enriched with flaxeed oil on the α-linoleic, eicosapentaenoic, and
docosapentaenoic fatty acid in nile tilapia (Oreochromis niloticus). Food
Chem 90: 557-560.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998.


Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil
Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan
LAMPIRAN
58

Lampiran 1 Data morfometrik sotong

Panjang Lebar Tebal


Bobot total (gram)
(cm) (cm) (cm)
13 6 3,5 68
13 6 2 63
12,2 5;3 1,5 45
13 5,5 1,6 59
11,5 5 1,7 47
15,5 6 2 81
13,2 5,5 1,4 50
14 63 2 71
13,2 6 1,8 60
11,1 5,5 1,7 52
13,5 5,5 1,8 51
12,2 5,5 2,3 65
16 6,5 2,1 79
14 5,3 2 61
12,5 5,7 2 60
11,4 5,5 2,2 45
11,5 5,5 1,8 53
12 4,5 2,1 47
12,5 5,3 1,9 57
12,2 5 2,2 50
14,5 5,5 2,1 75
10 5 1,5 40
11,3 4,5 2 52
13,7 6 2 67
12,8 5,5 1,5 53
13 5,8 1,5 66
11,5 5,7 1,7 63
13 5,3 2 64
12,5 7 2,2 80
11,3 6 2,5 59
Keterangan: Data dari 30 sampel
59

Lampiran 2 Perhitungan rendemen sotong

Berat total : 1783 gram


Berat daging : 804 gram
Berat kepala : 580 gram
Berat jeroan : 322 gram
Berat cangkang : 77 gram

Rendemen (%) = x 100%

Rendemen daging (%) = x 100% = 45,09%

Rendemen kepala (%) = x 100% = 32,53%

Rendemen jeroan (%) = x 100% = 18,06%

Rendemen cangkang (%) = x 100% = 4,32%

Lampiran 3 Perhitungan analisis proksimat

1) Kadar air
Sampel B. cawan kosong B. sampel B. cawan+sampel kering Kadar air
Kepala (1) 46,8232 38,2404 52,9422 84,00
Kepala (2) 48,6947 37,5242 54,6568 84,11
Badan (1) 50,6996 38,3077 57,0816 83,34
Badan (2) 53,3984 37,7323 59,4531 83,95

Kadar air (%) = x 100%


Ket: A = Berat cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven C

= Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven

Kadar air badan 1 (%) = x 100% = 83,34%

Kadar air badan 2 (%) = x 100% = 83,95%


60

Rata-rata (%) = = = 83,65%

2) Kadar abu
Sampel Bobot cawan Berat contoh B.setelah abu Nilai
Badan (1) 23,99 5,08 24,03 0,79
Badan (2) 16,36 5,14 16,39 0,58
Kepala (1) 35,04 5,09 35,75 0,79
Kepala (2) 20,47 5,07 21,21 0,99

Kadar abu (%) = x 100%


Ket: A = Berat cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum ditanur C

= Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah ditanur

Kadar abu badan 1 (%) = x 100% = 0,79%

Kadar abu badan 2 (%) = x 100% = 0,58%

Rata-rata (%) = = = 0,69%

3) Kadar protein

Sampel B.sampel (g) Vol.HCl (ml) %N % Protein


Badan (1) 1,26 1,74 2,0852 13,03
Badan (2) 1,14 1,69 2,2384 13,99
Kepala (1) 1,01 1,4 2,0930 13,08
Kepala (2) 1,07 1,5 2,1168 13,23

Kadar nitrogen (%) =

Kadar protein (%) = kadar nitrogen (%) x faktor konversi (6,25)

Kadar nitrogen badan 1 (%) = x 100% = 2,0852%

Kadar protein badan 1 (%) = 2,0852% x 6,25 = 13,03%

Kadar nitrogen badan 2 (%) = x 100% = 2,2384%


61

Kadar protein badan 2 (%) = 2.2384% x 6,25 = 13,99%

Rata-rata (%) =

= = 13,51%

4) Kadar lemak
Labu lemak Berat setelah
Sampel Berat contoh kosong lemak Lemak
Badan (1) 5,05 77,00 77,04 0,79
Badan (2) 5,04 77,66 77,7 0,79
Kepala (1) 5,16 75,09 75,13 0,78
Kepala (2) 5,17 73,96 74,00 0,77

Kadar lemak (%) = x 100%

Ket: W1 = berat sampel (gram)


W2 = berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = berat labu lemak dengan lemak (gram)
Kadar lemak badan 1 (%) = x 100% = 0,79%

Kadar lemak badan 2 (%) = x 100% = 0,79%

Rata-rata (%) = = = 0,79%

5) Kadar karbohidrat
Karbohidrat badan 1 (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + lemak + protein)
= 100% - (83,34 + 0,79 + 0,79 + 13,03)
= 100% - 97,95 = 2,05%

Karbohidrat badan 2 (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + lemak +protein)
= 100% - (83,95 + 0,58 + 0,79 + 13,99)
= 100% - 99,31 = 0,69%

Rata-rata (%) =

= = 1,36%
62

Lampiran 4 Perhitungan analisis asam lemak


Retention time
Asam lemak
Standar Badan (1) Badan (2) Kepala (1) Kepala (2)
Laurat 12,295 12,297 12,298 12,298 12,295
Miristat 14,933 14,934 14,935 14,933 14,932
Pentadekanoat 16,331 16,333 16,334 16,332 16,333
Palmitat 17,761 17,793 17,789 17,777 17,779
Heptadekanoat 19,2 19,205 19,207 19,202 19,205
Stearat 20,707 20,736 20,732 20,727 20,727
Palmitoleat 18,769 18,774 18,775 18,77 18,772
Oleat 21,713 21,723 21,721 21,713 21,715
Eikosenoat 25,387 25,385 25,387 25,384 25,384
Linoleat 23,356 23,363 23,362 23,36 23,362
Linolenat 25,387 24,154 24,707 - -
Arakhidonat 30,676 30,702 30,701 30,693 30,694
EPA 34,072 33,779 33,777 33,733 33,773
DHA 40,819 40,889 40,880 40,873 40,867

