Anda di halaman 1dari 102

KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL

KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exillis) DARI


SITU GEDE BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN

ANNE PRASASTYANE
C34050449

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN

ANNE PRASASTYANE C34050449. Karakteristik Asam Lemak dan


Kolesterol Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor Akibat
Proses Pengukusan. Dibimbing oleh NURJANAH dan ELLA SALAMAH.

Kijing lokal merupakan jenis kerang yang kaya akan asam lemak dan asam
amino esensial serta memiliki kandungan kolesterol yang rendah. Kijing lokal saat
ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat sekitar yang diolah
dengan cara pengukusan. Tujuan penelitian ini dilakukan, yaitu menentukan
karakteristik kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang meliputi rendemen,
komposisi kimia (kadar air, abu, lemak, dan protein kasar), komposisi asam lemak
serta kandungan kolesterol pada kijing lokal segar dan setelah proses pengukusan.
Tahap penelitian dilakukan dengan mengkaji karakteristik kijing lokal,
meliputi ukuran, rendemen, serta komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol
daging kijing segar dan setelah pengukusan. Rendemen kijing segar terdiri atas
cangkang 51,93%; daging 20,71%; dan jeroan 27,36%. Setelah perlakuan
pengukusan, rendemen daging kijing mengalami penurunan sebesar 29,73% yang
dikarenakan oleh keluarnya air dari bahan akibat perlakuan panas.
Komposisi kimia daging kijing lokal segar untuk kadar air, abu, kadar
protein, lemak dan karbohidrat dalam basis kering berturut-turut, yaitu 441,718%;
16,68%; 48,21%; 5,85% dan 29,26% dan setelah pengukusan menjadi 253,61%;
12,23%; 40,74%; 3,15% dan 43,88%. Pengolahan panas yang diberikan pada
daging kijing menyebabkan penurunan pada kadar lemak, air, protein dan mineral
kijing.
Asam lemak jenuh daging kijing yang terdiri dari laurat , miristat, palmitat
dan stearat berturut-turut, yaitu 0,005% (bk); 0,026% (bk); 1,690% (bk) dan
0,046% (bk). Asam lemak tidak jenuh terdiri atas oleat, linoleat, linolenat,
eikosapentaenoat dan dokosaheksaenoat pada daging kijing berturut-turut, yaitu
3,476% (bk); 0,317% (bk); 0,034% (bk); 0,087 mg/100 g dan 0,123 mg/100 g.
dan kolesterol 83,48 mg/ 100g.
Setelah perlakuan pengukusan kandungan asam lemak jenuh yang terdiri
dari laurat, miristat, palmitat dan stearat berubah menjadi 0,006% (bk);
0,033% (bk); 0,825% (bk); dan 0,055% (bk). Kandungan asam lemak tak jenuh
yang terdiri atas oleat, linoleat, linolenat, EPA dan DHA berubah menjadi
1,725% (bk); 0,237% (bk); 0,012% (bk); 0,072 mg/100 g; 0,103 mg/100 g dan
kolesterol menurun menjadi 72,115 mg/100 g.
KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL
KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exillis) DARI
SITU GEDE BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan


pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
ANNE PRASASTYANE
C34050449

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Skripsi : Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol Kijing
Lokal (Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor
Akibat Proses Pengukusan
Nama : Anne Prasastyane

NRP : C34050449

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Dra. Ella Salamah, MSi


NIP. 195910131986012002 NIP. 195306291988032001

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc.


NIP. 196205281987032003

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Karakteristik


Asam Lemak dan Kolesterol Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede
Bogor Akibat Proses Pengukusan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Anne Prasastyane
NRP C34050449
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 24 Juni


1987 dari pasangan bapak Endy Suhendi dan Ibu Euis
Nuhayati, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD
Negeri Polisi 4 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun
yang sama melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor
yang lulus pada tahun 2002, dan melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu progran Strata 1 (S1) jurusan Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam unit FPC (Fisheries
Processing Club) sebagai sekretaris pada tahun 2007/2008 dan pada tahun
2008/2009 pada bagian produksi produk hasil perikanan, asisten mata kuliah
Penanganan Hasil Perikanan periode 2007/2008 dan 2008/2009 dan asisten mata
kuliah Karateristik dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan periode
2008/2009.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis)
Dari Perairan Situ Gede Bogor Akibat Pengukusan” dibawah bimbingan
Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ella Salamah, MSi.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat, Berkat, dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik yang berjudul “Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol
Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor Akibat Proses
Pengukusan”.
Selesainya penulisan tugas akhir ini merupakan suatu kebahagiaan
tersendiri bagi penulis, karena skripsi merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini, diantaranya:
1. Ir. Nurjanah, MS dan Dra. Ella Salamah, MSi sebagai dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh
kesabaran.
2. Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dr. Ir. Agoes M Jacoeb Dipl.,Biol. selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan ini
3. Papa dan Mama serta keluargaku tercinta yang telah memberikan doa,
semangat, kasih sayang, dukungan, dan motivasi, dan perhatian kepada
penulis.
4. Seluruh dosen, pegawai, dan staf TU atas bantuannya selama ini.
5. Pak Danu dan Bu Endang yang telah membantu dan mengajar dalam
penelitian.
6. Tim Kijing yaitu Pur, Uli, Lodi, Aan atas kerjasamanya, dukungan, dan
perhatian bagi penulis.
7. Istifa dan Diani Sartika yang telah memberikan semangat, hiburan, dan setia
membantu dalam penelitian.
8. Teman-teman THP 42 yang selalu memberikan doa, dukungan dan perhatian
selama ini Adrian, Fuad, Pril, Indri, Miftah, Ary, Rodi, Dan, Teteh, Adek,

v
Melda, Febri, Fahrul, Seno, Zein, Erna, Ale dan banyak teman lain yang tidak
dapat disebutkan.
9. Kak Hangga yang selalu tiada hentinya memberikan dukungan dan doa
10. Teman-teman THP 41 yang senantiasa memberikan doa dan dukungan, serta
bantuannya selama ini Anang, An’im, Laler, Teta, Dilla, Alif, Ranti dan
semuanya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
11. Teman-teman THP 39, 40, 42, 43 dan 44 atas kebersamaan dan semangatnya.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
13. Semua pihak yang telah membaca dan menggunakan karya ilmiah ini sebagai
bahan acuan ataupun untuk kegunaan lainnya.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2009

Anne Prasastyane
C34050449

vi
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian......................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Kijing (Pilsbryoconcha exilis) ............. 4
2.2. Komposisi Kimia Kijing ............................................................. 6
2.3. Lipid............................................... ...............................................7
2.3.1. Autooksidasi asam lemak ................................................. 9
2.3.2. Esterifikasi ...................................................................... 10
2.4. Kolesterol ......... ............................................................................11
2.5. Pengukusan.......................................................................... ........13
2.6. Kromatografi Gas (Gas Chromatography)... ...............................14
3. METODOLOGI ............................................................................... 15
3.1. Waktu dan Tempat .................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 15
3.3. Metode Penelitian ...................................................................... 15
3.3.1. Pengambilan sampel ...................................................... 15
3.3.2. Pengukusan..................................................................... 16
3.3.3. Analisis proksimat .......................................................... 17
1) Analisis kadar air (AOAC 1995) ............................ 17
2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) .......................... 17
3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) ..................... 17
4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)....................... 18
5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 1995) .............. 19
3.3.4. Analisis asam lemak (AOAC 1999) ................................ 19
(a) Tahap ekstraksi .................................................... 20
(b) Tahap metilasi ...................................................... 20
(c) Identifikasi dengan kromatografi gas .................... 20
3.3.5. Analisis kadar kolesterol dengan GLC (AOAC 1999)..... 22

vii
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 23
4.1. Ukuran dan Berat Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) ........... 23
4.2. Rendemen Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) ....................... 24
4.3. Komposisi Kimia Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) ............ 27
4.3.1. Kadar air ......................................................................... 28
4.3.2. Kadar abu ....................................................................... 29
4.3.3. Kadar protein .................................................................. 31
4.3.4. Kadar lemak ................................................................... 32
4.3.5. Kadar karbohidrat ........................................................... 34
4.4. Asam Lemak ............................................................................. 35
4.5. Kolesterol .................................................................................. 43
5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 45
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 45
5.2. Saran ......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 46
LAMPIRAN .............................................................................................. 51

viii
KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL
KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exillis) DARI
SITU GEDE BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN

ANNE PRASASTYANE
C34050449

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN

ANNE PRASASTYANE C34050449. Karakteristik Asam Lemak dan


Kolesterol Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor Akibat
Proses Pengukusan. Dibimbing oleh NURJANAH dan ELLA SALAMAH.

Kijing lokal merupakan jenis kerang yang kaya akan asam lemak dan asam
amino esensial serta memiliki kandungan kolesterol yang rendah. Kijing lokal saat
ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat sekitar yang diolah
dengan cara pengukusan. Tujuan penelitian ini dilakukan, yaitu menentukan
karakteristik kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang meliputi rendemen,
komposisi kimia (kadar air, abu, lemak, dan protein kasar), komposisi asam lemak
serta kandungan kolesterol pada kijing lokal segar dan setelah proses pengukusan.
Tahap penelitian dilakukan dengan mengkaji karakteristik kijing lokal,
meliputi ukuran, rendemen, serta komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol
daging kijing segar dan setelah pengukusan. Rendemen kijing segar terdiri atas
cangkang 51,93%; daging 20,71%; dan jeroan 27,36%. Setelah perlakuan
pengukusan, rendemen daging kijing mengalami penurunan sebesar 29,73% yang
dikarenakan oleh keluarnya air dari bahan akibat perlakuan panas.
Komposisi kimia daging kijing lokal segar untuk kadar air, abu, kadar
protein, lemak dan karbohidrat dalam basis kering berturut-turut, yaitu 441,718%;
16,68%; 48,21%; 5,85% dan 29,26% dan setelah pengukusan menjadi 253,61%;
12,23%; 40,74%; 3,15% dan 43,88%. Pengolahan panas yang diberikan pada
daging kijing menyebabkan penurunan pada kadar lemak, air, protein dan mineral
kijing.
Asam lemak jenuh daging kijing yang terdiri dari laurat , miristat, palmitat
dan stearat berturut-turut, yaitu 0,005% (bk); 0,026% (bk); 1,690% (bk) dan
0,046% (bk). Asam lemak tidak jenuh terdiri atas oleat, linoleat, linolenat,
eikosapentaenoat dan dokosaheksaenoat pada daging kijing berturut-turut, yaitu
3,476% (bk); 0,317% (bk); 0,034% (bk); 0,087 mg/100 g dan 0,123 mg/100 g.
dan kolesterol 83,48 mg/ 100g.
Setelah perlakuan pengukusan kandungan asam lemak jenuh yang terdiri
dari laurat, miristat, palmitat dan stearat berubah menjadi 0,006% (bk);
0,033% (bk); 0,825% (bk); dan 0,055% (bk). Kandungan asam lemak tak jenuh
yang terdiri atas oleat, linoleat, linolenat, EPA dan DHA berubah menjadi
1,725% (bk); 0,237% (bk); 0,012% (bk); 0,072 mg/100 g; 0,103 mg/100 g dan
kolesterol menurun menjadi 72,115 mg/100 g.
KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL
KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exillis) DARI
SITU GEDE BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan


pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
ANNE PRASASTYANE
C34050449

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Skripsi : Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol Kijing
Lokal (Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor
Akibat Proses Pengukusan
Nama : Anne Prasastyane

NRP : C34050449

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Dra. Ella Salamah, MSi


NIP. 195910131986012002 NIP. 195306291988032001

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc.


