NURZAKIAH
2011
RINGKASAN
NURZAKIAH
C34070009
Skripsi
2011
Judul : Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong
(Sepia recurvirostra)
Nama : Nurzakiah
NRP : C34070009
Departemen : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Nurzakiah
C34070009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat serta
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvirostra)”. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan
skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol selaku
dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan masukan yang telah diberikan.
2. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji.
3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Ibu dan Ayah atas segala cinta dan kasih sayang tak terhingga. Kak Desy
Saswita, kak Widiastuti, bang Fahruddin, dan kak Nelmayati atas segala
perhatian dan dukungannya, serta seluruh keluarga atas semangat yang luar
biasa.
5. Suhana Sulastri dan Siti Karmila atas kebersamaan dan kerjasama selama ini.
6. Keluarga THP 44 yang telah memberikan kenangan luar biasa.
7. Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), staff Dosen dan
Tata Usaha, serta teman-teman THP 43, 45, dan 46.
8. Ar-Riyadh’ers atas kekompakan dan keceriaan di rumah kita.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun
dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2011
Nurzakiah
DAFTAR ISI
Halaman
viii
4 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................30
4.1 Karakteristik Sotong (Sepia recurvirostra).........................................................30
4.2 Rendemen (Sepia recurvirostra)............................................................................31
4.3 Komposisi Kimia Sotong (Sepia recurvirostra)................................................32
4.4 Fitokimia........................................................................................................................36
4.5 Komposisi Asam Lemak Sotong (Sepia recurvirostra)...................................40
4.6 Kolesterol......................................................................................................................47
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xii
1
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik,
morfometrik, rendemen, kandungan zat gizi (air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat), komponen bioaktif, komposisi asam lemak, dan kandungan
kolesterol sotong (Sepia recurvirostra).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Habitat sotong pada umumnya pada daerah demersal dekat pantai dan
zona di perairan hangat dan subtropis. Sotong hidup di dasar berbatu, berpasir dan
berlumpur hingga daerah lamun, rumput laut, maupun terumbu karang.
Kebanyakan spesies sotong bermigrasi musiman dalam menanggapi perubahan
iklim. Jenis Sepia recurvirostra tersebar di Pasifik Barat, Laut Andaman, Laut
Cina Selatan, Filipina dan selatan Laut Cina Timur. Sotong ini hidup di daerah
demersal pada kedalaman 50-140 m (Jereb dan Roper 2005).
Sotong memiliki warna yang bervariasi, tetapi biasanya sotong berwarna
hitam atau coklat dan memiliki bintik-bintik pada kulitnya. Perubahan warna pada
sotong mungkin saja terjadi karena pada kulit sotong terdapat tiga jenis pigmen,
yaitu kromatofor, leukofor, dan iridofor. Pigmen ini berfungsi sebagai alat
komunikasi sesama sotong dan sebagai kamuflase agar tidak dapat ditemukan
oleh predator dengan cara berubah warna atau merubah tekstur kulit mereka
(Jereb dan Roper 2005).
Sotong memangsa cumi-cumi, kepiting, udang dan ikan kecil. Sotong
bersifat kanibal. Sotong mencari makanan dengan cara berubah warna dan
mengeluarkan tinta. Sotong menipu mangsa dengan merubah warna kulitnya
sesuai dengan warna pasir atau lingkungan disekitarnya. Sotong juga
mengeluarkan tinta dari dalam tubuhnya untuk mengelabui mangsa. Tentakel akan
bergerak cepat dan menarik mangsa dengan pengisap yang terdapat pada ujung
tentakel. Pemijahan sotong biasanya berlangsung ketika terjadi peningkatan suhu
air dan berlangsung sebanyak dua kali dalam setahun. Sepia recurvirostra dewasa
mencapai ukuran maksimum mantel 17 cm dan berat 0,4 kg. Spesies ini
merupakan jenis sotong ekonomis penting terutama di Hongkong (Jereb dan
Roper 2005).
Sotong memiliki kantung tinta di dalam tubuhnya. Pemberian nama Sepia
untuk jenis sotong juga disebabkan oleh adanya tinta ini. Kantung tinta
mengandung pigmen melanin dan lendir. Tinta sotong berwarna coklat tua yang
mengandung tirosin, dopamin, dan sejumlah kecil asam amino, contohnya taurin,
asam aspartat, asam glutamat, alanin, dan lisin. Tinta sotong digunakan sebagai
alat tulis pada zaman dahulu, namun saat ini tinta sotong juga digunakan sebagai
pewarna makanan dan bumbu, misalnya dalam pembuatan pasta atau saus. Studi
5
2.3 Fitokimia
Analisis fitokimia adalah analisis yang mencangkup pada aneka ragam
senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai
struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya,
penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya (Harborne 1987).
1) Alkaloid
Alkaloid pada umumnya mencangkup senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai
bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Alkaloid adalah senyawa kimia
tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip
pembentukan campuran. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis
aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
(misalnya nikotin) pada suhu kamar. Alkaloid merupakan turunan yang paling
umum dari asam amino (Sirait 2007).
Senyawa alkaloid dikelompokkan menjadi tiga yaitu, alkaloid
sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid. Alkaloid sesungguhnya adalah
6
racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa
terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin
heterosiklik, diturunkan dari asam amino, dan biasanya terdapat ditanaman
sebagai garam asam organik. Protoalkaloid merupakan amin yang relatif
sederhana dimana di dalam nitrogen asam amino tidak terdapat cincin
heterosiklik, dan diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat
basa. Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino, dan biasanya
senyawa ini bersifat basa (Sastrohamidjojo 1996).
2) Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa
alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna,
berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan optis aktif (Harborne 1987).
Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen
sebenarnya, steroid, saponin, dan glokisida jantung (cardiac glycoside). Beberapa
triterpen dikenal dengan rasanya, terutama rasa pahit (Sirait 2007). Contoh
senyawa steroid yaitu sterol, sapogenin, glikosida jantung dan vitamin D. Steroid
alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan
saikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
obat (Harborne 1987).
3) Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua
inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon (Sastrohamidjojo 1996).
Senyawa ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air
setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa
fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak.
Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin,
flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon dan isoflavon
(Harborne 1987)
Flavonoid pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson 1995). Fungsi
7
sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan berlemak.
Beberapa contoh yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon gossypol,
pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenoli (Ketaren 1986).
6) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat dibentuk melalui proses
fotosintesis. Klorofil tanaman dengan sinar matahari mampu membentuk
karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) yang berasal dari udara dan air dari tanah.
Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat sederhana glukosa dan oksigen yang
dilepas di udara (Almatsier 2006).
Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida,
serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari
lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10
monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri
lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno 2008). Karbohidrat mempunyai
peran penting untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan,
timbulnya ketosis, kehilangan mineral dan berguna untuk metabolisme lemak dan
protein dalam tubuh (Budiyanto 2002).
7) Gula pereduksi
Sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus
hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa
(aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai
gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan
laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya
(Winarno 2008).
Gula pereduksi teroksidasi oleh zat pengoksidasi lemah, misalnya larutan
2+ +
Benedict dan Fehling (reduksi Cu menjadi Cu ) dan peraksi Tollens (reduksi
Ag+ menjadi Ag). Beberapa dari reaksi ini digunakan sebagai uji klinis untuk
mendeteksi gula dalam air seni yang menunjukkan penyakit diabetes (Pine et al.
1988 dalam Apriandi 2011) .
Sifat sebagai reduktor pada monosakarida dan beberapa disakarida
disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul
9
2.4 Lemak
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur
karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat larut
dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), antara lain petroleum benzen
10
dan eter. Lemak termasuk salah satu anggota lipid, yaitu lipid netral atau
trigliserida (Sediaoetama 2008). Lemak yang telah dipisahkan dari jaringan
asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid
kompleks (lesitin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid), sterol (dalam keadaan bebas
atau terikat dengan asam lemak), asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut
dalam lemak, dan hidrokarbon (Ketaren 2008).
Suatu molekul lemak tersusun dari satu hingga tiga asam lemak dan satu
gliserol. Gliserol adalah alkohol trihidrat, yaitu mempunyai tiga gugus hidroksil
(Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah asam lemak yang terdapat pada gugus
gliserol menyebabkan adanya pembagian molekul lemak menjadi monogliserida,
digliserida, dan trigliserida. Struktur lemak berdasarkan jumlah asam lemak yang
terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan pada Gambar 2.
HO- CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
HO CH HO CH
2.5 Kolesterol
Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh,
otak, syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut endogeneous cholesterol,
sedangkan exogeneous cholesterol adalah kolesterol yang berasal dari bahan
15
makanan (dietary cholesterol), bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan
hati sapi, dan lemak hewan lainnya (Suhardjo dan Kusharto 1987). Kolesterol
adalah senyawa golongan steroid dan hanya terdapat di dalam lemak hewan.
Kolesterol mempunyai peran penting sebagai penyusun plasma sel dan lipoprotein
plasma, merupakan prekursor pembentuk asam empedu, hormon-hormon dan
vitamin. Kolesterol mempunyai fungsi ganda, disatu sisi diperlukan dan di sisi
lain dapat membahayakan, tergantung jumlahnya di dalam tubuh. Kolesterol
dalam darah berasal dari makanan dan hasil sintesis dalam tubuh (Linder 1992).
Struktur kimia kolesterol disajikan pada Gambar 4.
fase, yaitu fase gerak yang membawa cuplikan dan fase diam yang menahan
cuplikan secara selektif. Bila fase yang dipakai bersifat polar maka zat-zat yang
bersifat nonpolar akan terpisah terlebih dahulu karena zat bersifat polar terikat
kuat pada fase diamnya. Jika fase diam bersifat polar maka fase gerak yang
digunakan bersifat nonpolar, demikian pula sebaliknya. Pemisahan dengan
kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen
campuran di antara fase gerak dan fase diam (Adnan 1997).
Larutan yang akan dianalisis dimasukkan ke dalam mulut kolom.
Komponen-komponen berdistribusi di antara dua fase. Penambahan fase gerak
(eluen) mendesak pelarut yang mengandung bagian cuplikan turun ke bagian
bawah kolom. Oleh karena perpindahan komponen hanya dapat terjadi dalam fase
gerak, kecepatan rata-rata perpindahan suatu komponen tergantung pada waktu
yang diperlukan dalam fase itu, ada komponen yang suka berada dalam fase diam
dan ada komponen yang suka berada dalam fase gerak. Perbedaan sifat ini
menyebabkan komponen-komponen campuran memisah. Bila suatu detektor yang
peka terhadap komponen-komponen tersebut ditempatkan di ujung kolom dan
sinyalnya diplot sebagai fungsi waktu (atau volume fase gerak yang ditambahkan)
maka akan diperoleh sejumlah puncak. Plot ini disebut kromatogram yang
berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Posisi puncak pada sumbu waktu
berfungsi untuk mengidentifikasi komponen cuplikan, sedang luas puncak
merupakan ukuran kuantitatif tiap komponen (Adnan 1997).
Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, jika komponen yang
jumlahnya banyak dengan mudah dapat dipisahkan dalam bentuk kromatogram
yang dapat memberikan informasi tidak hanya kuantitasnya, tetapi juga
identitasnya. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah
menguap (Adnan 1997). Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak
mudah menguap, dapat juga dianalisis dengan kromatografi gas, dengan cara
mengubahnya menjadi turunan-turunannya yang lebih mudah menguap dan stabil,
misalnya asam lemak dapat diubah menjadi ester metilik atau metil ester melalui
esterifikasi dengan BF dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa
18
hidroksi dapat diasetilasi, misalkan dengan asam asetat anhidrida dan piridin
(Khopkar 1983). Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 5.
5) Kesederhanaan
Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data
yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.
20
3 METODOLOGI
Preparasi sampel
Pengukuran rendemen
Tinta
Analisis proksimat
Analisis asam lemak
Analisis kolesterol
Analisis fitokimia
Bagian badan dan kepala yang telah dipreparasi dicincang hingga cukup
halus dan dipersiapkan untuk analisis selanjutnya.
kemudian dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600 oC selama ± 8 jam hingga
diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Setelah itu, cawan beserta
sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga dingin dan
ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan
dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan
air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada
tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan
menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung
mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat
kjeltec sistem. Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang
24
berisi daging sotong yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta
erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan
dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 25 ml. c) Tahap Titrasi
3) Flavonoid
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4
ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume
yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya
26
warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya
flavonoid.
4) Saponin (uji busa)
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak 1 gram
sampel ditambahkan air panas lalu dikocok. Busa yang stabil selama 30 menit dan
tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.
FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya
senyawa fenol dalam bahan.
6) Uji Molisch
Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml
asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya
karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan
cairan.
7) Uji Benedict
Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi
Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna
hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.
8) Uji Biuret
Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret.
Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu
menunjukkan hasil uji positif adanya peptida.
9) Uji Ninhidrin
Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambahkan dengan beberapa tetes larutan
Ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit.
Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya
asam amino.
27
turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 20%, NaCl jenuh dan isooktan. Sebanyak 20-30
mg lemak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
28
ml BF3 20% dan 5 mg/ml standar internal ditambahkan ke dalam tabung lalu
ml acetic anhidrid ditambahkan juga 0,2 ml H2SO4 pekat atau 2 tetes. Selanjutnya
dihomogenkan dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama 15 menit.
Absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 420 nm dengan standar yang
digunakan 0,4 mg/ml.
Kadar kolesterol dalam sampel dihitung dengan rumus:
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Organ dalam sotong terdiri dari organ reproduksi, organ pencernaan, dan
kantung tinta. Cangkang sotong berbentuk lonjong dan tipis. Cangkang sotong
tersusun dari kalsium karbonat. Sepanjang sisi kiri dan kanan sotong terdapat
sepasang sirip. Bagian kepala sotong terdiri dari dua tentakel, delapan tangan, dan
sepasang mata yang berukuran cukup besar.
Pengamatan terhadap ciri fisik sotong dilanjutkan dengan pengukuran
morfometrik 30 ekor sampel sotong. Pengukuran ini terdiri dari pengukuran panjang
baku, lebar, tebal, dan pengukuran berat sotong untuk menentukan rendemen. Hasil
rata-rata pengukuran morfometrik dari 30 ekor sampel sotong dapat dilihat pada Tabel
3.
4.2 Rendemen
Rendemen adalah persentase perbandingan antara berat bagian bahan yang
dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendeman digunakan untuk
mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai
rendemennya, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya sehingga pemanfaatannya
dapat menjadi lebih efektif (Apriandi 2010). Rendemen sotong pada penelitian ini
meliputi bagian badan, kepala, jeroan, dan cangkang. Persentase rendemen sotong
dapat dilihat pada Gambar 9.
Cangkang
4,32%
Jeroan
18,06%
Badan
45,09%
Kepala
32,53%
(Sepia pharaonis) sebesar 38,20% dan rendemen kepala sebesar 25,60%. Bihan et al.
(2006) menyebutkan pula bahwa rendemen jeroan sotong sekitar 15-20% dari berat
total. Sotong memiliki rendemen badan sebesar 45-48%, kepala sebesar 24-29%,
jeroan sebesar 20-24%, dan cangkang sebesar 3,9-4,6% (Okuzumi dan Fujii 2000).
Sotong memiliki rendemen cangkang yang kecil yaitu 4,32%. Rendemen yang sedikit
ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Cangkang sotong biasanya hanya
digunakan sebagai sumber kalsium dalam pakan burung. Perbedaan rendemen pada
berbagai jenis sotong ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis, bentuk
tubuh, dan umur (Suzuki 1981).
90 83,65% 84,06%
80
70
Persentase (%) 60
50
40
30
20 13,51% 13,16%
1,13%
10 0,69%0,89% 0,79% 0,77% 1,36%
0
Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
= Badan = Kepala
Gambar 10 Hasil analisis proksimat sotong (Sepia recurvirostra)
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar
air merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air
dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
33
tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir
untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang
dapat mempercepat pembusukan. Kandungan air pada produk perikanan diperkirakan
sebesar 70-80%. Kandungan air dalam bahan pangan terdiri atas dua bentuk, yaitu air
bebas dan air terikat. Air bebas merupakan air yang terdapat dalam ruang antar sel dan
plasma, dapat melarutkan vitamin dan garam mineral, serta sering dimanfaatkan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya. Air terikat merupakan molekul-molekul air yang
terikat pada molekul-molekul lain, contohnya protein (Winarno 2008).