Contoh perhitungan asam laurat pada badan sotong (1):


Area sampel = 2290
Area standar = 97465
Bobot contoh = 28,5 mg
Berat standar asam laurat = 4%

Kadar asam laurat = sampel x 100%


bobot contoh
Keterangan: Ax = area sampel
As = area standar
C = berat standar asam laurat
Kadar asam laurat = (2290/97465) x 0,04 x 100%
2,85
= 0,03%
63

Lampiran 5 Hasil analisis asam lemak sotong (Sepia recurvirostra)

Komponen asam lemak (%) Badan (1) Badan (2) Kepala (1) Kepala (2)
Laurat (C12:0) 0,03 0,03 0,02 0,02
Miristat (C14:0) 0,51 0,45 0,31 0,29
Pentadekanoat (C15:0) 0,19 0,17 0,11 0,11
Palmitat (C16:0) 7,49 7,19 5,71 5,16
Heptadekanoat (C17:0) 0,52 0,49 0,46 0,42
Stearat (C18:0) 3,7 3,69 3,77 3,38
Palmitoleat (C16:1) 0,4 0,4 0,22 0,17
Oleat (C18:1n9c) 1,99 2,05 1,38 1,1
Eikosenoat (C20:1) 0,38 0,38 0,55 0,46
Linoleat (C18:2n6c) 0,26 0,34 0,09 0,06
Linolenat (C18:3n6) 0,02 0,02 - -
Arakhidonat (C20:4n6) 5,43 547 4,72 3,55
EPA (C20:5n3) 6,24 6,32 4,91 5,21
DHA (C22:6n3) 2,62 20,3 19,8 15,3

Lampiran 6 Perhitungan analisis kolesterol Hasil


analisis kolesterol sotong (Sepia recurvirostra)
Kolesterol (mg/100 gram) Badan (1) Badan (2) Kepala(1) Kepala (2)
Sepia recurvirostra 75,783 73,488 106,19 111,614
Rata-rata 74,6355 108,902

Contoh perhitungan kadar kolesterol kepala sotong (1):


Berat sampel = 0,1083 gram
Absorbansi sampel = 0,533
Persamaan yang diperoleh
y = 0,214 x + 0,001
y = 0,214 (0,533) + 0,001
y = 0,1150
Keterangan : y = konsentrasi standar
x = absorbansi standar
64

Konsentrasi kolesterol = x 100

= 0,1150 x 100
0,1083
= 106,19 mg/100 gram

Lampiran 7 Dokumentasi rendemen sotong

Sotong bagian dorsal Sotong bagian ventral

Badan Jeroan dan kepala


65

Kepala Cangkang

Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan analisis proksimat

Analisis kadar air Analisis kadar abu

Analisis kadar protein Analisis kadar lemak


66

Lampiran 9 Dokumentasi kegiatan analisis fitokimia

Proses filtrasi hasil maserasi Proses evaporasi

Hasil uji fitokimia

Lampiran 10 Dokumentasi kegiatan analisis asam lemak


67

Lampiran 11 Dokumentasi kegiatan analisis kolesterol


68
69

Lampiran 11 Data morfometrik, rendemen, komposisi kimia, komponen


bioaktif, asam lemak, dan kolesterol sotong (Sepia
recurvirostra)

Sepia recurvirostra
Pengukuran/Analisis
Badan Kepala Jeroan Tinta Cangkang
Morfometrik
Panjang (cm) 12,70 ± 1,30
Lebar (cm) 5,59 ± 0,53
Tebal (cm) 1,95 ± 0,40
Bobot utuh (gram) 59,43 ± 10,91
Rendemen (%) 45,09 32,53 18,06 - 4,32
Komposisi kimia (%)
Air 84,06 83,65 - - -
Abu 0,69 0,89 - - -
Protein 13,51 13,16 - - -
Lemak 0,79 0,77 - - -
Karbohidrat 1,36 1,13 - - -
Komponen bioaktif
Alkaloid
a. Dragendorff ++ - - ++ +
b. Meyer +++ - - ++ +
c. Wegner +++ - - +++ ++
Steroid + - - ++ +
Flavonoid - - - - -
Saponin - - - - -
Fenol hidrokuinon - - - - -
Molisch + - - + +
Benedict - - - - -
Biuret ++ - - + -
Ninhidrin ++ - - + +
Asam lemak (%)
AL jenuh
Laurat 0,03 0,02 - - -
Miristat 0,48 0,3 - - -
Pentadekanoat 0,18 0,11 - - -
Palmitat 7,34 5,44 - - -
Heptadekanoat 0,51 0,44 - - -
Stearat 3,70 3,58 - - -
AL tidak jenuh tunggal
Palmitoleat
Oleat 0,4 0,2 - - -
Eikosenoat 2,02 1,24 - - -
AL tidak jenuh 0,38 0,51 - - -
majemuk
Linoleat 0,3 0,08 - - -
Linolenat 0,02 - - - -
Arakhidonat 5,45 4,14 - - -
EPA 6,28 5,06 - - -
DHA 20,46 17,55 - - -
Kolesterol (mg/100g) 74,64 108,90 - - -

Anda mungkin juga menyukai