NIP. 196205281987032003

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Karakteristik


Asam Lemak dan Kolesterol Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede
Bogor Akibat Proses Pengukusan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Anne Prasastyane
NRP C34050449
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 24 Juni


1987 dari pasangan bapak Endy Suhendi dan Ibu Euis
Nuhayati, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD
Negeri Polisi 4 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun
yang sama melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor
yang lulus pada tahun 2002, dan melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu progran Strata 1 (S1) jurusan Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam unit FPC (Fisheries
Processing Club) sebagai sekretaris pada tahun 2007/2008 dan pada tahun
2008/2009 pada bagian produksi produk hasil perikanan, asisten mata kuliah
Penanganan Hasil Perikanan periode 2007/2008 dan 2008/2009 dan asisten mata
kuliah Karateristik dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan periode
2008/2009.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis)
Dari Perairan Situ Gede Bogor Akibat Pengukusan” dibawah bimbingan
Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ella Salamah, MSi.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat, Berkat, dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik yang berjudul “Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol
Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor Akibat Proses
Pengukusan”.
Selesainya penulisan tugas akhir ini merupakan suatu kebahagiaan
tersendiri bagi penulis, karena skripsi merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini, diantaranya:
1. Ir. Nurjanah, MS dan Dra. Ella Salamah, MSi sebagai dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh
kesabaran.
2. Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dr. Ir. Agoes M Jacoeb Dipl.,Biol. selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan ini
3. Papa dan Mama serta keluargaku tercinta yang telah memberikan doa,
semangat, kasih sayang, dukungan, dan motivasi, dan perhatian kepada
penulis.
4. Seluruh dosen, pegawai, dan staf TU atas bantuannya selama ini.
5. Pak Danu dan Bu Endang yang telah membantu dan mengajar dalam
penelitian.
6. Tim Kijing yaitu Pur, Uli, Lodi, Aan atas kerjasamanya, dukungan, dan
perhatian bagi penulis.
7. Istifa dan Diani Sartika yang telah memberikan semangat, hiburan, dan setia
membantu dalam penelitian.
8. Teman-teman THP 42 yang selalu memberikan doa, dukungan dan perhatian
selama ini Adrian, Fuad, Pril, Indri, Miftah, Ary, Rodi, Dan, Teteh, Adek,

v
Melda, Febri, Fahrul, Seno, Zein, Erna, Ale dan banyak teman lain yang tidak
dapat disebutkan.
9. Kak Hangga yang selalu tiada hentinya memberikan dukungan dan doa
10. Teman-teman THP 41 yang senantiasa memberikan doa dan dukungan, serta
bantuannya selama ini Anang, An’im, Laler, Teta, Dilla, Alif, Ranti dan
semuanya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
11. Teman-teman THP 39, 40, 42, 43 dan 44 atas kebersamaan dan semangatnya.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
13. Semua pihak yang telah membaca dan menggunakan karya ilmiah ini sebagai
bahan acuan ataupun untuk kegunaan lainnya.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2009

Anne Prasastyane
C34050449

vi
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian......................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Kijing (Pilsbryoconcha exilis) ............. 4
2.2. Komposisi Kimia Kijing ............................................................. 6
2.3. Lipid............................................... ...............................................7
2.3.1. Autooksidasi asam lemak ................................................. 9
2.3.2. Esterifikasi ...................................................................... 10
2.4. Kolesterol ......... ............................................................................11
2.5. Pengukusan.......................................................................... ........13
2.6. Kromatografi Gas (Gas Chromatography)... ...............................14
3. METODOLOGI ............................................................................... 15
3.1. Waktu dan Tempat .................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 15
3.3. Metode Penelitian ...................................................................... 15
3.3.1. Pengambilan sampel ...................................................... 15
3.3.2. Pengukusan..................................................................... 16
3.3.3. Analisis proksimat .......................................................... 17
1) Analisis kadar air (AOAC 1995) ............................ 17
2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) .......................... 17
3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) ..................... 17
4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)....................... 18
5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 1995) .............. 19
3.3.4. Analisis asam lemak (AOAC 1999) ................................ 19
(a) Tahap ekstraksi .................................................... 20
(b) Tahap metilasi ...................................................... 20
(c) Identifikasi dengan kromatografi gas .................... 20
3.3.5. Analisis kadar kolesterol dengan GLC (AOAC 1999)..... 22

vii
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 23
4.1. Ukuran dan Berat Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) ........... 23
4.2. Rendemen Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) ....................... 24
4.3. Komposisi Kimia Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exillis) ............ 27
4.3.1. Kadar air ......................................................................... 28
4.3.2. Kadar abu ....................................................................... 29
4.3.3. Kadar protein .................................................................. 31
4.3.4. Kadar lemak ................................................................... 32
4.3.5. Kadar karbohidrat ........................................................... 34
4.4. Asam Lemak ............................................................................. 35
4.5. Kolesterol .................................................................................. 43
5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 45
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 45
5.2. Saran ......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 46
LAMPIRAN .............................................................................................. 51

viii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Kandungan zat gizi kijing taiwan per 100 g bahan ............................. 7
2. Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100g) ............................ ..12
3. Ukuran dan berat kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .................... ..24
4. Komposisi kimia daging kijing lokal segar dan kukus, n=2.…............27
5. Komposisi rata-rata asam lemak jenuh daging kijing lokal ............. ..35
6. Komposisi rata-rata asam lemak tak jenuh daging kijing lokal........ ..35
7. Komposisi rata-rata asam lemak tak jenuh majemuk berantai
panjang daging kijing lokal ............................................................ ..36

ix
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................................................... 4
2. Anatomi kijing lokal .......................................................................... 6
3. Struktur kimia lemak......... ...................................................................6
4. Skema autooksidasi asam lemak tak jenuh ....................................... 10
5. Struktur kimia kolesterol .................................................................. 11
6. Proses pembentukan plak…… ......................................................... 12
7. Kerangka penelitian ........ ……………………………………………16
8. Mekanisme kerja kromatografi gas……………………… .. … ……..21
9. Kijing lokal dalam keadaan cangkang terbuka ................................. 23
10. Persentase rendemen kijing lokal segar ........................................... 25
11. Persentase rendemen kijing setelah pengukusan ....... .........................25
12. Daging kijing ................................................................................... 27
13. Kadar air daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ....................... 29
14. Kadar abu daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) … ................. 30
15. Kadar protein daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)……..........31
16. Kadar lemak daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exillis) ...………..33
17. Kandungan karbohidrat pada daging kijing ......... ...............................34
18. Kandungan asam lemak jenuh daging kijing .................................... 37
19. Kandungan asam lemak tak jenuh daging kijing lokal ………………38
20. Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3 ..........................………..40
21. Kandungan EPA dan DHA daging kijing lokal.. …………………….41
22. Kandungan kolesterol daging kijing lokal …………………… ……..43

x
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Lokasi Situ Gede Bogor, Jawa Barat dan denah lokasi Situ Gede .... 51
2. Proses preparasi kijing....................................................................... 52
3. Foto kromatografi gas dan diagram proses alat Gas Cromatography 53
4. Data panjang, lebar, tinggi dan berat kijing ....................................... 54
5. Hasil pengujian analisis proksimat kijing lokal ................................. 55
6. Komposisi asam lemak dan kolesterol kijing ..................................... 58
7. Kromatogram standar asam lemak kaprat .......................................... 59
8. Kromatogram standar asam lemak laurat .......................................... 60
9. Kromatogram standar asam lemak miristat ........................................ 61
10. Kromatogram standar asam lemak palmitat ....................................... 62
11. Kromatogram standar asam lemak oleat ........................................... 63
12. Kromatogram standar asam lemak linoleat ........................................ 64
13. Kromatogram standar asam lemak linolenat ...................................... 65
14. Kromatogram standar EPA dan DHA ................................................ 66
15. Kromatogram standar kolesterol ........................................................ 67
16. Kromatogram asam lemak kijing segar ulangan ke-1 ......................... 68
17. Kromatogram asam lemak kijing segar ulangan ke-2 ......................... 69
18. Kromatogram asam lemak kijing kukus ulangan ke-1 ........................ 70
19. Kromatogram asam lemak kijing kukus ulangan ke-2 ....................... 71
20. Kromatogram EPA dan DHA kijing segar ulangan ke-1 .................... 72
21. Kromatogram EPA dan DHA kijing segar ulangan ke-2 .................... 73
22. Kromatogram EPA dan DHA kijing kukus ulangan ke-1 ................... 74
23. Kromatogram EPA dan DHA kijing kukus ulangan ke-2 ................... 75
24. Kromatogram kolesterol kijing segar ulangan ke-1 ........................... 76
25. Kromatogram kolesterol kijing segar ulangan ke-2 ............................ 77
26. Kromatogram kolesterol kijing kukus ulangan ke-1 .......................... 78
27. Kromatogram kolesterol kijing kukus ulangan ke-2 .......................... 79

xi
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga luas wilayahnya
merupakan wilayah perairan. Luasnya perairan yang dimiliki Indonesia
menjadikan sektor perikanan sangat potensial. Menurut keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Kep. 01/MEN/2007, hasil
perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan
kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada
umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan pihak-pihak pelaku usaha di
bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan
ketersediaan sumber daya ikan.
Salah satu komoditas perairan yang melimpah keberadaannya di perairan
adalah kerang. Berdasarkan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP 2007),
produksi kerang-kerangan di Indonesia dari tahun 2002 hingga 2006 meningkat.
Data produksi dari tahun 2002 hingga 2006 berturut-turut, yaitu sebesar 7 ton,
2.869 ton, 12.991 ton, 16.348 ton, dan 18.896 ton, namun komoditas ini belum
optimum pemanfaatannya.
Kerang umumnya mengandung 84,1% air; 12,1% protein; dan 1,9% lemak
yang mengandung PUFA (polyunsaturated fatty acid). Selain itu kandungan
protein pada kerang digolongkan dalam protein lengkap karena kandungan asam
amino esensialnya lengkap sehingga 90% protein yang terkandung mudah diserap
oleh tubuh (Krzynowek & Murphy 1987).
Asam lemak tak jenuh (EPA dan DHA) pada berbagai jenis kerang
tergolong tinggi. Kerang mengandung EPA 0,124 mg/100 g dan DHA
0,169 mg/100 g lebih tinggi lima kali lipat dibandingkan dengan udang
(Imre & Sahgk 1997). Asam lemak merupakan komponen rantai panjang
hidrokarbon yang menyusun lipid. Asam lemak memiliki fungsi yang penting
bagi tubuh manusia, antara lain linoleat (omega 6) dan linolenat (omega 3)
digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta
mempunyai peran penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega 3 juga
2

dapat menyembuhkan aterosklerosis, mencegah kanker, diabetes dan memperkuat


sistem kekebalan tubuh (Imre & Sahgk 1997). Asam linolenat memiliki turunan
EPA (Eikosapentaenoat) dan DHA (Dokosaheksaenoat) yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat seperti dapat
mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan dan menurunkan kadar
trigliserida (Leblanc et al. 2008).
Komoditas kerang juga memiliki kandungan kolesterol yang rendah
sebesar 20,2 mg/100 gram, seperlimanya lebih rendah dibandingkan dengan
udang. Dengan kadar kolesterol yang rendah komoditas ini dapat dijadikan
sebagai bahan pangan untuk diet yang dapat mencegah penyakit jantung koroner
(Imre & Saghk 1997). Kolesterol merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh karena berfungsi sebagai prekusor pada biomolekul penting termasuk
hormon steroid, asam empedu dan vitamin D. Kolesterol dalam darah manusia
dihasilkan dari dalam tubuh sebesar 80% dan sisanya dari luar tubuh misalnya
berasal dari makanan yang telah dikonsumsi. Kadar kolesterol dalam tubuh dapat
selalu dalam keadaan konstan selama pemasukan dalam tubuh dalam keadaan
seimbang (Wehrman 1997).
Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) adalah salah satu jenis kerang yang
belum dimanfaatkan secara optimum, kijing ini hanya dimanfaatkan sebagai
bahan pangan yang diolah dengan cara pengukusan oleh masyarakat sekitar.
Kijing lokal mempunyai potensi ekonomis dan mempunyai prospek yang baik
untuk dibudidayakan. Kijing selain sebagai bahan pangan dapat dimanfaatkan
juga sebagai biofilter untuk menjernihkan air dengan menyaring air 300 ml/ jam,
asesoris dengan memanfaatkan bagian cangkang dan sumber kitin
(Prihartini 1999).
Informasi mengenai kandungan gizi kijing lokal ini masih sangat sedikit,
padahal spesies ini memiliki kandungan gizi yang sangat baik. Serta belum
tersedianya data mengenai kandungan asam lemak dan kolesterol pada kijing
menjadikan penelitian ini perlu dilakukan guna meningkatkan pengetahuan akan
komposisi gizi hasil perairan untuk meningkatkan kesehatan melalui bahan
pangan yang bergizi.
3

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen, komposisi kimia
(kadar air, abu, lemak, dan protein kasar), komposisi asam lemak serta kandungan
kolesterol pada kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) segar dan setelah proses
pengukusan.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)


Kijing lokal merupakan jenis kerang yang hidup di kolam, danau atau
perairan tawar lainnya. Kijing lokal mempunyai pola distribusi memencar dengan
populasi berkelompok pada habitatnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
kehidupan kijing yaitu suhu, pH, oksigen, endapan lumpur dan fluktuasi
permukaan air (Prihartini 1999). Adapun klasifikasi kijing lokal menurut
Pennak (1989):
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda
Sub kelas : Lamellibranchia
Ordo : Schizodonta
Famili : Unionidae
Genus : Pilsbryoconcha
Spesies : Pilsbryoconcha exilis

Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)


Sumber: Koleksi pribadi

Kijing lokal berbentuk oval memanjang atau seperti lidah dengan bagian
samping yang lebih pipih dan bagian depan yang meruncing. Cangkang atau kulit
adalah bagian langsung yang berhubungan dengan perairan. Cangkang kijing
lokal berwarna coklat kehijauan. Kijing mempunyai dua cangkang yang sangat
keras yang dihubungkan dengan hinge ligament yang bersambungan dengan
periostrakum cangkang (Suwignyo et al. 2005). Bagian dalam cangkang terdapat
dua buah mantel.
5