Analisis kadar air bertujuan untuk menentukan jumlah air yang terkandung
dalam bagian badan dan kepala sotong. Hasil pengukuran kadar air menunjukkan
bahwa sotong memiliki kadar air yang tinggi, yaitu sebesar 84,06% pada bagian badan
dan 83,65% pada bagian kepala. Kadar air yang diukur dalam penelitian ini adalah air
yang teruapkan dan tidak terikat kuat dalam jaringan bahan dengan bantuan panas. Air
yang teruapkan ini disebut air bebas dan merupakan air yang hanya terikat secara fisik
dalam jaringan matriks bahan yakni membran, kapiler, serat dan lain sebagainya. Air
ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi
kimiawi (Winarno 2008). Penelitian sebelumnya pada sotong (Sepia arabica)
menunjukkan kadar air yang lebih rendah, yaitu sebesar 73,02% (Papan et al. 2011).
Kadar air yang tinggi pada sotong ini dapat menyebabkan kemunduran mutu yang
lebih cepat, terutama jika tidak ditangani dengan baik, karena air bebas dapat menjadi
media pertumbuhan mikroba dan juga reaksi kimiawi dalam jaringan.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan
air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral (anorganik). Bahan-bahan
organik akan terbakar selama proses pembakaran tetapi komponen anorganiknya
tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Winarno 2008).
Hasil analisis kadar abu total menunjukkan bahwa sotong mengandung kadar
abu sebesar 0,69% pada badan dan 0,89% pada kepala. Kadar abu sotong ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan kadar abu sotong (Sepia arabica) hasil penelitian
Papan et al. (2011). Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan
habitat dan lingkungan hidup. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan
mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Selain
itu, masing masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda
34
dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral yang masuk ke dalam tubuh, sehingga
hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing
masing bahan (Susanto 2010).
Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama
sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di
dalam cairan tubuh diperlukan pengaturan kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan
asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membrane sel dan
pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2006).
Hasil analisis kadar protein sotong menempati urutan kedua setelah air. Kadar
protein bagian badan sotong sebesar 13,51%, sedangkan bagian kepala sebesar
13,16%. Penelitian Papan et al. (2011) menunjukkan bahwa sotong (Sepia arabica)
memiliki kadar protein sebesar 17,00%. Nilai ini lebih besar dibandingkan protein
hasil analisis. Perbedaan kadar protein dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan dan tingkat
kematangan gonad. Kondisi ekologi dimana sotong hidup sangat mempengaruhi kadar
protein yang terkandung pada sotong tersebut, karena perairan yang berbeda akan
menyediakan tipe dan sumber makanan yang berbeda, sehingga menghasilkan jumlah
protein sotong yang berbeda pula (Papan et al. 2011).
Protein dibutuhkan manusia karena asam amino yang bertindak sebagai
penyusunnya merupakan prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat
dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan. Protein dalam tubuh manusia
memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain, yaitu
membangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2006).
Lemak merupakan komponen yang larut dalam pelarut organik misalnya
heksan, eter dan kloroform. Lemak hewan umumnya berupa padatan pada suhu ruang,
sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Hasil analisis kadar
lemak sotong yaitu sebesar 0,79% pada badan dan 0,77% pada kepala. Nilai tersebut
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar lemak hasil penelitian Papan et al.
(2011) yaitu sebesar 8,90%. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena
kandungan air sotong yang sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase
kadar lemak akan turun secara drastis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak
(Yunizal et al. 1998). Perbedaan nilai lemak berbagai spesies juga diduga disebabkan
karena umur panen dan laju metabolisme organisme. Kadar lemak akan semakin
35
meningkat dengan bertambahnya usia, karena sifat fisiologis hewan yang akan
menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang
disimpan dalam bentuk lemak untuk berkembang biak (Suzuki 1981).
Lemak secara umum memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah penghasil
energi, pembangun dan pembentuk struktur tubuh, penghasil asam lemak esensial
yang penting bagi tubuh, pembawa vitamin larut lemak, pelumas di antara persendian,
membantu pengeluaran sisa makanan, pemberi kepuasan cita rasa dan agen
pengemulsi (Suhardjo dan Kusharto 1988).
Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference
menunjukkan bahwa badan sotong mengandung karbohidrat sebesar 0,96% dan
kepala sotong mengandung karbohidrat sebesar 1,54%. Hasil perhitungan karbohidrat
dengan metode by difference ini merupakan metode penentuan kadar karbohidrat
dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar juga terhitung sebagai
karbohidrat (Winarno 2008). Karbohidrat yang terdapat pada hewan tersimpan dalam
bentuk glikogen yang banyak terdapat pada otot dan hati (Almatsier 2006). Kadar
karbohidrat yang terhitung ini diduga berupa glikogen dan serat kasar.
Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein yang
berlebihan, kehilangan mineral, dan membantu metabolisme lemak dan protein
(Winarno 2008). Peranan karbohidrat di dalam tubuh adalah sebagai sumber energi
untuk aktivitas tubuh, baik untuk bergerak ataupun bekerja. Apabila jumlah
karbohidrat yang tersedia di dalam tubuh tidak mencukupi, maka akan terjadi
peningkatan penguraian lemak. Jika kadar karbohidrat dan lemak juga tidak
mencukupi, maka protein akan dirombak untuk menghasilkan energi (Nasoetion et al.