Pada ujung mantel terdapat dua buah sifon yang berbeda fungsinya. Sifon
ventral berfungsi sebagai alat pemasukan air (makanan), dan sifon dorsal
digunakan sebagai alat pembuangan sisa-sisa metabolisme (Kaestner 1967). Alat
pencernaan kijing berturut-turut terdiri dari mulut yang tidak berahang atau
bergigi, sepasang palps yang bercilia, lambung, usus, rektum dan anus. Selain alat
pencernaan, di dalam tubuh kijing terdapat hati yang yang menyelubungi dinding
lambung, ginjal, pembuluh darah, dan pembuluh urat syaraf
(Storer & Usinger 1961).
Secara anatomi, hampir semua tubuh moluska terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu kaki, mantel dan massa visceral. Rongga mantel luas dan insang biasanya
sangat besar karena selain berfungsi sebagai alat pernafasan juga berfungsi
sebagai pengumpul makanan. Massa visceral pada tubuh kerang merupakan
kumpulan organ-organ bagian dalam, seperti insang, perut, gonad, anus dan organ
penting lainnya (Suwignyo et al. 2005).
Kerang melakukan reproduksinya dengan cara kerang betina
menghasilkan sel telur dan kerang jantan mengeluarkan spermanya yang
kemudian akan terbawa aliran air menuju kerang betina. Fertilisasi terjadi didalam
insang kerang betina. Hasil pembuahan yang berbentuk larva disebut glochidium.
Perkembangan embrio di dalam insang berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu (Shan 1999).
Glochidia yang lepas memiliki dua keping cangkang dan sehelai benang
yang menempel pada ikan-ikan sebagai parasit yang akan mengambil makanan
dengan cara mengabsorbsi cairan tubuh inang. Setelah alat-alat tubuh tumbuh
lengkap sebagai anak kerang, maka segera melepaskan diri dari inang untuk hidup
bebas meneruskan perkembangannya. Glochidia memiliki ukuran sekitar
60 sampai 400 mikron. Lamanya hidup sebagai parasit tergantung dari spesies
kerang dan suhu air sekitarnya (Neves 2002 ).
6

Gambar 2. Anatomi kijing lokal


Sumber: Boonsoong 2008

Kijing lokal mempunyai potensi ekonomis dan mempunyai prospek yang


baik untuk dibudidayakan. Kijing lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber
protein karena kandungan asam amino esensialnya yang tinggi sehingga mudah
diserap tubuh. Hewan ini bersifat filter feeder sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai biofilter untuk menjernihkan air dengan menyaring air 300 ml/jam
(Prihartini 1999).
Kerang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan bagi manusia dan
sebagai salah satu protein hewani. Produk kerang biasanya tersedia dalam bentuk
segar atau beku yang siap untuk dimasak dan diolah menjadi makanan utama
restauran (Suwignyo, Sugiarti & Suwardi 1984).

2.2. Komposisi Kimia Kijing


Kijing sebagai salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan protein
dan asam lemak tak jenuh yang baik bagi tubuh. Kandungan protein pada kerang
digolongkan sebagai protein lengkap karena mengandung asam amino esensial
yang lengkap sehingga mudah diserap tubuh. Kandungan asam lemak tak jenuh
pada kerang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa
7

manfaat seperti dapat mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan dan


menurunka n kad ar trigliser ida (S uwignyo et al. 1 998, diacu dalam
Prihartini 1999). Kandungan zat gizi dari kijing taiwan dengan ukuran panjang
kurang dan lebih dari 9 cm yang berasal dari Cibalagung dan Kebun Raya, Bogor
dapat dilihat pada Tabel 1 (Suharjo et al. 1977).

Tabel 1. Kandungan zat gizi kijing taiwan per 100 g bahan


Panjang kurang dari 9 cm Panjang lebih dari 9 cm
Zat gizi Cibalagung Kebun Raya Cibalagung Kebun Raya
Air (g) 87 85,1 87,44 85,70
Abu (g) 1,6 1,51 1,49 1,51
Lemak (g) 0,78 0,64 1,10 1,01
Protein (g) 7,37 7,31 5,74 5,67
Karbohidrat (g) 3,3 5,5 4,23 6,11
Kalsium (mg) 366 374 259 256
Fosfor (mg) 308 261 279 292
Besi (mg) 31,02 35,85 31,5 31,4
Vitamin A (µg) 115 112 - -
Karoten (µg) 877 898 - -
Vitamin B1 (µg) 100 70 - -
Vitamin C (µg) 0 0 - -
Kalori (kkal) 50 57 52 58,0
Bdd (%) 50 50 50 53
Sumber: Suharjo et al. (1977)

2.3. Lipid
Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut
dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti
kloroform atau eter (Suhardi et al. 2007). Lipid berperan penting sebagai
1) komponen struktural membran; 2) lapisan pada beberapa jasad; 3) bentuk
energi cadangan; 4) komponen permukaan sel yang berperan dalam proses
interaksi antara sel dengan senyawa kimia di luar sel, seperti dalam proses
kekebalan jaringan, dan 5) sebagai komponen dalam proses pengangkutan melalui
membran (Grosch & Belitz 1999). Jenis lipid yang paling banyak adalah lemak
atau triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua
organisme (Suhardi et al. 2007).
Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat
diekstraksi dengan pelarut non polar. Senyawa organik ini terdapat dalam semua
8

sel dan berfungsi sebagai sumber energi, komponen struktur sel, sebagai simpanan
bahan bakar metabolik, sebagai komponen pelindung dinding sel, dan juga
sebagai komponen pelindung kulit vertebrata (Girindra 1987).
Lemak merupakan sumber kalori penting disamping berperan sebagai
pelarut berbagai vitamin. Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh
menghasilkan 9,3 kalori per 1 gram lemak (Ketaren 1986). Suatu molekul lemak
tersusun dari satu hingga tiga asam lemak dan satu gliserol. Jumlah asam lemak
yang terdapat pada gugus gliserol menyebabkan adanya pembagian molekul
lemak menjadi monogliserida, digliserida, dan trigliserida yang ditunjukkan pada
Gambar 3.

HO-CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2


HO CH HO CH
CH3(CH2)14C(O)O CH CH3(CH2)14C(O)O CH2
(a) monogliserida (b) digliserida

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH
CH3(CH2)14C(O)O CH2
(c) trigliserida

Gambar 3. Struktur kimia lemak

Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial (Essensial


Fatty Acid/EFA). EFA merupakan asam lemak yang tidak dapat dibentuk tubuh
dan harus tersedia dari luar (berasal dari makanan). Jenis asam lemak esensial
yang memegang peranan penting bagi tubuh adalah oleat, linoleat, dan linolenat.
Ketiganya mengandung ikatan rangkap lebih dari satu (dua atau lebih) termasuk
kedalam kelompok asam lemak tak jenuh poli (Poly Unsaturated Fatty Acid/
PUFA) (Suharjo & Kusharto 1987).
Asam lemak memiliki karakteristik yang berbeda pada rantai panjang,
derajat ketidakjenuhan dan posisi ikatan gandanya bertanggung jawab dalam
m e n e nt u k a n k a r a kt e r i s t i k l i p i d u nt u k o r g a n i s m e ya n g b e r b e d a
(Grosch & Belitz 1999). Asam lemak dapat digolongkan berdasarkan tingkat
kejenuhan, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/ SAFA) dan asam lemak
9
tidak jenuh (unsaturated fatty acid). Pembagian ini penting karena asam lemak
jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak
jenuh. Adapun asam lemak jenuh yang paling umum dijumpai adalah laurat,
miristat, palmitat, dan stearat (Suharjo & Kusharto 1987).
Asam lemak jenuh tidak memilliki ikatan rangkap antar karbonnya
sedangkan asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap karbon (CH=CH).
Asam lemak tak jenuh dibagi menjadi dua yaitu asam lemak tak jenuh tunggal
(monounsaturated fatty acid/MUFA) dan asam lemak tak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acid/PUFA). Perbedaannya terletak pada ikatan kimia,
dimana asam lemak tak jenuh tunggal mempunyai satu ikatan rangkap, sementara
asam lemak tak jenuh majemuk mempunyai ikatan rangkap lebih dari satu
(Ackman 1994).
2.3.1. Autooksidasi asam lemak
Lemak pada daging kijing akan mengalami beberapa perubahan setelah
kijing tersebut mati. Perubahan yang terjadi adalah proses lipolysis dan
autooksidasi. Autooksidasi yang terjadi pada saat deteriorasi menyebabkan
perubahan bau, warna dan tekstur. Hasil dari perubahan tersebut sangatlah tidak
diinginkan karena merupakan penyebab utama dari kebusukan. Proses oksidasi
pada produk perikanan dapat disebabkan juga oleh proses pengolahan
(Connel 1979).
Reaksi awal dari autoksidasi dimulai dengan hilangnya satu atom hidrogen
dari grup metilen yang diaktivasi dan bergabung dengan oksigen. Oksigen yang
dihasilkan mengandung radikal bebas lalu bereaksi dengan molekul asam lemak
dan membentuk hidroperoksida serta asam lemak radikal yang lain, kemudian
siklus ini terjadi berulang kali (Connel 1979). Hidroperoksida yang terbentuk
sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa rantai karbon yang lebih
pendek berupa beberapa asam lemak, aldehida, dan keton yang mudah menguap
(volatile), dan potensial bersifat toksik (Almatsier 2006). Proses tersebut diawali
dengan inisiasi (Pigott & Tucker 1999). Skema autooksidasi asam lemak tak jenuh
dapat dilihat pada Gambar 4.
10

LH (fatty acid acyl chain)


Initation
(antioxidant)
H+ O2 AH A-
L- LOO- LOOH
propagation

LOOH LH
(hydroperoxide)

”Secondary products”
(aldehydes, ketones, alcohol, alkanes)

Gambar 4. Skema autooksidasi asam lemak tak jenuh


Sumber: Pigott & Tucker (1999)

2.3.2. Esterifikasi
Pada analisis lemak, setelah lemak diekstrak dari daging ikan harus
melalui tahap esterifikasi. Proses esterifikasi penting dilakukan sebelum lemak
dianalisis menggunakan gas chromatography. Esterifikasi merupakan proses yang
dilakukan untuk mengubah asam lemak menjadi bentuk ester. Bentuk ester ini
memiliki sifat yang mudah menguap (volatile) sehingga dapat disuntikkan ke
dalam gas chromatography dan memiliki sifat yang cukup stabil. Prosesnya
dilakukan dengan menambahkan katalis asam pada asam lemak yang akan
diujikan (Fogerty 1971). Persiapan yang biasa dilakukan untuk sejumlah kecil
metil ester dari asam lemak untuk kromatografi gas adalah dengan menggunakan
campuran metanol-boron triflourida (BF3) (Fogerty 1971).
Reaksi esterifikasi asam lemak dalam bahan pangan adalah :
R1COOH + R2OH R1COOR2 + H2O
11

2.4. Kolesterol
Kolesterol merupakan kelompok sterol, suatu zat yang termasuk golongan
lipid. Kolesterol merupakan substrat untuk pembentukan beberapa zat esensial,
yaitu (1) asam empedu yang dibuat oleh hati, (2) homon-hormon steroid,
(3) vitamin D, (4) pembentukan semua membran sel (Freeman & Junge 2005).

Gambar 5. Struktur kimia kolesterol


Sumber : Anonima 2009

Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati. Kolesterol tidak


dapat disirkulasikan dalam aliran darah dengan sendirinya karena kolesterol tidak
larut dalam cairan darah. Oleh karena itu agar dapat dikirim ke seluruh tubuh
perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein yang
dapat dianggap sebagai ‘pembawa’ (carier) kolesterol dalam darah. Ada dua jenis
lipoprotein yang membawa kolesterol dalam darah (Colpo 2005):
1) Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)
Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol
jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak didalam darah.
Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri.
Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner
sekaligus target utama dalam pengobatan.
2) Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)
Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih
sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang
kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk
diproses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan
melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak
12

pada dinding pembuluh darah). Rendahnya level kolesterol HDL dapat


meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.
Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan melekat pada dinding arteri
kemudian akan berkembang dan disebut sebagai plak. Plak akan dapat
mempersempit dan menyebabkan pengerasan pada pembuluh darah sehingga
dapat menyumbat pembuluh darah, proses pembentukkan plak dapat dilihat pada
Gambar 6. Kondisi ini disebut dengan aterosklerosis (Wehrman 1997).

Gambar 6. Proses pembentukan plak


Sumber : Wehrman 1997

Komoditas kerang memiliki kandungan kolesterol yang rendah


dibandingkan dengan udang, yaitu sebesar 20,2 mg/100 gram sedangkan pada
udang sebesar 109,3 mg/100 gram. Kadar kolesterol yang rendah komoditas ini
dapat dijadikan sebagai bahan pangan untuk diet yang dapat mencegah penyakit
jantung koroner (Imre & Saghk 1997). Kandungan kolesterol berbagai jenis
makanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100g)


No. Jenis makanan Kolesterol (mg/100g)
1. Mixed clam 33,97
2. Blue mussel 22,72
3. Japanese oyster 76
4. Scallop 50
5. Udang 132
6. Kepiting 53
7. Telur ayam (kuning telur) 1030
8. Daging sapi 54
9. Tuna 50
10. Skipjack 64
Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000)
13

2.5. Pengukusan
Pengukusan merupakan cara memasak dengan menggunakan banyak air,
tetapi air tidak bersentuhan langsung dengan produk. Bahan makanan dibiarkan
dalam panci tertutup dan dibiarkan mendidih. Pengukusan sebelum penyimpanan
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan
menjadi kompak (Harris & Karmas 1989).
Pengukusan tradisional dilakukan menggunakan air panas atau uap panas
sebagai medium penghantar panas. Faktor yang mempengaruhi susut gizi selama
pengukusan dengan air adalah faktor yang mempengaruhi pemindahan massa
yaitu luas permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air.
Selain itu ada beberapa metode pengukusan yang sering digunakan, yaitu
pengukusan dengan uap panas, pengukusan dengan gelombang mikro dan
pengukusan dengan gas panas (Harris & Karmas 1989).
Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air yang
lebih besar dibandingkan dengan pengukusan menggunakan air karena adanya
pemanasan yang hampir sama diseluruh bagian bahan. Pada pengukusan
konvensional, bahan pada bagian tepi akan mengalami pengukusan yang
berlebihan, sedangkan pada bagian tengah hanya mengalami pengukusan yang
sedikit (Harris & Karmas 1989).
Pengukusan dengan gelombang mikro telah diterapkan untuk produk
makanan. Metode ini dipakai karena energi gelombang mikro tidak
mempengaruhi proses degradasi komponen makanan secara langsung selain
melalui peningkatan suhu. Walaupun metode ini memiliki retensi zat gizi yang
lebih besar dibandingkan dengan metode pengukusan menggunakan air panas dan
uap panas, tetapi biaya yang dibutuhkan sangat mahal (Harris & Karmas 1989).
Pengukusan dengan gas panas juga telah dikembangkan, terutama untuk
mengurangi efluen yang timbul selama pengukusan. Meskipun digunakan suhu
sampai 121 0C, suhu produk tidak akan melampaui 100 0C karena terjadi
penguapan cairan di permukaan. Produk yang dikukus menggunakan air panas
atau gas panas tidak memiliki perbedaan nyata dari kandungan gizinya
(Harris & Karmas 1989).
14

2.6. Kromatografi Gas (Gas Chromatography)


Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan Gas
Chromatography (GC). Penerapan kromatografi gas pada bidang industri antara
lain meliputi: obat-obatan dan farmasi, lingkungan hidup, industri minyak, kimia
klinik, pestisida dan residunya serta pangan. Dalam bidang pangan, kromatografi
gas digunakan untuk menetapkan kadar antioksidan dan bahan pengawet makanan
serta untuk menganalisis sari buah, keju, aroma makanan, minyak, produk susu
dan lain-lain (Fardiaz 1989).
Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan
(McNair dan Bonelli 1988), antara lain:
(1) Kecepatan
Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas
sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya
kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam dan kecepatan-gas-pembawa yang
tinggi.
(2) Resolusi (daya pisah)
Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan
komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih
yang hampir sama. Hal ini dikarenakan kromatografi gas menggunakan fase cair
yang selektif.
(3) Analisis kualitatif
Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai
maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan
suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.
(4) Kepekaan
Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi. Keuntungan tambahan
dari kepekaan yang tinggi ini adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk
menganalisis secara lengkap.
(5) Kesederhanaan
Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data
yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.
3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2009 di
Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Balai Besar Litbang Pertanian Pasca
Panen, Cimanggu Bogor dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi- Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan antara lain mortar, label, plastik, tabung reaksi,
vortex, rotavapor, cawan, pipet volumetrik, bulp, kapas, oven, desikator, kompor
listrik, tanur pengabuan, labu kjeldahl, erlemenyer, destilator, homogenizer,
kertas saring, syringe, evaporator, botol vial, pipet, gas kromatografi
(gas chromatography) dan alat ekstraksi soxhlet.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi kijing, etanol,
larutan standar internal kolesterol dan asam lemak, KOH, air, sikloheksan,
akuades, n-heksan, metanol, NaCl, BF 3 , H2 SO4, NaOH, H3 BO3, dan HCl.

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilanjutkan
dengan penentuan ukuran dan bobot. Setelah itu kijing dalam bentuk segar dan
kukus ditentukan rendemennya yang meliputi cangkang, daging, dan jeroan
selanjutnya daging kijing dianalisis kimia berupa analisis proksimat dan analisis
asam lemak serta kandungan.
3.3.1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel kijing diperoleh dari di Situ Gede, Dramaga, Bogor.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara meraba dasar perairan menggunakan
kaki kemudian menyelam ke dasar perairan dan mengambil kijing menggunakan
tangan. Kemudian dilakukan pengukuran kedalaman dan suhu di tiga titik pada
lokasi pengambilan sampel. Penanganan bahan baku yang dilakukan untuk
menjaga kelangsungan hidup kijing lokal adalah dilakukan aklimitasi dengan cara
16

menempatkan kijing lokal pada wadah yang berisi air dari habitatnya. Setelah
sampel diperoleh, dilakukan penentuan ukuran dan berat rata-rata dari 30 ekor
kijing. Kemudian sampel dihitung rendemennya (cangkang, jeroan dan daging)
dengan rumus:
Rendemen (%) = Bobot contoh (g) x 100 %
Bobot total (g)

3.3.2. Pengukusan
Pengukusan dilakukan selama 10 menit dengan suhu awal air kukusan
sebesar 80 oC yang meningkat hingga 100 oC. Kemudian kijing diambil dagingnya
untuk dilembutkan menggunakan mortar. Daging yang telah lembut dimasukkan
ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas. Kerangka
penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Sampel kijing

Identifikasi

Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Penentuan ukuran dan berat

Pengukusan kijing (suhu 80-100 oC;10 menit) Kijing segar

Preparasi Preparasi

Rendemen Rendemen

Daging Cangkang Jeroan Daging Cangkang Jeroan

Proksimat Proksimat
Analisis kimia Asam Lemak Analisis kimia Asam Lemak
Kolesterol Kolesterol
Gambar 7. Kerangka penelitian
17
3.3.3. Analisis Proksimat
Analisis proksimat yang dilakukan terhadap daging kijing, terdiri atas air,
abu, protein, karbohidrat dan lemak.
1) Analisis kadar air (AOAC 1995)
Penentuan kadar air didasarkan berat contoh sebelum dan sesudah
dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit
pada suhu 105 oC, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit
kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam
cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102 oC selama 6 jam
dan kemudian cawan didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan
selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:
Kadar air (%)= B - C x 100 %
B-A

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)


B = Berat cawan dengan daging kijing (gram)
C = Berat cawan dengan daging kijing setelah
dikeringkan (gram).

2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)


Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama
30 menit dengan suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator dan
kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang lalu
dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik
sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur
o
pengabuan (600 C) selama 2-3 jam. Cawan didinginkan di dalam
desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

Kadar abu (%) = x100 %

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)


Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan
protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan
dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan
titrasi.
18

(1). Tahap destruksi


Daging kijing ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan
ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung
tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut
dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml
air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
(2). Tahap destilasi
Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan
aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml.
Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlemenyer
125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan
brom cresol green) yang ada di bawah kodensor. Destilasi dilakukan sampai
diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator
dalam erlemenyer.
(3). Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna
larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink.
Perhitungan kadar protein pada daging kijing :
% Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100%
mg daging kijing
% Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)

4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)


Daging kijing seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas
saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan
ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan
disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke
dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak.
Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada
suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut
lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak
menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor,
19

pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak,


selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, setelah
itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak pada daging kijing:
% Kadar Lemak = W3 – W2 x 100 %
W1

Keterangan : W1 = Berat sampel kijing (gram)


W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 1995)


Kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan
kadar lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor
pengurangan. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat
gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Karbohidrat (%)= 100 % - (% abu+ % air+ % lemak+% protein)
3.3.4. Analisis asam lemak (AOAC 1999)
Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak
menjadi turunannya, yaitu metil ester yang memiliki sifat yang mudah menguap
(volatile) sehingga dapat disuntikkan ke dalam gas chromatography. Gas
chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan
tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan (Fardiaz 1989). Jenis alat
kromatografi gas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hitachi GC 263-50.
Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan
rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu
sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi
metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi
sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat.
Standar asam lemak yang digunakan, yaitu kaprat (C10:0), laurat (C12:0),
miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), oleat (C18:1), linoleat (C18:2),
linolenat (C18:3), EPA (C20:5), dan DHA (C22:6).
20

(a) Tahap ekstraksi


Ekstraksi lemak dilakukan dengan metode Soxlet. Pada tahap ini
akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Dari sampel tersebut akan
diambil 0,02 g lemak untuk dilanjutkan pada tahap metilasi.
(b) Tahap Metilasi
Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan
dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah
menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke
dalam kromatografi gas (Fardiaz 1989).
Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air
dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana.
Sebanyak ± 0,02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan 5 ml NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam
penangas air selama 20 menit pada suhu 80 oC. Larutan kemudian
didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 5 ml BF3 ke dalam tabung lalu
dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80 oC selama 20 menit
dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2 ml NaCl jenuh kemudian
dikocok. Ditambahkan 5 ml heksana, kemudian dikocok dengan baik.
Larutan heksana bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet
tetes ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 2-5 µl sampel diinjeksikan ke
dalam gas kromatografi Hitachi GC 263-50. Asam lemak dalam bentuk
metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau
detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui
kromatogram (peak).
(c) Identifikasi dengan kromatografi gas
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil
ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: gas yang
digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan aliran
bertekanan 50 ml/ menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan
oksigen dengan aliran 20 ml/ menit, kolom yang digunakan adalah kolom
kapiler yang panjangnya 40 meter dengan diameter dalam 1,2 mm.
21

Temperatur terprogram yang digunakan adalah suhu 150 oC, kemudian


suhu dinaikkan 7,5 oC permenit hingga suhu akhir 180 oC.

Untuk analisis kuantitatif dapat dihitung dengan cara:


Asam lemak (%) = Konsentrasi sampel X 100 %
100-(Konsentrasi pelarut)

Gas pembawa (tangki)

Pengendali aliran

Injektor

Kolom

Detektor

Perekam (integrator)

Gambar 8. Mekanisme kerja kromatografi gas

Kondisi alat GC pada saat analisis:


a) Temperatur kolom :
1) Temperatur initial : 150 oC
2) Temperatur final : 180 oC
b) Batas tekanan : 3000 psi
c) Fase gerak : N2
d) Fase stasioner : serbuk Diethylene Glicol Sukcinat (DEGS)
e) Detektor : Flame Ionization Detector, suhu 250 oC
f) Panjang kolom : 40 m
22

3.3.5. Analisis kadar kolesterol dengan GLC (AOAC 1999)


Analisis kadar kolesterol dilakukan dengan teknik kromatografi gas.
Teknik ini memerlukan preparasi sampel sebelum diinjeksikan ke gas
kromatografi. Sampel daging kijing ditimbang dalam tabung reaksi dengan tutup
tipis berlapis. Kemudian ditambahkan etanol 8 ml yang mengandung 0,25%
BHA dan larutan 0,5 ml KOH ke dalam sampel. Oksigen dalam permukaan
sampel dihilangkan dengan mengalirkan gas nitrogen, kemudian tabung reaksi
ditutup rapat secepatnya. Selanjutnya disaponifikasi 80 oC selama 15 menit.
Dikocok setelah 1, 2, dan 4 menit pemanasan. Reaksi saponifikasi terjadi dengan
adanya basa lemah (KOH) yang telah ditambahkan pada sampel. Selanjutnya
sampel didinginkan dengan air, kemudian ditambahkan 15 ml sikloheksan dan
akuades 12 ml. Lalu dikocok dengan vortex selama 1 menit kemudian disentrifuse
selama 5 menit.
Lapisan atas yang terbentuk dipisahkan dengan pipet dan diekstrak dengan
sikloheksan. Campuran ekstrak yang dihasilkan diuapkan dengan evaporasi
sampai beberapa mililiter. Dipindahkan ke dalam tabung reaksi lain untuk
dikeringkan dengan aliran gas nitrogen. Residu hasil pengeringan dilarutkan
kembali dengan n-heksan (0,25 ml). Satu µl langsung diinjeksikan ke dalam gas
kromatografi. Recorder menghasilkan data berupa kurva setelah beberapa menit.
Perhitungan konsentrasi kolesterol yang terdapat dalam bahan, dilakukan
pembuatan kurva standar dengan menggunakan kolesterol yang telah siap pakai
dan mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kadar kolesterol dalam
sampel dapat dihitung dengan rumus:

Kadar kolesterol (mg/100 g)=


= luas area contoh x konsentrasi standar x volume akhir
luas area standar bobot sampel
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ukuran dan Berat Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)


Kijing yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Situ Gede,
Bogor. Komoditas ini belum dimanfaatkan secara optimum oleh masyarakat
sekitar walaupun keberadaannya melimpah di danau tersebut. Kijing yang
berkembangbiak di Situ Gede merupakan kijing lokal dengan ciri-ciri, yaitu warna
cangkang kecoklatan, bentuk tubuh kijing yang lebih meruncing dibandingkan
dengan kijing taiwan dibagian sisinya, dan tidak memiliki gigi radula. Gambar
kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kijing lokal dalam keadaan cangkang terbuka