1994). Perbandingan komposisi kimia sotong (Sepia recurvirostra) dengan komposisi
kimia sotong lain dapat dilihat pada Tabel 4.
4.4 Fitokimia
Analisis fitokimia sotong dilakukan terhadap ekstrak kasar daging, tinta, dan
cangkang sotong yang telah diekstraksi. Ekstraksi adalah suatu proses penarikan
komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang
dipilih sehingga komponen yang diinginkan dapat larut (Ansel 1989). Proses ekstraksi
bertujuan untuk mendapatkan bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung
komponen aktif. Proses ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu ekstraksi
sederhana (maserasi) dengan cara merendam sampel dalam pelarut metanol.
Penggunaan metanol sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut polar yang
baik dan dapat melarutkan senyawa polar dan non polar (Apriandi 2011). Pelarut
metanol mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuarterner, komponen fenolik,
karotenoid, dan tanin (Harborne 1987). Metanol juga mampu mengekstrak senyawa
yang bersifat nonpolar misalnya lilin dan lemak (Houghton dan Raman 1998). Hasil
analisis fitokimia ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang sotong dapat dilihat pada
Tabel 5.
lebih besar dibandingkan tinta. Komponen bioaktif pada ekstrak kasar cangkang
meliputi alkaloid, steroid, karbohidrat, dan asam amino.
1) Alkaloid
Alkaloid adalah golongan terbesar dari senyawa hasil metabolisme sekunder
yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Senyawa
alkaloid mencakup senyawa bersifat basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen
sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Senyawa alkaloid dikelompokkan
menjadi tiga antara lain, alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid.
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas
fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, mengandung nitrogen
dalam cincin heterosiklik, dan diturunkan dari asam amino (Sastrohamidjojo 1996).
Komponen alkaloid pada penelitian ini terdeteksi pada ekstrak kasar badan,
tinta, dan cangkang. Bioaktif jenis alkaloid umumnya larut pada pelarut organik non
polar, akan tetapi ada beberapa kelompok seperti pseudoalkaloid dan protoalkaloid
yang larut pada pelarut polar misalnya air (Lenny 2006). Metanol merupakan pelarut
polar, sehingga diduga bahwa sotong tidak mengandung alkaloid sesungguhnya yang
bersifat racun, tetapi mengandung protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Protoalkaloid
merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen-nitrogen asam amino tidak
terdapat dalam cincin heterosiklik, sedangkan pseudoalkaloid merupakan komponen
alkaloid yang tidak diturunkan dari prekursor asam amino dan biasanya bersifat basa
(Lenny 2006). Alkaloid kerap kali bersifat racun pada manusia, tetapi ada juga yang
memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia sehingga digunakan secara luas
dalam pengobatan (Harborne 1984).
2) Steroid
Triterpenoid merupakan komponen dengan kerangka karbon yang terdiri dari 6
unit isoprene dan dibuat secara biosintesis dari skualen (C30 hidrokarbon asiklik).
Triterpenoid memiliki struktur siklik yang kompleks, sebagian besar terdiri atas
alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, jernih, memiliki
titik lebur tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit dikarakterisasi (Harborne
1984).
Steroid merupakan golongan triterpena yang tersusun atas sistem cincin
cyclopetana perhydrophenanthrene. Steroid pada mulanya dipertimbangkan hanya
sebagai komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, hormon adrenal,
asam empedu, dan lain sebagainya), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan
38
pada substansi tumbuhan (Harborne 1984). Komponen steroid yang terdeteksi untuk
uji ini adalah pada ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang sotong. Steroid ini diduga
memiliki efek peningkat stamina tubuh (aprodisiaka) dan anti-inflamasi. Triterpenoid
alami juga memiliki aktivitas antitumor karena mempunyai kemampuan menghambat
kinerja enzim topoisomerase II, dengan cara berikatan dengan sisi aktif enzim yang
nantinya akan mengikat DNA dan membelahnya (Setzer 2008).
3) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan komponen organik kompleks yang dibentuk melalui
proses fotosintesis pada tanaman, dan merupakan sumber energi utama dalam
respirasi. Karbohidrat berperan dalam penyimpanan energi (pati), transportasi energi
(sukrosa), serta pembangun dinding sel (selulosa) (Harborne 1984). Karbohidrat
mempunyai struktur, ukuran dan bentuk molekul yang berbeda-beda. Karbohidrat
umumnya aman untuk dikonsumsi (tidak beracun). Rumus kimia karbohidrat
melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan ini dibentuk dengan menarik unsur H2O
dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan
reaksi kondensasi yang kuat. Transisi dari polipeptida menjadi protein tidak banyak
dijelaskan, tetapi batasan pengertian protein umumnya diasumsikan sebagai rantai
peptida yang memiliki berat molekul sekitar 10 kDa atau mengandung kurang lebih
100 residu asam amino (Lehninger 1988; Belitz dan Grosch 2009).
Hasil uji Biuret menunjukkan bahwa peptida terdeteksi pada ekstrak kasar badan
dan tinta. Peptida yang terdeteksi pada ekstrak kasar badan diduga berasal dari protein
39
salah satu ujungnya dan gugus metil (CH3) di ujung lainnya. Hasil analisis asam
lemak sotong terdiri atas 6 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA),
yaitu asam laurat (C12:0), miristat (C14:0), pentadekanoat (C15:0), palmitat (C16:0),
heptadekanoat (C17:0), dan stearat (C18:0). Tiga jenis asam lemak tidak jenuh
tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA), yaitu asam palmitoleat (C16:1), oleat
(C18:1), dan eikosenoat (C20:1), serta lima jenis asam lemak tidak jenuh majemuk
(Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA), yaitu asam linoleat (C18:2n6c), linolenat
(C18:3n6), arakhidonat (C20:4n6), eikosapentaenoat/EPA (C20:5n3), dan
dokosaheksaenoat/DHA (C22:6n3). Tiga dari delapan asam lemak tidak jenuh
merupakan kelompok omega-3 (asam linolenat, EPA, dan DHA), dua kelompok
omega-6 (asam linoleat dan arakhidonat), serta satu kelompok omega-9 (asam oleat).