Secara geografis Situ Gede terletak pada 06o 30 o LS dan 06o 45 o BT. Luas
perairan sekitar 5,6 ha dengan kedalaman rata-rata 85 cm. Sumber air yang
terdapat di perairan Situ Gede berasal dari mata air, air hujan dan air dari saluran
air induk Kali Sindangbarang (Ciapus). Perairan Situ Gede merupakan jenis
perairan tergenang dengan suhu perairan berkisar 28-29 oC dan pH air 6. Kondisi
ini masih dapat ditolelir oleh organisme akuatik terutama moluska. Secara umum
suhu optimum untuk organisme akuatik berkisar 20-30 oC dengan pH mendekati
netral (Odum 1994). Ukuran dan berat rata-rata kijing lokal dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 3 serta data untuk ukuran dan berat dari 30 sampel kijing
disajikan pada Lampiran 4.
24
Tabel 3. Ukuran dan berat kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

No. Parameter Nilai


1 Panjang (cm) 8,23±0,55
2 Lebar (cm) 3,62±0,63
3 Tinggi (cm) 1,56±0,43
4 Berat total (gram) 18,70±4,08
Keterangan: Data diperoleh dari 30 sampel

Tabel 3 menunjukkan bahwa kijing yang digunakan pada penelitian ini


memiliki rata-rata panjang 8,23 cm; lebar 3,62 cm; tinggi 1,56 cm; dan berat
18,7 gram. Data ukuran dan berat total kijing yang terdapat pada Lampiran 4
menunjukkan semakin panjang ukuran cangkang kijing semakin besar pula lebar
dan tinggi kijing. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kijing yang semakin
bertambah. Namun berat total kijing memiliki keragaman, hal tersebut dapat
ditunjukkan oleh nilai standar deviasi yang tinggi yaitu sebesar 4,08. Keragaman
berat organisme tersebut dapat dipengaruhi oleh asupan makanan yang diperoleh
dari perairan tersebut berbeda dan kondisi fisiologisnya (Prihartini 1999).
Panjang rata-rata kijing umumnya berkisar 5-10 cm yang terus bertambah
seiring dengan pertumbuhannya. Pertumbuhan kerang air tawar termasuk kijing
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan (substrat, suhu, pH,
oksigen, fluktuasi permukaan air), ketersediaan makanan yang terdapat pada
perairan dan kondisi fisiologis kerang (Prihartini 1999, Heidebrink 2002).
Pertumbuhan kerang dapat terlihat pada lingkaran- lingkaran yang terdapat pada
cangkang (suture) yang memiliki warna yang tidak berbeda jauh dengan
cangkang. Lingkaran-lingkaran tersebut berpusat pada sebuah titik didekat engsel
yang disebut umbo. Pada setiap cangkang biasanya terdapat 6-8 lingkaran yang
memiliki ukuran paling besar pada bagian tepi cangkang, lalu mengecil ke titik
pusat (Prihartini 1999).

4.2. Rendemen Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)


Rendemen merupakan suatu parameter untuk mengetahui nilai ekonomis
dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen didasarkan dari
persentase perbandingan berat akhir dan berat awal proses (Amiarso 2003, diacu
dalam Mathlubi 2006). Rendemen kijing lokal pada penelitian ini meliputi daging,
25

jeroan dan cangkang. Persentase rendemen kijing lokal dapat dilihat pada
Gambar 10-11.

Gambar 10. Persentase rendemen kijing lokal segar

Gambar 11. Persentase rendemen kijing setelah pengukusan

Gambar 10 menunjukkan bahwa rendemen kijing segar untuk cangkang


sebesar 51,93%; daging sebesar 20,71%; dan jeroan sebesar 27,36%. Rendemen
daging kijing telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat
sedangkan untuk jeroan dan cangkang tidak dimanfaatkan. Rendemen tertinggi
terdapat pada cangkang sebesar 51,93%, hal tersebut dikarenakan sebagian besar
dari tubuh kijing adalah berupa cangkang yang membungkus organ dalam dari
kijing itu sendiri sehingga potensi pemanfaatan pada cangkang sangat besar
(Suwignyo et al. 1984). 26

Cangkang mempunyai tiga lapisan yang berbeda, yaitu 1) lapisan nacre,


lapisan paling dalam yang tipis dan mengandung CaCO3; 2) lapisan prismatik,
lapisan yang mengisi 90% dari cangkang dan mengandung CaCO3; 3) lapisan
periostrakum, merupakan lapisan yang tersusun atas zat tanduk
(Suwignyo et al. 1984). Cangkang kerang merupakan sumber kitin kitosan yang
banyak terkandung pada eksoskeleton kerang didalam lapisan periostrakumnya
serta mengandung banyak mineral yang dapat dimanfaatkan, misalnya kalsium
yang dapat difortifikasi pada bahan pangan lainnya. Kalsium sebagai mineral
berperan dalam pembentukan tulang. Selain itu cangkang kijing dapat
dimanfaatkan sebagai hiasan dan barang seni karena memiliki corak warna yang
khas (Nurjanah et al. 2005).
Gambar 11 menunjukkan bahwa rendemen kijing setelah proses
pengukusan mengalami kehilangan berat sebesar 29,73%. Penurunan rendemen
tersebut disebabkan oleh terlepasnya air bebas dari bahan karena proses
pemanasan (Georgakis et al. 2003). Menurut Pigott & Tucker (1999), kandungan
air dalam kerang memiliki persentase yang besar yaitu 81,70% sehingga pada
proses pemanasan, air banyak yang keluar dari dalam kerang tanpa ada yang
mengisi tempat kosong yang ditingggalkannya yang mengakibatkan daging kijing
menjadi lebih padat.
Daging kijing setelah perlakuan pengukusan mengalami perubahan warna
menjadi kecoklatan. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi browning pada saat
pengukusan. Reaksi browning adalah sutu reaksi kimia yang terjadi antara asam
amino dan karbohidrat (gula pereduksi) akibat adanya proses pemanasan. Hasil
reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat yang merupakan hasil akhir
dari reaksi aldehid-aldehid aktif yang terpolimerasi dengan gugusan amino
membentuk senyawa coklat yang disebut melanoidin (Pigott & Tucker 1999).
Gambar daging kijing sebelum dan setelah pengukusan dapat dilihat pada
Gambar 12.
27

A B
Gambar 12. Daging kijing
Keterangan: A= sebelum pengukusan
B= setelah pengukusan

4.3. Komposisi Kimia Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)


Kandungan gizi kijing lokal dapat diketahui dengan melakukan analisis
proksimat yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar abu.
Analisis proksimat dilakukan terhadap daging kijing lokal segar dan daging
setelah mengalami pengukusan. Analisis proksimat adalah suatu uji untuk
mengetahui kandungan gizi yang terdapat pada bahan pangan. Hasil analisis
proksimat daging kijing lokal selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia daging kijing lokal segar dan kukus, n=2
Kijing segar (%) Kijing kukus (%)
Jenis gizi
Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering
(bb) (bk) (bb) (bk)
Air 81,54 441,71 71,72 253,61
Abu 3,08 16,68 3,46 12,23
Lemak 1,08 5,85 0,89 3,15
Protein 8,90 48,21 11,52 40,74
Karbohidrat 5,40 29,26 12,41 43,88

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai proksimat daging kijing lokal segar


untuk kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat berdasarkan basis basah
berturut-turut, yaitu 81,54%; 3,08%; 8,90%; 1,08% dan 5,44%. Umumnya daging
kijing Taiwan mempunyai kadar air 85,1%; abu 1,51%; protein 7,31%; lemak
0,64% dan karbohidrat 5,5% (Suharjo et al. 1977). Beragamnya komposisi kimia
dalam kerang tersebut tergantung pada spesies, jenis kelamin, umur dan habitat
(Pigott & Tucker 1999).
28

Tabel 4 menunjukkan bahwa komposisi kimia kijing segar dan kukus pada
penelitian ini mengalami perubahan. Kadar air dan lemak mengalami penurunan
menjadi 71,72% (bb) dan 0,89% (bb). Sedangkan untuk kadar protein dan mineral
mengalami peningkatan menjadi. 11,52% (bb) dan 3,46% (bb). Pengukusan
merupakan cara memasak dengan menggunakan banyak air, tetapi air tidak
bersentuhan langsung dengan produk (Harris & Karmas 1989). Tujuan dilakukan
proses pengukusan pada kijing adalah untuk mematikan virus hepatitis yang
terdapat pada kerang yang menyebabkan penyakit hepatitis infectiosa (penyakit
kuning) (Budiarti 2003).
Selama proses pengukusan berlangsung terjadi penurunan kadar air dan
lemak yang diikuti dengan meningkatnya kadar protein dan abu, hal ini
disebabkan oleh proporsional akibat penurunan kadar air dan kadar lemak
(Bender 1997). Penurunan kadar air selama proses pengukusan yang
menyebabkan terlepasnya air dari bahan dan sifat air yang mudah menguap saat
proses pemanasan (Georgakis et al. 2003). Perubahan gizi yang terjadi saat proses
pengukusan dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu pengukusan, lama
pengukusan, luas permukaan dan jenis bahan (Wells et al. 1987).
4.3.1. Kadar air
Air merupakan salah satu komponen yang penting di dalam makanan.
Komponen air dalam bahan pangan dapat mempengaruhi penampakan dan
tekstur makanan serta ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya awet
makanan (Winarno 1997). Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan
mengetahui jumlah air yang terkandung dalam daging kijing lokal. Kandungan air
dalam bahan pangan terdapat dalam dua bentuk, yaitu air bebas dan air terikat.
Air bebas merupakan air yang terdapat dalam ruang antar sel dan plasma,
dapat melarutkan berbagai vitamin, garam mineral dan senyawa-senyawa
nitrogen tertentu. Sedangkan air terikat merupakan molekul-molekul air yang
terikat pada molekul-molekul lain, seperti protein (Winarno 1997). Kadar air
daging kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 13.
29

Gambar 13. Kadar air daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Kandungan air daging kijing lokal segar cukup tinggi yaitu 81,54% (bb).
Kandungan air yang terdapat pada kijing lokal tidak berbeda jauh dengan
kandungan air yang terdapat pada berbagai jenis kerang lainnya, yaitu sebesar
81,70% (Pigott & Tucker 1999). Tingginya kadar air pada kijing lokal
menyebabkan kijing mudah sekali mengalami kerusakan apabila tidak
ditangani secara baik karena akan memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh
(Zaitsev et al. 1969).
Gambar 13 menunjukkan kandungan air pada kijing lokal mengalami
penurunan dari 441,71% (bk) menjadi 253,61% (bk), setelah diberi perlakuan
pengukusan. Penurunan kadar air setelah proses pengukusan disebabkan oleh
terlepasnya air dari bahan dan proses penguapan karena adanya pemberian panas
pada daging kijing yang meningkatkan suhu daging (Aitken & Connel 1979).
Proses penguapan terjadi akibat molekul-molekul air bergerak sangat cepat
sehingga tekanan uap air melebihi tekanan atom dan beberapa molekul terlepas
dari permukaan cairan dan membentuk gas (Winarno 1997). Kadar air umumnya
memiliki hubungan timbal balik dengan kadar lemak, semakin tinggi kadar air
yang terkandung pada daging kijing, maka semakin rendah kadar lemaknya,
demikian pula sebaliknya (Pigott & Tucker 1999; Yunizal et al. 1998).
4.3.2. Kadar abu
Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan mineral bahan pangan
secara kasar. Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal
30

sebagai zat anorganik (kadar abu). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan


organik dalam makanan akan terbakar, sedangkan bahan-bahan anorganik tidak
terbakar, karena itulah disebut kadar abu (Winarno 1997). Kadar abu daging
kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Kadar abu daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Gambar 14 menunjukkan setelah proses pengukusan kandungan


mineral pada bahan mengalami penurunan dari 16,68% (bk) menjadi
12,23% (bk). Pada proses pengukusan sebagian mineral akan terbawa bersama
uap air yang keluar dari daging selama proses pengukusan karena pecahnya
partikel-partikel mineral yang terikat pada air akibat pemanasan (Winarno 1997).
Proses tersebut tergantung pada cara proses pengolahan, suhu pengolahan dan
luas permukaan produk.
Kerang memiliki kandungan mineral yang beragam. Beragamnya
kandungan mineral pada berbagai jenis kerang disebabkan oleh perbedaan
spesies, habitat dan umur (Krzynowek & Murphy 1987). Setiap organisme
memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengeluarkan dan mengabsorbsi
logam, hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu dalam bahan. Mineral
merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu mineral berperan dalam
berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-
enzim. Pada fungsi metabolisme, unsur yang berperan adalah natrium, kalium,
31
kalsium dan klorin sebagai pengatur keseimbangan sistem osmosis dan sel
turgor (Lagler et al. 1962). Manusia memerlukan berbagai jenis mineral yang
dapat berasal dari makanan hewani. Hewan memperoleh mineral dari
tumbuh-tumbuhan yang kemudian memupuknya di dalam jaringan tubuhnya
(Almatsier 2006).
4.3.3. Kadar protein
Protein merupakan salah satu makronutrien yang berperan dalam
pembentukan biomolekul dan dapat juga dipakai sebagai sumber energi. Protein
adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 1997). Protein dalam tubuh
manusia memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang
lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein juga
bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan
molekul-molekul esensial untuk kehidupan (Almatsier 2006). Kadar protein
daging kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Kadar protein daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Kandungan protein pada kijing lokal sebesar 8,9 % (bb). Berdasarkan hasil
uji tersebut terlihat bahwa kandungan protein kijing lokal lebih rendah
dibandingkan dengan protein ikan pada umumnya yang berkisar 19%. Kandungan
32

protein dalam komoditas kerang tergolong dalam protein lengkap karena kaya
akan asam amino esensial. Kandungan protein yang terdapat pada kerang juga
lebih mudah diserap oleh tubuh karena protein tersebut memiliki serat protein
yang lebih pendek dibandingkan dengan serat protein daging sapi atau daging
ayam (Pigott & Tucker 1999).
Gambar 15 menunjukkan setelah proses pengukusan kandungan protein
pada daging menurun dari 48,21% (bk) menjadi 40,74% (bk). Perlakuan
pengukusan yang diberikan menyebabkan protein terdenaturasi. Kebanyakan
protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-90 oC)
selama satu jam atau kurang sehingga dapat menurunkan kandungan protein
Pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif
yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali
pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan. Apabila ikatan yang terbentuk
cukup banyak protein tersebut akan mengalami koagulasi. Koagulasi tersebut
menyebabkan tekstur daging setelah pengukusan menjadi lebih kenyal
(Winarno 1997).
4.3.4. Kadar lemak
Analisis kadar lemak dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan
lemak yang terdapat pada daging kijing lokal. Lemak didefenisikan sebagai
bahan-bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform (benzena) dan tidak dapat
larut dalam air. Lemak terdapat hampir pada semua bahan pangan. Lemak
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat
dan protein. Selain itu lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E,
dan K (Winarno1997). Lemak yang terdapat pada komoditas perikanan sebagian
besar mengandung asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan dapat menurunkan kolesterol dalam darah serta sangat mudah untuk dicerna
langsung oleh tubuh (Morrisey 1997). Kadar lemak daging kijing lokal dapat
dilihat pada Gambar 16.
33

Gambar 16. Kadar lemak daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Kadar lemak rata-rata daging kijing lokal sebesar 1,08 % (bb).


Berdasarkan banyaknya lemak yang dikandung kijing lokal maka lemak tersebut
tergolong ke dalam jenis ikan yang berlemak rendah (low fat fish)
(Ackman 1994). Kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak,
oleh sebab itu dengan tingginya kadar air yang terkandung pada daging kijing,
maka semakin rendah kadar lemaknya (Pigott & Tucker 1999;
Yunizal et al. 1998). Hasil analisis kadar lemak pada penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan kadar lemak kerang pada umumya, yaitu sebesar 1,9 %.
Beragamnya kandungan lemak pada setiap organisme dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu umur, habitat, ukuran dan tingkat kematangan gonad
(Krzynowek & Murphy 1987).
Gambar 16 menunjukkan kandungan lemak pada kijing lokal menurun
dari 5,85% (bk) menjadi 3,15% (bk) setelah diberi perlakuan pengukusan.
Pemberian panas berupa pengukusan pada daging kijing menyebabkan lemak
akan mencair, hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak
menjadi senyawa volatil, seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon
yang akan menguap saat pemanasan (Cuq et al. 1982). Pemanasan juga akan
mempercepat gerakan-gerakan molekul lemak, sehingga jarak antara molekul
lemak menjadi besar dan akan mempermudah proses pengeluaran lemak
(Winarno 1997). Proses tersebut dipengaruhi oleh suhu pengolahan dan lama
pemanasan (Gurr 1992).
34

4.3.5. Kadar karbohidrat


Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan
sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Semua karbohidrat berasal dari
tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis (Cuq et al. 1982). Bentuk
karbohidrat yang dapat dicerna dalam bahan pangan umumnya adalah zat pati dan
berbagai jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, dan laktosa (Winarno 1997). Kadar
karbohidrat daging kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Kandungan karbohidrat pada daging kijing lokal

Gambar 17 menunjukkan kandungan karbohidrat daging kijing segar


sebesar 29,26% (bk). Setelah mengalami proses pengukusan kadar karbohidrat
pada daging kijing meningkat menjadi 43,88% (bk). Peningkatan tersebut
merupakan proporsional dari adanya penurunan kadar air, protein dan lemak.
Kandungan karbohidrat dalam daging kijing dilakukan secara by diferrence, tanpa
adanya analisis laboratorium.
Kandungan karbohidrat pada daging kijing lokal dalam basis basah
sebesar 5,40%. Umumnya kandungan karbohidrat yang terdapat pada berbagai
jenis kerang berkisar 3-5% yang sebagian besar menyimpan energinya dalam
bentuk glikogen. Hal tersebut akan menberikan rasa manis pada produk tersebut
(Pigott & Tucker 1999). Proses pengolahan yang melibatkan pemanasan yang
tinggi mengakibatkan karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi
35

(pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang justru


dikehendaki, tetapi karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak diharapkan
(Cuq et al. 1982).

4.4 Asam Lemak


Asam lemak merupakan asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon
lurus yang satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung lain
gugus metil (CH3). Analisis asam lemak pada kijing lokal menunjukkan bahwa
kandungan asam lemak pada kijing tersebut tergolong dalam asam lemak jenuh
(saturated fatty acid/ SAFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated
fatty acid/ MUFA), dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid/
PUFA). Kandungan asam lemak pada daging kijing dapat dilihat pada Tabel 5-7.

Tabel 5. Komposisi rata-rata asam lemak jenuh daging kijing lokal


Asam lemak Kijing segar (%) Kijing kukus (%)
jenuh
Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering
(bb) (bk) (bb) (bk)
laurat (C12:0) 0,089 0,005 0,176 0,006
miristat (C14:0) 1,023 0,026 1,189 0,033
palmitat (C16:0) 28,892 1,690 26,228 0,825
stearat (C18:0) 0,782 0,046 1,756 0,055
total 30,786 1,767 29,349 0,919

Tabel 6. Komposisi rata-rata asam lemak tak jenuh daging kijing lokal
Asam lemak Kijing segar (%) Kijing kukus (%)
tak jenuh
Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering
(bb) (bk) (bb) (bk)
oleat (C18:1) 59,420 3,476 54,813 1,725
linoleat (C18:2) 5,427 0,317 7,532 0,237
linolenat(C18:3) 0,573 0,034 0,381 0,012
total 65,400 3,827 62,726 1,974
36
Tabel 7. Komposisi rata-rata asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang
daging kijing lokal

Asam lemak tak jenuh Kijing segar Kijng kukus


majemuk berantai panjang (mg/100 g) (mg/100 g)
EPA (C20:5, n3) 0,087 0,072
DHA(C22:6, n-3) 0,123 0,103
total (mg/100g) 0,216 0,182

Tabel 5, 6 dan 7 menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung dalam


daging kijing terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu laurat (C12:0), miristat (C14:0),
palmitat (C16:0), dan stearat (C18:0). Asam lemak tidak jenuh tunggal, yaitu oleat
(C18:1), serta asam lemak tak jenuh jamak, yaitu linoleat (C18:2, n-6), linolenat
(C18:3, n-3), EPA (C20:5, n3) dan DHA (C22:6, n-3). Keragaman komposisi
asam lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, makanan,
habitat, umur dan ukuran dari kijing tersebut (Ozogul dan Ozogul 2005).
Kromatogram asam lemak dan standar yang digunakan pada penelitian ini
disajikan pada Lampiran 7-19. Limit deteksi gas kromatografi dalam analisis
asam lemak yaitu 10-12. Diagram batang untuk komposisi asam lemak jenuh, tak
jenuh tunggal, dan tak jenuh jamak rata-rata pada daging kijing lokal dapat dilihat
pada Gambar 18,19 dan 21.

Gambar 18. Kandungan asam lemak jenuh daging kijing lokal


: kijing segar : kijing kukus
37
Kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada daging kijing, yaitu palmitat
sebesar 28,892% (bb) dan total asam lemak jenuh yang diketahui sebesar
30,786% (bb). Kandungan palmitat pada daging kijing tersebut tidak berbeda
jauh dengan kandungan palmitat pada kerang. Menurut Imre & Sahgk (1997),
palmitat merupakan kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada kerang, yaitu
sebesar 26,2%. Palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak
ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang
ada (Winarno 1997).
Gambar 18 menunjukkan kandungan palmitat daging kijing setelah proses
pengukusan mengalami penurunan dari 1,690% (bk) menjadi 0,825% (bk).
Penurunan tersebut diduga karena tingginya kandungan asam palmitat pada bahan
mengakibatkan keberadaan palmitat dalam bahan dekat dengan permukaan bahan
sehingga asam lemak tersebut mendapatkan pengaruh yang lebih cepat akibat
proses pemanasan. Proses pemanasan menyebabkan rusaknya komponen asam
lemak. Peningkatan kandungan asam lemak setelah pengukusan, seperti pada
laurat, miristat dan stearat disebabkan oleh tingginya kandungan air pada daging
kijing segar yang mengakibatkan serabut otot dan jaringan ikat daging masih
kompak dan kuat serta sifat asam lemak jenuh yang lebih stabil dibandingkan
dengan asam lemat tak jenuh. Peningkatan kandungan asam lemak juga dapat
disebabkan oleh terbentuknya kembali kristal lemak saat proses pendinginan
setelah pengukusan yang menempel pada bagian luar daging kijing
(Winarno 1997).
Asam laurat, miristat, palmitat dan stearat merupakan asam lemak berantai
panjang yang secara luas terdapat di alam. Asam laurat sebagai monogliserida
biasa digunakan dalam industri pharmaceutical sebagai antimikroba. Asam
miristat dan stearat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran
1-2 %. Asam stearat (C18) merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul
tertinggi, dan terdapat pada biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah yang
sedikit (Jacquot 1962). Komposisi asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam
daging kijing dapat dilihat pada Gambar 19.
38

Gambar 19. Kandungan asam lemak tak jenuh daging kijing lokal
: kijing segar : kijing kukus

Gambar 19 menunjukkan bahwa kandungan oleat (C18:1) daging kijing


segar merupakan kandungan asam lemak tak jenuh tertinggi, yaitu sebesar
3,476% (bk). Kandungan asam lemak linoleat (C18:2, n-6) dan linolenat
(C18:3, n-3) pada daging kijing lokal sebesar 0,317% (bk) dan 0,034% (bk).
Setelah proses pengukusan asam oleat, linoleat dan linolenat mengalami
penurunan. Penurunan ini dikarenakan adanya proses pemanasan yang
mengakibatkan kerusakan pada asam lemak yang terkandung pada daging kijing.
Hal ini disebabkan oleh adanya proses oksidasi yang menghasilkan asam lemak
bebas yang merupakan sumber bau tengik pada produk (Dolezal et al. 2009).
Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang banyak terdapat dalam
trigliserida dan memiliki satu ikatan rangkap. Asam oleat merupakan prekursor
untuk produksi sebagian besar PUFA. Kandungan oleat pada daging kijing
terbilang tinggi dibandingkan dengan yang terkandung pada berbagai jenis kerang
lainnya. Kandungan rata-rata oleat pada berbagai kerang sebesar 25 mg/100 g atau
0,025 %. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang
dikonsumsi dari lingkungan hidupnya (Leblanc et al. 2008). Selain itu juga
dipengaruhi oleh suhu dan habitatnya. Kerang yang berhabitat pada perairan yang
39

memiliki suhu yang rendah (4-9 oC), yaitu Mytilus edulis memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi, terutama PUFA 53,5 %. Suhu rendah
dapat meningkatkan daya larut oksigen sehingga meningkatkan sintesis asam
lemak (Guderley et al. 2007).
Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena
dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya. Masing-
masing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke 6 dan ke 3 dari ujung gugus
metil. Manusia tidak dapat menambah ikatan rangkap pada karbon ke 6 dan ke 3
pada asam lemak yang ada di dalam tubuh sehingga tidak dapat mensintesis kedua
jenis asam lemak tersebut. Kandungan linoleat dan linolenat pada kijing berbeda
dibandingkan dengan kandungan rata-rata linoleat dan linolenat kerang pada
umumnya yang sebesar 2,8 % dan 2,5 %. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan
oleh pakan yang dikonsumsinya berupa tumbuhan dan plankton
(Imre & Sahgk 1997), habitat dan suhu perairan (Guderley et al. 2007).
Kijing dan hewan lainnya memiliki kemampuan terbatas dalam proses
elongasi dan desaturasi PUFA menjadi highly unsaturated fatty acid (HUFA)
yaitu asam arachidonat, eikosapentanoid (EPA) dan dokosaheksanoid (DHA).
Asam arachidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat.
Sedangkan EPA dan DHA dalam tubuh kijing hanya dapat dikonversi dari asam
α-linolenat. Desaturasi merupakan proses penambahan ikatan rangkap pada asam
lemak dengan bantuan enzim sedangkan elongasi merupakan perpanjangan dua
rantai karbon. Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam α-linolenat kurang
5-10 % EPA dan 2-5% DHA (Haliloglu et al. 2004). Struktur kimia dan
metabolisme asam lemak n-9, n-6 dan n-3 dapat dilihat pada Gambar 20
(O’Keefe 2002, diacu dalam Abadi 2007).
40