Nilai tersebut diperoleh melalui hasil kromatogram pada analisis menggunakan gas
kromatografi. Masing-masing peak kromatogram menunjukkan jenis asam lemak
tertentu. Kromatogram standar asam lemak tercantum pada Gambar 11 dan
kromatogram sampel sotong disajikan pada Gambar 12-15.
8
7,34
Kandung 7
an asam
lemak 6 5,44
jenuh (%)
5
4 3,70 3,58
= Badan = Kepala
Gambar 16 Komposisi asam lemak jenuh sotong (Sepia recurvirostra)
Asam lemak miristat, palmitat, dan stearat merupakan jenih asam lemak yang
paling banyak terdapat di alam (Almatsier 2006). Gambar 16 menunjukkan bahwa
kandungan asam lemak jenuh paling tinggi adalah palmitat, yaitu sebesar 7,34% pada
badan dan 5,44% pada kepala. Palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling
banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak
yang ada (Winarno 1997). Penelitian Thanonkaew et al. (2006) menyatakan bahwa
kandungan asam palmitat pada sotong (Sepia pharaonis) adalah sebesar 17,7% pada
bagian kepala dan 20,3% pada badan. Cumi-cumi tombak memiliki kandungan asam
palmitat sebesar 33,3% (Okuzumi dan Fujii 2000). Ozugul et al. (2008) juga
menyatakan bahwa kandungan asam lemak pada suatu organisme perairan berbeda-
beda, khususnya di daerah yang memiliki empat musim. Sotong (Sepia officinalis)
memiliki kandungan asam lemak sebesar 17,61% pada musim semi, 18,95% pada
musim gugur, dan 18,04% pada musim dingin. Selain perbedaan kondisi perairan,
perbedaan nilai asam palmitat ini dapat disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan,
umur dan ukuran. Asam palmitat dapat meningkatkan risiko aterosklerosis,
kardiovaskular dan stroke. Asam palmitat digunakan sebagai bahan baku shampo,
sabun lunak dan krim (Jacquot 1962).
Asam laurat yang terkandung pada badan sotong adalah sebesar 0,03% dan
pada kepala sebesar 0,02%. Asam laurat sebagai monogliserida biasa digunakan
44
dalam industri pharmaceutical sebagai antibakteri, antivirus dan anti protozoa serta
digunakan juga dalam industri sabun dan kosmetik. Asam lemak miristat pada badan
sotong adalah sebesar 0,48% dan kepala sebesar 0,3%. Asam miristat terdapat dalam
jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2%. Asam miristat dapat dimanfaatkan
dalam pembuatan shampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat
dibutuhkan dalam retina dan fotoreseptor (Jacquot 1962). Asam pentadekanoat pada
badan dan kepala sotong adalah sebesar 0,18% dan 0,11%. Asam heptadekanoat pada
badan dan kepala sotong adalah sebesar 0,51% dan 0,44%. Asam pentadekanoat dan
heptadekanoat merupakan asam lemak jenuh dengan jumlah atom C ganjil yang
terdapat pada lemak susu dan daging hewan ruminansia. Asam heptadekanoat yang
sering disebut margaric acid juga terdapat pada lemak domba, minyak hati ikan hiu,
dan lemak pada rambut manusia (Hansen et al. 1957).
Asam stearat pada badan dan kepala sotong adalah sebesar 3,7% dan 3,58%.
Penelitian Thanonkaew et al. (2006) menyatakan bahwa asam stearat pada badan
sotong (Sepia pharaonis) adalah sebesar 11% dan pada kepala sebesar 9,6%. Asam
stearat merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi dan terdapat pada
biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah yang sedikit. Asam stearat dapat
menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan obesitas
(Jacquot 1962). Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal yang terkandung pada
sotong dapat dilihat pada Gambar 17.
2.,5
Kandungan asam lemak tidak
2,02
2
tunggal (%)
1,.5 1,24
0
Palmitoleat Oleat Eikosenoat
Komponen
= Badan = Kepala
Gambar 17 Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal sotong (Sepia recurvirostra)
45
25
Kandungan asam lemak tidak
20,46
20 17,55
majemuk (%)
15
10
5,45 6,28 5,06
4,14
5
jenuh
= Badan = Kepala
Gambar 18 Komposisi asam lemak tidak jenuh majemuk sotong (Sepia recurvirostra)
Kandungan linoleat dan linolenat pada sotong lebih kecil dibandingkan dengan
asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) lainnya, yaitu arakhidonat, EPA dan DHA.