Asam oleat 18:1 (9)

Asam linoleat 18:2 (9,12)

Asam linolenat 18:3 (9,12,15)

asam lemak n-9 asam lemak n-6 asam lemak n-3


18:1(9) 18:2 (9, 12) 18:3 (9, 12, 15)
oleat linoleat α-linolenat
6-desaturase 6-desaturase 6-desaturase

18:2 (6, 9) 18:3 (6, 9, 12) 18:4 (6, 9, 12, 15)


elongase elongase elongase

20:2 (8,11) 20:3 (8, 11, 14) 20:4 (8, 11, 14, 17)

5-desaturase 5-desaturase 5-desaturase


20:3 (5, 8, 11) 20:4 (5, 8, 11, 14) 20:5 (5, 8, 11, 14, 17)
arakhidonat eikosapentaenoat (EPA)
elongase elongase elongase
22:3 (7, 10, 13) 22:4 (7,10,13,16) 22:5 (7, 10, 13, 16,19)

4-desaturase 4-desaturase 4-desaturase

22:4 (4, 7, 10, 13) 22:5 (4, 7, 10, 13, 16) 22:6 (4, 7, 10, 13, 16, 19)
dokosatetraenoat dokosapentaenoat dokosaheksaenoat (DHA)

Gambar 20. Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3


41

Manusia tidak dapat mengandalkan sumber omega-3 hanya dari tanaman


dan sayuran yang mengandung asam α-linolenat, namun perlu mengkonsumsi
makanan yang mengandung EPA dan DHA seperti kerang, krustace, ikan dan
hewan air lainnya. Kandungan EPA dan DHA pada daging kijing segar dan kukus
dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Kandungan EPA dan DHA daging kijing lokal;


: kijing segar : kijing kukus

Gambar 21 menunjukkan kandungan EPA dan DHA pada daging kijing


lokal, yaitu 0,087 mg/100 g dan 0,123 mg/100 g. Namun setelah mengalami
pengukusan menurun menjadi 0,072 mg/100 g dan 0,103 mg/100 g. Penurunan
EPA dan DHA pada daging kijing disebabkan adanya perubahan yang umumnya
terjadi pada ikatan rangkap dari asam lemak pada gliserida. Menurut
Cuq et al. 1982, bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh majemuk akan
mudah dioksidasi dan laju oksidasi akan meningkat sejalan lamanya pemanasan
apabila tidak dihambat dengan pengurangan oksigen atau penggunaan
antioksidan. Kecepatan oksidasi berbanding lurus dengan tingkat ketidak jenuhan
asam lemak. DHA yang memiliki enam ikatan rangkap akan lebih mudah
teroksidasi daripada EPA yang memiliki lima ikatan rangkap (Cuq et al. 1982),
hal ini terlihat dari penurunan DHA yang lebih besar setelah pengukusan sebesar
17,24% sedangkan EPA sebesar 16,26%.
42

Asam lemak n-3 EPA dan DHA yang merupakan kelompok Long-Chain
Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam
perkembangan otak dan fungsi penglihatan. Selain itu, EPA dan DHA berfungsi
sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak (bagian yang digunakan
untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini, karena sangat penting
untuk tetap menjaga kandungan EPA dan DHA dalam makanan
(Whitney et al. 1998, diacu dalam Abadi 2007).
Sumber utama asam lemak n-3 sebenarnya bukanlah kijing karena sintesa
EPA dan DHA pada hewan tersebut sangat rendah. Kandungan EPA dan DHA
pada kerang tersebut diperoleh dari mikroorganisme yang menjadi pakan bagi
kerang. Mikroorganisme utama yang menjadi produsen utama n-3 adalah
Daphnia, Chlorella, Synechococcus sp, Cryptomonas sp, Rhodomonas lacustris,
Scenedesmus dan Chlamydomonas sp. yang merupakan plankton. Dengan
tingginya kandungan EPA dan DHA pada plankton tersebut dapat meningkatkan
kandungan EPA dan DHA pada kerang (Gluck et al. 1996). Suhu perairan yang
rendah pun (perairan sub tropis) dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA
pada kerang, plankton dan alga karena dapat meningkatkan daya larut oksigen
yang akan mempercepat sintesis asam lemak dan proses enzim pada reaksi
desaturase (Guderley et al. 2007).
Kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi pada kijing lokal
seperti oleat dan linoleat sangat berguna bagi tubuh manusia. Asam lemak tak
jenuh yang merupakan asam lemak esensial, meliputi linoleat dan linolenat
digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan prekusor
sekelompok senyawa eikosanoid. Kandungan tersebut dapat bertambah dengan
adanya zooplankton (Daphnia magna) yang merupakan salah satu pakan bagi
kerang (Mazumder et al. 2004). Asam lemak esensial membantu mengatur
tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun
terhadap luka dan infeksi. Kekurangan asam lemak esensial dalam tubuh dapat
menyebabkan gangguan syaraf dan penglihatan serta menghambat pertumbuhan
(Almatsier 2006).
43
4.5 Kolesterol
Kolesterol merupakan sterol yang paling dikenal oleh masyarakat.
Kolesterol di dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu disisi lain diperlukan
dan disisi lain dapat membahayakan tergantung seberapa banyak kolesterol di
dalam tubuh. Kolesterol adalah senyawa lemak yang dapat dihasilkan dari dalam
tubuh terutama hati dan dari luar tubuh (bahan pangan) (Colpo 2005). Salah satu
cara untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam bahan pangan dengan
melakukan analisis menggunakan GC (Gas Cromatography). Analisis kolesterol
dalam penelitian ini dilakukan hanya pada daging kijing tanpa adanya jeroan
(organ hati). Hal ini dikarenakan hati merupakan organ dalam yang menghasilkan
kolesterol 80 % sehingga diduga apabila mengkonsumsi daging bersama jeroan
akan meningkatkan kandungan kolesterol pada produk (Cook 1958). Kandungan
kolesterol pada daging kijing lokal segar dan pengukusan dapat dilihat pada
Gambar 22.

Gambar 22. Kandungan kolesterol daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)


(mg/100g)

Gambar 22 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol daging kijing segar


cukup rendah yaitu 83,480 mg/100g. Namun setelah perlakuan pengukusan,
kandungan kolesterol daging kijing menurun sebesar 72,115 mg/100 g. Hal
tersebut dapat disebabkan karena pemberian panas pada daging kijing
menyebabkan kolesterol larut bersamaan dengan terlepasnya air dari bahan dan
44

menguapnya senyawa volatil yang dihasilkan, meliputi alkohol dan hidrokarbon


(Wells et al. 1987). Rendahnya kandungan lemak total pada daging kijing maka
absorpsi kolesterol dalam tubuh kurang efisien. Hal tersebut disebabkan oleh
pembentukan miceller yang kurang sempurna. Miceller adalah bentuk kolesterol
yang siap diserap oleh sel-sel tubuh dan dalam pembentukkannya memerlukan
lemak (Freeman dan Junge 2005). Beragamnya kandungan kolesterol kerang
tergantung pada musim, area geografis, makanan dan jenis kelamin
(Krzynowek & Murphy 1987).
Kandungan kolesterol pada tubuh memiliki berbagai fungsi, yaitu sebagai
bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, asam empedu, asam folat,
hormon-hormon adrenal korteks, estrogen, androgen dan progesteron serta
komponen utama pada sel otak dan saraf. Kolesterol apabila terdapat dalam
jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan pembuluh darah, yang
dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung
dapat menyebabkan jantung koroner dan bila terjadi pada pembuluh darah otak
dapat menyebabkan penyakit serebrivaskular (Almatsier 2006).
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kijing yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Situ Gede,
Bogor yang berukuran sedang yaitu kurang dari 9 cm. Rendemen yang tertinggi
pada kijing adalah cangkang 51,92% sedangkan daging 20,71% dan jeroan
27,36%. Perlakuan pengukusan mengakibatkan penurunan rendemen sebesar
29,73 %. Pengolahan panas yang diberikan pada daging kijing juga menyebabkan
penurunan pada kadar lemak, air, protein dan mineral kijing.
Kandungan asam lemak pada kijing tergolong dalam asam lemak jenuh,
asam lemak tidak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh jamak. Asam lemak
jenuh yang terdiri dari laurat, miristat, palmitat dan stearat pada daging kijing
berturut-turut, yaitu 0,005% (bk); 0,026% (bk); 1,690% (bk) dan 0,046% (bk).
Asam lemak tidak jenuh terdiri atas oleat, linoleat, linolenat, EPA dan DHA pada
daging kijing berturut-turut, yaitu 3,476% (bk); 0,317 % (bk); 0,034% (bk);
0,087 mg/100 g dan 0,123 mg/100 g. Serta kandungan kolesterol pada daging
kijing, yaitu 83,48 mg/ 100g.
Perlakuan pengukusan menyebabkan perubahan zat gizi termasuk asam
lemak dan kolesterol. Setelah perlakuan pengukusan kandungan asam lemak
jenuh yang terdiri dari laurat, miristat, palmitat dan stearat berubah menjadi
0,006% (bk); 0,033% (bk); 0,825% (bk); dan 0,055% (bk). Kandungan asam
lemak tak jenuh yang terdiri atas oleat, linoleat, linolenat, EPA dan DHA
berubah menjadi 1,725% (bk); 0,237% (bk); 0,012% (bk); 0,072 mg/100 g;
0,103 mg/100 g dan kolesterol menurun menjadi 72,115 mg/100 g.

5.2. Saran
Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai komposisi asam lemak dan kolesterol pada kijing lokal tanpa
dibuang jeroannya serta dengan perlakuan pengolahan pangan selain pengukusan
yaitu penggorengan, pemanggangan dan perebusan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Struktur Kimia Kolesterol. http://image.google.com.


[3 Januari 2009}.

Abadi R. 2007. Komposisi kimia dan asam lemak beberapa spesies ikan kakap
laut dalam di perairan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Ackman RG. 1994. Seafood lipids. Didalam: Shahidi F, Botta JR, editor.
Seafoods: Chemistry, Processing Technology & Quality. London:
Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall.

Aitken A, Connel. 1979. Fish, In: Effect of Heating on Foodstuff, Prietsley. Ed.
Applied Science Publisher. Ltd. London.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of


Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist, Inc.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1999. Official Method of


Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Bender AE. 1997. Countribution of meat, fish and poultry to human diet.
Didalam: Shahidi F, Botta JR, editor. Seafoods: Chemistry, Processing
Technology & Quality. London: Blackie Academic & Professional.
Chapman & Hall.
Budiarti W. 2003. Makanan Sehat. Bandung: Indonesia Publishing House.
Boonsoong B. 2008. Mollusca, http://pirun.ku.ac.th/~fscibtb. [13 Maret 200].

Colpo A. 2005. LDL Cholesterol: bad cholesterol or science cholesterol. Journal


of American Physicians and Surgeons 10 (3): 83-89.
Connel JJ. 1979. Advances in Fish Science & Technology. London:
Fishing News Book Ltd.

Cook RP. 1958. Cholesterol. New York: Academy Press Inc.

Cuq JL, RF Hurrel, Finot PA. 1982. Brit. Effect of processing on nutrient content
of foods. J. Nutr 47:191.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Sistem Informasi Data


Statistik. www.simpatik.com. [28 Juni 2009].
47
Dolezal M, Luksova D, Dostalova J, Mahmoudi E. 2009. Oxidative changes of
lipid during microwave heating of minced fish flesh in catering.
J. Food Sci 27:17-19.
Fardiaz D. 1989. Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Bogor:
Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Freeman MW, Junge C. 2005. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta:
PT Bhuana Ilmu Populer.
Fogerty AC.1971.Chemicals reaction of lipids. Didalam : Davenport JB, Johnson
AR, editors. Biochemistry and Methodology of Lipids. Sydney:
Willey-Interscience.

Georgakis S, Vareltzis K, Papadopoulou, Bloukas JG. 2003. Effect of smoking on


quality characteristic shelf life of mediterranean mussel
(Mytilus galloprovincialis) meat under vacuum in chilled storage.
J. Food Sci 15(3): 371-380.
Gluck AA, Liebig JR, Vanderploeg HA. 1996. Evaluation of different
phytoplankton for supporting development of Zebra Mussel Larvae
(Dreissena polymorpha):the Importance of size and polyunsaturated fatty
acid content. J. Great Lakes Res 22(l): 36-45.