Kandungan asam lemak linoleat pada badan dan kepala sotong masing-masing sebesar
0,3% dan 0,08%. Asam linoleat pada badan sotong sebesar 0,02%, sedangkan pada
bagian kepala tidak terdeteksi. Okuzumi dan Fujii (2000) menyebutkan bahwa
kandungan asam linoleat cumi-cumi tombak sebesar 0,3% dan penelitian
46
Sintesa EPA dan DHA pada hewan sangat rendah. Kandungan EPA dan DHA
pada hewan diperoleh dari mikroorganisme melalui rantai makanan. Mikroorganisme
utama yang menjadi produsen utama omega-3 adalah Daphnia, Chlorella,
Synechoccus sp., Cryptomonas sp., Rhodomonas lacustris, Scenedesmus dan
Chlamydomonas sp., yang merupakan plankton. Tingginya kandungan EPA dan DHA
pada plankton tersebut dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada hewan
(Gluck et al. 1996). Suhu perairan yang rendah pun (perairan subtropis) dapat
meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada sotong, plankton dan alga karena dapat
meningkatkan daya larut oksigen yang akan mempercepat sintesis asam lemak dan
proses enzim pada reaksi desaturase (Guderley et al.2007). Perbandingan kandungan
asam lemak sotong (Sepia recurvirostra) dengan Cephalopoda lainnya disajikan pada
Tabel 7.
4.6 Kolesterol
Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh, otak,
syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut endogeneous cholesterol, sedangkan
48
exogeneous cholesterol adalah kolesterol yang berasal dari bahan makanan/ dietary
cholesterol, bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan hati sapi, dan lemak
hewan lainnya (Suhardjo dan Kusharto 1987). Analisis kolesterol dilakukan untuk
mengetahui kandungan kolesterol pada sotong.
Kolesterol yang terkandung pada kepala sotong lebih besar dibandingkan
badan. Kolesterol pada kepala sotong yaitu 108,90 mg/100 gram, sedangkan
kolesterol pada badan sotong sebesar 74,64 mg/100 gram. Perbandingan jumlah
kolesterol pada sotong dengan komoditas lain dapat dilihat pada Tabel 8.
kurang dari 130 mg/dl, dan trigliserida kurang dari 250 mg/dl. Konsumsi kolesterol
harian yang dianjurkan bagi manusia normal adalah <300 mg/hari, sedangkan bagi
penderita jantung <200 mg/hari (NHLBI 2005).
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sotong (Sepia recurvirostra) yang berasal dari pasar ikan Muara Angke
memiliki panjang rata-rata sebesar 12,70±1,30 cm, lebar 5,59±0,53 cm, tebal
1,95±0,40 cm, dan berat 59,43±10,91 gram. Rendemen bagian badan sebesar
45,09%, kepala 32,53%, jeroan18,06%, dan cangkang 4,32% yang sangat
potensial untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Komposisi kimia yang terdapat pada
badan sotong, yaitu kadar air 84,06%; abu 0,69%; protein 13,51%; lemak 0,79%;
dan karbohidrat 0,96%. Hasil proksimat kepala sotong, yaitu kadar air 83,65%;
abu 0,89%; protein 13,16%; lemak 0,77%; dan karbohidrat 1,54%.
Komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar badan dan tinta
sotong adalah alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Komponen
biaktif pada ekstrak kasar cangkang meliputi alkaloid, steroid, karbohidrat, dan
asam amino.
Kandungan asam lemak pada sotong terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu
laurat, miristat, pentadekanoat, palmitat, heptadekanoat dan stearat; asam lemak
tak jenuh tunggal, yaitu palmitoleat, oleat, dan eikosenoat; serta asam lemak tak
jenuh majemuk, yaitu linoleat, linolenat (pada badan saja), arakhidonat, EPA dan
DHA. Kandungan asam lemak pada bagian badan lebih besar dibandingkan
bagian kepala. Kandungan asam lemak jenuh tertinggi badan sotong terdapat pada
asam palmitat sebesar 7,34%. Sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi
pada badan sotong terdapat pada asam oleat yaitu sebesar 2,02%. Asam lemak tak
jenuh majemuk berantai panjang terbanyak terdapat pada DHA badan sotong,
yaitu sebesar 20,46%.
Kolesterol yang terkandung dalam kepala sotong lebih tinggi
dibandingkan badan. Kolesterol pada kepala sotong yaitu 108,90 mg/100 gram,
sedangkan kolesterol pada badan sotong sebesar 74,64 mg/100 gram.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia, asam
lemak dan kolesterol sotong dengan perlakuan pengolahan pangan, diantaranya
51
perebusan dan penggorengan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai komponen spesifik yang terdapat pada cangkang dan tinta sotong.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi R. 2007. Komposisi kimia dan asam lemak beberapa spesies ikan kakap
laut dalam di perairan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Almatsier Y. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keenam. Jakarta: Gramedia.
Bihan EL, Zatylny C, Perrin A, Koueta N. 2006. Post mortem change in viscera of
cuttlefish Sepia officinalis L. during storage at two different temperatures.
Journal Foof Chemistry 98(2006):39-51.
Fennema OR. 1996. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc.
53
Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and
Hall.
Jacquot R. 1962. Organic constituent of fish and other aquatic animal foods.
Didalam: Borgstrom G, editor. Fish as Foods. Volume ke-1, Production,
Biochemistry, and Microbiology. London: Academic Press.
Jereb P, Roper CFE. 2005. Cephalopods of the world. FAO Species Catalogue for
Fishery Purpose 4(1):114-115.
Khopkar SM. 1983. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
54
Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, dan Sirot V. 2008. Lipid
and fatty acid composition of fish and seafood consumed in France.
Journal of Food Composition and Analysis 21:8-16.
Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Jakarta: UI Press
McNair HM, Bonelli EJ. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Kosasih Padmawinata,
penerjemah. Ed-ke-5. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Basic Gas
Chromatography.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Bogor: Pustaka
Sinar Harapan.