Girindra. 1987. Biokimia Patologi Hewan. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Grosch W, Belitz D. 1999. Food Chemistry. Second Ed. Didalam: Burghagen
MM, Hadziyev D, Hessel P, Jordan S, Sprinz C. Fourth German Edition
Food Chemistry. Berlin: Springer.
Guderley H, Comeau L, Tremblay R, Pernet F. 2007. Temperature adaptation in
two bivalve species from diffrent thermal habitats: enegenics and
remodeling of membrane lipid. J. Experimental Biology 210:2999-3014.
Gurr MI. 1992. Role of Fat in Food and Nutrition. Ed ke-2. Elsevier London dan
New York: Applied Science.
Haliloglu H I, Bayir A, Sirkecioglu N, Aras N M, Atamanalp M. 2004.
Comparison of fatty acid composition in some tissues of rainbow trout
(Oncorhynchus mykiss) living in sea water and freshwater.
J.Food Chem 86: 55-59.
Heidebrink L.2002. Freshwater Mussel of Iowa. USDA: Cedar Valley Resource,
Conservation & Development, Inc.
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Imre S, Saghk S. 1997. Fatty acid composition and cholesterol content of mussel
and shrimp consumed in Turkey. J.Marine Sciences 3(3): 179-189.

Jacquot R. 1962. Organic constituent of fish and other aquatic animal foods.
Didalam: Borgstrom G, editor. Fish as Foods. Volume ke-1, Production,
Biochemistry, and Microbiology. London: Academic Press.
Kaestner A. 1967. Invertebrate Zoology (1). New York: John Willey
and Sons, Inc.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:


UI-Press.
48

Krzynowek J, Murphy J. 1987. Proximate Composition, Energy, Fatty Acid,


Sodium and Cholesterol Content of Finfish, Shellfish, and their Products.
America: Departement of Commerce.
Lagler KF, Bardach JE, Miller RR. 1962. Ichtiology. New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, Sirot V. 2008. Lipid and
fatty acid composition of fish and seafood consumed in France.
Journal of Food Composition and Analysis 21: 8–16.

Mathlubi W. 2006. Studi karakteristik kerupuk kijing taiwan


(Anodonta woodiana) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Mazumder A, Atrs MT, Kainzi M. 2004. Essential fatty acid in the planktonic
food web and their ecological role foe higher trophic level.
J. Limnol Oceanogy 49 (5):1784-1793.
McNair HM, Bonelli EJ. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Kosasih Padmawinata,
penerjemah. Ed-ke-5. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Basic Gas Chromatography.

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2007. Persyaratan Jaminan


Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan
dan Distribusi.No. Kep. 01/MEN/2007. Jakarta.

Morrissey MT. 1997. Low fat and reduced fat fish products. Didalam: Shahidi F,
Botta JR, editor. Seafoods: Chemistry, Processing Technology & Quality.
London: Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall.

Neves R J. 2002. An Introduction and Overview of Freshwater Mussel


Propagation. Blacksburg: Virginia Cooperative Fish and Wildlife
Research Unit USGS-BRD, Department of Fisheries and Wildlife
Sciences, Virginia Tech.

Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat


kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo,
Gorontalo. Jurnal Perikanan dan kelautan 13: 15-24.
Odum EP. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. T Samingan: Penerjemah. Ed ke-3.
Yogjakarta: Gajah Mada University Press.
Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and
Cuttle fish. Japan: National Cooperate Association of Squid Processors.

Ozogul Y, Ozogul F. 2005. Fatty acid profiles of commercially important fish


species from the mediteranean, Aegean and Black Seas. J.Food Chem
100: 1634-1638.
Pigott GM, Tucker BW. 1999. Seafood Effect of Technology on Nutrition.
New York: Marcell Dekker, Inc.
Pennak RW. 1989. Freshwater Invertebrates of the United States. Ed ke-3.
New York: John Wiley and Sons.
49

Prihartini. 1999. Jenis dan ekobiologi kerang air tawar family Unionidae
(Molusca: Bivalva) beberapa situ dan kabupaten Bogor [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Shan O. 1999. Morpholigical characters of glochida of unionidae and the


taxonomic significance. J. Hidrobiologyca 23:140-147.
Suhardi, Haryono B, Sudarmadji S. 2007. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogjakarta: Liberti.

Suharjo C, Kusharto. 1987. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: PAU-IPB.


Suharjo, Sudjana S, Amini N, Endang T. 1977. Laporan Penelitian Berbagai
Pemanfaatan Kijing Taiwan Serta Analisa Kadar Gizinya. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suwignyo P, Sugiarti S, Suwardi K. 1984. Organisma Inang Glochida Kijing


Taiwan. Bogor: IPB, Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi.

Suwignyo S, Widigdo B, Krisanti M, Wardianto Y. 2005. Avertebrata Air. Jilid 2.


Bogor: IPB Press.

Storer TI, Usinger JH. 1961. General Zoology. New York: McGraw Hill Book
Company, Inc.

Wehrman A. 1997. Cholesterol. Delaware: University of Delaware.


Wells MR, Woods AE, Aurand LW. 1987. Food Composition and Analysis.
New York: Van Nostrand Reinhold.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Yunizal, Suhartono, Oetoro S. 1998. Prosedur Analisa Kimiawi dan Produk


Olahan Hasil-hasil Perikanan. BRKP Slipi. Jakarta: BRKP DKP RI.

Zaitsev V, Lagunov L, Makarova T, Minder L, Podsevalov V. 1969. Fish Curing


and Processing. Uni Soviet: Mir Publisher.
Lampiran 1. Lokasi Situ Gede Bogor, Jawa Barat dan denah lokasi Situ Gede

a. Lokasi Situ Gede Bogor, Jawa Barat

b. Denah lokasi Situ Gede

Lampiran 2. Proses preparasi kijing


Lampiran 3. Foto kromatografi gas dan diagram proses alat Gas Cromatograpy

a. Foto kromatografi gas

b. Diagram proses alat Gas Cromatograpy

Lampiran 4. Data panjang, lebar, tinggi dan berat kijing lokal


Panjang Lebar Tinggi Berat

8,90 4,00 1,63 21


7,51 3,51 2,02 13
7,41 3,07 1,19 17
7,66 3,44 1,01 16
9,00 4,20 1,66 23
8,11 3,50 1,20 20
8,31 3,33 1,77 19
8,37 3,73 1,47 27
8,50 4,50 1,53 17
8,50 4,00 1,65 17
8,50 3,90 1,52 16
8,00 3,93 1,54 21
8,90 3,40 1,50 25
8,32 1,21 3,32 20
6,67 2,94 1,06 8
8,50 4,30 2,00 21
8,30 3,30 1,70 19
7,60 3,40 1,00 16
8,50 3,90 1,50 16
7,50 3,50 2,00 13
8,50 4,50 1,50 17
8,30 3,70 1,40 27
8,50 4,00 1,60 17
8,20 3,30 1,40 18
8,50 4,50 1,90 24
8,30 3,30 1,20 20
8,90 4,00 1,60 21
8,90 3,40 1,50 16
7,40 3,00 1,10 17
8,40 3,90 1,40 19

Keterangan: Data diperoleh dari 30 sampel


Lampiran 5. Hasil pengujian analisis proksimat kijing lokal

Kijing Segar Kijing Kukus


Komposisi kimia (%) Ulangan ke-
1 2 1 2
Kadar air 82,08 81,00 69,66 73,78
Kadar abu 2,74 3,43 2,80 4,13
Kadar protein 8,20 9,61 11,70 11,35
Kadar lemak 1,44 0,72 1,12 0,65

a. Hasil pengujian kadar air

Segar Kukus
p1 p2 p1 p2
Berat sampel+cawan (g) 28,3108 27,2912 32,4575 28,8412
Berat cawan (g) 27,1448 26,2367 31,3008 27,8162
Berat setelah oven (g) 27,3539 26,4370 31,6518 28,0850
Kadar air (%) 82,0750 81,0000 69,6600 73,7800
Rataan (%) 81,54 71,72

Contoh perhitungan kadar air kijing segar (p1):


Berat cawan = 27,1448 gram
Berat cawan dan sampel basah = 28,3108 gram
Berat contoh = (Berat sampel+cawan) - berat cawan = 1,1660 gram
Berat cawan dan sampel kering = 27,3539 gram

BC
% Kadar air  x100 %
BA

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)


B = Berat cawan dengan daging ikan (gram)
C = Berat cawan dengan daging ikan setelah dikeringkan (gram).

% kadar air = 28,3108 g – 27,3539 g x 100 %


28,3108 g – 27,1448 g
= 82,075%
b. Hasil pengujian kadar abu

Segar Kukus
p1 p2 p1 p2
Berat sampel (g) 2,0702 2,0905 2,0568 2,0294
Berat cawan (g) 20,1993 33,9255 18,2968 35,3074
Berat setelah oven (g) 20,2560 33,9972 18,3543 35,3915
Kadar abu (%) 2,74 3,43 2,80 4,13
Rataan (%) 3,08 3,46

Contoh perhitungan kadar abu kijing kukus (p2):

Berat abu = Berat setelah oven – Berat cawan


= 35,3915 g - 35,3074 g
= 0,0841 g
Kadar abu (%) = x100%
= 0,0841 g x 100%
2,0294 g
= 4,13%

c. Hasil pengujian kadar lemak

Segar Kukus
p1 p2 p1 p2
Berat sampel (g) 2,0319 2,0587 2,0076 2,0667
Berat labu (g) 40,1434 40,1879 39,0529 38,4686
Berat setelah oven (g) 40,1725 40,2027 39,0753 38,4820
Kadar lemak (%) 1,4400 0,7200 1,1200 0,6500
Rataan (%) 1,08 0,89

Contoh perhitungan kadar lemak kijing segar (p2):


% Kadar Lemak = W3 – W2 x 100%
W1

Keterangan : W1 = Berat sampel kijing (gram)


W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

% Kadar Lemak = 40,2027 g – 40,1879 g x 100%


2,0587 g

= 0,72%
d. Hasil pengujian kadar protein

Segar Kukus
p1 p2 p1 p2
berat sampel 0,2809 0,1620 0,3466 0,1590
volume HCl 6,5750 4,4500 11,5750 5,1800
N HCl 0,1000 0,1000 0,1000 0,1000
kadar protein 8,2 9,61 11,7 11,35
Rataan 8,90 11,52

Contoh perhitungan kadar protein kijing kukus (p1):

% Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100%


g daging kijing x 1000 x 2,5
% Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)
% Nitrogen = (6,575 – 0) x 0,1 N HCl x 14 x 100% = 1,31%
0,2809 x 1000 x 2,5
% Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi
= 1.31% x 6,25
= 8,2%
Lampiran 6. Komposisi asam lemak dan kolesterol kijing

Segar Kukus
Komponen asam
lemak Ulangan ke-
1 2 1 2
Laurat 0,089 - 0,294 0,0573
Miristat 1,357 0,689 1,026 1,354
Palmitat 28,491 29,292 27,527 24,928
Stearat 0,815 0,749 1,850 1,662
Oleat 59,799 59,041 54,688 54,938
Linoleat 5,226 5,628 7,459 7,604
Linolenat 0,583 0,563 0,333 0,429
EPA (mg/100g) 0,086 0,087 0,074 0,067
DHA (mg/100g) 0,127 0,119 0,108 0,098
Kolesterol
(mg/100g) 83,010 83,950 72,660 71,570

Contoh perhitungan kromatogram pada Lampiran 16:

Konsentarsi sampel (pada kromatogram) = 0,0654


Konsentrasi pelarut (pada kromatogram) = 26,8326

Konsentrasi sampel
Asam lemak laurat (%) = x 100%
100 – (konsentrasi pelarut)

0,0654
Asam laurat kijing segar (%) = x 100%
100 – 26,8326

= 0,089%
Lampiran 7. Kromatogram standar asam lemak kaprat
Lampiran 8. Kromatogram standar asam lemak laurat
Lampiran 9. Kromatogram standar asam lemak miristat
Lampiran 10. Kromatogram standar asam lemak palmitat
Lampiran 11. Kromatogram standar asam lemak oleat
Lampiran 12. Kromatogram standar asam lemak linoleat
Lampiran 13. Kromatogram standar asam lemak linolenat
Lampiran 14. Kromatogram standar EPA dan DHA
Lampiran 15. Kromatogram standar kolesterol
Lampiran 16. Kromatogram asam lemak kijing segar ulangan ke-1
Lampiran 17. Kromatogram asam lemak kijing segar ulangan ke-2
Lampiran 18. Kromatogram asam lemak kijing kukus ulangan ke-1
Lampiran 19. Kromatogram asam lemak kijing kukus ulangan ke-2
Lampiran 20. Kromatogram EPA dan DHA kijing segar ulangan ke-1
Lampiran 21. Kromatogram EPA dan DHA kijing segar ulangan ke-2
Lampiran 22. Kromatogram EPA dan DHA kijing kukus ulangan ke-1
Lampiran 23. Kromatogram EPA dan DHA kijing kukus ulangan ke-2
Lampiran 24. Kromatogram kolesterol kijing segar ulangan ke-1
Lampiran 25. Kromatogram kolesterol kijing segar ulangan ke-2
Lampiran 26. Kromatogram kolesterol kijing kukus ulangan ke-1
Lampiran 27. Kromatogram kolesterol kijing kukus ulangan ke-2

Anda mungkin juga menyukai