[NHLBI] National Heart, Lung and Blood Institute, U.S Department of Health and
Human Services. 2005. Lower your cholesterol with TLC.
O’Keefe SF, Akoh CC, Min DB. 2002. Food Lipids : Chemistry, Nutrition, and
Biotechnology. Third Edition. New York : Marcel Dekker, Inc.
Papan F, Jazayeri A, Motamedi H, Asl SM. 2011. Study of the nutritional value of
Persian Gulf squid (Sepia arabica). Journal of American Science 7(1):
154-157.
Sampaio GR, Bastos D, Soares R, Queiroz Y, Torres E. 2006. Fatty acid and
cholesterol oxidation in salted and dried shrimp. Food Chem 95:344-
351.
Susanto IS. 2010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Keong Mas
(Pomacea canliculata Lamarck) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. London: Applied
Science Publisher LTD.
Thoha. 2004. Asam lemak esensial untuk optimalisasi fungsi otak balita [tesis].
Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
1) Kadar air
Sampel B. cawan kosong B. sampel B. cawan+sampel kering Kadar air
Kepala (1) 46,8232 38,2404 52,9422 84,00
Kepala (2) 48,6947 37,5242 54,6568 84,11
Badan (1) 50,6996 38,3077 57,0816 83,34
Badan (2) 53,3984 37,7323 59,4531 83,95
2) Kadar abu
Sampel Bobot cawan Berat contoh B.setelah abu Nilai
Badan (1) 23,99 5,08 24,03 0,79
Badan (2) 16,36 5,14 16,39 0,58
Kepala (1) 35,04 5,09 35,75 0,79
Kepala (2) 20,47 5,07 21,21 0,99
3) Kadar protein
Rata-rata (%) =
= = 13,51%
4) Kadar lemak
Labu lemak Berat setelah
Sampel Berat contoh kosong lemak Lemak
Badan (1) 5,05 77,00 77,04 0,79
Badan (2) 5,04 77,66 77,7 0,79
Kepala (1) 5,16 75,09 75,13 0,78
Kepala (2) 5,17 73,96 74,00 0,77
5) Kadar karbohidrat
Karbohidrat badan 1 (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + lemak + protein)
= 100% - (83,34 + 0,79 + 0,79 + 13,03)
= 100% - 97,95 = 2,05%
Karbohidrat badan 2 (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + lemak +protein)
= 100% - (83,95 + 0,58 + 0,79 + 13,99)
= 100% - 99,31 = 0,69%
Rata-rata (%) =
= = 1,36%
62
Komponen asam lemak (%) Badan (1) Badan (2) Kepala (1) Kepala (2)
Laurat (C12:0) 0,03 0,03 0,02 0,02
Miristat (C14:0) 0,51 0,45 0,31 0,29
Pentadekanoat (C15:0) 0,19 0,17 0,11 0,11
Palmitat (C16:0) 7,49 7,19 5,71 5,16
Heptadekanoat (C17:0) 0,52 0,49 0,46 0,42
Stearat (C18:0) 3,7 3,69 3,77 3,38
Palmitoleat (C16:1) 0,4 0,4 0,22 0,17
Oleat (C18:1n9c) 1,99 2,05 1,38 1,1
Eikosenoat (C20:1) 0,38 0,38 0,55 0,46
Linoleat (C18:2n6c) 0,26 0,34 0,09 0,06
Linolenat (C18:3n6) 0,02 0,02 - -
Arakhidonat (C20:4n6) 5,43 547 4,72 3,55
EPA (C20:5n3) 6,24 6,32 4,91 5,21
DHA (C22:6n3) 2,62 20,3 19,8 15,3
= 0,1150 x 100
0,1083
= 106,19 mg/100 gram
Kepala Cangkang
Sepia recurvirostra
Pengukuran/Analisis
Badan Kepala Jeroan Tinta Cangkang
Morfometrik
Panjang (cm) 12,70 ± 1,30
Lebar (cm) 5,59 ± 0,53
Tebal (cm) 1,95 ± 0,40
Bobot utuh (gram) 59,43 ± 10,91
Rendemen (%) 45,09 32,53 18,06 - 4,32
Komposisi kimia (%)
Air 84,06 83,65 - - -
Abu 0,69 0,89 - - -
Protein 13,51 13,16 - - -
Lemak 0,79 0,77 - - -
Karbohidrat 1,36 1,13 - - -
Komponen bioaktif
Alkaloid
a. Dragendorff ++ - - ++ +
b. Meyer +++ - - ++ +
c. Wegner +++ - - +++ ++
Steroid + - - ++ +
Flavonoid - - - - -
Saponin - - - - -
Fenol hidrokuinon - - - - -
Molisch + - - + +
Benedict - - - - -
Biuret ++ - - + -
Ninhidrin ++ - - + +
Asam lemak (%)
AL jenuh
Laurat 0,03 0,02 - - -
Miristat 0,48 0,3 - - -
Pentadekanoat 0,18 0,11 - - -
Palmitat 7,34 5,44 - - -
Heptadekanoat 0,51 0,44 - - -
Stearat 3,70 3,58 - - -
AL tidak jenuh tunggal
Palmitoleat
Oleat 0,4 0,2 - - -
Eikosenoat 2,02 1,24 - - -
AL tidak jenuh 0,38 0,51 - - -
majemuk
Linoleat 0,3 0,08 - - -
Linolenat 0,02 - - - -
Arakhidonat 5,45 4,14 - - -
EPA 6,28 5,06 - - -
DHA 20,46 17,55 - - -
Kolesterol (mg/100g) 74,64 108,90 - - -